16
Gambar 10 . Hubungan antara waktu pemanasan dengan suhu sampel
Dari Gambar 10. dapat dilihat bahwa waktu yang diperlukan sampel untuk mencapai suhu yang diinginkan berbeda-beda tergantung pada suhu yang ingin dicapai. Waktu pemanasan yang
diperlukan sampel untuk mencapai suhu 70°C sekitar 4 menit, untuk mencapai suhu 80°C sekitar 5 menit, dan untuk mencapai suhu 90°C diperlukan waktu sekitar 8 menit. Semakin tinggi suhu yang
ingin dicapai maka waktu pemanasan awal yang diperlukan semakin lama. Suhu meningkat drastis pada menit-menit awal pemanasan, kemudian suhu meningkat secara perlahan hingga mencapai suhu
target.
B. PENELITIAN UTAMA
1. Analisis Kandungan Asam Fitat
Analisis kandungan asam fitat dalam penelitian ini dilakukan untuk mengukur konsentrasi asam fitat pada sampel tempe yang telah dipanaskan pada suhu dan waktu tertentu. Asam fitat tidak
memiliki reagen dan spektrum absorbsi khusus yang dapat membantu proses analisis. Analisis berdasarkan kepada kemampuan fitat untuk membentuk kompleks stabil tak larut berwarna merah
dengan ion feri dalam larutan asam Oberleas, 1973. Kompleks fitat yang terbentuk kemudian diukur secara spektrofotometri pada panjang gelombang 450 nm, kemudian hasilnya dibandingkan dengan
kurva standar asam fitat Muchtadi, 1989. 0.00
10.00 20.00
30.00 40.00
50.00 60.00
70.00 80.00
90.00 100.00
2 4
6 8
10
S u
h u
C
Waktu menit
Penetrasi Panas
17
Gambar 11 . Hubungan antara kadar fitat dengan waktu pemanasan sampel tiap suhu
perlakuan Dari Gambar 11. dapat dilihat bahwa kadar awal asam fitat pada sampel tempe rata-rata
sebesar 0.106 mg 2.84 per gram berat kering sampel. Hasil ini sedikit berbeda dari penelitian Egounlety dan Aworh 2003 yang mengukur kadar asam fitat pada tempe kedelai fermentasi 24 jam
sebesar 1.3 dari berat kering sampel. Perbedaan ini dapat disebabkan oleh ikut mengendapnya fosfat anorganik dan senyawa polifosfat lain pada tahap ekstraksi asam fitat sehingga ikut terukur
pada analisis. Inositol dengan 3 fosfat dan 5 fosfat juga mampu membentuk kompleks tak larut dengan ion ferri dalam kondisi larutan asam sehingga dapat ikut terukur pada analisis asam fitat Skoglund
dan Sandberg, 2002.
Terjadi penurunan kadar asam fitat yang signifikan 62-71 dari kadar asam fitat awal pada waktu awal perlakuan pemanasan sampel. Menurut de Boland et al. 1975, asam fitat bersifat
tahan terhadap pemanasan. Pemanasan flakes kedelai selama 30 menit pada suhu 115 ⁰C menyebabkan
penurunan sedikit kadar asam fitat pada sampel sementara pemanasan flakes kedelai pada suhu yang sama selama 2 jam akan menurunkan 70 kadar asam fitat awal. Pemanasan flakes kedelai ini
menyebabkan terjadinya konversi inositol heksafosfat menjadi inositol pentafosfat. Hal ini menunjukkan bahwa penghancuran asam fitat terjadi melalui mekanisme hidrolisis.
Penurunan kadar asam fitat yang signifikan pada percobaan ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adanya enzim fitase dengan aktivitas tinggi yang dihasilkan kapang Rhizopus
oligosporus pada tempe Sudarmadji dan Markakis, 1977 dan kadar awal asam fitat yang relatif tinggi.
