UPAYA PENEGAKAN HUKUM OLEH POLRI TERHADAP PELAKU PEMBUAT DAN PENGEDAR SENJATA API RAKITAN (Studi Kasus Di Polsek Tanjung Raya Mesuji)

(1)

ABSTRAK

UPAYA PENEGAKAN HUKUM OLEH POLRI TERHADAP PELAKU PEMBUAT DAN PENGEDAR

SENJATA API RAKITAN

(Studi Kasus Di Polsek Tanjung Raya Mesuji)

Oleh

MERIA YULITA SAPITRI

Terdapatnya berbagai jenis pidana penggunaan senjata api menimbulkan rasa tidak nyaman bagi masyarakat sehingga setiap individu berusaha untuk menciptakan rasa aman dan perlindungan pada dirinya masing-masing. Alasan utama penggunaan senjata api adalah karena benda tersebut mudah dibawa dan digunakan, serta mempunyai kemampuan melukai lawan secara cepat. Terlebih lagi sekarang ini senjata api dapat dibeli secara bebas, legal, dan terbuka bahkan masyarakat pun dapat merakitnya sendiri dengan kemampuan yang dimilikinya. Dari latar belakang tersebut, maka dirumuskan masalah mengenai: (1) Bagaimanakah upaya penegakan hukum oleh Polri terhadap pelaku pembuat dan pengedar senjata api rakitan, (2) Apakah hambatan dalam penegakan hukum oleh Polri terhadap pelaku pembuat dan pengedar senjata api rakitan.

Metode penelitian yang dipakai adalah metode pendekatan secara yuridis normatif dan empiris. Pendekatan yuridis normatif dimaksudkan sebagai upaya memahami persoalan dengan tetap berada atau berdasarkan pada lapangan atau kajian ilmu hukum, sedangkan pendekatan yuridis empiris dimaksudkan untuk memperoleh kejelasan dan pemahaman dari permasalahan dalam penelitian. Penelitian ini menggunakan sumber data primer yang didapatkan langsung oleh lapangan hasil dari wawancara yaitu di Polsek Tanjung Raya Mesuji dan wawancara kepada salah satu dosen bagian hukum pidana Fakultas Hukum Universitas Lampung dan data sekunder yaitu Kitab Undang Hukum Pidana (KUHP), Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951, Undang-Undang-Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia serta literatur-literatur yang mendukung penulisan skripsi ini.


(2)

Meria Yulita Sapitri

Berdasarkan hasil penelitian di lapangan, penulis memperoleh jawaban dari permasalahan yang ada yaitu pembuatan dan pengedaran senjata api rakitan di masyarakat diawasi cukup ketat oleh pihak Kepolisian Sektor Tanjung Raya Mesuji dengan melakukan tindakan-tindakan pencegahan yang berupa tindakan secara pre-emtif yaitu tindakan yang dilakukan sebelum tindakan preventif atau dengan kata lain sebagai tindakan semi preventif, tindakan preventif yaitu tindakan yang diarahkan kepada usaha pencegahan terhadap tindak pidana, serta tindakan secara represif yaitu tindakan penanggulangan yang dilakukan setelah tindak pidana tersebut dilakukan. Kendala yang dihadapi oleh Kepolisian yaitu dilihat pada lima faktor penghambat penegakan hukum yaitu faktor hukumnya sendiri, faktor penegakan hukum, faktor sarana atau fasilitas, faktor masyarakat serta faktor kebudayaan. Walaupun demikian, Kepolisian tetap melakukan tindakan dengan menyertakan intelejen untuk mengawasi peredaran senjata api. Sejauh ini, telah dikeluarkan himbauan Kapolri untuk menggudangkan senjata api non organik yang ada di masyarakat agar peredaran senjata api dapat dibatasi untuk sementara waktu.

Pada akhirnya yang menjadi saran dalam penulisan ini adalah pihak kepolisian sebaiknya sesering mungkin melakukan patroli-patroli, melakukan pendekatan dan bekerjasama dengan masyarakat, membentuk tim khusus yang memiliki kemampuan, keterampilan dan profesional yang bisa diandalkan yang bertugas khusus untuk memberantas peredaran dan kepemilikan senjata api rakitan, memberikan perlindungan yang efektif bagi masyarakat yang memberikan laporan mengenai peredaran dan kepemilikan senjata api rakitan, serta tidak segan-segan menjerat pelaku pengedar dan pemilik senjata api rakitan dengan ancaman yang paling tinggi sebagaimana terdapat pada Undang-undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951 tentang senjata api.


(3)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tindak pidana sekarang ini telah menjadi suatu fenomena, dimana hampir setiap hari ada berita tentang peristiwa pidana, baik melalui media cetak maupun media elektronik. Tindak pidana tersebut antara lain pencurian, perampokan dan pembunuhan. Terdapatnya berbagai jenis pidana tersebut menimbulkan rasa tidak nyaman bagi masyarakat sehingga setiap individu berusaha untuk menciptakan rasa aman dan perlindungan pada dirinya masing-masing. Salah satu contoh usaha pengamanan diri yang dilakukan oleh masyarakat misalnya dengan memiliki senjata api sendiri.

Pada beberapa tahun terakhir ini, terkesan bahwa masyarakat dengan mudah memiliki senjata api dengan berbagai merek dan jenisnya. Orang yang memiliki uang dengan mudah bisa mendapatkan, mengoleksi, bahkan dalam jumlah yang tidak wajar. Alasan utama penggunaan senjata api adalah karena benda tersebut mudah dibawa dan digunakan, serta mempunyai kemampuan melukai lawan secara cepat. Terlebih lagi sekarang ini senjata api dapat dibeli secara bebas, legal, dan terbuka bahkan masyarakat pun dapat merakitnya sendiri dengan kemampuan yang dimilikinya. Fenomena kepemilikan senjata api makin marak akhir– akhir ini yang ditandai dengan banyaknya penggunaan senjata api yang mengikuti aksi kekerasan yang terjadi. Senjata api yang dimilki pun ada yang memilki izin dan ada pula yang ilegal. Sehingga membuat kalangan masyarakat resah.


(4)

Kasus penyalahgunaan senjata api semakin meningkat dari tahun ke tahun. Berdasarkan data yang dimiliki Polri, sejak Tahun 2009 hingga 2011, sedikitnya 453 senjata api telah digudangkan oleh Polri. Khusus untuk tahun 2011, Polri telah menggudangkan 139 senjata api. Tabel kasus menggunakan senjata api di Indonesia tahun 2009-2011

Tahun Pencurian dan kekerasan dengan senjata api

Penyalahgunaan senjata api Hasil temuan Tertangkap kedapatan senjata api Total kasus dengan senjata api

2009 69 kasus 61 kasus 18 kasus 23 kasus 171

kasus

2010 73 kasus 24 kasus 29 kasus 17 kasus 143

kasus

2011 32 kasus 57 kasus 29 kasus 21 kasus 139

kasus Sumber: Humas Mabes Polri Tahun 2009 s/d Desember 20111

Seseorang yang memegang senjata api bisa mengancam orang lain hanya dengan mengacungkan senjatanya. Seseorang bisa dengan mudah melukai orang lain menggunakan senjata api yang yang dipegangnya. Alasan itulah yang menjadi dasar pertimbangan mengapa kepemilikan senjata api perlu diatur oleh negara. Pengaturan senjata api secara umum telah dituangkan dalam Pasal 1 Undang Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951 yang bersifat pidana sedangkan untuk biaya pengurusan izin diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 50 Tahun 2010 tentang Jenis dan Tarif Atas Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berlaku pada Kepolisian Negara Republik Indonesia

Menurut pendapat Adami Chazawi (2001: 2), suatu perbuatan yang dibentuk menjadi pidana dan dirumuskan dalam Undang-undang karena perbuatan itu dinilai oleh pembentuk Undang-undang sebagai perbuatan yang membahayakan suatu kepentingan hukum, dengan menetapkan larangan 1


(5)

untuk melakukan suatu perbuatan dengan disertai ancaman atau sanksi pidana bagi barangsiapa yang melanggarnya, berarti Undang-undang telah memberikan perlindungan hukum atas kepentingan-kepentingan hukum tersebut.2

Sampai saat ini pihak kepolisian memang sudah cukup gencar dalam melakukan tindakan perlawanan terhadap pengedaran serta pembuatan senjata api rakitan, tetapi masih saja terjadi kasus serupa yang berhubungan dengan senjata api rakitan. Ada beberapa faktor yang menyebabkan maraknya tindak pidana pembuatan dan peredaran senjata api dalam masyarakat antara lain, rasa ketidakpercayaan masyarakat kepada aparat keamanan Indonesia, khususnya dalam hal ini Polri, dalam menciptakan rasa aman serta begitu mudahnya akses untuk memperoleh senjata api legal atau ilegal, karena untuk mengurus perizinannya pun tidak sulit. Sementara itu aparat kepolisian masih kurang memiliki suatu kebijakan yang tepat dan tegas untuk menangani masalah tersebut sehingga peredarannya sampai saat ini masih sering terjadi. Pada kasus penegakan hukum oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia bahwa pembuatan dan peredaran senjata api rakitan yang kini marak terjadi di Indonesia, salah satu contohnya yaitu seorang Petani berinisial Ye (35) yang tinggal di Kecamatan Tanjung Raya Mesuji yang ditangkap oleh anggota Polres TulangBawang karena memiliki senjata api rakitan. Selain memiliki pistol rakitan, dia juga memperjualbelikan barang dilarang tersebut. Pembuatan senjata api yang dimiliki Ye sudah cukup profesional. Senpi rakitan itu hampir menyerupai senjata aslinya. Bedanya hanya pada silinder, kalau yang asli bisa berputar otomatis, kalau rakitan ini

2


(6)

tidak bisa. Namun, belum diketahui apakah Ye itu merakit sendiri senpi tersebut sebelum dijual, atau memperolehnya dari orang lain.3

Berdasarkan kasus tersebut diatas, dapat terlihat bahwa peredaran dan kepemilikan senjata api rakitan memang sedang terjadi di masyarakat Kabupaten Mesuji. Bahkan kepemilikan tersebut sering digunakan oleh oknum-oknum tertentu untuk melancarkan aksinya dalam melakukan tindak pidana.

Polri sebagai penegak hukum bertugas untuk mewujudkan keamanan di dalam negeri yang meliputi terpeliharanya keamanan dan ketertiban masyarakat, tertib, dan tegaknya hukum, terselenggaranya perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat, serta terbinanya ketentraman masyarakat dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia. Peranan Polri tersebut adalah menyangkut semua tugas, fungsi, dan wewenang anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia, termasuk untuk masalah peredaran dan pembuatan senjata api rakitan yang terjadi di masyarakat.

