Penyalahgunaan Senjata Api Yang Dilakukan Oleh Aparat Polri (Studi : Di Polda Sumut)

(1)

Roslan Silaban : Penyalahgunaan Senjata Api Yang Dilakukan Oleh Aparat Polri (Studi : Di Polda Sumut), 2008.

USU Repository © 2009

PENYALAHGUNAAN SENJATA API YANG DILAKUKAN OLEH APARAT POLRI

(Studi : Di Polda Sumut)

Skripsi

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat Untuk Menperoleh Gelar

Sarjana Hukum

OLEH : ROSLAN SILABAN

040200073

DEPARTEMEN HUKUM PIDANA

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

Roslan Silaban : Penyalahgunaan Senjata Api Yang Dilakukan Oleh Aparat Polri (Studi : Di Polda Sumut), 2008.

USU Repository © 2009

PENYALAHGUNAAN SENJATA API YANG DILAKUKAN OLEH APARAT POLRI

(Studi : Di Polda Sumut) Skripsi

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat Untuk Menperoleh Gelar

Sarjana Hukum OLEH :

ROSLAN SILABAN 040200073

DEPARTEMEN HUKUM PIDANA

Mengetahui :

Ketua Deparrtemen Hukum Pidana

Abul Khair, SH, Mhum

Dosen Pembingbing I Dosen Pembingbibg II

Tambah Sembiring, SH M.hum M. Nuh, SH M.hum

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

Roslan Silaban : Penyalahgunaan Senjata Api Yang Dilakukan Oleh Aparat Polri (Studi : Di Polda Sumut), 2008.

USU Repository © 2009

KATA PENGANTAR

Segala Puji Hormat Kemuliaan hanya Kepada Bapa Tuhan Yesus Kristus, King of The King, my saviour, my inspiration, yang telah memampukan, memberi kekuatan, hikmat dan kebijaksanaan kepada Penulis sehingga Penulis mampu untuk menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

Selama dalam penulisan skripsi ini, Penulis mengalami banyak hal baik suka maupun duka. Penulis menjadikan semua itu menjadi suatu pengalaman sekaligus pembelajaran yang belum pernah dialami dan didapat Penulis sebelumnya.

Sudah menjadi kewajiban bagi setiap mahasiswa/i yang hendak menyelesaikan studinya pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara membuat karya tulis ilmiah sebagai suatu persyaratan untuk mendapatkan gelar Sarjana Huku m.

Skripsi ini berjudul: “Penyalahgunaan Senjata Api yang dilakukan oleh Aparat Polri”. Skripsi ini dibuat dan disusun Penulis dengan tujuan untuk dapat bermanfaat kepada seluruh pembaca terlebih-lebih mahasiswa/i Fakultas Hukum agar mengetahui bagaimana penerapan hukum yang sesungguhnya dikalangan organisasi kepolisian. Dimana bahwa polisi merupakan aparat penegak hukum, apakah bahwa polisi itu sendiri menerapkan Hukum itu sendiri dengan sesungguhnya didalam kesatuan Organisasi Kepolisian. Oleh karena itu skripsi ini sangat menarik untuk dibaca dan ditelaah serta dipelajari kebenaran isinya.


(4)

Roslan Silaban : Penyalahgunaan Senjata Api Yang Dilakukan Oleh Aparat Polri (Studi : Di Polda Sumut), 2008.

USU Repository © 2009

Pada kesempatan ini dengan rasa hormat, Penulis ingin mengucapkan rasa terimakasih yang tulus kepada semua pihak yang telah membantu Penulis dalam menyelesaikan skripsi ini yaitu :

1. Bapak Prof. Dr. Runtung, SH. M. Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Dr. Suhaidi, SH. M. H, selaku pembantu Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Syafruddin Sulung Hasibuan, SH. M. H, DFM, selaku pembantu Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak M. Husni, SH. M, selaku Pembantu Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

5. Bapak Abul Khair, SH. M. Hum, selaku Ketua Jurusan Departemen Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Sumatersa Utara.

6. Ibu Nurmalawaty, SH. M. Hum, selaku Sekretaris Departemen Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

7. Bapak Tambah Sembiring SH, selaku Dosen Pembimbing I yang telah memberi petunjuk dan bimbingan penuh perhatian dan kesabaran.

8. Bapak M. Nuh, SH. M. Hum, selaku Dosen Pembimbing II yang telah memberi petunjuk dan bimbingan dengan penuh perhatian dan kesabaran sehingga skripsi ini selesai.

9. Seluruh Staf Pengajar dan Pegawai pada Departemen Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.


(5)

Roslan Silaban : Penyalahgunaan Senjata Api Yang Dilakukan Oleh Aparat Polri (Studi : Di Polda Sumut), 2008.

USU Repository © 2009

10. Bapak dan Ibu Dosen serta Pegawai Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

11. Bapak Kombes Polisi Tryutoyo Kepala Personalia Polda Sumut dan Ibu AKP Julia Ningsih Kepala Urmintu Karopers Polda Sumut.

12. Bapak Kompol Joni Sebayang, Kabid Propam Polda Sumut dan Bapak AKP A. Hutabarat Kepala Penegakan Hukum (Gakkum) Bidang Propam Subbid Provos Polda Sumut.

13. Kedua orangtua Penulis Ayahanda tercinta (Alm) A. Silaban yang telah banyak mengajari dan memberi nasihat kepada Penulis selama masa hidupnya. Ibunda tersayang L.br Nababan, yang telah memberi segala rasa cinta dan sayangnya kepada Penulis sejak Penulis merasakan nafas kehidupan hingga sampai saat ini. Dengan tidak berkurang sedikit pun rasa sayang dan cinta kepada Penulis walaupun didalam keseharian Penulis banyak melakukan hal yang kurang mengenakkan hatinya. Terimakasih yang sedalam-dalamnya dari Penulis buat Mama.

14. Kepada ke-10 saudaraku (Abang, Kakak, serta Iparku), terimakasih buat cinta dan kasih sayang kalian. Spesial buat my sister Santi Silaban (Mak Gabriel) dan suaminya R. Tambunan. Terimakasih buat cinta dan sayang kalian yang tak bisa terbalaskan. Tuhan akan senantiasa memberkati setiap usaha kalian berlipat-lipat ganda. Amin.

15. Buat semua keponakanku tanpa terkecuali baik yang sudah berkeluarga, remaja, dan yang masih kecil, terimakasih buat semua dukungan dan doa-doanya. Terkhusus buat Michael Gabriel Tambunan yang ganteng, lucu,


(6)

Roslan Silaban : Penyalahgunaan Senjata Api Yang Dilakukan Oleh Aparat Polri (Studi : Di Polda Sumut), 2008.

USU Repository © 2009

pintar, luar biasa, makasih sayang. Kamu menjadi motivasi dan senantiasa membuatku tersenyum disaat aku gundah. Jadilah anak yang pintar dan takut akan Tuhan. Tuhan Yesus senantiasa memberkatimu sayang.

16. Buat semua sahabat-sahabatku, Esterida (my best friend), Netty yang sudah lebih dulu jadi ibu, cepat kelar sarjananya ya bu….!? Joyo, Nelly Mekarwati sang perawat yang cantik, jangan salah suntik ya bu…!!Ribka, Spesial buat Bripda Arlimbu Asesi Manullang yang jauh disana, Thanks buat semua dukungan, doanya, dan selalu bersedia untuk sharing denganku. Jadilah Abdi Negara yang baik dalam membela kepentingan bangsa dan Negara di atas kepentingan golongan. Tuhan senantiasa melindungi kalian.

17. Buat teman-teman seperjuanganku di Kampus Hijau R. Christian N. Pardede, Mala (yang sudah lebih dulu sarjana), Januari, Maeka, Hotma, Chris, Elkana, Budi (tulangku), Flora, sukses buat kalian semua, and all stambuk 2004.

18. Buat Brother Jhon, SH dan Sis Juita SH, Thanks buat kebersamaan kita selama ini di “Kelompok Kecil Nazaret”. Dan juga buat adek-adek kelompok : Evi Novian, Yuli. Thanks buat pengertian kalian selama ini serta tak terlupakan adek-adek stambuk 2006, Ika, Renata, Winda.

Dengan segala kerendahan hati Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangannya dan jauh dari sempurna. Untuk itu, Penulis mengharapkan kritik dan saran demi kesempurnaan di masa yang akan datang. Semoga ilmu yang Penulis dapatkan selama belajar di


(7)

Roslan Silaban : Penyalahgunaan Senjata Api Yang Dilakukan Oleh Aparat Polri (Studi : Di Polda Sumut), 2008.

USU Repository © 2009

Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara dapat bermanfaat dengan sebaik-baiknya. Dan juga ilmu yang Penulis tuangkan dalam skripsi ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.

Diakhir kata Penulis mengucapkan sekian dan terimakasih. Medan, April 2008 Penulis


(8)

Roslan Silaban : Penyalahgunaan Senjata Api Yang Dilakukan Oleh Aparat Polri (Studi : Di Polda Sumut), 2008.

USU Repository © 2009

DAFTAR ISI

Kata Pengantar………i

Daftar Isi………..vi

Abstraksi………...vii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang……….1

B. Perumusan Masalah……….10

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan……….10

D. Keaslian Penulisan………12

E. Tinjauan Pustaka………...12

1. Pengertian Kepolisian Republik Indonesia………12

2. Sejarah Tentang Kesatuan Polri……….15

2.1. Zaman Penjajahan Belanda……… 15

2.2. Zaman Pendudukan Jepang………19

2.3. Sesudah Kemerdekaan 17 Agustus 1945………20

2.4. Periode dibawah Naungan UUD sementara RI………..22

2.5. Periode setelah kembali ke UUD 1945, Era Orde Baru Sampai pada Tahun 1999………24

2.6. Era Reformasi dan Globalisasi………....28

3. Fungsi dan Tugas Pokok Polri………...34

3.1. Fungsi………..34

3.2. Tugas………...36


(9)

Roslan Silaban : Penyalahgunaan Senjata Api Yang Dilakukan Oleh Aparat Polri (Studi : Di Polda Sumut), 2008.

USU Repository © 2009

F. Metode Penelitian………48

G. Sistematika Penulisan……….50

BAB II PROSEDUR PERIZINAN KEPEMILIKAN DAN PENGGUNAAN SENJATA API A. Pengertian Senjata Api………51

B. Jenis-jenis Senjata Api………52

C. Prosedur Perizinan kepemilikan dan penggunaan Senjata Api bagi Aparat Polri………....62

BAB III FAKTOR-FAKTOR PENYALAHGUNAAN SENJATA API YANG DILAKUKAN OLEH APARAT POLRI A. Kepemilikan Senjata Api………64

B. Penyalahgunaan Senjata Api………...64

C. Faktor Internal……….72

1. Faktor Psikologi ……….. …….72

2. Faktor Emosional………...72

3. Faktor Kurang Profesional………...75

4. Faktor Ekonomi / KesejahteraanPolri……….77

5 .Faktor Jabatan / Pangkat………77

6. Faktor Mutasi / Pemindahan yang bermasalah………..79

7. Faktor Seleksi / Rekruitmen………...80

D. Faktor Eksternal………..81

1. Lingkungan ………81

2. Politik………..82


(10)

Roslan Silaban : Penyalahgunaan Senjata Api Yang Dilakukan Oleh Aparat Polri (Studi : Di Polda Sumut), 2008.

USU Repository © 2009

BAB IV PENGATURAN UNDANG-UNDANG DALAM HAL PENEAPAN SANKSI TERHADAP APARAT POLRI YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA

A. Pengaturan Undang-Undang dalam Penerapan Sanksi………..91

B. Kasus………..93

1. Kasus Posisi………...93

2. Dakwaan………95

3. Tuntutan……….98

4. Putusan……….113

C. Analisa kasus………118

BAB V KESIMPULAN DANSARAN A. KESIMPULAN………121

B. B.SARAN……….123

DAFTAR PUSTAKA………..124 LAMPIRAN.


(11)

Roslan Silaban : Penyalahgunaan Senjata Api Yang Dilakukan Oleh Aparat Polri (Studi : Di Polda Sumut), 2008.

USU Repository © 2009

ABSTRAKSI

Petugas Polisi adalah suatu kelompok pekerja yang unik. Mereka menjalankan peran fungsional dan simbolik yang penting dalam masyarakat. Secara fungsional polisi dituntut untuk melaksanakan tugas dengan sikap ethis, adil dan ramah, memberikan layanan dan menjaga ketertiban. Secara simbolis, petugas Kepolisian bukan hanya merupakan lambang sistem peradilan pidana yang paling jelas, namun mereka juga mewakili suatu sumber pembatasan yang sah dalam suatu masyarakat bebas. Kegitan polisi dalam suatu masyarakat demokrasi dan bebas merupakan bentuk tugas Polisi yang paling sulit.

