UJI INHIBISI KOROSI PADA BAJA LUNAK MENGGUNAKAN EKSTRAK SENYAWA TANIN DARI DAUN KETAPANG (Terminalia catappa L) DALAM LARUTAN GARAM THE INHIBITION COROSSION TEST OF SOFT STEEL USING A COMPOUND TANNIN EXTRACT FROM THE LEAVES OF KETAPANG (Terminalia catappa

(1)

ABSTRACT

THE INHIBITION COROSSION TEST OF SOFT STEEL USING A COMPOUND TANNIN EXTRACT FROM THE LEAVES OF KETAPANG

(Terminalia catappa L) IN BRINE SOLUTION By

Arif Ashari

Terminalia catappa is a tropical native plants of the family combretaceae are widely found in Indonesia, especially in the area of Lampung. High concentration of tannin found in almost every part of a plant ketapang, includes parts leaves. Tannin can be used as corrosion inhibitors are safe and environmentally friendly. Research is aimed for extracting compound tannin of leaves ketapang use solvent ethanol and examine influence the addition of inhibitor compound tannin of an extract leaves ketapang to lower the rate of corrosion. Two hundred grams of leaves ketapang macerated ethanol, with a solvent then extracted using diluent n-heksana. Filtrat of each solvent tested phytochemical use FeCl3 and solution of gelatin to know the presence of a compound tanin in filtrat. Identification of a compound of tannin done by using spectrofotometer IR and Uv-Vis. Next test the corrosion uses the method weight loss and potensiometry. Analysis morphology surface samples soft steel and analysis chemical composition soft steel using Scanning Electron Microscope - Energy Dispersive X-Ray Spectroscopy (SEM-EDS). The results showed that the inhibitor concentration 50% v/v is the optimum concentration of inhibitors in the process of inhibiting corrosion soft steel in the brine solution with percent protection of inhibition 90,48% for methods weight loss with variation of time 72 hours and 1,83 % for methods potensiometry.


(2)

ABSTRAK

UJI INHIBISI KOROSI PADA BAJA LUNAK MENGGUNAKAN EKSTRAK SENYAWA TANIN DARI DAUN KETAPANG

(Terminalia catappa L) DALAM LARUTAN GARAM Oleh

Arif Ashari

Tumbuhan ketapang merupakan tumbuhan tropis dari famili combretaceae yang banyak ditemui di Indonesia khususnya di daerah Lampung. Konsentrasi tanin yang tinggi ditemukan dihampir setiap bagian dari tumbuhan ketapang, termasuk bagian daun.Tanin dapat digunakan sebagai inhibitor korosi yang aman dan ramah lingkungan. Penelitian ini bertujuan untuk mengekstraksi senyawa tanin dari daun ketapang menggunakan pelarut etanol serta mengkaji pengaruh penambahan inhibitor senyawa tanin dari ekstrak daun ketapang untuk menurunkan laju korosi. Sebanyak 200 gram serbuk daun ketapang dimaserasi dengan pelarut etanol, kemudian diekstraksi menggunakan pelarut n-heksana. Filtrat dari masing-masing pelarut diuji fitokimia menggunakan FeCl3 dan larutan gelatin untuk mengetahui adanya senyawa tanin pada filtrat. Identifikasi senyawa tanin dilakukan menggunakan spektrofotometer IR dan UV-Vis. Selanjutnya dilakukan uji korosi menggunakan metode weight loss dan potensiometri. Analisis morfologi

permukaan sampel baja lunak serta analisis komposisi kimia baja lunak dikerjakan menggunakan Scanning Electron Microscope - Energy Dispersive X-Ray Spectroscopy (SEM-EDS). Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi

larutan inhibitor 50% v/v merupakan konsentrasi inhibitor optimum dalam menghambat proses korosi baja lunak dalam larutan garam, dengan persen proteksi inhibisi sebesar 90,48% pada uji korosi menggunakan metode weight loss

dengan variasi waktu 72 jam dan 1,83% pada uji korosi menggunakan metode potensiometri.


(3)

(4)

UJI INHIBISI KOROSI PADA BAJA LUNAK MENGGUNAKAN EKSTRAK SENYAWA TANIN DARI DAUN KETAPANG

(Terminalia catappa L) DALAM LARUTAN GARAM Oleh

ARIF ASHARI Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar SARJANA SAINS

Pada Jurusan Kimia

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2013


(5)

UJI INHIBISI KOROSI PADA BAJA LUNAK MENGGUNAKAN EKSTRAK SENYAWA TANIN DARI DAUN KETAPANG (Terminalia

catappa L) DALAM LARUTAN GARAM (Skripsi)

Oleh Arif Ashari

JURUSAN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS LAMPUNG


(6)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Terminalia catappa L ... 5

2. Struktur inti tanin (Robinson,1995 dalam Sa’dah 2010) ... 7

3. Struktur sorghum procyanidin... 10

4. Struktur asam galat (Hagerman, 2002) ... 11

5. Struktur galotanin (Hagerman, 2002) ... 11

6. Struktur HHDP ... 12

7. Mekanisme proteksi (Haryono dkk, 2010) ... 21

8. Serbuk daun ketapang ... 36

9. Filtrat hasil pemekatan ... 38

10.Hasil ekstraksi dengan n-heksana ... 38

11.Reaksi antara tanin dengan FeCl3 (Sa’adah, 2010) ... 39

12.Uji kualitatif menggunakan FeCl3 ... 40

13.Reaksi antara tanin dengan gelatin (Leemensand, 1991 dalam Sa’dah 2010) ... 41

14.Uji kualitatif menggunakan gelatin ... 42

15.Spektrum ultraungu-tampak fraksi etanol ... 43

16.Spektrum ultraungu tanin terkondensasi yang diisolasi dari kulit tumbuhan canola ... 43

17.Spektrum IR fraksi etanol ... 45

18.Grafik hubungan antara laju korosi dengan konsentrasi inhibitor % v/v dan hubungan antara persen proteksi dengan konsentrasi inhibitor %v/v ... 48

19.Hubungan antara arus katodik atau anodik dengan potensial menggunakan variasi konsentrasi ... 51

20.Hasil SEM untuk sampel logam baja lunak ... 53

21.Spektrum EDS baja lunak tanpa inhibitor (blangko) ... 54

22.Spektrum EDS baja lunak dengan konsentrasi inhibitor 50% ... 55

23.Mekanisme korosi akibat CO2 (diadaptasi dari Fosbol, Carbon Dioxide Corrosion) ... 57

24. Mekanisme pembentukan FeCO3 (diadaptasi dari Fosbol, Carbon Dioxide Corrosion) ... 58


(7)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR TABEL ... iii

DAFTAR GAMBAR ... iv

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan Penelitian ... 3

1.3 Manfaat Penelitian ... 3

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Ketapang (Terminalia Catappa L) ... 4

2.1.1 Botani Tanaman Ketapang ... 4

2.1.2 Kandungan Kimia dari Daun Ketapang ... 5

2.1.3 Kegunaan Daun Ketapang ... 5

2.2 Tanin ... 6

2.2.1 Definisi Tanin... 6

2.2.2 Sifat-sifat Tanin ... 7

2.2.3 Kegunaan Tanin ... 8

2.2.4 Penggolongan Tanin... 9

2.2.5 Ekstraksi Senyawa Tanin ... 12

2.2.6 Uji Fitokimia ... 14

2.2.7 Identifikasi Senyawa Tanin ... 14

2.3 Korosi ... 17

2.3.1 Inhibitor Korosi dan Jenisnya ... 18

2.3.2 Inhibitor Organik ... 18

2.3.3 Inhibitor Hijau (Green Inhibitor) ... 19

2.4 Metode Analisis Korosi ... 21

2.4.1 Gravimetri (Kehilangan Berat) ... 21

2.4.2 Polarisasi Potensiodinamik ... 22

2.4.3 Scanning Electron Microscope (SEM) dan Energy Dispersive X-ray Spectrometry (EDS) ... 25


(8)

BAB III. METODE PENELITIAN

3.1 Pelaksanaan Penelitian ... 27

3.2 Alat dan Bahan penelitian ... 27

3.3 Prosedur Penelitian... 28

3.3.1 Pengumpulan dan Persiapan Sampel ... 28

3.3.2 Ekstraksi Tanin dengan Metode Maserasi ... 29

3.3.3 Uji Fitokimia ... 29

3.3.4 Identifikasi Senyawa Tanin dengan Spektrofotometer IR dan Uv-Vis ... 29

3.3.5 Persiapan Spesimen Baja Lunak ... 29

3.3.6 Pembuatan Medium Korosif ... 30

3.3.7 Pembuatan Larutan Inhibitor... 30

3.3.8 Pengujian Sampel ... 30

3.3.9 Analisis Laju Korosi ... 31

3.3.10 Analisis Permukaan ... 35

BAB IV. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Persiapan Sampel ... 36

4.2 Ekstraksi Tanin dengan Metode Maserasi ... 37

4.3 Uji Fitokimia ... 39

4.4 Identifikasi Senyawa Tanin ... 42

4.4.1 Identifikasi dengan Spektrofotometri Uv-Vis ... 42

4.4.2 Identifikasi dengan Spektrofotometri IR ... 44

4.5 Uji Korosi ... 46

4.6.1 Pengujian Laju Korosi dengan Metode Kehilangan Berat (Weight Loss) ... 46

4.6.2 Metode Potensiodinamik Polarisasi ... 49

4.6 Analisis Menggunakan Scanning Electron Microscopy (SEM) dan Energy Dispersive X-Ray Spectroscopy (EDS) ... 53

4.7 Mekanisme Proteksi Inhibisi Tanin terhadap Korosi ... 56

BAB V. KESIMPULAN 5.1 SIMPULAN ... 60

5.2 SARAN ... 61 DAFTAR PUSTAKA


(9)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Karakteristik frekuensi uluran beberapa gugus fungsi ... 16

2. Data hasil uji korosi baja lunak selama 24 jam ... 47

3. Data hasil uji korosi baja lunak selama 48 jam ... 47

4. Data hasil uji korosi baja lunak selama 72 jam ... 47

5. Nilai persen proteksi dengan dan tanpa inhibitor ekstrak tanin ... 50

6. Kompoisi baja lunak tanpa inhibitor (blangko) ... 54


(10)

MENGESAHKAN

1. Tim Penguji

Ketua : Dr. Suripto Dwi Yuwono, M.T. ………

Anggota I : Dr. Hardoko Insan Qudus, M.S. ………

Anggota II : Andi Setiawan, Ph.D. ………

2. Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Prof. Suharso, Ph.D. NIP 196905301995121001


(11)

Judul Skripsi : Uji Inhibisi Korosi pada Baja Lunak Menggunakan Ekstrak Senyawa Tanin dari Daun Ketapang (Terminalia catappa L) dalam Larutan Garam

Nama : Arif Ashari NPM : 0817011003 Jurusan : Kimia S1

Fakultas : Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam

MENYETUJUI

Pembimbing Ketua Jurusan

Dr. Suripto Dwi Yuwono, M.T. Andi Setiawan, Ph.D. NIP. 197412111998022002 NIP.195809221988111001


(12)

Motto

Bahagia bukan berasal dari apa yang kita miliki, bukan pula

berasal dari siapa diri kita namun bahagia berasal dari pikiran

dan hati.

_Arif Ashari_

Salah satu kepuasan paling besar dalam hidup adalah

mengatasi masalah secara efisien dan baik

_Kutipan_

Sakit dalam perjuangan itu hanya sementara.Bisa jadi dalam

semenit, sejam, sehari, atau setahun. Namun jika menyerah,

rasa sakit itu akan terasa selamanya

.


