Kepadatan Odum, 1993 Kepadatan Relatif KR Barus, 2004 Indeks Keanekaragaman Shannon – Wienner H’ Odum, 1993 Indeks Keseragaman E menurut rumus Pielou dalam Krebs, 1989 Family Biotic Index FBI

Parameter Biologi Data makrozoobentos yang diperoleh dihitung nilai kepadatan makrozoobentos, indeks keanekaragaman Shannon-Wienner, indeks keseragaman, indeks dominansi dan Family Biotic Indeks sebagai berikut:

a. Kepadatan Odum, 1993

K = 10.000 x a b Dimana : K = kepadatan makrozobentos indm 2 a = jumlah makrozoobentos b = luas bukaan mulut saiber rnet 10.000 = konversi dari cm 2 ke m 2

b. Kepadatan Relatif KR Barus, 2004

KR = Kepadatan Suatu jenis Jumlah Kepadatan Seluruh Jenis x 100 Suatu habitat dikatakan cocok dan sesuai bagi perkembangan suatu organisme, apabila nilai KR 10.

c. Indeks Keanekaragaman Shannon – Wienner H’ Odum, 1993

Untuk melihat keanekaragaman jenis makrozoobenthos, maka dapat ditentukan dengan indeks Shanon-Wiener sebagai berikut H’= - � pi ln pi S i=1 dimana : H’ = indeks keanekaragaman Shannon-Wienner pi = nilai penting dari spesies ke-i 21 Universitas Sumatera Utara In = logaritma nature pi = Σ niN Perbandingan jumlah individu suatu jenis dengan keseluruhan jenis

d. Indeks Keseragaman E menurut rumus Pielou dalam Krebs, 1989

Indeks Keseragaman E= H Hmaks dimana : H’ = indeks keanekaragaman Shannon-Wienner Hmaks = keanekaragaman spesies maksimum = In S dimana S banyaknya spesies dengan nilai E berkisar antara 0-1 e. Indeks Dominansi Odum, 1993 Untuk melihat dominansi makrozoobentos pada setiap stasiun yang berbeda, maka dapat ditentukan dengan indeks dominansi Simpson sebagai berikut : C = � � ni N � 2 S i=1 dengan: C = Indeks Dominansi Simpson ni = jumlah individu tiap spesies N = jumlah total individu Odum 1993 menyatakan bahwa kriteria dominansi sebagai berikut: nilai C ~ 0 0,5, maka tidak ada spesies yang mendominasi nilai C ~ 1 ≥0,5, maka ada spesies yang mendominasi 22 Universitas Sumatera Utara

f. Family Biotic Index FBI

Untuk mengetahui kualitas perairan Sungai Percut diketahui berdasarkan Familly Biotic Index FBI menurut Hilsenhoff 1988 dengan rumus sebagai berikut: FBI = ∑ni x ti ∑N Keterangan : N = Jumlah total family ke-i ti = Nilai toleransi family ke-i ni = Jumlah individu family ke-i Nilai toleransi untuk setiap famili berdasarkan Hilsenhoff 1988; Lenat 1933; Bode 1988 dapat dilihat pada Lampiran 3. Adapun kriteria kualitas perairan berdasarkan family biotik indeks mengacu pada Hilsenhoff 1988. Kriteria kualitas perairan ditunjukan pada Tabel 2. Tabel 2. Kriteria Kualitas Perairan berdasarkan Family Biotik Indeks FBI Indeks Biotik Famili Kualitas Perairan Tingkat Polusi Bahan Organik 0,00 - 3,75 Sangat bagus sekali Tidak ada pencemaran bahan organik 3,76 - 4,25 Bagus sekali Kemungkinan bahan organik sedikit 4,26 – 5,00 Bagus Kemungkinan tercemar beberapa bahan organik 5,01 – 5,75 Sedang Kemungkinan cukup banyak bahan organik 5,76 – 6,50 Agak buruk Kemungkinan pencemaran bahan organik susbtansial 6,51 – 7,25 Buruk Kemungkinan tercemar sangat banyak bahan organik 7,26 – 10,00 Sangat Buruk Kemungkinan pencemaran organik yang parah 23 Universitas Sumatera Utara HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Parameter Fisika dan Kimia Perairan Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada empat stasiun penelitian di Sungai Percut Kecamatan Medan Percut Kabupaten Deli Serdang diperoleh nilai kisaran dan rata rata parameter fisika kima perairan pada Tabel 3. Data pengamatan kualitas air dana analisis substrat terdapat pada Lampiran 4. Tabel 3. Nilai Rata-rata Hasil Pengukuran Parameter Fisika dan Kimia di Sungai Percut No. Parameter Satuan Stasiun I Industri II Domestik III Pertanian IV TPI 1 Suhu Air o C k 26-30 26-31 27-31 29-31 r 28,25 28,75 29,25 29,75 2 Kecepatan Arus mdtk k 0,38-0,55 0,82-0,89 0,45-0,55 0,2-0,35 r 0,47 0,86 0,49 0,28 3 Kekeruhan NTU k 1,99-31,2 2,66-16,54 1,55-12,92 3,36-26,7 r 12,18 7,55 5,26 11,46 4 TSS mgl k 2-62 2-39 3-25 2-42 r 29,25 20 17,25 21,75 5 Substrat Lempung berpasir Pasir Berlempung Pasir Berlempung Pasir Berlempung 6 Derajat Keasaman pH - k 7,1-8,1 7,1-8,1 7,3-8,2 7,3-7,9 r 7,475 7.475 7.6 7,55 7 Oksigen Terlarut DO mgl k 1,3-2,8 1,4-3,0 2,3-4,0 2,4-4,8 r 2,175 2,05 3,225 3,425 8 BOD 5 mgl k 0,6-10,9 10,7-2 6,8-2 1,4-15,4 r 5,775 6.225 5.125 8.075 9 Bahan Organik Total TOM mgl k 3,476-12,956 5,056- 12,956 3,792-8,848 12,640- 21,804 