Hubungan Sudut Interinsisal Dengan Tebal Bibir Atas Dan Tebal Dagu Berdasarkan Analisis Holdaway Pada Mahasiswa Fkg Usu Ras Deutro Melayu

(1)

HUBUNGAN SUDUT INTERINSISAL DENGAN TEBAL BIBIR

ATAS DAN TEBAL DAGU BERDASARKAN ANALISIS

HOLDAWAY PADA MAHASISWA FKG USU

RAS DEUTRO MELAYU

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat guna memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi

Oleh:

MUSLIM RIDHO ANSYARI NIM: 100600170

Pembimbing:

MUSLIM YUSUF, drg., Sp.Ort (K)

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(2)

Fakultas Kedokteran Gigi

Departemen Ortodonti

Tahun 2015

Muslim Ridho Ansyari

Hubungan sudut interinsisal dengan tebal bibir atas dan tebal dagu

berdasarkan analisis Holdaway pada mahasiswa FKG USU Ras Deutro Melayu.

ix + 29 halaman

Ortodonti merupakan cabang ilmu kedokteran gigi yang berhubungan

dengan estetika gigi dan wajah. Analisis sefalometri sering digunakan oleh dokter

gigi untuk mengetahui pertumbuhan skeletal, diagnosis sefalometri, perencanaan

perawatan, hasil perawatan dan stabilitas hasil perawatan. Analisis Holdaway

merupakan salah satu analisis yang dipakai dalam ilmu kedokteran gigi. Holdaway

memiliki 11 analisis, beberapa diantaranya dapat menggambarkan ketebalan profil

jaringan lunak wajah yaitu dengan mengukur tebal bibir atas dan tebal dagu. Pada

penelitian ini penulis ingin mengetahui ketebalan profil jaringan lunak wajah pada

mahasiswa FKG USU ras Deutro-Melayu. Ras yang berbeda mempengaruhi bentuk


(3)

hubungan sudut interinsisal dengan tebal bibir atas dan tebal dagu menurut analisis

Holdaway pada mahasiswa FKG USU ras Deutro-Melayu.

Penelitian ini menggunakan 32 sampel sefalometri lateral mahasiswa FKG

USU ras Deutro Melayu yang masih aktif mengikuti pendidikan dengan usia minimal

18 tahun yang terdiri dari 12 orang laki-laki dan 20 orang perempuan.

Masing-masing sefalogram kemudian diukur nilai sudut interinsisal dan jaringan lunak wajah

dengan analisis Holdaway. Uji korelasi Pearson’s dilakukan untuk melihat hubungan

antara kedua variabel tersebut.

Hasil penelitian menunjukkan rata-rata sudut interinsisal 127,06º, tebal bibir

atas bernilai 13,38 mm, tebal dagu 13,84 mm. Hasil uji korelasi menunjukkan

terdapat hubungan antara sudut interinsisal dengan jaringan lunak wajah ketika

dilakukan analisis dengan analisis Holdaway pada mahasiswa FKG USU Ras Deutro

Melayu (p > 0,05).


(4)

HUBUNGAN SUDUT INTERINSISAL DENGAN TEBAL BIBIR

ATAS DAN TEBAL DAGU BERDASARKAN ANALISIS

HOLDAWAY PADA MAHASISWA FKG USU

RAS DEUTRO MELAYU

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat guna memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi

Oleh:

MUSLIM RIDHO ANSYARI NIM: 100600170

Pembimbing:

MUSLIM YUSUF, drg., Sp.Ort (K)

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(5)

PERNYATAAN PERSETUJUAN

Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan tim penguji skripsi

Medan, 4 Februari 2015

Pembimbing: Tanda Tangan

1. Muslim Yusuf, drg.,Sp.Ort (K)


(6)

TIM PENGUJI SKRIPSI

Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan tim penguji Pada tangal 09 Maret 2015

TIM PENGUJI

KETUA : Muslim Yusuf, drg., Sp.Ort (K)

ANGGOTA : 1. Erliera, drg., Sp.Ort


(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis sampaikan kepada Allah SWT Tuhan semesta alam karena atas berkat dan anugerahNya, penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

Ucapan teristimewa penulis sampaikan kepada kedua orang tua tercinta Ir.Ridwan Tambunan dan Siti Chamisah, drg atas doa, nasihat dan dukungan yang terus menerus sehingga skripsi ini dapat selesai. Dalam penulisan skripsi ini, penulis telah banyak mendapatkan bimbingan, saran, bantuan, serta doa dari berbagai pihak. Oleh karena itu dengan segala kerendahan hati serta penghargaan yang tulus penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Prof. Nazruddin, drg., C.Ort., Ph.D., Sp.Ort selaku Dekan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

2. Erna Sulistyawati, drg., Sp.Ort (K) selaku ketua Departemen Ortodonsia Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

3. Muslim Yusuf, drg., Sp.Ort (K) selaku pembimbing skripsi yang telah banyak menyediakan waktu, pikiran, motivasi dan saran untuk membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi ini

4. Erliera, drg., Sp.Ort selaku penguji yang telah banyak memberikan masukan, kritik maupun saran dalam penyelesaian skripsi ini.

5. Ervina, drg., Sp.Ort juga selaku penguji yang telah banyak memberikan masukan, kritik maupun saran dalam penyelesaian skripsi ini.

6. Hilda Fitria Lubis, drg., Sp.Ort selaku koordinator skripsi Departemen Ortodonsia Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

7. Dennis, drg., MDSc selaku pembimbing akademis yang telah membimbing penulis selama pendidikan akademik.


(8)

8. Seluruh staf pengajar Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara terutama staf dan pegawai di Departemen Ortodonsia FKG USU atas bantuan yang diberikan kepada penulis.

9. Saudara-saudaraku keluarga besar Himpunan Mahasiswa Islam Komisariat Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara atas dukungan, bantuan dan semangat yang diberi.

10.Teman-teman terbaik yaitu Fajri Akbar, Adli Auzan, Khairullah, Natrya, Mus’ab dan Denny Andrian yang telah banyak membantu dan memotivasi penulis. Teman-teman seperjuangan skripsi di Departemen Ortodonsia FKG USU khususnya Ahmad Tommy Tantowi yang telah saling membantu dan memberikan semangat. Serta teman-teman, junior dan senior yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu.

Akhir kata, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak. Penulis juga mengharapkan semoga hasil karya atau skripsi ini dapat memberikan sumbangan pikiran yang berguna bagi pengetahuan ilmu, masyarakat, dan Fakultas Kedokteran Gigi Khususnya Departemen Ortodonti.

Medan, 9 Maret 2015 Penulis,

(Muslim Ridho Ansyari) NIM : 100600170


(9)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ...

HALAMAN PERSETUJUAN ...

KATA PENGANTAR... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR TABEL... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 3

1.3 Tujuan Penelitian ... 3

1.4 Hipotesis Penelitian……….. 4

1.5 Manfaat Penelitian ... 4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Radiografi Sefalometri…………... 5

2.2 Sudut Interinsisal...……... 6

2.3 Analisis Jaringan Lunak……… . 8

2.3.1 Analisis Menurut Holdaway………. 9

2.3.1.1 Tebal Bibir Atas………. 11

2.3.1.2 Strain Bibir Atas………. 11

2.3.1.3 Sudut Fasial……… 12

2.3.1.4 Kurvatura Bibir Atas………... 12

2.3.1.5 Sudut H………... 13

2.3.1.6 Kecembungan Skeletal……….. 13


(10)

2.3.1.8 Kedalaman Sulkus Labialis Superior……… 14

2.3.1.9 Kedalaman Sulkus Labialis Inferior………... 14

2.3.1.10 Jarak Bibir Bawah ke Garis H………... 14

2.3.1.11 Tebal Dagu………... 15

2.4 Suku Deutro Melayu……….. 16

BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian………... 17

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian………... 17

3.3 Populasi dan Sampel..………... 17

3.3.1 Populasi……… 17

3.3.2 Sampel………. 17

3.3.3 Kriteria Inklusi ... 28

3.3.4 Kriteria Eksklusi ... 19

3.4 Variabel dan Definisi Operasional…... 19

3.4.1 Variabel Penelitian……….. 19

3.4.2 Definisi Operasional……… 19

3.5 Alat dan Bahan Penelitian ………... .. 20

3.5.1 Alat ... 20

3.5.2 Bahan ... 20

3.6 Metode Pengumpulan Data………... 21

3.7 Pengolahan Data ... 22

3.8 Analisis Data ... 22

BAB 4 HASIL PENELITIAN ... 23

BAB 5 PEMBAHASAN ... 26

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ... 29

6.2 Saran ... 29

DAFTAR PUSTAKA


(11)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Sudut Interinsisal ………... 7