(13)

Kupersembahkan karya sederhana ini kepada :

ALLAH S.W.T

Kedua orang tuaku,

Bapak dan Ibu yang telah memberikan kasih dan sayang dan cintanya

dalam semangat dan doa-doa indah untukku

Adikku Tersayang

Agung Ansori

Keponakan-keponakanku tercinta

Arsi, Lia, Dwi, Zulfan, Fairuz, Upa, Bagas,

Dian, Intan dan Rahma

Seluruh sahabat terbaikku

Seseorang yang akan mendampingiku kelak

Almamater tercinta


(14)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Tanjung Inten, pada tanggal 10 September 1991, sebagai anak pertama dari dua bersaudara, putra dari Bapak H. Tarmidi dan Ibu Siti Khasanah.

Jenjang pendidikan diawali dari Sekolah Dasar (SD) di SDN 2 Tanjung Inten, diselesaikan pada tahun 2002. Sekolah Menengah Pertama (SMP) di SMPN 1 Purbolinggo Lampung Timur diselesaikan pada tahun 2005, dan Sekolah Menengah Atas (SMA) di MAN 1 Metro, diselesaikan pada tahun 2008. Tahun 2008, penulis terdaftar sebagai Mahasiswa Jurusan Kimia FMIPA Unila melalui jalur PKAB (Penerimaan Kemampuan Akademik dan Bakat).

Pada bulan Juni-Juli 2011, penulis melaksanakan KKN (Kuliah Kerja Nyata) di Desa Daya Asri Kecamatan Tumijajar Kabupaten Tulang Bawang Barat. Penulis juga aktif di Himpunan Mahasiswa Kimia (HIMAKI) FMIPA Unila sebagai anggota Kader Muda Himaki (KAMI) kepengurusan 2008/2009.


(15)

SANWACANA

Assalamualaikum Wr.Wb.

Puji syukur kehadirat ALLAH SWT, atas segala rahmat dan hidayah-Nya yang telah memudahkan dan menerangi jalan pikiran penulis dalam menyusun skripsi. yang berjudul "Uji Inhibisi Korosi pada Baja Lunak Menggunakan Ekstrak Senyawa Tanin dari Daun Ketapang (Terminalia catappa L) dalam Larutan Garam". Adapun penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Sains pada Jurusan Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Lampung.

Penulisan dan penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan, dorongan, semangat, bimbingan dan do’a dari berbagai pihak yang terkait. Oleh karena itu, dalam hal ini penulis menyampaikan terima kasih kepada:

1. Bapak Suripto Dwi Yuwono, M.Si., selaku pembimbing I penelitian yang telah banyak memberikan nasihat, saran, ilmu, motivasi, perhatian, serta kesabaran dalam membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi ini dan selama menjadi mahasiswa.

2. Bapak Dr. Hardoko Insan Qudus, M.S., selaku penguji I penelitian yang telah memberikan kritik, saran, dan arahan yang diberikan kepada penulis sehingga skripsi ini terselesaikan dengan baik.


(16)

3. Bapak Andi Setiawan, Ph.D., selaku penguji II penelitian yang telah

memberikan semangat, kritik, saran, dan arahan kepada penulis sehingga skripsi ini terselesaikan dengan baik.

4. Bapak Syaiful Bahri, M.Si., atas bimbingan, ilmu, bantuan dan nasehat sehingga skripsi ini terselesaikan dengan baik.

5. Dr. Buhani, M.Si., selaku Pembimbing Akademik atas kesediaannya untuk

memberikan bimbingan, bantuan, nasehat, dan informasi yang bermanfaat kepada penulis.

6. Bapak Prof. Suharso, Ph.D., selaku Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.

7. Seluruh dosen FMIPA Unila yang telah mendidik dan memberikan ilmu pengetahuan yang sangat berguna kepada penulis selama kuliah.

8. Kedua orang tuaku yang sangat kucintai. Bapak H. Tarmidi yang selalu menjadi inspirasi dan semangat dalam segala hal. Terima kasih bapak atas doamu yang tak putus dan segala bentuk pengorbananmu. Ibu Siti Khasanah yang selalu memberikan kasih sayang, sabar mengahadapi aku dan selalu mendoakanku setiap waktu. Terima kasih ibu atas nasehat dan doa yang tak henti kau panjatkan untukku. Dengan tulus dan rendah hati kuucapkan terima kasih banyak atas segala hal terbaik dan semua yang telah diberikan kepadaku serta bentuk pengorbananmu.

9. Adikku yang sangat kusayangi Agung Ansori terima kasih atas doa, dukungan dan selalu jadi penyemangatku.


(17)

10. Teman-teman seperjuangan penelitian di Lab organik: Retno Dwi Palupi, S.Si., Dendiko Pratangga dan Nurjanah. Terimakasih telah menjadi teman yang mau membantuku. Tetep semangat ya teman.

11. Teman-teman satu angkatanku : Dewi Kartika Sari, S.Si., Siti Oktavia Rumapea S.Si., Ayu, M.Amin, M. Ramdan S.Si., Puji Mugianto S.Si., TB. Didi Supriadi, Eko, Majid, Sobari, Idrus, Ruzky, Mychel, Miftahudin Ramli S.Si., Sundari Riawati S.Si., Ni Putu Yuliastiani S.Si., Harnita, Kiki, Sofa Nurfauziah S.Si, Ricardo Simarmata S.Si., Novia, Adek Purnawati S.Si, Vivi, Ani Sulistiani S.Si, Elianasari S.Si., Rudi, Putri Febriani S.Si., Miftasani S.Si., Musrifatun S.Si, Dewa Putu S.Si., Robby, Nanda, terima kasih teman atas dukungan, kebersamaan selama ini, keceriaan kalian disetiap hari-hariku, aku sangat bersyukur mengenal kalian. Sukses untuk kita semua.

12. Kakak-kakak Kimia 2005, 2006, 2007, dan adik-adik kimia 2009, 2010, 2011 dan 2012 FMIPA Unila terima kasih atas segala dukungannya.

13. Teman-teman kosan Srisedono Agung, Arnold, Giring, Deni, Ihwan, Siswan, Sandi, Imam, Putu, Rehan, Ari, Teguh, Heru, Mas Adit dan Toro. Terima kasih atas kebersamaan dan keceriaan yang sudah kita lewati.

14. Semua pihak yang telah membantu dan mendukung penulis dalam penyusunan skripsi ini. Terima kasih.


(18)

Akhir kata, Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Penulis berharap semoga skripsi yang sederhana ini dapat berguna bagi kita semua. Amin

Bandar Lampung, April 2013 Penulis


(19)

1

I. PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Baru-baru ini banyak dikembangkan green inhibitor (inhibitor ramah lingkungan)

untuk mengatasi masalah korosi pada logam. Hal ini disebabkan green inhibitor

bersifat non-toksik, murah, sudah tersedia di alam, mudah diperbaharui dan tidak merusak lingkungan. Green inhibitor ini berasal dari tumbuh-tumbuhan atau

biji-bijian. Tumbuh-tumbuhan yang dapat digunakan biasanya mengandung senyawa organik seperti : tanin, asam-asam organik maupun asam-asam amino, dan alkaloid yang diketahui mempunyai kemampuan menghambat korosi (Oguzie, 2007).

Kemampuan senyawa organik dalam menghambat laju korosi disebabkan karena senyawa organik mengandung atom N, P, O dan S yang memiliki pasangan elektron bebas yang dapat berikatan dengan muatan positif logam, sehingga terjadi adsorpsi antara permukaan logam dengan inhibitor. Adsorpsi ini akan membentuk lapisan pelindung pada logam akibat adanya fisisorpsi atau akan membentuk khelat pembatas yang tak larut akibat adanya kemisorpsi, yang menghindarkan logam kontak langsung dengan media korosif (Zhang et.al.,


(20)

2

Senyawa tanin yang ada dalam green inhibitor telah teruji efektivitasnya dalam

menghambat korosi. Salah satunya dilakukan oleh Hermawan dan Ilim (2008) dengan menggunakan ekstrak buah pinang sebagai inhibitor korosi baja lunak dalam medium air laut buatan yang jenuh dengan gas CO2 secara gravimetri. Hasil pengujian menunjukkan bahwa ekstrak buah pinang dengan konsentrasi 100 ppm dapat memproteksi korosi sebesar 85,28 %.

Senyawa tanin dapat ditemukan pada beberapa jenis tumbuhan, salah satunya tumbuhan ketapang (Terminalia Catappa L). Tumbuhan ketapang merupakan

tumbuhan tropis yang banyak ditemui di Indonesia khususnya di daerah

Lampung. Menurut Howell (2004), tumbuhan bermarga terminalia ini memiliki kandungan tanin terhidrolisis dengan konsentrasi tinggi.

Senyawa tanin dalam tumbuhan ketapang dapat diekstraksi menggunakan metode maserasi. Penggunaan pelarut pada proses maserasi senyawa tanin sangatlah berpengaruh terhadap kadar tanin yang dihasilkan. Pada percobaan yang dilakukan oleh Rumokoi (1992), diperoleh hasil bahwa tanin dari buah pinang menggunakan pelarut alkohol menghasilkan tanin yang lebih banyak dibanding dengan menggunakan pelarut air.

Berdasarkan uraian latar belakang tersebut maka perlu dilakukan suatu penelitian untuk mengekstraksi senyawa tanin dari daun ketapang menggunakan pelarut etanol dan mengetahui pengaruh penambahan inhibitor senyawa tanin dari ekstrak daun ketapang dalam menurunkan laju korosi baja dalam larutan garam.


(21)

3

1.2Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Mengekstraksi senyawa tanin dari daun ketapang menggunakan pelarut etanol. b. Mengetahui pengaruh penambahan inhibitor senyawa tanin dari ekstrak daun

ketapang dalam menurunkan laju korosi baja dalam larutan garam.

1.3 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat membawa manfaat sebagai berikut:

a. Perluasan dan peningkatan nilai guna tanaman ketapang, khususnya pada bagian daun dengan kemampuannya sebagai inhibitor korosi yang efektif. b. Mendorong penelitian-penilitian lain tentang inhibitor organik berbahan baku


(22)

4

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1Tanaman Ketapang (Terminalia catappa L) 2.1.1 Botani Tanaman Ketapang

Ketapang adalah pohon yang umumnya tumbuh di daerah tropis dan subtropis. Menurur Heyne (1987) dalam Sa’adah (2010) tanaman ketapang dalam sistematik tumbuhan (taksonomi) diklasifikasikan sebagai berikut :

Divisio : Magnoliophyta Subdivisio : Magnoliophytina Kelas : Rosopsida Subkelas : Myrtales Bangsa : Combretaceae Marga : Terminalia

Jenis : Terminalia catappa L

Lemmens dan Soedjipto (1999), mendeskripsikan Tanaman Ketapang (Terminalia catappa L) sebagai berikut :

Batang : Batangnya memiliki diameter sampai 1,5 m, cabang panjang dan mendatar


(23)

5

Bunga : Berukuran sangat kecil, berwarna putih dan tidak bermahkota

Buah : Berbentuk bulat telur, waktu muda berwarna hijau dan setelah matang berwarna merah

Gambar daun ketapang (Terminalia catappa L) disajikan pada Gambar 1.

Gambar 1. Terminalia catappa L

2.1.2 Kandungan Kimia dari Daun Ketapang

Daun ketapang mengandung flavonoid, saponin, triterpen, diterpen, senyawa fenolik dan tanin (Pauly, 2001). Tumbuhan bermarga terminalia memiliki kandungan tanin terhidrolisis dengan konsentrasi tinggi (Howell, 2004).

2.1.3 Kegunaan Daun Ketapang

Pauly (2001), dalam US Patent menyatakan bahwa ekstrak daun ketapang memiliki berbagai khasiat, antara lain :


(24)

6

1. Sebagai obat luar, ekstrak daun ketapang berkhasiat mengobati : sakit pinggang, kesleo, salah urat, kudis, kista, gatal-gatal, kulit yang terkelupas dan luka bernanah.

2. Sebagai obat dalam, ekstrak daun ketapang berkhasiat mengobati : diare, gangguan pada saluran pencernaan, gangguan pernapasan, menurunkan tekanan darah tinggi, insomnia dan kencing darah.