r 7,347 7,663 6,004 16,353 Keterangan : k = kisaran, r = rata-rata Universitas Sumatera Utara Parameter Biologi Berdasarkan hasil pengamatan makrozoobentos pada 4 stasiun di sepanjang Sungai Percut selama Juli hingga Agustus 2014 secara keseluruhan terdapat 12 genus yang termasuk ke dalam 4 kelas dan 3 filum. Adapun makrozoobentoos yang terdapat di Sungai Percut dapat dilihat pada Lampiran 5. Persentase komposisi kelas pada bulan Juli hingga Agustus 2014 ditunjukan pada gambar dibawah ini. Gambar 7. Diagram perbandingan persentase komposisi makrozoobentos pada bulan Juli hingga Agustus 2014. Diagram perbandingan persentase komposisi makrozoobentos di 4 stasiun terlihat bahwa kelas Oligochaeta memiliki persentase tertinggi sebesar 56 dan terendah dimiliki oleh kelas Bivalvia dan Malacostraca masing masing sebesar 2. Hasil penelitian yang dilakukan pada 4 stasiun di lokasi penelitian selama 4 kali pengambilan sampel ditemukan 12 genus makrozoobenthos yang tersebar pada 4 stasiun pengambilan sampel. Jumlah makrozoobentos pada lokasi penelitian yaitu Filum Annellida yang terdiri atas 2 genus, Filum Arthropoda terdiri atas 2 genus, Filum Moluska terdiri atas 8 genus. Adapun klasifikasi makrozoobentos yang diperoleh dapat dilihat pada Tabel 4. Oligochaeta 56 Malacostraca 2 Bivalvia 2 Gastropoda 40 25 Universitas Sumatera Utara Tabel 4. Klasifikasi Makrozoobentos yang Diperoleh pada Setiap Stasiun Penelitan Filum Kelas Ordo Famili Genus Annelida Oligochaeta Haplotaxida Tubificidae Branchiura Tubifex Arthropoda Malacostraca Decapoda Penaeidae Penaeus Portunidae Scylla Moluska Bivalvia Arcoida Arcidae Anadara Gastropoda Mesogastropoda Thiaridae Melanoides Thiara Pleuroceridae Elimia Pleurocera Viviparoidea Viviparidae Filopaludina Neritimorpha Neritidae Nerita Pulmolata Ampullariidae Pila Berdasarkan data jumlah makrozoobentos yang diperoleh pada setiap stasiun maka didapat nilai kepadatan populasi dan kepadatan relatif sebagai berikut. Data mentah makrozoobentos terdapat pada Lampiran 6. Adapun nilai kepadatan populasi dan kepadatan relatif dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Nilai Kepadatan Populasi K dan Kepadatan Relatif KR pada Setiap Stasiun Stasiun Kepadatan Populasi indm 2 Kepadatan Relatif I 78,2 99,98 II 58,7 99,98 III 26,6 99,98 IV 65,1 99.97 Tabel 5 menunjukkan pada stasiun I memiliki nilai kepadatan populasi K tertinggi yaitu 78,2 indm 2 , sedangkan stasiun III memiliki nilai kepadatan populasi terendah 26,6 m 2 . Nilai total kepadatan relatif tertinggi terdapat pada stasiun I, II dan III dengan nilai relatif yang sama sedangkan stasiun IV nmemiliki nilai kepadatan relatif terendah. 26 Universitas Sumatera Utara Berdasarkan analisis data diperoleh nilai indeks keanekaragaman, indeks keseragaman dan indeks dominansi pada masing-masing stasiun seperti terlihat pada Tabel 6 berikut. Tabel 6. Indeks Keanekaragaman Jenis H’, Indeks Keseragaman E dan Indeks Dominansi C. Stasiun H’ E C I 1,049 0,757 0,308 II 1,181 0,851 0,345 III 1,064 0,768 0,410 IV 1,824 0,937 0,262 Nilai Kepadan, Kepadatan Relatif, H Keanekaragaman, C Dominansi dan Keseragaman E dapat dilihat pada Lampiran 7 dan hasil perhitungan dapat dilihat pada Lampiran 8. Pada Tabel 6 dapat dilihat bahwa nilai indeks keanekaragaman yang tertinggi terdapat pada stasiun IV sebesar 1,824 dan indeks keanekaragaman terendah pada stasiun I sebesar 1,049. Indeks keseragaman tertinggi terdapat pada stasiun II sebesar 0,851 dan terendah pada stasiun I sebesar 0,757. Indeks dominansi tertinggi terdapat pada stasiun III dan terendah pada stasiun IV sebesar 0,262. Adapun kategori kualitas air berdasarkan Family Biotic Indeks FBI ditampilkan pada Tabel 7 sebagai berikut. Tabel 7. Kategori Kualitas Air Berdasarkan Family Biotic Indeks FBI Stasiun FBI Kualitas Perairan I 7,024 Buruk II 7,533 Sangat buruk III 6,045 Agak buruk IV 6,317 Agak buruk [ Pada Tabel 7 dapat dilihat bahwa kategori nilai Family Biotic Indeks terendah terdapat pada stasiun III sebesar 6,045 dan kategori nilai tertinggi terdapat pada stasiun II sebesar 7,533. 