2. Titik-titik profil jaringan lunak wajah …..………... 9

3 Jaringan lunak wajah menurut Holdaway ... 10

4. Tebal bibir atas dan Strain bibir atas……….. ... 11

5 Sudut fasial dan kurvatura bibir atas ………... 12

6. Sudut H dan kecembungan skeletal ……….………... 13

7. Tebal dagu ... 15


(12)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Rata-rata nilai sudut interinsisal, tebal bibir atas dan tebal dagu

pada mahasiswa FKG USU Ras Deutro Melayu... 24

2. Hubungan antara

sudut interinsisal dengan tebal bibir atas dan


(13)

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN

1. Kerangka Teori

2. Kerangka Konsep

3. Ethical Clearence

4. Data Sampel


(14)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Ortodonti adalah salah satu cabang kedokteran gigi yang berhubungan dengan estetika gigi dan wajah. Selain itu juga membahas pertumbuhan dan perkembangan tulang kraniofasial, perkembangan oklusi dan perawatan kelainan-kelainan kraniofasial.1

Maloklusi merupakan predisposisi untuk terjadinya penyakit periodontal akibat oral hygiene yang jelek sehingga berpengaruh buruk terhadap penampilan wajah dan dapat mempengaruhi gigi pada lengkung rahang secara umum, ini dapat didefinisikan sebagai suatu disharmoni yang melibatkan hubungan dan posisi antar gigi, antar rahang, atau kombinasi keduanya.2 Perawatan ortodonti bertujuan untuk menghasilkan fungsi yang maksimal, keseimbangan struktural dan keselarasan estetika. Penentuan estetika wajah seseorang sangat dipengaruhi oleh besarnya sudut interinsisal karena posisi dan inklinasi gigi insisivus akan berpengaruh pada jaringan lunak wajah terutama sepertiga wajah bagian bawah.2

Analisis sefalometri berguna untuk memberikan informasi keadaan skeletal maupun dental. Sefalometri juga membantu dalam penelitian dan berfungsi untuk membandingkan sampel yang dirawat maupun yang tidak dirawat dan membedakan anatomi normal dan tidak normal untuk mengetahui pola perubahan sesuai dengan waktu.3

Diagnosis dan rencana perawatan memiliki peranan penting di dalam perawatan ortodonti. Prosedur rencana perawatan didasarkan pada pengukuran jaringan keras, dan beberapa penelitian telah menemukan nilai standar jaringan lunak dan jaringan keras.4 Untuk melakukan penelitian mengenai analisis jaringan lunak dan jaringan keras yang digunakan sebagai patokan dalam perencanaan perawatan.4 Neger juga melakukan penelitian yang sama dengan populasi yang berbeda,


(15)

menyatakan belum mendapatkan hasil yang memuaskan mengenai hubungan perawatan ortodonti dengan perubahan profil jaringan lunak wajah.5

Ortodontis sebaiknya tidak hanya memperhatikan gigi dan skeletal pasien tetapi profil wajah juga penting dianalisis dalam mendiagnosis dan merencanakan perawatan maloklusi yang diderita.4,5 Beberapa referensi titik analisis telah dikemukakan untuk menilai posisi antero-posterior pada bibir atas dan bawah melalui profil lateral, seperti Steiner, Ricketts, Holdaway, Burstone, dan Sushner. Metode pengukuran mereka banyak digunakan oleh ahli ortodontis untuk mengukur posisi bibir dalam diagnosis dan rencana perawatan.6

Jacobson dan Vlachos menyatakan bahwa analisis Holdaway lebih terperinci, jelas dan luas pembahasannya tentang analisis profil jaringan lunak.7 Ada 11 analisis yang dilakukan Holdaway untuk melihat profil jaringan lunak yaitu, tebal bibir atas, strain bibir atas, sudut fasial, kurvatura bibir atas, besar sudut H, kecembungan skeletal, jarak puncak hidung ke garis H, kedalaman sulkus labialis superior, kedalaman sulkus labialis inferior, jarak bibir bawah ke garis H, dan tebal dagu.8 Holdaway memiliki 11 analisis, beberapa diantaranya dapat menggambarkan ketebalan profil jaringan lunak wajah yaitu dengan mengukur tebal bibir atas dan tebal dagu. Pada penelitian ini penulis ingin mengetahui ketebalan profil jaringan lunak wajah pada mahasiswa FKG USU ras Deutro-Melayu

Holdaway menjelaskan jika dilakukan koreksi maloklusi, biasanya diikuti dengan perubahan profil wajah yang menguntungkan, tetapi kebanyakan ortodontis merasa kecewa melihat perubahan beberapa profil wajah pasien yang justru lebih baik sebelum dilakukan perawatan ortodonti. Selain itu, Holdaway menjelaskan perawatan yang didasari dengan pengukuran jaringan keras atau berdasarkan garis wajah maka memberikan hasil yang mengecewakan.4,5

Menurut penelitian Susilowati, tidak ada hubungan yang bermakna antara sudut interinsisal dengan konveksitas jaringan lunak wajah pada laki-laki dan perempuan pada suku Bugis dan Makassar.7 Arigato menyatakan terdapat korelasi lemah dengan nilai signifikan yang tidak bermakna dan positif antara sudut


(16)

interinsisal dengan profil jaringan lunak wajah.9 Sedangkan menurut Nurbayati, terdapat hubungan antara sudut interinsisial dengan profil jaringan lunak wajah.10

Dari beberapa hasil penelitian yang telah ada, menunjukkan bahwa belum ada hubungan yang signifikan antara sudut interinsisal dengan profil jaringan lunak wajah. Beberapa peneliti berpendapat ada hubungan antara sudut interinsisal dengan profil jaringan lunak wajah, sementara peneliti lain berpendapat tidak ada hubungan. Oleh sebab itu, penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang hubungan sudut interinsisal dengan tebal bibir atas dan tebal dagu menurut analisis Holdaway pada mahasiswa FKG USU ras Deutro-Melayu.

1.2Rumusan Masalah

1.2.1 Berapakah rata-rata besar sudut interinsisal pada mahasiswa FKG USU ras Deutro-Melayu.

1.2.2 Berapakah rata-rata tebal bibir atas menurut analisis Holdaway pada mahasiswa FKG USU ras Deutro-Melayu.

1.2.3 Berapakah rata-rata tebal dagu menurut analisis Holdaway pada mahasiswa FKG USU ras Deutro-Melayu.

1.2.4 Apakah ada hubungan nilai sudut interinsisal dengan tebal bibir atas menurut analisis Holdaway pada mahasiswa FKG USU ras Deutro-Melayu.

1.2.5 Apakah ada hubungan nilai sudut interinsisal dengan tebal dagu menurut analisis Holdaway pada mahasiswa FKG USU ras Deutro-Melayu.

1.3Tujuan Penelitian

1.3.1 Untuk melihat rata-rata nilai sudut interinsisal pada mahasiswa FKG USU ras Deutro-Melayu.

1.3.2 Untuk melihat rata-rata nilai tebal bibir atas menurut analisis Holdaway pada mahasiswa FKG USU ras Deutro-Melayu.

1.3.3 Untuk melihat rata-rata nilai tebal dagu menurut analisis Holdaway pada mahasiswa FKG USU ras Deutro-Melayu.


(17)

1.3.4 Untuk mengetahui hubungan sudut interinsisal dengan tebal bibir atas menurut analisis Holdaway pada mahasiswa FKG USU Ras Deutro-Melayu.

1.3.5 Untuk mengetahui hubungan sudut interinsisal dengan tebal dagu menurut analisis Holdaway pada mahasiswa FKG USU ras Deutro-Melayu.

1.4Hipotesis Penelitian

Ada hubungan antara sudut interinsisal dengan profil jaringan lunak wajah menurut analisis Holdaway pada mahasiswa FKG USU ras Deutro-Melayu.

1.5Manfaat Penelitian

1.5.1Untuk informasi keilmuan dan klinis mengenai hubungan sudut interinsisal dan jaringan lunak wajah analisis Holdaway sebagai rencana perawatan ortodonti.