Dibanding dengan aparat penegak hukum lain seperti: jaksa, hakim, dan advokat, tampaknya penegak hukum yang disebut polisi ternyata lebih populer. Polisi sebagai penegak hukum jalanan, sedang jaksa, hakim dan advokat adalah penegak hukum gedongan. Disebut penegak hukum jalanan karena dalam melaksanakan tugasnya, polisi mau tidak mau harus berinteraksi langsung melakukan penyelidikan di tengah-tengah kehidupan masyarakat, sehingga hampir tak ada jarak yang memisahkan.

Dengan demikian, kerja polisi lebih cepat dirasakan masyarakat apakah baik atau jelek, sehingga lebih peka munculnya kritik. Kalau polisi bertindak kurang baik-kurang tanggap-kurang gesit sering menjadi buah bibir masyarakat yang bernada negatif. Jika dibandingkan dengan aparat penegak hukum lainnya. Polri tampaknya yang paling mudah dinilai, karena lembaga inilah yang menerjemahkan hukum di lapangan sehingga menjadi sorotan sekaligus menjadi gambaran akan keberadaannya.

Dewasa ini seolah-olah menjadi tren dikalangan aparat Polri, kenapa tidak karena dari tahun ketahun tercatat meningkatnya penyalahgunaan senjata api oleh oknum Polri. Artinya Polisi begitu mudah menyalakkan senjatanya tanpa harus berpikir panjang apa akibat dari perbuatannya tersebut. Setelah berpisah dari Tentara Nasional Indonesia (TNI) ternyata banyak persoalan yang harus dibenahi di tubuh korsp berseragam coklat tersebut (Polri).


(12)

Roslan Silaban : Penyalahgunaan Senjata Api Yang Dilakukan Oleh Aparat Polri (Studi : Di Polda Sumut), 2008.

USU Repository © 2009

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

Pertumbuhan dan perkembangan masyarakat selalu membawakan pertumbuhan dan perkembangan dalam segala kebutuhannya, termasuk segala segi dan pengaturannya dalam kehidupan.

Penemuan baru dibidang ilmu pengetahuan dan teknologi akan membawa pengaruh langsung terhadap pandangan hidup manusia, yang akhirnya dapat merubah cara hidup manusia.

Perubahan-perubahan ini selalu dengan timbulnya kepentingan-kepentingan baru untuk kelangsungan hidupnya memerlukan perlindungan terhadap gangguan-gangguan yang mungkin datang dari sesama manusia . Perlindungan ini oleh negara diberi dalam bentuk pengeluaran segala peraturan-peraturan hukum.

Dihadapkan dengan perkembangan yang demikian pesat, hukumpun berkembang kearah diferensiasi dan spesialisasi. Bidang-bidang hukum tertentu melepaskan diri dari induknya dan berdiri sendiri sebagaimana halnya ilmu hukum itu sendiri lepas dari induknya yaitu filsafat. Demikianlah suatu masyarakat yang modren menghendaki hukum.

Sementara itu timbul pula persoalan baru sebagai akibat dari difrensiasi dan spesialisasi, yaitu yang berupa penegakan hukum yang semakin bertambah sulit oleh karena memerlukan pula pemikiran tentang sistem kontrol yang sesuai dengan perkembangan tersebut. Persoalan penegakan hukum menjadi tidak akan


(13)

Roslan Silaban : Penyalahgunaan Senjata Api Yang Dilakukan Oleh Aparat Polri (Studi : Di Polda Sumut), 2008.

USU Repository © 2009

ada hentinya dibicarakan, apalagi kita selalu menyadari bahwa di dalam masyarakat selalu terdapat dua kekuatan, yaitu disatu pihak kekuatan yang mempersatukan dan dilain pihak kekuatan yang memecah akibatnya pertikaian akan selalu ada dan memungkinkan persoalan penegakan hukum atau masalah ”Rule Of Law” dan ”Law enforcement” akan merupakan persoalan yang selalu up date oleh karena memang diperlukan demi lansung lestari masyarakat dan un tuk mempertahankan ketertiban dalam masyarakat. Seperti di katakan oleh Rosco Pound bahwa:

”manusia, sebagai sejarah peradapan dewasa ini dan dahulupun hidup didalam kelompok-kelompok atau gabungan atau didalam hubungan yang menurut tabiatnya mengandung suatu” ketertiban dalam” (inner- order) yang jika tidak ada manusia tidak akan adapula. ”ketertiban dalam” hal ini dipelihara oleh semacam kontrol sosial1

”tetapi karena tiap-tiap kelompok dan perkumpulan ini mempunyai ”ketertiban dalam” sendiri yang dipelihara oleh beberapa bentuk kontrol sosial, maka masyarakat politik yang teraturpun mempunyai ”ketertiban-dalamnya”, yang dijaga pejabat dan badan-badanya. Demikianlah di dalam tiap masyarakat yang berorganisasi politik terdapat apa yang kita namakan ketertiban hukum suatu bentuk yang sangat khas dari kontrol sosial ”

” Di bagian lain dari bukunya, Rosco Pound memberikan pernyataan pula tentang bagaimana caranya ”ketertiban-dalam” itu di pertahankan, sebagai ternyata dalam kutipan dibawah ini:

2

1

Momo Kelana, HukumKepolisian (edisi ketiga cetakan keempat), Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian, halaman 10

2

Ibid halaman 11.

Negara Indonesia adalah negara yang berdasarkan hukun (Rechstaat) tidak berdasarkan atas kekuatan belaka (Macstaat) maka segala kekuasaan negara harus diatur oleh huku m.


(14)

Roslan Silaban : Penyalahgunaan Senjata Api Yang Dilakukan Oleh Aparat Polri (Studi : Di Polda Sumut), 2008.

USU Repository © 2009

Adanya dukungan kewibawaan itu lebih terlihat urgensinya apabila kita hubungkan dengan pasal 27 ayat 1 Undang-undang Dasar 1945 yang berbunyi: "Segala warga negara bersamaan kedudukannya didalam hukum dan Pemerintahan dan wajib menjungjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya"3

”Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu Pemerintahan Negara Indonesia yang melindumgi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial, maka disusunlah

. Dengan mengingat bahwa pejabat adalah orang-orang pribadi, dan hukum yang dapat diterapkan kepada mereka adalah hukum yang boleh diterapkan kepada tiap orang lainya.

Jadi dengan adanya hukum yang mengatur secara khusus tentang tugas, organisasi, status dan wewenang dari badan-badan penegak hukum tadi maka tindakan-tindakan mereka didalam rangka wewenang hukum dapat dibenarkan, sedangkan tindakan yang diatur yang melampaui batas wewenang hukumnya atau memang mereka tidak mempunyai wewenang hukum untuk bertindak sewewenang-wenang dan tidak wajar, harus dipandang sebagai tindakan perseorangan secara pribadi.

Negara Indonesia yang di proklamirkan pada tanggal 17 Agustus 1945 mempunyai tujuan yang jelas sebagaimana dinyatakan dalam pembukaan undang-undang dasar negara republik indonesia alinea ke IV (empat) yaitu:

3


(15)

Roslan Silaban : Penyalahgunaan Senjata Api Yang Dilakukan Oleh Aparat Polri (Studi : Di Polda Sumut), 2008.

USU Repository © 2009

kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-undang Dasar Negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang berkedulatan rakyat dengan berdasarkan Kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusian yang adil dan beradap, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang di pimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyaratan, perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia.4

Dengan kemajuan masyarakat tersebut maka timbul perubahan tuntutan perlindungan terhadap kepentingan-kepentingan anggota mayarakat. Tuntutan perlindugan ditujukan kepada pemerintah dalam hal ini adalah lembaga Kepolisian Negara Republik Indonesia. Karena Kepolisian Negara Republik Indonesia sesuai dengan Undang-Undang Republik Indonesia No. 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam pasal 1 (satu)

Dalam mewujudkan tujuan tersebut dibagi dalam bermacam-macam fungsi pemerintahan negara dimaksudkan agar ada pembagian tugas yang jelas antara lembaga yang satu dengan yang lainya, sehingga mudah untuk mengawasi dan mengevaluasi pelaksanaan tugas dari masing-masimg lembaga negara tersebut.

Perkembangan kemajuan masyarakat yang cukup pesat, mengakibatkan adanya perubahan tuntutan pelayanan terhadap masyarakat di segala bidang. Termasuk tugas dan fungsi Kepolisian Republik Indonesaia terhadap masyarakat dalam biang keamanan dan ketertiban, penegakan hukum, memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat.

4


(16)

Roslan Silaban : Penyalahgunaan Senjata Api Yang Dilakukan Oleh Aparat Polri (Studi : Di Polda Sumut), 2008.

USU Repository © 2009

undang tersebut yang dimaksud dengan Kepolisian adalah segala hal ikwal yang berkaitan dengan fungsi dan lembaga polisi sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Yang menjadi sorotan tajam masyarakat Indonesia sekarang ini adalah berkisar pada persoalan tindakan-tindakan badan-badan pemerintah yang melampaui batas wewenang hukumnya. Sudah barang tentu termasuk di dalam sorotan terhadap tindakan-tindakan dari pada badan-badan penegak hukum terutama polisi.

Fungsi dan peran Kepolisian Negara Republik Indonesia dari masa ke masa menjadi bahan perbincangan berbagai kalangan, mulai dari praktisi hukum maupun akademis bahkan masyarakat kebanyakan dan pada umumnya mereka berusaha memposisikan secara positif kedudukan, fungsi dan peran kepolisaian tersebut. Upaya pengupasan kepolisian itu dikarenakan adanya faktor-faktor dari berbagai pihak kepada Lembaga Kepolisian dan ditaruhnya harapan yang begitu besar, agar fungsinya sebagai aparat penegak hukum bisa berjalan sebagaimana mestinya. Juga tidak bisa berhenti sampai disitu, atensi itu termasuk juga merubah struktur Kepolisian secara kelembagaan, dimana organisasi kepolisian mulai dari bawah institusi sipil, ABRI/Militer, sampai dengan berdiri sendiri, merupakan sejarah yang unik5

Polisi Republik Indonesia dalam tugas dan fungsinya terhadap masyarakat dalam bidang keamanan dan ketertiban, penegakan hukum, memberikan perlindungan, penganyoman, dan pelayanan kepada masyarakat, dalam praktek

.

5


(17)

Roslan Silaban : Penyalahgunaan Senjata Api Yang Dilakukan Oleh Aparat Polri (Studi : Di Polda Sumut), 2008.

USU Repository © 2009

dilapangan belum sepenuhnya dijalankan sesuai dengan yang diharapkan masyarakat.

Diusianya yang sudah dewasa, Polri seharusnya sudah menanggalkan citranya sebagai institusi konvensional. Watak-watak primitif institusi polisi yang identik dengan (orde baru) masih juga muncul. Profesionalisme kepolisian masih belum teruji dan fungsinya sebagai aparat penegak hukum dan penjaga keamanan. Padahal pasca reformasi sektor keamanan-pertahanan, masyarakat sangat berharap institusi ini bisa mengambil peran penting dan straregis yang sesungguhnya.

Sayangnya kinerja kepolisian belum memenuhi harapan masyarakat. Hal ini terlihat dalam berbagai bentuk persolan penting yang bisa mengidikasikan bahwa:

1. Mutu anggota Polri yang masih minim akibat proses seleksi dan pelatihan hanya sedikit perhatiannya pada norma Hak Aasasi Manusia. Pelatihan penggunaan senjata api terus diutamakan, mengabaikan pelatihan skil lain. 2. Kedua kultur "mileteristik" yaitu dengan mengedepankan metode

kekerasan masih sulit diubah dalam kepolisian yang sudah menjadi institusi sipil. Kebutuhan publik akan fungsi kepolisian sangat berbeda dengan peran militer. Belum tampak perubahan yang nyata dari watak militeristik yang inheren sejak masa orde baru. Kekerasan dan praktek pelanggaran Hak Asasi Manusia antara lain penyiksaan, penangkapan dan penahanan sewenang-wenang, dan lain-lain masih melekat pada institusi ini. Polisi menjadi contoh nyata dari paradoks penegakan hukum, dimana mereka sebagai penegak hukum tidak mengurangi kejahatan dan


(18)

Roslan Silaban : Penyalahgunaan Senjata Api Yang Dilakukan Oleh Aparat Polri (Studi : Di Polda Sumut), 2008.