27 Universitas Sumatera Utara Pembahasan Parameter Fisika dan Kimia Perairan Suhu Suhu pada tiap stasiun tidak menunjukkan adanya fluktuasi suhu yang besar suhu perairan Sungai Percut berkisar antara 26 - 31 C. Perbedaan nilai suhu perairan Sungai Percut disebabkan oleh perbedaan cuaca pada saat pengukuran dan keterbukaan lahan sungai. Menurut Asdak 2004 bahwa kenaikan suhu juga dapat terjadi karena vegetasi yang terbuka sehingga cahaya matahari dapat langsung menuju permukaan air. Nilai rata-rata tertinggi suhu di perairan Sungai Percut berada di stasiun IV berkisar 29,75 C sedangkan nilai terendah berada di stasiun I rata-rata sebesar 28,25 C. Berdasarkan PP No. 82 Tahun 2001 suhu air Sungai Percut masih berada dalam ambang batas kualitas air kelas 2. Suhu rata-rata tersebut cocok bagi pertumbuhan makrozoobentos seperti dari kelas gastropoda yang tersebar pada setiap stasiun. Menurut Edward 1988 dalam Fadhilah dkk., 2013 bahwa gastropoda dapat melakukan proses metabolisme secara optimal pada kisaran suhu antara 25-32 C. Kecepatan Arus Berdasarkan hasil pengukuran kecepatan arus diperoleh kecepatan arus tertinggi terdapat pada stasiun II sebesar 0,86 mdtk dan kecepatan arus terendah berada pada stasiun IV 0,28 mdtk. Mason 1981 dalam Pelupessy 2004 menyatakan bahwa berdasarkan kecepatannya stasiun II dikategorikan sebagai 28 Universitas Sumatera Utara arus cepat dan stasiun IV dikategorikan sebagai arus sedang. Berdasarkan kategori tersebut arus sungai Percut termasuk dalam arus sedang hingga cepat. Tingginya kecepatan arus pada stasiun II diduga oleh bentuk alur sungai yang lurus. Menurut Hamdani 2013 bahwa pada alur sungai yang lurus arus tercepat berada pada bagian tengah sungai. Hal ini sesuai dengan hukum fisika mengenai gesekan friction yang menyatakan bahwa daerah yang terbebas dari gesekan akan mempunyai arus yang lebih cepat. Arus sungai secara langsung mempengaruhi makrozoobentos karena arus tersebut akan membawa limbah yang berasal dari setiap stasiun dimana sifat makrozoobentos yang cenderung hidup menetap di dasar perairan dan mobilitas atau pergerakannya relatif rendah sehingga dapat mempengaruhi keberadaaan makrozoobentos. Menurut Chopra dkk., 2012 bahwa arus membawa limbah industri, limbah perkotaan, pupuk dan air limpasan dari pertanian memberi dampak terhadap makrozoobentos. Kekeruhan Kekeruhan yang diamati pada tiap stasiun dengan rata-rata tertinggi terdapat pada stasiun I sebesar 12,187 NTU dan terendah sebesar 5,26 NTU pada stasiun III. Tingginya kekeruhan pada stasiun I diperkirakan oleh buangan limbah yang berasal dari kegiatan industri besi partikel logam dan pencucian jeans. Menurut Alearts dan Santika 1984 dalam Manalu dkk., 2014 mengatakan bahwa nilai kekeruhan yang diperbolehkan adalah 5 NTU dan maksimum 25 NTU. Kekeruhan yang ditemukan pada setiap stasiun masih sesuai bagi kehidupan makrozoobentos. 29 Universitas Sumatera Utara Rendahnya kekeruhan pada stasiun III diperkirakan karena rendahnya bahan organik yang berasal dari kegiatan pertanian baik dari penggunaan pestisida dan pupuk yang berada di sekitar kegiatan budidaya pertanian yang berada di bantaran sungai tersebut. Rendahnya kekeruhan tersebut berkaitan pula dengan rendahnya kepadatan makrozoobentos yang terdapat pada stasiun tersebut sedangkan tingginya kekeruhan berkaitan dengan tingginya kepadatan makrozoobentos yang diperoleh. TSS Total Suspended Solid Kandungan rata-rata TSS tertinggi terdapat pada stasiun I sebesar 29,25 mgl dan kandungan TSS terendah terdapat pada stasiun III sebesar 17,25 mgl. Kandungan TSS yang berada pada Sungai Percut bila dibandingkan dengan PP No.82 Tahun 2001 masih berada dibawah ambang batas kualitas air kelas 2. Menurut Asra 2009 bahwa partikel dari limbah atau hasil erosi yang tersuspensi menyebabkan peningkatan konsentrasi kekeruhan yang akan mengurangi penetrasi cahaya matahari ke dalam perairan, sehinggga intensitas fotosintesis akan berkurang yang mengakibatkan terhambatnya pertumbuhan phytoplankton. Dalam jaring makanan di perairan, phytoplankton tersebut berperan sebagai produsen primer yang berperan sebagai penyedia makanan bagi kelompok konsumen seperti benthos. Tingginya kandungan TSS pada stasiun I diikuti dengan tingginya kekeruhan yang terdapat pada stasiun I tersebut. Menurut Effendi 2003 mengatakan bahwa semakin tinggi nilai kekeruhan, maka nilai kelarutan zat-zat yang tersuspensi juga akan tinggi. Banyaknya partikel-partikel yang melayang- 30 Universitas Sumatera Utara layang diperairan seperti tanah, lumpur, detritus, pasir, buangan limbah domestik dan lain sebagainya dapat menghambat sinar matahari masuk ke perairan yang dapat mengurangi fitoplankton untuk melakukan fotosintesis. Oleh karena itu kandungan