resensi buku 003

RESENSI BUKU
IDENTITAS BUKU
Judul Buku
: islamic studies Pendekatan dan Metode
Penulis
: Zakiyuddin Baidhawy
Editor
: Arifin
Rancang Sampul : M. Taufik N.H.
Tata Letak
: Darwoko
Cetakan
: PT Bintang Pustaka Abadi (BiPA)
Tebal
: 320 halaman
DIRESENSI OLEH
Nama
NIM

: M.Abdul Fatah
: 215-13-007


PENDAHULUAN
Pengertian Studi Islam
Setelah “Islamic Studies” atau Studi Islam kini telah di pergunakan dalam jurnal-jurnal
profesional, departemen akademik, dan lembaga-lembaga perguruan tinggi yang
mencakup bidang pengkajian dan penelitian yang luas, yakniseluruh yang Memliki
dimensi “Islam” dan keterkaitan dengannya. Rujukan pada Islam, apakah dalam
pengertian kebudayaan, peradaban, atau tradisi keagamaan, telah semakin sering dipakai
dengan munculnya sejumlah besar l teratur dalam berbagai bahasa Eropa atau Barat pada
umumnya yang berkenaan dengan paham Islam politik, atau Islamisme. Literatur-literatur
tersebut berbicara tentang perbankan Islam, ekonomi Islam, tatanan politik Islam,
Demokrasi Islam, hak-hak asasi manusia Islam, dan sebagainya. Sejumlah buku-buku
terlaris sejak 1980-an judul-judul “Islam” dan hal-hal yang berkaitan dengan kata sifat
“Islami”, yang menunjukkan betapa semua itu telah di istilahkan dengan sebutan “Islamic
Studies” didunia akademik.Kita dapat mengemukakan dua pendekatan mendasar
Mengenai definisi Islamic Studies, yaitu definisi sempit dan Definisi yang lebih luas
(Suleiman & Shihadeh, 2007: 6-7).
SINOPSIS
Dengan mempergunakan pendekatan intensional, maka dapat dikatakan lebih layak jika
kita memerhatikan dua hal, yaitu antara “studi tentang Islam” atau “Islamic Studies” yang

me-miliki makna lebih khusus. Kita dapat pula mengatakan bahwa kesulitan dalam
mendefinisikan Islamic Studies mencerminkan kebutuhan akan perdebatan lebih lanjut
tentang masalah ini, Pada masa lampau Islamic Studies diajarkan didalam departemen
departemen yang berhubungan secara luas dengan lokasi geografis, seperti Studi
Kawasan Timur, Studi Kawasan Timur Tengah dan Studi Kawasan Timur Dekat.
1
Zakiyuddin Baidhawy,Pendekatan dan Metode PT Bintang Pustaka Abadi (BiPA),hlm 5

1

A Metodologi Studi Islam: Dimensi Keilmuan dan Keagamaan
Masalah utama yang menopang definisi Islamic Studies tampaknya muncul dari
metodologi bagai mana Islam dikaji dan kemudian bagaimana diajarkan Dinegara-negara
Barat umumnya, kajian tentang Islam mengikuti metodologi Barat, ini bertentangan
dengan kajian Islam didalam suatu lingkungan yang tidak mengkontestasi agama
tersebut. Kajian Islam diBarat, Inggris misalnya, memberikan mahasiswa strata satu
berbagai materi yang relevan dengan Islam dengan mempergunakan metodologi
pengajaran yang dilandaskan pada objektivitas dan integritas. Pendekatan atas Islamic
Studies disini sering didasarkan atas pandangan akademik Barat tentang Islam yang
terpusat pada berbagai metodologi ilmiah Seperti orientalisme, ilmu sosial atau

antropologi kontemporer. Sering dijumpai mahasiswa Muslim disiniakan menghadapi
tantangan nyata dimana pengetahuan dasar mereka tentang agama dan sejarahnya
sendiridiuji secara kritis. Pada tingkat pasca sarjana, masalahnya lebih kompleks dan
seringkali ketidak sepakatan mengenai pendekatan pada apa yang dapat dan 7 Pengertian
dan Metodologi Studi Islam
tidak dapat mencapai kebenaran membawa pada perubahan dalam subjek yang dikaji
mahasiswa. Salah satu topik favorit adalah studikritis dan penyuntingan manuskripmanuskrip berbahasa Arab. Cukup mengagumkan melihat bagaimana ada
kemauan para pengkajitersebut untuk menerima studikritis itu dan mereka menyatakan
bahwa pendekatan semacam ini tidak perlu kompromi dengan masalah ke imanan
mereka. Hal serupa juga sering muncul ketika menguji ide-ide para pemikir Muslim
modern tentang Islam dan pendekatan Barat terhadap pengetahuan. Ketakutan bukan
datang dari
Barat, melainkan dari sains yang dapat menjadi pendekatan yang salah arah jika
dipercaya sebagai satu-satunya jalan menuju kebenaran. Pandangan ini juga digaungkan
oleh para sarjana Barat sendiri. Salah satu kritik paling umum terhadap pendekatan sains
diungkapkan oleh Stephen R. Sterling ketika menguji pendekatan sains terhadap subjek
dari
studi
tentang
alam.