USU Repository © 2009

kekerasan, namun justru menambahkannya. Suatu kondisi yang menyedihkan, dimana aparat Kepolisian yang dikenal sebagai penegak hukum justru melanggarnya ketika mereka menegakkan hukum yang mereka yakini.

3. Ketiga minimnya kontrol eksternal terhadap institusui kepolisian. Untuk yang terahir ini misalnya, polisiu mengedepankan mekanisme penyelesaian internal bila mendapati anggotanya melakukan suatu kejahatan. Pasca pemisahan kepolisian dengan TNI belum menjawab persoalan apakah polisi bisa dikontrol secara efektif. Sejauh in i menguatkan posisi kepolisian Republik Indonesia tidak diimbangi oleh akuntabilitasnya.

Setidaknya dalam catatan tahun 2007 ada 25 kasus penyalahgunaan senjata api, hal ini mdiungkapkan oleh KaPolri disela-sela rapat kerja dengan komisi III digedung DPR Jakarta pada tanggal 09 Juli 2007 diantaranya 23 bintara, 1 orang perwira madya (pama), dan 1 orang perwira menengah (pamen).6

Pemisahan TNI- Polri yang telah berlangsung pada usia muda reformasi, ternyata tidak ikut dengan kesiapan mental di dua institusi ini untuk saling menghargai dan menghormati posisi masing-masing. Perseteruan terbuka dalam konteks politik pada rencana legislasi Undang-Undang. Keamanan Nasional tidak jauh berbeda dari peristiwa yang terjadi dilapangan. Mudah meletus bentrokan TNI dan Polri menunjukkan bahwa kedua institusi ini seolah remaja yang tengah


(19)

Roslan Silaban : Penyalahgunaan Senjata Api Yang Dilakukan Oleh Aparat Polri (Studi : Di Polda Sumut), 2008.

USU Repository © 2009

berebut eksistensi diantaranya persaingan mereka diwilayah abu-abu. Hal ini dapat dilhat dari meningkatnya kasus bentrokan TNI dan Polri sepanjang periode juli 2006-juli 2007 sebanyak 12 kasus. Sebelumnya hanya tercatat 5 kasus.7

Nilai dasar yang ditanamkan mempengaruhi cara pandang dan karakter seorang polisi, termasuk mempengaruhi relasi dengan lingkungan dimana ia bertugas dan memberikan pelayanan. Training menentukan seberapa propesional seorang polisi dilihat dari pengetahuan dan keahlian yang di milikinya, dan sangat dipengaruhi efesiensi, efektivitas, dan sistem yang di berlakukan. Sumber daya manusia menentukan kualitas personal dari sisi kualitas intelejennsi dan kemampuan fisik ketika rekruitmen, pendidikan dan penempatan. Manajemen mempengaruhi tatatertib dan disiplin kerja serta pengawasan melekat di internal institusi. Konsep operasi merupakan gambaran seberapa serius seorang polisi bekerja sesuai dengan prosedur hukum dan meminimalisir efek destruktif dari operasi yang digelarnya, termasuk seberapa jauh operasi yang digelar memberikan respek terhadap Hak Aasi Manusia. Struktur yang terbuka menentukan kredibilitas institusi polisi yang bekerja di bawah kontrol institusi politik yang jelas dan diawasi dalam mekanisme check and balances oleh parlemen. Sementara

Secara institusional, profesionalitas kepolisian dapat dilihat dan sangat ditentukan dari beberapa indikator seperti nilai dasar, sumber daya manusia, training, manajemen, konsep operasi, struktur, akuntablitas dan transparansi ditubuh institusi kepolisian.

6

Hasil wawancara Kontras dengan KaPolri Jend. Pol. Sutanto dsela-sela rapat kerja dengan komisi III DPR di Jakarta, 09 Juli 2007.

7


(20)

Roslan Silaban : Penyalahgunaan Senjata Api Yang Dilakukan Oleh Aparat Polri (Studi : Di Polda Sumut), 2008.

USU Repository © 2009

akuntabilitas terkait dengan ada tidaknya pertanggungjawaban atas segala tindakan yang dilakukan yang melanggar ketentuan hukum dan Hak Asasi Manusia, termasuk mekanisme complain publik. Dan transparansi terkait dengan anggaran dan program yang dirancang institusi Kepolisian.8

Aparat Polri yang selama ini dikagumi oleh masyarakat kini tercoreng citranya ditengah-tengah masyarakat. Hal ini disebabkan karena ulah atau

Dalam konstek Indonesia, persoalan yang muncul justru karena minimnya persinggungan aparatb Kepolisian dengan sejumlah instrumen internasional, ditengah tidak memadainya instrumen internasional untuk memberikan dukungan terhadap perubahan watak dan kinerja Kepolisian yang lebih profesional. Kondisi ini bukan saja menunjukkan suatu karakter polisi yang tidak profesional sebagaimana polisi yang ada di negara-negara demokratis lainnya, namun juga menciderai citra polisi yang dalam konsep kepolisian modren adalah figur yang memiliki integritas moral, kemampuan kerja profesional, menjadi bagian dari sistem penegakan hukum yang bersifat sipil, serta bersama-sama masyarakat membangun ketertiban umum.

Dewasa ini sangat banyak terjadi pelanggaran-pelanggaran ditubuh instusi Kepolisian khususnya pelanggaran dalam bidang penyalahgunaan senjata api. Keadaan ini sangat disesalkan dimana bahwa penyalahgunaan senjata api dewasa ini, dilakuka n oleh aparat Polri itu sendiri yang seharusnya melindungi masyarakat. Hal ini membukt ikan semakin buruknya citra Polisi di tengah -tengah masyarakat.

8


(21)

Roslan Silaban : Penyalahgunaan Senjata Api Yang Dilakukan Oleh Aparat Polri (Studi : Di Polda Sumut), 2008.

USU Repository © 2009

perbuatan dari aparat Polri itu sendiri yang mencoreng nama baiknya sebagai kesatuan aparat yang berseragam coklat tersebut.

Oleh karena itu penulis ingin mengkaji dan meneliti hal tersebut dengan mengankat topik: "Penyalahgunaan Senjata Api Yang Dilakukan Oleh Aparat Polri" dalam bentuk tulisan ilmiah.

B. Perumusan Masalah

Bertolak dari latar belakang yang telah dijelaskan tersebut diatas maka ditariklah beberapa hal yang menjadi permasalahan untuk dibahas lebih dalam, dalam penulisan skripsi ini. Adapun yang menjadi permasalahan adalah:

1.

Bagaimana prosedur kepemilikan dan penggunaan senjata api bagi aparat Polri?

2.

Apa yang menjadi faktor-faktor penyalahgunaan senjata api yang dilakukan oleh aparat Polri?

3.

Bagaimana pengaturan undang-undang dalam hal penerapan sanksi terhadap anggota Polri yang melakukan tindak pidana?

C. Tujuan dan manfaat penulisan

1

.

Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian adalah untuk menguraikan dan membahas mengenai penyalahgunaan senjata api yang dilakukan oleh aparat Polri dan akibatnya bagi penegakan hukum, dengan membandingkan antara teori dan dengan pelaksanaannya dilapangan dalam merumuskan pola penanganan masalah penyalahgunaan senjata api.


(22)

Roslan Silaban : Penyalahgunaan Senjata Api Yang Dilakukan Oleh Aparat Polri (Studi : Di Polda Sumut), 2008.

USU Repository © 2009

Dan yang menjadi tujuan dari penelitian, pembahasan serta penulisan skripsi ini adalah:

a. Ingin mendapatkan pengetahuan bagaimana prosedur perijinan kepemilikan senjata api bagi aparat Polri.

b. Ingin mengetahui apa saja yang menjadi faktor-faktor penyalahgunaan senjata api bagi aparat Polri.

c. Ingin mengetahui bagaimana pengaturan sanksi pidana bagi aparat Polri yang melakukan penyalahgunaan senjata api.

2. Manfaat Penelitian

Penelitian yang dilakukan ini diharapkan hasilnya dapat bermamfaat baik secara teoritis maupun secara praktis.

a. Manfaat Teoritis

Dimaksudkan hasil penelitian ini dapat bermamfaat untuk mengembangkan pengetahuan tentang hal-hal yang berhubungan dengan Kepolisian dalam hal kepemilikan dan penggunaan senjata api, dan pengaturan sanksi pidana terhadap penyalahgunaa senjata api.

b. Manfaat Praktis

Secara praktis dimaksudkan hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan tentang faktor terjadinya penyalahgunaan senjata api tersebut, dan bagaimana pengaruhnya terhadap penegakan hukum di negara indonesia. Dengan adanya penulisan skripsi ini, juga diharapkan bermamfaat bagi pihak-pihak yang berkaitan khususnya aparat Polri


(23)

Roslan Silaban : Penyalahgunaan Senjata Api Yang Dilakukan Oleh Aparat Polri (Studi : Di Polda Sumut), 2008.

USU Repository © 2009

sehingga dapat bermamfaat untuk memperbaiki kesalahan-kesalahan yang ada dalam tubuh kesatuan aparat Polri.

D. Keaslian Penulisan

Penulisan skripsi ini adalah berdasarkan hasil penelitian dan pemikiran peneliti sendiri. Topik permasalahan dalam skripsi ini sengaja dipilih dan ditulis, oleh karena sepengetahuan peneliti pokok bahasan ini merupakan hal baru dan sedang marak terjadi belakangan ini. Setelah penulis memeriksa judul-judul skripsi yang ada di FH USU, maka judul skripsi ini belum ada yang bmembuatnya, walaupun ada peneliti yakin sudut pembahasannya berbeda. Dimana isi skripsi ini peneliti ambil dari berbagai buku, media cetak, maupun media elektronik serta dari hasil riset yang langsung peneliti lakukan melalui pengumpulan data dan wawancara di Kepolisian Sumatera Utara (Polda Sumut)

E. Tinjauan Pustaka

1. Pengertian Kepolisian Republik Indonesia

Untuk menyamakan persepsi tentang pengertian kepolisian republik indonesia, terlebih dahulu dikemukaakan pengertian polisi. Istilah polisi pada mulanya berasal dari bahasa Yunani, "politea" yang berarti pemerintahan negara Yunani terdiri dari kota-kota yang disebut dengan "polis", pada waktu itu pengertian polisi menyangkut segala urusan pemerintahan termasuk urusan agama atau dengan kata lain pengertian polisi adalah urusan pemerintahan. Pengertian polisi tersebut pada waktu urusan pemerintahan masih sederhana dan belum seperti sekarang ini.


(24)

Roslan Silaban : Penyalahgunaan Senjata Api Yang Dilakukan Oleh Aparat Polri (Studi : Di Polda Sumut), 2008.

USU Repository © 2009

Dari istilah politea dan polis kemudian timbul istilah lapoli, police (Inggris), polzei (Jerman), dan polisi (Indonesia).

Charles Reith dalam bukunnya yang berjudul The Blind Eye of History mengemukakan pengertian polisi dalam bahasa Inggris: ”Police Indonesia the English Language came to mean of planning for improving ordering communal existence”9

Dari arti kata polisi yang telah diketengahkan, kalau didalami lebih jauh, akan memberikan berbagai pengertian. Para cendikiawan dibidang Kepolisian sampai pada kesimpulan bahwa dalam kata polisi terdapat tiga pengertian yang yaitu sebagai tiap-tiap usaha untuk memperbaiki atau susunan kehidupan masyarakat. Pengertian ini berpanggkal tolak dari pemikiran, bahwa manusia adalah mahluk sosial, hidup berkelompok, membuat aturan-aturan` yang disepakati bersama. Ternyata diantara kelompok itu ada yang tidak mau mematuhi aturan bersam sehingga timbul masalah siapa yang berkewajiban untuk memperbaiki dan menertibkan kembali anggota kelompok yang telah melanggar. Dari pemikiran ini kemudian timbul Polisi, baik organnya maupun tugasnya untuk memperbaiki dan menugaskan tatasusunan kehidupan masyarakat tersebut.

Pada abad ke-14 dan 15 oleh karena perkembangan zaman, urusan dan kegiatan keagamaan menjadi semakin banyak, sehingga perlu diselenggarakan secara khusus. Akhirnya urusan agama dikeluarkan dari usaha politea, maka dengan istilah politea atau polisi tinggal meliputi usaha dan urusan keduniaan saja.


