EFEKTIVITAS EKSTRAK DAUN KETAPANG (Terminalia cattapa L.) UNTUK MENINGKATKAN IMUNITAS IKAN PATIN (Pangasioniodon hypophthalmus) TERHADAP INFEKSI BAKTERI Aeromonas salmonicida
EFEKTIVITAS EKSTRAK DAUN KETAPANG (Terminalia cattapa L.)
UNTUK MENINGKATKAN IMUNITAS IKAN PATIN (Pangasioniodon hypophthalmus) TERHADAP INFEKSI BAKTERI Aeromonas salmonicida
(SKRIPSI)
Oleh
Setyo Budi Raharjo
UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG
(2)
ii
ABSTRAK
EFEKTIVITAS EKSTRAK DAUN KETAPANG (Terminalia cattapa L.) UNTUK MENINGKATKAN IMUNITAS IKAN PATIN (Pangasioniodon hypophthalmus) TERHADAP INFEKSI BAKTERI Aeromonas salmonicida
Oleh
SETYO BUDI RAHARJO
Ikan patin (Pangasionodon hypophthalmus) merupakan salah satu jenis ikan air tawar yang banyak dibudidayakan, sebagai ikan hias maupun ikan kosumsi, sehingga kegiatan usaha budidaya berkembang pesat. Salah satu penyakit ikan yang menjadi masalah dalam budidaya ikan patin adalah serangan bakteri Aeromonas salmonicida. Selama ini, penanggulangan penyakit pada budidaya umumnya menggunakan antibiotik. Pemakaian antibiotik sebagai obat utama dalam penanganan suatu penyakit akan menimbulkan resistensi dari bakteri penyebab penyakit.
Salah satu bahan alami yang berpotensi sebagai bahan antibakteri adalah daun ketapang (Terminalia cattapa L.). Tujuan penelitian ini adalah untuk mempelajari efektivitas ekstrak daun ketapang (Terminalia cattapa L.) sebagai peningkatan imunitas ikan patin terhadap infeksi bakteri A. salmonicida. Parameter utama yang diamati adalah pengamatan uji darah yang terdiri dari perhitungan total leukosit dan diferensial leukosit, serta parmeter pendukung yang diamati adalah gejala klinis, respon makan ikan, dan pengamatan bobot rata-rata ikan.
Leukosit merupakan sel yang berperan penting dalam sistem pertahanan seluler tubuh. Peningkatan yang terjadi pada leukosit ini diakibatkan
meningkatnya jumlah neutrofil dan monosit, sehingga neutrofil dan monosit sangat berperan besar dalam meningkatkan respon ketahanan tubuh ikan uji terhadap infeksi bakteri A. Salmonicida. Hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa konsentrasi ekstrak daun ketapang 100 mg/ml adalah konsentrasi yang paling baik digunakan untuk meningkatkan imunitas ikan patin terhadap infeksi bakteri A. salmonicida.
Kata kunci : Aeromonas salmonicida, daun ketapang (Terminalia cattapa L.), ikan patin.
(3)
EFEKTIVITAS EKSTRAK DAUN KETAPANG (Terminalia cattapa L.)
UNTUK MENINGKATKAN IMUNITAS IKAN PATIN (Pangasioniodon hypophthalmus) TERHADAP INFEKSI BAKTERI Aeromonas salmonicida
Oleh
SETYO BUDI RAHARJO
Skripsi
Sebagai Salah Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA PERIKANAN
Pada
Program Studi Budidaya Perairan Fakultas Pertanian Universitas Lampung
PROGRAM STUDI BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG 2010
(4)
iv
LEMBAR PENGESAHAN
Judul : EFEKTIVITAS EKSTRAK DAUN KETAPANG
(Terminalia cattapa L.) UNTUK MENINGKATKAN IMUNITAS PADA IKAN PATIN (Pangasioniodon hypophthalmus) TERHADAP INFEKSI BAKTERI Aeromonas salmonicida
Nama : Setyo Budi Raharjo
NPM : 0514111036
Jurusan : Budidaya Perairan
Fakultas : Pertanian
MENYETUJUI
1. Komisi Pembimbing
Tarsim, S.Pi, M.Si Sumino, S.Si
NIP 197610122000121001 NIP 197503122005021001
2. Ketua Jurusan Budidaya Perairan
Indra Gumay Yudha, S.Pi, M.Si NIP 197008151999031001
(5)
MENGESAHKAN
1. Tim Penguji
Ketua : Tarsim, S.Pi, M.Si ………..
Sekertaris : Sumino, S.Si ………..
Penguji
Bukan Pembimbing : Wardiyanto, S.Pi, M.P ………..
2. Dekan Fakultas Pertanian Universitas Lampung
Prof.Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S NIP. 19610826 198702 001
Tanggal Lulus Ujian Skripsi : 24 Mei 2010
(6)
vi
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Tegineneng pada 25 Mei 1987, anak pertama dari dua bersaudara, dari pasangan Bapak Amir Thohar dan Ibu Saliyem.
Pendidikan Sekolah Dasar di MIN 1 Tanjung Karang diselesaikan pada tahun 1999, Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama di SLTP Al-Kautsar Bandar Lampung pada tahun 2002, dan Sekolah Menengah Umum di SMA YP Unila Bandar Lampung pada tahun 2005. Pada tahun 2005 penulis terdaftar sebagai mahasiswa Budidaya Perairan Fakultas Pertanian Universitas Lampung melalui jalur SPMB.
Penulis aktif dalam organisasi HIMAPERILA (Himpunan Mahasiswa Perikanan Universitas Lampung) yang sekarang berubah menjadi HIDRILA (Himpunan Mahasiswa Budidaya Perairan Unila) Periode 2005-2006, 2006-2007. Serta pada tahun 2007-2008 menjadi anggota DPM FP unila.
Pada tahun 2008, penulis melaksanakan Praktik Umum di Balai Riset Perikanan Budidaya Air Tawar (BRPBAT) melalui Instalasi Riset Cibalagung. Bogor, Jawa Barat. Pada tahun 2010, penulis menyelesaikan tugas akhirnya dengan menulis skripsi yang berjudul ” Efektivitas Ekstrak Daun Ketapang (Terminalia cattapa
L.) Untuk Meningkatkan Imunitas Ikan Patin (Pangasioniodon hypophthalmus)
Terhadap Infeksi Bakteri Aeromonas salmonicida”.
(7)
“Sesungguhnya Kemuliaan Itu Hanya Diberikan Kepada Mereka
yang Selalu Mendambakannya Dengan Penuh Kesabaran”
“Jangan Menunggu Bahagia untuk Tersenyum, Tetapi Tersenyumlah untuk Bahagia”
“Orang Berakal Tidak Akan Bosan untuk Meraih Manfaat Berfikir, Tidak Putus Asa Dalam Menghadapi Keadaan, dan
Tidak Akan Pernah Berhenti Dari Berpikir dan Berusaha”
(8)
viii
PERSEMBAHAN
Dengan penuh rasa Syukur Kepada Allah SWT, yang telah melimpahkan Rahmat dan Hidayah-Nya kepadaku, kupersembahkan karya sederhana ini kepada :
Papa, Mama, adikku, dan keluargaku tercinta yang tak pernah henti-hentinya
memberikan semangat, bimbingan, serta doa yang senantiasa mengiringi setiap langkahku untuk kebahagiaan dan kesuksessanku.
Teman-teman seperjuangan Budidaya Perairan angkatan 2005.
(9)
SANWACANA
Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT, karena Rahmat dan HidayahNya skripsi ini dapat terselesaikan.
Skripsi ini berjudul: ” Efektivitas Ekstrak Daun Ketapang (Terminalia cattapa L.) Untuk Meningkatkan Imunitas Ikan Patin (Pangasionodon hypophthalmus)
Terhadap Infeksi Bakteri Aeromonas salmonicida”.
Dalam kesempatan ini penulis mengucapakan terimakasih kepada :
1. Papa dan Mama yang telah memberikan doa dan dukungan, kasih sayang,
dan motivasi baik moral maupun finansial untuk melangkah menuju sukses.
2. Bapak Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, MS. selaku Dekan Fakultas Pertanian.
3. Bapak Indra Gumay Yudha, S.Pi., M.Si., selaku Ketua Program Studi
Budidaya Perairan.
4. Bapak Tarsim, S.Pi., M.si. selaku pembimbing utama atas bimbingannya,
kritik serta saran dalam proses penyusunan skripsi ini.
5. Bapak Sumino, S.Si. selaku pembimbing kedua atas bimbingan, kritik
serta saran dalam proses penyusunan skripsi ini.
6. Bapak Wardiyanto, S.Pi., M.P. selaku penguji utama atas Masukan, kritik
(10)
x
7. Ibu Munti Sarida S.Pi. selaku pembimbing akademik yang telah
memberikan dukungan, bimbingan, dan nasehat selama kuliah maupun dalam menyelesaikan skripsi ini.
8. Bapak Ir. Putu Sumardiana, M.P., Selaku Kepala Stasiun Karantina Ikan
Kelas I Panjang, Bandar Lampung.
9. Teh Yayan, Mba Santi, Mba Dini, Mba Endah, Mba Feni, Mba Fica, Mba
Cicil, Mba Novi, Mas Soleh, Mas Angga, Mas Malik, Mas Aris, serta anak-anak PKL Guruh, Heri, Hamim, Apri, dan semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah memberikan bantuan serta bimbingan selama penelitian sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
10.Seluruh keluargaku tercinta yang senantiasa memberi dukungan dan
mendoakan kesuksesanku.
11.Sahabat-sahabat seperjuanganku di Karantina dan BBPBL, Asep dan
Nizar. Serta yang telah membantu dengan Ikhlas Saras dan Fri Yang selalu bersama mengarungi dan merasakan pahit dan manisnya selama penyelesaian penelitian.
12.Teman-temanku seperjuangan angkatan 2005 yang selalu ceria dan
kompak untuk kebersamaannya selama kuliah ataupun tidak kuliah.
13.Dwi Esti Putriyana Devi yang memberi dukungan, menghibur, dan
mendoakan kesuksesanku.
14.Asep, Deswan, Nizar, Aan, Agus, Azwar, Miko, Epro, Rendi, Iduy, Rio,
(11)
15.Kakak-kakakku angkatan 2004 serta adik-adik angakatan 2006, 2007,
2008, dan 2009.
16.Semua pihak yang terlibat dalam penyelesaian skripsi ini yang tidak dapat
disebutkan satu persatu, namun tidak mengurangi rasa terima kasih saya yang sebesar-besarnya.
Semoga Allah SWT menilai sebagai ibadah atas kebaikan dan pengorbanan bapak, ibu, kakak, adik, dan teman-teman. Dan Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak...Amin Allahumma Amin.