Untuk menjalankan fungsinya Polri mengeluarkan kebijakan yang bersifat publik yang ditujukan untuk masyarakat dan mempunyai tujuan tertentu yang ingin dicapai. Untuk dapat menyelenggarakan tugasnya, maka Kepolisian Negara Republik Indonesia juga diberi kewenangan-kewenangan yang salah satunya ialah untuk memberikan izin dan melakukan pengawasan senjata api, bahan peledak dan senjata tajam.

3

Berita-Lampung.Blogspot.com,Petani Penjual Senjata Api Sambil di Kabupaten Mesuji Terkini, diakses 2 juni 2012


(7)

Berdasarkan latar belakang di atas, skripsi ini disusun dengan judul “Upaya Penegakan Hukum Oleh Polri Terhadap Pelaku Pembuat Dan Pengedar Senjata Api Rakitan (Studi Kasus Di Polsek Tanjung Raya Mesuji)”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang diungkapkan diatas, permasalahan yang diangkat adalah sebagai berikut :

1. Bagaimanakah upaya penegakan hukum oleh Polri terhadap pelaku pembuat dan pengedar senjata api rakitan?

2. Apakah hambatan dalam penegakan hukum oleh Polri terhadap pelaku dan pembuat senjata api rakitan?

C. Ruang Lingkup

Berdasarkan permasalahan yang diajukan, maka ruang lingkup dalam penulisan skripsi ini hanya terbatas pada ilmu hukum pidana mengenai penegakan hukum oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia terhadap pembuat dan pengedar senjata api rakitan di Mesuji serta upaya dan hambatan apasaja yang dihadapi Polri dalam penegakan hukum terhadap pelaku pembuat dan pengedar senjata api rakitan di Mesuji.

D. Tujuan dan Kegunaan Penulisan

1. Tujuan Penulisan


(8)

a. Untuk mengetahui upaya yang dilakukan oleh Polri terhadap pembuat dan pengedar senjata api rakitan di Mesuji

b. Untuk mengetahui hambatan yang dihadapi oleh Polri terhadap pembuat dan pengedar senjata api rakitan di Mesuji

2. Kegunaan Penulisan

Adapun manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian hukum ini antara lain :’

1. Teoritis

Kegunaan teoritis dari hasil penelitian ini untuk memberikan sumbangan pemikiran bagi perkembangan ilmu pengetahuan Hukum Pidana, Serta untuk mengembangkan kemampuan berkarya ilmiah guna mengungkapkan kajian yang lebih dalam terhadap undang-undang atau Peraturan lainnya yang ada yang bertujuan untuk mengetahui bagaimana penegakkan hukum terhadap pelaku tindak Pidana pembuat dan pengedar senjata api rakitan di Mesuji.

2. Praktis

a. Bagi Masyarakat, sebagai bahan informasi dan pengetahuan tentang adanya realitas hukum mengenai tindak pidana pembuatan dan penredaran senjata Api rakitan secara jelas yang semakin marak terjadi.


(9)

b. Bagi Aparat Penegak Hukum, sebagai pedoman untuk melaksanakan suatu peraturan perundang-undangan dengan baik, berdasarkan asas-asas yang ada, serta memberikan gambaran kepada aparat penegak hukum mengenai bagaimana selama ini kinerja aparat kepolisian dalam menangani tindak pidana pembuatan dan penredaran senjata api rakitan di masyarakat, sehingga dengan tulisan ini para aparat penegak hukum akan bisa memperbaiki kinerjanya lagi menjadi lebih baik apabila masih dirasakan kurang.

c. Bagi Pemerintah, sebagai informasi untuk lebih giat dan tanggap lagi dalam pengawasan pelaksanaan peraturan perundangundangan yang telah mereka buat sehingga aturan perundangundangan yang mereka buat benar-benar dilaksanakan dengan baik.

E. Kerangka Teoritis dan Konseptual

1. Kerangka Teoritis

Kerangka teoritis adalah konsep yang sebenarnya merupakan abstraksi dari hasil-hasil pemikiran atau kerangka acuan yang pada dasarnya untuk mengadakan identifikasi terhadap dimensi yang dianggap relevan oleh peneliti.4

Penegakan hukum dalam arti luas penegakan hukum yaitu penegakan seluruh norma tatanan kehidupan bermasyarakat sedangkan dalam artian sempit penegakan hukum diartikan sebagai praktek peradilan. Secara konseptual, inti dan arti dari penegakan hukum terletak pada kegiatan menyerasikan hubungan nilai-nilai yang terjabarkan didalam kaidah-kaidah yang mantap dan sikap tindak rangkaian penjabaran nilai tahap akhir, untuk menciptakan, memelihara dan

4


(10)

mempertahankan perdamaian pergaulan hidup.5 Penegakan hukum merupakan bagian dari kebijakan penaggulangan kejahatan yang mempunyai tujuan akhir yaitu perlindungan masyarakat guna mencapai kesejahteraan.6

Berdasarkan teori penegakan hukum menurut John Graham, penegakan hukum dilapangan oleh polisi merupakan kebijakan penegakan hukum dalam pencegahan kejahatan. Menurut Hamis MC.Rae mengatakan bahwa penegakan hukum dilakukan dengan pendayagunaan kemampuan berupa penegakan hukum dilakukan oleh orang yang betul-betul ahli dibidangnya dan dalam penegakan hukum akan lebih baik jika penegakan hukum mempunyai pengalaman praktek berkaitan dengan bidang yang ditanganinya seperti halnya dengan penggunaan senjata api.7 B.J.M ten berge menyebutkan beberapa aspek yang harus di perhatikan atau di pertimbangkan dalam rangka penegakan hukum, yaitu :8

a. Suatu peraturan harus sedikit mungkin membiarkan ruang bagi perbedaan interpretasi b. Ketentuan perkecualian harus di batasi secara minimal

c. Peraturan harus sebanyak Mungkin di arahkan pada kenyataan yang secara objektif dapat di tentukan

d. Peraturan harus dapat dilaksanakan oleh mereka yang terkena peraturan itu dan mereka yang di bebani dengan tugas penegakan hukum.

Soerjono Soekanto menyatakan bahwa penegakan hukum adalah kegiatan menyerasikan hubungan nilai-nilai yang terjabarkan dalam kaidah-kaidah mantap dan sikap tindak sebagai

5

Barda Nawawi Arief,Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan Penanggulangan Kejahatan,PT.Citra Aditya Bakti, 2001, Bandung, hlm 21

6

Barda Nawawi Arief,Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana,Prenada Media Group, 2008, Jakarta, hlm 2

7

http://aizawaangela020791.blogspot.com

8


(11)

rangkaian nilai tahap akhir, untuk menciptakan, memelihara, dan mempertahankan perdamaian pergaulan hidup.9

Faktor-faktor yang mempengaruhi penegakan hukum menurut perincian Soerjono Soekanto tersebut sebagai berikut:

1. Faktor hukumnya sendiri;

2. Faktor penegakan hukum, yakni pihak-pihak yang membentuk maupun penerapan hukum; 3. Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan;

4. Faktor masyarakat, yakni lingkungan dimana hukum tersebut berlaku;

5. Faktor kebudayaan, yakni hasil karya, cipta dan rasa yang didasarkan pada karsa manusia di dalam pergaulan hidup.

Kebijakan mengenai senjata api yang dikeluarkan oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia

merupakan bentuk kebijakan “Non Penal” yaitu sebagai usaha rasional untuk menanggulangi kejahatan dengan kegiatan preventive melalui mengurangi keadaan yang kondusif untuk terjadinya kejahatan. Usaha-usaha “Non Penal” ini dapat berupa kegiatan melalui melakukan

pendidikan sosial dalam rangka tanggung jawab sosial warga masyarakat, peningkatan kesejahteraan keluarga, ataupu kegiatan patroli dan pengawasan lainnya secara kontinyu oleh polisi dan aparat lainnya dan sebagainya.10

Untuk pembuatan suatu kebijakan, selain memikirkan tujuannya juga dipikirkan mengenai kegunaan maupun keadilannya agar peraturan yang dikeluarkan dapat mencapai hasil yang baik, hal demikian ini merupakan bentuk dari pelaksanaan politik hukum dimana peraturan ini disatu sisi dibuat untuk mencapai tujuan kebijakan dan disisi lain mendukung tugas Kepolisian Negara 9

Soerjono Soekanto,Penegakan Hukum,PT.Bina Cipta, 1983, Bandung, hlm 3

10


(12)

Republik Indonesia dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat. Suatu kebijakan baru dapat dianggap efektif apabila sikap atau perilaku pihak-pihak yang menjadi saran dari kebijakan menuju kepada tujuan yang dikehendaki kebijakan.

Membicarakan masalah penegakan hukum di sini tidak membicarakan bagaimana hukumya, melainkan apa yang dilakukan oleh aparatur penegak hukum dalam menghadapi masalah-masalah dalam penegakan hukum. Bidang dari penegakan hukum tidak hanya bersangkut paut dengan tindakan-tindakan apabila sudah ada atau ada persangkaan telah terjadi kejahatan, akan tetapi juga menjaga kemungkinan akan terjadinya kejahatan.11

2. Konseptual

Kerangka konseptual merupakan kerangka yang menggambarkan hubungan antara konsep-konsep khusus yang merupakan kumpulan dari arti-arti yang berkaitan dengan istilah yang diinginkan atau diteliti.12

Berikut ini adalah definisi opersional dan istilah-istilah yang dipakai dalam penelitian ini, yaitu sebagai berikut:

11

Sudarto,Kapita Selekta Hukum Pidana,PT.Alumni, 1986, Bandung, hlm 113

12


(13)

a. Penegakan hukum merupakan bagian dari kebijakan penaggulangan kejahatan yang mempunyai tujuan akhir yaitu perlindungan masyarakat guna mencapai kesejahteraan masyarakat.13

b. Kepolisian adalah yang bertalian dengan polisi.14

c. Pembuat adalah yang membuat; dewan undang-undang15 d. Pengedar adalah orang yang mengedarkan16

e. Senjata adalah alat perkakas yang gunanya untuk berkelahi/berperang, adapun arti senjata api adalah yang mampu melepaskan keluar/sejumlah Proyektil dengan bantuan bahan peledak17

f. Senjata Api adalah termasuk juga segala barang sebagaimana diterangkan dalam Pasal 1 ayat (1) dari peraturan senjata api 1936 (Stb 1937 Nomor 170), yang telah diubah dengan ordonantie tanggal 30 Mei 1939 (Stb Nmor 278), tetapi tidak termasuk dalam pengertian itu

senjata “yang nyata” mempunyai tujuan sebagai barang kuno atau barang yang ajaib dan

bukan pula sesuatu senjata yang tetap tidak dapat terpakai atau dibikin sedemikian rupa sehingga tidak dapat digunakan (Undang-Undang Darurat No.12 Tahun 1951 Tentang Senjata Api)

g. Rakitan adalah hasil merakit; sesuatu yang dirakit; kesatuan berbagai komponen. Misal, mesin atau mobil

h. Mesuji adalah wilayah salah satu Kabupaten di Provinsi Lampung, Indonesia

E. Sistematika Penulisan 13

Barda,Op.Cit, hlm 2

14

Pusat Bahasa,Kamus Besar Bahasa Indonesia,Balai Pustaka, 2004, Jakarta, hlm 1091

15

Ibid, hlm 233

16Ibid

, hlm 350

17

Mabes Polri,Buku Petunjuk Pengawasan dan Pengendalian Senjata Api Non Organik TNI/POLRI,2000, Jakarta, hlm 2


(14)

Dalam sub bab ini diberikan gambaran yang jelas dan terarah mengenai penyusunan laporan skripsi. Sistematika penulisan terbagi dalam bagian-bagian sebagai berikut :

I. PENDAHULUAN

Dalam bab ini diuraikan mengenai latar belakang penulisan skripsi, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan.

II. TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab ini diuraikan mengenai pengertian penegakan hukum, senjata api dan senjata secara umum, tinjauan yuridis dan prosedur kepemilikan senjata api, syarat memiliki senjata api, serta kendala dan upaya yang dilakukan Polri dalam penegakan hukum terhadap pembuat dan pengedar senjata api rakitan.

III. METODE PENELITIAN

Bab ini berisi metode yang digunakan dalam penelitian, meliputi pendekatan masalah, data dan sumber data, informan (responden) penelitian, prosedur pengumpulan dan pengolahan data serta analisis data.


(15)

Pada bab ini diuraikan mengenai gambaran umum lokasi penelitian, yaitu Kepolisian Daerah Kabupaten Mesuji pembahasan profil singkat responden penelitian, pembahasan dan hasil penelitian terhadap rumusan masalah, yaitu mengenai prosedur pengajuan ijin kepemilikan senjata api yang dilakukan oleh warga masyarakat, kendala yang dihadapi Polri di dalam mengatasi tindak pidana pembuat dan pengedar senjata api rakitan di masyarakat, serta upaya yang dilakukan oleh Polri untuk mengatasi tindak pidana pembuatan dan peredaran senjata api rakitan di masyarakat tersebut.

V. PENUTUP

Pada bab ini diuraikan kesimpulan dari seluruh hasil dan pembahasan bab sebelumnya dan saran maupun rekomendasi yang diharapkan dapat menjadi masukan yang bermanfaat bagi semua pihak, khususnya pihak-pihak yang berkepentingan.


(16)

A. Pengertian Penegakan Hukum

Hukum merupakan keseluruhan kumpulan peraturan-peraturan atau kaedah-kaedah dalam suatu kehidupan bersama yang dapat dipaksakan pelaksanaannya dengan suatu sanksi.1 Penegakan hukum adalah proses pemungsian norma-norma hukum secara nyata sebagai pedoman perilaku atau hubungan–hubungan hukum dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Ditinjau dari sudut subjeknya, penegakan hukum itu dapat dilakukan oleh subjek yang luas dan dapat pula diartikan sebagai upaya penegakan hukum oleh subjek dalam arti yang terbatas atau sempit.2

Pada arti luas, proses penegakan hukum itu melibatkan semua subjek hukum dalam setiap hubungan hukum. Siapa saja yang menjalankan aturan normatif atau melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu dengan mendasarkan diri pada norma aturan hukum yang berlaku, berarti dia menjalankan atau menegakkan aturan hukum. Dalam arti sempit, dari segi subjeknya itu, penegakan hukum itu hanya diartikan sebagai upaya aparatur penegakan hukum tertentu untuk menjamin dan memastikan bahwa suatu aturan hukum berjalan sebagaimana seharusnya. Pengertian penegakan hukum itu dapat pula ditinjau dari sudut objeknya, yaitu dari segi hukumnya. Pada hal ini, pengertiannya juga mencakup makna yang luas dan sempit.

Pada arti luas, penegakan hukum itu mencakup pula nilai-nilai keadilan yang terkandung di dalamnya bunyi aturan formal maupun nilai-nilai keadilan yang hidup dalam masyarakat, tetapi

1

Sudikno Mertokusumo,Mengenal Hukum,Liberty Yogyakarta, 2003, Yogyakarta, hlm 40

2


(17)

dalam arti sempit, penegakan hukum itu hanya menyangkut penegakan peraturan yang formal dan tertulis saja.3

Berdasarkan teori penegakan hukum menurut John Graham, penegakan hukum dilapangan oleh polisi merupakan kebijakan penegakan hukum dalam pencegahan kejahatan. Menurut Hamis MC.Rae mengatakan bahwa penegakan hukum dilakukan dengan pendayagunaan kemampuan berupa penegakan hukum dilakukan oleh orang yang betul-betul ahli dibidangnya dan dalam penegakan hukum akan lebih baik jika penegakan hukum mempunyai pengalaman praktek berkaitan dengan bidang yang ditanganinya seperti halnya dengan penggunaan senjata api. B.J.M ten berge menyebutkan beberapa aspek yang harus di perhatikan atau di pertimbangkan dalam rangka penegakan hukum, yaitu :

a. Suatu peraturan harus sedikit mungkin membiarkan ruang bagi perbedaan interpretasi. b. Ketentuan perkecualian harus di batasi secara minimal

c. Peraturan harus sebanyak Mungkin di arahkan pada kenyataan yang secara objektif dapat di tentukan

d. Peraturan harus dapat dilaksanakan oleh mereka yang terkena peraturan itu dan mereka yang di bebani dengan tugas penegakan hukum.

Untuk menegakan hukum pidana harus melalui beberapa tahap yang dilihat sebagai usaha atau sebagai proses rasional yang sengaja direncanakan untuk mencapai suatu tujuan tertentu yang merupakan suatu jalinan mata rantai aktifitas yang tidak termaksud dari nilai-nilai dan bermuara pada pidana dan pemidanaan. Tahap-tahapan penegakan hukum pidana tersebut adalah:4

3

Ibid

4


(18)

a. Tahap formulasi yaitu tahap penegakan hukum pidana inabstracto oleh badan pembuat undang-undang. Dalam tahap ini pembuat undang-undang melakukan kegiatan memilih nilai-nilai yang sesuai dengan keadaan dan situasi masa kini dan masa yang akan datang, kemudian merumuskannya dalam bentuk perundang-undangan untuk mencapai hasil perundangan-perundangan yang paling baik dalam arti memenuhi syarat keadilan dan daya guna. Tahap ini dapat pula disebut tahap kebijakan legislatif.

b. Tahap aplikasi yaitu penegakan hukum pidana (tahap penerapan hukum pidana) oleh aparat-aparat penegak hukum mulai dari kepolisian sampai pengadilan. Dalam tahap ini, aparat-aparat penegak hukum bertugas menegakkan serta menerapkan peraturan perundangan-undangan pidana yang telah di buat oleh pembuat undang-undang. Dalam melaksanakan tugas ini aparat penegak hukum harus berpegang teguh pada nilai-nilai keadilan dan daya guna. Tahap kedua ini dapat pula disebut tahap kebijakan yudikatif.

c. Tahap eksekusi yaitu tahap penegakakan (pelaksanaan) hukum pidana secara konkret oleh aparat pelaksanaan pidana. Dalam tahap ini aparat pelaksana pidana bertugas menegakan peraturan perundang-undangan pidana yang telah dibuat oleh pembuat undang-undang melalui penerapan pidana yang telah ditetapkan dalam putusan pengadilan. Dalam melaksanaan pemidanaan yang telah ditetapkan dalam putusan pengadilan, aparat pelaksana pidana dalam menjalankan tugasnya harus berpedoman kepada peraturan perundang-undangan pidana yang dibuat oleh pembuat undang-undang dan nilai-nilai keadilan serta daya guna.

Penegakan hukum mempunyai konotasi menegakan, melaksanakan ketentuan-ketentuan hukum yang berlaku dalam masyarakat, sehingga dalam konteks yang lebih luas penegakan hukum merupakan kelangsungan perwujudan konsep-konsep abstrak yang menjadi kenyataan. Pada


(19)

proses tersebut hukum tidak mandiri, artinya ada faktor-faktor lain yang erat hubungannya dengan proses penegakan hukum yang harus diikutsertakan, yaitu masyarakat dan aparat penegak hukum.

Penegakan hukum bukan semata-mata pelaksanaan perundang-undangan saja, namun terdapat juga faktor yang menghambat antara lain :5

1. Faktor hukumnya sendiri;

2. Faktor penegakan hukum, yakni pihak-pihak yang membentuk maupun penerapan hukum; 3. Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan;

4. Faktor masyarakat, yakni lingkungan dimana hukum tersebut berlaku;

5. Faktor kebudayaan, yakni hasil karya, cipta dan rasa yang didasarkan pada karsa manusia didalam pergaulan hidup.

Berikut ini diuraikan maksud faktor-faktor itu: 1. Faktor hukumnya sendiri

Semakin baik suatu peraturan hukum akan semakin memungkinkan penegakannya. sebaliknya, semakin tidak baik suatu peraturan hukum akan semakin sukarlah menegakkannya. Secara umum dapat dikatakan bahwa peraturan hukum yang baik adalah peraturan hukum yang berlaku secara yuridis, sosiologis, dan filosofis. Suatu peraturan berlaku secara yuridis apabila peraturan hukum tersebut penetuannya berdasarkan kaidah yang lebih tinggi tingkatannya.

Suatu peraturan hukum yang berlaku secara sosiologis bilamana peraturan hukum tersebut diakui atgau diterima oleh masyarakat keapda siapa peraturan hukum tersebut ditujukan atau 5


(20)

diberlakukan. Suatu peraturan hukum berlaku secara filosofis apabila peraturan hukum tersebut sesuai dengan cita-cita hukkum sebagai nilai positif yang tertinggi.

Hanya peraturan-peraturan hukum yang mempunyai ketiga unsur kelakuan itulah yang dapat berfungsi dengan baik dalam masyarakat. Kalau tidak maka peraturan hukum tersebut bisa menjadi peraturan hukum yang mati, atau dirasakan sebagai suatu tirai karena tidak berakar dari hati sanubari masyarakat secara menyeluruh.

2. Faktor Penegak Hukum

Salah satu kunci keberhasilan dalam penegakan hukum adalah mentalitas atau kepribadian dari penegak hukumnya sendiri. Dalam rangka penegakan hukum dan implementasi penegakan hukum bahwa penegakan keadilan tanpa suatu kebenaran adalah suatu kebejatan. Pihak-pihak yang terkait secara langsung dalam proses penegakan hukum yaitu kepolsian, kejaksaan, kehakiman, kepengacaraan, dan pemasyarakatan, mempunyai peranan yang sangat menentukan bagi keberhasilan usaha penegakan hukum dalam masyarakat. Masalah peranan dianggap penting oleh karena pembahasan mengenai penegak hukum sebenarnya lebih banyak tertuju pada diskresi. Diskresi menyangkut pengambilan keputusan yang tidak sangat terikat oleh hukum, dimana penilaian pribadi juga memegang peranan.