3. Selain itu ekstrak daun ketapang digunakan dalam bidang kosmetik karena memiliki aktivitas anti UV dan antioksidan.

2.2Tanin

2.2.1 Definisi Tanin

Secara struktural tanin adalah suatu senyawa fenol yang memiliki berat molekul besar yang terdiri dari gugus hidroksi dan beberapa gugus yang bersangkutan seperti karboksil untuk membentuk kompleks kuat yang efektif dengan protein dan beberapa makromolekul (Horvart, 1981). Tanin ditemukan hampir di setiap bagian dari tanaman; kulit kayu, daun, buah, dan akar (Hagerman et.al., 1998).

Tanin dibentuk dengan kondensasi turunan flavan yang ditransportasikan ke jaringan kayu dari tanaman, tanin juga dibentuk dengan polimerisasi unit kuinon (Anonymous, 2005). Struktur inti tanin disajikan pada Gambar 2.


(25)

7

Gambar 2. Struktur inti tanin (Robinson, 1995 dalam Sa’adah 2010)

2.2.2 Sifat-sifat Tanin

Sifat utama tanin tumbuh-tumbuhan tergantung pada gugusan fenolik -OH yang terkandung dalam tanin, dan sifat tersebut secara garis besar dapat diuraikan sebagai berikut:

Secara kimia sifat tanin (Risnasari, 2002) adalah sebagai berikut:

1. Tanin memiliki sifat umum, yaitu memiliki gugus phenol dan bersifat koloid. 2. Semua jenis tanin dapat larut dalam air, metanol, etanol, aseton dan pelarut

organik lainnya. Kelarutannya besar, dan akan bertambah besar apabila dilarutkan dalam air panas.

3. Dengan garam besi memberikan reaksi warna. Reaksi ini digunakan untuk menguji klasifikasi tanin, karena tanin dengan garam besi memberikan warna hijau dan biru kehitaman.

4. Tanin akan terurai menjadi pyrogallol, pyrocatechol dan phloroglucinol bila

dipanaskan sampai suhu (99 -102 oC).


(26)

8

Secara fisik sifat tanin (Risnasari, 2002) adalah sebagai berikut:

1. Umumnya tanin mempunyai berat molekul tinggi dan cenderung mudah dioksidasi menjadi suatu polimer, sebagian besar tanin bentuknya amorf dan tidak mempunyai titik leleh.

2. Tanin berwarna putih kekuning-kuningan sampai coklat terang, tergantung dari sumber tanin tersebut.

3. Tanin berbentuk serbuk atau berlapis-lapis seperti kulit kerang, berbau khas dan mempunyai rasa sepat (astrigent).

4. Warna tanin akan menjadi gelap apabila terkena cahaya langsung atau dibiarkan di udara terbuka.

5. Tanin mempunyai sifat atau daya bakterostatik, fungistatik dan merupakan racun.

2.2.3 Kegunaan Tanin

Kegunaan tanin adalah sebagai berikut:

1. Sebagai pelindung pada tumbuhan pada saat masa pertumbuhan bagian tertentu pada tanaman.

2. Digunakan dalam proses metabolisme pada bagian tertentu tanaman.

3. Tanin juga dipergunakan pada industri pembuatan tinta dan cat karena dapat memberikan warna biru tua atau hijau kehitam-hitaman dengan kombinasi-

kombinasi tertentu.

4. Pada industri minuman tanin juga digunakan untuk pengendapan serat-serat organik pada minuman anggur atau bir.


(27)

9

Dewasa ini banyak penelitian-penelitian yang berusaha mengembangkan manfaat tanin. Seller dan George (2004), Amilia dkk (2002) meneliti manfaat tanin sebagai bahan perekat kayu. Rahim et.al. (2007 dan 2008) menggunakan tanin

sebagai bahan penghambat korosi logam.

2.2.4 Penggolongan Tanin

Secara kimia tanin diklasifikasikan menjadi dua golongan metabolisme, yaitu tanin terkondensasi (proantosianidin) dan tanin terhidrolisis (galotanin) (Howell, 2004). Tanin terkondensasi terdapat di dalam paku-pakuan gimnospermae serta tersebar luas dalam angiospermae, terutama pada jenis tumbuh-tumbuhan

berkayu. Sebaliknya tanin terhidrolisis penyebarannya terbatas pada angiospermae (Harbone, 1987).

2.2.4.1 Tanin terkondensasi

Tanin jenis ini biasanya tidak dapat dihidrolisis. Tanin jenis ini kebanyakan terdiri dari polimer flavonoid yang merupakan senyawa fenol. Nama lain dari tanin ini adalah proantosianidin. Proantosianidin adalah polimer dari flavonoid (Tanner

et.al., 1999). Salah satu contohnya adalah Sorghum procyanidin seperti pada

Gambar 3, senyawa ini merupakan trimer yang tersusun dari (a) epiccatechin dan


(28)

10

(a) epiccatechin (b) catechin

Sorghum Procyanidin

Gambar 3.Struktur sorghum procyanidin

Senyawa ini jika dikondensasi maka akan menghasilkan flavonoid jenis flavan dengan bantuan nukleofil berupa floroglusinol (Hagerman, 2002). Tanin

terkondensasi banyak terdapat dalam paku-pakuan, gymnospermae, dan tersebar luas dalam angiospermae, terutama pada jenis tumbuhan berkayu (Robinson, 1991

dalam Sa’adah 2010).

2.2.4.2 Tanin Terhidrolisis

Tanin ini biasanya berikatan dengan karbohidrat dengan membentuk jembatan oksigen, maka dari itu tanin ini dapat dihidrolisis dengan menggunakan asam


(29)

11

sulfat atau asam klorida (Hagerman, 2002). Tanin terhidrolisis adalah turunan dari asam galat (Tanner et.al., 1999). Struktur asam galat ditunjukkan pada Gambar 4.

Gambar 4. Struktur asam galat (Hagerman, 2002)

Salah satu contoh jenis tanin ini adalah galotanin yang merupakan senyawa gabungan karbohidrat dan asam galat seperti yang terlihat pada Gambar 5.

Gambar 5. Struktur galotanin (Hagerman, 2002)

Selain membentuk galotanin, dua asam galat akan membentuk tanin terhidrolisis yang disebut elagitanin. Elagitanin sederhana disebut juga ester asam

hexahydroxydiphenic (HHDP) (Hagerman, 2002). Senyawa ini dapat terpecah


(30)

12

Gambar 6. Struktur HHDP

Tanin terhidrolisis biasanya berupa senyawa amorf, higroskopis, dan berwarna coklat kuning yang larut dalam air (terutama air panas) membentuk larutan koloid bukan larutan sebenarnya (Harborne, 1996).

2.2.5 Ekstraksi Senyawa Tanin

Ekstraksi merupakan proses pemisahan suatu zat berdasarkan perbedaan

kelarutannya terhadap dua cairan tidak saling larut yang berbeda (Rahayu, 2009). Pemilihan metode ekstraksi bergantung pada tekstur dan kandungan air bahan tumbuhan yang diekstraksi dan pada jenis senyawa yang akan diisolasi (Harborne, 1984). Tanin merupakan senyawa polar dengan gugus hidroksi, sehingga untuk mengekstraksinya diperlukan senyawa-senyawa polar seperti air, etanol dan aseton. Senyawa non polar yang tidak dapat melarutkannya adalah karbon tetraklorida dan dietil eter sehingga dapat digunakan untuk melarutkan pengotor dan diperoleh tanin yang lebih murni.


(31)

13

Pengekstraksi tanin yang baik adalah campuran air dengan pelarut organik

misalnya metanol, etanol dan aseton berair (7:3) yang mengandung asam askorbat 0,1%. Penambahan asam askorbat dalam pelarut aseton adalah untuk

meminimumkan oksidasi tanin selama ekstraksi. Hal ini disebabkan oksidator akan bereaksi terlebih dahulu dengan asam askorbat yang lebih mudah teroksidasi (Abdurrohman, 1998).

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah ekstraksi maserasi. Maserasi adalah salah satu metode pemisahan senyawa dengan cara perendaman

menggunakan pelarut organik pada temperatur ruangan. Proses ekstraksi ini tidak dilakukan dengan metode soxhlet karena dikhawatirkan ada golongan senyawa tanin yang tidak tahan panas, selain itu senyawa tanin mudah teroksidasi pada suhu yang tinggi yaitu 98,89-101,67 oC.

Proses maserasi sangat menguntungkan dalam isolasi senyawa bahan alam karena selain murah dan mudah dilakukan, dengan perendaman sampel tumbuhan akan terjadi pemecahan dinding dan membran sel akibat perbedaan tekanan antara di dalam dan di luar sel, sehingga metabolit sekunder yang ada dalam sitoplasma akan terlarut dalam pelarut. Pelarut yang mengalir ke dalam sel dapat

menyebabkan protoplasma membengkak dan bahan kandungan sel akan larut sesuai dengan kelarutannya (Lenny, 2006).


(32)

14

2.2.6 Uji Fitokimia

Uji tanin yang paling dikenal adalah pengendapan gelatinnya. Larutan tanin ditambahkan ke dalam larutan gelatin 0,5% yang volumenya sama. Semua tanin menimbulkan endapan sedikit atau banyak. Soebagio (2007) menguji tanin dari Ekstrak umbi bawang merah dengan melarutkan sedikit aquades kemudian dipanaskan di atas pemanas air lalu diteteskan dengan larutan gelatin 1% (1:1). Hasil positifnya yaitu terbentuknya endapan putih.

Protoantosianidin dapat dideteksi langsung dalam jaringan tumbuhan hijau dengan mencelupkan sampel kedalam HCl 2M mendidih selama setengah jam. Bila terbentuk warna merah yang dapat diekstraksi dengan amil atau butil alkohol maka ini merupakan bukti adanya senyawa tersebut (Harborne, 1987). Tanin terhidrolisis dan terkondensasi menunjukkan reaksi yang berbeda dalam larutan garam Fe (III), tanin terkondensasi meghasilkan warna hijau kehitaman sedangkan tanin terhidrolisis menghasilkan warna biru kehitaman (Widowati, 2006).

2.2.6 Identifikasi Senyawa Tanin

2.2.6.1 Identifikasi Senyawa Tanin dengan Spektrofotometri UV-Vis Spektrofotometri UV-Vis adalah anggota teknik analisis spektroskopik yang memakai sumber radiasi elektromagnetik ultraviolet dekat (190-380 nm) dan sinar tampak (380-780 nm) dengan memakai instrumen spektrofotometer (Mulya dan Suharman, 1995). Absorpsi cahaya UV-Vis mengakibatkan transisi elektron, yaitu


(33)

15

promosi elektron-elektron dari orbital keadaan dasar ke orbital keadaan tereksitasi (Fessenden, 1986).

Analisis dengan spektrofotometri UV-Vis selalu melibatkan pembacaan absorbansi radiasi elektromagnetik oleh molekul atau radiasi elektromagnetik yang diteruskan. Absorpsi energi direkam sebagai absorbansi. Berdasarkan persamaan Beer-Lambert yang merupakan hukum dasar analisis kuantitatif spektrofotometri UV-Vis, menyatakan absorban zat terlarut adalah proporsional dengan konsentrasi sebagai :

Berdasarkan persamaan (1) menyatakan A adalah absorbansi, Io adalah intensitas

radiasi yang datang, I adalah intensitas radiasi yang diteruskan, ε adalah ekstingsi

molar (L.mol-1.cm-1 ), c adalah konsentrasi (mol.L-1), dan b adalah tebal kuvet (cm) (Mulya dan Suharman, 1995; Fessenden & Fessenden, 1986). Pelarut-pelarut yang digunakan dalam spektrofotometri harus dapat melarutkan cuplikan dan meneruskan radiasi dalam daerah panjang gelombang yang sedang dipelajari (Sastrohamidjojo, 2007 dalam Sa’adah 2010).