Mengutip
Werner
Heisenberg
mengatakan:
“Melaluiintervensinya, sains mengubah dan membentuk kembaliobjek”. Berikut ini
adalah beberapa perdebatan seputar metodologidalam Islamic Studies. M. Izzi Dien
(2003: 243-255) secara gamblang menggambarkan perdebatan metodologi tersebut
mencakup kritik akademisi Muslim atas metodologi Barat, pendekatan apologetik
Muslim terhadap metodologi penelitian, pendekatan radikal Muslim terhadap metodologi
Barat, dan kritik metodologi Muslim dari dalam. 2Zakiyuddin Baidhawy,Pendekatan dan
Metode PT Bintang Pustaka Abadi (BiPA),hlm 7
1. Kritik atas Metodologi Barat
Kritik akademisi Muslim atas metodologi Barat muncul baik
dalam bentuk kritik seimbang maupun kritik radikal. Pendekatan intelektual Barat
terhadap pengetahuan dan pembelajaran ditegakkan diatas hukum pertentangan antara
dua hal yang bersebrangan yang bertabrakan dengan filsafat Islam tentang kehidupan
yang berdasarkan pada apa yang disebut teorifusi. Suatu teori yang juga disebut sebagai
teori wasathiyyah(teori jalan tengah). Teori ini didasarkan atas Al-Qur’an surat alBaqarah/2: 143 yang berbicara tentang “um-mah wasath”, yang mampu

2


merekonsiliasi,dua hal yang bertentangan dengan tujuan untuk meraih
harmonisosial.Mutakallim abad pertengahan Islam, Abu Hamid al-Ghazali mengatakan
bahwa wasathiyyahadalah berdiriditengah-tengah
antara dua ujung yang saling berlawanan. Karena itu, dalam masalah keuangan misalnya,
berdiri diantara berlebih-lebihan dan serba kekurangan, atau antara sembrono dan terlalu
hati-hati. Filsafat Barat menemukan akar-akarnya dalam kebu-dayaan Yunani-Romawi
yang memotong ke imanan orang-orang Timur yang asli terhadap Yesus dan
mengkombinasikannya de-ngan jiwa dan tubuh. Pandangan dunia Islam berbeda dari
pendekatan Barat terhadap pengetahuan ilmiah. Faruqi(1995) memaparkan bahwa ilmuilmu sosial memperoleh posisi mandiri diuniversitast satu abad yang lalu, padahal akal
yang telah membawa pada penemuan dan keberhasilan kembali pada dua abad lebih;
pembentukan metodologi skeptis kembali pada revolusi Prancis yang berusaha melawan
kendali gereja. Kemenangan metodologi skeptis telah memberikan otoritas yang
memperkenankannya menolak metodologi alternatif, bahkan metodologi ilmu-ilmu alam
yang tergantung hanya pada apa yang dapat dilihat dan dirasakan. Salah satu hasil dari
metodologi skeptis diatas adalah ke-simpulan bahwa seluruh dunia tunduk pada
penafsiran, dan 9 Pengertian dan Metodologi Studi Islamkarenanya, penemuan apa pun
oleh akal yang membawa pada kejadian fenomena tertentu dipandang sebagai bentuk
penafiran. Penafsiran semacam ini, secara inheren akan membawa pada pengendalian dan
pengarahan terhadap apa yang didefinisikan. Ilmu-ilmu alam akan membawa pada

kontrol atas selu-ruh alam, akibatnya dapat diberlakukan pada alam dan ilmu alam dapat
diterapkan pada pemahaman manusia dan perilakunya dengan tujuan untuk
menggunakannya demi Mencapai tujuan yang diinginkan. Apa yang luput dari analogi
semacam ini adalah kenyataan bahwa manusia dan perlakunya secara keseluruhan
tidaklah tunduk pada aturan-aturan dan prinsp-prinsip yang sama yang dapat
dipergunakan untuk menafsirkan fenomena alam. Perbedaan antara fenomena alam dan
fenomena kemanusiaan adalah bahwa manusia mengandung komponen-komponen lain
serta mengikuti sistem dan pola eksistensi yang berbeda secara keseluruhan. Dengan kata
lain, bila materi seperti metal, kayu, dan komponen-komponen alam lainnya dapat diukur
secara fisik, hanya sebagian saja dari manusia yang dapat diukur secara empirik. Masih
ada bagian-bagian lain dari manusia dan alam ini yang melampaui sains dan disini bukan
hanya jiwa dan sentimen manusia, bahkan juga pola-pola perilaku yang dipandang
sebagai kebudayaan, agama, dan tradisi individual. Keseluruhan nilai ini tidak akan
mungkin tanpa kehendak pengamat untuk melihatnya. Semua ini tidak akan tercapai
tanpa simpati pengamat sembari mempertimbangkan nilaiDari apa yang ia saksikan dan
memasukkan amatan tersebut ke dalam hasil-hasil penemuan. Inilah salah satu alasan
mengapa pendekatan dalam mengkaji manusia yang disediakan oleh Barat pada
umumnya gagal menyediakan paradigma yang valid untuk 10 Zakiyuddin Baidhawy
Mengkaji Muslim dan masyarakat Islam. Ini sejalan dengan pernyataan Smart (1989: 11)
bahwa sejarah agama-agama mestilebih dari mengurutkan peristiwa ia harus berupaya

untuk masuk ke dalam makna peristiwa itu sendiri. Jadi, kunci untuk masuk ke dalam
makna peristiwa Islam ada dalam pemahaman tentang kepasrahan individu kepada
Tuhan atau Islam yang dijalani oleh para pengikutnya selama perjalanan hidup mereka.
Kin, dalam Islamic Studis diBarat, para sarjana Barat perlu mengapresiasi metodologi
kajian Islami dalam rangka memahami bagaimana cara Muslim berpikir. Dengan definisi
metodologi semacam ini maka “dimensi spiritual” sekaligus “dimensi ilmiah” dapat