(25)

Roslan Silaban : Penyalahgunaan Senjata Api Yang Dilakukan Oleh Aparat Polri (Studi : Di Polda Sumut), 2008.

USU Repository © 2009

dalam penggunaan sehari-hari sering tercampur aduk dan melahirkan berbagai konotasi. Tiga arti kata polisi adalah ; (1). Polisi sebagai fungsi, (2). Polisi sebagai organ Kenegaraan dan, (3). Polisi sebagai pejabat atau petugas.

Yang banyak disebut sehari-hari memang polisi dalam arti petugas atau pejabat. Karena merekalah yang sehari-hari berkiprah dan berhadapan langsung dengan masyarakat. Pada mulanya dulu polisi itu berarti orang yang kuat dan dapat menjaga keselamatan dan ketemtraman kelompoknya. Namun dalam bentuk polis atau negara kota, polisi sudah harus dibedakan dengan masyarakat biasa, agar rakyat jelas bahwa pada merekalahlah rakyat minta perlindungan, dapatb mengadukan keluhannya dan seterusnya dengan diberi atribut tertentu. Tersirat juga maksud bahwa dengan atribut-atribut khusus dapat segera terlihat bahwa polisi punya kewewnangan menegakkan aturan dan melindungi masyarakat.

Pembedaan atribut dengan segala maknanya itu, berkembang terus, sehingga dikemudian hari melahirkan bayak variasi. Setiap negara memberikan atribut yang berbeda-beda sesuai dengan budaya dan estetika yang mereka kehendaki. Atribut itu secara phisik berbentuk seragam baju, kelengkapan dan tanda-tanda atau simbul-simbul yang merupakan tanda pengenal mereka. Beberapa negara bahkan memberikan atribut yang berbeda-beda bagi setiap daerah atau negara bagian.10 Seiring perkembangan zaman dengan demikian pengertian polisi juga

mengalami perkembangan yang disesuaikan dengan perkembangan keadaan. Waulaupun mengalami perkembangan mengenai polisi, namun ide dasar

9

Warsito Hadi Utomo, Hukum Kepolisian di Indonesia. Jakarta, 2005 Penerbit Prestasii Pustaka Publisher, hal 5.

10


(26)

Roslan Silaban : Penyalahgunaan Senjata Api Yang Dilakukan Oleh Aparat Polri (Studi : Di Polda Sumut), 2008.

USU Repository © 2009

keberadaan polisi tidak berubah yaitu urusan mengenai pemeliharaan pemerintahan.

Perkembangan pemerintahan sekarang yang semakin komplek, maka pengertuian kepolisian juga mengalami perkembangan. Pengertian kepolisian dirumuskan secara limitatib dalam pasal 1 UU No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Republik Indonesia yaitu: "kepolisian adalah segala hal ikwal yang berkaitan dengan fungsi dan lembaga polisi sesuai dengan peraturan perundang-undangan".11

Struktur organisasi kepolisian pada umumnya tidak centralistis, tetapi lebih bersifat decentralistis menurut daerah keresidenan. Yang diatur secara sentral adalah penyelenggaraan administrasi mengenai personalia, perlengkapan dan

2. Sejarah Tentang Kesatuan Polri

Kepolisian Republik Indonesia sebelum mencapai bentuk seperti saat ini mempunyai sejarah yang panjang yang dimulai dengan:

2. 1. Zaman Penjajahan Belanda

Kedudukan, tugas, fungsi, organisasi dan hubungan tata cara kerja kepolisian pada zaman Hindia Belanda tentu diabdikan untuk kepentingan pemerintah kolonial. Sampai jatuhnya Hindia Belanda kepolisian tidak pernah di bawah Departemen Dalam Negeri. Di Departemen Dalam Negeri memang berkantor ”Hoofd van de Dienst der Algemene Polifie” yang hanya bertugas di bidang administrasi/pembinaan, seperti kepegawaian, pendidikan terutama SPN (Sekolah Polisi Negeri) di Sukabumi, dan perlengkapan kepolisian.

11


(27)

Roslan Silaban : Penyalahgunaan Senjata Api Yang Dilakukan Oleh Aparat Polri (Studi : Di Polda Sumut), 2008.

USU Repository © 2009

keuangan dari satuan polisi umum di Departemen Binneland Bestuur (dapat di samakan dengan Departemen Dalam Negeri saat ini)

Wewenang operasional Kepolisian ada pada Residen yang di bantu oleh Asisten Residen. Rechts politie dipertanggungjawabkan pada Procoreuer General (Jaksa Agung). Pada masa hidia belanda terdapat bermacam-macam bentuk kepolisian seperti Veld politie (polisi lapangan), stans politie (polisi kota), cultur politie (polisi pertanian), bestur politie (polisi pamong praja) dan lain-lain.

Dalam suatu daerah keresidenan terdapat satuan polisi umum yang bertugas di kota-kota dan anggota-angaota polisi pamong praja (bestuur politie) yang bertugas di luar kota, seperti kecamatan, kewedanan, dan kantor kabupaten, yang anggota-anggotaanya dari agen-agen polisi dan mentri polisi umum di pinpin oleh Hokkomisaris Polisi berkebangsaan belanda dan polisi pamong praja di pinpin oleh Bupati/Kepala daerah kebangsaan pribumi. `polisi pamong praja ini mempunyai corak yang berbeda dengan polisi umum, karena waulaupun merewka berpakaian seragam dinas tetapi mereka tidak berpendidikan khusus kepolisian dan tidak terikat oleh disiplin kepolisian yang ketat. Mereka diangkat dan diberhentikan oleh bupati, jadi mereka ini lebih merupakan alat kekuasaan bupati danpamong pegawai praja daripada alat u ntuk memperhatikan dan keamanan umum.12

Sejalan dengan administrasi negara bpada waktu itu, pada kepolisian juga diterapkan pembedaan jabatan bagi bangsa Belanda dan pribumi. Pada dasarnya pribumi tidak diperkenankan Hood Agent (bintara) Inspektur van politie dan Commisaris van Politie. Untuk pribumuoi selama menjjadi agen polisi, Asisten

12


(28)

Roslan Silaban : Penyalahgunaan Senjata Api Yang Dilakukan Oleh Aparat Polri (Studi : Di Polda Sumut), 2008.

USU Repository © 2009

Wedana dan Wedana Polisi. Demikian pula dalam praktek peradilan pidana terdapat perbedaan Kandgrecht dan Raad van Justitie.

Yang memegang pinpinan polisi preventif dan represif seluruh daerah Hindia Belanda adalah precenteor general (dapat di samakan dengan Jaksa Agung satr ini) dikota Batavia (Jakarta sekarang) yang dibantu oleh suatu dinas reserse umum, dimana intruksi-intruksi mengenai kepolisian disampaikan langsung kepada residen.13

Mengenai susunan pangkat polisi umum diatur dengan tambahan lembaran negara No. 11737 dan No. 14046 sebagai berikut:

Sejak tahun 1941 satuan morachouse (satuan tentara yang melakukan tugas polisi umum) diganti oleh satuan voldpolite (polisi lapangan), karena polisi ternyata hanya dapat mengamankan kota-kota saja, tetapi mereka tidak cakap membrantas kejahatan yang terjadi di desa-desa. Mengenai wewenang, hak dan tugas polisi ini di camtumkan secara terperinci di dalam HIR (Herziene Indiesh Reglement).

14

1. Hokomisaris Polisi 2. K omisaris Polisi ke-1 3. Wedana Polisi

4. Komisaris Polisi ke-2 5. Hopinspektur Polisi 6. Asisten Wedana Polisi 7. Inspektur Polisi kelas-1

13

Loc id hal 15.

14


(29)

Roslan Silaban : Penyalahgunaan Senjata Api Yang Dilakukan Oleh Aparat Polri (Studi : Di Polda Sumut), 2008.

USU Repository © 2009

8. Inspektur Polisi kelas-2 9. Menteri Polisi kelas-1 10. Menteri-Polisi

11. Hopagen kelas-1/Hopreserse kelas-1 12. Hopagen kelas-2/Hopreserse kelas-2 13. Hopposis Komandan

14. Poshis Komandan kelas-1/Reserse kelas-1 15. Poshis Komandan kelas-2/Reserse kelas-2 16. Agen Polisi ke-1/Murid Reserse

17. Agen Polisi kelas-2 2. 1. Zaman Pendudukan Jepang

Pada masa pendudukan Jepang (1942-1945), pemerintah kepolisian Jepang membagi Indonesia kedalam lingkungan kekuasaan yaitu:

1. Jawa dan Madura yang berkedudukan di Jakarta 2. Sumatera yang berkedudukan di Bukit Tinggi

3. Indonesia bagian Timur yang berkedudukan di Makasar 4. Kalimantan yang berkedudukan di Makasar15

Dalam masa ini banyak anggota Kepolisian bangsa Indonesia menggantikan kedudukan dan kepangkatan bagi banggsa Belanda sebelumnya. Pusat kepolisian di Jakarta di namakan Keisatsu Bu dan kepalanya keisatsu Elucho.

15


(30)

Roslan Silaban : Penyalahgunaan Senjata Api Yang Dilakukan Oleh Aparat Polri (Studi : Di Polda Sumut), 2008.

USU Repository © 2009

Tiap-tiap kantor polisi didaerah meskipun dikepalai oleh seorang pejabat kepolisian bangsa Indonesia, tapi selalu didampingi oleh pejabat Jepang yang disebut Sidookaan yang dalam praktek lebih berkuasa dari kepala polisi.

Beda dengan zaman Hindia Belanda yang menganut HIR, pada akhir masa pendudukan Jepang yang berwenang menyidik hanya polisi dan polisi juga meminpin organisasi yang disebut Keibodan (semacam Hancip)

Selama pendudukan Jepang struktur organisasi kepolisian pada umumnya tidak berubah, tetapi terjadi beberapa perubahan yang bersifat prinsipil, diantaranya:

1. Kepolisian di Sumatera, Jawa dan Madura dipimpin oleh Cian Bucho (Kepala Bagian keamanan, yang berkedudukan di kantor Gonseikan di Jakarta) secara hierarki dia membawahi Sychia Bucho (Kepala kepolisian keresidenan)

2. Urusan kepolisian di kejaksaan disatukan dalam suatu tangan yaitu ditangan Syuchion Bucho tersebut

3. Polisi pamong praja tidak lagi diberi wewenang kepolisian maka tidak diberi wewenang untuk menangkap dan menyidik orang secara formil masih ada

4. Untuk memperkuat kepolisian dibentuk kesatuan tenaga yang disebut pasukan keamanan (keibodan) semacam hancip diseluruh Jawa dan Madura pimpinan atas organisasi ini dipegang oleh kepolisian


(31)

Roslan Silaban : Penyalahgunaan Senjata Api Yang Dilakukan Oleh Aparat Polri (Studi : Di Polda Sumut), 2008.

USU Repository © 2009

5. Dalam tubuh organisasi kepolisian dibentuk satuan baru yaitu pusaka Tokobetsu Keisatsu Toi (polisi istimewa) nyang merupakan pusaka tempur untuk membantu danmemperkuat satuan polisi umum.16

2. 3. Sesudah Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945

Setelah proklamasi, tentunya tidak mungkin mengganti peraturan perundang-undangan Hindia Belanda, termasuk mengenai mengenai kepolisian, seperti tercamtum dalam peraturan peralihan UUD1945.

Kekuatan aksi rakyat tersebut terletak pada adanya backing senjata api dari polisi sebagai satu-satunya yang diperbolehkan oleh Jepang untuk memegang senpi. Tindakan itu memberi pengaruh yang besar pada waktu akan membentuk kepolisian Republik Indonesia, satuan polisi tersebut tidak dibubarkan, tetapi dikkukhkan menjadi polisi Republik Indonesia.

Setelah proklamasi 17 Agustus 1945 dalam sidang Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia, pada tanggal 17 Agustus 1945 Kepolisian Republik Indonesia ditetapkan masih dalam lingkungan Departemen Dalam Negeri dengan sebutan Jawatan Kepolisian Negara.

Kepala kepolisian Negara untuk pertama kali dipertanyakan kepada Raden Said Soekanto Tjokknodiatonodjo.17

16

. D.P.M Sitompul, dan Edwardsyah, Hukum Kepolisian di Indonesia.

17

. Kunarto, Perilaku Organisasi Polri, hal . 103

Tujuan tugas kepolisian Republik Indonesia terkndung dalam sumber rencana polisi negara berupa lukisan:


(32)

Roslan Silaban : Penyalahgunaan Senjata Api Yang Dilakukan Oleh Aparat Polri (Studi : Di Polda Sumut), 2008.