1.5.2 Untuk sumbangan ilmiah sebagai bidang ilmu ortodonti.


(18)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

Perawatan ortodonti modern merupakan tujuan yang digunakan untuk mencapai suatu keselarasan estetika wajah, keseimbangan struktural pada wajah dan fungsional pengunyahan.2 Penampilan wajah pasien yang lebih seimbang dan harmonis selalu menjadi tuntutan dan keluhan yang selalu disampaikan oleh pasien mengenai perawatan ortodonti. Kesuksesan yang harus dicapai dalam perawatan ortodonti adalah bagaimana keseimbangan dan keharmonisan wajah pasien menjadi lebih baik dari sebelumnya. Inklinasi dan angulasi gigi anterior yang baik harus sesuai dengan kriteria oklusi normal sehingga kondisi harmonis dan seimbang ini dapat tercapai dalam perawatan ortodonti. 6

Untuk mencapai semua tujuan tersebut perlu dilakukan diagnosis dan rencana perawatan yang tepat agar semua tujuan tercapai.2 Posisi bibir sangat mempengaruhi penampilan wajah seseorang sedangkan posisi bibir ditentukan juga oleh inklinasi gigi anterior. Inklinasi gigi insisivus sentral ditetapkan melalui pengukuran derajat kemiringan/angulasi gigi pada sefalogram lateral melalui analisis sefalometri.1,6

2.1 Sefalometri

Studi tentang sefalometri mulai dikembangkan oleh Ketcham dan Ellis (1919), Percy Brown (1921), dan Pacini (1922), tetapi baru dipopulerkan oleh B. Holly Broadbent pada tahun yang sama, Hofrath dari Jerman juga mengadakan penelitian tentang penggunaan radiografi sefalometri untuk menganalisis pertumbuhan wajah.11 Hubungan antara gigi, rahang, wajah, dan struktur kepala yang lebih stabil serta keberhasilan perawatan yang lebih baik dianggap dapat tercapai. Setelah itu analisis sefalometri digunakan dalam menentukan hubungan dalam masalah dentofasial.12 Sefalogram juga membantu ortodontis menentukan perubahan dengan pertumbuhan atau perawatan ortodonti.Sefalometri lebih banyak digunakan untuk mempelajari tumbuh kembang kompleks kraniofasial kemudian berkembang


(19)

sebagai sarana yang sangat berguna untuk mengevaluasi keadaan klinis misalnya membantu menentukan diagnosis, merencanakan perawatan, menilai hasil perawatan dalam bidang ortodonti. Untuk mendapatkan sefalogram yang terstandar diperlukan prosedur pembuatan sefalogram yang sama.13

Sefalometri mempunyai beberapa kegunaan yakni:3,13

a. Membantu mendiagnosis dengan mempelajari struktur dental, skeletal dan jaringan lunak dari struktur kraniofasial

b. Menegakkan diagnosa/analisis kelainan kraniofasial. c. Untuk mempelajari tipe wajah.

d. Klasifikasi abnormalitas skeletal dan dental serta tipe wajah. e. Untuk evaluasi kasus-kasus yang telah dirawat (progress reports). f. Pembuatan rencana perawatan.

g. Perkiraan arah pertumbuhan.

h. Sebagai alat bantu dalam riset yang melibatkan regio kraniodentofasial

2.2 Sudut Interinsisal

Dalam menentukan tindakan diagnosis dan evaluasi perawatan ortodonti, inklinasi gigi insisivus selalu menjadi pertimbangan dalam menetapkan estetika wajah pasien. Inklinasi gigi insisivus sentral ditetapkan melalui pengukuran derajat kemiringan/angulasi gigi pada sefalogram lateral melalui analisis sefalometri yang terlihat padagambar 1.7


(20)

Gambar 1. Sudut Interinsisal.

Sudut inklinasi insisivus yang lebih besar dari normal berarti gigi dalam keadaan protrusif, sedangkan sudut inklinasi yang lebih kecil dari normal berarti retrusif. Keadaan normal dari sudut inklinasi insisivus adalah 130o.7 Menurut Graber dan Vanarsdall, posisi gigi insisivus merupakan salah satu karakteristik maloklusi yang dapat digunakan sebagai dasar pertimbangan perawatan. Sedangkan menurut Ricketts dkk., posisi gigi insisivus bawah merupakan kunci utama dalam menentukan rencana perawatan karena posisi akhir gigi insisivus bawah terhadap A-Pog dapat mempengaruhi profil jaringan lunak wajah dan stabilitas hasil perawatan.2

Menurut Ceylan dkk., menyatakan bahwa dalam menetukan perubahan gigi insisivus atas perlu disesuaikan dengan posisi gigi insisivus bawah, karena perawatan terhadap perubahan posisi dan inklinasi gigi insisivus bawah dilakukan terlebih dahulu, kemudian ditentukan perubahan gigi insisivus atas yang disesuaikan dengan posisi gigi insisivus bawah, dimana gigi insisivus atas juga merupakan faktor yang paling penting dalam menentukan rencana perawatan. Russouw dkk., gigi insisivus atas memegang peranan penting dalam petunjuk anterior dari gerakan protrusif mandibula dan menurut Creekmore menyatakan bahwa posisi optimal gigi pada rahang dan wajah lebih ditentukan oleh posisi gigi insisivus bawah.2


(21)

2.3 Analisis Jaringan Lunak

Jaringan lunak merupakan faktor penting yang dapat mengubah penampilan estetika wajah. Keberhasilan perawatan ortodonti sering dikaitkan dengan perbaikan penampilan wajah termasuk profil jaringan lunak. Analisis jaringan lunak mencakup penilaian terhadap adaptasi jaringan lunak dan profil tulang dengan mempertimbangkan ukuran, bentuk, dan postur bibir seperti terlihat pada sefalometri lateral.9

Bidang ortodonsia sangat membutuhkan profil jaringan lunak wajah karena mempunyai peranan yang penting dalam diagnosis dan perawatan ortodonti. Profil yang seimbang adalah bila bibir atas, bibir bawah, dan dagu terletak pada satu garis vertikal yang melalui subnasal.14 Analisis jaringan lunak wajah dapat dilakukan dengan beberapa metode, yaitu metode langsung pada jaringan lunak, radiografi sefalometri, dan fotometri. Analisis profil wajah dengan metode sefalometri umumnya dilakukan dengan menggunakan bantuan garis dan bidang refrensi intrakranial yang sangat bervariasi, seperti garis Sela Tursika-Nasion (S-N) dan bidang Frankfort Horizontal.15

Dari sefalogram lateral dapat dilakukan analisis jaringan lunak. Penggunaan titik-titik jaringan lunak pada sefalometri (Gambar 2) sebagai berikut:9,13

a. Nasion kulit (N’) : titik paling cekung pada pertengahan dahi dan hidung b. Pronasale ( P / Pr ) : titik paling anterior dari hidung

c. Subnasale (Sn) : titik septum nasal berbatasan dengan bibir atas d. Labrale superior (Ls) : titik perbatasan mukokutaneus dari bibir atas e. Sulcus Labial Superior (Sls) : titik tercekung di antara Sn dan Ls f. Stomion superior ( Stms) : titik paling bawah dari vermillion bibir atas

g. Stomion inferior ( Stmi) : titik paling atas dari vermillion bibir bawah

h. Labrale inferior (Li) : titik perbatasan dari membran bibir bawah

i. Inferior Labial Sulcus (Ils): titik paling cekung di antara Li dan Pogonion j. Pogonion kulit (Pog’) : titik paling anterior pada jaringan lunak dagu k. Menton kulit (Me’) : titik paling inferior pada jaringan lunak dagu


(22)

Gambar 2. Titik-titik yang digunakan pada profil jaringan lunak.9

2.3.1 Analisis Menurut Holdaway

Analisis Holdaway dalam menentukan keseimbangan dan keharmonisan profil jaringan lunak menggunakan garis Harmoni (garis H).11 Garis H diperoleh dengan menarik garis dari titik Pogonion (Pog’) ke Labrale superior (Ls).12 Analisis profil jaringan lunak yang dilakukan Holdaway berbeda dengan Ricketts dimana Holdaway tidak menggunakan puncak hidung sebagai titik penentuan analisisnya (Gambar 3).11

Analisis Holdaway melakukan 11 analisis untuk memperoleh profil jaringan lunak yang seimbang dan harmonis yaitu terdiri dari :16

1. Tebal bibir atas 2. Strain bibir atas 3. Sudut fasial

4. Kurvatura bibir atas 5. Besar sudut H


(23)

7. Jarak puncak hidung ke garis H 8. Kedalaman sulkus labialis superior

9. Kedalaman sulkus labialis inferior

10. Jarak bibir bawah ke garis H 11. Tebal dagu

Menurut Jacobson dan Vlachos, analisis Holdaway lebih terperinci, jelas dan luas pembahasannya tentang analisis profil jaringan lunak.4