Penegak hukum merupakan golongan panutan dalam masyarakat yang hendaknya mempunyai kemampuan-kemampuan tertentu, sesuai dengn aspirasi masyarakat. Selain itu penegak hukum harus bijaksana untuk menumbuhkan partisipasi masyarakat, memperkenalkan peraturan-peraturan hukum baru, dan menunjukan keteladanan yang baik. Selain


(21)

profesionalisme yang harus dimiliki, aparat penegak hukum harus mempunyai integritas moral yang tinggi sehingga dapat menahan diri dari godaan-godaan kebendaan.

3. Faktor Sarana atau Fasilitas

Tanpa adanya sarana atau fasilitas tertentu maka tidak mungkin penegakan hukum akan berlangsung dengan lancar. Sarana atau fasilitas tersebut antara lain mencakup tenaga manusia yang berpendidikan dan terampil, organisasi yang baik, peralatan memadai, keuangan yang cukup dan seterusnya. Kalau hal-hal itu tidak terpenuhi maka mustahil penegkakan hukum akan mencapai tujuannya. Sarana atau fasilitas mempunyai pengaruh yang sangat besar bagi kelancaran pelaksanaan penegakan hukum. Dengan demikian tanpa sarana atau fasilitas yang memadai, penegakan hukum tidak dapat berjalan lancar, dan penegak hukum tidak mungkin menjalankan perannya yang seharusnya.

4. Faktor Masyarakat

Bagian yang terpenting dari masyarakat yang menentukan penegakan hukum adalah kesadaran hukum masyarakat. Semakin tinggi kesadaran hukum masyarakat, maka akan semakin memungkinkan penegakan hukum yang baik. Sebaliknya semakin rendah tingkat kesadaran hukum masyarakat maka akan semakin sukar untuk melaksanakan penegakan hukum yang baik. kesadaran hukum masyarakat merupakan pandangan yang hidup dalam masyarakat tentang apa hukum itu. Pandangan itu berkembang dan dipengaruhi oleh berbagai faktor yaitu agama, ekonomi, politik, dan sebagainya. Jadi kesadaran hukum tersebut merupakan suatu proses yang terdapat dalam diri manusia, yang mungkin timbul dan mungkin pula tidak. Akan tetapi tentang asas kesadaran hukum, itu terdapat pada setiap manusia. 5. Faktor Kebudayaan


(22)

Kebudayaan pada dasarnya mencakup nilai yang mendasari hukum yang berlaku, nilai-nilai mana merupakan konsep-konsep abstrak mengenai apa yang dianggap baik dan apa yang dianggap buruk. Kebudayaan Indonesia merupakan dasar atau mendasari hukum adat yang berlaku. Semakin banyak persesuaian antara peraturan perundang-undangan dengan kebudayaan masyarakat maka ssemakin mudahlah menegakkannya. Sebaliknya apabila suatu peraturan perundang-undangan sudah tidak sesuai atau bertentangandengan kebudayaan masyarakat maka akan semakin sukar untuk melaksanakan atau menegakkan peraturan hukum dimaksud.

B. Pengertian Senjata, Senjata Api dan Senjata Api Rakitan

Senjata adalah alat perkakas yang gunanya untuk berkelahi/berperang, adapun arti senjata api adalah yang mampu melepaskan keluar/sejumlah Proyektil dengan bantuan bahan peledak. Adapun yang termasuk dalam pengertian dari senjata api adalah:

1. Meriam dan senjata api dan penyembur api serta bagiannya

2. Senjata tekanan udara dan tekanan pegas caliber 5,5 mm keatas, pistol pemberi isyarat

3. Senjata Peluru Karet, berbentuk senjata jenis pistol revolver senapan yang tidak dapat ditembakkan dengan peluru tajam dan hanya ditembakkan dengan peluru karet

4. Senjata gas air mata, yang berbentuk stick dan berbentuk pistol revolver, senapan yang tidak dapat ditembakkan dengan peluru tajam

5. Senjata tiruan/mainan yang berbentuk phisik dan data tekhnis/cara kerjanya menyerupai senjata yang bilamana dapat disalahgunakan dapat membahayakan.6

6


(23)

Pengertian senjata api sendiri Undang-undang Darurat Nomor 12 tahun 1951 Pasal 1 ayat (2) memberikan pengertian senjata api dan amunisi yaitu termasuk juga segala barang sebagaimana diterangkan dalam Pasal 1 ayat (1) dari peraturan senjata api 1936 (Stb 1937 Nomor 170), yang telah diubah dengan ordonantie tanggal 30 Mei 1939 (Stb Nmor 278), tetapi tidak termasuk

dalam pengertian itu senjata “yang nyata” mempunyai tujuan sebagai barang kuno atau barang

yang ajaib dan bukan pula sesuatu senjata yang tetap tidak dapat terpakai atau dibikin sedemikian rupa sehingga tidak dapat digunakan.

Menurut pasal 1 ayat (1) Undang-undang senjata api (L.N. 1937. No. 170 diubah dengan L. N. 1939 No. 278) tentang Undang-undang senjata api (pemasukan, pengeluaran dan pembongkaran) 1936, yang dimaksud senjata api adalah :

a. Bagian-bagian senjata api;

b. Meriam-meriam dan penyembur-penyembur api dan bagian-bagiannya;

c. Senjata-senjata tekanan udara dan senjata-senjata tekanan per, pistol-pistol penyembelih dan pistol-pistol pemberi isyarat, dan selanjutnya senjata-senjata api tiruan seperti pistol-pistol tanda bahaya, pistol-pistol perlombaan, revolver-revolver tanda bahaya dan revolver-revolver perlombaan, pistol-pistol mati suri, dan revolver-revolver mati suri dan benda-benda lain yang serupa itu yang dapat dipergunakan untuk mengancam atau mengejutkan, demikian juga bagian-bagian senjata itu, dengan pengertian, bahwa senjata tekanan udara, senjata-senjata tekanan per dan senjata-senjata-senjata-senjata tiruan serta bagian-bagian senjata-senjata itu hanya dapat dipandang sebagai senjata api, apabila dengan nyata tidak dipergunakan sebagai permainan anak-anak.


(24)

Berdasarkan Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 1976, senjata api adalah salah satu alat untuk melaksanakan tugas pokok angkatan bersenjata dibidang pertahanan dan keamanan, sedangkan bagi instansi pemerintah di luar angkatan bersenjata, senjata api merupakan alat khusus yang penggunannya diatur melalui ketentuan Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 1976, yang menginstruksikan agar para menteri (pimpinan lembaga pemerintah dan non pemerintah) membantu pertahanan dan keamanan agar dapat mencapai sasaran tugasnya. Sedangkan senjata api rakitan yaitu segala senjata yang menggunakan mesin seperti senapan dan pistol yang dibuat dengan merakit sendiri dan tidak berdasarkan dengan peraturan pembuatan senjata api yang sah.7

Senjata api bukanlah benda yang umum digunakan ataupun dibawa-bawa oleh masyarakat sipil, Negara telah membuat regulasi mengenai kepemilikan senjata api. Walaupun demikian penyalahgunaan senjata api tetap tidak dapat dihindarkan, apalagi dengan mudahnya senjata api rakitan yang banyak sekali beredar dan sudah meluas di Indonesia. Hal ini bisa saja dikarenakan kurang konsekuennya pihak-pihak terkait dalam mengeluarkan izin kepemilikan senjata api dan sanksi tegas yang mengacu kepada kepemilikan senjata api rakitan yang jelas tidak memiliki izin yang sah.

Sebenarnya jika penggunaan senjata, terkhususnya senjata api, digunakan sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan oleh undang-undang adalah suatu hal yang wajar. Mengingat mempertahankan diri adalah naluri paling dasar dari setiap mahkluk hidup. Sebab kita tidak pernah tahu dan mengetahui kapan kita akan mendapat ancaman yang bisa membahayakan hidup kita.

7


(25)

C. Prosedur Kepemilikan Senjata Api

Seperti yang kita ketahui, fenomena pembuatan serta pengedaran senjata api makin marak akhir

– akhir ini yang ditandai dengan banyaknya penggunaan senjata api yang mengikuti aksi kekerasan yang terjadi. Senjata api yang dimilki pun ada yang memilki izin dan ada pula yang ilegal (rakitan). Sehingga bertolak dari fenomena yang terjadi, maka perlu dikaji mengenai pengaturan mengenai senjata api di Indonesia.8

Untuk memiliki dan memperoleh ijin kepemilikan senjata api, tidak sulit bagi mereka yang mampu. Sesuai dengan pasal 15 ayat 2e UU No.2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, yaitu memberikan izin dan melakukan pengawasan senjata api, bahan peledak, dan senjata tajam. Sebelum memperoleh ijin, mereka harus mengikuti aturan yang telah ditetapkan Polri.

Kepemilikan senjata api Indonesia diatur sejak lama oleh pemerintah dalam Undang Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951 LN 1951-78 Tentang Senjata Api. Disebutkan dalam pasal 1 ayat 1 UU tersebut ;

“Barang siapa yang tanpa hak memasukkan ke Indonesia, membuat, menerima, mencoba,

memperoleh, menyerahkan, menguasai, membawa, mempunyai persediaan padanya atau mempunyai dalam miliknya, menyimpan, mengangkut, menyembunyikan, mempergunakan atau mengeluarkan dari Indonesia sesuatu senjata api, amunisi atau sesuatu bahan peledak, dihukum dengan hukuman mati atau hukuman penjara seumur hidup atau hukuman penjara sementara setinggi-tingginya dua puluh tahun”.

Pada pasal tersebut di atas, terdapat pengertian yang sangat luas mengenai kepemilikan senjata api yang meliputi peredaran, kepemilikan, penyimpanan, penyerahan, dan penggunaan senjata api, amunisi, atau bahan peledak lainnya tanpa hak yang digolongkan ke dalam tindak pidana. Tindak pidana berarti suatu perbuatan yang pelakunya dapat dikenakan pidana.