Bandar Lampung, Mei 2010 Penulis
(12)
xii
DAFTAR ISI ABSTRAK ... ii
DAFTAR ISI ... xii
DAFTAR TABEL ... xv
DAFTAR GAMBAR ... xvi
DAFTAR LAMPIRAN ... xvii
I. PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Tujuan Penelitian ... 4
C. Kerangka Pemikiran ... 4
D. Hipotesis ... 5
E. Manfaat Penelitian ... 5
II. TINJAUAN PUSTAKA ... 6
A. Biolgi Ikan Patin (P. hypophthalmus) ... 6
1. Klasifikasi Morfologi ... 6
2. Habitat dan distribusi ... 8
3. Makan dan kebiasaan makan ... 8
B. Aeromonas salmonicida ... 9
1. Klasifikasi dan Karakteristik ... 9
2. Penyebaran ... 11
(13)
C. Daun Ketapang (Terminalia cattapa L.) ... 15
1. Klasifikasi daun ketapang ... 16
2. Morfologi daun ketapang ... 17
a. Daun (folium) ... 17
b. Bentuk daun (Circumscriptio) ... 18
c. Ujung daun (Apex folii) ... 18
d. Pangkal daun (Basis folii) dan susunan tulang-tulang daun... 19
D. Kandungan daun ketapang ... 19
E. Mekanisme kerja anti bakteria ... 20
F. Imunitas ... 22
G. Respon imun ... 20
H. Sel darah ... 25
III. METODE PENELITIAN ... 28
A. Waktu dan Tempat ... 28
B. Alat dan Bahan ... 28
C. Prosedur Penelitian ... 29
1. Tahap persiapan ... 30
a. Sterilisasi alat dan bahan ... 30
b. Persiapan wadah dan ikan uji ... 30
c. Pembuatan ekstrak daun ketapang ... 31
2. Tahap pelaksanaan ... 33
a. Uji LD50 ... 33
b. Uji in vitro ... 33
c. Uji in vivo ... 35
3. Parameter utama yang diamati ... 36
a. Perhitungan total leukosit ... 36
b. Perhitungan diferensial leukosit ... 37
4. Parameter pendukung yang diamati ... 39
a. Gejala klinis ... 39
b. Respon makan ikan ... 39
c. Pengamatan bobot rata-rata ikan ... 39
d. Analisis data statistik ... 40
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 41
A. Hasil ... 41
1. Uji LD50 ... 41
2. in vitro ... 41
3. in vivo ... 42
(14)
xiv
3.2 Pengamatan bobot rata-rata ikan ... 43
3.3 Pemeriksaan darah ... 44
3.3.1 Total leuksit ... 44
3.3.2 Diferensial leukosit ... 46
B. Pembahasan ... 50
V. SIMPULAN ... 61
DAFTAR PUSTAKA ... 62
(15)
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Morfologi koloni bakteri A.salmonicida ... 11
(16)
xvi
DAFTAR GAMBAR Gambar Halaman 1. Ikan patin ... 7
2. Borok kulit pada Carp Erythrodermatitis yang disebabkan atypical Aeromonas salmonicida ... 14
3. Daun Ketapang (Terminalia cattapa L.) ... 17
4. Susunan Tulang Daun Ketapang ... 18
5. Mekanisme kerja antibakteria terhadap sel bakteri ... 21
6. Jenis – jenis leukosit ... 27
7. Tahapan Penelitian ... 32
8. Bobot rata-rata ikan patin selama penelitian ... 44
9. Rata-rata total leukosit pada ikan patin selama penelitian ... 45
10. Persentase rata-rata neutrofil dalam darah ikan patin selama penelitian ... 47
11. Persentase rata-rata monosit dalam darah ikan patin selama penelitian ... 48
12. Persentase rata-rata limfosit dalam darah ikan patin selama penelitian ... 49
13. Total rata-rata trombosit dalam darah ikan patin selama penelitian ... 50
(17)
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1. Pengenceran konsenterasi bakteri ... 66
2. Perhitungan uji LD-50... 67
3. Pembuatan media TSA, TSB, GSP dan MHB ... 68
4. Ekstraksi Daun Ketapang ... 70
5. Gambar Hasil uji MIC pada media MHB ... 71
6. Data pengamatan total leukosit ... 72
7. Rata-rata Total Leukosit dalam Darah Ikan Patin Selama Penelitian ... 81
8. Diferensial Leukosit ... 82
9. Gejala Klinis Yang Terjadi Pada Ikan Uji Kontrol Positif ... 83
10. Nilai kisaran kualitas air selama penelitian ... 84
(18)
62
DAFTAR PUSTAKA
Afrianto dan Liviawaty, 1992. Pengendalian Hama dan Penyakit Ikan. Penerbit Kanisius. Yogyakarta. 89 halaman.
Angka SL, BP. Priosoeryanto, BW. Lay dan E. Harris, 2004. penyakit Motile Aeromonad Septicaemia Pada Ikan Lele Dumbo: Upaya Pencegahan dan Pengobatannya dengan Fitofarmaka. Forum Pascasarjana.
Angka, SL., Mokoginta., H Hamid, 1990. Anatomi Dan Histology Banding Beberapa Ikan Air Tawar Yang Dibudidayakan Di Indonesia. Depdikbud, Dikti. IPB.
Anonim, 2007. Metode Standar Pemeriksaan HPIK Golongan Bakteri. Pusat Karantina Ikan.
Anonim, 2009. Senyawa Antimikroba dari Tanaman.
Http://www.indobic.or.id/berita_detail.php?id_berita=124
Austin.B. dan Austin, D.A, 1987. Bacterial Fish Pathogens Disease in Farmed and Wild Fish. England.
Chee Mun, F, 2003. Ketapang (Cattapa) Leaves-Black Water : Understanding Balck Water. INBS Forum Index. Http://www.joyabetta.com/. Kunjungan : Senin, 16 November 2009 3:25:07 PM.
Cipriano dan G. Bullock, 2001. Furunculosis And Other Diseases Caused By Aeromonas salmonicida. Fish Diseases Leaflet 66. West Virginia. 33: 2-8. Dellman, H.D. dan Brown, E.M, 1989. Buku Teks Histologi Veteriner I. HArtono
(Penerjemah). UI Press. Jakarta.
Ghufran, M., 2005. Penanggulangan Hama dan Penyakit Ikan. Rineka Cipta. Jakarta. 63 halaman.
Guyton, A.C dan Hall, JE, 1997. BUKU AJAR - Fisiologi kedokteran (Text book medical physiology). Penerbit buku kedokteran EGC. Hal 543 – 569.
(19)
Hardhiko, R.S., A.G. Suganda, dan E.Y. Sukandar, 2004. Aktivitas Antimikroba Ekstrak Etanol, Ekstrak Air Daun yang Dipetik dan Daun Gugur Pohon Ketapang (Terminalia cattapa L.). Acta Pharamaceutica Indonesia. XXIX 129-133.
Indobic, 2009. Senyawa Antimikroba dari Tanaman.
Http://www.indobic.or.id/berita_detail.php?id_berita=124. Kunjungan : Selasa, 17 November 2009, 09:20 AM
Irianto, K. 2006. Mikrobiologi Jilid 1. Yrama Widya. Bandung
Johnny, F., Zafran., D Roza dan Ketut M, 2003. Hematologi Beberapa Spesies Ikan Laut Budidaya. [Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia] Volume 9 Nomor 4, 2003
Kurniasih, 1999. Penuntun Proses Jaringan dan Atlas Histologi Ikan. Pusat Karantina. Departemen Pertanian. Jakarta
Lesmanawati, W, 2005. Potensi Mahkota (Dewa phaleria macrocarpa) sebagai Antibakteri dan Imunostimulan Pada Ikan Patin Pangasianodon
hypophthalmus Yang Diinfeksi Dengan Aeromonas hydrophilla. [Skripsi]. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, IPB. Bogor.
Muslimin, L.W. 1996. Mikrobiologi Lingkungan. Pusat Studi Lingkungan. Jakarta Noga E.J, 200. Fish Disease : Diagnosis and Treatment. Iowa State University
Press : A Blackwell Publishing Company
Normalina, I. 2007. Pemanfaatan Ekstrak Bawang Putih Allium sativum Untuk Pencegahan dan Pengobatan Pada Ikan Patin Pangasionodon
hypophthalmus Yang Diinfeksi Aeromonas hydropila. Skripsi. FPIK IPB : Bogor. Halm. 12-17.
Paisal, I, 2009. Efektivitas Ekstrak Buah Mengkudu (Morinda citrifolia L) Dalam Menghambat Pertumbuhan Bakteri Vibrio harveii Secara In vitro.
[Skripsi]. Fakultas Pertanian, Universitas Lampung. Lampung. Pelczar, Michael, J. Dan Chan. E.C.S. 2005. Dasar - Dasar Mikrobiologi.
Universitas Indonesia. Jakarta.
Rukyani, A., Evi S., Agus S dan Taukhid. 1997. Peningkatan Respon Kebal Non-Spesifik Pada Ikan Lele Dumbo (Clarias sp) dengan pemberian
imunostimulan (β-Glucan). [Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia] Volume III No 1 Th 1997.
Schlegel, H.G. dan K. Schmid. 1994. Mikrobiologi Umum Edisi ke Enam. Terjemahan Tedjo Baskoro. Gajah Mada University Press. Yogyakarta
(20)
64
Soemadihardjo, S., K. Romimohtarto dan Suhardjono, 1999. Prosiding Seminar VI Ekosistem. Pekanbaru, 15-18 September 1998. LIPI. Jakarta. 326 hlm. Supriyadi, H. 2000. SISTEM PERTAHANAN TUBUH PADA IKAN.
Balai Riset Perikanan Budidaya Air Tawar. Jakarta.
Susanto, H dan Khairul A, 2007. Budidaya Ikan Patin. Penebar Swadaya. Jakarta Tjitrosoepomo,G. 2003. Klasifikasi Daun Ketapang. Gajah Mada University
Press. Jogjakarta
Tropical Aquaworld, 2006. Terminalia cattapa L. Http://www.tropical-aquaworld.com/terminaliae.htm. Kunjungan : Senin, November, 2009, 3:19:06 PM.
Usniarie. 2008. Budidaya Ikan Patin. Diakses dari :
http://usniarie.blogspot.com/2008/04/budidaya-ikan-patin.html.google.com pada tanggal 15 januari 2010
Wardiyanto dan Eko E, 2008. Analisis Daya Hambat Zat Bioaktif Daun Pepaya (Carica papaya Linn) Terhadap Infeksi Seluler Aeromonas hydrophila Pada Ikan Mas (Cyprinus carpio). Fakultas Pertanian, Universitas Lampung. Lampung.
(21)
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ikan patin (Pangasionodon hypophthalmus) merupakan salah satu jenis ikan air tawar yang banyak dibudidayakan, baik sebagai ikan hias maupun ikan kosumsi. Kemauan masyarakat untuk membudidayakan ikan patin semakin meningkat sehingga kegiatan usaha budidaya berkembang pesat. Dalam kegiatan budidaya ikan patin memliki beberapa permasalahan yang perlu diatasi antara lain penyakit.
Penyakit merupakan salah satu masalah yang sering dijumpai dalam dunia budidaya perikanan. Kondisi lingkungan yang tercemar dapat memperbesar peluang timbulnya penyakit pada ikan. Penyakit yang sering menimbulkan masalah umumnya disebabkan oleh mikroorganisme yang tergolong ke dalam protozoa, bakteri, jamur, dan virus. Salah satu yang sering ditemukan menyerang ikan-ikan air tawar adalah penyakit infeksi oleh bakteri. Bakteri adalah
mikroorganisme yang paling melimpah keberadaannya dari semua organisme.
Berdasarkan sumber Pusat Karantina Ikan DKP, Pada akhir tahun 1980 di Indonesia terjadi kematian sebanyak 125 ribu ekor ikan mas dan 30% induk ikan terjadi di daerah budidaya di Jawa Barat yang diakibatkan serangan bakteri Aeromonas spp. antara lain A. salmonicida dan menyebabkan penurunan
(22)
2
produksi dan kerugian kira-kira 4 milyar rupiah. Pada tahun 1989, di Skotlandia terjadi wabah furunculosis sebanyak 15 kali pada ikan-ikan air tawar dan 127 kali pada ikan-ikan air laut
Ikan yang terinfeksi oleh bakteri Aeromonas salmonicida mudah menular, sehingga ikan yang terserang dan keadaannya cukup parah harus segera
dimusnahkan. Sementara ikan yang terinfeksi, tetapi belum parah dapat dicoba dengan beberapa pengobatan. Selama ini, penanggulangan penyakit pada sistem budidaya umumnya menggunakan antibiotik. Namun, pada skala budidaya penggunaan antibiotik kurang efisien, selain harganya mahal, dampak yang ditimbulkannya berupa bertambahnya jenis bakteri yang resisten terhadap antibiotik dan dapat mencemari lingkungan (Mariyono dan Sundana, 2002). Angka (1997) dalam Angka et al. (2004) menyebutkan lebih dari 50% isolat Aeromonas sp. masih sensitif terhadap jenis antibiotik seperti oksitetrasiklin, oxolinic acid, eritromisin, streptomisin dan kloramfinekol. Kekhawatiran ini timbul mengingat sifat resistensi terhadap antibiotik berdampak pada bakteri patogen pada manusia (Angka et al., 2004). Selain itu menurut Noga (2000) pemakaian antibiotik sebagai obat utama dalam penanganan suatu penyakit akan menimbulkan resistensi dari bakteri penyebab penyakit, jadi semakin banyak antibiotik yang digunakan maka masalah yang dihadapi akan semakin besar. Akibat dari dampak negatif penggunaan antibiotik, maka akhir-akhir ini banyak dilakukan penelitian mengenai bahan-bahan alami.