Gambar 3. Analisis jaringan lunak wajah menurut Holdaway (H line).15

2.3.1.1 Tebal Bibir Atas

Pengukuran tebal bibir atas diukur dari 2 mm dibawah titik A skeletal ke bagian luar kulit labialis superior. Idealnya tebal bibir atas adalah berkisar 14 mm (Gambar 4).4,16

2.3.1.2 Strain Bibir Atas

Pengukuran Strain bibir atas secara horizontal dari titik perbatasan vermillion

superior umumnya pada titik Labrale superior (Ls) ke permukaan labial insisivus sentralis atas. Sebaiknya ukuran tebal dari titik perbatasan vermillion superior ke


(24)

permukaan labial insisivus sentralis atas ini hampir sama atau sedikit lebih tipis dari tebal bibir atas yaitu idealnya sekitar 12 mm (Gambar 4). Jika strain bibir atas mencapai setengah dari tebal bibir atas maka sebaiknya insisivus sentralis atas diretraksi ke palatinal.4,16

Gambar 4. Tebal bibir atas dan strain bibir atas.4

2.3.1.3 Sudut Fasial

Sudut fasial merupakan sudut yang terbentuk oleh perpotongan garis

Frankfurt dengan garis N’-Pog yang membentuk sudut A (Gambar 5). Sudut fasial yang ideal adalah berkisar antara 90o sampai 92o. Apabila sudut fasial lebih kecil dari 90o menunjukkan profilnya cembung karena letak titik Pog’ lebih ke posterior sedangkan sudut fasial lebih besar dari 92o menunjukkan profil cekung karena letak Pog’ lebih ke anterior.4,16

2.3.1.4 Kurvatura Bibir Atas

Kurvatura Bibir Atas berbentuk lekukan yang dibentuk titik Sn-Sls-Ls. Yang dimaksud dengan kedalaman kurvatura bibir atas yaitu jarak titik Sls ke garis yang ditarik dari titik Ls tegak lurus ke bidang Frankfurt (Gambar 5).4,16 Jarak Sls ke garis tersebut berkisar 2,5 mm pada pasien yang mempunyai bibir dengan ketebalan normal, sedangkan pada kelompok yang mempunyai bibir tipis berkisar 1,5 mm dan 4


(25)

mm pada kelompok bibir tebal masih dapat diterima. Pada kelompok bibir tipis menunjukkan kurvatura bibir atas lebih datar sedangkan pada kelompok bibir tebal menunjukkan lebih dalam.4,16

Gambar 5. Sudut fasial dan kurvatura bibir atas.4

2.3.1.5 Sudut H

Sudut H adalah sudut yang dibentuk oleh perpotongan garis H dengan garis N’-Pog’ (Gambar 6). Sudut H merupakan penentuan bentuk profil jaringan lunak wajah apakah cembung, cekung, atau lurus.4,16 Besar sudut H yang harmonis dan seimbang adalah sekitar 7o sampai 15o. Ketika besar sudut H lebih kecil dari 7o maka bentuk profil wajah adalah cekung karena letak Pog’ lebih ke posterior atau letak titik Ls lebih ke anterior, begitu juga sebaliknya apabila besar sudut H lebih besar 15o maka bentuk profil wajah adalah cembung. Apabila kecembungan skeletal dengan besar sudut H tidak sesuai maka kemungkinan terjadi pertumbuhan fasial yang tidak seimbang.4,16


(26)

2.3.1.6 Kecembungan Skeletal

Kecembungan skeletal diukur dari titik A ke garis Nasion-Pogonion skeletal (N-Pog) (Gambar 6).10 Titik A adalah titik tercekung antara spina nasalis anterior dengan puncak prosessus alveolar maksila.3 Dikatakan dengan tegas bahwa kecembungan skeletal tidak termasuk pengukuran jaringan lunak namun sangat berguna dalam penentuan kecembungan wajah skeletal yang ideal jika jarak antara garis N-Pog ke titik A sekitar -2 mm sampai +2 mm.4,16

Gambar 6. Sudut H dan kecembungan skeletal.4

2.3.1.7 Jarak Puncak Hidung ke Garis H

Menurut Holdaway, jarak puncak hidung ke garis H (Pr-H) idealnya adalah sebesar 6 mm. Tetapi, Holdaway masih memberi batas maksimal sampai 12 mm, terutama pada anak usia 14 tahun. Meskipun ukuran hidung penting dalam gambaran keseimbangan wajah (Gambar 7).4,16

2.3.1.8 Kedalaman Sulkus Labialis Superior

Sulkus labialis superior terletak pada titik tercekung antara titik Sn dengan titik Ls.12 Kedudukan bibir atas seimbang jika kedalaman sulkus labialis superior


(27)

superior (Sls) 3 mm pada bibir yang pendek atau tipis maka hal ini masih dapat diterima. Begitu juga pada bibir panjang atau tebal apabila dijumpai hasil pengukuran sebesar 7 mm, maka hal ini masih dianggap hasil yang seimbang (Gambar 7).4,16

2.3.1.9 Kedalaman Sulkus Labialis Inferior

Sulkus labialis inferior terletak pada titik tercekung antara titik Labrale inferior (Li) dengan titik Pog’.3 Profil jaringan lunak seseorang untuk kedalaman

sulkus labialis inferior dikatakan harmonis dan seimbang jika kedudukan sulkus labialis inferior terhadap garis H sama seperti kedalaman sulkus labialis superior

yaitu mendekati 5 mm (Gambar 7).4,16

2.3.1.10 Jarak bibir Bawah ke Garis H

Bibir bawah paling anterior umumnya terletak pada titik Labrale inferior (Li). Jarak bibir bawah ke garis H diukur dari titik Li ke garis H dengan arah horizontal.3 jarak bibir bawah ke garis H idealnya adalah 0 mm atau garis H menyinggung titik Li. Namun demikian menurut Holdaway masih dapat dikatakan harmonis dan seimbang jika jarak Li ke garis H dalam batasan -1 mm sampai dengan +2 mm. Tanda negatif menunjukkan letak titik Li dibelakang garis H, sebaliknya dikatakan positif jika terletak di depan garis H (Gambar 7).4,16

2.3.1.11 Tebal Dagu

Tebal dagu diukur dari jarak antara titik Pogonion skeletal dan Pogonion kulit (Pog-Pog’).4,8 Tebal jaringan lunak yang harmonis dan seimbang jika tebalnya antara 10-12 mm sedangkan jika lebih tipis maka dagu terlihat datar.4,16 Dagu datar dapat disebabkan oleh inklinasi gigi bawah yang lebih protusif (Gambar 7).4


(28)

Gambar 7. Jarak puncak hidung ke garis H, kedalaman sulkus- labialis superior, jarak bibir bawah ke garis H, kedalaman sulkus labialis inferior, dan tebal dagu.4

2.4 Suku Deutro-Melayu

Penduduk Indonesia termasuk suku Paleomongoloid atau suku Melayu. dan Alas), Melay Makassar, Bugis. Deutro-Melayu atau Melayu Muda merupakan generasi kedua setelah Proto-Melayu. Bangsa Deutro-Melayu memasuki wilayah Indonesia secara bergelombang sejak tahun 1500 SM. Mereka masuk ke wilayah Indonesia melalui jalan barat, yaitu melalui daerah Semenanjung Malaya, terus ke Sumatera dan selanjutnya tersebar ke seluruh wilayah Indonesia. Populasi ini dikatakan datang pada Proto-Melayu.17


(29)

Pada kenyataannya, penduduk yang merupakan keturunan dari ras Deutro-Melayu sangat banyak ditemukan menikah dengan ras yang sama dikarenakan ras Deutro-Melayu memiliki suku yang lebih banyak dibandingkan Proto-Melayu. Oleh sebab itu, pengambilan sampel dalam penelitian ini ditujukan pada mahasiswa Indonesia FKG USU ras Deutro-Melayu.


(30)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif analitik dengan metode cross sectional untuk mengetahui hubungan sudut interinsisal dengan tebal bibir atas dan tebal dagu berdasarkan analisis Holdaway pada Mahasiswa FKG USU ras Deutro-Melayu.

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian

Tempat penelitian adalah di Departemen Ortodonti Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara yang berlokasi di Jl. Alumni No. 2 Kampus Universitas Sumatera Utara, Medan. Waktu penelitian ini adalah pada bulan Desember 2014- Januari 2015.

