c. Tingkat Pendapatan Usahatani Menurut Pola Tanam
1 Biaya Usahatani
Dalam analisis pendapatan usahatani, biaya usahatani yang dikeluarkan dibagi dua, yaitu biaya tunai dan biaya yang
diperhitungkan. Biaya tunai adalah biaya yang dikeluarkan oleh petani secara tunai terdiri atas biaya penggunaan input, upah tenaga kerja luar
keluarga dan lain-lain biaya sewasakap, pengairan, pajak, dan lainnya.
Tabel 6. Rataan biaya tunai per ha usahatani responden menurut pola tanam di Kabupaten Karawang pada tahun 2007
Rphatahun Pola Tanam
Musim Hujan
Musim Kering1
Musim Kering2
Biaya Tunai
Tahun Padi-padi-gambas
5.539.717 6.118.104
7.179.375 18.837.196
Padi-padi-cabe 3.381.200
3.142.000 10.790.000
17.313.200 Padi-padi-caisim
3.635.357 3.727.976
9.018.333 16.381.667
Padi-padi-kc panjang 2.454.044
2.408.816 8.723.333
13.586.193 Padi-padi-kedelai
2.748.056 2.772.222
3.323.333 8.843.611
Padi-padi-jagung manis
2.671.285 2.630.325
3.559.330 8.860.940
Sumber : data diolah, 2007
Pola tanam yang memerlukan biaya tunai tertinggi per ha adalah Padi-Padi-Gambas, kemudian dua pola tanam lainnya adalah
Padi-Padi-Cabe dan Padi-Padi-Kacang Panjang Tabel 6. Hal tersebut memberikan gambaran bahwa untuk melakukan usaha tani dengan
pola tanam tersebut petani didaerah ini harus mempersiapkan biaya yang lebih besar.
Selain biaya tunai, komponen yang termasuk dalam biaya usaha dalam analisis ini adalah biaya yang diperhitungkan. Biaya yang
diperhitungkan adalah biaya yang sebetulnya tidak dikeluarkan oleh petani secara langsung yaitu berupa biaya tenaga kerja keluarga.
Sebenarnya petani tanpa mengeluarkan biaya diperhitungkanpun proses usaha sudah berjalan dan menghasilkan, namun demikian,
dalam sistem akuntansi biaya, tenaga kerja yang berasal dari dalam keluarga sendiri wajib diperhitungkan.
Tabel 7. Rataan biaya diperhitungkan per ha menurut pola tanam di Kabupaten Karawang pada tahun 2007
Rphatahun Pola Tanam
Musim Hujan
Musim Kering 1
Musim Kering 2
Biaya Diperhitungkan
Tahun Padi-padi-cabe
224.000 352.000
12.650.000 13.226.000
Padi-padi-gambas 140.000
270.000 6.575.000
6.985.000 Padi-padi-caisim
476.190 595.238
4.000.000 5.071.429
Padi-padi-kc panjang
365.231 452.630
2.433.333 3.251.194
Padi-padi-kedelai 233.333
233.333 1.250.000
1.716.667 Padi-padi-jagung
manis 315.721
375.830 899.226
1.590.777 Sumber : data diolah, 2007.
Tabel 7 merupakan biaya yang diperhitungkan untuk mengelola usahatani dilahan sawah irigasi pada masing-masing pola tanam,
terlihat bahwa penggunaan tenaga kerja keluarga tertinggi per tahun terjadi pada usahatani dengan pola tanam Padi-Padi-Cabe, dan
selanjutnya Padi-Padi-Gambas dan Padi-Padi-Caisim, sehingga pada beberapa pola tanam tersebut pendapatan riil keluarga seharusnya lebih
besar. Setelah diketahui biaya tunai dan biaya diperhitungkan, maka diperoleh gambaran rataan biaya total masing-masing pola tanam
Tabel 8.