(23)
Salah satu bahan alami yang berpotensi sebagai bahan antibakteri adalah daun ketapang (Hardhiko et al., 2004). Daun ketapang yang berasal dari pohon ketapang biasanya dikenal berkhasiat untuk menjaga kualitas air pada kegiatan budidaya perikanan. Kulit kayu, buah, dan daun ketapang sudah digunakan sebagai obat tradisional untuk mengobati berbagai penyakit, dari penyakit kulit, disentri, sakit kepala sampai sakit perut pada anak-anak. Zat kimia yang
terkandung dalam ekstrak daun ketapang yang diduga bersifat sebagai antibakteri adalah tannin (Chee Mun, 2003) dan flavonoid (Tropical Aquaworld, 2006) sehingga diharapkan mampu menjadi alternatif bahan alami dalam pengobatan penyakit Aeromonas salmonicida.
B. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari efektivitas pemberian ekstrak daun ketapang (Terminalia cattapa L.) untuk meningkatkan imunitas ikan patin (Pangasioniodon hypophthalmus) terhadap infeksi bakteri Aeromonas salmonicida.
C. Kerangka Pemikiran
Pemakaian antibiotik sintetis yang terus menerus dalam penanggulangan penyakit bakterial telah menimbulkan masalah baru yaitu terjadinya resistensi bakteri patogen terhadap antibiotik jenis tertentu serta dikhawatirkan akan memunculkan strain bakteri baru yang resisten terhadap bahan antibakteri (Soemadihardjo et al., 1999). Selain itu, pemakaian bahan antibakteri sintetis juga dapat memberikan banyak dampak negatif bagi makhluk hidup lain yang berada di sekitarnya.
(24)
4
Sehingga perlu dilakukan upaya untuk mencari bahan antibiotik baru yang
bersumber dari alam sehingga dapat berusaha untuk mengurangi pemakaian bahan antibiotik sintetis. Di antara tumbuhan yang berpotensi sebagai penghasil
senyawa antibakteri adalah daun ketapang. Dalam penelitian ini ditelusuri potensi antibakteri dari ekstrak yang didalamnya terkandung tannin dan flavonoid yang potensial sebagai bahan antibakteri (Tropical Aquaworld, 2006) mampu
menghambat pertumbuhan A. salmonicida.
Daun ketapang diharapkan dapat meningkatkan sistem imun pada ikan patin dengan meningkatkan sel darah putih atau leukosit, karena leukosit memiliki tanggungjawab dalam respon kekebalan, apabila ada zat asing yang masuk ke dalam tubuh maka leukosit akan membuat antibodi. Antibodi akan digunakan oleh sistem kekebalan tubuh untuk memberikan rangsangan, mengidentifikasi dan menetralisasikan benda asing (antigen) yang masuk, seperti bakteri. Semakin besar rangsangan antigen, maka semakin banyak antibodi yang akan dihasilkan. Bakteri yang masuk ke dalam tubuh ikan akan diidentifikasi oleh leukosit sebagai antigen.
Respon imun adalah reson tubuh berupa suatu urutan kejadian yang kompleks terhadap antigen, untuk mengeliminasi antigen tersebut. Respon imun ini dapat melibatkan berbagai macam sel dan protein, terutama sel makrofag, sel limfosit, komplemen, dan sitokin yang saling berinteraksi secara kompleks. mekanisme pertahanan tubuh terdiri atas mekanisme pertahanan non spesifik dan mekanisme pertahanan spesifik (Guyton dan Hall, 1997).
(25)
D. Hipotesis
H0 ; Tidak ada pengaruh ekstrak daun ketapang terhadap peningkatan imunitas
ikan patin (Pangasionodon hypophthalmus) yang diinfeksi bakteri Aeromonas salmonicida.
H1 ; Adanya pengaruh ekstrak daun ketapang terhadap peningkatan imunitas ikan patin (Pangasionodon hypophthalmus) yang diinfeksi bakteri Aeromonas salmonicida.
E. Manfaat Penelitian
Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang
pemanfaatan ekstrak daun ketapang (Terminalia cattapa L.) untuk meningkatkan imunitas ikan patin (Pangasionodon hypophthalmus) terhadap infeksi bakteri A. salmonicida.
(26)
6
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Bilogi Ikan Patin (Pangasionodon hypophthalmus) 1. Klasifikasi dan Morfologi
Klasifikasi ikan patin menurut Rainboth (1996) dalam Savela (2004), adalah sebagai berikut :
Filum : Chordata
Kelas : Pisces
Subkelas : Teleostei
Ordo : Ostariophysi
Subordo : Siluroidea
Family : Pangasidae
Genus : Pangasionodon
Spesies : Pangasionodon hypophthalmus
(27)
2
2
Gambar 1. Ikan Patin
Keterangan : 1. Mulut
2. Mata
3. Sirip Dorsal
4. Sirip Caudal
5. Sirip Anal 6. Sirip Pectoral
7. Sirip Ventral
8. Sirip Lemak
Ikan patin mempunyai sirip punggung 1 jari-jari keras yang berubah menjadi patil yang besar dan bergerigi dibelakangnya, sedangkan jari-jari lunak 6-7 buah. Pada permukaan punggung terdapat sirip lemak yang ukurannya sangat kecil. Sirip dubur agak panjang dan mempunyai 30-33 jari-jari lunak. Sirip perut terdapat 6 jari-jari lunak. Sedangkan sirip dada terdapat 1 jari-jari keras yang berubah menjadi patil dan 12-13 jari-jari lunak. Sirip ekor bercagak dan bentuknya simetris (Ghufron, 2005).
3
4
1
7
6 5
(28)
8
Ikan patin mempunyai bentuk tubuh memanjang, agak pipih, tidak bersisik, kepala kecil, mata kecil, serta mulut diujung kepala dan lebar. Panjang tubuh ikan patin dapat mencapai ukuran 120 cm. Warna tubuh ikan patin pada bagian punggung keabu-abuan atau kebiru-biruan dan bagian perut putih keperak-perakan (Susanto dan Khairul, 2007).
2. Habitat dan Distribusi
Habitat hidup ikan patin adalah air tawar. Air yang baik untuk pertumbuhan ikan patin adalah air sungai, air sumur, air tanah, dan mata air. Namun, ikan patin juga dapat hidup dalam kondisi air yang kurang baik seperti didalam lumpur atau air yang memiliki kadar oksigen rendah, kerena ikan patin memiliki kemampuan beradaptasi yang tinggi terhadap kondisi ekstrim seperti kandungan oksigen terlarut (Dissolve Oxygen) dan pH yang rendah (Susanto dan Khairul, 2007).
Penyebaran ikan patin meliputi berbagai negara diantaranya adalah Thailand, Malaysia, Myanmar, Laos, India, dan Indonesia. Di Indonesia, ikan patin terdapat di sungai dan danau-danau di pulau Sumatera, Kalimantan, dan Jawa.
3. Makan dan Kebiasaan Makan
Ikan patin merupakan jenis ikan omnivora (pemakan segala, hewan dan tumbuhan) dan cenderung bersifat karnivora (pemakan hewan). Di alam, ikan patin memakan ikan-ikan kecil, cacing, detritus, serangga, biji-bijian, potongan daun tumbuh-tumbuhan, rumput-rumputan, udang-udang kecil dan moluska.
(29)
Dalam pemeliharaannya ikan patin dapat diberi pakan buatan (artificial foods), yaitu berupa pelet (Ghufron, 2005).
Makanan ikan patin berubah sejalan dengan pertambahan umur dan
perkembangannya. Benih ikan patin yang berumur 20 hari sanggup memakan
plankton (pakan alami) berukuran 0,5 – 2,0 mm. Benih yang cukup besar atau
benih tua mulai menyantap makanan alami yang berukuran lebih besar, misalnya Paramecium, naupli Artemia, Clodocera, Sida sp., Diaphanasoma sp., Dapnia sp., Moina sp., Bosminasp., Chidorus sp., dan Copepoda seperti Cyclop sp. (Usniarie, 2008).
B. Aeromonas salmonicida
Aeromonas merupakan jenis bakteri yang sering menginfeksi ikan air tawar. Namun dari beberapa spesies Aeromonas, A. salmonicida merupakan yang paling patogen dan penyebarannya paling luas sehingga cukup meresahkan pada
pembudidaya ikan. Pada dasarnya A. salmonicida merupakan patogen oportunis karena penyakit yang disebabkan mewabah pada ikan yang mengalami stress atau
pada pemeliharaan dengan padat tebar tinggi. Tanda – tanda klinis A.
salmonicida bervariasi tetapi umumnya ditunjukkan adanya hemoragik pada kulit,
insang, gripis, dan borok pada kulit. Sering pula tanda – tanda klinis ditunjukkan
(30)
10
1. Klasifikasi dan Karakteristik
Klasifikasi bakteri A. salmonicida menurut Buchanan dan Gibbsons (1974) dalam Anonim (2007) adalah sebagai berikut :
Superkingdom : Bacteria
Filum : Proteobacteria
Kelas : Gammaproteobacteria
Ordo : Aeromonadales
Famili : Aeromonadaceae
Genus : Aeromonas
Spesies : Aeromonas salmonicida
A. salmonicida tidak dapat bertahan lama tanpa inang dan dapat tumbuh optimal
pada suhu 22-28oC sedangkan pada suhu 30oC pertumbuhannya terhambat.
Daerah penyebaran bakteri ini cukup luas hampir di seluruh dunia, meliputi lingkungan air tawar maupun air laut terutama di daerah yang banyak memelihara ikan salmon dan dikenal sebagai penyebab furunculosis.
(31)
Tabel 1. Morfologi koloni bakteri A.salmonicida adalah : Morfologi
Warna Bentuk Permukaan Sifat
Putih
Bulat (circulair) Cembung (convex)
Gram negative, berbentuk batang pendek, tidak motil, tidak
membentuk spora, tidak membentuk kapsul, aerob.
Sumber : Pusat Karantina Ikan, DKP Jakarta (2007)
Bakteri A. salmonicida memiliki banyak subspesies yang memiliki perbedaan sifat dan patogenitas. Holt et al (1994) menyatakan paling tidak ada empat subspesies A. salmonicida yang telah diketahui, yaitu subspesies salmonicida, achromogenes, masoucida, dan smithia. Selain secara taksonomi, A. salmonicida juga dibagi menjadi 2 jenis yaitu Typical dan Atypical. A. salmonicida subsp. salmonicida merupakan strain typical penyebab furunculosis dan septisemia yang parah hingga menyebabkan kematian pada ikan. Strain ini memiliki karakteristik yang homogen sifat morfologi dan biokimianya. Sedangkan subspesies yang lain merupakan strain atypical yang biasanya dikarakteristikan dengan adanya
pemborokan kulit dan ciri eksternal dengan atau tanpa disertai septisemia. Strain ini memiliki banyak variasi sifat fisiologi, biokimia dan serologi serta ketahanan tubuh terhadap antibiotik.
(32)
12
2. Penyebaran
A. salmonicida umumnya menyerang ikan air laut dan menjadi masalah yang serius pada ikan air laut khususnya pada budidaya ikan salmon Atlantik. Bakteri ini merupakan penyebab penyakit yang paling penting pada ikan salmonid, juga menjadi patogen pada ikan non salmonid seperti ikan mas, koi, dan lele.
Penularan A. salmonicida dapat terjadi melalui kontak fisik antar ikan dalam kolom air (Cipriano dan Bullock, 2001), ikan sakit (karier), telur yang
terkontaminasi atau melalui bulu burung air. Sumber utama terjadinya penularan penyakit dapat terjadi akibat adanya ulcer (luka). Selain itu, kotoran ikan yang sakit juga dapat menjadi penyebab wabah penyakit. Sedangkan penularan secara vertikal melalui telur jarang terjadi. Menurut Ezura et al. 1984 ; Cipriano dan Bullock. 2001 dalam keadaan tertentu, transportasi juga berpengaruh misalnya disebabkan oleh peralatan yang terkontaminasi dan pengaruh pengangkutan yang menyebabkan stres khususnya oleh perbedaan suhu yang tinggi sehingga mudah terjangkit wabah.
3. Patogenitas
Serangan bakteri A. salmonicida yang menyebabkan furunculosis dapat terbagi menjadi beberapa bentuk :
bentuk sub-akut atau kronis
Biasa menyerang ikan dewasa dengan tanda berkurangnya aktivitas renang, kongesti pada sirip dan pendarahan pada insang. Secara internal dapat ditemui haemoragi pada hati, pembengkakan limpa dan nekrosis pada ginjal. Tingkat kematian akibat bentuk sub-akut ini rendah.