2.2.6.2 Identifikasi Senyawa Tanin dengan Spektrofotometri Inframerah (IR) Pada spektrofotometri inframerah (IR), senyawa organik akan menyerap berbagai frekuensi radiasi elektromagnetik inframerah. Molekul-molekul senyawa akan menyerap sebagian atau seluruh radiasinya. Penyerapan ini berhubungan dengan adanya sejumlah vibrasi yang terkuantisasi dari atom-atom yang berikatan secara


(34)

16

kovalen pada molekul-molekul itu. Penyerapan ini juga berhubungan dengan adanya perubahan momen dipol dari ikatan kovalen pada waktu terjadinya vibrasi (Supriyanto, 1999).

Pada pengukuran senyawa organik, lazimnya digunakan daerah 650-4000 cm-1. Daerah dibawah frekuensi 650 cm-1 dinamakan daerah inframerah jauh dan daerah di atas frekuensi 4000 cm-1 dinamakan inframerah dekat. Daerah antara 1400-4000 cm-1 merupakan daerah khusus yang berguna untuk identifikasi gugus fungsional. Daerah ini menunjukkan absorpsi yang disebabkan oleh vibrasi uluran. Daerah antara 1400-700 cm-1 seringkali sangat rumit karena menunjukkan absorpsi yang disebabkan oleh vibrasi uluran dan tekukan (Fessenden dan

Fessenden, 1999). Karakteristik frekuensi uluran beberapa gugus molekul ditunjukkan pada Tabel 1.

Tabel 1. Karakteristik frekuensi uluran beberapa gugus fungsi

Gugus Serapan (cm-1) Gugus Serapan(cm-1)

OH 3600

CH2

2930 2860 1470

NH2 3400

CH 3300

H

Ar 3060 C O 1200-1000

CH2

3030 2870 1460 1375

C C 1650


(35)

17

C N 1200-1000 C C 1200-1000

C O 1750-1600

Sumber : Banwell (1994).

Pada analisis IR tanin standar, puncak utama yang dikenali adalah 768 cm-1, 782 cm-1, 794,5 cm-1, 822 cm-1, 1062 cm-1, 1110 cm-1, 1202 cm-1, 1250 cm-1, 1284 cm-1, 1350 cm-1, 1450 cm-1, 1520 cm-1, 1620 cm-1 dan 3423 cm-1. Senyawa tanin jika dianalisis dengan spektrofotometri inframerah akan mempunyai serapan yang spesifik, yaitu serapan di daerah frekuensi 3150-3050 cm-1 dengan intensitas tajam akibat rentangan C-H aromatik, serapan lebar pada 3500-3200 cm-1 akibat rentangan O-H, C=O keton pada 1725-1705 cm-1 dan C-O eter pada 1300-1000 cm-1 (Sastrohamidjojo, 2007 dalam Sa’adah 2010).

2.3 Korosi

Korosi logam didefinisikan sebagai peristiwa kerusakan atau penurunan mutu suatu logam akibat berinteraksi dengan lingkungan korosif (Dalimunthe, 2004). Banyak cara yang dapat dilakukan untuk mencegah proses korosi, diantaranya adalah pelapisan pada permukaan logam, perlindungan katodik, penambahan inhibitor korosi dan lain-lain. Penggunaan inhibitor korosi merupakan cara yang paling efektif untuk mencegah korosi, karena dalam penggunaannya memerlukan biaya yang relatif murah dan prosesnya sederhana (Hermawan dan Ilim, 2008)


(36)

18

2.3.1 Inhibitor Korosi dan Jenisnya

Inhibitor korosi merupakan substansi yang ditambahkan dalam konsentrasi kecil ke dalam media korosif dengan menurunkan atau mencegah reaksi logam dengan media. Inhibitor pada korosi logam jenisnya ada dua, yaitu anorganik dan organik. Fosfat, kromat, dikromat, silikat, borat, tungstat, molibdat dan arsenat adalah beberapa senyawa anorganik yang digunakan sebagai inhibitor pada korosi logam. Inhibitor anorganik bersifat sebagai inhibitor anodik karena inhibitor ini memiliki gugus aktif, yaitu anion negatif, yang berguna untuk mengurangi korosi (Wiston, 2000).

2.3.2 Inhibitor Organik

Dari penelitian yang dilakukan Stupnisek et.al. (2002), inhibitor korosi logam

yang paling efektif adalah senyawa-senyawa organik. Hal ini disebabkan karena senyawa organik memiliki pasangan elektron bebas pada rantai karbonnya atau pada sistem rantai aromatiknya yang dapat berikatan dengan muatan positif logam, sehingga terjadi adsorpsi antara permukaan logam dengan inhibitor. Adsorpsi ini akan membentuk lapisan pelindung pada logam akibat adanya fisisorpsi atau akan membentuk khelat pembatas yang tak larut akibat adanya kemisorpsi, yang menghindarkan logam kontak langsung dengan media korosif (Zhang et.al., 2004).

Inhibitor organik diklasifikasikan dalam dua jenis, yaitu sintetik dan alami. Inhibitor sintetik seringkali digunakan dalam menghambat laju korosi logam, namun inhibitor ini selain mahal juga ternyata berbahaya bagi manusia dan


(37)

19

lingkungan karena bersifat toksik. Oleh karena itu saat ini sedang dikembangkan

green inhibitor (inhibitor yang ramah lingkungan) yang bersifat non-toksik,

murah, sudah tersedia di alam, mudah diperbaharui dan tidak merusak lingkungan (El-Etre and Abdallah, 2000).

2.3.3 Inhibitor Hijau (Green inhibitor)

Inhibitor hijau (Green inhibitor) adalah biodegradable dan tidak mengandung

logam berat atau senyawa beracun lainnya. Green inhibitor ini berasal dari

tumbuh-tumbuhan atau biji-bijian. Tumbuh-tumbuhan yang digunakan biasanya yang mengandung tanin, asam-asam organik maupun asam-asam amino, dan alkaloid yang diketahui mempunyai kemampuan menghambat korosi (Oguzie, 2007). Green inhibitor dari tumbuhan, yang sering digunakan biasanya berbentuk

ekstrak. Bentuk ekstrak mempunyai beberapa kelebihan, diantaranya adalah mudah didapatkan dari bagian-bagian tanaman seperti biji, kulit dan batang. Selain itu juga, di dalam ekstrak selalu terkandung lebih dari satu produk organik sehingga akan memperkuat inhibisi korosi (El-Rosary et.al., 1972).

Beberapa penelitian tentang penggunaan green inhibitor dalam studi inhibisi

korosi telah dilakukan, contohnya Ekstrak Azadirachta indica digunakan sebagai

inhibitor yang ramah lingkungan pada korosi baja lunak dalam media NaCl 3 %, dan memberikan hasil yang efektif yaitu efisiensinya sebesar 98 % (Quraishi

et.al., 1999). Ekstrak Lawsonia, yang berasal dari daun lawsonia (henna) pernah


(38)

20

tertinggi yang dihasilkan oleh ekstrak ini adalah sebesar 91,01 % pada konsentrasi 800 ppm (El-Etre et.al., 2005).

Mekanisme Proteksi dengan Green Inhibitor

Pada mekanisme proteksi dengan menggunakan ekstrak bahan alam terhadap besi atau baja dari serangan korosi, reaksi yang terjadi yaitu antara logam Fe2+ dengan medium korosif air laut yang mengandung ion-ion klorida yang terurai dari NaCl, MgCl2, KCl bereaksi dengan Fe dan diperkirakan menghasilkan FeCl2. Jika ion klorida yang bereaksi semakin besar, maka FeCl2 yang terbentuk juga akan semakin besar, seperti tertulis dalam reaksi berikut :

NaCl → Na+ + Cl -MgCl2 → Mg2 + 2Cl

-KCl → K+ + Cl

-Ion klorida pada reaksi diatas akan menyerang ion besi (Fe2+) sehingga besi akan terkorosi menjadi :

2Cl- + Fe2+→ FeCl2

Dan reaksi antara Fe2+ dengan inhibitor ekstrak bahan alam menghasilkan senyawa kompleks. Inhibitor ekstrak bahan alam, misalnya yang mengandung nitrogen, mendonorkan sepasang elektronnya pada permukaan logam mild steel

ketika ion Fe2+ terdifusi ke dalam larutan elektrolit, reaksinya adalah:

Fe → Fe2+ + 2e- (melepaskan elektron) Fe2+ + 2e-→ Fe (menerima elektron)


(39)

21

Gambar 7. Mekanisme proteksi (Haryono dkk, 2010)

Produk yang terbentuk di atas mempunyai kestabilan yang tinggi dibanding dengan Fe saja, sehingga sampel besi atau baja yang diberikan inhibitor ekstrak bahan alam akan lebih tahan (terproteksi) terhadap korosi. Contoh lainnya, dapat juga dilihat dari struktur senyawa nikotin dan kafein yang terdapat dalam ekstrak daun tembakau, teh, dan kopi, dimana kafein dan nikotin yang mengandung gugus atom nitrogen akan menyumbangkan pasangan elektron bebasnya untuk

mendonorkan elektron pada logam Fe2+ sehingga terbentuk senyawa kompleks dengan mekanisme yang sama.

2.4 Metode Analisis Korosi

2.4.1 Gravimetri (Kehilangan Berat)

Metode gravimetri merupakan suatu analisis kuantitatif yang bergantung pada proses penimbangan. Metode ini menunjukkan plot antara laju korosi terhadap waktu perendaman yang merupakan persentasi inhibitor serta urutan kemampuan masing-masing inhibitor ketika terserang pada permukaan logam. Data yang diperoleh selanjutnya digunakan untuk menghitung kehilangan berat dengan menggunakan persamaan berikut.


(40)

22

C 10 t 1 3 t ... (1)

Dimana :

CR = laju korosi (mmpy)

Wt = berat (gram) yaitu selisih berat awal dengan berat akhir A = luas sampel (cm2)

D = density (gram/cm3) t = waktu perendaman

Efisiensi inhibisi dapat dihitung dengan persamaan berikut (Widharto, 2004).

I ( ) 0- i

0 100 ... (2)

Dimana :

R0 : laju korosi tanpa adanya inhibitor Ri : laju korosi dengan adanya inhibitor

2.4.2 Polarisasi Potensiodinamik

Polarisasi Potensiodinamik adalah metode untuk menentukan perilaku korosi logam berdasarkan hubungan potensial dan arus anodik/katodik. Korosi logam terjadi jika terdapat arus anodik yang besarnya sama dengan arus katodik, walaupun tidak ada arus yang diberikan di luar sistem. Hal ini disebabkan ada perbedaan potensial antara logam dan larutan sebagai lingkungannya. Peralatan potensiostat dilengkapi dengan tiga jenis elektroda sebagai berikut:


(41)

23

a. Elektroda kerja (Working Electrode), yaitu elektroda logam yang akan diuji

yaitu baja lunak.

b. Elektroda bantu (Auxiliary Electrode), yaitu elektroda yang khusus

mengangkut arus hasil proses korosi yang terjadi dalam rangkaian sel.

Elektroda acuan (Reference Electrode), yaitu elektroda ini dimaksudkan sebagai

titik dasar untuk mengacukan pengukuran potensial elektroda kerja. Arus yang mengalir melalui elektroda ini harus sekecil mungkin sehingga dapat diabaikan. Bila tidak, elektroda ini akan ikut dalam reaksi sel dan potensialnya tidak lagi konstan. Oleh karena itu diperlukan elektroda bantu untuk mengangkut arus listrik hasil proses korosi(Butarbutar dan Sunaryo, 2011).

Pada kesetimbangan reaksi oksidasi dan reduksi, permukaan besi akan memiliki potensial langsung terukur yang dikenal sebagai potensial korosi (Ecorr). Pada Ecorr, kerapatan arus untuk oksidasi besi (jcorr Ox) disetimbangkan oleh kerapatan arus untuk reaksi reduksi proton (jcor Red), sehingga arus yang terukur secara langsung sama dengan nol. Namun, jcor dan akibat laju korosi per satuan luas dapat ditentukan secara tidak langsung menggunakan polarisasi potensiodinamik, bentuk persamaan Butler-Volmer (persamaan 1) dan plot Tafel yaitu sebagai berikut.

