Pembentukan flavor khas dan karakteristik kimia ikan asap tradisional pada penelitian ini dipelajari dan ditinjau dari beberapa spesifikasi proses yang
akan mempengaruhi hasil pengasapan sehingga perlu dikaji lebih lanjut mengenai pengaruh faktor-faktor proses terhadap pembentukan atribut flavor, identifikasi
komposisi penyusun flavor dan pengukuran intensitas flavor yang menjadi karakteristik ikan asap. Kajian mengenai karakteristik kimia misal proksimat
juga penting untuk dilakukan karena dapat memberikan informasi mengenai nilai
gizi dari produk ikan asap tradisional Indonesia. 1.4
Tujuan dan Manfaat Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk: 1
Menginventarisasi proses pembuatan empat jenis ikan asap tradisional khas Indonesia yaitu ikan fufu, ikan pe, ikan kayu dan ikan salai.
2 Mengidentifikasi komponen flavor, karakteristik kimia dan organoleptik
dari empat jenis ikan asap tradisional khas Indonesia tersebut. Manfaat yang diharapkan ialah agar hasil penelitian ini dapat memberikan
informasi dasar mengenai keunggulan dan ciri khas masing-masing produk ikan asap tradisional Indonesia sehingga berbagai karakteristik khas ikan asap tersebut
dapat dipelajari, dipetakan, didokumentasikan dengan baik yang pada akhirnya akan dapat melindungi produk-produk dalam negeri dari klaim negara lain.
Informasi yang diperoleh mengenai bahan baku, metode pengasapan dan komponen-komponen lain yang teridentifikasi pada penelitian ini dapat
bermanfaat sebagai data dasar untuk mengembangkan produk flavor asap sintetis dan untuk memodifikasi proses pengasapan yang bertujuan mendapatkan kualitas
produk akhir yang lebih baik.
1.5 Hipotesis
Jenis bahan baku dan metode pengasapan yang dilakukan di beberapa daerah di Indonesia akan mempengaruhi karakteristik flavor, kandungan kimia
dan karakteristik organoleptik produk akhir ikan asap.
2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengolahan Tradisional
Pengolahan secara tradisional memiliki beberapa kelemahan antara lain kemampuan pengetahuan pengolah rendah dengan keterampilan atau teknologi
yang diperoleh secara turun-menurun, tingkat sanitasi dan higien terendah, umumnya tidak memiliki sarana air bersih, menggunakan bahan mentah dengan
tingkat mutu atau kesegaran yang rendah, keamanan pangan tidak terjamin, permodalan sangat lemah, perusahaan dikelola oleh keluarga dengan tingkat
kemampuan manajemen kurang memadai, peralatan yang digunakan sangat sederhana dan pemasaran produk hanya terbatas pada pasaran lokal Anisah
Susilowati 2007; Irianto Soesilo 2007. Ikan olahan tradisional, atau traditional cured menurut terminologi FAO adalah produk yang diolah secara
sederhana dan umumnya dilakukan pada skala industri rumah tangga. Jenis olahan yang termasuk produk olahan tradisional ini adalah ikan kering atau ikan asin
kering, ikan pindang, ikan asap, serta produk fermentasi yaitu kecap, peda, terasi,
dan sejenisnya Anisah Susilowati 2007. 2.2
Jenis-jenis Ikan Asap Tradisional
Jenis ikan yang biasa diasapi diantaranya ialah ikan bandeng, tembang, lemuru, kembung, selar, tongkol, dan cakalang Margono et al. 2000. Setiap jenis
ikan secara teori dapat diasapi tetapi ikan yang berlemak lebih banyak dipilih karena dapat mencegah terbentuknya tekstur daging yang kering dan tidak
diinginkan dan dapat menyerap lebih banyak citarasa asap Ingham Hilderbrand
1999; Adebona 1978. Produk ikan asap tradisional cenderung lebih asin dan