(33)
bentuk akut
Biasa terjadi pada ikan muda dan dewasa, ditandai dengan terjadinya
septisemia, warna tubuh ikan yang lebih gelap, gerakan yang kurang aktif, dan haemoragi kecil pada pangkal sirip. Secara internal bakteri ditemukan dalam darah, seluruh jaringan dan pada lesi, haemoragi pada dinding abdominal, viscera dan jantung serta limpa yang membengkak. Bentuk akut biasanya muncul secara tiba-tiba, gejala eksternal sedikit atau tidak ada. Terjadi dalam waktu singkat dan menyebabkan kematian pada ikan setelah 2-3 hari.
bentuk per-akut
Terjadi pada fingerling, ditandai dengan warna tubuh yang menggelap. Ikan mati dengan cepat tanpa gejala eksternal yang berarti. Bentuk per-akut ini dapat menimbulkan kerugian yang besar pada hatchery.
Selain furunculosis, A. salmonicida dapat menimbulkan penyakit lain misalnya erythrodermatitis pada ikan carp. Bootsma dan Blommaert (1978) dalam Cipriano dan Bullock (2001) menyatakan bahwa dari hasil isolasi agen pembawa penyakit Carp Erythro-dermatitis yang telah dilakukan, diketahui merupakan jenis strain atypical yaitu achromogenic yang merupakan salah satu varian A. salmonicida.
(34)
14
Gambar 2. Borok kulit pada Carp Erythrodermatitis yang disebabkan atypical Aeromonas salmonicida
Ikan yang terserang bakteri A. salmonicida menunjukkan gejala klinis sebagai berikut :
a. Luka yang khas yaitu nekrosis dalam otot berupa pembengkakan di dalam
kulit (furuncle).
b. Pada serangan akut tanda – tanda yang menyeluruh mungkin tidak tampak.
c. Pembengkakan akan menjadi luka terbuka yang berisi nanah, darah dan
jaringan yang rusak, kemudian di tengah luka terbentuk cekungan.
d. Memungkinkan terdapat pendarahan dari luka jaringan pada pangkal sirip
dada dan sirip perut.
e. Sirip menjadi geripis.
f. Mata menonjol (exophthalmus)
g. Warna tubuh menjadi gelap.
Secara patologi ikan yang terserang bakteri A. salmonicida memiliki ciri seperti : 1. Usus bagian belakang melekat dan bersatu
2. Pembengkakan limpa dan ginjal yang berkembang menjadi nekrosis 3. Septicemia sangat jelas.
(Sumber : Aquatic animal diseases significant to Australia, Pusat Karantina Ikan, DKP Jakarta).
(35)
C. Daun Ketapang (Terminalia cattapa L.)
Daun ketapang (Terminalia cattapa L.) sudah digunakan sejak dulu dalam budidaya perikanan oleh para petani ikan tropis di Asia untuk menjaga kesehatan ikan. Daun ketapang memiliki efek antiseptik dan dapat digunakan untuk
mengobati penyakit jamur dan bakteri (Tropical Aquaworld, 2006).
Daun ketapang mengeluarkan zat aktif ke dalam air tanpa merusak sistem imun dari ikan, dimana sering terjadi pada penggunaan beberapa obat. Daun ketapang gugur segar yang berwarna merah atau kuning kecoklatan, memiliki aktivitas antijamur dan antibakteri yang lebih besar dibandingkan dengan daun ketapang hijau yang masih ada di pohon. Menurut penelitian yang sudah dilakukan di ITB menunjukkan bahwa aktivitas anti bakteri dan anti jamur lebih besar pada daun ketapang yang gugur dibandingkan dengan daun ketapang yang masih di pohon (Hardiko, 2004). Untuk pengobatan pada ikan sakit, hanya daun gugur yang digunakan. Selama pengobatan, pH dapat turun dari 7 manjadi 6 atau dibawahnya.
(36)
16
Klasifikasi Daun Ketapang
Kingdom : Plantae (tumbuhan)
Subkingdom : Tracheobionta (berpembuluh) Superdivisio : Spermatophyta (menghasilkan biji)
Divisio : Magnoliophyta (berbunga)
Kelas : Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)
Sub-kelas : Rosidae
Ordo : Myrtales
Familia : Combretaceae
Genus : Terminalia
Spesies : Terminalia catappa L.
(Tjitrosoepomo, 2003)
1. Morfologi a. Daun (Folium)
Daun lengkap merupakan daun yang terdiri atas upih daun (vagina), tangkai daun (petiolus) dan helaian daun (lamina). Sedangkan Terminalia catappa disebut daun yang tidak lengkap karena daunnya hanya terdiri atas helaian daun (lamina) dan tangkai daun (petiolus).
(37)
Gambar 3. Daun Ketapang (Terminalia cattapa L.)
Terminalia catappa memiliki bentuk tangkai daun seperti bentuk tangkai daun tumbuhan pada umumnya, yaitu berbentuk silinder dengan sisi agak pipih dan menebal pada pangkalnya. Untuk helaian daunnya, daun Terminalia catappa dapat dideskripsikan sebagai berikut:
b. Bangun/Bentuk Daun (circumscriptio)
Jika daun digolongkan berdasarkan letak bagian yang terlebar, maka daun Terminalia catappa termasuk dalam daun dengan bagian terlebar terdapat di atas tengah-tengah helaian daun dengan bentuk bangun daun bulat telur sungsang (obovatus), yaitu seperti bulat telur tetapi bagian yang terlebar terdapat dekat ujung daun.
c. Ujung Daun (apex folii) dan Tepi Daun
Bentuk ujung daun yang dimiliki Terminalia catappa adalah tumpul (obtusus), yaitu tepi daun yang semula agak jauh dari ibu tulang, cepat menuju ke suatu titik pertemuan hingga terbentuk suatu sudut yang
(38)
18
yang rata dan tepi daun yang bertoreh. Tepi daun Terminalia catappa sendiri memiliki tepi daun yang rata. Sedangkan Daging daun merupakan bagian daun yang terdapat diantara tulang-tulang daun dan urat-urat daun. Terminalia catappa memiliki daging daun yang seperti perkamen, yaitu tipis tetapi cukup kaku.
d. Pangkal Daun (basis folii) dan Susunan Tulang-tulang Daun
Tidak berbeda dengan ujung daunnya, pangkal daun Terminalia catappa memiliki bentuk yang tumpul (obtusus).
Gambar 4. Susunan Tulang Daun Ketapang
Melihat arah tulang-tulang cabang yang besar pada helaian daun, maka berdasarkan susunan tulangnya, Terminalia catappa tergolong daun yang bertulang menyirip (penninervis), yaitu daun yang mempunyai satu ibu tulang yang berjalan dari pangkal ke ujung dan merupakan terusan tangkai daun.
(39)
D. Kandungan daun ketapang
Zat-zat yang terkandung pada daun ketapang di antaranya violaxanthin, lutien, dan zeaxanthin, serta dapat juga mengandung tannin, seperti punicalin,
punicalagin dan tercatein (Tropical Aquaworld, 2006). Zat kimia dalam ekstrak daun ketapang yang diduga bersifat antibakteri adalah tannin (Chee Mun, 2003) dan flavonoid (Tropical Aquaworld, 2006).
Tannin adalah suatu nama deskriptif umum untuk satu grup substansi fenolik polimer yang mampu menyamak kulit atau mempresipitasi gelatin dari cairan, suatu sifat yang dikenal sebagai astringensi. Mereka ditemukan hampir di setiap
bagian dari tanaman; kulit kayu, daun, buah, dan akar (Indobic,2009). Flavonoid
memiliki aktivitas anti-alergi, antiradang, antimikroba, dan antikanker. Flavonoid diketahui telah disintesis oleh tanaman dalam responsnya terhadap infeksi
mikroba sehingga tidak mengherankan kalau mereka efektif secara in vitro terhadap sejumlah mikroorganisme (Indobic,2009).
E. MekanismeKerjaAntibakteria
Antibiotik adalah bahan antibakteri, bahan yang dapat membunuh atau
menghambat aktivitas mikroorganisme bergantung pada sifat antibakteri yang digunakan (Muslimin, 1996). Sifat ribosom dan enzim yang mengambil bagian pada sintesis protein dan juga susunan dinding sel bakteri menjadi sebab pengaruh spesifik terhadap berbagai antibiotik (Schelegol dan Schmidt, 1994).
(40)
20
Antibakteria memiliki kemampuan yang berbeda dalam menghambat
pertumbuhan atau membunuh organisme patogen. Sifat kerja antibakteri ada dua yaitu bersifat mematikan (bakterisidal) dan menghambat pertumbuhan bakteri (bakteriostatik). Cara kerja antibakteria yang terkandung dalam tanaman relatif sama seperti kerja fenol, krosol, sabun netral dan deterjen yaitu menyerang batas lapisan sel dan merusak permeabilitas membran sitoplasma (Schlegel dan Karin, 1994).
Kerusakan sel pengaruh dari antibakteria dapat terjadi dengan berbagai cara, kerusakan sel bakteri diantaranya disebabkan oleh denaturasi dan koagulasi sel
akibat pemanasan pada suhu 800C, pengaruh kombinasi kimia non spesifik yang
bergabung dengan jaringan mikroorganisme, kombinasi kimia spesifik yang mampu masuk ke dalam sel dan menghentikan salah satu gugus molekul spesifik, serta pengaruh aktivitas pada permukaan (Irianto, 2006).
Menurut Muslimin (1996), beberapa mekanisme kerja dari antibakteria terhadap sel bakteri sebagai berikut :
(41)
Antibakteria
merusak molekul protein
menghambat aktivitas enzim merusak
dinding sel
metabolisme sel terganggu
menghambat sintesa asam nukleat
pertumbuhan bakteri terhambat terganggu
Gambar 5. Mekanisme kerja antibakteria terhadap sel bakteri
F. Imunitas
Imunitas merupakan suatu kemampuan tubuh untuk melawan hampir semua organisme atau toksin yang cenderung merusak jaringan dan organ tubuh. Sebagian besar imunitas merupakan imunitas didapat yang tidak timbul sampai tubuh pertama kali diserang oleh bakteri yang menyebabkan penyakit atau toksin. Imunitas yang didapat merupakan suatu kemampuan tubuh untuk membentuk imunitas spesifik yang sangat kuat untuk melawan agen penyerbu yang bersifat mematikan seperti bakteri, virus, toksin dan bahkan jaringan asing yang berasal dari binatang lain. Imunitas didapat dihasilkan oleh sistem imun khusus yang membentuk antibodi dan mengaktifkan limposit yang mampu menyerang dan menghancurkan organisme spesifik atau toksin (Guyton dan Hall, 1997).
(42)
22
Sistem imun pada ikan umumnya hampir sama dengan hewan vertebrata lain, perbedaannya hanya terletak pada organ pembentuknya, proses pembentukan, serta jenis dan komponen imunnya. Sistem ini sangat tergantung pada suhu dan dipengaruhi faktor lingkungan. Organ pembentuk respon imun dan darah dikenal sebagai organ limphomieloid karena jaringan lymphoid dan myeloid bergabung menjadi satu. Jaringan tersebut terutama terbentuk dari jaringan granulopoietik yang kaya dengan enzim lisozim yang diduga mempunyai peran penting dalam reaksi kekebalan tubuh. Pada ikan, jaringan pembentuk darah terdapat dalam stroma limpa dan intersitium ginjal. Selain itu juga dibagian tepi hati dan submukosa usus (Angka et al, 1990).
G. Respon Imun
Respon imun adalah reson tubuh berupa suatu urutan kejadian yang kompleks terhadap antigen, untuk mengeliminasi antigen tersebut. Respon imun ini dapat melibatkan berbagai macam sel dan protein, terutama sel makrofag, sel limfosit, komplemen, dan sitokin yang saling berinteraksi secara kompleks. mekanisme pertahanan tubuh terdiri atas mekanisme pertahanan non spesifik dan mekanisme pertahanan spesifik (Guyton dan Hall, 1997).
