berkisar 2,5 mm pada pasien yang mempunyai bibir dengan ketebalan normal, sedangkan pada kelompok yang mempunyai bibir tipis berkisar 1,5 mm dan 4 mm
pada kelompok bibir tebal masih dapat diterima. Pada kelompok bibir tipis menunjukkan kurvatura bibir atas lebih datar sedangkan pada kelompok bibir tebal
menunjukkan lebih dalam Gambar 10.
10,13
Gambar 10. Sudut fasial dan kurvatura bibir atas
10
2.3.4.10 Sudut H
Sudut H adalah sudut yang dibentuk oleh perpotongan garis H dengan garis N’-Pog’. Sudut H juga merupakan penentuan bentuk profil jaringan lunak wajah
apakah cembung, cekung, atau lurus.
10,13,23
Besar sudut H yang harmonis dan seimbang adalah sekitar 7º sampai 15º. Apabila besar sudut H lebih besar 15º maka
bentuk profil wajah adalah cembung, sedangkan bila lebih kecil dari 7º maka bentuk profil wajah adalah cekung karena letak Pog’ lebih ke posterior atau letak titik Ls
lebih ke anterior.
13
Apabila kecembungan skeletal dengan besar sudut H tidak sesuai maka kemungkinan terjadi pertumbuhan fasial yang tidak seimbang Gambar 11.
10
Universitas Sumatera Utara
2.3.4.11 Kecembungan Skeletal
Kecembungan skeletal diukur dari titik A ke garis Nasion-Pogonion skeletal N-Pog.
10,23
Titik A adalah titik tercekung antara spina nasalis anterior dengan puncak prosessus alveolar maksila.
13
Dikatakan dengan tegas bahwa kecembungan skeletal tidak termasuk pengukuran jaringan lunak namun sangat berguna dalam
penentuan kecembungan wajah skeletal yang ideal jika jarak antara garis N-Pog ke titik A sekitar -2mm sampai +2 mm Gambar 11.
10,13
Gambar 11. Sudut H dan kecembungan skeletal
10
2.4Ras Campuran Antara Proto-Melayu dengan Deutro-Melayu
Sebagian besar penduduk Indonesia adalah ras Paleomongoloid sebutan yang diberikan oleh Von Eickstedt untuk ras Melayu yang terdiri dari kelompok Proto-
Melayu Melayu Tua dan Deutro-Melayu Melayu Muda.
6,24
Kelompok Proto- Melayu datang ke Indonesia pada tahun 2000 S.M. sedangkan Deutro-Melayu pada
tahun 1500 S.M. Pada mulanya kelompok Proto-Melayu menempati pantai-pantai Sumatera Utara, Kalimantan Barat, dan Sulawesi Barat yang kemudian pindah ke
pedalaman karena terdesak oleh kelompok Deutro-Melayu.
6
Universitas Sumatera Utara
Ciri-ciri jasmani yang berlainan pada umumnya antara kelompok Proto- Melayu dan Deutro-Melayu terdapat pada bentuk kepala. Buditaslim membuktikan
bahwa ada perbedaan antara tinggi wajah total orang Batak mewakili Proto-Melayu dan orang Jawa mewakili Deutro-Melayu dimana wajah orang Batak lebih tinggi
daripada orang Jawa. Dengan kata lain, kelompokProto-Melayu memiliki kepala yang panjang dolichocephalis sedangkan orang Deutro-Melayu memiliki kepala
yang pendek brachycephalis.
24,25
Selain itu, Mundiyah berhasil menemukan bahwa lebar mesio-distal gigi pada kedua kelompok ini memiliki perbedaan ukuran yang
bermakna cit. Djoeana H,dkk., 2005.
25
Kelompok Proto-Melayu adalah Batak, Gayo, Sasak, Dayak, dan Toraja. Sedangkan yang termasuk kelompok Deutro-Melayu adalah Aceh kecuali Gayo dan
Alas, Minangkabau, Sumatera pesisir, Rejang Lebong, Lampung, Jawa, Madura, Bali, Bugis, Menado pesisir, Sunda kecil timur, Betawi, Makassar, dan Melayu.
6,13,25
Pada dewasa ini, penduduk yang merupakan keturunan dari ras yang sama telah sulit ditemukan karena banyak penduduk yang menikah dengan ras berbeda,
seperti ras campuran antara Proto-Melayu dengan Deuto-Melayu.Oleh karena itu, pengambilan sampel dalam penelitian ini ditujukan pada mahasiswa Indonesia FKG
USU ras campuran antara Proto-Melayu dan Deutro-Melayu.
Universitas Sumatera Utara
2.5 Kerangka Teori