terlalu kering serta memiliki citarasa asap yang kuat jika akan dijual ke pasaran. Penggunaan garam dan asap pada produk pengasapan modern hanya ditujukan
terutama untuk memberi citarasa produk dan biasanya pengasapannya dilakukan dengan intensitas asap rendah dan sedang mild and light smoking Whittle
Howgate 2000. Beberapa daerah di Indonesia memiliki komoditas ikan asap yang khas
karena adanya perbedaan bahan baku, jenis bahan bakar, jenis alat dan kondisi pengasapan maupun metode pengasapan yang digunakan, tetapi kadang-kadang
ada juga produk ikan asap yang sama dikenal dengan nama berbeda di daerah lain. Beberapa produk ikan asap khas Indonesia ialah ikan salai di Sumatera Selatan,
Sumatera Barat, Sumatera Utara dan Kalimantan Selatan; ikan asar di Maluku dan ikan fufu di Sulawesi Utara dan Gorontalo; ikan pe atau iwak panggang di Jawa
Tengah dan Jawa Timur; serta ikan kayu di Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Utara dan Papua Barat Giyatmi et al. 2000; DKP Papua 2006; Missae
2009; Heriyanto 2009b. Ikan fufu biasanya dibuat dari bahan baku ikan cakalang dengan
menggunakan alat pengolah yang sederhana. Prosedur pembuatannya ialah pertama-tama ikan disiangi, ikan berukuran besar dipotong dengan irisan
membujur untuk memudahkan pengasapan. Proses pengasapannya dimulai dengan membakar sabut kelapa, menyusun ikan pada rak-rak, lalu ikan
dibiarkanterasapi selama 4 jam. Proses pengolahan ikan fufu ini memiliki persamaan dengan proses pengolahan ikan asar, hanya saja pada beberapa daerah
terdapat perbedaan pada jenis kayu yang digunakan, proses preparasi, suhu dan waktu pengasapan DKP Papua 2006.
Ikan pe adalah sebutan untuk ikan yang diproses dengan cara diasap di Jawa Timur dimana ikan dimatangkan dengan dibakar di atas api sehingga ikan
tersebut matang bukan karena panas api tetapi lebih karena panasnya asap. Biasanya ikan yang digunakan untuk ikan pe adalah ikan pari tetapi saat ini
hampir semua jenis ikan dapat dibuat menjadi ikan pe. Potongan-potongan ikan ditusuk dengan batangan bambu pada proses pembuatannya untuk memudahkan
proses pengasapan dan kemudian dipanggang di atas bara tempurung kelapa. Tempurung kelapa ketika dibakar akan mengeluarkan minyak yang akan
memberikan aroma asap yang khas Missae 2009. Produk ikan salai lele merupakan salah satu bentuk hasil olahan ikan lele
yang diasapi dan banyak ditemukan di daerah Sumatera Barat, Sumatera Utara hingga Sumatera Selatan. Proses pengolahan ikan salai ini cukup praktis, mudah
dan hemat biaya. Pengolahannya dapat menggunakan peralatan yang sederhana dan mudah dibuat. Pembuatan ikan salai lele pada prinsipnya merupakan suatu
cara pengolahan ikan melalui proses penarikan air dari jaringan tubuh ikan dibarengi dengan pelapisan senyawa kimia yang berasal dari asap hasil
pembakaran kayu. Mutu ikan salai dapat dilihat dari penampakan dan warna produk yang cokelat keemasan, bersih dan mengkilat. Tekstur daging salai ikan
lele adalah padat, kering, liat, berkeping halus dan agak lembab. Pengasapan ikan salai lele ini dapat dilakukan dengan pengasapan dingin dan panas. Tahap-tahap
pengolahannya meliputi pemberokan, preparasi bahan bakar dan alat pengasapan, pembelahan dan penyiangan ikan, pemanggangan, pengasapan 4-16 jam dan
pengepakan Djarijah 2004. Ikan kayu diproduksi secara komersial untuk diekspor. Ikan kayu yang
dihasilkan berupa arabushi, yaitu ikan yang sudah diasapi dan dikeringkan tanpa dilakukan proses fermentasi sesuai dengan permintaan negara pengimpor.