Mekanisme pertahanan non spesifik disebut juga komponen nonadaptif atau innate, atau imunitas alamiah. artinya mekanisme pertahanan yang tidak ditujukan hanya untuk satu jenis antigen, tetapi untuk bernagai macam elemen
(43)
non spesifik. jadi bukan merupakan pertahanan khusus untuk antigen tertentu (Angka et al, 1990).
Mekanisme pertahana tubuh spesifik atau disebut juga komponen adaptif atau imunitas didapat adalah mekanisme pertahanan yang ditujukan khusus terhadap satu jenis antigen, karena itu tidak berperan terhadap antigen jenis lain.
perbedaannya dengan pertahanan tubuh non spesifik adalah bahwa pertahanan tubuh spesifik harus kontak atau ditimbulkan terlebih dahulu oleh antigen tertentu, baru akan terbentuk. apabila pertahana non spesifik belum dapat mengatasi invasi mikroorganisme maka imunitas spesifik akan terangsang. mekanisme pertahanan spesifik adalah mekanisme pertahanan yang diperankan oleh sel limposit B dan sel limposit T, dengan atau tanpa bantuan komponen sistem imun lainnya seperti sel makrofag dan komplemen (Angka et al, 1990).
Gerak balas imun (immune response)
Suatu reaksi tanggap kebal akan timbul apabila ada benda asing (antigen) yang memasukki suatu inang yang bereaksi dengan sistem kekebalan dari inang tersebut. Antigen atau bahan-bahan asing bisa terdiri dari sel-sel seperti bakteri, virus,jamur, parasit atau bahan protein lainnya. Apabila benda asing tersebut memasuki tubuh inang maka akan merangsang jaringan limfosit untuk
memproduksi sel-sel limfosit dan makrofag. Limfosit yang dihasilkan oleh tubuh
terdiri dari dua jenis sel yaitu :Limfosit-T dan limfosit –B. Perbedaan kedua
limfosit ini adalah terletak pada cirri-ciri permukaan dan juga peranan dari setiap jenis sel tersebut. Misalnya dilihat dari fungsi sel-T atau limfosit-T mempunyai
(44)
24
beberapa fungsi yaitu antara lain memainkan peran dalam pemusnahan jasad penyebab penyakit dengan jalan merangsang pembentukan “limfokin”. Limfokin adalah sekelompok bahan yang dapat meningkatkan aktifitas makrofag.
Fungsi lain dari sel-T yaitu yang sangat penting meliputi membunuh sel target misalnya jasad patogen secara langsung (melalui imunitas perantara sel dan cytotoxicity) serta secara kerjasama dengan sel-B dalam meningkatkan produksi antibodi. Interaksi antara sel-T dan sel-B diperantarai paling tidak oleh dua kelas molekul yaitu 1) molekul permukaan sel, yang berperan dalam penempelan sel dan sinyal transduksi 2) cytokine (termasuk interleukin) yang merupakan hormon polipeptid yang berperan dalam pertumbuhan, pembelahan dan diferensiasi sel dalam sistem kekebalan. Tanggap kebal yang ditimbulkan oleh sel-T disebut dengan keimunan perantara sel (cell mediated immunity) sedangkan tanggap
kebal yang dihasilkan oleh sel-B disebut dengan “humoral immunity”. Sifat dari
kekebalan yang dihasilkan oleh sel-T adalah tidak spesifik, sedangkan yang dihasilkan oleh sel-B bersifat spesifik. Perbedaan tanggap kebal spesifik dengan yang tidak spesifik adalah: a) kespesifikan, b) keheterogenan dan c)
ingatan/memori immunology. Kespesifikan adalah pemilihan yang tepat baik oleh antibodi maupun limfosit untuk bereaksi dengan antigen atau benda asing lain dengan konfigurasi yang sama dengan antigen tersebut. Sifat keheterogenan dari tanggap kebal spesifik adalah terbentuknya berbagai jenis sel maupun hasil sel yang dikeluarkan sewaktu tubuh inang tersebut dimasuki oleh antigen. Sel-sel yang beraneka jenis tersebut akan menghasilkan antibodi dan limfosit sensitif
yang bersifat heterogen. Sifat ketiga adalah terbentuknya “memori immunology”
(45)
antigen yang sejenis maka inang tersebut akan cepat bereaksi untuk membentuk antibodi. Dengan adanya memori imunologi ini akan mempercepat dan
meningkatkan terbentuknya zat anti (antibody) pada tubuh inang (Supriyadi, 2000)
H. Sel Darah
Darah tersusun atas sel darah dan plasma darah. Sel darah terdiri dari sel darah merah (eritrosit) dan sel darah putih (leukosit). Volume darah pada ikan lebih sedikit dibandingkan dengan vertebrata yang lain, yaitu sekitar 5% dari berat tubuhnya (Angka et al, 1990). Darah mengalami perubahan-perubahan yang sangat serius khususnya bila terkena infeksi oleh bakteri, dalam hal ini Bacterial Haemorragic Septicemia (Amlachler, 1970; Snieszko et al, 1971 dalam
Lesmanawati, 2006).
Leukosit merupakan unit yang mobil atau aktif dari sistem pertahanan tubuh. Leukosit ini sebagian dibentuk di sumsum tulang dan sebagian di jaringan limfe. Setelah dibentuk, sel-sel ini diangkut dalam darah menuju berbagai bagian tubuh untuk digunakan. Manfaat dari sel darah putih adalah bahwa kebanyakan
ditranspor secara khusus ke daerah yang terinfeksi dan mengalami peradangan serius. Jadi, menyediakan pertahanan yang cepat dan kuat terhadap setiap bahan infeksius yang mungkin ada. Leukosit bertanggung jawab dalam respons
kekebalan. Jika ada zat asing (kuman) masuk ke dalam tubuh, maka beberapa leukosit akan membuat antibodi. Antibodi adalah protein sederhana
(46)
26
(gamaglobulin) yang dihasilkan oleh limposit atau larut ke dalam plasma darah sebagai reaksi terhadap serangan suatu antigen (Guyton dan Hall, 1997).
Jenis Leukosit
1. Granulosit : leukosit yang di dalam sitoplasmanya memiliki butir-butir kasar
(granula). Jenisnya adalah eosinofil, basofil dan neutrofil.
a. Eosinofil : berfungsi membunuh parasit, merusak sel-sel kanker dan
berperan dalam respon alergi. Diameter eosinofil sama dengan diameter neutrofil yaitu 12 - 15 µm. Jumlah nukleusnya terdiri dari dua lobe yang keduanya juga terhubung oleh filamen. Granulla eosinofil berwarna merah kekuningan, dalam sitoplasma jumlahnya sedikit sehingga nukleus masih dapat dilihat jelas.
b. Basofil : berperan dalam respon alergi. Diameter basofil lebih kecil dari
neutrofil dan basophil yaitu sekitar 9-10 µm. Granulanya berwarna merah kebiruan dalam sel jumlahnya sangat banyak hampir menutupi semua sel, sehingga nukleus yang jumlah lobe dua dan terhubung oleh filamen tidak dapat dilihat jelas.
c. Neutrofil : berfungsi membantu melindungi tubuh melawan infeksi bakteri
dan jamur dan mencerna benda asing sisa-sisa peradangan. Diameternya antara 12-15 µm. Neutrofil merupakan salah satu jenis sel darah putih yang bergranula, dimana granulanya berwarna merah namun hanya sedikit diseluruh sitoplasma, dengan jumlah nukleus terdiri dari tiga lobe atau lebih dimana masing-masing lobe hanya dihubungkan oleh filamen sehingga terlihat seperti terpisah.
(47)
2. Agranulosit : leukosit yang sitoplasmanya tidak memiliki granula. Jenisnya adalah limfosit dan monosit serta trombosit.
a. Monosit : berfungsi mencerna sel-sel yang mati atau yang rusak dan memberikan perlawanan imunologis terhadap berbagai organisme penyebab infeksi. Diameter monosit antara 16-20 µm. Nukleusnya terdiri dari dua lobe yang menyatu
b. Limposit : berfungsi memberikan perlindungan terhadap infeksi virus dan bisa menemukan dan merusak beberapa sel kanker dan membentuk sel-sel yang menghasilkan antibodi atau sel plasma. diameter limposit berkisar 8-10 µm. Nukleusnya berbentuk bulat hampir memenuhi sel atau dengan kata lain hanya ada satu lobe.
c. Trombosit : berfungsi dalam pembekuan darah jika terjadi luka, ukurannya bervariasi antara 2-3 µm.
Gambar 6. Jenis – jenis leukosit
Gambar 6. Jenis – jenis leukosit
Eosinofil Basofil Neutrofil
(48)
28
III. METODE PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat
Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari - Februari 2010, di Laboratorium Stasiun Karantina Ikan Kelas I Panjang, Bandar Lampung dan Laboratorium Budidaya Perairan Fakultas Pertanian Universitas Lampung.
B. Alat dan Bahan 1. Uji LD-50
Alat-alat yang digunakan dalam uji LD-50 adalah : akuarium ukuran 50cm x 40cm x 40cm sebanyak 5 buah, ember, spuit, sarung tangan, masker, peralatan aerasi, kertas label. Sedangkan bahan-bahan yang digunakan adalah ikan patin ukuran 10 cm sebanyak 50 ekor, tissue, ethanol, minyak cengkeh dan biakan
bakteri A. salmonicida dengan kepadatan 108, 107, 106, 105, 104 cfu/ml.
2. Uji In Vitro
Alat-alat yang digunakan dalam uji in vitro adalah : tabung reaksi, rak tabung, vortex, mikropipet, masker, jas lab. Sedangkan bahan yang digunakan adalah PBS (Phosphate Buffer Saline), ethanol, aquades steril, media MHB (Mueller Hinton Broth), media TSA, biakan bakteri A. salmonicida dengan konsentrasi
(49)
yang didapatkan dari uji LD-50 dan konsentrasi ekstrak daun ketapang 25, 50, 75, dan 100 gr/ml
3. Uji In Vivo
Alat-alat yang digunakan adalah : akuarium ukuran 50cm x 40cm x 40cm sebanyak 15 buah, ember, spuit, sarung tangan, masker, peralatan aerasi, kertas label, haemocytometer, mikroskop, gelas objek, cover glass, pipet tetes, stopwatch dan baki. Sedangkan bahan-bahan yang digunakan adalah ikan patin ukuran 10 cm sebanyak 150 ekor, tissue, ethanol, minyak cengkeh, biakan bakteri A. salmonicida dengan konsentrasi yang dihasilkan dari uji LD-50, ekstrak daun ketapang dengan konsentrasi yang dihasilkan dari uji in vitro (konsentrasi ekstrak yang berada diatas dan di bawah konsentrasi yang dihasilkan), EDTA 10%, Asam Asetat 4%, methanol, giemsa, aquades dan minyak imersi.
C. Prosedur Penelitian
Pelaksanaan penelitian terbagi menjadi 3 tahap, yaitu :
1) Tahap persiapan, meliputi : sterilisasi alat dan bahan, persiapan wadah dan
ikan uji, dan pembuatan ekstrak daun ketapang.
2) Tahapan pelaksaan, meliputi : uji LD-50, uji in vitro dan uji in vivo.
3) Tahap pengamatan, meliputi : respon nafsu makan ikan, pengamatan bobot
(50)
30
1. Tahap persiapan
a. Sterilisasi alat dan bahan
Pada pelaksanaan penelitian diawali dengan persiapan dan sterilisasi (alat dan bahan). Sterilisasi merupakan upaya yang dilakukan untuk membebaskan alat dan bahan dari mikroorganisme kontaminan. Alat dan bahan yang akan digunakan dalam penelitian dimasukkan ke dalam autoklaf, sebelumnya alat-alat tersebut dibungkus dengan kertas kopi yang bertujuan untuk mencegah
alat-alat tersebut terkena air. Sterilisasi dimulai pada suhu 1210C, tekanan 1
atm dengan waktu 15-20 menit.
b. Persiapan wadah dan ikan uji
Wadah budidaya yang akan digunakan untuk uji in vivo adalah akuarium dengan ukuran 50cm x 40cm x 40cm. Akuarium disusun dan diberi label secara acak, kemudian diisi air sampai ketinggian 15 cm (30 liter) dan diaerasi kuat selama 24 jam. Sebelum digunakan, akuarium dicuci dengan sabun dan didesinfeksi dengan menggunakan kalium permanganat (PK) kemudian dikeringkan.