3.3 Populasi dan Sampel

3.3.1 Populasi

Populasi pada penelitian ini adalah Mahasiswa FKG USU dengan ras Deutro-Melayu.

3.3.2 Sampel

Sampel pada penelitian ini merupakan data sekunder dari penelitian “Nilai Sefalometri Pada Mahasiswa FKG USU Ras Deutro Melayu” oleh Febryana Rajagukguk.


(31)

Keterangan:

n : besar sampel

Zα : deviat baku alpha dimana α = 0,05 Zα = 1,96

: standar deviasi nilai sefalometri = 2,88 (diambil dari hasil penelitian nilai sefalometri normal ras deutro melayu oleh Munandar 1992)

e : presisi (tingkat ketepatan), bisa ditetapkan = 1,00 sehingga

n ≥ 31,86 maka sampel minimal yang dibutuhkan adalah 32 orang.

Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini adalah purposive sampling

yaitu pemilihan sampel berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi.

3.3.3 Kriteria Inklusi

Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

- Mahasiswa ras Deutro-Melayu Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara (2 keturunan di atas)

- Usia di atas 18 tahun (fase pertumbuhan sudah berhenti) - Gigi permanen lengkap kecuali molar tiga

- Tidak ada karies/tambalan interproksimal maupun protesa - Belum pernah dirawat ortodonti

- Crowded atau diastema ringan (0-2 mm)

- Hubungan molar pertama permanen Klas I Angle dengan overjet dan overbite

normal (2-4 mm)

- Kesehatan umum baik dan tidak ada trauma di kepala dan wajah yang bisa mempengaruhi hasil sefalogram


(32)

3.3.4 Kriteria Eksklusi

Kriteria eksklusi dalam dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: - Adanya fraktur atau atrisi pada gigi insisivus.

- Adanya kelainan ukuran gigi (makrodonsia dan mikrodonsia) dan bentuk gigi (peg shaped).

- Agenesis dan mesiodens.

3.4 Variabel dan Definisi Operasional

3.4.1 Variabel Penelitian

- Variabel bebas penelitian ini adalah sudut interinsisal.

- Variabel tergantung dalam penelitian ini adalah profil jaringan lunak wajah menurut analisis Holdaway (tebal bibir atas dan tebal dagu).

- Variabel terkendali.

a. Keterampilan operator dalam melakukan tracing dan pengukuran sudut b. Teknik pengambilan rontgen

c. Pasien yang belum dapat perawatan ortodonti d. Seluruh gigi permanen lengkap sampai molar kedua

e. Relasi molar Klas I Angle dengan overbite dan overjet normal (2-4mm) f. Usia minimal 18 tahun

g. Crowded dan diastema tidak lebih kecil 2 mm h. Kualitas foto sefalometri lateral baik

i. Ras Deutro-Melayu -Variabel tak terkendali. a. Jenis Kelamin


(33)

3.4.2 Definisi Operasional

- Mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara adalah seluruh mahasiswa yang terdaftar dan masih aktif mengikuti pendidikan di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

- Ras Deutro-Melayu adalah penduduk Indonesia keturunan Aceh, Lampung, Jawa, Sunda, Bali, Manado, Minahasa, Melayu, Minangkabau, Betawi, Madura, dan Bugis asli dua keturunan.

- Sudut interinsisal adalah sudut yang dibentuk oleh gigi insisivus atas dan gigi insisivus bawah.

- Titik A (A) : terletak pada bagian paling posterior dari bagian depan tulang maksila. Biasanya dekat dengan apeks akar gigi insisivus sentral atas.

- Sulcus labial superior (Sls) : titik tercekung di antara Sn dan Ls. - Pogonion skeletal (Pog) : terletak bagian paling anterior dari dagu. - Pogonion kulit (Pog’) : titik paling anterior pada jaringan lunak dagu. - Tebal Dagu : titik Pogonion skeletal dan pogonion kulit.

- Tebal Bibir Atas : titik A skeletal ke bagian luar kulit labialis superior.

3.5 Alat dan Bahan

3.5.1 Alat a. Pensil 4H b. Penghapus c. Penggaris d. Busur e. Tracing Box

3.5.2 Bahan

a. Sefalogram lateral mahasiswa FKG USU b. Kertas asetat


(34)

(a) (b) (c)

(d) (e)

(f) (g) (h)

Gambar 8. Alat dan bahan yang digunakan (a) pensil, (b) penghapus, (c) penggaris, (d) busur, (e) jangka, (f) tracing box, (g) kertas asetat, (h) sefalogram.


(35)

3.6 Metode Pengumpulan data

Pengumpulan data dilakukan dengan melakukan pengukuran pada setiap sefalogram lateral dengan mengikuti langkah-langkah sebagai berikut:

1. Pengumpulan data sekunder sefalogram lateral yang telah dipilih berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi di bagian klinik spesialis departemen ortodonti RSGMP FKG USU.

2. Sefalogram di tracing menggunakan kertas asetat dengan memakai

tracing box untuk mencari titik-titik Pogonion kulit (Pog’), Sulcus labialis superior

(Sls), Pogonion skeletal (Pog), Titik A (A), dan sumbu memanjang gigi insisivus pertama atas dan bawah.

3. Pengukuran sudut interinsisal dengan menggunakan busur.

4. Pengukuran profil jaringan lunak dengan analisis Holdaway, dimana titik refrensinya yaitu dari Pogonion kulit (Pog’) dan Labrale superior (Ls). Hasil tracing

tebal bibir atas dan tebal dagu diukur dengan busur.

5. Untuk mendapatkan data yang valid, terlebih dahulu dilakukan uji dengan mengukur 5 foto sefalometri lateral yang sama. Jika hasil perhitungan tidak terdapat perbedaan bermakna maka operator layak untuk melakukan pengukuran tersebut.

6. Dalam satu hari, pengukuran hanya dilakukan sebanyak 5 foto sefalometri lateral untuk menghindari kelelahan mata peneliti sewaktu melakukan pengukuran sehingga data yang diperoleh lebih akurat.

7. Hasil pengukuran yang diperoleh dicatat kemudian diolah datanya dan kemudian dianalisis.

3.7 Pengolahan Data

Data yang telah terkumpul lalu diperiksa dan diolah dengan sistem SPSS.

3.8 Analisis Data

a. Dihitung rata-rata dan standar deviasi sudut interinsisal, tebal bibir atas dan tebal dagu.


(36)

b. Dianalisis hubungan antara sudut interinsisal, tebal bibir atas dan tebal dagu. Jika data dari kedua kelompok terdistribusi normal, analisis yang digunakan adalah korelasi Pearson’s, tetapi jika distribusi salah satu kelompok atau kedua kelompok tidak terdistribusi normal, analisis yang digunakan adalah korelasi


(37)

BAB 4

HASIL PENELITIAN

Penelitian ini berlangsung di Departemen Ortodonti FKG USU dengan sampel penelitian berjumlah 32 sampel sefalometri lateral mahasiswa FKG USU ras Deutro Melayu yang masih aktif mengikuti pendidikan dengan usia minimal 18 tahun yang terdiri dari 12 orang laki-laki dan 20 orang perempuan. Sampel merupakan data primer yang diambil berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi. Dalam penelitian ini menggunaan 32 data primer dengan melakukan tracing pada sefalometri lateral yang telah memperoleh persetujuan medik (informed consent) dan telah memenuhi syarat kode etik penelitian (ethical clearance). Data hasil yang diperoleh dari pengukuran foto sefalometri lateral kemudian diolah menggunakan perangkat lunak pengolahan data statistik. Berdasarkan pengukuran yang dilakukan terhadap sampel dapat dilihat gambaran rata-rata sudut interinsisal, tebal bibir atas dan tebal dagu pada mahasiswa FKG USU ras Deutro-Melayu pada Tabel 1.

Tabel 1. Rata-rata nilai sudut interinsisal, tebal bibir atas dan tebal dagu pada mahasiswa FKG USU ras Deutro Melayu.

Pengukuran Mean Std. Deviation N

Sudut Interinsisal 127.06 9.360 32

Tebal Bibir Atas 13.38 2.311 32

Tebal Dagu 13.84 2.725 32

Tabel 1 menunjukkan nilai rata-rata sudut interinsisal, tebal bibir atas dan tebal dagu pada mahasiswa FKG USU ras Deutro Melayu. Nilai rata-rata sudut interinsisal adalah 127,06º ; nilai rata-rata tebal bibir atas adalah 13,38 mm dan nilai rata-rata tebal dagu adalah13,84 mm.