8


(26)

Sejumlah pengaturan mengenai senjata api yang dianggap ketat ternyata dapat ditembus oleh oknum–oknum tertentu, sehingga celah–celah dalam pengaturan kepemilikan senjata api dapat dengan mudah ditemukan. Misalnya saja berdasarkan SK tahun 2004 yang mensyaratkan mengenai cara memilki izin kepemilikan senjata api yang mudah, yaitu menyerahkan syarat kelengkapan dokumen seperti KTP, Kartu Keluarga, dan lain–lain, seseorang berusia 24-65 tahun yang memiliki sertifikat menembak dan juga lulus tes menembak, maka dapat memiliki senjata api. SK tahun 2004 tersebut juga mengatur mengenai individu yang berhak memiliki senjata api untuk keperluan pribadi dibatasi minimal setingkat Kepala Dinas atau Bupati untuk kalangan pejabat pemerintah minimal Letnan Satu untuk kalangan angkatan bersenjata, dan pengacara atas rekomendasi Departemen Kehakiman.

Dilihat dari Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1948, tentang pendaftaran dan pemberian izin kepemilikan senjata api pada Pasal 9 dinyatakan, bahwa setiap orang yang bukan anggota tentara atau polisi yang memakai dan memiliki senjata api harus mempunyai izin pemakaian senjata api menurut contoh yang ditetapkan oleh kepala kepolisian negara.

Menurut ketentuan yang berlaku, cara kepemilikan senjata api harus memenuhi persyaratan-persyaratan berikut ini :

1. Pemohon ijin kepemilikan senjata api harus memenuhi syarat medis dan psikologis tertentu. Secara medis pemohon harus sehat jasmani, tidak cacat fisik yang dapat mengurangi keterampilan membawa dan menggunakan senjata api dan berpenglihatan normal;

2. Pemohon haruslah orang yang tidak cepat gugup dan panik, tidak emosional dan tidak cepat marah. Pemenuhan syarat ini harus dibuktikan dengan hasil psikotes yang dilaksanakan oleh tim yang ditunjuk Dinas Psikologi Mabes Polri;


(27)

3. Harus dilihat kelayakan, kepentingan, dan pertimbangan keamanan lain dari calon pengguna senjata api, untuk menghindari adanya penyimpangan atau membahayakan jiwa orang lain; 4. Pemohon harus berkelakuan baik dan belum pernah terlibat dalam suatu kasus tindak pidana

yang dibuktikan dengan SKKB;

5. Pemohon harus lulus screening yang dilaksanakan Kadit IPP dan Subdit Pamwassendak. 6. Pemohon harus berusia 21 tahun hingga 65 tahun; dan

7. Pemohon juga harus memenuhi syarat administratif dan memiliki Izin Khusus Hak Senjata Api (IKHSA).

Setelah memenuhi persyaratan diatas, maka pemohon juga harus mengetahui bagaimana prosedur selanjutnya yang diarahkan menurut ketentuan yang ada, antara lain :

1. Prosedur awal pengajuan harus mendapatkan rekomendasi dari Kepolisian Daerah (Polda) setempat, dengan maksud untuk mengetahui domisili pemohon agar mudah terdata, sehingga kepemilikan senjata mudah terlacak.

2. Setelah mendapat rekomendasi dari Polda, harus lulus tes psikologi, kesehatan fisik, bakat dan keahlian di Mabes Polri sebagaimamana yang telah dipersyaratkan.

3. Untuk mendapatkan sertifikat lulus hingga kualifikasi kelas I sampai kelas III calon harus lulus tes keahlian. Kualifikasi pada kelas III ini harus bisa berhasil menggunakan sepuluh peluru dan membidik target dengan poin antara 120 sampai 129. (dibuktikan dengan sertifikat yang dikeluarkan oleh Institusi Pelatihan Menembak yang sudah mendapat izin Polri dan harus disahkan oleh pejabat Polri yang ditunjuk).


(28)

4. Proses pemberian izin dan tes memiliki senjata harus diselesaikan dalam rentang waktu antara tiga sampai enam bulan. Bila gagal dalam batas waktu tersebut, Polri akan menolak melanjutkan uji kepemilikan.

Di dalam undang-undang disebutkan bahwa ijin kepemilikan senjata api hanya diberikan kepada pejabat tertentu, antara lain :

1. Pejabat swasta atau perbankan, yakni presiden direktur, presiden komisaris, komisaris, diretur utama, dan direktur keuangan;

2. Pejabat pemerintah, yakni Menteri, Ketua MPR/DPR, Sekjen, Irjen, Dirjen, dan Sekretaris Kabinet, demikian juga Gubernur, Wakil Gubernur, Sekwilda, Irwilprop, Ketua DPRD-I dan Anggota DPR/MPR;

3. TNI/Polri dan purnawirawan.

Adapun senjata-senjata yang boleh dimiliki antara lain adalah :

1. Selain senjata api yang memerlukan ijin khusus (IKHSA), masyarakat juga bisa memiliki senjata genggam berpeluru karet dan senjata genggam gas, cukup berijinkan direktorat Intel Polri.

2. Jenis senjata yang bisa dimiliki oleh perorangan adalah senjata genggam, hanya kaliber 22 dan kaliber 33 yang bisa dikeluarkan izinnya.

3. Untuk senjata bahu (laras panjang) hanya dengan kaliber 12 GA dan kaliber 22. (jumlah maksimum dapat memiliki dua pucuk Per orang)

4. Senjata api berpeluru karet atau gas (IKHSA), dengan jenis senjata api antara lain adalah Revolver, kaliber 22/25/32, dan Senjata bahu Shortgun kaliber 12mm.


(29)

5. Sedangkan untuk kepentingan bela diri seseorang hanya boleh memiliki senjata api genggam jenis revolver dengan kaliber 32/25/22, atau senjata api bahu jenis Shotgun kaliber 12 mm dan untuk senjata api klasifikasi (IKHSA) adalah jenis yakni Hunter 006 dan Hunter 007.9

Hampir tidak ada celah bagi setiap orang yang mencoba bermain dengan hal yang berhubungan dengan senjata api. Hal ini disebabkan karena pemerintah menganggap masalah kepemilikan senjata api oleh masyarakat sangatlah berbahaya bagi keamanan dan stabilitas negara. Jadi, bagi mereka yang melanggar dan akhirnya dipidana, berarti dirinya menjalankan suatu hukuman untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya yang dinilai kurang baik dan membahayakan kepentingan umum.10

Pada praktiknya, senjata api sangatlah mudah dimiliki oleh orang yang mempunyai dana lebih untuk membelinya atau bahkan bisa mendapatkannya melalui penjualan senjata api ilegal seperti senjata api yang di rakit sendiri oleh orang yang mempunyai keahlian dalam membuatnya dan dijual secara sembunyi-sembunyi. Para pelaku kejahatan pun sebenarnya memanfaatkan peredaran senjata yang bebas itu melalui pasar gelap dan sebagainya.

D. Syarat Memiliki Senjata Api

9

www.wartapedia.com

10


(30)

Mengutip peraturan yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1948, tentang pendaftaran dan pemberian izin kepemilikan senjata api, dalam pasal 9 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1948 tersebut dikatakan bahwa;

“setiap orang yang bukan anggota tentara atau polisi yang memakai dan memiliki senjata api harus harus mempunyai izin pemakaian senjata api menurut contoh yang ditetapkan oleh

kepala kepolisian negara.”

Dengan dasar itu, setiap izin yang keluar untuk kepemilikan atau pemakaian senjata api harus ditanda tangani langsung oleh Kapolri dan tidak bisa didelegasikan kepada pejabat lain seperti Kapolda. Untuk kepentingan pengawasan Polri juga mendasarkan sikapnya pada Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1960 tentang kewenangan perizinan menurut undang-undang senjata api.

Menurut Undang-Undang tersebut ada persyaratan-persyaratan utama yang harus dilalui oleh pejabat baik secara perseorangan maupun swasta untuk bisa memiliki dan menggunakan senjata api. Pemberian izin itu pun hanya dikeluarkan untuk kepentingan yang dianggap layak. Misalnya untuk olahraga, izin hanya diberikan kepada anggota PERBAKIN yang sudah memenuhi syarat-syarat kesehatan jasmani dan rohani dan memilki kemahiran penembak serta mengetahui secara baik peraturan dan perundang-undangan mengenai penggunaan senjata api. Pemohon ijin kepemilikan senjata api juga harus memenuhi syarat medis dan psikologis tertentu. Secara medis, ia harus sehat jasmani, tidak cacat fisik yang dapat mengurangi ketrampilan membawa dan menggunakan senjata api dan berpenglihatan normal. Syarat-syarat lain bisa saja ditetapkan oleh dokter umum/spesialis. Syarat lain, harus menyerahkan Surat Keterangan Kelakuan Baik.11

11


(31)

Sementara itu, untuk syarat psikologis, si pemohon haruslah orang yang tidak cepat gugup dan panik, tidak emosional dan tidak cepat marah. Tentu saja sang pemohon juga bukanlah seorang psikopat. Pemenuhan syarat ini harus dibuktikan dengan hasil psikotes yang dilaksanakan oleh tim yang ditunjuk Dinas Psikologi Mabes Polri. Pihak Polri tidak akan tergesa-gesa atau memberi izin secara sembarangan. Ada beberapa faktor yang menjadi pertimbangan yaitu lihat terlebih dahulu, kelayakan, kepentingan, dan pertimbangan keamanan lain dari calon pengguna senjata api itu

Berikut beberapa syarat untuk mendapatkan izin memiliki senjata api:12

Syarat Untuk Mendapatkan Ijin Penguasaan Pinjam Pakai Dan Penggunaan Senpi bagi satpam polsus:

a. Surat Perintah Tugas dari Pimpinan Satpam/Polsus b. Foto kopi buku Pas senjata api

c. Foto kopi Tanda Anggota Satpam/Polsus

d. Foto Kopi Surat Keterangan Mahir Menggunakan Senjata Api dari Lemdik Polri e. Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK)

f. Surat Keterangan Test Psikologi dari Polri

g. Pas foto warna dasar merah ukuran 4 X 6 = 2 Lmb, 2 X 3 = 2 Lmb Syarat untuk perijinan senjata peluru karet bagi perorangan:

a. Rekomendasi Kapolda Up. Dir Intelkam b. Surat Keterangan Test Psikologi dari Polri c. Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK) 12


(32)

d. Fotocopy SIUP (Surat Ijin Usaha Perdagangan) bagi pengusaha swasta e. Fotocopy Skep Jabatan Bagi Pejabat Pemerintah, Anggota Tni/Polri

f. Fotocopy KTP/KTA (syarat umum minimal 24 tahun maksimal 65 tahun) bagi yg telah melebihi batas usia maksimal khusus untuk perpanjangan diwajibkan utk melengkapi tes kesehatan dan psikologi dari Polri, bila tdk memenuhi persyaratan sejanta tsb agar dihibahkan g. Pas photo berwarna dasar merah 2 x 3 = 6 lmb