Ikan uji yang digunakan adalah ikan yang berukuran 10 cm. Sebelum dimasukkan ke dalam akuarium, ikan direndam terlebih dahulu dalam larutan garam dengan konsentrasi 5 ppm selama 5 menit. Perendaman ini bertujuan untuk mengurangi stress serta melepaskan ektoparasit yang menempel. Setelah itu, ikan dipindahkan ke akuarium. Masa pemeliharaan diawali dengan mengadaptasikan ikan terhadap pakan dan lingkungannya yang baru
(51)
selama 3 hari. Ikan uji diberi pakan buatan berupa pellet terapung sebanyak 2 kali sehari pada pagi dan sore secara adlibitum.
c. Pembuatan Ekstrak Daun Ketapang (Terminalia cattapa L.)
Berdasarkan penelitian dari Hardhiko et al. (2004), daun ketapang yang digunakan adalah daun ketapang yang sudah gugur dari pohonnya karena memiliki sifat antibakteri yang lebih baik dari daun ketapang segar. Daun ketapang dicuci dengan air bersih kemudian ditiriskan pada suhu ruang dengan bantuan cahaya matahari sampai daun mudah dipatahkan. Setelah daun kering, selanjutnya daun dihaluskan dengan blender dan kemudian diayak dengan saringan sampai didapatkan bubuk halus. Bubuk halus daun ketapang disimpan dalam tempat tertutup pada suhu kamar dan tidak terkena sinar matahari langsung.
Proses ekstraksi dilakukan dengan melarutkan beberapa gram bubuk daun ketapang dengan air akuades steril sesuai dengan dosis yang diinginkan. Campuran antara bubuk daun ketapang dengan air akuades steril diseduh
pada suhu 50oC selama 15 menit. Kemudian, hasil seduhan disaring dengan
menggunakan kertas saring supaya didapat ekstrak berupa cairan yang siap digunakan.
(52)
32
Setelah 7 hari
Gambar 7. Tahapan Penelitian
Uj i LD -50 Selesai Uj i In V ivo PENDA HUL UA N
Ikan uji di injeksi dengan ekstrak daun ketapang ( konsentrasi 50,75,100 mg/ml)
Parameter yang diamati :
Pengamatan gejala klinis dan respon nafsu makan ikan Pengamatan bobot rata-rata ikan
Pemeriksaan darah (total leukosit dan diferensial leukosit) Kualitas air (suhu, pH, dan DO)
Ikan uji di injeksi dengan bakteri A. salmonicida dengan konsentrasi 10 7
Aklimatisasi ikan uji selama 3 hari
PEL
AKS
AN
AA
N
Ekstrak daun ketapang dengan konsentrasi 25, 50, 75, 100 mg/ml
Konsentrasi efektif ekstrak daun ketapang Aklimatisasi ikan uji
selama 3 hari
Ikan uji di injeksi dengan A salmonicida (0,1 ml) dengan konsentrasi 108,107,106,105,104 cfu
Hitung jumlah ikan mati 50% dari populasi awal, pada periode
waktu tertentu Konsentrasi LD-50 A salmonicida Start Uji ekstrak terhadap A. salmonicida
Uj
i
In V
it
(53)
2. Tahap pelaksanaan (Uji)
a. Uji LD50
Uji pendahuluan yaitu uji LD50 dilakukan untuk mengetahui konsenterasi bakteri yang bersifat patogenitas yang akan digunakan untuk uji in vitro maupun uji tantang.
Uji LD50 dilakukan dengan cara menyuntikkan bakteri A. salmonicida pada ikan patin dengan konsentrasi berbeda. Masing-masing sebanyak 10 ekor ikan tiap perlakuan. Konsentrasi tiap bakteri yang akan digunakan dengan teknik pengenceran berseri. Sebagai pembanding disediakan kontrol yaitu
penyuntikan ikan dengan larutan PBS steril. Penyuntikan dilakukan secara intramuskular sebanyak 0,1 ml per ikan. Pengamatan dilakukan selama 15 hari dengan menghitung jumlah ikan yang mati. Perhitungan LD50
berdasarkan Reed dan Muench (1938) sebagai berikut : Kematian di atas 50% - 50 Selang proporsi =
Kematian di atas 50% - kematian di bawah 50% Log negatif LD-50 = Log negatif konsentrasi di atas 50% + selang proporsi
b. Uji In Vitro
Uji in vitro dilakukan untuk melihat aktivitas anti bakteri dari ekstrak daun ketapang terhadap bakteri A. salmonicida uji ini dilakukan dengan
menggunakan metode Dilussion tubs, yang meliputi uji MIC (Minimum Inhibitory Concenteration) dan uji MBC (Minimum Bactericidal
(54)
34
Concenteration). MIC merupakan suatu pengujian untuk menentukan dosis terendah suatu antibiotic yang dapat menghambat pertumbuhan pathogen. Sedangkan MBC adalah konsenterasi antibiotik yang dapat membunuh bakteri. Sehingga dari uji ini dapat diperoleh konsenterasi optimum dari ekstrak daun ketapang yang efektif untuk menghambat atau membunuh bakteri A. salmonicida yang akan dijadikan acuan untuk dilakukan uji in vivo pada ikan patin.
Uji in vitro dengan metode Dillution tube dilakukan dengan menggunakan tabung reaksi dengan konsenterasi ekstrak daun ketapang pada media MHB (Mueller Hinton Broth) yang telah ditanamkan bakteri A. salmonicida hasil dari uji LD50. Kemudian diinkubasi selama 24 jam. Nilai MIC ditunjukkan oleh konsenterasi terendah yang menunjukkan tidak ada pertumbuhan bakteri (jernih).
Untuk menentukan nilai MBC dari uji MIC adalah dengan menginokulasikan dari tabung uji MIC, mulai dari konsenterasi MIC yang sudah diketahui dan konsenterasi diatasnya, pada media TSA dalam petridish. Kemudian
diinkubasi selama 24 jam dan diamati pertumbuhan bakterinya. Media TSA yang tidak ada pertumbuhan bakteri adalah konsenterasi antibiotik yang dapat mematikan bakteri sebagai nilai MBC yang selanjutnya digunakan pada uji in vivo.
(55)
c. Uji In vivo
Pengujian in vivo dilakukan untuk mengetahui pengaruh pemberian ekstrak daun ketapang terhadap respon kekebalan tubuh ikan patin setelah diinfeksi A. salmonicida. Sehingga dari uji ini dapat dilihat potensi ekstrak daun ketapang sebagai imunostimulan. Perlakuan yang diberikan terdiri dari kontrol negatif, kontrol positif dan 3 perlakuan konsentrasi yaitu konsentrasi ekstrak daun ketapang diatas dan dibawah konsentrasi terbaik. Konsentrasi terbaik ekstrak daun ketapang didapatkan dari uji in vitro yang merupakan konsentrasi optimun ekstrak daun ketapang yang efektif untuk menghambat atau
membunuh bakteri A. salmonicida. Pada kontrol negatif setiap ikan uji tidak disuntik dengan bakteri A. salmonicida tetapi disuntik dengan PBS secara intramuskular sebanyak 0,1 ml/ekor. Sedangkan, pada kontrol positif setiap ikan uji disuntik dengan bakteri A. salmonicida dengan konsentrasi kepadatan yang dihasilkan dari uji LD-50 sebanyak 0,1 ml/ekor.
Ikan uji diinjeksi dengan ekstrak daun ketapang secara intramuskular sebanyak 0,1 ml/ekor yang sebelumnya ikan uji tersebut diaklimatisasi di dalam akuarium selama 3 hari. Kemudian ikan dipelihara selama 7 hari dan dilakukan uji tantang dengan bakteri A. salmonicida dengan konsentrasi kepadatan yang dihasilkan dari uji LD-50 sebanyak 0,1 ml/ekor.
Masing-masing perlakuan dilakukan sebanyak 3 kali ulangan dan diamati selama 14 hari, dari ikan diinjeksi ekstrak daun ketapang hingga 7 hari setelah uji tantang dengan parameter yang diamati meliputi respon makan ikan,
(56)
36
pengamatan bobot rata-rata ikan, gejala klinis dan pemeriksaan darah ikan (total leukosit dan diferensial leukosit) dan kualitas air.
3. Parameter Utama Yang Diamati 1) Penghitungan Total Leukosit
Bilik hitung haemocytometer dan kaca penutupnya dibersihkan
dengan ethanol kemudian kaca penutup dipasang pada
haemocytometer.
Sampel darah dihisap dengan pipet hingga skala 0,5 dilanjutkan
dengan menghisap larutan Asam asetat 10% sampai sampai tanda 11 (pengenceran 1 : 20), pipet tersebut dipegang sehingga kedua ujung pipet terletak diantara ibu jari dan telunjuk tangan kanan, kemudian dikocok selama 3 menit agar semua eritrosit hemolisis.
Empat tetesan pertama dibuang dan tetesan selanjutnya diteteskan ke
dalam haemacytometer dengan meletakkan ujung pipet pada bilik
hitung tepat batas kaca penutup dan biarkan selama 3 menit agar leukosit mengendap dalam bilik hitung.
Bilik hitung tersebut diletakkan di bawah mikroskop menggunakan
pembesaran lemah. Kemudian sel-sel leukosit yang terdapat pada empat kotak besar pada sudut-sudut bilik hitung dimana setiap kotak besar terbagi menjadi 16 kotak kecil.
Perhitungan dilakukan pada 4 kotak besar haemocytometer.
Total Leukosit/m3= ∑ sel hitung yang dihitung dalam 4 kotak besar x Pengenceran
(57)
2) Perhitungan Diferensial Leukosit Pembuatan sediaan apus darah
Kaca obyek dibersihkan dengan ethanol. Kemudian diletakkan
setetes darah ikan uji kira-kira 1 cm dari ujung sebelah kiri kaca obyek.
Sisi kiri kaca obyek di pegang dengan ibu jari dan telunjuk tangan
kiri. Kaca pemulas di pegang dengan tangan kanan dan diletakkan
di depan tetesan darah dan membentuk sudut kira-kira 300 dari kaca
obyek membuka ke kanan.
Kaca pemulas disentuhkan pada tetesan darah kemudian digeser ke
arah kanan sehingga darah tersebut akan menyebar sepanjang sisi kaca pemulas.
Sudut antara kedua kaca obyek harus dijaga agar tetap 300 kemudian
kaca pemulas tersebut didorong dengan mantap dan cepat sepanjang kaca obyek, selanjutnya dikeringkan di udara. Setelah kering siap diwarnai.
Cara pewarnaan giemsa
Sediaan apus darah diletakkan dibaki dengan sediaan di sebelah
atas.
Sediaan tersebut digenangi dengan methanol secukupnya selama
5-10 menit, kemudian kelebihan methanol yang terdapat pada sediaan di buang, selanjutnya digenangi dengan giemsa selama 25 menit.
(58)
38
Pemeriksaan darah
Pengambilan darah dilakukan melalui vena caudalis yang berada di bawah vertebre. Sebelumnya, jarum suntik dan tabung effendorf dibilas dengan larutan EDTA 10% untuk mencegah pembekuan darah. Darah disimpan ke dalam tabung.
Pengambilan darah dilakukan sebelum ikan diinfeksi (hari ke 0), pada hari ke 3 dan hari ke 7 pasca infeksi. Sampel ikan diambil dari tiap ulangan
sebanyak 1 ekor pada semua perlakuan. Nilai dari tiap parameter darah merupakan hasil rata-rata dari ulangan pada masing-masing perlakuan.
Cara pemeriksaan
Minyak immersi diteteskan pada bagian sediaan yang eritrositnya
tidak saling menumpuk kemudian diamati dengan pembesaran kuat (obyektif 100x).
Macam-macam bentuk leukosit dihitung sepanjang sediaan apus
darah. Perhitungan dihentikan bila jumlahnya telah mencapai 100 sel leukosit. Hasilnya dihitung dalam %.