Berdasarkan pengukuran yang telah dilakukan pada sefalogram, selanjutnya dilakukan uji statistik pada data-data hasil pengukuran. Sebelumnya dilakukan tes uji


(38)

normalitas pada seluruh data-data hasil pengukuran untuk melihat apakah data-data tersebut terdistribusi normal yang menentukan uji statistik berikutnya.

Hasil uji normalitas menunjukkan nilai sudut interinsisal, tebal bibir atas dan tebal dagu memiliki distribusi data yang normal (p>0,05). Hasil uji normalitas dapat dilihat pada lampiran.

Pada tabel 2, hubungan antara sudut interinsisal dengan tebal bibir atas dan tebal dagu diperoleh dengan menggunakan uji hipotesis korelasi Pearson’s. Hal ini disebabkan karena semua data terdistribusi normal.

Tabel 2. Hubungan antara sudut interinsisal dengan tebal bibir atas dan tebal dagu pada mahasiswa FKG USU ras Deutro Melayu.

Sudut Interinsisal

P R (Pearson's)

TBA 0,402 -0,046

TD 0,042 0,195

* Korelasi bermakna adalah signifikan pada taraf uji p ≤ 0,05 **. Korelasi bermakna adalah signifikan pada taraf uji p ≤ 0.01

Hasil uji korelasi Pearson’s antara sudut interinsisal dengan tebal bibir atas diketahui sebesar -0,046. Hal ini menunjukkan bahwa tidak terdapat korelasi dengan nilai signifikan (p) yaitu sebesar 0,402.

Hubungan antara sudut interinsisal dengan tebal dagu memiliki nilai signifikan yang bermakna yaitu sebesar 0,042 dengan nilai kekuatan korelasi uji

Pearson’s sebesar 0,195. Hal ini menunjukkan bahwa hubungan kedua variabel tersebut lemah.


(39)

BAB 5 PEMBAHASAN

Penelitian ini menggunakan sampel foto sefalometri lateral mahasiswa FKG USU ras Deutro Melayu yang merupakan data primer yang diambil berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui adanya hubungan antara sudut interinsisal dengan tebal bibir atas dan tebal dagu menurut analisis Holdaway sehingga diketahui korelasi antar kedua variabel tersebut. Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai informasi dan penelitian pendahuluan untuk penelitian-penelitian lainnya. Sampel pada penelitian ini adalah mahasiswa FKG USU ras Deutro Melayu.

Pengukuran sudut interinsisal pada penelitian ini dengan cara menarik garis melewati sumbu aksis akar gigi dan titik paling anterior dari gigi insisivus pada rahang atas, hal yang sama dilakukan juga pada rahang bawah. Inklinasi gigi insisivus sentral ditetapkan melalui pengukuran derajat kemiringan/angulasi gigi pada sefalogram lateral melalui analisis sefalogram.7

Pengukuran profil jaringan lunak wajah pada penelitian ini menggunakan analisis Holdaway. Profil jaringan lunak wajah menurut analisis Holdaway pada penelitian ini menggunakan tebal bibir atas dan tebal dagu, tebal bibir atas menggunakan titik referensi yaitu garis yang ditarik dari titik A skeletal ke bagian luar kulit sulkus labialis superior (Sls). Tebal dagu menggunakan titik referensi yaitu garis yang ditarik dari titik pogonion skeletal (Pog) ke pogonion kulit (Pog’). Garis ini dapat dipergunakan untuk menjelaskan estetika wajah dan posisi bibir.11

Setelah diteliti data diolah menggunakan program komputerisasi. Hal pertama yang dilakukan adalah analisis statistik deskriptif untuk mengetahui rata-rata sudut interinsisal dan jaringan lunak wajah (tebal bibir atas dan tebal dagu). Tetapi sebelum melakukan uji analitik, harus dilakukan uji normalitas data dengan uji Shapiro-wilk

terlebih dahulu untuk mengetahui normalitas data yang didapat. Hasil yang didapat dalam penelitian ini terdistribusi normal (p> 0,05) sehingga dilanjutkan dengan


(40)

dilakukan uji korelasi Pearson’s untuk mengetahui hubungan antara kedua variabel tersebut.

Hasil dalam penelitian ini menunjukkan rata-rata nilai sudut interinsisal dan jaringan lunak wajah. Hasil penelitian ini menunjukkan rata-rata nilai sudut interinsisal adalah 127,06º, tidak berbeda jauh dengan rata-rata sudut interinsisal yang telah dilakukan Nurbayati pada pasien klinik RSGMP FKG USU sebesar 120,76o.10 Namun berbeda cukup signifikan bila dibandingkan rata-rata sudut interinsisal suku Bugis dan Makassar yang nilainya 136,36º untuk laki-laki dan 136,03º untuk perempuan.7 Besar rata-rata sudut interinsisal tersebut lebih besar dibandingkan dengan hasil penelitian ini, karena disebabkan sampel yang lebih banyak dari pada penelitian ini.

Tabel 1 menunjukkan nilai rata-rata tebal bibir atas adalah 13,38 mm dan nilai rata-rata tebal dagu 13,84 mm. Tidak berbeda jauh dengan penelitian Qadir, Dawoody dan Agha mengenai ketebalan bibir atas dan tebal dagu pada orang Iraq yang memiliki rata-rata tebal bibir atas adalah 13,23 mm dan tebal dagu adalah 13,25.18. Nilai rata-rata tebal bibir atas yang dimiliki mahasiswa FKG USU ras Deutro-Melayu adalah 13,38 mm dan terhitung dibawah normal bila dihitung menggunakan analisis Holdaway, karena idealnya tebal bibir atas adalah 14 mm. Sedangkan nilai rata-rata tebal dagu adalah 13,84 mm yang berarti tebal dagu diatas normal, dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tebal dagu mahasiswa FKG USU ras Deutro Melayu cenderung retrusif bila dihitung menggunakan analisis Holdaway. Tabel 2 menunjukkan tidak ada korelasi antara sudut interinsisal dengan tebal bibir atas, tetapi terdapat korelasi antara sudut interinsisal dengan tebal dagu pada mahasiswa FKG USU ras Deutro Melayu. Hal ini menunjukkan bahwa semakin rendah atau tinggi sudut interinsisal, maka tidak mempengaruhi ketebalan bibir atas dan diperoleh nilai p=0,402 (p>0,05) yang menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang bermakna. Sedangkan korelasi yang didapat antara sudut interinsisal dan tebal dagu dalam arah positif, hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi sudut interinsisal, maka semakin tinggi ketebalan dagu dan diperoleh nilai p=0,042 (p<0,05) yang menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang bermakna


(41)

Hasil ini didukung oleh penelitian Zen pada tahun 2005 tentang “Pola Hubungan Antara Konveksitas, Posisi Gigi Insisivus, dan Posisi Bibir dalam Analisis Ricketts” yang menyatakan bahwa terdapat pola hubungan antara konveksitas, posisi gigi insisivus bawah terhadap bidang profil, dan posisi bibir.2 Hasil ini juga didukung oleh Nurbayati yang menyatakan bahwa terdapat hubungan antara profil jaringan lunak wajah dengan sudut interinsisal.10 Sedangkan menurut Susilowati dalam penelitiannya menyatakan tidak ada hubungan yang bermakna secara statistik antara besarnya sudut interinsisal dengan derajat konveksitas profil jaringan lunak wajah.7 Hal ini disebabkan karena titik-titik referensi yang digunakan untuk mengukur profil jaringan lunak wajah berbeda. Pada penelitian Susilowati pengukuran profil jaringan lunak wajah yang dipakai adalah metode Subtelny, titik referensi yang digunakan yaitu N’-Sn-Pog’. Sedangkan penelitian ini menggunakan analisis Holdaway, dimana titik referensi yang digunakan adalah titik sulkus labial superior (Sls) dengan titik A skeletal dan titik pogonion skeletal (Pog) ke titik pogonion kulit (Pog’). Selain itu Susilowati menggunakan suku yang lebih spesifik yaitu suku Bugis dan Makassar sedangkan pada penelitian ini menggunakan ras yang terdiri dari beberapa suku.


(42)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

6.1.1 Rata-rata sudut interinsisal pada mahasiswa FKG USU ras Deutro Melayu adalah 127,06º ; nilai rata tebal bibir atas adalah 13,38 mm; nilai rata-rata tebal dagu adalah 13,84 mm.