USU Repository © 2009

1. Nama lambang ; rastra kotama, poplisi adalah abdi utama dari nusa dan bangsa. Seorang abdi akan melakukan kesalahan besar kalau bersikap sebagai penguasa.

2. Perisai bermakna pelindung rakyat dan negara.

3. Tiang dan nyala obor ; penegasan bahwa tugas polisi disamping sebagai penerang dan sesuluh bagi masyrakyat, juga bermakna penyadaran hati Nurani rakyat agar selalu sadar akan pentingnya KamTibmas yang mantap. 4. Pancana obor ; 17 sudu belapis 4 dan 5, bermakna Polri berperan langsung

pada proses kemerdekaandan sekaligus pernyataan bahwa Polri terlepas dari perjuangan Bangsa Indonesia.

5. Tangkai padi dan kapas adalah gambaran dan cita-cita bangsa yang adil dimana Polri harus ikut berupaya mewujudkannya.

6. Tiga bintang diatas merupakan lambang dari Tribrata, pedoman hidup seorang polisi dan Polri keseluruhan.

7. Warna kuning emas ; lambang kebesaran jiwa dan keagungan hati segenap prajurit Polri.

8. Warna hitam ; sebagai dasar dan latar belakang, bermakna lambang keadilan pengabdian dan sikap tenang dan mantap yang bermakna pula harapan agar Polri selalu tidak goyah pada situasi dan kondisi apapun, tenang, memiliki integritas yang tingi dan prima, agar dapat selalu berpikir jernih, bersih dan selalu tepat dalam mengambil keputusan.18

18

. Kunarto, Perilaku Organisasi Polri, Cipta Manunggal, Hal. 108.


(33)

Roslan Silaban : Penyalahgunaan Senjata Api Yang Dilakukan Oleh Aparat Polri (Studi : Di Polda Sumut), 2008.

USU Repository © 2009

Pimpinan negara memangdang perlu menarik Polri dari kementerian dalam negeri, maka dengan Penetapan Pemerintah No. II/SD/1946 tanggal 25 Juni yang menetapkan bahwa sejak 1 Juni 1946 Jabatan Kepolisia Negara langsung di bawah Perdana Menteri. Hal ini menurut Perdan Menteri Sutan Syahrin adalah untuk memudahkan penyusunan kembali tugas organisasi-organisai Polri sesuai dengan azas-azas baru kepolisian Negara merdeka yang demokratis. Penetapan ini merupakan momen bersejarah bagi Polri dan di peringati setiap tahun sebagai hari Bhayangkara.

2. 4. Periode Di bawah Naungan UUD Sementara Republik Indonesia

Pada waktu negara kesatuan Republi Indonesia (1950) secara resmi berdiri ada dua masalah yang di hadapi oleh Kepolisia Republik Indonesia, yakni soal status dan soal struktur. Mengenai status tidak ditemukan kesulitan, dengan adanya pasal peralihhan dari UUDS yang memberi legalisasi untuk kembali ke status Penetapan Pemerintah No. II/SD/1946. Lain halnya dengan masalah struktur karena adanya perubahan dari Negara Federasi yang mempunyai status yang berbeda-beda menjadi Negara Kesatuan yang mempunyai Kepolisian secara Nasional, tetapi karena sebelumnya terbentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia 1950 Kepolisian Republik Indonesia Serikat (RIS) yang berintikan Kepolisia Republik Indonesia telah meleburkan diri dengan Negara-negara bagian yang menggabungkan diri dengan Negara Republik Indonesia (Proklamasi) dan juga karena sebelum Negara Kesatuan Republik Indonesia 1950 anggota Kepolisian di seluruh wilayah Indonesia telah terikat dalam suatu badan yang disebut persatuan pegawai Polisi Republik Indonesia, maka pembentukan


(34)

Roslan Silaban : Penyalahgunaan Senjata Api Yang Dilakukan Oleh Aparat Polri (Studi : Di Polda Sumut), 2008.

USU Repository © 2009

kepolisian Nasional dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia tidak menemui kesulitan.

Pada tanggal 1 Juli 1955 Kepolisian Negara meresmikan Tribrata sebagai pedoman hidupnya yang berisikan sebagai: 19

1. Berbakti kepaa Nusa dan Bangsa dengan penuh ketaqwaan Kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Kami Polisi Indonesia:

2. Menjujung tingi kebenaran, keadilan dan kemanusiaan dalam menegakkan hukum Negara Kesatuan Negara Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasiladan UUD 1945.

3. Senantiasa melindungi, mengayomi dan melayani masyarakat dengan penuh keiklasan untuk mewujudkan keamanandan ketertiban.

2. 5. Periode Setelah Kembali ke UUD 1945, Era Orde Baru Sampai Tahun 1999 Sejarah panjang kepolisian banyak diwarnai dengan kisah legendris pembrantasan kejahatan, karena pada abad pertengahan upaya-upaya agar polisi dalam menegakkan hukum harus manusiwai, menggerakkan revolusi dan pemerintahan sebagai bagian dari perrjuangan menegakkan Hak Asasi Manusia.

Keinginan Kepolisian untuk mempunyai Menteri dan Departemen terkabul dengan keluarnya surat keputusan Presiden tertanggal 13 Juli 1959 No. 159 yang mengankat R.S Sekanto Tjokra diat Madjo (Kepala Kepolisian Negara) menjadi Perdana Menteri, tetapi pada kementerian keamanan Nasional yang didalamnya juga termasuk Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan Angkatan Udara.

19


(35)

Roslan Silaban : Penyalahgunaan Senjata Api Yang Dilakukan Oleh Aparat Polri (Studi : Di Polda Sumut), 2008.

USU Repository © 2009

Pada tanggal 30 Juni 1961 lahirlah Undang-undang pokok Kepolisian Negara yang antara lain berisi:

1. Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah alat Negara Penegak Hukum yang terutama bertugas memelihara keamanan dalam Negeri perincian tugas tersebut adalah:

a. Memelihara ketertiban dan menjamin keamanan umum.

b. Mencegah dan membrantas menjalarnya penyakit-penyakit masyarakat.

c. Memelihara keselamatan Negara terhadap gangguan dari dalam. d. Memelihara keselamatan orang, benda dan masyarakat, termasuk

memberi perlindungsan dan pertolongan.

e. Mengusahakan ketaatan warga negara dan masyarakat terhadap peraturan-peraturan negara.

2. Melaksanakan tugas-tugas khsus lain yang di beri kepadanya oleh satuan peraturan negara.

3. Kepolisian negara masuk ke dalam unsur Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) dengan sebutan Angkatan Kepolisian Republik Indonesia (AKRI) dan ikut pula dalam pertahanan negara.20

Dalam perjuangan orde baru untuk kembali kepada pelaksanaan undang-undang dasar 1945 secara mirni an konsekuen maka pada tanggal 1 Juni 1969 dikeluarkan Keputusan Presuden No. 52/1969 yang bertujuan untuk meningkatkan pelaksanaan tugas pokok Kepolisian Indonesia dalamrangka

20


(36)

Roslan Silaban : Penyalahgunaan Senjata Api Yang Dilakukan Oleh Aparat Polri (Studi : Di Polda Sumut), 2008.

USU Repository © 2009

normalisasi dan fungsionalisasi semua aparatur dan pemerintah dan angkatan-angkatan unsur Angkatan Bersenjata Republik Indonesia.

Pada dasarnya keputusan Presiden tersebut menegaskan kedudukan organik dan tanggungjawab Kepolisian Republik Indnesia yang sederajat dengan Angkatan-Angkatan Darat, Laut, Udara sebagai unsur Angkatan bersenjata dalam departemen Hankam.

Usaha-usaha kearah peningkatan pelaksanaan tugas terus dilaksanakan dengan dikeluarkannaya Keputusan Presisen No. 80 tahun 1969, tentang ABRI sebagai bagian organik departemen hankam bserta tugas dan tanggung jawabnya yang diikuti dengan Keputusan Menhankam/Pangab No. Kep./A/385/VIII/1970 yang menetapkan tentang pokok-pokok organisasi dan prosedur Kepolisian Republik Indonesia.

Dengan Surat Keputusan Menhamkam / Pangab tanggal 6 Juni 1972 No. SKP/B/436/VI/1972 di tetapkan bahwa tanda pangkat dan nama-nama kepangkatan bagi ke empat Angkatan Darat, Laut, Udara. Dan Kepolisian di samakan, sehingga nomor nama-nama kepanggkatan Polri menjadi:21

1. Jendral Polisi (Perwira Tinggi) 2. Letnan Jendral Polisi

3. Mayor Jendral Polisi 4. Brigadir Jendral Polisi

5. Kolonel Polisi (Perwira Menengah) 6. Letnan Kolonel Polisi

21


(37)

Roslan Silaban : Penyalahgunaan Senjata Api Yang Dilakukan Oleh Aparat Polri (Studi : Di Polda Sumut), 2008.

USU Repository © 2009

7. Mayor Polisi

8. Kapten Polisi (Perwira Menengah) 9. Letnan Satu Polisi

10. Letnan Dua Polisi

11. Pembantu Letnan Satu (Bintara Tinggi) 12. Pembantu Letnan Dua

13. Sersan Kepala 14. Sersan Mayor 15. Sersan Satu 16. Sersan Dua 17. Kopral Kepala 18. Kopral Satu 19. Kopral Dua 20. Prajurit Kepala 21. Prajurit Satu 22. Prajurit Dua22

Analisa tentang kelemahan Polri sebenarnya sudah lama dilakukan bahkan sejak dua dekade yang silam. Sebagaimana Presiden Soeharto dalam RAPIM ABRI 1979 menyatakan bahwa: Bahwa perlu dikaji secara mendalam tentang menurunnya citra Polri dan wibawa Polri selaku pelindung dan pengayom masyrakat terutam dalam dua hal yang sangat dominan. Yaitu menurunnya kemampuan teknis khas Kepolisian dalam pelayanan masyarakat.23

22

Skripsi, Morgong Situmorang, Fakultas Hukum USU 2005, Hal 15.

23


(38)

Roslan Silaban : Penyalahgunaan Senjata Api Yang Dilakukan Oleh Aparat Polri (Studi : Di Polda Sumut), 2008.

USU Repository © 2009

Kelemahan profesional berarti kelemahan sangat prinsipil bagi sebuah lembaga (institusi Polri). Bicara profesional ada batasan menarik dari pakar kepolisian AS. Donald C. Whitlam, yang membagi kriteria profesi sebagai berikut:24

1. Menggunakan teori ilmu pengetahuan untuk pekerjaannya.

2. Keahlian yang didasarkan pada pelatihan dan pendidikan berjangka panjang.

3. Pelayanan yang terbaik bagi pelanggannya.

4. Memiliki otonomi dan cara mengontrol peilaku anggota profesi.

5. Mengembangkan kelompok asosiasi seperti The International Chief Of Police Association yang cukup terkenal.

6. Memiliki kode etik sebagai pedoman melakukan profesinya.

7. Memilih profesinya sebagai pengabdian bedasrkan panggilan jiwanya. 8. Memiliki kebanggaan terhadap profesinya.

2. 6. Periode Reformasi dan Globalisasi

Reformasi menuntut intropeksi dan evaluasi yang objektif serta jujur alam keadaan dewasa ini diakibatkan oleh perkembangan masa lampau. Artinya reformasi tidak hanya sebagai koreksi total dari penyimpangan pemerintahan Orde Baru, tetapi juga harus merupakan langkah strategis guna menghadapi era globalisasi dengan segala permasalahannya.

Kemandirian Polri di awali sejak terpisahnya dari ABRI tanggal 1 April 1999 sebagai bagian dari proses reformasi haruslah di pandang dan di sikapi

24


(39)

Roslan Silaban : Penyalahgunaan Senjata Api Yang Dilakukan Oleh Aparat Polri (Studi : Di Polda Sumut), 2008.

USU Repository © 2009

secara arif sebagai tahapan untuk mewujudkan Polri sebagai Abdi Negara yang Profesional dan dekat dengan masyarakat, menuju perubahan tata kehidupan Nasional kearah masyarakat yang demokratis, aman, tertib, adil, dansejahtera.

Kemandirian Polri di maksud bukanlah untuk menjadikan institusi yang tertutup dan berjalan serta bekerja sendiri, namun tetap dalam kerangka ketatanegaraan dan pemerintah negara kesatuan Republik Indonesia yang utuh termasuk dalam mengantisipasi otonomi daerah dan Undang-undang No. 25 Tahun 1999 tentang pertimbangan keuangan pusat dan daerah.