(59)
4. Parameter Pendukung Yang Diamati
a. Gejala Klinis
Pengamatan terhadap gejala klinis dilakukan setiap hari setelah ikan uji diinfeksi bakteri A. salmonicida yaitu berupa adanya seperti mata menonjol, radang, hemoragi, tukak, dan mati (Angka dalam Sopiana, 2005).
b. Respon makan ikan
Pengamatan respon makan ikan dilakukan selama percobaan berlangsung. Pemberian makan dimulai pada saat perlakuan pencegahan sampai hari ke 14 setelah infeksi. Pengamatan respon nafsu makan dilakukan dengan melihat banyaknya pakan yang dimakan oleh ikan tiap akuarium.
c. Pengamatan bobot rata-rata ikan
Pengukuran bobot rata-rata dilakukan pada awal (pada saat ikan diinjeksi ekstrak daun ketapang) dan akhir (hari ke-7 pasca infeksi) dengan
menggunakan timbangan dengan ketelitian 1 gr. Ikan pada masing-masing akuarium ditimbang bobot biomassanya kemudian dihitung nilai rataan bobot setiap perlakuan.
(60)
40
d. Analisis Statistik
Data hasil penelitian diuji dengan uji statistik yaitu uji t yang terdiri dari 3 tahapan waktu pengamatan dan 5 perlakuan (perlakuan konsentrasi ekstrak daun ketapang yang dihasilkan dari uji in vitro, berupa nilai yang berada diatas dan di bawah, kontrol negatif dan kontrol positif), masing-masing perlakuan dibuat dalam 3 kali ulangan pada selang kepercayaan 95%, dengan mengamati jumlah leukosit dalam darah.
(61)
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil 1. Uji LD-50
Uji LD-50 merupakan uji patogenitas yang dilakukan untuk mengetahui kepadatan bakteri yang akan digunakan pada tahap uji in vitro dan uji in vivo. Hasil uji patogenitas dengan menghitung nilai LD-50 dari bakteri A. salmonicida dengan metode Reed dan Muench (Lampiran 2), didapatkan kepadatan bakteri A. salmonicida yang dapat menyebabkan kematian ikan 50% adalah 107 cfu/ml.
2. Uji In Vitro
Uji MIC dengan menggunakan metode dillution tube dilakukan untuk mengetahui nilai minimum dari konsentrasi ekstrak daun ketapang yang dapat menghambat pertumbuhan A. salmonicida. Nilai MIC yang didapat adalah ekstrak daun ketapang dengan konsentrasi 50 mg/ml. Sehingga nilai MIC tersebut digunakan untuk menentukan konsentrasi yang berada diatasnya dalam uji in vivo (75 dan 100 mg/ml).
Finegold dan Ellen, 1986 dalam Wardiyanto dan Eko (2008), menyebutkan bahwa Metode dillution tube digunakan untuk menentukan nilai MIC, dinyatakan ada pertumbuhan bila tabung sampel mempunyai kekeruhan yang sama dengan tabung
(62)
42
kontrol bakteri. Dinyatakan ada hambatan pertumbuhan apabila kekeruhannya sama dengan tabung kontrol bahan. Konsentrasi terendah yang mampu
menghambat pertumbuhan bakteri dicatat sebagai MIC
3. Uji In Vivo
3.1 Respon makan ikan
Berdasarkan Tabel 1 dapat diketahui bahwa pada semua perlakuan yaitu A, B, dan C ikan patin menunjukkan tidak ada respon makan selama satu hari setelah
penyuntikan pada hari ke -0. Akan tetapi pada hari berikutnya hingga akhir penelitian ikan memberikan respon makan yang sangat baik
Pada kontrol positif, ikan uji mengalami respon makan yang baik pada hari ke -3 hingga hari ke -1 sebelum ikan di injeksi A. salmonicida. Pada hari ke -0, yaitu pada saat ikan diinjeksi (A. salmonicida untuk kontrol positif) ikan tidak
memberikan respon makan selama dua hari hingga hari ke-1. Pada kontrol positif, ikan memberikan respon makan walaupun hanya sedikit (kurang) pada hari ke-2 hingga hari ke-7.
(63)
Tabel 2. Respon makan ikan selama penelitian
Hari ke-
RESPON MAKAN IKAN
A B C Kontrol (−) Kontrol (+)
ulangan ulangan ulangan ulangan ulangan
1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3
-7 - - - -
-6 ++ ++ ++ ++ ++ ++ ++ ++ ++ + + + + + +
-5 ++ ++ ++ ++ ++ ++ ++ + + + + + + + +
-4 +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ + + + + + +
-3 +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ ++ ++ ++ + + ++
-2 +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ ++ ++ ++ ++ + +
-1 +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ ++ ++ ++ ++ + +
0 - - - ++ ++ ++ + - +
1 + ++++ ++ ++ + + + + ++++ ++ +++ + ++ ++ ++ - + +
2 +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ ++ ++ + + + ++
3 +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ ++ + ++ ++ + +
4 +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ ++ ++ ++ + + +
5 +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ ++ ++ ++ + + +
6 +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ ++ + ++ + + +
7 +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ +++ ++ ++ ++ + + +
Keterangan : - tidak ada respon makan
+ respon makan kurang ++ respon makan baik
+++ respon makan ikan sangat baik Ket : ikan uji dengan perlakuan :
A : injeksi ekstrak daun ketapang 50 mg/ml dan injeksi A. salmonicida
B : injeksi ekstrak daun ketapang 75 mg/ml dan injeksi A. salmonicida
C : injeksi ekstrak daun ketapang 100 mg/ml dan injeksi A. salmonicida
K- : tanpa injeksi ekstrak daun ketapang (kontrol negatif)
K+ : tanpa injeksi ekstrak daun ketapang tetapi injeksi A. salmonicida (kontrol positif)
3.2 Pengamatan bobot rata-rata ikan
Berdasarkan Gambar 8 dapat diketahui bahwa pada perlakuan A, B, C, dan Kontrol negatif ikan terjadi peningkatan bobot rata-rata tubuh yang bervariasi hingga sebesar 7 gram. Peningkatan bobot tubuh akibat respon makan yang sangat baik pada perlakuan A, B, dan C dipengaruhi oleh kondisi ikan yang sudah tidak mengalami stres pasca penyuntikan.
(64)
44 0 5 10 15 20 25
A B C K- K+
Perlakuan B o b o t r a ta -r a ta i k a n Awal Akhir Penurunan bobot rata-rata terjadi pada ikan perlakuan kontrol positif. Penurunan bobot rata-rata pada kontrol positif disebabkan karena kurangnya respon terhadap makan yang diakibatkan karena ikan mengalami stress akibat penyuntikan bakteri A. salmonicida dan akibat tidak adanya perlakuan pencegahan dengan menggunakan ekstrak daun ketapang.
Gambar 8. Bobot rata-rata ikan patin selama penelitian
3.3. Pemeriksaan darah 3.3.1. Total leukosit
Berdasarkan hasil pengamatan uji darah yang telah dilakukan pada umumnya jumlah leukosit dan diferensial leukosit mengalami peningkatan pada darah ikan yang telah diinjeksi dengan ekstrak daun ketapang. Jumlah leukosit meningkat setelah diinjeksi dengan bakteri A. salmonicida, hal tersebut terlihat pada hari ke-3. Seluruh pengamatan difokuskan pada hari ke 3 karena pada hari ke-3
merupakan pengamatan setelah ikan uji diinjeksi dengan bakteri dan perubahan yang terjadi dapat terlihat dengan jelas.
(65)
0.00 20,000.00 40,000.00 60,000.00 80,000.00 100,000.00 120,000.00 140,000.00 160,000.00 180,000.00 200,000.00
A B C k- k+
P e rla kua n
ra ta -r a ta t o ta l s e l le u k o s it (s e l/ m m
3 ) H 0
H 3 H 7
Berdasarkan Gambar 9 dapat diketahui bahwa jumlah leukosit ikan perlakuan ekstrak daun ketapang pada hari ke-0, dengan konsentrasi 50 mg/ml sebesar
97.400 sel/mm3, konsentrasi 75 mg/ml sebesar 92.000 sel/mm3 dan pada
konsentrasi 100 mg/ml sebesar 80.867 sel/mm3, lebih tinggi dibandingkan dengan
kontrol negatif dan kontrol positif yaitu sebesar 43.200 sel/mm3 dan
44.017 sel/mm3.
Pada hari ke-3 terjadi peningkatan jumlah leukosit pada semua perlakuan, yaitu
pada konsentrasi 50 mg/ml sebesar 100.950 sel/mm3, konsentrasi 75 mg/ml
sebesar 97.833 sel/mm3 dan pada konsentrasi 100 mg/ml sebesar 93.966 sel/mm3,
lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol negatif yaitu sebesar 47.750 sel/mm3,
sedangkan leukosit pada kontrol positif melebihi batasan normal yaitu
177.017 sel/mm3.
Gambar 9. Rata-rata total leukosit pada ikan patin selama penelitian
norma
(66)
46
Pada hari ke-7, jumlah leukosit pada semua perlakuan kembali menurun pada
semua perlakuan, yaitu pada konsentrasi 50 mg/ml sebesar 77.317 sel/mm3,
konsentrasi 75 mg/ml sebesar 71.216 sel/mm3 dan pada konsentrasi 100 mg/ml
sebesar 66.817 sel/mm3, dan kontrol negatif dan positif yaitu sebesar
44.650 sel/mm3 dan 85.650 sel/mm3.
3.3.2 Diferensial Leukosit
Berdasarkan Gambar 10, dapat diketahui bahwa persentase neutrofil cenderung meningkat setelah diinjeksi dengan ekstrak daun ketapang dan injeksi bakteri A. salmonicida. Pada hari ke-0, persentase neutrofil perlakuan ekstrak daun ketapang lebih tinggi dari kontrol positif tetapi lebih rendah dibanding dengan kontrol negatif. Jumlah neutrofil pada konsentrasi 50 mg/ml sebesar 8,33 %, konsentrasi
75 mg/ml sebesar 10,33 %,dan pada konsentrasi 100 mg/ml sebesar 11,33 %
sel/mm3. Sedangkan pada kontrol negatif dan kontrol positif adalah 15,33 % dan
9,67 %.
Jumlah neutrofil pada hari ke-3 mengalami peningkatan disemua perlakuan. Peningkatan tersebut berhubungan dengan adanya respon terhadap infeksi yaitu membunuh bakteri dan membersihkan pecahan jaringan. Lebih lanjut lagi Lucky (1977) dalam Rukhyani et al (1997) menjelaskan bahwa pada saat terjadi infeksi, jumlah neutrofil akan meningkat 6 -7 %. Pada perlakuan A, B, dan C neutrofil juga mengalami peningkat akan tetapi peningkatannya masih dalam kisaran normal. Persentase neutrofil ikan uji pada kontrol positif melebihi batas normal yaitu sebesar 17,67 %. Pada hari ke-7, jumlah neutrofil mengalami penurunan
(67)
pada semua perlakuan, walaupun pada perlakuan kontrol posoitif persentase penurunan jumlah neutrofil sangat sedikit yaitu dari 17,67 % menjadi 17,33 %.
0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20
A B C k - k +
P e rla kua n
N e u tr o fi l (% ) H 0 H 3 H 7
Gambar 10. Persentase rata-rata neutrofil dalam darah ikan patin selama penelitian
Berdasarkan Gambar 11, dapat diketahui bahwa persentase monosit dihari ke-0 pada perlakuan ikan konsentrasi 50 mg/ml sebesar 12.33 %, konsentrasi 75 mg/ml
sebesar 14.33 %,dan pada konsentrasi 100 mg/ml sebesar 16.33 %, sedangkan
pada kontrol negatif dan kontrol positif sebasar 21.33 % dan 3.67 %.
Pada hari ke-3, jumlah monosit pada semua perlakuan mengalami penurunan presentase. Kemudian pada hari ke-7 perlakuan B, C, Kontrol positif, dan Kontrol negatif mengalami peningkatan kembali, kecuali pada perlakuan A. Peningkatan persentase monosit tersebut diduga karena fungsinya sebagai makrofag dan memfagosit benda asing yang masuk ke dalam tubuh.
norma
(68)
48 0 5 10 15 20 25
A B C k - k +
P e rla kua n
M o n o s it ( % ) H 0 H 3 H 7
Gambar 11. Persentase rata-rata monosit dalam darah ikan patin selama penelitian
Berdasarkan Gambar 12 dapat diketahui bahwa pada hari ke-0, persentase
limposit pada konsentrasi perlakuan 50 mg/ml sebesar 77.33 %, konsentrasi 75
mg/ml sebesar 70.67 %,dan pada konsentrasi 100 mg/ml sebesar 68.67 %,
sedangkan pada kontrol negatif dan kontrol positif sebasar 69.33 % dan 66 %.