6.1.2 Tidak terdapat korelasi antara sudut interinsisal dengan tebal bibir atas sebesar r = -0,046 (r<0,5) dengan nilai p = 0,402 (p>0,05).

6.1.3 Terdapat korelasi antara sudut interinsisal dan tebal dagu bersifat lemah dengan nilai r = 0,195 (r<0,5). Pada tingkat signifikansi sebesar p = 0,042 (p<0,05).

6.2 Saran

6.2.1 Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan jumlah sampel yang lebih besar untuk mendapatkan validitas yang lebih tinggi.

6.2.2 Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan menggunakan analisis jaringan lunak yang lain.


(43)

DAFTAR PUSTAKA

1. Mokhtar M. Dasar-dasar Ortodonti. Bina Insani Pustaka. 2005; 1-3.

2. Zen Y. Pola Hubungan Antara Konfeksitas, Posisi Gigi Insisivus, dan Posisi Bibir dalam Analisis Ricketts. 2005; 63:160-7.

3. Rakosi T. Cephalometric Radiography. Wolfe Medical Publications Ltd.2001: 70-89.

4. Jacobson A, Vlachos C. Radiographic chepalometry. Quintessence Publishing Co, Inc. 1995; 87-95,239-41,248-53.

5. Wangsrimongkol, Beress A, Caruso JM, dkk., Soft tissue analysis in Thai adult females with pleasing faces. KDJ 1998; 1 (1): 26-34

6. Siajabat DN. Hubungan konveksitas skeletal dengan konveksitas jaringan lunak wajah pada pasien remaja suku Batak yang dirawat di klinik ortodonti FKG USU. Medan: Skripsi. Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara, 2011.

7. Susilowati. Hubungan Antara Sudut Interinsisal dengan Derajat Konveksitas Profil Jaringan Lunak Wajah Pada Suku Bugis dan Makassar. Makassar: Unhas, 2009: 125-8.

8. Sahin AM, Umit G. Analysis of Holdaway soft-tissue measurements in children between 9 and 12 years of age. Eur J Orthod 2001; 23: 287-94

9. Arigato, Hubungan sudut interinsisal dengan profil jaringan lunak wajah menurut analisis Ricketts pada mahasiswa suku Batak FKG dan FT USU. Skripsi.Medan: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara,2012. 10.Nurbayati S. Hubungan sudut interinsisal terhadap profil jaringan lunak

pasien RSGMP FKG USU. Skripsi. Medan: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara, 2011.

11.Ardhana W. Hubungan antara pengukuran inklinasi gigi insisivus sentral secara linier pada model studi dengan pengukuran secara anguler pada sefalogram lateral.MIKG. 2004: VI (2): 148-9


(44)

12.Basciftci FA, Uysal T, Buyukerkmen A, dkk., The influence of extraction treatmen on Holdaway soft-tissue measurements. Angle Orthod 2004; 74(2):167-73.

13.Rahardjo P. Ortodonti Dasar. Airlangga University Press. Surabaya, 2009: 164-75.

14.Buschang PH, Fretty K, Campbell PM. Can commonly used profile planes be used to evaluate changes in lower lip position?. Angle Orthod 2011; 81(4): 557-63.

15.Mahyastuti RD, Chritnawati. Perbandingan posisi bibir dan dagu antara laki-laki dan perempuan Jawa berdasarkan analisis estetik profil muka menurut Bass.MIKg 2008;23 (1): 1-7.

16.Rostina T. Analisa jaringan Lunak Menurut Metode Holdaway Pada Mahasiswa FKG USU Suku Deutro-Melayu. Tesis: Medan: USU, 2009: 2-18. 17.Daldjoeni. Ras-Ras Umat Manusia. Citra Aditya, Bandung. 1991;189-93 18.Qadir MYA, Dawoody AD, Agha NF. Evaluation of Holdaway soft tissue

analysis for Iraqi adults with class I normal occlusion. Al-Rafidain Dent J 2008; 8(2): 231.


(45)

Lampiran 1

KERANGKA TEORI

Analisis Wajah

Sefalometri

Jaringan Lunak

Lateral Frontal

Inklinasi gigi insisivus RA dan

RB

Analisa profil jaringan lunak

wajah

Metode Holdaway Sudut

Interinsisal

Tebal Bibir Atas

Tebal Dagu Ras

Kaukasoid

Deutro Melayu Mongoloid

Negroid

Proto Melayu


(46)

Lampiran 2

KERANGKA KONSEP

Profil Jaringan lunak wajah analisis Holdaway (tebal bibir atas dan tebal dagu)

Inklinasi gigi insisivus rahang atas dan rahang bawah

Pengolahan data

Hasil Analisis

data Mahasiswa FKG USU ras Deutro

Melayu

Radiografi Sefalometri

Analisis Sefalometri Metode Holdaway


(47)

N O

NAMA JENIS

KELAMIN

SI TB

A

T D

1 DEA

INAYAH DWIKORA PEREMPU AN 12 5

14 1

5

2 DENDY

DWI RIZKI

LAKI – LAKI 11 8

19 1

9

3 M ADIL LAKI – LAKI 12

6

16 1

7

4 MOHD

KHAIRUL ISWAN.S

LAKI - LAKI 13 0

17 1

3

5 M FAISAL PEREMPU

AN

12 5

18 1

7

6 NAZIM LAKI – LAKI 12

5

15 1

3

7 YOHANES

DWI NUGROHO

LAKI – LAKI 12 0

14 1

6

8 ULFA

FITRIA ANGGRAE NI PEREMPU AN 12 1

12 1

5

9 AFIFAH

NABILA

PEREMPU AN

11 6

14 1

7 1 0 MIRA TANIA PEREMPU AN 12 5

14 1

1 1 1 ZULKADRI HABIBI AMIN

LAKI – LAKI 11 4

18 1


(48)

1 2 LILI SURYANI PEREMPU AN 12 5

13 1

7 1 3 ASMA ULHUSNA PEREMPU AN 12 5

14 1

9 1 4 KURNIA DANIANTI DWI.P PEREMPU AN 13 4

15 1

6 1

5

WENDY LAKI – LAKI 11

5

15 1

6 1 6 NASTITI FATHIA MAGRA PEREMPU AN 12 8

13 1

8 1

7

RIFKI LAKI - LAKI 12

0

16 1

5 1 8 WILDAN HUMAIRA H PEREMPU AN 12 2

15 1

1 1 9 SITI YONI HUTMINI PEREMPU AN 12 3

14 1

4 2 0 M.RIDHO VERNAND A

LAKI – LAKI 11 7

16 1

5 2

1

SARAH LAKI – LAKI 11

8

13 1

1 2 2 NUR FATHIAH PEREMPU AN 12 3

16 1

5 2

3

RONY LAKI – LAKI 14

5

16 1

2 2 4 SYARIFAH MAGRIFAH PEREMPU AN 11 4

15 1


(49)

2 5 SITI FIRDHANT Y PEREMPU AN 12 7

15 1

2 2 6 ARYANI AGIZA PEREMPU AN 12 6

13 1

3 2 7 DARA PUSPITA PEREMPU AN 12 5

14 1

4 2

8

RACHMAT TRI RIZKY

LAKI – LAKI 13 0

14 1

3 2 9 MARIA ULFA PEREMPU AN 14 0

15 1

5 3

0

DEDI SULAIMAN

LAKI – LAKI 15 0

12 9

3 1 QURATA AKYUNI PEREMPU AN 11 5

12 1

5 3 2 FENNY RILINDA PEREMPU AN 13 6

13 1


(50)

Hasil Uji Normalitas

Tests of Normality

SAMPEL Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig.

SI

dimension1

LK .175 13 .200* .908 13 .170

TBA

dimension1

LK .270 13 .010 .905 13 .157

TD

dimension1

LK .200 13 .160 .890 13 .097

a. Lilliefors Significance Correction

*. This is a lower bound of the true significance.

Uji normalitas yang digunakan adalah Saphiro-Wilk karena sampel yang digunakan <50 sampel.

Interpretasi:

Hasil uji normalitas menunjukkan bahwa data terdistribusi normal (p>0,05).

Hasil Uji Deskriptif

Descriptive Statistics

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

SI 32 114 155 127.06 9.360

TBA 32 8 18 13.38 2.311

TD 32 7 19 13.84 2.725


(51)

Descriptive Statistics

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

SILK 12 114 155 128.00 12.692

TBALK 12 9 18 14.58 2.466

TDLK 12 9 17 13.58 2.712

Valid N (listwise) 12

Hasil Uji Korelasi

Correlations

SI TBA TD

SI Pearson Correlation 1 -.046 .195

Sig. (1-tailed) .402 .042

N 32 32 32

TBA Pearson Correlation -.046 1 .231

Sig. (1-tailed) .402 .102

N 32 32 32

TD Pearson Correlation .195 .231 1

Sig. (1-tailed) .142 .102

N 32 32 32

r>0,5 : korelasi kuat Interpretasi:

r<0,5 : korelasi lemah

Sudut Interinsisal dengan Tebal Bibir Atas menghasilkan angka -0,046.