3

dijangkau secara bersamaan.3Zakiyuddin Baidhawy,Pendekatan dan Metode PT Bintang
Pustaka Abadi (BiPA),hlm 8-10
2. Pendekatan Apologetik Insider
Pendekatan lain yang muncul dalam persoalan metodologi
kajian keislaman ialah pendekatan apologetik. Bila sains modern berdasarkan atas duia
fisik dan pedoman objektif, Islam tidak berusaha membatasi pemikiran manusia atau
mencegah kajian ilmiah mandiri. Islam sebagai keimanan memiliki sedikit Reservasi
dalam memandang fakta-fakta ilmiah yang abstrak dan itulah yang memotivasi perluasan
metodologi eksperimen yang dikembangkan dalam lingkungan Islam sebelum ditransfer
ke Barat. Pendekatan apologetik menyatakan bahwa Islam Mengadopsi pencarian
pengetahuan dan tidak membatasi dirisumber pengetahuan hanya pada pemahaman dunia

materi manusia,Penting juga untuk dicatat, bukan dalam rangka menyifatiIslam dengan
keterbelakangan sosial, bahwa Islam merupakan hasil dari suatu akumulasi persoalan dan
situasi, seperti kolonialisme Barat, perbudakan, dan praktik sosial yang Pengertian dan
Metodologi Studi Islam ada hubungannya sama sekali dengan jiwa Islam (al-Umar, 1987:
110). Argumen semacam ini sering dinyatakan oleh kalangan Muslim dan membawa pada
persoalan apakah mungkin atau tidak memisahkan Islam sebagai teori dari praktik
aktualnya Sebagai mana teramati dalam realitas dunia Islam. Realitas yang salah arah ini
rupanya melahirkan dekadensidan kemunduran pada semua tingkatan dan kita dapat
mempertanyakan apakah Islam merupakan pandangan hidup yang gagal dalam masyarakat kontemporer. Jika benar, maka akan ada kebutuhan untuk Mengadopsi metodologi
berpikir yang lebih sejalan dengan ma-syarakat modern sebagai sarana untuk mencapai
apa yang disebut kebudayaan yang lebih maju. Ini penting setidaknya bagi mereka yang
hidup diBarat dan membutuhkan Islam pribumi yang berdasarkan atas nilai-nilai asli dan
Islam tentang sains dan pengetahuan kehidupan. Metodologi semacam ini membutuh-kan
bahan-bahan sebagai berikut:Pertama, faktor manusia. Setidaknya diperlukan jumlah
yang cukup sumber daya manusia yang dapat membawa pesan pemahaman keagamaan
yang layak. Dapat dinyatakan bahwa mungkin dicapai meskipun pada kenyataannya tidak
semua tingkatan masyarakat disipin keislaman yang sama sehingga tersedia sejumlah
orang yang mampu memimpin lainnya untuk meraih tujuan yang benar. Untuk mencapai
tu-juan , Islam menyandarkan diri pada sedikit kaum terpelajar, 4Zakiyuddin
Baidhawy,Pendekatan dan Metode PT Bintang Pustaka Abadi (BiPA),hlm 10-14

3. Kritik Radikal atas Metodologi Barat
Dalam bahasan ini menarik untuk mencatat komentar-komentar yang sering muncul dari
kalangan fundamentalis Islam mengenai metodologi Barat. Komentar-komentar mereka
sering mempertanyakan secara radikal Jadi kita bukan Barat secara keseluruhan dan
bukan pula Muslim secara keseluruhan dalam hal pemikiran. Komentar mereka juga
menyatakan, mungkin ada manfaat melakukan peneltian diBarat dalam Islamic Studies,
namun karena kami adalah Muslim, kami harus setia
kepada agama kami(Ahl-Hadith, 2006).5Zakiyuddin Baidhawy,Pendekatan dan Metode
PT Bintang Pustaka Abadi (BiPA),hlm 14-15

4

4. Kritik Metodologi dari Dalam (from within)
Peradaban Barat telah membuktikan kekuatan dan supremasinya terhadap peradabanperadaban lain melaluiperan mereka dalam sains, teknologi dan industri. Inilah peradaban
yang mempergunakan metodologi empirik dan organisasiuntuk Mendekati fenomena
alam untuk melayani kebutuhan manusia. Dengan mengkombinasikan peradaban
instrumental ini dengan paham Islam tentang nilai, kemajuan yang berarti bisa diraih
didunia Muslim khususnya dan menyebar ke seluruh dunia pada umumnya.
6
Zakiyuddin Baidhawy,Pendekatan dan Metode PT Bintang Pustaka Abadi (BiPA),hlm

16-17
5. Problem Pendekatan Emik dan Pendekatan Etik
Selama abad ke-20, karya-karya sarjana Barat tentang Islam Mulai memperoleh tempat
dan sebagaisumber rujukan dalam retorika para sarjana Muslim modern dari afrika,
Timur Tengah, dan Asia, yang telah melahirkan banyak pemikir Muslim modern, dari M.
Iqbal hingga Agus Salim. Contoh-contoh se-rupa sangat berlimpah dalam berbagaili
teratur Arab modern dan bahasa-bahasa Muslim mayoritas, dimana kecenderungan Mulai
mengarah pada meningkatnya keterbukaan terhadap pe-ngaruh para pemkir Barat atas
mereka yang melakukan kajian Islam dan masyarakat Muslim yang sedang berkembang.
Penga-ruh pertama yang paling umum datang dari ilmu sosial, Seperti terlihat bagaimana
pengaruh ilmu sosial modern atas 20 Zakiyuddin Baidhawykarya Ziya Golkap diTurki,
AliShariati diIran, Nurcolish Madjid dan Ahmad Syafii Maarif diIndonesia. Yang lebih
baru adalah perkembangan hermeneutics dan bidang-bidang kelimuan Hu-maniora yang
juga mencerminkan perkembangan lebih jauh dalam karya-karya para pemikir seperti
Muhammad Arkoun dan Nasr Hamid Abu Zayd. Sedikit contoh dari Indonesia pada
pertengahan abad ke-20 juga dapat disebutkan disini. Dalam karyanya tentang sejarah
sufi, Hamka memujiLouis Massignon sebagai pilar utama kaum orientalis dan mengutip
secara positif karyanya tentang al-Hallaj, sekaligus teorinya tentang peran kaum sufiIrak
abad ke-10 bagiperkembangan Islam dikepulauan Indonesia (Hamka, 1952: 116).
7

Zakiyuddin Baidhawy,Pendekatan dan Metode PT Bintang Pustaka Abadi (BiPA),hlm
17-20
RUANG LINGKUP OBJEK KAJIAN STUDI ISLAM
A. Pengalaman Keagamaan dan Ekspresinya
Joachim Wach (1958) menjelaskan beberapa kriteria menge-nai pengalaman keagamaan.
pengalaman keagamaan merupakan suatu respon terhadap apa yang dialami sebagai Realitas Ultim (the Ultimate Reality). Realitas Ultim disiniartinya sesuatu yang
“mengesankan dan menantang kita”. Pengalaman Ini melibatkan empat hal, yaitu asumsi
tentang adanya kesadar-an, yakni pemahaman dan konsepsi; respon dipandang sebagai
bagian dari perjumpaan; pengalaman tentang Realitas Ultim mengimplikasikan
relasidinamis antara yang mengalami dan yang dialami; dan kita perlu memahami
situasional Dari pengalaman keagamaan itu sendiri dalam suatu konteks tertentu.