Pada hari ke-3 persentase limposit pada konsentrasi perlakuan 50 mg/ml sebesar
72 %, konsentrasi 75 mg/ml sebesar 76,33 %,dan pada konsentrasi 100 mg/ml
sebesar 78 %, sedangkan pada kontrol negatif dan kontrol positif sebasar 72,33 %
dan 67,67 %.
Pada hari ke-7 persentase limposit pada konsentrasi perlakuan 50 mg/ml sebesar 79,67 %, konsentrasi 75 mg/ml sebesar 73,33 %,dan pada konsentrasi 100 mg/ml
sebesar 69 %, sedangkan pada kontrol negatif dan kontrol positif sebasar 68 % dan
72,33 %. Nilai persentase limposit tersebut masih dalam kisaran normal yaitu
60% – 80% (Anderson, 1947; Chinabut et al., 1991; Klontz, 1994 dalam Johnny
et al., 2003).
norma
(69)
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90
A B C k - k +
P e rla kua n
L im p o s it ( % ) H 0 H 3 H 7
Gambar 12. Persentase rata-rata limfosit dalam darah ikan patin selama penelitian
Berdasarkan Gambar 13, dapat diketahui bahwa pada hari ke-0 persentase
trombosit pada perlakuan ikan konsentrasi 50 mg/ml sebesar 2 %, konsentrasi 75
mg/ml sebesar 4,67 %,dan pada konsentrasi 100 mg/ml sebesar 1,67 %, sedangkan
pada kontrol negatif dan kontrol positif sebasar 4,67 % dan 7 %.
pada hari ke-3 persentase trombosit pada perlakuan ikan konsentrasi 50 mg/ml
sebesar 5,67 %, konsentrasi 75 mg/ml sebesar 5 %,dan pada konsentrasi 100
mg/ml sebesar 2,33 %, sedangkan pada kontrol negatif dan kontrol positif sebasar
12 % dan 5,67 %. Sedangkan pada hari ke-7 persentase trombosit pada perlakuan
ikan konsentrasi 50 mg/ml sebesar 6,67 %, konsentrasi 75 mg/ml sebesar 10,33 %,
dan pada konsentrasi 100 mg/ml sebesar 12,33 %, sedangkan pada kontrol negatif
dan kontrol positif sebasar 8,33 % dan 1,33 %.
norma
(70)
50 0 2 4 6 8 10 12 14
A B C k - k +
P e rla kua n
T ro m b o s it ( % ) H 0 H 3 H 7
Gambar 13. Total rata-rata trombosit dalam darah ikan patin selama penelitian
B. Pembahasan
Kemampuan ekstrak daun ketapang dalam menghambat pertumbuhan bakteri A. salmonicida dapat terbukti melalui uji in vitro. Dari uji tersebut didapatkan konsentrasi ekstrak daun ketapang yang efektif menghambat A. salmonicida adalah pada konsentrasi 50 mg/ml. MIC dapat dicirikan dengan warna larutan dalam tabung sampel berwarna jernih (warnanya sama dengan warna yang
terdapat pada tabung kontrol negatif). Hal ini dapat dilihat seperti pada Lampiran 5. Nilai MIC yang didapat adalah ekstrak daun ketapang dengan konsentrasi 50 mg/ml. Sehingga nilai MIC tersebut digunakan untuk menentukan konsentrasi yang berada diatasnya dalam uji in vivo (75 dan 100 mg/ml).
Daun ketapang merupakan tumbuhan yang mengandung zat antibakteri terhadap A. salmonicida. Senyawa yang berpotensi sebagai antibakteri pada daun
ketapang adalah flavonoid dan tannin yang berfungsi sebagai antibakteri dan mampu merangsang kekebalan tubuh (Angka et al, 2004). Flavonoid mempunyai
(1)
mediated immunity) sedangkan tanggap kebal yang dihasilkan oleh sel-B disebut dengan “humoral immunity”. Sifat dari kekebalan yang dihasilkan oleh sel-T adalah tidak spesifik, sedangkan yang dihasilkan oleh sel-B bersifat spesifik. Perbedaan tanggap kebal spesifik dengan yang tidak spesifik adalah:
a) kespesifikan, b) keheterogenan dan c) ingatan/memori immunology. Kespesifikan adalah pemilihan yang tepat baik oleh antibodi maupun limfosit untuk bereaksi dengan antigen atau benda asing lain dengan konfigurasi yang sama dengan antigen tersebut. Sifat keheterogenan dari tanggap kebal spesifik adalah terbentuknya berbagai jenis sel maupun hasil sel yang dikeluarkan sewaktu tubuh inang tersebut dimasuki oleh antigen. Sel-sel yang beraneka jenis tersebut akan menghasilkan antibodi dan limfosit sensitif yang bersifat heterogen. Sifat ketiga adalah terbentuknya “memori immunology” dalam sel-sel limfosit. Jadi apabila sewaktu waktu inang tersebut dimasuki oleh antigen yang sejenis maka inang tersebut akan cepat bereaksi untuk membentuk antibodi. Dengan adanya memori imunologi ini akan mempercepat dan meningkatkan terbentuknya zat anti (antibody) pada tubuh inang (Supriyadi, 2000)
Leukosit dapat dibagi menjadi beberapa jenis yaitu, leukosit bergranular dan tidak bergranular. Leukosit granular terdiri dari eosinofil, basofil dan neutrofil,
sedangkan leukosit tidak bergranular terdiri dari monosit, limposit dan trombosit. Berdasarkan beberapa laporan, leukosit yang lazim ditemukan pada ikan adalah neutrofil, monosit, limposit dan trombosit (Johnny et al, 2003). Pengamatan
(2)
diferensial leukosit dilakukan dengan menghitung persentase neutrofil, monosit, limposit dan trombosit pada hari ke-0, hari ke-3 dan hari ke-7 pasca infeksi. Jumlah neutrofil pada pengamatan didapatkan jumlah yang rendah meski pada semua perlakuan terjadi peningkatan. Hal tersebut disebabkan karena proporsi neutrofil dalam populasi leukosit hanya sekitar 6 – 8 % (Roberts, 1978 dalam Rukhyani et al, 1997).
Jumlah neutrofil pada hari ke-3 mengalami peningkatan disemua perlakuan. Peningkatan tersebut berhubungan dengan adanya respon terhadap infeksi yaitu membunuh bakteri dan membersihkan pecahan jaringan. Lebih lanjut lagi Lucky (1977) dalam Rukhyani et al (1997) menjelaskan bahwa pada saat terjadi infeksi, jumlah neutrofil akan meningkat 6 -7 %. Hal tersebut dapat terlihat jelas pada ikan disemua perlakuan tetapi peningkatannya masih dalam kisaran normal kecuali pada kontrol positif. Keabnormalan tersebut dapat terlihat pada ikan kontrol positif yang mengalami perubahan pada anggta tubuhnya, yaitu hemoragi, hiperemia, mata menonjol, peradangan, dan nekrosis (Lampiran 9).
Fungsi utama neutrofil adalah penghancuran bahan asing melalui proses fagositik dan merupakan garis pertahanan pertama yang bergerak cepat ke arah bahan asing dan menghancurkannya. Umumnya jumlah neutrofil meningkat pada saat adanya bakteri karena neutrofil ke luar dari pembuluh darah menuju daerah infeksi. Reaksi keluarnya neutrofil dari pembuluh darah pada saat terjadinya infeksi disebabkan karena adanya pengaruh rangsangan kimiawi eksternal atau
kemotaksis (Anderson, 1974; Tizard, 1982; Manning dan Tatner, 1985; Nabib dan Pasaribu, 1989; Iwama dan Nakanishi, 1996 dalam Johnny et al, 2003).
(3)
Peningkatan persentase monosit pada hari ke-7 diduga karena fungsinya sebagai makrofag dan memfagosit benda asing yang masuk ke dalam tubuh. Fagositosis oleh makrofag merupakan proses yang sama terdapat pada neutrofil. Makrofag tertarik secara kemotaktik tidak hanya pada produk mikroorganisme dan produk reaksi kebal tetapi juga pada faktor sel yang rusak terutama neutrofil yang rusak. Jadi neutrofil tidak hanya mencapai dan menyerang bahan asing tetapi menjelang kematian membantu meningkatkan pengumpulan makrofag di tempat infeksi. Antigen dihancurkan di dalam makrofag dengan cara yang sama seperti pada neutrofil. Makrofag mampu memiliki aktifitas fagositik yang tahan lama,
mengolah antigen dalam persiapan untuk tanggap kebal dalam memberi kontribusi langsung pada perbaikan jaringan yang rusak dengan membuang jaringan yang mati, yang sedang mengalami kematian dan yang rusak. Rendahnya kadar monosit berdasarkan hasil pengamatan karena proporsi monosit dalam leukosit hanya sekitar 0,1% - 3%. Akan tetapi dapat meningkat sekitar 38% dalam waktu singkat bila terjadi infeksi. (Anderson, 1947; Chinabut et al., 1991; Klontz, 1994 dalam Johnny et al., 2003).
Persentase limposit pada hari ke-3 dan hari ke-7, mengalami penurunan dan peningkatan, akan tetapi penurunan dan peningkatan yang terjadi pada tiap perlakuan masih dalam kisaran normal. Limposit berfungsi menyediakan zat kebal untuk pertahanan tubuh ditemukan dalam jumlah yang besar meskipun pada saat infeksi terjadi penurunan (Anderson, 1974; Tizard, 1982; Chinabut et al, 1991; Brown, 1993; Klontz, 1994; Iwama dan Nakanishi, 1996 dalam Johnny et al, 2003).
(4)
Secara umum persentase trombosit pada perlakuan A, B, dan C di hari ke-3 meningkat kecuali pada kontrol positif, dan pada hari ke-7 semua perlakuan juga mengalami peningkatan kecuali pada kontrol negatif dan kontrol positif.
Trombosit merupakan sel yang kecil, inti berbentuk elips dan terletak ditengah sel, sitoplasma yang mengelilingi berwarna biru. Fungsi utama trombosit sebagai penutup luka, jumlah trombosit akan mengalami peningkat setelah terjadinya luka atau hemoragi pada tubuh ikan (Manning dan Tatner, 1985; Chinabut et al, 1991; Iwama dan Nakanishi, 1996 dalam Johnny et al, 2003).
Sistem imun pada ikan umumnya hampir sama dengan hewan vertebrata lain, perbedaannya hanya terletak pada organ pembentuknya, proses pembentukan, serta jenis dan komponen imunnya. Sistem ini sangat tergantung pada suhu dan dipengaruhi faktor lingkungan. Leukosit merupakan sel yang berperan penting dalam sistem pertahanan seluler tubuh, sehingga peningkatan leukosit dapat meningkatkan daya tahan ikan. Peningkatan yang terjadi pada leukosit ini diakibatkan meningkatnya jumlah neutrofil dan monosit, sehingga neutrofil dan monosit sangat berperan dalam besar dalam meningkatkan respon ketahanan tubuh ikan uji terhadap infeksi bakteri A. salmonicida yang disuntikkan.
(5)
Berdasarkan hasil analisa statistik maupun dekriptif dari beberapa parameter data hasil pengamatan yang telah dilakukan, diketahui bahwa ekstrak daun ketapang mampu meningkatkan imunitas ikan patin terhadap infeksi bakteri A. salmonicida. Pada perlakuan C atau konsentrasi ekstrak daun ketapang sebesar 100 mg/ml merupakan hasil yang paling baik dibandingkan dengan perlakuan lainnya.
(6)
V. SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
1. Ekstrak daun ketapang dapat meningkatkan imunitas ikan patin
(Pangasionodon hypophthalmus) terhadap infeksi bakteri A. salmonicida. 2. Dalam penelitian ini dosis ekstrak daun ketapang yang optimum terhadap
peningkatan imunitas ikan adalah 100 mg/ml.
B. Saran
1. Perlu dilakukan penelitian lanjutan pada konsentrasi diatas 100 mg/ml. 2. Pada kegiatan budidaya ikan patin, untuk mencegah timbulnya penyakit
yang diakibatkan bakterin A. salmonicida sebaiknya benih diberikan ekstrak daun ketapang dengan dosis 100 mg/ml.