oksigen terlarut juga akan berkurang sehingga membatasi pertumbuhan makrozoobentos untuk berkembang biak. Substrat Substrat dasar perairan yang ditemukan pada stasiun I merupakan jenis lempung berpasir sedangkan pada stasiun II hingga IV adalah substrat pasir berlempung. Jenis substrat ini cocok untuk habitat makrozoobentos seperti dari beberapa genus dari moluska yang ditemukan selama penelitian. Menurut Suartini 2010 bahwa kelompok moluska dari kelas gastropoda yang merupakan organisme yang mempunyai kisaran penyebaran yang luas yaitu pada substrat berbatu, berpasir maupun berlumpur. Substrat lempung berpasir pada stasiun I bila dibandingkan dengan substrat pasir berlempung pada 3 stasiun lainnya mengindikasikan bahwa bahan organik pada substrat lempung berpasir memiliki kepadatan lebih tinggi. Dan substrat pasir berlempung pada stasiun II, III dan IV memiliki kepadatan yang lebih rendah. Menurut Anjani dkk., 2012 bahwa ukuran partikel memiliki hubungan dengan konsentrasi bahan organik sedimen. Sedimen dengan ukuran partikel halus memiliki nilai bahan organik yang lebih tinggi dibandingkan dengan sedimen dengan ukuran partikel yang lebih kasar. Tingginya keanekaragaman yang terdapat pada stasiun IV berhubungan dengan ukuran fraksi pasir yang tinggi sebesar 84,26 . Menurut Odum 1971 31 Universitas Sumatera Utara bahwa penyebaran dan kepadatan makrozoobentos berhubungan dengan diameter rata-rata butiran sedimen, kandungan debu dan liat serta adanya cangkang- cangkang biota yang telah mati. Secara umum dapat dikatakan bahwa semakin besar ukuran butiran berarti semakin kompleks substrat maka semakin beragam pula jenis makrozoobentosnya. Derajat Keasaman pH Nilai pengukuran pH tertinggi terdapat pada stasiun III sebesar 7,6 sedangkan terendah terdapat pada stasiun I dan II sebesar 7,475. Berdasarkan PP No.82 Tahun 2001 nilai pengukuran pH yang terdapat sungai Percut masih berada dalam kisaran untuk baku mutu air kelas II. Nilai rata-rata pH pada setiap stasiun tidak memiliki perbedaan yang jauh tiap stasiunnya bagi makrozoobentos ini terlihat dari kepadatan relatif makrozoobentos yang hampir sama. Hal ini sesuai dengan literature Junaidi dkk., 2010 bahwa nilai pH 5 atau 9 sangat tidak sesuai bagi kehidupan makrozoobentos. DO Dissolved Oxygen Kandungan oksigen terlarut rata-rata tertinggi terdapat pada stasiun IV sebesar 3,425 mgl sedangkan kandungan oksigen terendah terdapat pada stasiun II sebesar 2,05 mgl. Menurut PP No. 82 tahun 2001 kandungan oksigen yang berada pada setiap stasiun pengamatan telah berada dibawah batas baku mutu kelas II. Rendahnya kandungan oksigen seperti pada stasiun II diperkirakan akibat masuknya bahan organik yang berasal dari limbah domestik seperti limbah detergensurfaktan. Menurut Manik dan Edward 1987 bahwa sifat detergen yang aktif permukaan dengan kadar rendahpun kira-kira 0,5 ppm, detergen sudah Universitas Sumatera Utara membentuk busa. Busa ini akan mengambat difusi oksigen dari udara ke perairan. Dan juga limbah yang berasal dari stasiun I tanpa pengolahan terlebih dahulu sehingga mengurangi jenis makrozoobentos yang mampu hidup pada stasiun ini. Menurut Komarawidjaja 2004 bahwa konsentrasi detergen tersebut tentunya akan mengganggu keberdaaan biota perairan baik kelimpahan maupun keragaman jenisnya. Rata rata nilai DO yang ditemukan pada stasiun I dan II hanya mampu diadaptasi oleh oligochaeta dan gastropoda. Menurut Sastrawijaya 2000 dalam Rosyadi dkk., 2009 hewan makrozoobentos dari spesies Tubifex sp dan Melanoides tuberculata merupakan spesies indikator adanya oksigen terlarut DO rendah dan partikel tersuspensi tinggi pada ekosistem perairan sungai. BOD 5 Biochemical Oxygen Demand Nilai BOD tertinggi terdapat pada stasiun IV sebesar 8,075 mgl dan terendah terdapat pada stasiun III sebesar 5,125 mgl. Berdasarkan PP No.82 Tahun 2001 bahwa BOD 5 telah melewati ambang batas dari perairan tersebut. Status kualitas air menurut literatur Lee dkk., 1978 bahwa Sungai Percut termasuk dalam kategori pencemaran sedang 5,1-14,9 mgl. Tingginya nilai BOD 5 pada setiap stasiun diperkirakan dari masuknya bahan organik yang berasal dari masing-masing stasiun yang berbeda aktivitasnya. Menurut Apha 1989 bahwa nilai BOD yang besar menunjukkan aktivitas organisme yang semakin tinggi dalam menguraikan bahan organik. Hal ini terlihat dengan tingginya keanekaragaman yang terdapat pada stasiun IV dikarenakan