5

7

Zakiyuddin Baidhawy,Pendekatan dan Metode PT Bintang Pustaka Abadi (BiPA),hlm 24
B. Dimensi-dimensi Agama
Menurut Smart (1989), semua agama-agama yang hidup didunia ini memiliki tujuh dimensisebagai mana akan dijelaskan sebagai berikut.
- Dimensi Praktik dan Ritual
Setiap tradisiagama-agama memiliki beberapa praktik ke-agamaan yang dilakukan oleh
para pemeluknya, seperti ibadah
yang teratur, berdoa, persembahan, dan seterusnya.
- Dimensi Naratif dan Mitos
Seringkali pengalaman disalurkan dan diungkapkan bukan hanya melaluiritual bahkan
juga narasi-narasidan mitos suci. Dimensi inidisebut sebagai dimensi naratif dan mitos,
semacam sisikisah, cerita dalam agama-agama.
- Dimensi Doktrin dan Filosofis
Tiang penyangga dimensinaratif adalah dimensi doktrin atau ajaran. Dalam banyak
peristiwa, ajaran-ajaran memankan peran penting dalam keseluruhan agama-agama,
sebagian kare-na cepat atau lambat keimanan harus beradaptasi dengan reali-tas sosial
dan dengan fakta bahwa kebanyakan kepemimpinan, Zakiyuddin Baidhawy agama
dipegang oleh mereka yang terpelajar dan berusaha men-cari dasar-dasar
intelektual/filosofis sebagai basis dari iman.
- Dimensi Etika dan Hukum
Dimensi ajaran dan narasi berpengaruh pada nilai-nilai dari suatu tradisi dengan cara
membentuk pandangan dunia dan Ruang Lingkup Objek Kajian Studi Islam menjawab
persoalan tentang pembebasan dan penyelamatan utama. Hukum terkait dengan sumber
yang melahirkannya yang disebut sebagai dimensi etika dari suatu agama. Dalam Budha
misalnya, terdapat lima kebenaran utama yang mengikat secara universal, yang
bersamaan dengan seperangkat aturan lainnya mengendalikan kehidupan para rahib dan
pendeta dan komunitas bicara.
- Dimensi Sosial dan Institusional
Dimensi-dimensi yang sudah dipaparkan dimuka –ritual, pengalaman, narasi, doktrin dan
etika–, merupakan dimensi-di-mensi yang abstrak tanpa memiliki perwujudannya dalam
bentuk eksternal. Dimensi sosial dan institusional bicara tentang Manifestasi eksternal
dari agama. Setiap gerakan keagamaan terbentuk dalam kelompok pemeluk yang
seringkali diorganisir secara formal seperti gereja, sang hatau ummah.
Dimensi Material
Dimensi material ialah segala manifestasi agama yang Bersifat kebendaan, seperti
bangunan-bangunan peribadatan (masjid, pura, wihara, klenteng, sinagog), tempat-tempat
suci, pekerjaan tangan atau seni keagamaan, dan kreasi-kreasi material lainnya. Simbolsimbol keagamaan seperti salib, bulan bintang, dan sebagainya, juga termasuk dimensi
material.
C. Cara Beragama
Agama pada hakikatnya adalah jalan menuju Tuhan. Cara-cara yang ditempuh setiap
pemeluk agama dalam pengembara-annya menuju Tuhan bisa berbeda-beda satu dengan

6

yang lain, Sesuia dengan pemahaman, penghayatan, dan pengamalannya masing-masing
Setiap orang membutuhkan cara beragama ( Zakiyudin Baidhawy
ing religious) atau bentuk penghayatan yang selaras dengan ke-peribadiannya dan situasi
dalam kehidupan.
8
Zakiyuddin Baidhawy,Pendekatan dan Metode PT Bintang Pustaka Abadi (BiPA),hlm2838
SEJARAH PERKEMBANGAN STUDI ISLAM
Pembahasan tentang manusia sebagai makhluk beragama secara naluriah telah
memberikan pengaruh atas studi-studiagama dan atas Studi Islam. Hampir seluruh masa
pertengah-an abad ke-19 dan awal abad ke-20 menyaksikan upaya-upaya untuk
membangun sains tentang studi agama (Religionswissen-schaft). Karakteristik Studi
Agama tergantung pada filologi Sebagai metode utama dalam memahami peradaban lain,
per-adaban kuno utamanya. Friedrich Max Müller (1823–1900) ya-kin bahwa “siapa pun
belum benar-benar memahami agama, jika ia hanya mengetahui agamanya sendiri”, yang
dikenal de-ngan ungkapan Inggrisnya “he who knows one, knows none”. Is-lam dapat
dan harus dikaji sebagai agama menurut karakternya Sendiri menjadi mungkin dilakukan
oleh sains filologi. Müller Mensupervisi the Sacred Books of the East Seriespada 1870an, yang 50 volumenya merupakan teks-teks dan terjemahan kitab-kitab suci Asia ke
dalam bahasa Inggris. Volume 6 dan 9 memuat terjemahan Al-Qur’an oleh E.H. Palmer.
Dengan menempat-kan edisi Al-Qur’an dalam seri teks tentang agama-agama Asia, kaum
orientalis berhubungan dengan usaha-usaha yang telah dilakukan oleh berbagai
universitas diEropa untuk menemukan metode ilmiah mengkaji agama-agama.
9
Zakiyuddin Baidhawy,Pendekatan dan Metode PT Bintang Pustaka Abadi (BiPA),hlm 46
A. Studi Islam dan Orientalisme
Studi Islam sebagai sebuah disiplin, sebagaimana banyak disi-plin keilmuan diuniversitas
modern, juga muncul pada abad 19. Disiplin disebut Orientalisme. Humanisme klasik dengan minatnya terhadap penemuan khazanah capaian-capaian manusia pada masa lampau
melalui catatan teks, sejalan dengan bergulirnya semangat Pencerahan, secara mendalam
memenga-ruhi orientalisme. Filologi abad ke-19 lebih di warnai dengan Sejarah
Perkembangan Studi Islampandangan dunia Romant isi sme dan pencarian terhadap apa
yang berharga pada masa lalu dan “dunia liyan” yang eksotik.
10
Zakiyuddin Baidhawy,Pendekatan dan Metode PT Bintang Pustaka Abadi (BiPA),hlm
53
B. Studi Islam sebagai Disiplin Mandiri
Pada awal abad ke-20, StudiIslam telah menjadi suatu disiplin keilmuan mandiri selama
dua dekade pertama dan seterusnya, tak satupun wakil-wakil terkemuka dari diiplin baru
berasal Dari kaum teolog Protestan. Disiplin baru ini mencari orientas dalam sejarah
sains, dalam sosiologi Weberian yang fokus pada peran sosial agama dalam sejarah
sosial. Para wakilnya Mencari pertukaran dengan para spesialis dibidang ini.
11
Zakiyuddin Baidhawy,Pendekatan dan Metode PT Bintang Pustaka Abadi (BiPA),hlm