Syarat untuk perijinan senjata peluru gas bagi perorangan: a. Rekomendasi Kapolda Sulut Up. Dir Intelkam

b. Surat Keterangan Test Psikologi dari Polri c. Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK)

d. Fotocopy SIUP (Surat Ijin Usaha Perdagangan) bagi pengusaha swasta e. Fotocopy Skep Jabatan Bagi Pejabat Pemerintah, Anggota Tni/Polri

f. Fotocopy KTP/KTA (Syarat umum minimal 24 tahun maksimal 65 tahun) bagi yg telah melebihi batas usia maksimal khusus untuk perpanjangan diwajibkan utk melengkapi tes kesehatan dan psikologi dari Polri, bila tdk memenuhi persyaratan sejanta tsb agar dihibahkan

g. Pas photo berwarna dasar merah 2 x 3 = 6 lmb

Dilihat dari perkembangan zaman sekarang ini, aksi-aksi kekerasan massa dan tindak pidana yang disertai kekerasan sepertinya memang telah menjadi tren di negeri ini. Berita-berita terdengar silih berganti, dari mulai tawuran kelompok masyarakat, pelajar, mahasiswa, pemuda sampai masyarakat petani dan lain sebagainya. Belum lagi aksi-aksi yang menggunakan senjata api secara rakitan. Jika dilihat dari bagaimana prosedur kepemilikan senjata api, jelas sekali hal tersebut tidaklah mudah untuk dilakukan. Maka daripada itu kebanyakan orang yang memang


(33)

memiliki keahlian khusus memilih untuk merakit sendiri senjata api sebagai perlindungan kepada diri sendiri atau juga malah memperjualbelikannya secara ilegal.13

Rasa curiga satu sama lain semain besar ketika berhadapan dengan orang yang tidak dikenal. Jati diri sebagai bangsa yang ramah tamah seperti yang difahami selama ini seperti serta merta hilang ketika melihat fenomena kekerasan yang kerap terjadi. Para pelaku kejahatan pun sebenarnya memanfaatkan peredaran senjata yang bebas itu. Melalui pasar gelap, mereka dapat membeli senjata api baik itu jenis senjata asli buatan pabrik maupun jenis rakitan dengan harga relatif murah dan kemudian digunakan sebagai sarana untuk melancarkan aksi kriminalnya, seperti perampokan bersenjata api yang marak akhir-akhir ini. Daerah konflik seperti Mesuji pun sangat beresiko menjadi daerah peredaran senjata api ilegal/rakitan.

13


(34)

III. METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Masalah

Pendekatan masalah dalam penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif dan yuridis empiris. Pendekatan yuridis normatif dimaksudkan sebagai upaya memahami persoalan dengan tetap berada atau berdasarkan pada lapangan atau kajian ilmu hukum, sedangkan pendekatan yuridis empiris dimaksudkan untuk memperoleh kejelasan dan pemahaman dari permasalahan dalam penelitian berdasarkan realitas yang ada.

B. Sumber dan Jenis Data

Dalam penelitian ini, data yang digunakan terbagi dalam dua jenis data, yaitu: 1. Data Primer

Data Primer adalah data yang diperoleh langsung dari subyek kegiatan atau penelitian dengan menggunakan alat pengukur atau alat pengambil data yang langsung pada subyek sebagai suatu informasi yang dicari.1Dalam penelitian ini data primer diperoleh dari hasil wawancara terhadap pihak kepolisian daerah Mesuji.

2. Data Sekunder

Data sekunder adalah data tambahan yang diperoleh dari berbagai bahan hukum yang berhubungan dengan penelitian ini, Adapun sumber data sekunder dalam penelitian ini adalah sumber data yang diperoleh secara tidak langsung yang berasal dari pihak terkait, maupun dari literatur-literatur, baik berupa buku-buku, peraturan perundang-undangan, surat kabar,

1


(35)

internet dan beberapa literatur lain yang berkaitan dengan penegakan hukum terhadap pembuat dan pengedar senjata api rakitan di Mesuji, yang terdiri dari:

a. Bahan hukum primer

Bahan hukum primer dalam penelitian ini bersumber dari: 1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

2) Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951 tentang Senjata ApI, Senjata Tajam dan Bahan Peledak.

3) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia

4) Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 50 Tahun 2010 tentang Jenis dan Tarif Atas Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berlaku pada kepolisian negara Republik Indonesia

5) UU Nomor 20 Tahun 1960 tentang kewenangan perizinan menurut undang undang senjata api

6) Bahan hukum primer lain yang mendukung penelitian.

b. Bahan hukum sekunder

Bahan hukum sekunder dalam penelitian ini bersumber dari bahan-bahan hukum yang dapat membantu pemahaman dalam menganalisa serta memahami permasalahan, seperti teori atau pendapat para ahli dalam buku-buku hukum, dokumen atau makalah yang terkait dengan penelitian.


(36)

C. Informan (Responden) Penelitian

Dalam penelitian ini, data diperoleh dari para informan atau responden yang akan memberikan informasi secara terperinci mengenai pokok permasalahan yang diteliti. Penentuan informan atau responden penelitian tidak dilakukan secara terperinci mengenai pokok permasalahan yang diteliti. Melainkan ditetapkan secara bertujuan (purposive) dengan menggunakan beberapa pertimbangan.2

Dalam penelitian ini diambil responden sebanyak 3 orang, yaitu:

1. Anggota Polsek Tanjung Raya Polres Tulang Bawang = 2 orang 2. Dosen Bagian Hukum Pidana UNILA = 1 orang +

Jumlah = 3 orang

D. Metode Pengumpulan dan Pengolahan Data

1. Metode Pengumpulan Data

Pada penelitian ini, pengumpulan data dilakukan dengan cara melakukan studi pustaka, yaitu melakukan serangkaian kegiatan seperti membaca, menelaah, dan mengutip dari buku-buku literatur serta melakukan pengkajian terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan pokok bahasan dan studi lapangan, yaitu dengan melakukan wawancara terhadap informan penelitian. Studi lapangan(field research)yang dilakukan melalui wawancara 2


(37)

(interview) adalah sebagai usaha mengumpulkan data dengan cara mengajukan tanya jawab dengan informan penelitian.

2. Metode Pengolahan Data

Setelah melakukan pengumpulan data, maka selanjutnya dilakukan pengolahan data sehingga data yang diperoleh dapat mempermudah permasalahan yang diteliti. Adapun pengolahan yang dimaksud adalah:

a. Seleksi Data. Data yang terkumpul kemudian dilakukan pemeriksaan untuk mengetahui kelengkapan data selanjutnya data dipilih sesuai dengan permasalahan yang diteliti

b. Klarifikasi Data. Penempatan data menurut kelompok-kelompok yang telah ditetapkan dalam rangka memperoleh data yang benar-benar diperlukan dan akurat untuk kepentingan penelitian.

c. Penyusunan Data. Penempatan data yang saling berhubungan dan merupakan satu kesatuan yang bulat dan terpadu pada subpokok bahasan sesuai sistematika yang ditetapkan untuk mempermudah interpretasi data.

E. Analisis Data

Proses analisis data dalam penelitian ini dimulai dengan mengumpulkan semua data yang ada, baik data primer maupun data sekunder. Selanjutnya terhadap data-data tersebut dilakukan proses editing dan interpretasi. Analisis data ini dilakukan secara bertahap sehingga data yang kurang lengkap, dapat diketahui dan dilengkapi dengan pengambilan data sekunder.

Teknik analisa data yang digunakan adalah deskriptif analisis, yaitu penulis akan menggambarkan (menjelaskan) suatu keadaan atau realita yang terjadi mengenai peredaran dan


(38)

pembuatan senjata api rakitan di masyarakat untuk selanjutnya keadaan atau realita tersebut dianalisa dan dikaitkan dengan data yang diperoleh, kemudian dihubungkan dengan landasan yang kuat yang meliputi hukum, peraturan-peraturan dan teori-teori yang berkaitan erat dengan permasalahan seputar senjata api sehingga dapat ditarik kesimpulan dalam rangka memberikan suatu masukan terhadap permasalahan yang telah dirumuskan. Sebenarnya pekerjaan menganalisa data ini dapat dilakukan sejak peneliti berada di lapangan, namun sebagian besar konsentrasi untuk menganalisa itu dilakukan pada tahap sesudah penelitian di lapangan dilakukan.


(39)

A. Simpulan

Dari uraian dan pembahasan di atas dapatlah diambil beberapa simpulan sebagai berikut:

Senjata Api Rakitan yaitu segala senjata yang menggunakan mesin seperti senapan dan pistol yang dibuat dengan merakit sendiri dan tidak berdasarkan dengan peraturan pembuatan senjata api yang sah.

1. upaya penegakan hukum oleh Polri terhadap pelaku pembuat dan pengedar senjata api rakitan adalah :

a. Tindakan Pre-emtif

Yaitu berupa tindakan pencegahan dan pengarahan dengan memberikan penyuluhan-penyuluhan beserta razia. Penyuluhan yang diberikan adalah tentang hal yang berkaitan dengan senjata api dan mengeluarkan himbauan Kapolri untuk menggudangkan senjata api non organik yang ada di masyarakat., disamping itu dijelaskan tentang bahayanya mengedar dan membuat senjata api rakitan karena tindakan tersebut merupakan tindak kejahatan dan bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, intinya adalah penerangan dan mengingatkan.

b. Tindakan Preventif

Melakukan Penyelidikan, Pada kasus terhadap tersangka pembuat dan pengedar senjata api rakitan yaitu petani yang berinisial Ye, Polri melakukan suatu


(40)

tindakan penyelidikan dengan cara mengawasi setiap gerak-gerik Ye terkait informasi yang menyatakan bahwa YE memiliki serta memperjualbelikan senjata api rakitan. Melakukan penyidikan Penyidikan ini bertujuan untuk memperoleh bukti yang cukup untuk selanjutnya dilakukan penangkapan, menyita barang bukti dan melakukan penyidikan pada kasus petani yang berinisial Ye yang membawa senjata api rakitan.

c. Tindakan Represif

Tindakan represif yang dilakukan oleh Polsek Tanjung Raya Mesuji dalam menanggulangi peredaran dan kepemilikan senjata api secara ilegal adalah dengan melakukan tindakan hukuman, tindakan hukuman ini melalui proses terlebih dahulu di pengadilan. Pada kasus petani yang berinisial Ye ini, pelaku di pidana dengan hukuman penjara selama kurang lebih dua puluh tahun sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang didasarkan pada undang-undang Darurat No.12 Tahun 1951 Lembaran Negara 1951-78 tentang Senjata Api.