Fitase mio-inositol
heksafosfat fosfohidrolase,
EC 3.1.3.8
merupakan suatu
fosfomonoesterase yang mampu mengkatalisis hidrolisis asam fitat menjadi ortofosfat anorganik dan ester-ester fosfat dari mio-inositol yang lebih rendah Cosgrove, 1970. Fitase yang berasal dari
Aspergillus niger mampu menurunkan 97 asam fitat kedelai pada suhu 60 ⁰C pada pH 4,5 dalam
waktu inkubasi 4 jam Zyla, 1992. 0.0000
0.0020 0.0040
0.0060 0.0080
0.0100 0.0120
25 50
75 100
K a
d a
r f
i t
a t
Waktu pemanasan menit
Kadar fitat vs waktu pemanasan
18
Tabel 2 . Defosforilasi produk minyak biji-bijian oleh enzim fitase
Substrat Sumber
enzim Konsentrasi
substrat wv
Aktivitas enzim Unitsg
pH Suhu
⁰C Waktu jam
Penurunan fitat
Rapeseed meal
Gandum A.ficuum
10 10
0.18 NS
NR NR
40 40
48 48
80 66
Cottonseed meal
A.ficuum A.ficuum
5 5
1 5
5.4 5.4
37 50
15 1
59 43
Makanan kedelai
A.ficuum A.ficuum
A.ficuum 5
3 5
1 1
5 5.4
5.4 5.4
37 37
50 15
3 1
78 37
38 Protein
kedelai A.niger
10 100
4.5 60
4 97
Fosfatase asam. NR —Tidak diukur dan tdak ditentukan; NS—tidak disebutkan.
Sumber : Zyla, 1992 Pada awal waktu pemanasan sampel terjadi penurunan kadar asam fitat yang signifikan
akibat peningkatan aktivitas enzim fitase. Aktivitas fitase akan meningkat dengan tajam seiring dengan peningkatan suhu dan tekanan udara Killmer et al., 1994. Enzim fitase berperan dalam
menurunkan energi aktivasi reaksi degradasi asam fitat pada sampel yang dipanaskan sehingga laju reaksi meningkat Ketaren, 1989. Kadar awal asam fitat yang relatif tinggi juga berpengaruh dalam
meningkatkan kecepatan reaksi degradasi asam fitat. Menurut Ketaren 1989, reaksi akan berlangsung lebih cepat dengan semakin tingginya konsentrasi reaktan di dalam sistem reaksi. Pada
periode waktu ini, semakin tinggi suhu yang digunakan maka semakin tinggi penurunan kadar asam fitat pada sampel. Menurut Ketaren 1989, reaksi akan berlangsung lebih cepat dengan semakin
banyaknya energi yang diberikan ke dalam sistem. Dalam hal ini energi ke dalam sistem berupa pemanasan sampel.
Pada perlakuan pemanasan berikutnya reaksi degradasi asam fitat menjadi lebih lambat. Hal ini disebabkan oleh menurunnya aktivitas enzim fitase karena suhu sampel telah melampaui suhu
kerja optimum enzim. Aktivitas maksimum fitase kapang Rhizopus oligosporus terjadi pada suhu 55
⁰C pada pH 4,5 Sutardi dan Buckle, 1988. Suhu perlakuan pada penelitian adalah 70, 80, dan 90
⁰C sehingga diperkirakan aktivitas enzim fitase kapang Rhizopus oligosporus telah menurun. Selain itu kadar asam fitat pada sampel juga telah menurun sehingga laju degradasi asam fitat juga akan
berkurang. Pada pemanasan menit ke-75, kadar asam fitat sampel perlakuan pemanasan suhu 70
⁰C lebih rendah daripada sampel perlakuan pemanasan suhu 80
⁰C. Pada menit ke-100 kadar asam fitat sampel perlakuan pemanasan suhu 70
⁰C lebih rendah dari sampel perlakuan pemanasan suhu 80 dan 90⁰C. Hasil ini sangat bertentangan dengan teori bahwa pada suhu yang lebih tinggi, laju reaksi akan
berlangsung lebih cepat Ketaren, 1989. Penurunan kadar asam fitat sampel dengan pemanasan suhu 70
⁰C yang lebih besar ini dapat disebabkan oleh lebih aktifnya fitase pada sampel suhu 70⁰C dibanding fitase pada sampel pemanasan suhu 80, dan 90
⁰C. Penyimpangan ini juga dapat disebabkan oleh terjadinya random error pada saat pemanasan sampel. Suhu pemanasan sampel pada penelitian
tidak dipantau terus-menerus sehingga dapat menyebabkan suhu sampel tidak sesuai dengan suhu target penelitian dan menyebabkan hasil analisis kadar asam fitat kurang akurat
19 Sumber : Sutardi dan Buckle, 1988
Gambar 12 . Kurva kestabilan fitase Rhizopus oligosporus oleh panas
2. Kinetika Penurunan Kadar Asam Fitat Tempe akibat Pemanasan