bahan organik yang tinggi di daerah TPI tersebut. Menurut Setiawan 33 Universitas Sumatera Utara 2008 semakin banyak bahan organik dalam perairan maka semakin banyak oksigen yang dibutuhkan untuk menentukan tingkat pencemaran bahan organik di suatu perairan Bahan Organik Total TOM Nilai TOM tertinggi terdapat pada stasiun IV sebesar 16,252 mgl sedangkan terendah terdapat pada stasiun III sebesar 6,004 mgl. Tingginya nilai TOM pada stasiun IV diindikasikan oleh masuknya limbah yang berasal dari kegiatan TPI yang membuang limbahnya ke sungai. Bahan organik yang tinggi dalam air bisa mempengaruhi bahan organik dalam substrat. Menurut Abel 1989 dalam Setiawan 2008 adanya masukan bahan organik dalam jumlah yang berlebih akan menimbulkan perubahan pada ekosistem. Perubahan ini tergantung dari jumlah bahan organik dan karakteristik fisik perairan. Adanya peningkatan bahan-bahan organik yang sangat tinggi akan memacu aktivitas dekomposer untuk menguraikan bahan organik menjadi senyawa yang lebih sederhana lagi sehingga kandungan oksigen terlarut juga akan menurun, dan ini akan berbahaya bagi biota perairan khususnya keberadaan makrozoobentos. Tinggi rendahnya TOM pada tiap stasiun juga berkaitan dengan tinggi rendahnya kepadatan pada stasiun tersebut. Kepadatan yang tinggi juga terdapat pada stasiun IV dan kepadatan yang rendah pada stasiun III. Menurut Cummins 1975 dalam Efrizal 2008 bahwa distribusi dan kelimpahan makrozoobenthos tergantung beberapa faktor, seperti kualitas dan kuantitas makanan, disamping itu kemampuan organisme tersebut menyesuaikan diri terhadap parameter fisika dan kimia perairan. 34 Universitas Sumatera Utara Parameter Makrozoobentos Komunitas Makrozoobentos Berdasarkan komposisi komunitas makrozoobentos perbandingan persentase komposisi makrozoobentos di 4 stasiun terlihat bahwa kelas Oligochaeta memiliki persentase tertinggi sebesar 56 dan terendah dimiliki oleh kelas Bivalvia dan Malacostraca masing masing sebesar 2. Tingginya komposisi Oligochaeta ini disebabkan oleh kondisi habitat yang cocok bagi Oligochaeta dapat dilihat dari bahan organik dan BOD 5 yang tinggi serta DO yang rendah. Penelitian yang dilakukan pada 4 stasiun selama 4 kali pengambilan sampel teridentifikasi 3 filum, 4 kelas, 6 ordo, 9 famili dan 12 genus makrozoobentos. Berdasarkan hasil pengamatan dan identifikasi yang telah dilakukan bahwa filum moluska merupakan genus yang paling banyak ditemukan. Sebanyak 8 genus dan tersebar di semua stasiun. Menurut Driscol dan Brandon 1973 dalam Hamidah 2000 bahwa penyebaran dan kelimpahan moluska berhubungan denga tekstur substrat perairan. Nilai kepadatan populasi stasiun I memiliki nilai kepadatan sebesar 78,2 indm 2 . Tingginya kepadatan populasi pada stasiun I disebabkan oleh tingginya bahan organik yang terdapat pada stasiun tersebut serta cocoknya substrat bagi makrozoobentos seperti Oligochaeta yang toleran terhadap bahan organik yang tinggi. Menurut Wilhm 1975 organisme toleran adalah organisme yang tumbuh dan berkembang dalam kisaran toleransi lingkungan yang luas sehingga mampu berkembang mencapai kepadatan tertinggi dalam perairan yang tercemar sedang maupun tercemar berat, diantaranya dari kelas Oligochaeta. Kepadatan relatif yang terdapat pada stasiun ini sebesar 99,98 . 35 Universitas Sumatera Utara Nilai kepadatan populasi stasiun II memiliki nilai kepadatan 58,7 indm 2 dan kepadatan relatif sebesar 99,98 . Menurunnya kepadatan populasi pada stasiun II diindikasikan oleh perubahan substrat dasar perairan seperti pada stasiun I pasir berlempung menjadi lempung berpasir dimana kepadatan tertinggi pada stasiun II tetap dihuni oleh kelas Oligochaeta terkhusus dari genus branchiura 24,9 indm 2 dan kepadatan relatif sebesar 42,41. Kepadatan terendah berasal dari filum moluska sebesar 11,3 indm 2 . Terdapatnya moluska diyakini karena keberadaan substrat yang masih cocok untuk kehidupan makrozoobentos. Menurut Middleton 1993 dalam Hidayat 2004 bahwa Moluska disamping kelompok cacing banyak ditemukan hidup di perairan bersubstrat lumpur yang mengandung bahan organik tinggi, baik terlarut maupun terendapkan. Nilai kepadatan populasi Stasiun III memiliki nilai kepadatan populasi terendah 26,6 m 2 . Rendahnya kepadatan populasi pada stasiun III diperkirakan karena adanya bendungan di daerah pertanian yang mengakibatkan sedikitnya populasi yang berada di sekitar stasiun tersebut. Kepadatan