Pengembangan kemampuan dan kekuatan serta penggunaan kekuatan Polri di kelola sedemikian rupa agar dapat mendukung pelaksanaan tugas dan tanggung jawab Polri sebagai pengembang fungsi keamanan dalam negeri. Tugas dan tanggung jawab tersebut adalah memberikan rasa aman kepada negara, masyarakat, harta benda dari tindakan kriminalitas dan bencana alam.25

1. Apek Struktural: mencakup perubahan kelembagaan kepolisian dalam ketatanegaraan, organisasi, susunan dan kedudukan.

Upaya melaksanakan kemandirian Polri dengan mengadakan perubahan-perubahan melalui tiga aspek yaitu:

2. Aspek Instrumental: mencakup filosopi (visi, misi dan tujuan, doktrin keuangan, kompensasai, kemampauan fungsu danb iptek.

3. Aspek Kultural: adalah muara dari perubahan aspek struktural dan istrumental, karena semua harus trewujud dalam bentuk kwalitas pelayanan Polri kepada masyarakat, perubahan meliputi perubahan

25


(40)

Roslan Silaban : Penyalahgunaan Senjata Api Yang Dilakukan Oleh Aparat Polri (Studi : Di Polda Sumut), 2008.

USU Repository © 2009

manajerial, sistem reukruitmen, pendidikan, sistem material fasilitas dan jasa, sistem anggaran, sistem operasional. Berkenaan dengan uraian tugas tersebut , maka Polri akan terus melakukan perubahan dan penataaan baik di bidang pembinaaan maupun operasional serta pembangunan kekuatan sejalan dengan upaya reformasi.

Visi dan Misi (Skep/1067/VI/2001. 01- Juni 2001)

Adapun Visi Polri adalah: Terwujudnya Polri yang mampu menjadi pelindung,pengayom, dan pelayan masyarakat yang selalu dekat dan bersama-sama masyarakat, sebagai penegak hukum yang profesional dan proporsional yang selalu menjungjung supremasi hukum san hak azasi manusia, pemeliharaan keamanan dan ketdertiban serta mewujudkan keamanan dalam negeri dalam suatu kehidupan nasional yang demokratis dan masyarakat yang sejahtera.

Misi Polri

Berdasarkan uraian visi sebagaimana tersebut di atas, selanjutnya uraian tentang jabatan misi Polri kedepan adalah sebagai berikut:

1. Memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat (meliputi aspek securiti, surety, safety, dan peace).

2. Memberikan bimbingan kepada masyarakat melalui upaya represifdan preventif yang dapat meningkatkan kesadaran dan kekuatan serta kepatuhan hukum masyarakat (law abiding citizenship).

3. Menegakkan hukum secara profesional dan proporsional dengan menjunjung tinggi supremasi hukum dan hak azasi manusia menuju kepada adanya kepastian hukum dan rasa keadilan.


(41)

Roslan Silaban : Penyalahgunaan Senjata Api Yang Dilakukan Oleh Aparat Polri (Studi : Di Polda Sumut), 2008.

USU Repository © 2009

4. Memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat dengan tetap mempertahankan norma-norma dan nilai-nilai yang berlaku dalam bingkai integritas wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia.

5. Mengelola sumber daya manusia Polri yaitu terwujudnya keamanan dalam negeri sehingga dapat mendorong meningkatnya gairah kerja sama mencapai kesejahteraan masyarakat.

6. Meningkatkan upaya konsolidasi kedalam(internal Polri) sebagai upaya menyamakan visi dan misi Polri ke depan.

7. Memelihara solidaritas institusi Polri dan sebagai pengaruh eskternal yang sangat merugikan organisasi.

8. Melanjutkan operasi pemulihan keamaanan dibeberapa wilayah konflik guna menjamin keutuhan Negara Republik Indonesia

9. Meningkatkan kesadaran hukum dan kesadaran berbangsa dari masyarakat yang berbhineka tunggal ika.

a. Bidang Kamtibmas Sasaran:

1. Tercapainya situasi kamtibmas yang kondusif bagi penyelenggaraan pembangunan Nasional.

2. Terciptanya proses penegakan hukum yang konsisten dan berkeadilan bebas KKN dan menjunjung tinggi hak azasi manusia.


(42)

Roslan Silaban : Penyalahgunaan Senjata Api Yang Dilakukan Oleh Aparat Polri (Studi : Di Polda Sumut), 2008.

USU Repository © 2009

3. Terwujudnya aparat penegak hukum yang memiliki integritas dan kemampuan profsoinal yang tinggi serta mampu bertiundak tegas dan adil dan berwibawa.

4. Kesadaran hukum dan kepatutan hukum masyarakat yang meningkat yang terwujud dalam bentuk partisipasi aktif dan dinamis masyarakat terhadap Bintamtibmas yang semakin tinggi.

5. Kinerja Polri yang lebih profesional dengan menjunjung tinggi nilaiu-nilai sehingga disegani dan mendapat dukungan kuat dari masyarakat untuk mewujudkan lingkungan kehidupan yang lebih aman dan tertib.

b. Bidang Keamanan Dalam Negeri

1. Tercapainya kerukunan antar umat beragama dalam kerangka interaksi sosial yang intensif serta tumbuhnya kesadaran berbangsa guna menjamin keutuhan bangsa yang berbhineka tuinggal ika.

2. Tetap tegaknya negara kesatuan Republik Indonesia yang Berdasrkan Pancasila dan UUD 1945.

Periode 1 April 1999 (Reformasi) berdasarkan surat keputusan Kapolri No. Pol.: SKEP/1259/X/2000 Tertanggal 3 Oktober 2000 nama-nama kepangkatan Polri menjadi:

1. Bhangkara Dua (Bhrada)  Tantama 2. Bhangkara Satu (Bharatu)

3. Bhangkara Kepala (Bharata)

4. Arjun Brigadir Polisi Dua (Abribda) 5. Arjun Brigadir Polisi Satu (Abribtu)


(43)

Roslan Silaban : Penyalahgunaan Senjata Api Yang Dilakukan Oleh Aparat Polri (Studi : Di Polda Sumut), 2008.

USU Repository © 2009

6. Arjun Brigadir Polisi Kepala (Abribka) 7. Brigadir Polisi Dua (Bripda)  Bintara 8. Brigadir Polisi Satu

9. Brigadir Polisi (Brigadir) 10. Brigadir Polisi Kepala (Bripka)

11. Arjun Inspektur Polisi Dua (Aipda)  Bintara Tinggi 12. Arjun Inspektur Polisi Satu (Aiptu)

13. Inspektur Polisi Dua (Ipda) 14. Inspektur Polisi Satu (Iptu) 15. Arjun Komisaris Polisi (AKP)

16. Komisaris Polisi (Kompol)  Perwira Menengah 17. Arjun Komisaris Polisi (AKBP)

18. Komisaris Besar Polisi (Kombes)

19. Brigadir Jenderal Polisi (Brigjempol)  Pewira Tinggi 20. Inspektur Jendral Polisi (Irjenpol)

21. Komisaris Jendral Polisi (Komjempol) 22. Jendral Polisi26

Perkembangan global reformasi Polri seharusnya sudah dimulai sejak globalisasi (era kesejagatan) bergulir Indonesia awal 1980-an. Tapi benar kata filosof Masyur Shakesphere, pembanguna hukum disuatu Negara sering lamban, apabila tidak didukung political yang baik. Pernyataan Shakesphere memang


(44)

Roslan Silaban : Penyalahgunaan Senjata Api Yang Dilakukan Oleh Aparat Polri (Studi : Di Polda Sumut), 2008.

USU Repository © 2009

sudah ribuaan tahun silam, tetapi aktualisasinya relevan untuk dijadikan bahan analisis permasalahan dimasa kini.

Dimasa sekarang di abad universialisasi, tindakan polisi dalam menegakkan hukum itu, telah dipagari dengan ketat oleh asas-asas Hak Asasi Manusia yang tertuang dalam KUHP, dari mulai tindakan penyelidikan, penggerrebekan, penangkapan, peyidikan, ivestigasi sampai pada peradilannya. Seketat itupun, masih banyak pelanggaran yang dilakukan oleh Polisi. Untuk itulah polisi memang harus meningkatkan profesionalismenya, agar dengan praktek kejahatan dapat beradu kepiwaian bukan semata-mata menyalahgunakan kekuasaan. Dengan tingginya Ilmu dengan Teknologi Kepolisian saat ini rasanya proses memberdayakan petugas-petugas Polri dibidang tugas represif ini optimis untuk dapat diwujudkan manakala terdapat niat dan tekat kuat untuk mewujudkannya.27

Memperhatikan fungsi Kepolisian tersebut diatas jelas bahwa tugas Kepolisian tersebut hanya sampai pada keamanan dan ketertiban masyarakat

3. Fungsi dan Tugas Pokok Polri

3.1. Fungsi

Kepolisia Negara Republik Indonesia mempunyai fungsi melaksanakan salah satu tugas fungsi pemerintahan negara dibidang pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penertiban hukum, perlindugan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat.

26

Hasil Wawancara dengan Bapak AKP A. Hutabarat. Bid Propam Subbid Provos bidang Gakkum, Polda Sumut. Jumat, 29 Pebruari 2008 Pukul 10.00 Wib.

27


(45)

Roslan Silaban : Penyalahgunaan Senjata Api Yang Dilakukan Oleh Aparat Polri (Studi : Di Polda Sumut), 2008.

USU Repository © 2009

dalam arti seluas-luasnya. Kepolisian mempunyai dua fungsi utama, menurut C.H Niew huis untuk melaksanakan tugas pokok itu polisi mempunyai dua fungsi utama yaitu: 28

1. Fungsi Preventif untuk pencegahan, yang berarti bahwa polisi itu berkewajiban melindungi Negara beserta lembaga-lembaganya, ketertiban dan ketaatan umum, orang-orang dan harta bendanya, dengan jalan mencegah dilakukannya perbuatan-perbuatan pada hakikatnya dapat mengamcam dan membahayakan ketertiban dan ketentraman umum.

2. Fungsi Represif atau pengendalian, yang berarti bahwa polisi itu berkewajiban menyidik perkara-perkara tindak pidana dan menangkap pelaku-pelakunya dan kepada penyidik(yustisi) untuk penghukuman.

Sehubungan dengan kedua fungsi tersebut, maka dalam organisasi Kepolisian dibagi dua macam Kepolisian dengan tugas dan tanggung jawab masing-masing yaitu:

a. Polisi Administratif

Polisi keamanan yang disebut juga dengan ”Service Publik ”, Polisi tertib, Polisi berseragam. Tugas Polisi ini pada umumnya memberikan pelayanan umum, bantuan atau penolongan kepada masyarakat, menegakkan hukum yang bersifat mengatur baik dari pusat maupun daerah dan menjaga ketertibaan. Mengingat tugasnya yang sangat luas maka tindakannya tidak selalu berdasar wetdelijk, tetapi cukup dengan rectdelijk. Sedangkan orientasinya adalah pelayanan dan

28


(46)

Roslan Silaban : Penyalahgunaan Senjata Api Yang Dilakukan Oleh Aparat Polri (Studi : Di Polda Sumut), 2008.

USU Repository © 2009

kesetaraan, oleh karena itu pengawasannya ada pada pejabat-pejabat pemerintah baik dari pusat maupun daerah.

b. Polisi Peradilan atau Reserse

Tugas umumnya menegakkan hukum pidana, mencari pelaku, mengumpulkan bukti-bukti dan nantinya diproses di pengadilan. Oleh karena tugasnya itu, polisi ini disebut ”La Politice Judiciaire”. Mengingat tugasnya bersifat represif yang dilakukan secara rahasia dengan menggunakan teknik-teknik reserse seperti pengamatan, observasi maka polisi ini disebut polisi yang tidak beruniform. Karena dalam tugasnya selalu menggunakan pakaian preman, di Indonesia Polisi ini disebut Reserse (reserse kriminal, reserse narkotika).

Polisi peradilan berbeda tugasnya dengan polisi administratif. Polisi yudicial ini tindakannya selalu berdasarkan undang-undang (ketentuan-ketentuan hukum pidan dan kitab undang-undang hukum acara pidana). Polisi ini tugasnya ditujukan untuk menegakkan hukum pidana. Namun demikian Polisi mempunyai satu tujuan yaitu menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat.