Tabel 8. Rataan pengeluaran total responden per ha menurut pola tanam di Kabupaten Karawang pada tahun 2007
Rphatahun Pola Tanam
Musim Hujan
Musim Kering 1
Musim Kering 2
Biaya Total Tahun
Padi-padi-cabe 3.605.200
3.494.000 23.440.000
30.539.200 Padi-padi-gambas
5.679.717 6.388.104
13.754.375 25.822.196
Padi-padi-caisim 4.111.548
4.323.214 13.018.333
21.453.095 Padi-padi-kc panjang
2.819.275 2.861.446
11.156.667 16.837.387
Padi-padi-kedelai 2.981.389
3.005.556 4.573.333
10.560.278 Padi-padi-jagung
manis 2.987.007
3.006.154 4.458.557
10.451.718 Sumber : data diolah, 2007.
2 Analisis Pendapatan Usahatani
Pendapatan usahatani dibedakan menjadi dua, yaitu pendapatan atas seluruh biaya tunai pendapatan tunai dan pendapatan atas biaya
total pendapatan total. Secara umum pendapatan atau keuntungan diperhitungkan sebagai penerimaan dikurangi dengan biaya yang telah
dikeluarkan. Penerimaan usahatani merupakan nilai dari total penjualan produksi yang dihasilkan.
Pendapatan atas biaya tunai adalah pendapatan petani atas biaya-biaya tunai yang benar-benar dikeluarkan. Nilai pendapatan atas
biaya tunai dan biaya diperhitungkan dapat dilihat pada Tabel 9 dan 10.
Total pendapatan atas biaya tunai tertinggi dalam satu tahun per ha terjadi pada pola tanam Padi-Padi-Cabe. Dua pola tanam lainnya
yang memberikan pendapatan besar kepada petani di wilayah kajian adalah pola tanam Padi-Padi-Padi dan Padi-Padi-Caisim, sedangkan
pendapatan terendah terjadi pada pola tanam Padi-Padi-Kacang panjang.
Tabel 9. Rataan pendapatan responden per ha atas biaya tunai menurut pola tanam di Kabupaten Karawang pada tahun 2007.
Rphatahun Pola Tanam
Musim Hujan
Musim Kering 1
Musim Kering 2
Pendapatan Tunai
Tahun Padi-padi-jagung
manis 90.079.559
60.159.024 61.145.071
211.383.654 Padi-padi-kc panjang
62.957.208 42.015.856
35.266.667 140.239.730
Padi-padi-caisim 22.997.143
15.464.048 35.352.222
73.813.413 Padi-padi-gambas
16.840.567 9.313.992
36.361.250 62.515.808
Padi-padi-cabe 13.153.600
7.498.000 25.610.000
46.261.600 Padi-padi-kedelai
17.251.944 11.297.778
1.426.667 29.976.389
Sumber : data diolah, 2007.
Pendapatankeuntungan atas biaya total adalah pendapatan petani yang diperoleh dari penerimaan dikurangi dengan seluruh biaya
petani yang diperhitungkan dengan uang. Dalam praktek petani hanya memperhitungkan pendapatan berdasarkan hasil yang diperolehnya
dikurangi dengan biaya-biaya yang dikeluarkan secara tunai. walaupun dalam praktek petani hanya menghitung pengeluaran secara
tunai saja, namun untuk perhitungan financial biaya tenaga kerja yang selama ini tidak diperhitungkan harus dihitung.
Pada perhitungan pendapatan dengan mempertimbangkan biaya total dalam satu tahun setiap petani dapat memperoleh keuntungan dari
setiap pola tanam, tetapi kalau dilihat per Musim Tanam MT, penanaman kedelai memiliki keuntungan paling rendah pada MK 2,
seperti yang dapat dilihat pada Tabel 10.
Tabel 10. Rataan Pendapatan per ha atas biaya total menurut pola tanam di Kabupaten Karawang pada tahun 2007.