tertinggi pada stasiun ini juga berasal dari kelas Oligochaeta sebesar 15 indm 2 dengan kepadatan relatif sebesar 56,39. Kepadatan terendah berasal dari Gastropoda sebesar 11,6 indm 2 dengan kepadatan relatif sebesar 43,52. Rendahnya kepadatan gastropoda pada stasiun III ini diindikasikan karena terbatasnya kemampuan gastropoda untuk mampu beradaptasi dengan faktor lingkungan tersebut. Menurut Hutchinson 1993 bahwa Gastropoda merupakan hewan yang dapat hidup dan berkembang dengan baik pada jenis substrat yang memiliki kesediaan makanan dan kehidupannya selalu dipengaruhi oleh kondisi fisik kimia perairan seperti, suhu, pH maupun oksigen terlarut. 36 Universitas Sumatera Utara Nilai kepadatan populasi stasiun IV memiliki nilai 65,1 indm 2 dan kepadatan relatif sebesar 99,97. Tingginya kepadatan populasi pada stasiun 4 ini diperkirakan karena adanya bahan organik yang menjadi makanan bagi makrozoobentos. Menurut Zulfikli dkk., 2009 kandungan bahan organik yang tinggi akan mempengaruhi kelimpahan organisme, dimana terdapat organisme - organisme tertentu yang tahan terhadap tingginya bahan organik tersebut. Kepadatan populasi tertinggi pada stasiun ini berasal dari kelas Gastropoda genus Elimia sebesar 26,4 indm 2 dan kepadatan populasi terendah berasal dari genus Penaeus. Kepadatan populasi terendah berasal dari kelas Malastrocrata genus penaeus sebesar 2,1 indm 2 . Keanekaragaman Makrozoobentos Nilai indeks keanekaragaman tertinggi terdapat pada stasiun IV daerah Tempat Pelelangan Ikan atau TPI sebesar 1,824. Tingginya keanekaragaman pada stasiun IV diperkirakan karena tingginya bahan organik yang masuk pada daerah stasiun IV diantara stasiun lainnya. Tingginya bahan organik tersebut dapat mendukung beberapa jenis makrozoobentos untuk dapat hidup. Menurut Poole dalam Suharman 2006 bahwa organisme makrozoobenthos yang beragam banyak ditemukan pada perairan yang masih dapat mendukung untuk kehidupannya, sedangkan jika perairan tersebut tidak lagi mendukung untuk kehidupannya, maka akan ditemukan sedikit sekali jenis yang mampu beradaptasi dengan kondisi lingkungan tersebut. Nilai indeks keanekaragaman terendah terdapat pada stasiun I daerah industri besi sebesar 1,049. Rendahnya keanekaragaman pada stasiun ini 37 Universitas Sumatera Utara diindikasikan oleh sedikitnya spesies yang ditemukan pada stasiun ini. Menurut Anjani dkk., 2012 bahwa nilai indeks keanekaragaman rendah menunjukan penyebaran tiap jenis yang rendah dan kestabilan komunitas juga rendah. Nilai indeks keanekaragaman pada stasiun II daerah permukiman pendudukandomestik dan III daerah bendunganpertanian mendekati stasiun I sebesar 1,181 dan 1,064. Indeks keanekaragaman pada stasiun II dan III juga terbilang rendah. Hal ini terlihat jelas dengan kepadatan populasi yang rendah yang terdapat pada kedua stasiun tersebut. Menurut Alfitriatussulus 2003 bahwa nilai indeks keanekaragaman tergantung dari variasi jumlah individu tiap spesies maka keanekaragaman suatu ekosistem semakin kecil. Indeks Keseragaman E Nilai indeks keseragaman tertinggi terdapat pada stasiun IV sebesar 0,937. Tingginya nilai indeks keseragaman pada stasiun IV memperkirakan bahwa penyebaran jumlah individu spesies cukup merata. Menurut Krebs 1989 bahwa semakin besar nilai E maka penyebarannya cenderung merata dan tidak ada spesies yang mendominasi. Nilai indeks keseragaman terendah terdapat pada stasiun I sebesar 0,757. Indeks keseragaman pada stasiun I diperkirakan masih mendekati angka I memungkinkan belum terjadinya dominasi yang begitu besar dari spesies yang berbeda serta penyebaran yang tidak merata. Menurut Brower dkk., 1971 bila indeks keseragaman mendekati 1, maka hal ini menunjukkan bahwa ekosistem tersebut dalam kondisi yang relatif mantapstabil yaitu jumlah individu tiap spesies relatif sama. 38 Universitas Sumatera Utara Indeks Dominansi C Nilai indeks dominansi tertinggi berada pada stasiun III sebesar 0,410. Indeks dominansi pada stasiun III masih berada dibawa 0,5 dengan demikian bahwa pada stasiun III belum ada spesies yang mendominasi sungai terlihat dengan keanekaragaman yang rendah serta nilai kepadatannya sehingga nilai indeks dominansi belum mencapai 0,5. Menurut Fitriana 2005 adanya dominasi suatu organisme menandakan bahwa tidak semua makrozoobenthos memiliki daya adaptasi dan kemampuan bertahan hidup yang sama di suatu tempat. Nilai indeks dominansi terendah