2. Hambatan dalam penegakan hukum oleh Polri terhadap pelaku dan pembuat senjata api rakitan adalah :

a. Faktor hukumnya sendiri;

Faktor penghambat dalam penegakan hukum terhadap pelaku pembuat dan pengedar senjata api rakitan yang dalam kasus ini yaitu petani yang berinisial Ye yg terletak pada faktor hukumnya sendiri yaitu pada Undang-undang


(41)

3

Darurat Nomor 12 Tahun 1951, undang-undang tersebut yang masih diberlakukan sampai sekarang ini terlihat dari segi tahunnya sudah usang/tua dan haruslah dilakukan perubahan/revisi mengenai pengaturan senjata api tersebut. Semakin baik suatu peraturan hukum maka akan semakin memungkinkan penegakannya.

b. Faktor penegakan hukum

Kepolisian sulit mengintai dan mengungkapkan pelaku pembuat dan pengedar senjata api rakitan yaitu petani yang berinisial Ye, karena Ye sendiri sudah profesional dalam hal tersebut sehingga dapat melakukan upaya yang membuat kepolisian sulit melacak keberadaanya. Penegak hukum merupakan golongan panutan dalam masyarakat yang hendaknya mempunyai kemampuan-kemampuan tertentu, sesuai sengan aspirasi masyarakat. Selain itu, kepolisian masih kekurangan personil di lapangan untuk mengawasi tindakan Ye tersebut. c. Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan;

Bila dilihat dari wilayah kabupaten Mesuji sendiri dapat terlihat bahwa banyaknya jalan yang rusak dan untuk menuju wilayah Mesuji di pedalaman sangatlah sulit sehingga menghambat proses penegakan hukum serta fasilitas lain seperti minimnya kendaraan yang diperlukan dalam proses penegakan hukum tersebut. Dengan demikian, tanpa sarana atau fasilitas yang memadai, penegakan hukum tidak dapat berjalan lancar, dan penegakan hukum tidak mungkin menjalankan perannya yang saharusnya


(42)

4

Sulitnya mendapatkan informasi-informasi dari masyarakat menjadikan salah satu alasan penting dalam penegakan hukum, di Mesuji masyarakat terkadang masih tidak berani melaporkan tindak pidana penggunaan senjata api. Bagian terpenting dari masyarakat yang menentukan penegakan hukum adalah kesadaran hukum masyarakat. Semakin tinggi kesadaran hukum masyarakat maka akan semakin memungkinkan penegakan hukum yang baik.

e. Faktor kebudayaan, yakni hasil karya, cipta dan rasa yang didasarkan pada karsa manusia di dalam pergaulan hidup

Pembuatan dan pengedaran senjata api rakitan di Mesuji memang sudah bukan menjadi hal yang dianggap asing bahkan menjadi suatu kebiasaan bagi masyarakat daerah Mesuji, apalagi Mesuji sekarang ini dikenal sebagai wilayah yang sangat rawan dengan konflik dan mengharuskan sebagian besar masyarakat mencoba memberikan perlindungan terhadap dirinya masing-masing dengan memiliki, membuat bahkan sampai mengedarkannya kepada masyarakat. Bila semakin banyaknya persesuaian antara peraturan perundang-undangan dengan kebudayaan masyarakat maka semakin mudahlah penegakan hukumnya.

B. Saran

Adapun saran-saran dari penulis yaitu :

Diperlukan peningkatan kinerja kepolisian yang lebih baik lagi, agar upaya yang dilakukan tersebut memperoleh hasil yang optimal dan sesuai dengan tujuan serta


(43)

perlu ada kebijakan baru yang dilakukan dari Internal Kepolisian dengan memperketat proses pengawasan kepemilikan senjata api melalui razia atau operasi gabungan dalam jumlah yang lebih besar dan lebih banyak dalam hal jumlah personil maupun intensitas razia dan operasi tersebut agar lebih terorganisir.


(44)

UPAYA PENEGAKAN HUKUM OLEH POLRI TERHADAP PELAKU PEMBUAT DAN PENGEDAR

SENJATA API RAKITAN

(Studi Kasus Di Polsek Tanjung Raya Mesuji)

(Skripsi)

Oleh

Meria Yulita Sapitri

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2013


(45)

DAFTAR ISI

Halaman

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang………...….1

B. Permasalahan dan Ruang Lingkup………....….5

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian………...………….……….…6

D. Kerangka Teori dan Konseptual……….……...……..8

E. Sistematika Penulisan………...…..…....12

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian PenegakanHukum…………...………..;……....15

B. Pengertian Senjata, Senjata Api dan Senjata Api Rakitan……..…..…..22

C. Prosedur Kepemilikan Senjata Api………..….….…….25

D. Syarat Memiliki Senjata Api………..….……...……...31

III. METODE PENELITIAN A. Pendekatan Masalah………....……....35

B. Sumber dan Jenis Data………..…..……....35

C. Responden Penelitian………...…....37

D. Metode Pengumpulan dan PengolahanData……….…...37


(46)

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Karakteristik Responden………..40 B. Upaya Penegakan Hukum Oleh Polri Terhadap Pelaku Pembuat Dan

Pengedar Senjata Api Rakitan DiMesuji………...41 C. Hambatan Dalam Penegakan Hukum Oleh Polri Terhadap Pelaku

Pembuat Dan Pengedar Senjata Api Rakitan Di Mesuji………...45 V. PENUTUP

A. Simpulan……….…..…..51

B. Saran………..….55


(47)

DAFTAR PUSTAKA

Arief, Barda Nawawi.2001.Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan Penanggulangan Kejahatan.PT.Citra Aditya Bakti. Bandung

_ _ _ _ _ _. 2008.Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana.Prenada Media Group. Jakarta

Anwar, Saifudin. 2003.Metode Penelitian.Pustaka Pelajar

Chazawi, Adami. 2001.Kejahatan Terhadap Tubuh dan Nyawa.PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta

Djamali, R. Abdooel 1996.Pengantar Hukum Indonesia.PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta

Firganefi.1999.Bahan Ajar Hukum Pidana..Fakultas Hukum Unila.Bandar Lampung

Moleong, Lexy J . 2005.Metode Penelitian Kualitatif.Rosda Karya Bandung Muladi dan Barda Nawari Arief.2005.Teori-teori dan Kebijakan Hukum

Pidana.PT Alumni.Bandung

Poerwadarminta, 2000.Kamus Besar Bahasa Indonesia.Penerbit Balai Pustaka. Jakarta.

Soekanto, Soerjono. 1986.Pengantar Penelitian Hukum.Universitas Indonesia Press. Jakarta.

_ _ _ _ _ _. 1983.Penegakan Hukum. PT. Bina Cipta. Bandung _ _ _ _ _ _. 2001.Pengantar Penelitian Hukum.Universitas Indonesia

Press. Jakarta

_ _ _ _ _ _. 1988.Penanggulangan Kejahatan Crime Prevention. Penerbit Alumni.Bandung


(48)

Sudarto.1986.Kapita Selekta Hukum Pidana.PT Alumni.Bandung

Universitas Lampung. 2009. Format Penulisan Karya Ilmiah. Lampung. University Press. Bandar Lampung

Undang-Undang Darurat Nomor 12 tahun 1951 Tentang Senjata Api, Senjata Tajam dan Bahan Peledak

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1948 Tentang Pendaftaran dan Pemberian Izin Kepemilikan Senjata Api

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1960 Tentang Kewenangan Perizinan Menurut Undang-Undang Senjata ApiPeraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2010 Berita Lampung: Petani Penjual Senjata Api Sambil di Kabupaten Mesuji

Terkini, diakses 2 juni 2012

Kepemilikan Senjata Api Bagi Warga Sipil,Artikel, http://www.google.com, diakses pada 2 juni 2012

http://kompas.com. Diakses 29 Juni 2012. http://mediaindonesia.com Diakses 2 Juli 2012. http://hukumonline.com Diakses 3 September 2012 http://deskripsi.com Diakses 18 September 2012 http://waspada.co.id Diakses 18 September 2012 http://lbhmawarsaron.or.id Diakses 18 September 2012 www.metronews.com , diakses pada 26 mei 2012


(49)

Judul Skripsi : UPAYA PENEGAKAN HUKUM OLEH POLRI TERHADAP PELAKU PEMBUAT DAN PENGEDAR SENJATA API

RAKITAN (Studi Kasus Di Polsek Tanjung Raya Mesuji)

Nama Mahasiswa : Meria Yulita Sapitri No. Pokok Mahasiswa : 0912011196

Bagian : Hukum Pidana

Fakultas : Hukum

MENYETUJUI 1. Komisi Pembimbing

Diah Gustiniati M, S.H.,M.Hum Eko Raharjo,S.H., M.H. NIP. 196208171987032003 NIP. 196104061989031003

2. Ketua Bagian Hukum Pidana

Diah Gustiniati M, S.H.,M.Hum NIP. 196208171987032003


(50)

MENGESAHKAN

1. Tim Penguji

Ketua :Diah Gustiniati Maulani, S.H.,M.Hum ...

Sekretaris/Anggota :Eko Raharjo, S.H.,M.H ...

Penguji Utama :Hj. Firganefi, S.H., M.H. ...

2. Dekan Fakultas Hukum

Dr. Heryandi, S.H., M.S. NIP. 196211091987031003


(51)

MOTTO

Dan Suatu Saat Nanti, Sukses Akan Kita Raih, Asalkan Ada Kemauan, Kerja Keras, Do a, serta Dorongan Kuat Dari Semua Yang Mendukung Keinginan Kita,

Karna Tidak Ada Yang Mustahil Selama Kita Terus Membuka Mata (Meria YS)

Jika Kita Berfikiran Positif, Tuhan Juga Akan Kasih Yang Positif (Mia Novrilla)


(52)

PERSEMBAHAN

Dengan rasa syukur kepada Allah SWT

Kupersembahkan Karya Tulisku ini kepada

Ayah dan Ibuku yang senantiasa

membantu penulis baik moril dan materiil,

ini adalah persembahan pertama dari putri kalian,

semua ini tiada sebanding dengan perjuangan dan pengorbanan

yang Ayah dan Ibu berikan selama ini,

mudah mudahan ini menjadi langkah awal bagi putri kalian

untuk membalas budi baik yang sangat besar yang telah

kalian berikan selama ini, Amien...

Untuk Kakak dan Adik-adikku ; Maya Purnama Sari, M. Yogi Yanuarjan,

M. Luthfi Wirawan

Untuk seluruh keluarga besarku yang selalu menantikan keberhasilanku

Untuk teman-temanku yg selalu ada di sampingku dan

Untuk almamater UNILA yang selalu kubanggakan,

Serta untuk hidupku kedepan yang lebih baik lagi.


(53)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandar Lampung pada tanggal 10 Juli 1992, putri kedua dari empat bersaudara pasangan Maryuni R dan Sukmawati.

Pendidikan di Taman Kanan-Kanak Dharma Wanita Persatuan UNILA Bandar Lampung diselesaikan pada tahun 1997. Pendidikan di Sekolah Dasar Muhammadiyah I Bandar Lampung diselesaikan pada tahun 2003. Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri 20 Bandar Lampung diselesaikan pada tahun 2006. Sekolah Menengah Atas Negeri 5 Bandar Lampung diselesaikan pada tahun 2009.