Biasanya fermentasi produk dilakukan sendiri di negara pengimpor dengan cara khusus untuk mengontrol pertumbuhan kapang. Ekspor dalam bentuk arabushi ini
menyebabkan nilai tambah menjadi lebih kecil dibandingkan nilai tambah yang diperoleh dari katsuobushi. Mutu katsuobushi sebagai bahan penyedap masakan
sangat ditentukan oleh citarasa spesifik yang dimilikinya. Citarasa ini ditentukan oleh perubahan senyawa volatil dan nonvolatil selama proses fermentasi. Proses
fermentasi ditentukan oleh jenis kapang yang digunakan dan lama fermentasi Giyatmi et al. 2000. Menurut penelitian Giyatmi 1998, ikan kayu arabushi
memiliki kandungan air 13,22, kadar protein 74,57, kadar lemak 3,51 dan kadar abu 3,20, sementara menurut Sunahwati 2000, arabushi memiliki
kandungan air 14,57, kadar protein 67,54, kadar lemak 1,57 dan kadar abu
4,08. 2.3
Bahan Baku Ikan Asap
Bahan baku ikan asap yang digunakan sebaiknya masih dalam keadaan segar agar ikan asap yang dihasilkan memiliki kualitas yang tinggi. Seluruh jenis
ikan yang biasa dikonsumsi pada umumnya dapat diolah dengan proses pengasapan baik terhadap ikan air laut maupun ikan air tawar. Ikan salmon,
haddock, herring dan mackerel merupakan ikan yang umum diasapi di negara Jepang, sementara di Indonesia terdapat beberapa jenis ikan seperti cakalang, lele
dan pari yang biasa diolah dengan pengasapan.
2.3.1 Cakalang Katsuwonus pelamis
Ikan ini dikenal juga dengan nama skipjack tuna Inggris, bonito Afrika Selatan, Spanyol, sehewa Kenya, mandara, katsuo Jepang. Taksonomi ikan
ini menurut ITIS 2009a ialah: Dunia
: Animalia Filum
: Chordata Subfilum
: Vertebrata Superkelas
: Osteichthyes Kelas
: Actinopterygii Subkelas
: Neopterygii Superordo
: Acanthopterygii Ordo
: Perciformes Subordo
: Scombroidei Famili
: Scombridae Subfamili
: Scrombrinae Genus
: Katsuwonus Spesies
: Katsuwonus pelamis Cakalang memiliki ciri-ciri fisik seperti bentuk tubuh yang fusiform lebar
ditengah dan meruncing pada ujung-ujungnya, memanjang dan bulat; gigi kecil, berbentuk kerucut; memiliki dua sirip dorsal, sirip pektoral pendek; tubuh tidak
bersisik kecuali pada bagian tertentudan garis lateral; warna ikan biasanya biru keunguan gelap, bagian bawah agak keperakan. Distribusinya tersebar pada
perairan tropis dan beriklim hangat pada kedalaman 260 meter hingga permukaan. Ikan ini berproduksi sepanjang tahun pada perairan khatulistiwa, fekunditasnya
meningkat bersamaan dengan semakin besarnya ukuran tapi hal ini sangat bervariasi. Makanan kegemaran ikan cakalang pada umumnya ialah ikan,
crustacea, moluska dan dapat juga bersifat kanibalisme. Ikan ini memiliki kecenderungan untuk bergerak dalam kelompok pada permukaan air. Ukuran ikan
dapat mencapai 108 cm dengan berat 32,5-34,5 kg Collete Nauen 1983. Komposisi kimia dalam 100 gram daging ikan cakalang tersaji pada Tabel 1.
Tabel 1 Komposisi kimia dalam 100 gram ikan cakalang
Kandungan Satuan
Jumlah
Air Protein
Lemak Abu
Kalsium Besi
Vitamin C Vitamin A
Asam lemak EPA Asam lemak DHA
g g
g g
mg mg
mg IU
g g
70,580 22,000
1,010 1,300
29,000 1,250
1,000 52,000
0,071 0,185
Sumber: USDA 2009
2.3.2 Pari Daystatis kuhlii
Ikan pari rays termasuk dalam subgrup elasmobranchii, yaitu ikan yang bertulang rawan. Spesies pari Dasyatis kuhlii atau Blue-spotted stingray di
Indonesia khususnya Laut Jawa termasuk salah satu hasil tangkapan terbesar dibanding spesies pari lain yaitu sebesar 23,05 Rahardjo Chodriyah 2006.