berada pada stasiun IV sebesar 0,262. Rendahnya indeks dominansi pada stasiun IV ini menandakan bahwa tidak ada spesies yang mendominasi. Tidak adanya spesies mendominasi terlihat dari keanekaragaman serta penyebaran cukup merata yang terdapat pada stasiun IV tersebut. Family Biotic Index Berdasarkan perhitungan rata-rata family biotic indeks menurut Hilsenhoff 1998 diketahui bahwa kategori kualitas air lebih baik terdapat pada stasiun III limbah pertanian sebesar 6,045 dengan kualitas perairan agak buruk atau berdasarkan tingkat polusinya kemungkinan terjadi pencemaran bahan organik substansial. Bahan organik tersebut berasal dari limbah yang berasal dari kegiatan pertanian. Rendahnya bahan organik yang berasal dari daerah pertanian tersebut memperlihatkan bahwa tingkat pencemaran yang bersifat bahan organik susbstansial masih dapat ditolerir oleh makrozoobentos yang ditemukan pada Universitas Sumatera Utara stasiun tersebut. Hal ini terlihat dengan belum ada makrozoobentos yang mendominasi pada stasiun III. Kategori kualitas air lebih buruk terdapat pada stasiun II limbah domestik sebesar 7,533 dengan kualitas perairan sangat buruk atau berdasarkan tingkat polusinya kemungkinan pencemaran organik yang parah. Kualitas perairan sangat buruk tersebut kemungkinan tidak terlepas pengaruh buangan limbah domestik pada stasiun II Nilai tersebut didapat karena melimpahnya makrozobentos dari kelas Oligochaeta seperti Tubifex yang bersifat toleran terhadap bahan organik yang tinggi pada stasiun tersebut. Menurut Ingram dkk., 1977 dalam Simamora 2013 tubificidae merupakan makroinvertebrata yang sangat toleran terhadap bahan organik yang tinggi. 40 Universitas Sumatera Utara KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Komposisi makrozoobentos yang ditemukan di Sungai Percut terdiri atas 12 genus yang termasuk ke dalam 4 kelas yaitu kelas Oligochaeta yaitu Branchiura dan Tubifex, Malacostraca yaitu Penaeus dan Scylla, Bivalvia yaitu Anadara dan Gastopoda yaitu Melanoides, Thiara, Elimia, Pleurocera, Filopaludina, Nerita dan Pila dengan nilai kepadatan populasi K tertinggi yaitu 78,2 indm 2 di daerah industri besi dan pencucian jeans sedangkan daerah pertanian memiliki nilai kepadatan populasi terendah 26,6 m 2 . 2. Berdasarkan family biotic index FBI kategori kualitas air Sungai Percut sangat buruk pada stasiun II daerah domestik, buruk pada stasiun I daerah industri besi dan pencucian jeans serta agak buruk pada stasiun III daerah pertanian dan stasiun IV TPI. Saran 1. Perlu adanya penelitian lanjutan mengenai struktur komunitas plankton dengan keterkaitan beban pencemaran yang masuk ke dalam sungai. 2. Perlu adanya pengawasan yang lebih ketat terhadap limbah-limbah yang masuk ke Sungai Percut untuk memperbaiki kondisi Sungai Percut. Universitas Sumatera Utara TINJAUAN PUSTAKA Ekosistem Sungai Sungai adalah alur atau wadah air alami danatau buatan berupa jaringan pengaliran air beserta air di dalamnya, mulai dari hulu sampai muara, dengan dibatasi kanan dan kiri oleh garis sempadan. Sungai terdiri atas palung sungai dan sempadan sungai. Palung sungai berfungsi sebagai ruang wadah air mengalir dan sebagai tempat berlangsungnya kehidupan ekosistem sungai. Sempadan sungai berfungsi sebagai ruang penyangga antara ekosistem sungai dan daratan, agar fungsi sungai dan kegiatan manusia tidak saling terganggu PP RI Nomor 38 Tahun 2011. Ciri khas sebuah sungai di mulai daerah bagian hulu yang biasanya berawal dari dataran tinggi yang hanya berupa parit kecil, aliran deras, air dingin, dan pergerakan air secara turbulen, mempunyai hidrograf aliran dengan puncak puncak yang tajam sewaktu mendaki rising stage dan menurun fallen stage, gradien hulu sungai cukup curam dan sangat aktif mengikis air secara turbulen. Dasar sungai terdiri batuan. Semakin jauh ke hilir, sungai tersebut akan menyatu dengan anak-anak sungai Basmi, 1999. Menurut Diester 1996 dalam Maryono 2005 komponen ekosistem sungai terdiri dari komponen biotik dan abiotik yang saling berpengaruh menjadi satu kesatuan dan memiliki kemampuan untuk membuat sistem aturannya sendiri. Pengaruh komponen fisik misalnya kecepatan aliran sungai, substrat, kualitas air, Universitas Sumatera Utara iklim mikro, karakteristik penyinaran matahari, dan perubahan temperatur sangat menentukan jenis-jenis biotope fauna yang ada pada wilayah sungai tersebut. Menurut Vannote dkk., 1980 sungai