Rphatahun Pola Tanam
Musim Hujan
Musim Kering1
Musim Kering2
Pendapatan Total
Tahun Padi-padi-jagung
manis 87.553.789
57.152.385 53.951.262
198.657.436 Padi-padi-kc panjang
61.131.054 39.752.706
23.100.000 123.983.759
Padi-padi-caisim 22.044.762
14.273.571 27.352.222
63.670.556 Padi-padi-gambas
16.560.567 8.773.992
23.211.250 48.545.808
Padi-padi-cabe 12.929.600
7.146.000 12.960.000
33.035.600 Padi-padi-kedelai
17.018.611 11.064.444
176.667 28.259.722
Sumber : data diolah, 2007.
Dalam kaitan ini, besarnya tingkat pendapatan menurut pola tanam tidak terlepas dari besarnya pendapatan usahatani menurut
komoditas dan musim sebagai penyusun pola tanam. Oleh karena itu berbagai faktor dan alasan yang menjadi pertimbangan petani dalam
memilih komoditas masih relevan atau bahkan hampir serupa dengan pertimbangan petani dalam memilih pola tanam.
Besarnya tingkat keuntungan usahatani bukan menjadi satu- satunya faktor pertimbangan utama petani dalam memilih komoditas
pada pola tanam. Faktor teknis ketersediaan air, penguasaan teknologi usahatani, biaya produksi, faktor risiko pasar dan gagal panen, serta
rasa tentram, karena memiliki pangan pokok merupakan berbagai pertimbangan lain yang cukup berperan bagi petani dalam menentukan
komoditas maupun pola tanam yang diusahakan. Hal ini dapat diilustrasi pada Tabel 4 dan 10. Dalam hal ini pola tanam yang
memiliki proporsi petani yang menerapkan pola tanam dengan luasan terluas adalah Padi-Padi-Jagung manis, Padi-Padi-Kacang panjang dan
Padi-Padi-Gambas. Sementara pola tanam dengan keuntungan tertinggi terdapat pada pola tanam Padi-Padi-Padi, Padi-Padi-Cabe dan Padi-
Padi-Caisim. Analisis BC ratio dilakukan untuk mengetahui efisiensi suatu
usahatani terhadap penggunaan satu unit input, nilai ini dapat digambarkan oleh nilai rasio penerimaan dan biaya yang merupakan
perbandingan antara penerimaan kotor yang diterima usahatani dari setiap rupiah yang dikeluarkan dalam proses produksi. Nilai BC rasio
secara rinci dapat dilihat pada Tabel 11.
Tabel 11. Nilai BC Ratio usahatani berdasarkan pola tanam
No Pola tanam
BC Ratio
1 Padi-Padi- Kedelai
2,68 2
Padi-Padi-Jagung manis 2,38
3 Padi-Padi- Caisim
1,48 4
Padi-Padi- Kacang panjang 1,47
5 Padi-Padi-Cabe
1,08 6
Padi-Padi-Gambas 0,94
Sumber : data diolah, 2007.
Tabel 11 memperlihatkan bahwa BC rasio seluruh pola tanam mempunyai nilai BC 1, kecuali pola tanam padi-padi-gambas. Hal
ini berarti bahwa pada pelaksanaan usahatani diversifikasi dengan lima pola tanam tersebut di lahan sawah irigasi dapat menguntungkan,
dengan kisaran keuntungan yang berbeda antar pola tanam tersebut. Nilai BC ratio tertinggi diperoleh dari pola tanam Padi-Padi-Kedelai
dan Padi-Padi-Jagung manis. Penyebaran BC ratio pola tanam dengan diversifikasi di daerah kajian dimulai dari 0,94 - 2,68.