Di mana

, ... (3)

α koefisien transfer


(42)

24

Ketika overpotential bernilai besar dan positif, sesuai dengan elektroda kerja

pada anoda selama elektrolisis, eksponensial kedua dalam persamaan (1) jauh lebih kecil dari yang pertama dan dapat diabaikan.

Sehingga,

| | ... (4) Persamaan Tafel Anodik

Sebaliknya bila nilai besar dan negatif, sesuai dengan elektroda kerja pada katoda selama elektrolisis, eksponensial pertama dalam persamaan (2) jauh lebih kecil daripada kedua, dan dapat diabaikan.

Sehingga,

| | ... (5) Persamaan Tafel Katodik

Dalam kurva eksperimen i terhadap Eapplied diperoleh untuk scan katodik dan anodik dari Ecorr, menggunakan potensiostat. Plot Tafel katodik dan anodik untuk elektroda kerja besi yang dihasilkan dengan memetakan Ln|j| terhadap

overpotential . Ekstrapolasi bagian linier dari plot Tafel untuk

memberikan nilai untuk Ln | jcorr |, yang mana densitas arus penukar korosi jcorr dapat ditentukan dengan arus penukar korosi icorr untuk elektroda yang digunakan. Tafel menunjukkan hubungan antara kerapatan arus (Ln|j|) terhadap overpotential

pada kurva laju korosi yang terjadi pada logam dalam lingkungan elektrolit baik tanpa atau dengan adanya inhibitor korosi (EDAQ, 2012).


(43)

25

Efisiensi inhibisi korosi dapat ditentukan dengan membandingkan selisih kerapatan arus korosi logam dalam larutan blangko dan sampel terhadap kerapatan arus korosi logam dalam larutan blangko. Efisiensi inhibitor dapat dinyatakan sebagai suatu ukuran untuk menunjukkan penurunan laju korosi sebagai berikut (Kuznetsov, 2002) :

... (6)

2.4.3 Scanning Electron Microscope (SEM) dan Energy Dispersive X-ray Spectrometry (EDS)

Penggunaan alat Scanning Electron Microscope (SEM) dalam analisis morfologi.

Prinsip analisis penggunaan SEM adalah dengan memantulkan berkas elektron sekunder. Berkas elektron diarahkan pada suatu permukaan spesimen yang telah dilapisi dengan suatu film konduktor. SEM merupakan alat yang dapat digunakan untuk mempelajari atau mengamati rincian bentuk maupun struktur mikro

permukaan dari suatu obyek yang tidak dapat dilihat dengan mata atau dengan mikroskop optik. SEM dilengkapi dengan sistem pencahayaan menggunakan radiasi elektron yang mempunyai daya pisah λ 200-0,1 Å, sehingga mikroskop elektron dapat difokuskan kedalam bentuk titik (spot) yang sangat kecil (orde 100

Å) atau dengan perbesaran sampai 100.000 kali. Alat ini dapat digunakan untuk mengamati struktur mikro, topografi, morfologi, frakrografi cuplikan atau sampel padatan dari bahan logam, polimer keramik, atau biologi. Untuk menganalisis komposisi unsur kimia permukaan suatu bahan secara kualitatif maupun

kuantitatif, maka SEM harus dirangkaikan dengan suatu alat yang disebut EDAX atau EDS (Energy Dispersive Spectrometer).


(44)

26

Energy Dispersive X-ray Spectrometry (EDS) adalah sebuah teknik analisis yang

digunakan untuk mengkarakterisasi material menggunakan sinar-X yang diemisikan ketika material mengalami tumbukan dengan elektron. Sinar-X diemisikan dari transisi elektron dari lapisan kulit atom, karena itu tingkat energinya tergantung dari tingkatan energi kulit atom. Setiap elemen di dalam tabel periodik unsur memiliki susunan elektron yang unik, sehingga akan memancarkan sinar-X yang unik pula. Dengan mendeteksi tingkat energi yang dipancarkan dari sinar-X dan intensitasnya, maka dapat diketahui atom-atom penyusun material dan persentase massanya (Rakhmatullah dkk, 2007). EDS dapat mendeteksi semua elemen kecuali H, He, Li, dan Be. Penggambaran dan pemetaan sampel yang akan diukur dihubungkan dengan peralatan Scanning Electron Microscope (SEM), Electron Probe X-Ray Micro Analysis (EPMA) dan Scanning Transmission Electron Microscopy (STEM).


(45)

27

III. METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Pelaksanaan Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April 2012 sampai Januari 2013 di Laboratorium Kimia Organik Jurusan Kimia Fakultas MIPA Universitas Lampung. Analisis laju korosi, analisis spektroskopi dan analisis permukaan dilakukan di Laboratorium Biomassa Universitas Lampung.

3.2 Alat dan Bahan Penelitian

Pada penelitian ini menggunakan alat-alat meliputi gelas kimia, gelas ukur,

corong pisah, labu ukur 100 ml, gelas arloji, timbangan, vacum rotary evaporator,

pengaduk kaca, waterbath, kertas saring, tabung reaksi, pipet tetes, pipet volum,

desikator, potensiostat tipe EA160, sel tiga elektroda (elektroda Pt sebagai

elektroda bantu, elektroda AgCl sebagai elektroda acuan dan baja lunak tipe BJTP 24 sebagai elektrode kerja), multitester, Scanning Electron Microscopy-Energy Dispersive X-Ray Spectroscopy (SEM-EDS), seperangkat alat spektrofotometri

UV-Vis dan IR.

Bahan utama yang digunakan pada penelitian ini adalah daun ketapang. Tanaman ini diperoleh dari depan GFB FMIPA UNILA. Bahan-bahan kimia yang


(46)

28

digunakan meliputi : etanol 96%, akuades, asam askorbat 10 mM, n-heksana, FeCl3 1%, gelatin, NaHCO3, HCl pekat, NaCl, gas CO2, NaHCO3 dan kertas amplas dengan grit 240, 400, 600, dan 800.

3.3 Prosedur Penelitian

3.3.1 Pengumpulan dan Persiapan Sampel

Daun ketapang dicuci bersih dengan air dan diiris kecil-kecil kemudian

dikeringkan dengan cara dijemur di bawah sinar matahari dan dihaluskan dengan cara digilingsampai diperoleh serbuk. Hasil yang diperoleh digunakan sebagai sampel penelitian.

3.3.2 Ekstraksi Tanin dengan Metode Maserasi

Serbuk daun ketapang ditimbang sebanyak 200 gram kemudian direndam dengan pelarut etanol dengan penambahan 2 mL asam askorbat 10 mM. Ekstrak tanin dipekatkan dengan menggunakan vacum rotary evaporator dan pemanasan di atas waterbath pada suhu 40-50 °C. Cairan hasil ekstrak kemudian diekstraksi dengan

n-heksana (4x25 mL) menggunakan corong pisah sehingga terbentuk dua lapisan. Lapisan n-heksana (atas) dipisahkan dan lapisan etanol (bawah) dipekatkan dengan vacum rotary evaporator.


(47)

29

3.3.3 Uji Fitokimia

a. Filtrat 1 ( hasil ekstraksi etanol) dimasukkan ke dalam 2 tabung reaksi masing-masing sebanyak 3 mL. Ekstrak pada tabung pertama direaksikan dengan 3 tetes larutan FeCl3 1 %. Jika ekstrak mengandung senyawa tanin akan menghasilkan warna hijau kehitaman atau biru tua. Pada tabung kedua ditambahkan dengan larutan gelatin 2% jika terbentuk endapan putih maka positif mengandung tanin.

b. Fraksi etanol dimasukkan ke dalam 2 tabung reaksi masing-masing sebanyak 2 mL ekstrak pada tabung pertama direaksikan dengan 3 tetes larutan FeCl3 1%, jika ekstrak mengandung senyawa tanin akan menghasilkan warna hijau kehitaman atau biru tua. Pada tabung kedua ditambahkan dengan larutan gelatin 2% jika terbentuk endapan putih maka positif mengandung tanin.

3.3.4 Identifikasi Senyawa Tanin dengan Spektrofotometer IR dan Uv-Vis Identifikasi gugus fungsi dan panjang gelombang serapan dari ekstrak tanin menggunakan spektrofotometer IR dan Uv-Vis dilakukan di Laboratorium Biomassa Universitas Lampung.

3.3.5 Persiapan Spesimen Baja Lunak

Spesimen baja lunak dipotong-potong, kemudian diamplas dengan kertas amplas grit 240, 400, 600 dan 800. Setelah permukaan mild steel rata selanjutnya


(48)

30

dikeringkan, kemudian disimpan dalam desikator. Permukaan Logam tersebut diukur dimensinya lalu ditimbang massanya.

3.3.6 Pembuatan Medium Korosif

Brine solution dibuat dengan melarutkan 30 gram NaCl dan 0,1 gram NaHCO3

dengan akuades dalam labu ukur 1 L. Larutan ini dijenuhkan dengan gas CO2.

3.3.7 Pembuatan Larutan inhibitor

Larutan inhibitor (ekstrak daun ketapang) disiapkan dengan variasi konsentrasi mulai dari 10, 20, 30, 40 dan 50 % v/v.

3.3.8 Pengujian Sampel

Larutan korosif yang telah disiapkan dimasukkan ke dalam botol sebanyak 125 mL. Larutan inhibitor dengan berbagai konsentrasi ditambahkan ke dalam medium korosif, kecuali larutan blangko tidak ditambahkan larutan inhibitor. Sampel mild steel yang telah ditimbang massanya, dimasukkan ke dalam larutan

medium korosif tanpa dan atau dengan inhibitor, dibiarkan selama variasi waktu 24, 48 dan 72 jam. Sampel tersebut kemudian dikeluarkan dan dibersihkan dengan HCl 0,1 M, akuades serta dibilas dengan aseton atau etanol, setelah kering semua sampel tersebut ditimbang kembali dan dilakukan analisis data.


(49)

31

3.3.9 Analisis Laju Korosi

3.3.9.1 Metode Kehilangan Berat (Weight Loss)

Larutan korosi yang akan digunakan telah disiapkan ke dalam botol gelas sebanyak masing-masing 100 mL. Larutan inhibitor yang telah dibuat dengan variasi konsentrasi 10, 20, 30, 40 dan 50 % v/v ditambahkan ke dalam medium korosif, kecuali larutan blangko. Kemudian gas CO2 dialirkan ke dalam masing-masing botol selama 45 menit. Sampel mild steel yang telah ditimbang massanya,

dimasukan ke dalam larutan medium korosif tanpa atau dengan adanya inhibitor yang telah jenuh dengan gas karbondioksida. Selanjutnya dikocok (shaker) selama

24, 48 dan 72 jam. Sampel kemudian dikeluarkan dan dibersihkan dengan HCl 0,1 M dan akuades serta dibilas dengan etanol, setelah kering sampel tersebut

ditimbang kembali dan dilakukan analisis data perhitungan laju korosi (mmpy) dan persen proteksinya.

3.3.9.2 Metode Potensiometri

1. Persiapan elektroda kerja baja lunak

Baja lunak ditentukan luas permukaannya yang akan tercelup ke dalam media korosif. Kemudian diamplas dengan kertas amplas mulai grit 240, 400, 600 dan terakhir dengan grit 800. Setelah permukaan baja lunak rata selanjutnya


(50)

32

2. Pengaturan Alat

Potensiostat harus dipanaskan selama 10 menit. Stirrer bar dimasukkan ke dalam

gelas kimia dan dituangkan 50 mL larutan media korosif, dengan penutup

styrofoam yang dilengkapi dengan elektroda bantu, elektroda kerja dan elektroda

acuan. Ketiga elektroda ini dalam keadaan tercelup. Sel korosi ditempatkan pada

magnetic stirrer. Stirrer bar diatur pada laju sedang dan gas karbon dioksida

dialirkan selama 10 menit. Kemudian elektroda kerja baja lunak dimasukkan setengah permukaan tercelup, dibiarkan dalam sel korosi selama 10 menit untuk menimbulkan reaksi oksidasi dan reduksi. Setelah 10 menit, diukur potensial di antara elektroda kerja baja lunak dan elektroda acuan dengan menggunakan multitester. Potensial ini sebesar 400 mV merupakan potensial korosi (Ecorr).