Dimaksud dengan keamanan dan ketertiban masyarakat telah diatur secara jelas dalam pasal 1 angka 5 UU No. 2 Tahun 2002 adalah suatu kondisi dinamis masyarakat sebagai salah satu syarat terselenggaranya proses pembangunan nasional dalam rangka mencapai tujuan nasional yang ditandai oleh terjaganya keamanan, ketertiban dan tegaknya hukum, serta terbinanya ketentraman yang mengandung kemampuam membina dan mengembankangkan poensi dan kekuatan masyarakat dalam menyangkal, mencegah dan menanggulangi segala


(47)

Roslan Silaban : Penyalahgunaan Senjata Api Yang Dilakukan Oleh Aparat Polri (Studi : Di Polda Sumut), 2008.

USU Repository © 2009

bentuk pelanngaran hukum dan bentuk-bentuk pelanggaran lainnya yang dapat meresahkan masyarakat.

3.2. Tugas

Sebagaimana telah disebutkan diatas bahwa Kepolisian Negara Republik Indonesia mempunyai fungsi melaksanakan salah satu fungsi pemerintahan negara dibidang pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum, perlindungan, pengayoman, dan pelayanan masyarakat.

Agar supaya fungsi Kepolisian itu dapat terwujud maka polisi harus dilengkapi dengan tugas dan wewenang. Dalam pasal 13 UU No.2 Tahun 2002 diatur mengenai tugas pokok Kepolisian Negara Republik Indonesia. Adapun tugas Kepolisia adalah: 29

a. Memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat b. Menegakkan hukum

c. Memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat Tugas Kepolisian tersebut dapat dikatakan berjalan apabila fungsi kepolisian terwujud, namun tugas pokok Kepolisian Negara tersebut diberikan kewenangan. Dalam pasal 15 ayat (1) UU No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian mengatur mengenai Kepolisian yaitu:

1. Dalam rangka menyelenggarakan tugas sebagaimana dimaksud dalam pasal 13 dan 14 Kepolisian Negara Republik Indonesia secara umum berwenang:

a. meminta laporan dan atau pengaduan;

b. membantu menyelesaikan peselisihan warga masyarakat yang dapat mengganngu ketertiban umum;

c. mencegah dan menanggulangi tumbuhnya penyakit masyarakat; d. mengawasi aliran yang dapat menimbulkan perpecahan atau

mengamcam persatuan dan kesatuan banggsa;

29


(48)

Roslan Silaban : Penyalahgunaan Senjata Api Yang Dilakukan Oleh Aparat Polri (Studi : Di Polda Sumut), 2008.

USU Repository © 2009

e. mengeluarkan peraturan kepolisian dalam lingkup kewenangan administatif kepolisian;

f. melaksanakan pemeriksaan khusus sebagai bagian dari tindakan kepolisian dalam rangka pencegahan;

g. melakukan tindakan pertama ditempat kejadian;

h. mengambil sidik jari dan identitas lainnya serta memotret seseorang;

i. mencari keterangan dan barang bukti;

j. menyelenggarakan pusat informasi kriminal nasional;

k. mengeluarkan surat izin dan atau surat keterangan yang diperlukan dalam rangka pelayanan masyarakat;

l. memberikan bantuan pengamanan dalam sidang dan pelaksanaan putusan pengadilan, kegiatan instasi lain, serta kegiatan masyarakat;

m. menerima dan menyipan barang teman untuk sementara waktu; 2. Kepolisian Negara Republik I ndonesia sesuwai dengan pasal 15 ayat (2)

mempunyaimwewenang:

a. memberikan izin dan mengawasi kegiatan keramaian umum dan kegiatan masyarakat lainnya;

b. melaksanakan registrasi dan identifikasai kendraan bermotor; c. mmberikan surat izin mengemudi bermotor;

d. memberikan pemberitahuan tentang kegiatan politik;

e. memberikan izin dan melakukan pengawasan senjata api, bahan peledak, an senjata tajam;

f. memberikan izin operasional dan dan melakukan pengawasan terhadap badan usaha dibidang jasa pengamanan;

g. memberikan petunjuk, mendidik dan melatih aparat kepolisia khusus dan petugas pengamanan swakarsa dalam bidang teknis kepolisian;

h. melakukan kerja sama dengan kepolisian negara lain dalam menyidik dan membrantas kejahatan internasional;

i. melakukan pengawasan fungsional kepolisian terhadap orang asing yang berada di wilayah Indonesia dan koordinasi instansi terkait;

j. mewakili pemerintah Republik Indonesia dalam organisasi kepolisian Internasional;

k. melaksanakan kewenangan lain yang termasuk dalam ruang lingkup tugas kepolisian;

3. Tata cara pelaksanaan sebagaimana dimakasud dalam ayat (2) huruf a dan b diatur lebih lanjut dengan peraturan Pemerintah.

Dalam rangka menyelenggarakan tugas kepolisian Negara di bidang penegakan hukum pidana mempunyai kewenangan sebagaimana diatur dalam pasal 16 yaitu:


(49)

Roslan Silaban : Penyalahgunaan Senjata Api Yang Dilakukan Oleh Aparat Polri (Studi : Di Polda Sumut), 2008.

USU Repository © 2009

1. Dalam rangka menyelenggarakan tugas sebagaimana diatur dalam pasal 13 dan 14 di bidang proses pidana, kepolisian Negara Republik Indonesia berwenang untuk:

a. melakukan penangkapan, penggeledahan, penahanan, dan penyitaan;

b. melarang setiap orang meninggalakan dan memasuki tempat kejadian perkara untuk kerpentigan penyidikan;

c. membantu dan menghadapkan orang kepada penyidik dalamrangka penyidikan;

d. menyuruh berhenti orang yang dicurigai dan menayakan serta memeriksa tanda pengenal diri;

e. melakukan pemeriksaan dan penyitan surat;

f. memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka maupun saksi;

g. mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungan dengan pemeriksaan perkara;

h. mengadakan penghentian penyidikan;

i. menyerahkan berkas perkara kepada penuntut umum;

j. mengajukan permintaan secara langsung kepada pejabat imigrasi yang berwenang di tempat pemeriksaan imigrasi dalam keadan mendesak atau mendadak untuk mencegah atau menangkal orang yang disangka melakukan tindak pidan;

k. memberikan petunjuk dan bantuan kepada penyidikm pegawai negeri sipil untuk diserahkan kepada penuntut umum dan;

l. mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab.

2. Tindakan lain sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf i adalah tindakan penyelidikan dan penyidikan yang dimaksud jika memenuhi syarat sebagai berikut: a. Tidak bertentangan dengan suatu aturan hukum;

a. selaras dengan kewajiban hukum yang mengharuskan tindakan tersebut dilakukan;

b. harus patut, masuk akal, dan termasuk dalam lingkungan jabatan; c. pertimbangan yang layak berdasarkan keadan yang memaksa dan; d. menghormati hak asasi manusia.

Dalam melaksanakan kewenangan tersebut Kepolisian Negara Republik Indonesia tetap berpedoman kepada peraturan perundang-undangan yang berlaku dan berkaitan dengan kewenangannya.

4. Pengertian Tindak Pidana

Diatas telah diutarakan bahwa salah satu tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah menegakkan hukum. Karena secara jelas disebutkan dalam penjelasan Undang-undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia


(50)

Roslan Silaban : Penyalahgunaan Senjata Api Yang Dilakukan Oleh Aparat Polri (Studi : Di Polda Sumut), 2008.

USU Repository © 2009

pada sistem pemerintahan negara angka 1 adalah ”Indonesia adalah Negara yang berdasarkan atas hukum (Rechts Staat)”. Hal ini mengandung maksud bahwa segala kekuasaan negara harus diatur oleh hukum, begitu juga bagi kehidupan masyarakat tidak terlepas dari aturan hukum (Rule of Law).

Penegakan hukum yang dilakukan oleh Kepolisian Negara berarti menangani tindak pidana mulai dari tingkat penyelidikan sampai pada penyidikan selesai, baik yang dilakukan anggota masyarakat maupun anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia, karena hukum pidana sasarannya adalah pada perbuatan yang dapat dipidanakan.

Mengenai istilah perbuatan yang dapat dipidana atau ”tindak pidana” dengan seiring berjalannya waktu, dimulai dari awal kemerdekaan sanpai sekarang mengalami beberapa perubahan,misalnya: 30

a. Peristiwa pidana (UUD1950 pasal 14 ayat 1)

b. Perbuatan pidana (Undang-Undang No. 1 Tahun 1951, Undang-Undang mengenai tindakan sementara untuk menyelenggarakan kesatuan susunan, kesatuan daerah pengadilan sipil, pasal 5 ayat 3b)

c. Perbuatan-perbuatan yang dapat dihukum (UUD No. 2 Tahun1951 tentang: ”perbuatan ordonantie trjdelijke by zendere straf bepalingen” S. 1988-17 dan Undang-Undang Republik Indonesia (dahulu) No. 8 Tahun 1948 pasal 3)

30


(51)

Roslan Silaban : Penyalahgunaan Senjata Api Yang Dilakukan Oleh Aparat Polri (Studi : Di Polda Sumut), 2008.

USU Repository © 2009

d. Hal yang dapat diamcanm dengan hukuman, dan perbuatan yang dapat dikenakan dengan hukuman (Undang –Undang Darurat No. 16 Tahun 1951 tentang penyelesaian perselisihan perburuhan pasal 19,21,22)

e. Tindak pidana (undang-undang darurat No. 7 tahun 1955 tentang pengusutan dan penyidikan tindak pidana ekonomi, pasal 1)

Memperhatikan istilah-istilah tindak pidana yang dikemukakan diatas ada kecenderungan pembentukan undang-undang sekarang sudah relatif akan tetapi dalam menggunakan istilah ”tindak pidana” sampai sekarang para sarjana hukum pidana masih banyak menggunakan istilah yang berbeda-beda, namun hal itu tidak menjadi masalah karena yang terpenting adalah mengetahui maksudnya. Dalam penulisan ini disamakan istilah ”tindak pidana”

Tindak pidana merupakan hal yang mendasar dalam hukum pidana. Dalam kehidupan sehari-hari istilah tindak pidana sudah sering dibicarakan. Bahkan tidak hanya dibicarakan, tetapi sering sekali menjadi perbuatan yang kerap sekali menjadi perbuatan yang tercipta didalam masyarakat baik secara individu maupun berkelompok tentunya. Yang dalam bahasa Belanda disebut Het Strafbaar feit.

Untuk defenisi tersebut, Muliatno guru besar UGM, menganggap lebih tepat dipergunakan istilah perbuatan pidana (dalam pidatonya yang berjudul: perbuatan pidana dan pertanggungjawaban hukum perdata, 1955). Beliau berpendapat bahwa perbuatan itu adalah keadaan yang dibuat oleh seseorang atas barang sesuatu yang dilakukan. Selanjutnya dikatakan: ”(perbuatan) ini menunjukkan baik pada akibatnya maupun yang menimbulkan akibat jadi mempunyai makna yang abstrak” . Kemudian E.Utrech menggunakan istilah


(52)

Roslan Silaban : Penyalahgunaan Senjata Api Yang Dilakukan Oleh Aparat Polri (Studi : Di Polda Sumut), 2008.

USU Repository © 2009

peristiwa pidana, ada juga penulis menggunakan istilah delik. Menurut Muiatno memisahkan antara pengertian pidana dengan pertanggungjawaban pidana. Pendapat ini masuk kedalam pandangan yang realitas mengenai perbuatan pidana, pandangan ini adalah penyimpangan dari pandangan yang monistis yang dianggap kuno. Pandangan monistis ini melihat keseluruhan syarat untuk adnya pidana itu kesemuanya merupakan sipat dari perbuatan.

Dibawah ini akan diberikan pendapat dari ahli hukum pidana mengenai rumusan tindak pidana antara lain:

a. D. Simon

D. Simon: Strafbaar feit adalah: ”een staffbaar gestellde, onrechtmatige met schuld verband staande handeling van een toere keningsvatbaar person31

1. perbuatan manusia positif atau negatif : berbuat atau tidak berbuat atau mebiarkan

. Jadi unsur-unsur strafbaarfeit adalah:

2. diamcam dengan pidana (straafbaargesteld) 3. melawan hukum (onrecmatig)

4. dilakukan dengan kesalahan (wet schuld in verband stund)

5. oleh orang yang mampu bertanggung jawab (toerekeningsvaat baar person) D. Simon menyebut adanya unsur objektif dan unsur subjekif dari straafbaarfeit. Yang disebut dengan unsur objektif adalah: perbuatan orang, akibat yang timbul dari perbuatan itu, mungkin ada perbuatan tertentu yang menyertai perbuatan itu seperti dalam pasal 281 KUHP sifat ”openbaar atau dimuka umum”.