juga merupakan badan air yang kontinum, keadaan di bagian hilir merupakan kelanjutan dari kejadian-kejadian di bagian hulunya. Suatu sungai dapat mengambarkan perubahan struktur dan fungsi komunitas sepanjang sungai sehingga terjadi perubahan gradien dari hulu hingga ke hilir. Makrozoobentos Bentos adalah organisme dasar yang hidupnya di dasar perairan epifauna atau di dalam substrat dasar infauna. Bentos terdiri dari organisme nabati fitobentos dan hewani zoobentos Odum 1971; Nybakken 1988. Berbagai jenis zoobentos ada yang berperan sebagai konsumen primer dan ada pula yang berperan sebagai konsumen sekunder atau konsumen yang menempati tempat yang lebih tinggi. Pada umumnya, zoobentos merupakan makanan alami bagi ikan-ikan pemakan di dasar Pennak, 1989. Kelompok ini masih dibedakan menjadi epifauna yaitu bentos yang hidupnya di atas substrat dasar perairan dan infauna, yaitu bentos yang hidupnya terbenam di dalam substrat dasar perairan. Berdasarkan ukuran tubuhnya, bentos dapat dibagi menjadi makrozoobentos 2 mm, meiobentos 0,2 – 2 mm dan mikrobentos 0,2 mm Barus, 2004. Makrozoobentos disusun oleh empat kelompok dominan yaitu Kelas Polychaeta, Kelas Crustacea, Filum Echinodermata, Filum Molusca. Kelas Polychaeta umumnya sebagai pembentuk tabung dan penggali. Kelas Crustacea 6 Universitas Sumatera Utara yang paling dominan dan banyak ditemukan antara lain Astracoda, Amphipoda, Isopoda, Tanaid, Misid yang berukuran besar dan Decapoda yang berukuran lebih kecil. Mollusca diwakili oleh beberapa spesies bivalva penggali dan gastropoda di permukaan. Filum Echinodermata banyak ditemukan sebagai bentos subtidal terutama binatang mengular, bulu babi dan dollar pasir Nybakken, 1982. Menurut Jeffries Mills 1996, makrozoobentos dapat dibedakan dalam empat golongan berdasarkan kebiasaan makannya yaitu : 1. Perumput grazer dan pengikis scraper yaitu herbivora pemakan alga yang tumbuh melekat pada substrat. 2. Pemarut shredder, yaitu detrivora pemakan partikel ukuran besar 3. Kolektor collector yaitu detrivora pemakan partikel halus baik yang berupa suspensi dan berupa endapan. 4. Predator yaitu berupa hewan karnivora. Komunitas Makrozoobentos Komunitas adalah kumpulan populasi yang hidup pada suatu lingkungan tertentu yang saling berinteraksi membentuk tingkat tropik. Di dalam komunitas, jenis organisme yang dominan akan mengendalikan komunitas tersebut sehingga jika organisme yang dominan tersebut hilang akan menimbulkan perubahan- perubahan penting dalam komunitas, baik pada lingkungan biotik maupun lingkungan fisiknya Odum, 1971. Konsep komunitas sangat relevan diterapkan dalam menganalisa lingkungan perairan karena komposisi dan karakter dari suatu komunitas merupakan indikator dalam menganalisa lingkungan perairan karena komposisi 7 Universitas Sumatera Utara dan karakter dari suatu komunitas merupakan indikator yang cukup baik untuk menunjukan keadaan lingkungan dimana komunitas tersebut berada Krebs, 1989. Distribusi hewan makrozoobentos sangat ditentukan oleh sifat fisik, kimia dan biologi perairan. Sifat fisik yang berpengaruh langsung terhadap hewan makrozoobentos adalah kedalaman, kecepatan arus, kekeruhan, substrat dasar dan suhu perairan. Sedangkan sifat kimia yang berpengaruh langsung adalah derajat keasaman dan kandungan oksigen terlarut Odum, 1971. Faktor biologis antara lain kehadiran hewan lain sebagai pesaing, pemangsa, penyakit, parasit maupun mangsa, faktor genetis, dan morfologi hewan makrozoobentos itu sendiri serta kebiasaan makanannya Wetzel, 2001. Hubungan antara perubahan lingkungan dengan kestabilan suatu komunitas makrozoobentos dapat dianalisa secara kuantitatif dan kualitatif. Analisa kuantitatif dilakukan dengan melihat keanekaragaman jenis organisme yang hidup di lingkungan tersebut dan hubungannya dengan kelimpahan tiap jenisnya. Analisa kualitatif adalah dengan melihat jenis-jenis organisme yang mampu beradaptasi pada lingkungan tertentu Apha 1976 dalam Fahliza 2007. Kualitas Air Sungai Menurut Odum 1971 parameter fisika dan kimia perairan dapat digunakan untuk menduga kualitas lingkungan perairan. Berbagai faktor alami mempengaruhi keberadaan dan penyebaran makrozoobentos. Faktor-faktor tersebut antara lain suhu, kecepatan arus, kekeruhan, padatan tersuspensi, substrat 8 Universitas Sumatera Utara dasar, debit air, pH, oksigen terlarut, penyakit, kompetisi dan hubungan pemangsaaan.

a. Suhu