Software Echem dibuka dan dihubungkan untuk mengarahkan potensiostat ke elektroda, dengan perintah sebagai berikut.

Merah : elektrode bantu (Pt) Kuning : elektroda acuan (AgCl) Hijau : elektroda kerja baja lunak

3. Scan Katodik

Pembacaan tegangan linier dimulai dari Ecorr sampai Ecorr -400mV. Elektroda

kerja dengan luas permukaan lebih dari 0,3 cm2 membutuhkan arus yang lebih tinggi dari 2 mA, yaitu 5 mA. Linier voltage sweep diatur dengan menu pada Echem sebagai berikut:

Batas : 1000 mV


(51)

33

Tegangan awal : Ecorr (400 mV)

Tegangan akhir : Ecorr -400 mV (0 mV)

Laju : 5 mV/s

Step height : -1 mV Step width : 500 ms

Waktu sampling : 500 ms

Rest Time : 0 s

Aliran gas karbondioksida dihentikan namun tetap dialirkan di atas larutan dan larutan tetap diaduk. Klik start, proses ini membutuhkan waktu selama 3,3 menit.

Selanjutnya, elektroda kerja baja lunak dipindahkan dari larutan. Gas karbondioksida dialirkan kembali.

4. Scan Anodik

Pembacaan tegangan linier dimulai dari dari Ecorr sampai Ecorr + 400mV.

Elektroda kerja dengan luas permukaan lebih dari 0,3 cm2 membutuhkan arus yang lebih tinggi dari 2 mA. Linier voltage sweep diatur dengan menu pada Echem sebagai berikut:

Batas : 1000 mV Kecepatan : 10 kHz

Tegangan awal : Ecorr (400 mV)

Tegangan akhir : Ecorr - 400 mV (0 mV) Laju : 5 mV/s

Step height : -1 mV Step width : 500 ms


(52)

34

Waktu sampling : 500 ms

Rest Time : 0 s

Prosedur diulangi seperti pada scan katodik.

5. Inhibitor

Sel korosi diisi dengan 50 mL media korosif dan ditambahkan 5 mL inhibitor ekstrak tanin ke dalamnya. Prosedur untuk pengaturan alat, scan katodik dan

anodik diulangi kembali.

6. Analisis Data Laju Korosi

Untuk proses pertama, grafik yang terbentuk pada hasil scan katodik dan anodik

yang dengan dan tanpa menggunakan inhibitor, masing-masing diblok, copy special dipilih pada menu Edit Echem, simpan teks (arus yang terhitung). Data E

dan I akan diperoleh pada lembar kerja excel. Kolom pertama data dalam lembar

kerja merupakan data Eapplied dan kolom kedua merupakan arus yang terukur (I). Fungsi yang sesuai digunakan dan diisi pada lembar kerja, dihitung kolom

overpotential (η = Eapplied – Ecorr, mV) kerapatan arus (j = I/luas permukaan dari

baja yang tercelup, A/cm2) dan Ln|j|. Diulangi langkah sebelumnya untuk melanjutkan dari data yang terkumpul. Grafik dibuat dengan cara memplotkan kerapatan arusLn|j| terhadap overpotential (η). Sehingga diperoleh slope Tafel

dan dibuat garis pada bagian yang linier pada katodik dan anodik, garis diekstrapolasikan pada titik potong untuk memperoleh Ln|jcorr|. Dengan menggunakan fungsi eksponensial Ln|jcorr| diubah menjadi jcorr , kemudian


(53)

35

diperoleh nilai arus korosi (icorr (Ampere) = jcorr x A) dan selanjutnya dihitung efisiensi inhibisinya (persen proteksi).

3.3.10 Analisis Permukaan dan Komposisi Kimia Baja Lunak

Morfologi permukaan sampel baja lunak yang terkorosi dalam media korosif tanpa dan dengan penambahan larutan inhibitor serta komposisi kimia baja lunak diamati menggunakan Scanning Electron Microscopy - Energy Dispersive X-Ray Spectroscopy (SEM-EDS) yang dilakukan di Laboratorium Biomassa Universitas


(54)

60

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari data hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Ekstraksi senyawa tanin dari daun ketapang (Terminalia catappa L) dengan

pelarut etanol menghasilkan pemisahan yang cukup baik.

2. Hasil analisis laju korosi dengan metode kehilangan berat menunjukkan bahwa dari semua variasi waktu, konsentrasi inhibitor 50% v/v merupakan konsentrasi optimum yang efektif dalam menghambat proses korosi baja lunak dalam larutan garam.

3. Hasil analisis laju korosi dengan metode potensiometri menunjukkan bahwa inhibitor optimum pada konsentrasi 50% v/v efektif dalam menghambat proses korosi baja lunak dalam larutan garam dengan efisiensi inhibisi sebesar 1,83%.

4. Spektrum IR dan Uv-Vis ekstrak etanol memiliki serapan bilangan

gelombang dan panjang gelombang yang sama dengan spektrum tanin pada referensi, maka dapat disimpulkan senyawa yang dianalisis merupakan tanin. 5. Hasil analisis dengan menggunakan Scanning Electron Microscope (SEM)


(55)

61

corrosion yang lebih banyak bila dibandingkan dengan logam yang telah

ditambahkan inhibitor ekstrak etanol 50% v/v.

5.2 SARAN

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh pada penelitian ini, untuk penelitian selanjutnya disarankan:

1. Dilakukan pemurnian menggunakan kromatografi kolom untuk mendapatkan senyawa tanin yang murni.

2. Dilakukan uji kuantitatif terhadap ekstrak senyawa tanin sehingga diketahui kadar tanin yang terkandung dalam daun ketapang.

3. Menggunakan standar tanin murni sebagai pembanding pada identifikasi menggunakan spektrofotometri IR dan Uv-Vis.

4. Dilakukan penambahan variasi konsentrasi larutan inhibitor agar pengaruh penambahan inhibitor dalam menurunkan laju korosi pada baja lebih teramati sehingga diketahui konsentrasi inhibitor di atas optimum.


(56)

DAFTAR PUSTAKA

Abdurrohman, D. 1998. IsolasiTanin Dari DaunKaliandra. Laporan PKL.

Jurusan Kimia. InstitutPertanian Bogor.

Afidah, A.R. and Kassim. 2008. Recent Development of Vegetal Tannin in Corrosion Protection of Iron and Steel. Pp. 223-231.

Amilia, L., Muhdarina, Erman, Azman dan Midiarty. 2002. Pemanfaatan Tanin Limbah Kayu untuk Modifikasi Resin Fenol Formaldehid. Jurnal Natur Indonesia. 5(1). 84 – 94.

Anonymous. 2005. Senyawa Antimikroba dari Tanaman.

http://indobic.or.id/berita_detail.php?id_berita=124. Diakses tanggal 10 februari 2012.

Banwell, C.N. and E.M. Cash. 1994. Fundamental of Molecular Spectroscopy.

Mc. Graw-Hill Book Company. London.

Butarbutar, S.L. dan G.R. Sunaryo. 2011. Analisis Mekanisme Pengaruh Inhibitor Sistem pada Material Baja Karbon. Prosiding Seminar Nasional ke-17 Teknologi dan Keselamatan PLTN serta Fasilitas Nuklir.

PTRKN-BATAN. Serpong. Hal: 1-8.

Dalimunthe, I.S. 2004. Kimia dari Inhibitor Korosi. Universitas Sumatera Utara. Sumatera Utara. Hal: 17-20.

EDAQ. 2012. Electrochemical Techniques: Corrosion Studies. http://www.edaq.com/. Diakses pada tanggal 19 Maret 2012.

El–Etre , A.Y. and M.Abdallah. 2000. Natural Honey as Corrosion Inhibitor for Metals and Alloys II C-steel in High Saline Water. Corrosion Science. Vol

42. Pp. 731-738.

El-Etre, A.Y., M. Abdallah, and Z.E. El-Tantawy. 2005. Corrosion inhibition of some metals using lawsonia extract. Corrosion Science. Vol 47. 385-395.


(57)

El-Rosary, A.A., R.M. Saleh, and A.M. Shams Eldin. 1972. Corrosion Inhibition by Naturally Occuring Substances, The Effect of Hibiscus Sabdariffa (Karkade) Extract on the Dissolution of Al and Zn. Corrosion Science.

Vol. 12. Pp. 897-904.

Fessenden, R.J. dan J.S.Fessenden. 1999. Kimia Organik. Jilid I. Alih Bahasa

A.H. Pudjaatmaka. Erlangga. Jakarta.

Fessenden, R.J. dan J.S. Fessenden. 1986. Kimia Organik. Jilid 2. Edisiketiga.

Alih Bahasa A.H. Pudjaatmaka. Erlangga. Jakarta.

Fosbol, P. L. 2008. Carbon Dioxide Corrosion : Modelling and Experimental Work Applied to Natural Gas Pipelines. Thesis. Technical University of

Denmark. Denmark.

Hagerman, A.E., M.E. Rice and N.T. Richard. 1998. Mechanisms Of Protein Precipitation For Two Tannins, Pentagalloyl Glucose And Apicatechin16 (4-8) Catechin (Procyanidin). Journal Of Agri. Food Chem. Vol 46.

Hagerman, A. E. 2002. Tannin Chemistry. Departement of Chemistry and

Biochemistry. Miamy University. Oxford.

Harborne, J.B. 1984. Phytochemical Methods: A Guide to Modern Technique of Plant Analysis. (2nd edn). Chapman and Hall. London. 19. Pp.37–168.

Harborne, J.B. 1987. Metode Fitokimia Penuntun Cara Modern Menganalisis Tumbuhan. Penerbit ITB. Bandung.

Harborne, J.B. 1996. Metode Fitokimia: Penuntun Cara Modern Menganalisa Tumbuhan. Terbitan Kedua. ITB. Bandung. Hal: 123-129.

Haryono, G., B. Sugiarto, H. Farid.dan Y.Tanoto.2010. Ekstrak Bahan sebagai

Inhibitor Korosi. Prosiding Seminar Nasional Teknik Kimia. FTI IPN

Veteran. Yogyakarta. Hal: 1-6.

Heyne, K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia. Jilid 3. Edisi ke-1.Badan

Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Jakarta. Hal: 1502-1503. Hermawan, B.dan Ilim. 2008. Studi Penggunaan Ekstrak Buah Lada ( Piper

Ningrum Linn, Buah Pinang (Areca Cathecu Linn) dan DaunTeh (Cammellia Sinensis L. Kuntze) sebagai Inhibitor Korosi Baja Lunak dalam Medium Air Laut Buatan yang Jenuh Gas CO2. Prosiding Seminar

Nasional Sains dan Teknologi-II 2008. Universitas Lampung. 17-18

November 2008.

Horvart. 1981. Tannins: Definition. Animal Science Webmaster, Cornert

University.http://www.ansci.cornell.edu/plants/toxicagents/tannin/definitio n.html. Diakses tanggal 24 februari 2012.


(58)

Howell, A. B. 2004. Hydrozable Tannin Extracts from Plants Effective at Inhibiting Bacterial Adherence to Surfaces. United States Patent

Application no. 20040013710.

Ikrima, A. 2011. Uji Aktifitas Produk Modifikasi Sistin dengan PEG-400 sebagai Inhibitor Korosi Baja Karbon dalam Media HCl 0,5 M Jenuh CO2.

(Skripsi). Universitas Pendidikan Indonesia. Bandung. Diakses tanggal 10 maret 2013.