7

53
C. Studi Islam dan Oksidentalisme
Ketika Barat diserang, seperti pada peristiwa 11 September, seringkali isumsikan bukan
hanya Amerika, dalam arti Barat Sebagai Amerika Serikat. Ini terjadi diyakini karena
kebijakan luar negeriS (imperialisme) dan kekuatan-kekuatan korporasi(globalisasi) telah
melahirkan banyak bom-bom bunuh diri dan pejuang-pejuang suci atas Amerika yang
telah memarjinalisasidan melakukan kekerasan terhadap jutaan penduduk yang ga-gal
memperoleh keuntungan dari tatanan dunia kapitalis.
12
Zakiyuddin Baidhawy,Pendekatan dan Metode PT Bintang Pustaka Abadi (BiPA),hlm
54
MODEL PENDEKATAN KAJIAN TEKS-TEKS ISLAM: STUDI AL-QUR’AN
A. Pendekatan I`jaz Klasik
Tokoh Mu`tazilah al-Qadi`Abd al-Jabbar (w. 415/1025), dalam pembahasannya tentang
i`jaz, menekankan bahwa kefa-sihan ungkapan, fashahah, tidak hanya berhubungan
dengan isisemata atau gaya semata. Dengan mengelaborasi teori al-Jubba`itentang
sintesis isi dan gaya, ia menghubungkan fashahah de-ngan struktur atau syntaksyang
memasukkan posisi dan fungsi gramatika dari suatu leksikon.
13
Zakiyuddin Baidhawy,Pendekatan dan Metode PT Bintang Pustaka Abadi (BiPA),hlm
71
B. Pendekatan Sastra Modern
Pada masa modern, pendekatan kesusastraan terhadap al-Qur’an juga berkembang
bahkan lebih kompleks dari yang su-dah ada. Misalnya, Muhammad Abduh
menggunakan me-tode sastra ini untuk menafsirkan al-Qur’an yang sangat erat hubungannya dengan pemahaman rasionalnya tentang Islam.
14
Zakiyuddin Baidhawy,Pendekatan dan Metode PT Bintang Pustaka Abadi (BiPA),hlm
72
C. Pendekatan Tajdid
Model pendekatan sastra lain diperkenalkan oleh Amin al-Khuli(1995). Ketika ia
memulai karirnya, angin perubahan mulaitampak dalam kehidupan Mesir. Ia menerapkan
metode tajdiduntuk studi bahasa (nahw) dan retorika (balaghah), tafsir al Qur’an, dan
sastra (adab). Bukan hal mudah untuk menentukan mana dari bidang keilmuan yang
menyajikan model ideal Dari metodologi tajdi d al-Khuli.
15
Zakiyuddin Baidhawy,Pendekatan dan Metode PT Bintang Pustaka Abadi (BiPA),hlm
75-76
D. Pendekatan Tahlili
Maksud tafsir tahliliatau ijmaliatau juz’iadalah metode kajian al-Qur’an dengan
menganalisis secara kronologis dan memapar-kan berbagai aspek yang terkandung dalam
ayat-ayat al-Qur’an Sesuai dengan urutan bacaan yang terdapat dalam urutan mu-shaf
‘Uthmani.16Zakiyuddin Baidhawy,Pendekatan dan Metode PT Bintang Pustaka Abadi
(BiPA),hlm 77