Taksonomi lengkap ikan ini Genus Dasyatis menurut ITIS 2009b ialah sebagai berikut:
Dunia : Animalia
Filum : Chordata
Subfilum : Vertebrata
Kelas : Chondrichthyes
Superordo : Euselachii
Ordo : Myliobatiformes
Famili : Dasyatidae
Genus : Dasyatis
Spesies : Dasyatis kuhlii
Ikan pari juga terkenal sebagai ikan yang hampir keseluruhan tubuhnya bisa dimanfaatkan seperti daging, sirip, tulang dan kulit. Ikan ini mempunyai
bentuk tubuh gepeng melebar dimana sepasang sirip dadanya melebar dan menyatu dengan sisi kiri-kanan kepalanya sehingga tampak atas atau tampak
bawahnya terlihat bundar atau oval. Ikan pari umumnya mempunyai ekor yang sangat berkembang memanjang menyerupai cemeti. Ekor ikan pari pada
beberapa spesies dilengkapi duri penyengat sehingga disebut sting-rays, mata ikan pari umumnya terletak di kepala bagian samping. Posisi dan bentuk mulutnya
adalah terminal dan umumnya bersifat predator. Ikan ini bernafas melalui celah
insang yang berjumlah 5-6 pasang. Posisi celah insang adalah dekat mulut di bagian bawah ventral. Ikan pari jantan dilengkapi sepasang alat kelamin yang
disebut clasper letaknya di pangkal ekor. Ikan pari betina umumnya berbiak secara melahirkan anak vivipar dengan jumlah anak antara 5-6 ekor Mukhtar
2008. Komposisi kimia ikan pari tersaji pada Tabel 2. Tabel 2 Komposisi kimia ikan pari
Kandungan Jumlah
Air Protein
Lemak Abu
79,10 16,86
0,42 0,83
Sumber: Mardiah et al. 2008
2.3.3 Lele Clarias gariepinus
Salah satu komoditas budidaya ikan air tawar yang terus dikembangkan dan produksinya meningkat secara signifikan setiap tahunnya adalah ikan lele
Clarias sp.. Ikan lele yang umum dibudidayakan di Indonesia adalah Clarias batrachus ikan lele lokal dan Clarias gariepinus ikan lele dumbo. Taksonomi
dari ikan lele dumbo menurut ITIS 2009c ialah: Dunia
: Animalia Filum
: Chordata Subfilum
: Vertebrata Superkelas
: Osteichtthyes Kelas
: Actinopterygii Subkelas
: Neopterygii Infrakelas
: Teleostei Superordo
: Ostariophysi Ordo
: Siluriformes Famili
: Clariidae Genus
: Clarias Spesies
: Clarias gariepinus Ikan lele memiliki bentuk tubuh memanjang dan memipih pada bagian
pangkal ekor, kepala agak pipih dan dilengkapi dengan empat pasang sungut di sekitar mulut. Ikan ini memiliki alat bantu pernafasan yang disebut selaput
labirynth. Ikan lele memiliki sirip perut dan sirip dubur yang terpisah. Sirip dadanya memiliki taji yang runcing dan bergerigi. Taji atau patil ini berfungsi
sebagai alat pertahanan dan alat bantu untuk merayap di atas permukaan lumpur.
Ikan lele memiliki kulit yang licin dan tidak bersisik. Permukaan kepala dan punggung berwarna gelap dan permukaan perut berwarna lebih terang. Ikan lele
memiliki lambung relatif besar dan panjang sementara ususnya relatif pendek jika dibandingkan dengan panjang badannya. Ikan lele memiliki sepasang hati dan
gelembung renang Djarijah 2004. Komposisi kimia ikan lele dumbo dapat dilihat pada pada Tabel 3.
Tabel 3 Komposisi kimia ikan lele
Kandungan Jumlah
Air Protein
Lemak Abu
79,73 17,71
0,95 1,47
Sumber: Nurilmala et al. 2009
2.4 Pengasapan