Khanbabae, K. and T. Van Ree. 2001. Tannins : Classification and Definition. Department of Chemistry. University of Venda. Republic of South Africa.

Pp. 641-649.

Kuznetsov, Y. I. 2002. Current State of the Theory of Metal Corrosion Inhibition.

Prot. Met.38:2. Pp. 103-111.

Lemmens, R.H.dan N.W. Soetjipto. 1999. Sumber Daya Nabati Asia Tenggara 3: Tumbuh-Tumbuhan Penghasil Pewarna dan Tannin. Prosea Indonesia.

Bogor. Hal: 139-142.

Leemensand. 1991.Plant Resources of South East Asia 3 Dye and Tanin Production Plant. Pudoc Wagengan. Netherland.

Lenny, S. 2006. Senyawa Flavonoida, Fenil Propanoida dan Alkaloida. Karya

Ilmiah. Universitas Sumatera Utara. Medan.

Lipsy, P. 2010. Thin Layer Chromatography Characterization of the Active Ingredients in Excedrin and Anacin. USA: Department of Chemistry and

Chemical Biology. Stevens Institute of Technology.

Mulya dan Suharman. 1995. Analisis Instrumental. Airlangga University Press.

Surabaya. Hal: 111-114.

Naczk, M., R. Amarowicz, R. Zadernowski and F. Shahidi. 2001. Protein

precipitating capacity of crude extracts of canola and rapeseed hulls condensed tannins. J. Am. Oil Chem. Soc. 78. Pp. 1173–1178.

Oguzie, E.E. 2007. Corrosion Inhibition of Aluminium in Acidic and Alkaline Media by Sansevieriatrifasciata Extract. Corrosion Science. Vol. 49. Pp.

1527-1539.

Olivina, P. 2005. Telaah Fitokimia Dan Aktivitas Penghambatan Xantin Oksidase Ekstrak Kulit Batang Salam (Syzygiumpolyanthum (Weight) Walp). (Skripsi). ITB. Bandung. Diakses tanggal 2 Maret 2013.

Pauly, G. 2001. Cosmetic, Dermatological and Pharmaceutical Use of an Extract of Terminalia Catappa. United States Patent Application no.


(59)

Quraishi, I.H., Farouqiand and P.A. Saini. 1999.Investigation of Some Green Compound as Corrosion and Scale Inhibitor for Cooling System. Journal of Corrosion. Vol. 55. No. 5. Pp. 493 – 497.

Rahayu, L. 2009. Isolasi dan Identifikasi Senyawa Flavonoid dari Biji Kacang Tunggak (Vignaunguiculata L. Walp). (Skipsi). Universitas

Brawijaya.Malang. Diakses tanggal 22 februari 2012.

Rahim, A.A., E.Rocca, J. Steinmetz, and M.J. Kassim. 2008. Inhibitive Action of Mangrove Tannins and Phosphoric Acid on Pre-rusted Steel via

Electrochemical Methods. Corrosion Science. 50. Pp. 1546–1550.

Rahim, A.A., E. Rocca, J. Steinmetz, M.J.Kassim, R. Adnan, and M.S. Ibrahim. 2007. Mangrove Tannins and Their Flavanoid Monomers as Alternative Steel Corrosion Inhibitors in Acidic Medium. Corrosion Science. 49. 402

– 417.

Rakhmatullah, D.K.A., G. Wiradini, N.P.Ariyanto dan B.S. Purwasasmita. 2007.

Pembuatan Adsorben dari Zeolit Alam dengan Karakteristik Adsorpsion Properties untuk Kemurnian Bioetanol. Laporan Akhir Penelitian Bidang

Energi Penghargaan PT Rekayasa Industri. Institut Teknologi Bandung. Bandung.

Risnasari, I .2002. Tanin.http://library.usu.ac.id/download/fp/Hutan-Iwan6.pdf.

Diakses tanggal 22 Februari 2012.

Robinson, T. 1991. Kandungan Senyawa Organik Tumbuhan Tinggi.

Diterjemahkan oleh Prof. Dr. Kosasih Padmawinata. Penerbit: ITB. Bandung.

Robinson, T. 1995. Kandungan SenyawaOrganik Tumbuhan Tinggi.

Diterjemahkan oleh Prof. Dr. Kosasih Padmawinata. Penerbit: ITB. Bandung.

Rumokoi, M.M.M. 1992. Pengaruh Cara Ekstraksi dan Ukuran Buah Pinang Terhadap Kadar Tanin Buah Pinang. Jurnal Penelitian Kelapa. Balai

Penelitian Kelapa. Vol. 5. No. 2. Hal:13-16.

Sa’adah, L. 2010. Isolasi dan Identifikasi SenyawaTanindari Daun Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L). (Skipsi). Universitas Islam Negeri (UIN)

Maulana Malik Ibrahim Malang. Diakses tanggal 10 Februari 2012. Sastrohamidojo, H. 2007. Spektroskopi. Liberty Yogyakarta. Yogyakarta.

Savitry, E. 2008. Khasiat Tanaman Obat Dalam Prespektif Islam. UIN Press.


(60)

Seller,T. Jr.and D.M. George. 2004. Laboratory Manufacture of High Moisture Southtern Pine Strandboard Bonded with Three Tannin Adhesive Type.

Forest Product Journal. Vol. 54. No. 12. Pp. 296 – 301.

Soebagio, B. 2007. Pembuatan Gel dengan Aqupec HV-505 dari Ekstrak Umbi Bawang Merah (Allium cepa, L.) sebagai Antioksidan. Jurnal Fakultas Farmasi Universitas Padjajaran.

Soekartono. 1988. Isolasi Suatu Flavonol dari Fraksi Etil Asetat Daun Krinyuh

(Euptoimpallescents. Pc, Asteraceaece). (Skipsi). ITB.

http://bahan-alam-itb.ac.id. Diakses tanggal 20 mei 2012.

Stupnisek, E., A. Gazioda, and M. Madzarac. 2002.Evaluation of Non-Toxic Corrosion Inhibitors for Copper in Sulphuric Acid. Electrochim. Acta. 47.

4189-4194.

Sudarmadji, S. 1996. Teknik Analisis Biokimia. Liberty Yogyakarta. Yogyakarta.

Supriyanto, R. 1999. Buku Ajar Kimia Analitik III. FMIPA Universitas Lampung.

Bandar Lampung. Hal: 2-3.

Tanner, G.J., S. Abrahams, and P.J. Larkin. 1999. Biosynthesis of

Proanthocyanidins (Condensed Tannins). CSIRO Division of Plant Industry. Canberra.

Widharto, S. 2004. Karat dan Pencegahannya. PT. Pradnya Paramita. Jakarta.

Widowati, E. 2006.Pengaruh Lama Perendaman Dengan Larutan Kapur Tohor Ca(OH)2 Pada Kulit Buah Manggis Terhadap Kualitas Kembang Gula

Jelly. (Skripsi). Universitas Negeri Semarang.

Wiston, R. 2000. Uhlig’s Corrosion Handbook. 2nd Edition. John Willey and Sons Inc.New York. 1091.

Yuliani, Y. 2005. Kajian Pendahuluan Aktivitas Inhibisi Korosi Ekstrak Total Jel Lidah Buaya (Aloevera L) dalam Sistem Baja Karbon Rendah CO2. (Skripsi). Departemen Kimia ITB. Bandung.

Zhang, D., L. Gao, and G. Zhou. 2004. Inhibition of copper corrosion by bis-(1-benzotriazolymethylene)-(2,5-thiadiazoly)-disulfide in chloride media.


(1)

61

corrosion yang lebih banyak bila dibandingkan dengan logam yang telah ditambahkan inhibitor ekstrak etanol 50% v/v.

5.2 SARAN

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh pada penelitian ini, untuk penelitian selanjutnya disarankan:

1. Dilakukan pemurnian menggunakan kromatografi kolom untuk mendapatkan senyawa tanin yang murni.

2. Dilakukan uji kuantitatif terhadap ekstrak senyawa tanin sehingga diketahui kadar tanin yang terkandung dalam daun ketapang.

3. Menggunakan standar tanin murni sebagai pembanding pada identifikasi menggunakan spektrofotometri IR dan Uv-Vis.

4. Dilakukan penambahan variasi konsentrasi larutan inhibitor agar pengaruh penambahan inhibitor dalam menurunkan laju korosi pada baja lebih teramati sehingga diketahui konsentrasi inhibitor di atas optimum.


(2)

DAFTAR PUSTAKA

Abdurrohman, D. 1998. IsolasiTanin Dari DaunKaliandra. Laporan PKL. Jurusan Kimia. InstitutPertanian Bogor.

Afidah, A.R. and Kassim. 2008. Recent Development of Vegetal Tannin in Corrosion Protection of Iron and Steel. Pp. 223-231.

Amilia, L., Muhdarina, Erman, Azman dan Midiarty. 2002. Pemanfaatan Tanin Limbah Kayu untuk Modifikasi Resin Fenol Formaldehid. Jurnal Natur Indonesia. 5(1). 84 – 94.

Anonymous. 2005. Senyawa Antimikroba dari Tanaman.

http://indobic.or.id/berita_detail.php?id_berita=124. Diakses tanggal 10 februari 2012.

Banwell, C.N. and E.M. Cash. 1994. Fundamental of Molecular Spectroscopy. Mc. Graw-Hill Book Company. London.

Butarbutar, S.L. dan G.R. Sunaryo. 2011. Analisis Mekanisme Pengaruh Inhibitor Sistem pada Material Baja Karbon. Prosiding Seminar Nasional ke-17 Teknologi dan Keselamatan PLTN serta Fasilitas Nuklir.

PTRKN-BATAN. Serpong. Hal: 1-8.

Dalimunthe, I.S. 2004. Kimia dari Inhibitor Korosi. Universitas Sumatera Utara. Sumatera Utara. Hal: 17-20.

EDAQ. 2012. Electrochemical Techniques: Corrosion Studies. http://www.edaq.com/. Diakses pada tanggal 19 Maret 2012.

El–Etre , A.Y. and M.Abdallah. 2000. Natural Honey as Corrosion Inhibitor for Metals and Alloys II C-steel in High Saline Water. Corrosion Science. Vol 42. Pp. 731-738.

El-Etre, A.Y., M. Abdallah, and Z.E. El-Tantawy. 2005. Corrosion inhibition of some metals using lawsonia extract. Corrosion Science. Vol 47. 385-395.


(3)

El-Rosary, A.A., R.M. Saleh, and A.M. Shams Eldin. 1972. Corrosion Inhibition by Naturally Occuring Substances, The Effect of Hibiscus Sabdariffa (Karkade) Extract on the Dissolution of Al and Zn. Corrosion Science. Vol. 12. Pp. 897-904.

Fessenden, R.J. dan J.S.Fessenden. 1999. Kimia Organik. Jilid I. Alih Bahasa A.H. Pudjaatmaka. Erlangga. Jakarta.

Fessenden, R.J. dan J.S. Fessenden. 1986. Kimia Organik. Jilid 2. Edisiketiga. Alih Bahasa A.H. Pudjaatmaka. Erlangga. Jakarta.

Fosbol, P. L. 2008. Carbon Dioxide Corrosion : Modelling and Experimental Work Applied to Natural Gas Pipelines. Thesis. Technical University of Denmark. Denmark.

Hagerman, A.E., M.E. Rice and N.T. Richard. 1998. Mechanisms Of Protein Precipitation For Two Tannins, Pentagalloyl Glucose And Apicatechin16 (4-8) Catechin (Procyanidin). Journal Of Agri. Food Chem. Vol 46. Hagerman, A. E. 2002. Tannin Chemistry. Departement of Chemistry and

Biochemistry. Miamy University. Oxford.

Harborne, J.B. 1984. Phytochemical Methods: A Guide to Modern Technique of Plant Analysis. (2nd edn). Chapman and Hall. London. 19. Pp.37–168. Harborne, J.B. 1987. Metode Fitokimia Penuntun Cara Modern Menganalisis

Tumbuhan. Penerbit ITB. Bandung.