3. Hubungan Tingkat Pendapatan Responden dengan Beberapa Aspek
Demografi dan Biaya Usaha
Korelasi Pearson mensyaratkan adanya keterkaitan dua peubah yang diuji apabila tingkat signifikansi kedua peubah yang diuji
mempunyai nilai ≤ alpha 0,05. Analisis tentang hubungan tingkat pendapatan dengan biaya usahatani dan dengan aspek demografi yang
meliputi usia, pendidikan, jumlah keluarga serta status kepemilikan lahan berdasarkan hasil uji korelasi tidak memberikan gambaran
keterkaitan yang signifikan sebagaimana terlihat pada Tabel 12 di bawah ini
Tabel 12. Korelasi pearson hubungan tingkat pendapatan responden dengan beberapa aspek demografi dan biaya usaha.
Pendapatan Korelasi Pearson
Nilai Korelasi
Signifikansi Keterangan
Pengeluaran 0,309
0,197 Tidak nyata
Usia 0,030
0,903 Tidak nyata
Pendidikan 0,256
0,291 Tidak nyata
Jumlah anggota keluarga 0,031
0,900 Tidak nyata
Status kepemilikan lahan -0,417
0,076 Tidak nyata
i. Tingkat Pendapatan dengan Biaya Usaha
Tingkat pengeluaran untuk masing-masing responden mempunyai kisaran yang berbeda-beda. Pada penelitian ini
penyebaran pendapatan responden terendah berada pada tingkat pendapatan Rp 20 juta - Rp 25 juta, dan pendapatan tertinggi pada
kisaran Rp 36 juta - 40 juta. Tabel 13. Tingkat pendapatan responden dilihat dari tingkat
biaya usaha.
Jumlah Responden Pendapatan
Pengeluaran 20-25
26-30 31-35
36-40 Total
10 jt 3
1 1
5 10 - 15 jt
1 5
6 15 - 20 jt
4 1
5 20 jt
1 1
1 4
Total 9
8 1
1 19
Pengeluaranbiaya total untuk melaksanakan usahatani cukup bervariasi antar pola tanam. Dari hasil pengolahan data,
usahatani responden terbagi dalam 7 pola tanam yang masing- masing pola tanam memerlukan biaya yang berbeda antara satu
dan lainnya. Dari hasil perhitungan analisa usahatani, pengeluaran total dalam satu tahun terendah adalah Rp 8.471.333,- dan
tertinggi Rp 30.539.200,-. Sedangkan pendapatan yang diterima dalam satu tahun terendah Rp 24.272.904,- dan tertinggi
Rp 39.533.666,-. Hasil uji korelasi untuk tingkat pendapatan responden
dengan tingkat pengeluaran berdasarkan Tabel 12 menunjukkan tidak adanya hubungan nyata nilai korelasi 0,309, dengan taraf
nyata 0,197 : alpha 0,05 , tidak nyata. ii.
Tingkat Pendapatan dengan Usia Usia 30-40 tahun umumnya dimasukan dalam kelompok
usia produktif sehingga diasumsikan memiliki kemauan dan kemampuan bekerja apalagi di bidang pertanian dimana sampai
saat ini mekanisasi masih relatif minim sehingga tenaga manusia masih sangat dibutuhkan. Sedangkan usia 50 tahun keatas telah
banyak memiliki pengalaman sehingga berkecenderungan lebih arif dalam melakukan sesuatu termasuk dalam mengelola sumber
mata pencahariannya. Tabel 14. Tingkat pendapatan responden dilihat dari Usia
Tingkat Pendapatan Rporang Usia tahun
20 jt-25 jt 26jt-30jt
31jt-35 jt 30 - 39
4 2
1 40 - 49
1 1
1 50 - 59
2 4
- 60 - 69
2 -
- 70 - 75
- 1
-
Sumber : data diolah, 2007.
Tabel 14 memperlihatkan bahwa pendapatan tertinggi 36jt–40jt dan 31jt-35jt diperoleh oleh responden dengan usia
produktif, namun demikian presentase terbesar 50 responden pada usia produktif ini berada pada kisaran pendapatan 20jt–25jt
yang merupakan level pendapatan terendah. Hasil uji korelasi untuk tingkat pendapatan responden
dengan usia responden berdasarkan Tabel 12 menunjukkan tidak adanya hubungan nyata nilai korelasi 0,030, dengan taraf nyata
0,903 : alpha 0,05, tidak nyata iii.