8

MODEL KAJIAN TEKS-TEKS KEISLAMAN: STUDI HADIS
A. Kajian Orientalis tentang Hadis
Berangkat dari paradigma umum studi Barat tentang hadis, kita mencatat beberapa sikap
netral berkenaan dengan kritik teks hadis. R. Marston Speight mengakuikontribusi para
muhadisin awal untuk menelitiotentisitas hadis. Dalam tulisannya tentang hadis dalam
entri The Oxford Encyclopaedia of Modern Islamic World, Speight memandang bahwa
teks hadis membutuhkan 103 Model Kajian Teks-teks Keislaman: Studi Hadiskriteria lain
untuk menguji otentisitas materinya disamping kritik sanad. John L. Esposi to
mempunyai sikap serupa.
17
Zakiyuddin Baidhawy,Pendekatan dan Metode PT Bintang Pustaka Abadi (BiPA),hlm
102-103
MODEL KAJIAN ILMU KALAM
Kemunculan ilmu kalam adalah akibat dari banyak kon-troversi yang telah memecah
belah komunitas Muslim pada masa-masa awal. Meskipun kemunculan Islam ditandai
dengan polemik dengan kaum musyrik dan pengikut wahyu-wahyu ter-dahulu,
kontroversi tentang persoalan-persoalan keagamaan fundamental tidak disukai oleh kaum
Muslim awal, khususnya selama masa hidup Nabi. Namun, perselisihan, utamanya dalam
masalah politik, pecah segera setelah wafatnya Nabi, dan dikuti dengan tragedi yang
membawa pada pembunuhan khalifah Us-man pada tahun 656, masa dimana perpecahan
dalam sistem politik terjadi setelah kematian Nabi.
A. Kemunculan Ilmu Kalam
Munculnya wacana teologisi stematis baru
Terjadi setelah kemunculan Mu`tazilah. Hubungan kalam de-ngan Mu`tazilah yang
digambarkan sebagai rasionalis militan, Model Kajian Ilmu Kalam menentukan wacana
dan nasibnya. Mu`tazilah berusaha untuk Mensistemastisasi ajaran agama dalam skema
rasional yang ber-pusat pada penegasan keesaan Tuhan dan keadilan-Nya yang mutlak.
18
Zakiyuddin Baidhawy,Pendekatan dan Metode PT Bintang Pustaka Abadi (BiPA),hlm
122-123
B. Definisi dan Bahasan Ilmu Kalam
Ilmu kalam adalah suatu ilmu yang mengkaji ajaran-ajaran dasar keimanan Islam
(usuluddin). Ilmu ini mengidentifikasiajaran-ajaran dasar dan berupaya membuktikan
valditasnya dan menjawab setiap keraguan terhadapnya.
C. Metodologi Ilmu Kalam
Kalampada umumnya berkaitan dengan upaya untuk menjustifikasi kepercayaan
keagamaan melaluiakal, atau dengan mempergunakan akal guna menghasilkan
kesimpulan dan akibat baru dari kepercayaan tersebut. Doktrin kalam meliputi tiga
komponen besar: artikulasi tentang apa yang dipandang oleh suatu mazhab pemikiran
sebagai ke-percayaan fundamental; konstruksi kerangka spe-kulatif dimana kepercayaan
tersebut harus dipa-hami; dan upaya merasionalisasi pandangan ini di

9

dalam kerangka spekulatif yang diterma.
D. Mazhab-mazhab Ilmu Kalam
Mazhab-mazhab terpenting diantaranya adalah Syi’ah, Mu’tazilah, Asy’ariyah, dan
Murji’ah.Sangat mungkin muncul pertanyaan tentang alasan-alasan dibalik terpecahnya
kaum Muslim ke dalam berbagaimazhab Ini berkaitan dengan masalah kalam dan fikih,
dan mengapa mereka tidak dapat mempertahankan k esatuan mereka.
E. Metodologi Kalam Syi’ah
Jarang kajian Studi Islam menyentuh masalah perkembangan aliran kalam dalam Syi’ah.
Kalam dalam pengertian argument rasional dan logis tentang doktrin-doktrin pokok
Islam, memiliki tempat khusus dan unik dalam tradisi Syi’ah. Kalam Syi’ah disatu sisi
muncul dari inti hadis-hadis Syi’ah, dan disisilain bercampur dengan filsafat Syi’ah.
Sekarang kita menyaksikan pada abad-abad awal bagaimana kalam dipandang
bertentangan
dengan sunnah dan hadis oleh Ahl as-Sunnah.
18
Zakiyuddin Baidhawy,Pendekatan dan Metode PT Bintang Pustaka Abadi (BiPA),hlm
104-132
MODEL KAJIAN TASAWUF
A. Mistisisme: Fenomena Universal
Tasawuf atau dikenal sebagaimistisisme Islam adalah feno-mena universal yang
menggambarkan upaya manusia untuk meraih kebenaran. Tasawuf juga dikenal sebagai
pengetahuan intuitif tentang Tuhan atau Realitas Ultim yang diraih melalui pengalaman
keagamaan personal. Yakni kesadaran akan realitas transenden atau Tuhan melalui
meditasi atau kontemplasi batin.
konsep tentang tasawuf/ mistisisme harus berdasarkan pada Studi mengenai keragaman
“sebagaimana yang kita jumpai”, bukan memformulasi generalisasi yang seragam dan
defin isi yang berlaku untuk semua. Dengan cara demikian, konsep-konsep seperti
mistisisme dan mistikus, tasawuf dan sufi men-jadi sangat kaya dan berakar. Kita perlu
menganalisis hakikat keragaman sebagaimana adanya, kemudian menelusuri berba-gai
makna dan konseo-konsep itu. Karena itu kajian semacam Ini setidaknya akan
mempelajari fakta-fakta yang ada dalam keragaman itu.
19
Zakiyuddin Baidhawy,Pendekatan dan Metode PT Bintang Pustaka Abadi (BiPA),hlm
140
B. Spirit: Domain Ketiga Ajaran Islam
Untuk dapat memahami tasawuf sebagai sebuah kajian keis-laman, kita perlu menelusuri
ajaran-ajaran yang dikemukakan oleh Al-Qur’an dan Sunnah. Seperti kita ketahui
bersama, Islam mengemukakan tiga domain utama kepedulian manusia.
Sejak permulaan Islam, menjadi seorang Muslim berarti Mengakui bahwa Al-Qur’an dan
Nabi Muhammad saw. Memberikan petunjuk dan bimbingan bagi tubuh, pikiran dan jiwa
agar selaras dengan tujuan Tuhan dalam menciptakan dunia. Namun demikian, setiap
orang memilki pandangan berbeda-beda berkaitan dengan apa yang paling penting dan
bagaimana mereka mempraktikkannya.19Zakiyuddin Baidhawy,Pendekatan dan Metode