Pada tahun 2009, penulis diterima sebagai mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Lampung. Pada bulan Januari 2012 penulis melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Dusun 3 Desa Paya Pesawaran Lampung Selatan.


(54)

SANWACANA

Puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini guna memenuhi tugas akhir yang diwajibkan untuk mencapai gelar kesarjanaan pada Fakultas Hukum Universitas Lampung, dengan judul “UPAYA PENEGAKAN HUKUM OLEH POLRI TERHADAP

PELAKU PEMBUAT DAN PENGEDAR SENJATA API RAKITAN (Studi Kasus Di Polsek Tanjung Raya Mesuji)

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan skripsi ini tidak lepas dari kelemahan dan kekurangan meskipun penulis telah berusaha semaksimal mungkin, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak akan penulis terima dengan senang hati.

Keberhasilan dalam menyelesaikan Skripsi ini, tentu tidak terlepas dari bantuan, arahan dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Heryandi, S.H., M.S selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Lampung


(55)

2. Ibu Diah Gustiniati M, S.H., M.Hum selaku Ketua Bagian Hukum Pidana sekaligus Pembimbing I yang telah banyak memberikan masukan dan saran dalam penulisan skripsi ini

3. Bapak Eko Raharjo S.H., M.H selaku Pembimbing II yang telah meluangkan waktu serta memberikan masukan dalam penulisan skripsi ini

4. Ibu Hj.Firganefi, S.H., M.H selaku Pembahas I 5. Bapak Budi Rizki S.H., M.H selaku Pembahas II

6. Segenap Dosen Fakultas Hukum pada umumnya dan Dosen Pidana pada khususnya, terima kasih atas segala ilmu yang telah kalian berikan

7. Segenap staf serta civitas akademika Fakultas Hukum Universitas Lampung 8. Kepada orang tua saya, Ayah dan Ibu tanpa segala kontribusi besar dari

mereka penulis tidak akan mungkin bisa menyelesaikan kuliah dan skripsi ini 9. Kakak dan adik-adikku serta keluarga besarku yang telah banyak memberikan

dorongan, bantuan dan motivasi

10. Untuk sahabat-sahabatku; Anisa Fauzi-ah Bowo yang telah banyak membantu penulis dalam penyelesaian skripsi ini, Irmalia Murniati Seputri Merdayung-dayung, Elsa Septa Trisanti, Annisa Desma G1, Clara Puspitarani terima kasih kalian telah banyak membimbing dan membantu penulis dalam hal apapun dan membuat penulis sangat beruntung memiliki sahabat seperti kalian yang tidak ternilai dengan apapun

11. Untuk kawan-kawanku; Vika Trisanti Ballini yang sangat membantu sekali dalam penyelesaian skripsi ini, Tri Zaskia, Maria Belen, Vitak, Indah Novianti, Danar, Helda, Novia, Bujung, Rintar, Elvira, Ani, Fitri, , Erni Zani,


(56)

Novalinda Silviana, serta kawan-kawan yang namanya tidak disebutkan penulis mohon maaf, terima kasih atas dukungannya yang telah kalian berikan kepada penulis

12. Untuk teman-temanku di KKN; Kak Macan, Kak Nando, Kak Edi, Kak Ali, Mba Astrid dan Mba Putri, terima kasih atas bimbingan dan kepedulian kalian sehingga penulis merasa sangat beruntung dapat bekerja satu tim dengan kalian dan dipertemukan di Dusun 3 Desa Paya Pesawaran

13. Untuk teman-temanku di Paskibra; Winda Rusjayanti, Mia Novrilla, Fitri Eryani, Ari Rahman Hakim, kak Dimas, Minarsih, terima kasih atas dukungan dan motivasi yang kalian berikan kepada penulis

14. Untuk seseorang di sana yang sampai saat ini masih berperan penting sebagai penyemangat dan motivator, terima kasih atas semua yang telah diberikan 15. Bapak AKP Jufril S.H selaku Kepala Polsek Tanjung Raya Mesuji terima

kasih atas masukan dan sarannya

Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini betapapun kecilnya, kiranya dapat bermanfaat bagi penulis khususnya pembaca pada umumnya

Bandar Lampung, Februari 2013 Penulis


(57)

UPAYA PENEGAKAN HUKUM OLEH POLRI TERHADAP PELAKU PEMBUAT DAN PENGEDAR

SENJATA API RAKITAN

(Studi Kasus Di Polsek Tanjung Raya Mesuji)

Oleh

MERIA YULITA SAPITRI

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar SARJANA HUKUM

Pada

Bagian Hukum Pidana

Fakultas Hukum Pidana Universitas Lampung

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG

2013


(1)

PERSEMBAHAN

Dengan rasa syukur kepada Allah SWT

Kupersembahkan Karya Tulisku ini kepada

Ayah dan Ibuku yang senantiasa

membantu penulis baik moril dan materiil,

ini adalah persembahan pertama dari putri kalian,

semua ini tiada sebanding dengan perjuangan dan pengorbanan

yang Ayah dan Ibu berikan selama ini,

mudah mudahan ini menjadi langkah awal bagi putri kalian

untuk membalas budi baik yang sangat besar yang telah

kalian berikan selama ini, Amien...

Untuk Kakak dan Adik-adikku ; Maya Purnama Sari, M. Yogi Yanuarjan,

M. Luthfi Wirawan

Untuk seluruh keluarga besarku yang selalu menantikan keberhasilanku

Untuk teman-temanku yg selalu ada di sampingku dan

Untuk almamater UNILA yang selalu kubanggakan,

Serta untuk hidupku kedepan yang lebih baik lagi.


(2)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandar Lampung pada tanggal 10 Juli 1992, putri kedua dari empat bersaudara pasangan Maryuni R dan Sukmawati.

Pendidikan di Taman Kanan-Kanak Dharma Wanita Persatuan UNILA Bandar Lampung diselesaikan pada tahun 1997. Pendidikan di Sekolah Dasar Muhammadiyah I Bandar Lampung diselesaikan pada tahun 2003. Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri 20 Bandar Lampung diselesaikan pada tahun 2006. Sekolah Menengah Atas Negeri 5 Bandar Lampung diselesaikan pada tahun 2009.

Pada tahun 2009, penulis diterima sebagai mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Lampung. Pada bulan Januari 2012 penulis melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Dusun 3 Desa Paya Pesawaran Lampung Selatan.


(3)

SANWACANA

Puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini guna memenuhi tugas akhir yang diwajibkan untuk mencapai gelar kesarjanaan pada Fakultas Hukum Universitas Lampung, dengan judul “UPAYA PENEGAKAN HUKUM OLEH POLRI TERHADAP

PELAKU PEMBUAT DAN PENGEDAR SENJATA API RAKITAN (Studi Kasus Di Polsek Tanjung Raya Mesuji)

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan skripsi ini tidak lepas dari kelemahan dan kekurangan meskipun penulis telah berusaha semaksimal mungkin, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak akan penulis terima dengan senang hati.

Keberhasilan dalam menyelesaikan Skripsi ini, tentu tidak terlepas dari bantuan, arahan dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Heryandi, S.H., M.S selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Lampung


(4)

2. Ibu Diah Gustiniati M, S.H., M.Hum selaku Ketua Bagian Hukum Pidana sekaligus Pembimbing I yang telah banyak memberikan masukan dan saran dalam penulisan skripsi ini

3. Bapak Eko Raharjo S.H., M.H selaku Pembimbing II yang telah meluangkan waktu serta memberikan masukan dalam penulisan skripsi ini

4. Ibu Hj.Firganefi, S.H., M.H selaku Pembahas I 5. Bapak Budi Rizki S.H., M.H selaku Pembahas II

6. Segenap Dosen Fakultas Hukum pada umumnya dan Dosen Pidana pada khususnya, terima kasih atas segala ilmu yang telah kalian berikan

7. Segenap staf serta civitas akademika Fakultas Hukum Universitas Lampung 8. Kepada orang tua saya, Ayah dan Ibu tanpa segala kontribusi besar dari

mereka penulis tidak akan mungkin bisa menyelesaikan kuliah dan skripsi ini 9. Kakak dan adik-adikku serta keluarga besarku yang telah banyak memberikan

dorongan, bantuan dan motivasi

10. Untuk sahabat-sahabatku; Anisa Fauzi-ah Bowo yang telah banyak membantu penulis dalam penyelesaian skripsi ini, Irmalia Murniati Seputri Merdayung-dayung, Elsa Septa Trisanti, Annisa Desma G1, Clara Puspitarani terima kasih kalian telah banyak membimbing dan membantu penulis dalam hal apapun dan membuat penulis sangat beruntung memiliki sahabat seperti kalian yang tidak ternilai dengan apapun

11. Untuk kawan-kawanku; Vika Trisanti Ballini yang sangat membantu sekali dalam penyelesaian skripsi ini, Tri Zaskia, Maria Belen, Vitak, Indah Novianti, Danar, Helda, Novia, Bujung, Rintar, Elvira, Ani, Fitri, , Erni Zani,


(5)

Novalinda Silviana, serta kawan-kawan yang namanya tidak disebutkan penulis mohon maaf, terima kasih atas dukungannya yang telah kalian berikan kepada penulis

12. Untuk teman-temanku di KKN; Kak Macan, Kak Nando, Kak Edi, Kak Ali, Mba Astrid dan Mba Putri, terima kasih atas bimbingan dan kepedulian kalian sehingga penulis merasa sangat beruntung dapat bekerja satu tim dengan kalian dan dipertemukan di Dusun 3 Desa Paya Pesawaran

13. Untuk teman-temanku di Paskibra; Winda Rusjayanti, Mia Novrilla, Fitri Eryani, Ari Rahman Hakim, kak Dimas, Minarsih, terima kasih atas dukungan dan motivasi yang kalian berikan kepada penulis

14. Untuk seseorang di sana yang sampai saat ini masih berperan penting sebagai penyemangat dan motivator, terima kasih atas semua yang telah diberikan 15. Bapak AKP Jufril S.H selaku Kepala Polsek Tanjung Raya Mesuji terima

kasih atas masukan dan sarannya

Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini betapapun kecilnya, kiranya dapat bermanfaat bagi penulis khususnya pembaca pada umumnya

Bandar Lampung, Februari 2013 Penulis


(6)

UPAYA PENEGAKAN HUKUM OLEH POLRI TERHADAP PELAKU PEMBUAT DAN PENGEDAR

SENJATA API RAKITAN

(Studi Kasus Di Polsek Tanjung Raya Mesuji)

Oleh

MERIA YULITA SAPITRI

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar SARJANA HUKUM

Pada

Bagian Hukum Pidana

Fakultas Hukum Pidana Universitas Lampung

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG

2013