(53)

Roslan Silaban : Penyalahgunaan Senjata Api Yang Dilakukan Oleh Aparat Polri (Studi : Di Polda Sumut), 2008.

USU Repository © 2009

Van hamel32

c. Vos

merumuskan strafbaar feit itu sama dengan yang dirumuskan oleh simon, hanya ditambahkan dengan kalimat ”tindakan ,manusia bersifat dapat dipidana”.

Vos33 d. Pompe

merumuskan: strafbaar feit adalah suatu kelakuan (gedraging) manusia yang dilarang dan oleh undang-undang diamcam dengan pidana.

Pompe34

1. Pendapat Moeljatno dan Ruslan Saleh

merumuskan: strafbaar feit adalah suatu pelanggaran kaidah (penggangguan ketertiban hukum), terhadap manusia pelaku mempunyai kesalahan yang mana pemidanaan adalah wajar untuk menyelenggarakan ketertiban hukum dan mejamin kesejahteraan umum.

Kalau dilihat rumusan-runmusan para sarjana tersebut tentunya ada perbedaan satu sama lain, waulaupun pada intinya mereka memberikan suatu rumusan yang menyatakan perbuatan ang melawan hukum. Istilah-istilah tersebut tentunya sudah digunakan dalam perundang-undangan Indonesia.

Diantara sarjana Indonesia tentunya ada yang memberikan pendapat mengapa memilih istilah tersebut sebagai terjemahan dari strafbaar dan feit yang kemudian diterjemahkan. Beberapa pendapat sarjana itu antara lain:

Prof . Moeljatno35

a. Hukum, maka di hukum berarti: berech, diadili, yang sama sekali tidak mesti berhubungan dengan straf, pidana karena perbuatan-perbuatan

: memakai istilah ”perbuatan pidana” dengan alasan dan pertimbangan sebagai berikut:

31

Sudarto, 1990 Hukum Pidana 1 Yayasan Sudarto, Semarang. Hal. 38.

32

Van hamel (dalam buku karangan: E.Y. kanter, S. R.Sianturi, Asas Hukum Pidana di Indonesia dan penerapannya. Storia Grafika, Jakarta 2002 hal. 205)

33

Ibid

34

Ibid

35

Moeljatno (dalam buku karangan: E. Y Kanter dan S. R. Sianturi, Asas-asas Hukum Pidana di Indonesia dan penerapannya. Storia Grafika, Jakarta 2002 hal. 206)


(54)

Roslan Silaban : Penyalahgunaan Senjata Api Yang Dilakukan Oleh Aparat Polri (Studi : Di Polda Sumut), 2008.

USU Repository © 2009

perdatapundiadili. Maka beliau memilih untuk memakai istilah pidan sehingga singkatan dari yang dapat dipidan.

b. Perkataan perbuatan sudah lazim digunakan dalam bahasa sehari-hari seperti perbuatan tak senonoh, perbuatan jahat dansebagainya dan juga sebagai istilah teknisseperti perbuatan melawan hukum (onrechtmatige daad). Perkataan yang melakukan maupun pada akibatnya. Sedangkan perkataan peristiwa tidak menunjukkan, bahwa yang menimbulkannya adalah ”handeling” atau ”degraging” seseorang, mungkin juga hewan atau alam. Dan perkataan tidak berarti langkah dan baru alam bentuk tindak tanduk tingkah laku.

2. Pendapat Utrecht

Utrect menunjukkuan pemakaian istilah peristiwa pidana, karena istilah peristiwa itu meliputi perbuatan (handeling atau doen, positif) atau melalaikan (verzuim atau nalaku atau niet - doen, negatif) maupun akibatnya.

3. Pendapat Satochid Satochid kartanegara36

a. Moeljatno, memberikan rumusan terhadap tindak pidana sebagai perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana barang siapa melanggar larangan dan perbuatan itu harus pula betul-betul dirasakan

Satochid memakai istilah perbuatan pidana, karena istilah tindak (tindakan), meliputi pengertian melakukan atau berbuat (actieve handeling) dan atau pengertian tidak melakukan, tidak berbuat, tidak melakukan suatu perbuatan (passieve handeling). Kemudian para sarjana tersebut memberikan rumusan tehadap tindak pidana tersebut antara lain:

36


(55)

Roslan Silaban : Penyalahgunaan Senjata Api Yang Dilakukan Oleh Aparat Polri (Studi : Di Polda Sumut), 2008.

USU Repository © 2009

oleh masyarakat sehingga perbuatan yang tak boleh atau mengghambat akan tercapainya tata tertib dalam pergaulan masyarakat yang dicita-citakan oleh mayarakatn itu.37

b. T. Tresna mengatakan tindak pidana merupakan sesuatu perbuatan atau rangkaian perbuatan manusia, yang bertentangan dengan undang-undang atau peraturan-perturan lainnya, terhadap perbuatan mana diadakan tindakan penghukuman.

. makna perbuatan pidana secara mutlakl yang termasuk unsur formil, yaitui mencocoki rumusan undang-undang dan unsur materiil yaitu sifat bertentangan dengan cita-cita mengenai pergaulan masyarakat atau dengan pendek sifat melawan hukum.

38

c. Wirjono Projodikoro, merumuskan tindak pidana sebagai suatu perbuatan yang pelakunya dapat dikenakan hukum pidana dan pelaku itu harus dikatakan merupakan ”subjek”tindak pidana.39

Sungguhpun telah banyak rumusan yang telah untuk memberikan batasan defenisi suatu tindak pidana, namun tentu perlu diperhatikan untuk menguraikan adanya unsur-unsur yang melatar belakangi pengertian tersebut. Seperti yang telah diuraikan diatas istilah tindak dari tindak pidana adalah merupakan singkatan dari tindakan atau penindakan. Artinya adalah orang yang telah melakukan suatu tindakan, sedangkan orang yang melakukan itu disebut petindak. Mungkin suatu tindakan dapat dilakukan oleh seseorang dari satu golongan jenis kelamin saja

37

Moeljatno, Perbuatan Pidana dan Pertanggunjawaban dalam Hukum Pidana, Yayasan penebit Gajah Mada. Yogyakarta, 1995, hal. 17.

38


(1)

Roslan Silaban : Penyalahgunaan Senjata Api Yang Dilakukan Oleh Aparat Polri (Studi : Di Polda Sumut), 2008.

USU Repository © 2009

Sanksi pidana diberlakukan sesuai dengan jenis pelanggaran dan beratnya tindak pidana yang dilakukan. Bagi aparat Polriyang melakukan tindak pidana diproses dalam Peradilan Umum sesuai dengan PP No. 3 Tahun 2003 Tentang Teknis Institusional Peradilan Umum Bagi Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia. Sedangkan untuk sanksi pidananya diatur sesuai dengan KUHP dan KUHAP mengingat belum ada undang-undang khusus yang mengatur tentang penyalaggunaan senjata apai yag dilakukan oleh aparat Polri. Oleh karena itu pasal-pasal dalam KUHP yang dikenakan menjerat Anggota Polri yang melakukan tindak pidana penyalahgunaan senjata api disesuaikan dengan jenis pelanggaran apa yang dilakukan misalnya senjata api itu digunakan untuk melakukan tindak pidana apa. Dalam penulisan skripsi ini senjata api digunakan untuk melakukan tindak pidana pencurian dengan kekerasan (pasal 365 KUHP ayat (2),sub 2e, dan sub 4e).

B. Saran

1. Dalam hal mendapatkan izin kepemilikan dan penggunaan sejata api hendaknya Polri semakin memperketat dengan cara melakukan tes psikology berkesinambungan.

2. Untuk mengurangi terjadinya penyalahgunaan senjata api, aparat Polri hendaknya benar-benar memprhatikan setiap syarap formal yang berlaku sehingga didapat Polisi yang profesional.


(2)

Roslan Silaban : Penyalahgunaan Senjata Api Yang Dilakukan Oleh Aparat Polri (Studi : Di Polda Sumut), 2008.

USU Repository © 2009

3. Penerapan sanksi terhadap Anggota Polri pelaku penyalahgunaan senjata api hendaknya ada Undang-Undang khusus yang mengaturnya diluar KUHP.

DAFTAR PUSTAKA Buku-buku:

Baker Thomas dan Carter L. David, Police Deviance (Penyimpangan Polisi), Cipta Manunggal, Jakarta, 1999.

Friedman Robert. R, Community Policing, Cipta Manunggal, Jakarta, 1998. Hamel Van dan Kanter E.Y, Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia dan

Penerapannya, Grafika, Jakarta, 2002.

Kelana Momo, Hukum Kepolisian (edisi ketiga cetakan keempat), Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian, Jakarta, 1984.


(3)

Roslan Silaban : Penyalahgunaan Senjata Api Yang Dilakukan Oleh Aparat Polri (Studi : Di Polda Sumut), 2008.

USU Repository © 2009

Kincey Richard dan Baldwin Robert, Police Powers politic (Kewenangan Polisi dan Politik), Cipta Manunggal, Jakarta, 2002.

Kunarto, Binteman Polri, Cipta Manunggal, Jakarta, 2001. Kunarto, Etika Kepolisian, Cipta Manunggal, Jakarta, 1997.

Kunarto, Perilaku Organisasi Polri, Cipta Manunggal, Jakarta, 2001.

Kunarto, Merenungi Kritik Terhadap Polri, Cipta Manunggal, Jakarta, 1995. Kunarto, Merenungi satu Realitas Polri Dalam Cobaan, Cipta Manunggal,

Jakarta, 2002.

Meljatno, Perbuatan Pidana dan Pertanggungjawaban dalam Hukum Pidana, Gajah Mada, Yogyakarta, 1970.

Sudarto, Hukum Pidana 1, Yayasan Sudarto FH Undip, Semarang, 1990.

Tabah Anton, Menatap Dengan Mata Hati Polisi Indonesia, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta 1991.

Tabah Anton, Membangun PolriYang Kuat, Penerbit Mitra Hardhasana, Jakarta 2003.

Utomo Hadi Warsito. H, Hukum Kepolisian di Indonesia, Penerbit Prestasi Jakarta , 2005.

Sitompul DPM dan Edwarsyah, Hukum Kepolisian, Cipta Manunggal, Jakarta 2003.

Artikel / Makalah:

Mahally Halim Abdul, Pengajar Ilmu Hukum Pada Mako Brimob Kelapa Dua dan Mako Brimob Kedung Halang, 21 Maret 2007.


(4)

Roslan Silaban : Penyalahgunaan Senjata Api Yang Dilakukan Oleh Aparat Polri (Studi : Di Polda Sumut), 2008.

USU Repository © 2009

DL Chrysnanda, Ilmu Kepolisian Pemolisian Komuniti da Implementasinya alam Penyelenggaraan Tugas Polri, Jumat, 18 Mei 2007.

Noor Fardiansyah, DPR Minta Polri Pertegas Aturan Penggunaan Senjata Api, Senin, 09 Juli 2007.

Perundangan- Perundangan :

Undang-Undang No. 28 Tahun 1997 Tentang Kepolisian Republik Indonesia yang telah dirubah dengan Undang-Undang No. 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.

PP No. 1 Tahun 2003 Tentang Pemberhentian Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia.

PP No. 2 Tahun 2003 Tentang Peraturan Disiplin Anggota Kepolisian Neghara Republik Indonesia.

PP No. 3 Tentang Teknis Pelaksanaan Peradilan Umum Bagin Anggota Kepolisian Negara Repuublik Indonesia.

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, R.Soesilo, Politea, Bogor. Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.

Media Elektornik: www. Google. Com www. Mabes Polri. Com www. PT Pindad. Com

www. Wikipedia Indonesia. Com www. Yahoo. Com


(5)

Roslan Silaban : Penyalahgunaan Senjata Api Yang Dilakukan Oleh Aparat Polri (Studi : Di Polda Sumut), 2008.

USU Repository © 2009

LAMPIRAN Daftar Pertanyaan:

P: Seperti apa perizinan kepemilikan dan penggunaan snjata api bagi aparat Polri, apakah sejak terdaftar jadi anggota Polri seorang polisi langsung diberi kan senjata api?


(6)

Roslan Silaban : Penyalahgunaan Senjata Api Yang Dilakukan Oleh Aparat Polri (Studi : Di Polda Sumut), 2008.

USU Repository © 2009