10

PT Bintang Pustaka Abadi (BiPA),hlm141-143
C. Perspektif Memahami Tasawuf
Kosakata tasawuf dan sufi telah luas dipergunakan dikalang-an akademisi maupun
kalangan awam khususnya diBaghdad dan Khurasan pada pertengahan kedua abad ke-9,
meskipun ada sebagian kirtkus tidak bersepakat tentang asal-usul kata terse-but.
Sebagian sejarawan mengatakan bahwa sebutan sufi di-tujukan kepada mereka yang
menggunakan pakain dari wol. Sebagiian lain menyatakan kata sufi berasal dari tahapan
spiritual pertama (saff awwal), dan yang lain mengatakan demikian
karena sufi mengklaim diri sebagai ashab al-suffah, yakni orang-orang yang suka
berkumpul dan duduk-duduk disekitar masjid Nabawi, dan sebagian lain menyebutnya
berasal dari kata shafa, yang artinya bersih, murni. Penting untuk dicatat bahwa sufisme
sebagai suatu gerakan pada masa-masa awal perkembangannya tidak lain merupakan
upaya “interiorisasi Islam”, sebagai mana dikemukakan oleh Annemarie Schimmel, yang
menekankan Al-Qur’an, Sunnah dan pelaksanaan syariah.
Model pendekatan sastra lain diperkenalkan oleh Amin al-Khuli(1995). Ketika ia
memulai karirnya, angin perubahan mulaitampak dalam kehidupan Mesir. Ia menerapkan
metode tajdiduntuk studi bahasa (nahw) dan retorika (balaghah), tafsir al Qur’an, dan
sastra (adab). Bukan hal mudah untuk menentukan mana dari bidang keilmuan yang
menyajikan model ideal Dari metodologi tajdi d al-Khuli.
20
Zakiyuddin Baidhawy,Pendekatan dan Metode PT Bintang Pustaka Abadi (BiPA),hlm
145-146
MODEL KAJIAN USUL FIKIH DAN FIKIH
bahwa usul fikih merupakan ilmu mengenai sumber-sumber dan metodologi hukum yang
akurat dalam arti bahwa Al-Qur’an dan Sunnah merupakan sumber sekaligus materi
bahasan dimana metodologi usul fikih diterapkan. Al-Qur’an dan Sunnah Sendiri
mengandung sangat sedikit metodologi, namun lebih menyediakan ini dikasi-indikasi
dimana aturan-aturan syariah dapat dideduksi Metodologi usul fikih sesungguhnya
merujuk kepada metode-metode penalaran seperi analogi/qiyas, istihsan, istishab, dan
aturan-aturan penafsiran dan deduksi. Semua ini didesain untuk berperan sebagai alat
bantu menuju pemaham-an yang benar tentang sumber-sumber dan ijtihad.
Dua Pendekatan: Teoretis-Rasional dan Deduktif
Seiring dengan lahirnya mazhab-mazhab fikih, berbagai ulama Dari mazhab-mazhab itu
mengadopsi dua pendekatan berbeda dalam mengkaji usul fikih, yakni pendekatan
teoretis dan pendekatan deduktif. Pendekatan teoretis atau rasional hanya digunakan oleh
penduduk Hijaz. Setelah menderivasi prinsip-prinsip dari Al-Qur’an dan Sunnah, para
sarjana mencoba menyesuaikan pandangan-pandangan mazhab mereka dengan prinsipprinsip itu. Jika tidak sesuai, pandangan-pandangan tu akan dimodifikasi.. Ketika
menderi vasi hukum Islam mereka bersandar pada taklid, dalam arti membatasi diri
mereka hanya pada teks apa pun yang mereka punyai, dan karena itu dikenal juga sebagai
kaum literalis.
21
Zakiyuddin Baidhawy,Pendekatan dan Metode PT Bintang Pustaka Abadi (BiPA),hlm
156

11

MODEL
KAJIAN HERMENEUTIKA:
Studi Hermeneutika
Pembebasan Farid Esack
Hermeneutika kontemporer, terutama productive hermeneu-ticsala Gadamer atau alQira’ah al-muntijahmenurut Nasr Hamid Abu Zayd (1994:144), membuka pengakuan
terhadap cara baru pembacaan Al-Qur’an yang menerima fakta adanya prasangkaprasangka yang sah (Gadamer, 1992: 261). Metode ini ternyata Mengilhami sejumlah
sarjana Muslim untuk melakukan inter-pretasi terhadap fenomena Al-Qur’an, dapat
disebutkan misal-nya Fazlur Rahman, Mohammed Arkoun, Hassan Hanafi dan Farid
Esack.
Bahasan ini berupaya menyajikan gagasan-gagasan dan metode Farid Esack dalam
menafsirkan Al-Qur’an melalui metode hermeneutika. Melalui metode ini, Esack telah
mem-berikan kontribusi kontemporer berjudul Qur’an, Liberation, and Pluralism: An
Islamic Perspective of Interreligious Solidarity Againts Oppression(1997). Buku ini
bertujuan untuk menunjukkan bah-wa ada kemungkinan untuk hidup dalam kepercayaan
penuh terhadap Al-Qur’an dan konteks kehidupan sekarang yang ber-samasamakepercayaan-kepercayaan lain, bekerjasama untuk membangun masyarakat yang
lebih manusiawi; mengembang-kan gagasan hermeneutika Al-Qur’an sebagai kontribusi
bagipengembangan pluralisme teologi dalam Islam; menguji cara
Al-Qur’an mendefinisikan diri(Muslim) dan orang lain (non-Muslim) dengan tujuan
untuk menciptakan ruang bagi kebena-ran dan keadilan orang lain dalam teologi
pluralisme untuk pembebasan; dan menggali hubungan antara eksklusivisme ke-agamaan
dan satu bentuk konservatisme politik (yang mendu-kung apartheid) disatu sisi, dan
inklusivisme keagamaan dan satu bentuk politik progresif (yang mendukung perjuanganper-juangan pembebasan) dissi lain, serta memberinya dukungan rasional yang bersifat
qur’ani(Esack, 1997: 14).22Zakiyuddin Baidhawy,Pendekatan dan Metode PT Bintang
Pustaka Abadi (BiPA),hlm 168
Studi Hibrida Filsafat
Fondasionalisme dan
Hermeneutika
A. Gagap Paradigma Fondasionalisme
Kerancuan fondasionalisme dalam sistem epistemologipenge-tahuan menghantarkan kita
pada kebutuhan akan horizon baru yang lebih kaya dan beragam. Fondasionalisme
tradisional adalah suatu pandangan bahwa pengetahuan dapat dimulai atau memulai
kembali dari ketiadaan (nothing) dengan mene-mukan kepingan-kepingan pengetahuan
yang pasti(certainity) dan tidak dapat salah (infallible). Yakni suatu fondasi terhadap
mana semua pengetahuan lain dapat dikonstruksi. Fondasio-nalisme klasik telah dimulai
dari Rene Descartes (1596-1650), yang meyakini jika ia dapat memahami apapun secara
jelas dan terang, maka ia dapat memandangnya sebagai sesuatu yang benar dan