Angka tersebut menunjukkan bahwa kedua variable tidak mempunyai korelasi : <0,5.

Sudut Interinsisal dengan Tebal Dagu menghasilkan angka 0,195.

Angka tersebut menunjukkan bahwa kedua variabel mempunyai korelasi yang lemah: <0,5.

p>0,05: tidak terdapat korelasi yang signifikan Interpretasi Nilai Probabillitas:


(52)

p<0,05: terdapat korelasi yang signifikan

Sudut Interinsisal dengan Tebal Bibir Atas:

p=0,402 (p>0,05)  tidak terdapat korelasi yang signifikan Sudut Interinsisal dengan Tebal Dagu:


(1)

N O

NAMA JENIS

KELAMIN

SI TB

A

T D

1 DEA

INAYAH DWIKORA PEREMPU AN 12 5

14 1

5

2 DENDY

DWI RIZKI

LAKI – LAKI 11 8

19 1

9

3 M ADIL LAKI – LAKI 12

6

16 1

7

4 MOHD

KHAIRUL ISWAN.S

LAKI - LAKI 13 0

17 1

3

5 M FAISAL PEREMPU

AN

12 5

18 1

7

6 NAZIM LAKI – LAKI 12

5

15 1

3

7 YOHANES

DWI NUGROHO

LAKI – LAKI 12 0

14 1

6

8 ULFA

FITRIA ANGGRAE NI PEREMPU AN 12 1

12 1

5

9 AFIFAH

NABILA

PEREMPU AN

11 6

14 1

7 1 0 MIRA TANIA PEREMPU AN 12 5

14 1

1 1 1 ZULKADRI HABIBI AMIN

LAKI – LAKI 11 4

18 1


(2)

1 2 LILI SURYANI PEREMPU AN 12 5

13 1

7 1 3 ASMA ULHUSNA PEREMPU AN 12 5

14 1

9 1 4 KURNIA DANIANTI DWI.P PEREMPU AN 13 4

15 1

6

1 5

WENDY LAKI – LAKI 11

5

15 1

6 1 6 NASTITI FATHIA MAGRA PEREMPU AN 12 8

13 1

8

1 7

RIFKI LAKI - LAKI 12

0

16 1

5 1 8 WILDAN HUMAIRA H PEREMPU AN 12 2

15 1

1 1 9 SITI YONI HUTMINI PEREMPU AN 12 3

14 1

4 2 0 M.RIDHO VERNAND A

LAKI – LAKI 11 7

16 1

5

2 1

SARAH LAKI – LAKI 11

8

13 1

1 2 2 NUR FATHIAH PEREMPU AN 12 3

16 1

5 2

3

RONY LAKI – LAKI 14

5

16 1

2 2 4 SYARIFAH MAGRIFAH PEREMPU AN 11 4

15 1


(3)

2 5

SITI FIRDHANT Y

PEREMPU AN

12 7

15 1

2

2 6

ARYANI AGIZA

PEREMPU AN

12 6

13 1

3 2

7

DARA PUSPITA

PEREMPU AN

12 5

14 1

4 2

8

RACHMAT TRI RIZKY

LAKI – LAKI 13 0

14 1

3 2

9

MARIA ULFA

PEREMPU AN

14 0

15 1

5 3

0

DEDI SULAIMAN

LAKI – LAKI 15 0

12 9

3 1

QURATA AKYUNI

PEREMPU AN

11 5

12 1

5 3

2

FENNY RILINDA

PEREMPU AN

13 6

13 1


(4)

Hasil Uji Normalitas

Tests of Normality

SAMPEL Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig.

SI

dimension1

LK .175 13 .200* .908 13 .170

TBA

dimension1

LK .270 13 .010 .905 13 .157

TD

dimension1

LK .200 13 .160 .890 13 .097

a. Lilliefors Significance Correction

*. This is a lower bound of the true significance.

Uji normalitas yang digunakan adalah Saphiro-Wilk karena sampel yang digunakan

<50 sampel.

Interpretasi:

Hasil uji normalitas menunjukkan bahwa data terdistribusi normal (p>0,05).

Hasil Uji Deskriptif

Descriptive Statistics

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

SI 32 114 155 127.06 9.360

TBA 32 8 18 13.38 2.311

TD 32 7 19 13.84 2.725


(5)

Descriptive Statistics

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

SILK 12 114 155 128.00 12.692

TBALK 12 9 18 14.58 2.466

TDLK 12 9 17 13.58 2.712

Valid N (listwise) 12

Hasil Uji Korelasi

Correlations

SI TBA TD

SI Pearson Correlation 1 -.046 .195

Sig. (1-tailed) .402 .042

N 32 32 32

TBA Pearson Correlation -.046 1 .231

Sig. (1-tailed) .402 .102

N 32 32 32

TD Pearson Correlation .195 .231 1

Sig. (1-tailed) .142 .102

N 32 32 32

r>0,5 : korelasi kuat

Interpretasi:

r<0,5 : korelasi lemah

Sudut Interinsisal dengan Tebal Bibir Atas menghasilkan angka -0,046.

Angka tersebut menunjukkan bahwa kedua variable tidak mempunyai korelasi : <0,5.

Sudut Interinsisal dengan Tebal Dagu menghasilkan angka 0,195.

Angka tersebut menunjukkan bahwa kedua variabel mempunyai korelasi yang lemah:

<0,5.

p>0,05: tidak terdapat korelasi yang signifikan

Interpretasi Nilai Probabillitas:


(6)

p<0,05: terdapat korelasi yang signifikan

Sudut Interinsisal dengan Tebal Bibir Atas:

p=0,402 (p>0,05)

tidak terdapat korelasi yang signifikan

Sudut Interinsisal dengan Tebal Dagu:


Dokumen yang terkait

Hubungan Sudut Interinsisal Dengan Profil Jaringan Lunak Wajah Menurut Analisis Holdaway Pada Mahasiswa FKG USU Ras Campuran Proto Dengan Deutro-Melayu

3 18 64

Hubungan Sudut Interinsisal Dengan Profil Jaringan Lunak Wajah Menurut Analisis Holdaway Pada Mahasiswa FKG USU Ras Campuran Proto Dengan Deutro-Melayu

2 9 64

Hubungan Sudut Interinsisal Dengan Profil Jaringan Lunak Wajah Menurut Analisis Holdaway Pada Mahasiswa FKG USU Ras Campuran Proto Dengan Deutro-Melayu

0 0 13

Hubungan Sudut Interinsisal Dengan Profil Jaringan Lunak Wajah Menurut Analisis Holdaway Pada Mahasiswa FKG USU Ras Campuran Proto Dengan Deutro-Melayu

0 0 2

Hubungan Sudut Interinsisal Dengan Profil Jaringan Lunak Wajah Menurut Analisis Holdaway Pada Mahasiswa FKG USU Ras Campuran Proto Dengan Deutro-Melayu

0 0 5

Hubungan Sudut Interinsisal Dengan Profil Jaringan Lunak Wajah Menurut Analisis Holdaway Pada Mahasiswa FKG USU Ras Campuran Proto Dengan Deutro-Melayu

0 0 17

Hubungan Sudut Interinsisal Dengan Profil Jaringan Lunak Wajah Menurut Analisis Holdaway Pada Mahasiswa FKG USU Ras Campuran Proto Dengan Deutro-Melayu Chapter III VI

0 1 15

Hubungan Sudut Interinsisal Dengan Profil Jaringan Lunak Wajah Menurut Analisis Holdaway Pada Mahasiswa FKG USU Ras Campuran Proto Dengan Deutro-Melayu

1 4 3

Hubungan Sudut Interinsisal Dengan Profil Jaringan Lunak Wajah Menurut Analisis Holdaway Pada Mahasiswa FKG USU Ras Campuran Proto Dengan Deutro-Melayu

0 0 9

Hubungan Sudut Interinsisal Dengan Tebal Bibir Atas Dan Tebal Dagu Berdasarkan Analisis Holdaway Pada Mahasiswa Fkg Usu Ras Deutro Melayu

0 0 12