Harborne, J.B. 1996. Metode Fitokimia: Penuntun Cara Modern Menganalisa Tumbuhan. Terbitan Kedua. ITB. Bandung. Hal: 123-129.

Haryono, G., B. Sugiarto, H. Farid.dan Y.Tanoto.2010. Ekstrak Bahan sebagai Inhibitor Korosi. Prosiding Seminar Nasional Teknik Kimia. FTI IPN Veteran. Yogyakarta. Hal: 1-6.

Heyne, K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia. Jilid 3. Edisi ke-1.Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Jakarta. Hal: 1502-1503. Hermawan, B.dan Ilim. 2008. Studi Penggunaan Ekstrak Buah Lada ( Piper

Ningrum Linn, Buah Pinang (Areca Cathecu Linn) dan DaunTeh (Cammellia Sinensis L. Kuntze) sebagai Inhibitor Korosi Baja Lunak dalam Medium Air Laut Buatan yang Jenuh Gas CO2. Prosiding Seminar

Nasional Sains dan Teknologi-II 2008. Universitas Lampung. 17-18 November 2008.

Horvart. 1981. Tannins: Definition. Animal Science Webmaster, Cornert

University.http://www.ansci.cornell.edu/plants/toxicagents/tannin/definitio n.html. Diakses tanggal 24 februari 2012.


(4)

Howell, A. B. 2004. Hydrozable Tannin Extracts from Plants Effective at Inhibiting Bacterial Adherence to Surfaces. United States Patent Application no. 20040013710.

Ikrima, A. 2011. Uji Aktifitas Produk Modifikasi Sistin dengan PEG-400 sebagai Inhibitor Korosi Baja Karbon dalam Media HCl 0,5 M Jenuh CO2.

(Skripsi). Universitas Pendidikan Indonesia. Bandung. Diakses tanggal 10 maret 2013.

Khanbabae, K. and T. Van Ree. 2001. Tannins : Classification and Definition. Department of Chemistry. University of Venda. Republic of South Africa. Pp. 641-649.

Kuznetsov, Y. I. 2002. Current State of the Theory of Metal Corrosion Inhibition. Prot. Met.38:2. Pp. 103-111.

Lemmens, R.H.dan N.W. Soetjipto. 1999. Sumber Daya Nabati Asia Tenggara 3: Tumbuh-Tumbuhan Penghasil Pewarna dan Tannin. Prosea Indonesia. Bogor. Hal: 139-142.

Leemensand. 1991.Plant Resources of South East Asia 3 Dye and Tanin Production Plant. Pudoc Wagengan. Netherland.

Lenny, S. 2006. Senyawa Flavonoida, Fenil Propanoida dan Alkaloida. Karya Ilmiah. Universitas Sumatera Utara. Medan.

Lipsy, P. 2010. Thin Layer Chromatography Characterization of the Active Ingredients in Excedrin and Anacin. USA: Department of Chemistry and Chemical Biology. Stevens Institute of Technology.

Mulya dan Suharman. 1995. Analisis Instrumental. Airlangga University Press. Surabaya. Hal: 111-114.

Naczk, M., R. Amarowicz, R. Zadernowski and F. Shahidi. 2001. Protein precipitating capacity of crude extracts of canola and rapeseed hulls condensed tannins. J. Am. Oil Chem. Soc. 78. Pp. 1173–1178.

Oguzie, E.E. 2007. Corrosion Inhibition of Aluminium in Acidic and Alkaline Media by Sansevieriatrifasciata Extract. Corrosion Science. Vol. 49. Pp. 1527-1539.

Olivina, P. 2005. Telaah Fitokimia Dan Aktivitas Penghambatan Xantin Oksidase Ekstrak Kulit Batang Salam (Syzygiumpolyanthum (Weight) Walp). (Skripsi). ITB. Bandung. Diakses tanggal 2 Maret 2013.

Pauly, G. 2001. Cosmetic, Dermatological and Pharmaceutical Use of an Extract of Terminalia Catappa. United States Patent Application no.


(5)

Quraishi, I.H., Farouqiand and P.A. Saini. 1999.Investigation of Some Green Compound as Corrosion and Scale Inhibitor for Cooling System. Journal of Corrosion. Vol. 55. No. 5. Pp. 493 – 497.

Rahayu, L. 2009. Isolasi dan Identifikasi Senyawa Flavonoid dari Biji Kacang Tunggak (Vignaunguiculata L. Walp). (Skipsi). Universitas

Brawijaya.Malang. Diakses tanggal 22 februari 2012.

Rahim, A.A., E.Rocca, J. Steinmetz, and M.J. Kassim. 2008. Inhibitive Action of Mangrove Tannins and Phosphoric Acid on Pre-rusted Steel via

Electrochemical Methods. Corrosion Science. 50. Pp. 1546–1550. Rahim, A.A., E. Rocca, J. Steinmetz, M.J.Kassim, R. Adnan, and M.S. Ibrahim.

2007. Mangrove Tannins and Their Flavanoid Monomers as Alternative Steel Corrosion Inhibitors in Acidic Medium. Corrosion Science. 49. 402 – 417.

Rakhmatullah, D.K.A., G. Wiradini, N.P.Ariyanto dan B.S. Purwasasmita. 2007. Pembuatan Adsorben dari Zeolit Alam dengan Karakteristik Adsorpsion Properties untuk Kemurnian Bioetanol. Laporan Akhir Penelitian Bidang Energi Penghargaan PT Rekayasa Industri. Institut Teknologi Bandung. Bandung.

Risnasari, I .2002. Tanin.http://library.usu.ac.id/download/fp/Hutan-Iwan6.pdf. Diakses tanggal 22 Februari 2012.

Robinson, T. 1991. Kandungan Senyawa Organik Tumbuhan Tinggi. Diterjemahkan oleh Prof. Dr. Kosasih Padmawinata. Penerbit: ITB. Bandung.

Robinson, T. 1995. Kandungan SenyawaOrganik Tumbuhan Tinggi. Diterjemahkan oleh Prof. Dr. Kosasih Padmawinata. Penerbit: ITB. Bandung.

Rumokoi, M.M.M. 1992. Pengaruh Cara Ekstraksi dan Ukuran Buah Pinang Terhadap Kadar Tanin Buah Pinang. Jurnal Penelitian Kelapa. Balai Penelitian Kelapa. Vol. 5. No. 2. Hal:13-16.

Sa’adah, L. 2010. Isolasi dan Identifikasi SenyawaTanindari Daun Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi L). (Skipsi). Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana Malik Ibrahim Malang. Diakses tanggal 10 Februari 2012. Sastrohamidojo, H. 2007. Spektroskopi. Liberty Yogyakarta. Yogyakarta. Savitry, E. 2008. Khasiat Tanaman Obat Dalam Prespektif Islam. UIN Press.


(6)

Seller,T. Jr.and D.M. George. 2004. Laboratory Manufacture of High Moisture Southtern Pine Strandboard Bonded with Three Tannin Adhesive Type. Forest Product Journal. Vol. 54. No. 12. Pp. 296 – 301.

Soebagio, B. 2007. Pembuatan Gel dengan Aqupec HV-505 dari Ekstrak Umbi Bawang Merah (Allium cepa, L.) sebagai Antioksidan. Jurnal Fakultas Farmasi Universitas Padjajaran.

Soekartono. 1988. Isolasi Suatu Flavonol dari Fraksi Etil Asetat Daun Krinyuh (Euptoimpallescents. Pc, Asteraceaece). (Skipsi). ITB.

http://bahan-alam-itb.ac.id. Diakses tanggal 20 mei 2012.

Stupnisek, E., A. Gazioda, and M. Madzarac. 2002.Evaluation of Non-Toxic Corrosion Inhibitors for Copper in Sulphuric Acid. Electrochim. Acta. 47. 4189-4194.

Sudarmadji, S. 1996. Teknik Analisis Biokimia. Liberty Yogyakarta. Yogyakarta. Supriyanto, R. 1999. Buku Ajar Kimia Analitik III. FMIPA Universitas Lampung.

Bandar Lampung. Hal: 2-3.

Tanner, G.J., S. Abrahams, and P.J. Larkin. 1999. Biosynthesis of

Proanthocyanidins (Condensed Tannins). CSIRO Division of Plant Industry. Canberra.

Widharto, S. 2004. Karat dan Pencegahannya. PT. Pradnya Paramita. Jakarta. Widowati, E. 2006.Pengaruh Lama Perendaman Dengan Larutan Kapur Tohor

Ca(OH)2 Pada Kulit Buah Manggis Terhadap Kualitas Kembang Gula Jelly. (Skripsi). Universitas Negeri Semarang.

Wiston, R. 2000. Uhlig’s Corrosion Handbook. 2nd Edition. John Willey and Sons Inc.New York. 1091.

Yuliani, Y. 2005. Kajian Pendahuluan Aktivitas Inhibisi Korosi Ekstrak Total Jel Lidah Buaya (Aloevera L) dalam Sistem Baja Karbon Rendah CO2.

(Skripsi). Departemen Kimia ITB. Bandung.

Zhang, D., L. Gao, and G. Zhou. 2004. Inhibition of copper corrosion by bis-(1-benzotriazolymethylene)-(2,5-thiadiazoly)-disulfide in chloride media. Applied Surface Science.Vol. 225. 287.


Dokumen yang terkait

Penggunaan Ekstrak Daun Ketapang (Terminalia catappa L.) Sebagai Pewarna Rambut

25 175 62

UJI EFEK ANTIMIKROBA EKSTRAK DAUN KETAPANG (Terminalia catappa L.) TERHADAP Salmonella typhi SECARA IN VITRO

2 12 46

EFEKTIVITAS EKSTRAK DAUN KETAPANG (Terminalia cattapa L.) UNTUK MENINGKATKAN IMUNITAS IKAN PATIN (Pangasioniodon hypophthalmus) TERHADAP INFEKSI BAKTERI Aeromonas salmonicida

9 97 81

EKSTRAKSI SENYAWA TANIN DARI DAUN KETAPANG (Terminalia catappa L.) DAN UJI AKTIVITASNYA SEBAGAI INHIBITOR KOROSI

35 119 48

EFEKTIVITAS ESTRAK DAUN KETAPANG (Terminalia cattapa L.) UNTUK PENGOBATAN INFEKSI BAKTERI Aeromonas salmonicida PADA IKAN PATIN (Pangasioniodon hypophthalmus)

0 11 6

UJI INHIBISI KOROSI PADA BAJA LUNAK MENGGUNAKAN EKSTRAK SENYAWA TANIN DARI DAUN KETAPANG (Terminalia catappa L) DALAM LARUTAN GARAM THE INHIBITION COROSSION TEST OF SOFT STEEL USING A COMPOUND TANNIN EXTRACT FROM THE LEAVES OF KETAPANG (Terminalia catappa

26 141 60

KARAKTERISASI SENYAWA FLAVONOID HASIL ISOLASI EKSTRAK METANOL DAUN GAMAL (Gliricidia maculata) (THE CHARACTERIZATION OF FLAVONOID COMPOUND ISOLATED FROM METHANOL EXTRACT OF Gliricidia maculata LEAVES)

20 106 32

INHIBISI KOROSI BAJA KARBON RENDAH C-Mn STEEL OLEH EKSTRAK DAUN TEH (Camellia sinensis) DALAM MEDIUM KOROSIF

0 26 67

UJI FITOKIMIA DAN UJI TOKSISITAS EKSTRAK DAUN GAMAL (Gliricidia sepium) SEBAGAI INSEKTISIDA NABATI THE PHYTOCHEMICAL TEST AND TOXICITY TEST LEAVES GAMAL (Gliricidia sepium) EXTRACT AS A BOTANICAL INSECTICIDE

0 0 7

STABILITAS FISIK DAN KIMIA MINYAK BIJI KETAPANG (Terminalia catappa L.) SELAMA PENYIMPANAN

0 0 14