12

membangun
pengetahuan
atas
dasar
pemahaman
tersebut.23Zakiyuddin
Baidhawy,Pendekatan dan Metode PT Bintang Pustaka Abadi (BiPA),hlm 186-187\
Pendekatan Multikultural
terhadap Pendidikan Agama
Sebagai konsekuensi dari kebijakan pemerintah Orde Baru tentang pentingnya
mempertahankan stabilitas, kebebasan beragama (freedom of religion) mengalami
pembatasan secara politik. Agama-agama yang berhak hidup adalah yang diakui secara
resmi oleh pemerintah –Islam, Katholik, Kristen, Budha dan Hindu. Salah satu tujuan
pembangunan nasional dibidang pengembangan kehidupan beragama adalah untuk
menegakkan kehidupan harmoni komunitas-komunitas keagamaan. Upaya Ini dilakukan
oleh Pemerintah sekaligus para pemimpin agama untuk mencapai tujuan tersebut. Upaya
ini termasuk mengkondisikan dialog antara pemimpin-pemimpin agama, diskusi
informal, konferensi dan seminar yang diikuti oleh para pemuka dan sarjana dari semua
komunitas keagamaan yang ada.
Model Pendidikan Agama (religious education) semacam Ini menyembunyikan secara
sistemik nilai saling menghargai(mutual respect) dari berbagai jalan hidup, dan
mengabaikan Kontribusi kelompok-kelompok minortas terhadap kebudayaan masyarakat
Indonesia.
Basis Teologi Pendidikan Multikultural
Multikulturalisme biasa didefinisikan sebagai gerakan sosial-intelektual yang mendorong
nilai-nilai keberagaman (diversity) Sebagai prinsip inti dan mengukuhkan pandangan
bahwa semua kelompok budaya diperlakukan setara (equal) dan sama-sama dihormati.
Isu multikulturalisme diIndonesia semakin terasa signifikan dan memperoleh tempat
dalam kehidupan kontemporer saat ini, bersamaan dengan munculnya kesadaran
perlunya memperbaiki tatanan dan harmoni dalam kehidupan berbangsa dan bernegara
yang telah rusak oleh tindakan-tindakan kekerasan dengan berbagai macam alasan dan
bentuk. 24Zakiyuddin Baidhawy,Pendekatan dan Metode PT Bintang Pustaka Abadi
(BiPA),hlm 210 211
Kajian tentang Islam Liberal
Terlepas dari pro dan kontra, dalam konteks Indonesia, perkembangan wacana Islam
liberal dalam satu dekade terakhir semakin memperoleh tempat. Meski terasa baru,
sesungguhnya Islam liberal adalah “the new wine in the old bottle”. Sosok yang disebut
Islam liberal telah memiliki sejarah panjang. Menurut Charles Kurzman, Islam liberal
berakar pada Syah Waliyullah (1703-1762) diIndia dan muncul diantara gerakan-gerakan
pemurnian Islam ala Wahabipada abad ke-18
A. Beberapa Pendekatan Mengkaji Islam Liberal
Setidaknya ada enam tema utama yang Menjadi perhatian Fyzee sebagai basis tinanda
(signified) bagi Islam liberal. Yakn: 1) kajian kritis atas sejarah agama-agama (the history
of religions), 2) kajian perbandingan agama-agama semitik (the comparative study of
Semitic religions), 3) studi bahasa-bahasa semitik dan filologi, 4) pemisahan hukum dan
agama (secularization), 5) menguji kembali syariat dan pemikiran Kajian tentang Islam
Liberal kalam/teologi Islam, dan 6) menafsi r ulang kosmologi dan sains. Apa yang
dkemukaMetode PT Bintang Pustaka Abadi (BiPA),hlm 237

13

kan Fyzee lebih merupakan kajian ilmiah dan intelektual yang membuka sediit akses bagi
pemahaman keagamaan banyak orang.24Zakiyuddin Baidhawy,Pendekatan dan

KELEBIHAN
Buku tulisan pak Zakiyuddin Baidhawy ini tidak hanya memberikan inspirasi konsep dan
pelaksanaan pendidikan di perguruan tinggi dan luar sekolah,Karena itu, perlu disyukuri
atas keberanian dan kreativitasnya, karena tulisannya sungguh luar biasa, banyak ilmu
yang terkandung didalamnya.

KEKURANGAN
Hampir keseluruhan buku ini tidak ada kekurangannya, tetapi jika tidak membaca
berulang kali mungkin tidak mengerti, karena didalamnya terdapat bahasa asing yang
sulit dimengerti oleh para pembaca pemula termasuk saya dan juga banyaknya tulisan
membuat si pembaca membutuhkan waktu lebih.
Permohonan maaf presensi buku
Saya selaku presensi buku mohon maaf kepada para pembaca atau khususnya kepada
penulis Buku yang saya resensi ini,semoga buku yang saya resensi dapat berguna.

14