Tingkat Pendapatan dengan Pendidikan Tingkat
pendidikan seseorang
berpengaruh pada
penyerapan informasi dan pola pikir Sumarwan, 2003. Dalam hal ini, semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, lazimnya
mempunyai pola pikir sistematis dan berkecenderungan untuk mendapatkan sesuatu yang lebih baik, termasuk dalam
pendapatan. Tabel 15. Tingkat pendapatan responden dilihat dari tingkat
pendidikan
Tingkat pendapatan Rporang Tingkat Pendidikan
20 jt-25 jt 26jt-30jt
31jt-35 jt SD
7 6
1 SMP
1 1
- SMA
1 1
1
Sumber : data diolah, 2007.
Tabel 15 memperlihatkan bahwa di daerah kajian pendidikan tidak berpengaruh langsung terhadap tingkat
pendapatan usahatani. Pendapatan tertinggi Rp 36 jt–40 jt didapatkan oleh responden dengan pendidikan SD, pendapatan
tinggi selanjutnya 31 jt–35 jt masih diterima oleh responden dengan pendidikan SD, disamping responden dengan pendidikan
SMA, presentase terbesar 47 responden dengan pendidikan SD berpendapatan Rp 20 jt–25 jt. Sementara itu responden dengan
tingkat pendidikan SMA juga ternyata tidak lebih baik tingkat pendapatannya daripada responden dengan tingkat pendidikan di
bawahnya. Hasil uji korelasi untuk tingkat pendapatan responden
dengan tingkat pendidikan responden berdasarkan Tabel 12 menunjukkan tidak ada hubungan yang nyata nilai korelasi 0,127,
dengan taraf nyata 0,256 : alpha 0,291, tidak nyata.
iv. Tingkat Pendapatan dengan Jumlah Anggota Keluarga
Tenaga manusia masih sangat besar perannya dalam pengelolaan usaha pertanian di Indonesia, mekanisasi masih
berjalan tersendat disebabkan banyak hal, antara lain keterbatasan modal dan luas garapan yang kecil, dan salah satu sumber tenaga
kerja pertanian adalah tenaga kerja keluarga. Tabel 16. Tingkat pendapatan responden dilihat dari jumlah
keluarga
Tingkat pendapatan Rporang Jumlah anggota
keluarga 20 jt-25 jt
26jt-30jt 31jt-35 jt
2-3 5
7 1
4-5 4
1 -
5 -
- 1
Sumber : data diolah, 2007.
Berdasarkan Tabel 16, terlihat pendapatan tertinggi yang diperoleh oleh keluarga dengan jumlah anggota 2-3 orang, tetapi
presentase terbesar 50 responden dengan jumlah keluarga 2–3 orang ini memiliki pendapatan Rp 26 jt – 30 jt, sedangkan
keluarga dengan jumlah anggota 4-5 orang sebesar 80 memiliki pendapatan Rp 20 jt – 25 jt.
Hasil uji korelasi untuk tingkat pendapatan responden dengan jumlah anggota keluarga berdasarkan Tabel 12
menunjukkan tidak ada hubungan yang nyata nilai korelasi 0,031, pada taraf nyata 0,9 : alpha 0,05, tidak nyata.
v. Tingkat Pendapatan dengan Status Kepemilikan Lahan
Berdasarkan hasil survei responden, diperoleh bahwa sebagian besar 90 adalah lahan milik sendiri dan sisanya yaitu
10 adalah lahan sewa dan lahan garapan. Hasil uji korelasi untuk tingkat pendapatan responden
dengan status kepemilikan lahan berdasarkan Tabel 12 menunjukkan tidak ada hubungan yang nyata nilai korelasi
-0,417, pada taraf nyata 0,076 : alpha 0,05, tidak nyata
d. Strategi Pemanfaatan Lahan Sawah Irigasi