Metode Penelitian Arie Setiawan P., S., M.Cs. ,

5 berbahasa yang bukan sekedar membaca asal-asalan untuk mengetahui isi bacaan dengan materi ringan, namun membaca untuk memahami materi yang sesungguhnya secara mendalam. Anak- anak memperoleh kesenangan saat mengisi waktu luang dengan membaca. Selain itu, menonjolkan aktivitas membaca akan menjadi suatu keteladanan tersendiri [9]. Salah satu cara terbaik untuk meluangkan waktu bagi anak-anak adalah melalui mendongeng. Mendongeng bukanlah kegiatan untuk menidurkan anak, tapi berfungsi untuk meningkatkan kedekatan orang tua dan anak, serta mengembangkan kemampuan otak anak [10]. Dunia dongeng Swan Lake telah menjadi dongeng yang bertahan selama lebih dari dua abad. Alur cerita dan penokohan yang tidak rumit membuat dongeng ini banyak disukai anak- anak. Nilai moral yang diajarkan dalam dongeng ini mengajarkan hal yang sesuai dengan perkembangan anak usia dini, yaitu peduli, baik hati, memaafkan orang lain, dan menolong orang yang membutuhkan [3]. Lima ciri-ciri yang berguna untuk menentukan standar moral menurut Velazquez adalah standar moral yang berkaitan dengan persoalan yang dianggap akan merugikan secara serius atau benar-benar menguntungkan, kecukupan nalar yang digunakan untuk mendukung dan membenarkannya, pengutamaan standar moral dibandingkan kepentingan diri sendiri, berdasarkan pada pertimbangan yang tidak memihak, dan diasosiasikan dengan emosi dan koskata tertentu [11]. Penceritaan dongeng yang didampingi dengan permainan akan membuat imajinasi akan semakin berkembang. Permainan dress-up yang mengacu pada peminat yang berasal dari kalangan perempuan yang menyukai fashion dan keindahan memiliki dampak-dampak positif antara lain melatih daya audiovisual, melatih daya imajinasi dan kreatifitas, serta memberikan inspirasi [12]. Dongeng secara tidak langsung memberikan pembelajaran nilai-nilai moral. Moral itu sendiri adalah ukuran baik dan buruk melekat pada diri seseorang yang disertai berbagai alasan atau pertimbangan. Pendidikan moral dan penalaran moral dipengaruhi berbagai faktor dalam lingkungan kehidupan atau tempat tinggalnya, karena itu penalaran moral berhubungan erat dengan pendidikan dan perilaku moral seseorang. Pembelajaran nilai moral pada anak sebaiknya ditanamkan sejak usia dini dan dilakukan secara perlahan dan bertahap supaya anak dapat menerima serta memahami setiap pengajaran yang diterapkan [13]. Memasuki usia 6 tahun anak memiliki pemahaman dan keterampilan yang lebih baik dalam menjalani kegiatan-kegiatan kreatif, mampu memahami, memecahkan konsep bilangan dan waktu dengan lebih baik. Pada usia 7 tahun anak mampu membaca buku sendiri tetapi masih menikmati waktu mendongeng bersama orangtuanya. Anak dalam usia ini sudah mampu mengerjakan penjumlahan, pengurangan, pembagian, dan perkalian bilangan sederhana. Sedangkan pada usia 8 tahun, anak memiliki imajinasi yang luar biasa dan tengah berkembang. Kepribadiannya sudah terbentuk dengan baik, anak mampu untuk mempertimbangkan berbagai hal dan mengekspresikan diri secara lebih jelas [14]. Desain media pembelajaran bagi anak usia dini ini digambarkan dengan ilustrasi Chibi atau CB atau Child Body berasal dari Jepang dan dikenal sebagai gaya gambar dengan proporsi tubuh anak kecil serta ukuran kepala yang besar. Inti dari perubahan bentuk karakter adalah mengubah proporsi tubuh menjadi mini kurcaci yang bertujuan agar gambar menjadi lebih lucu dan menarik. Simple sederhana adalah hal yang diutamakan dalam gaya gambar chibi, dengan begitu penggambaran karakter terlihat lucu dan mudah disukai banyak orang [15].

3. Metode Penelitian

6 Metode yang digunakan dalam perancangan ini adalah linear strategy. Metode penelitian linear strategy menerapkan urutan yang logis pada tahapan yang sederhana dan sudah dipahami komponennya. Strategi yang digunakan untuk tipe perancangan yang telah berulangkali dilaksanakan. Suatu tahap yang dimulai setelah tahap yang sebelumnya diselesaikan, dan demikian seterusnya [16]. Tahapan yang telah dilaksanakan dalam penelitian dapat dilihat pada Gambar 1. Gambar 1 Bagan Penelitian Metode pengumpulan data dilakukan dengan studi pustaka dan membagikan kuesioner terhadap siswi dan guru Taman Kanak-Kanak serta Sekolah Dasar. Hasil penelitian yang dilakukan terhadap guru didapatkan hasil bahwa diperlukan sebuah media pembelajaran nilai- nilai moral yang interaktif yang mampu mengajak anak berinteraksi secara aktif. Pada umumnya siswi hanya suka bermain saja, pada masa kini siswi kurang suka membaca. Hal ini tentunya sangat disayangkan bila menjadi kebiasaan sejak usia dini. Sedangkan hasil penelitian yang telah dilakukan terhadap responden anak perempuan usia 6-8 tahun didapatkan hasil bahwa sebagian besar responden belum mengetahui cerita mengenai Putri Angsa tetapi tertarik untuk mengetahui cerita tersebut. Selain itu, sebagian besar responden tersebut tertarik pada media pembelajaran interaktif dengan permainan dress-up magnetic yang akan dirancang. Mengingat bahwa sebagian responden tersebut tidak suka membaca, maka dengan adanya perancangan media ini, responden diharapkan akan tertarik bermain sambil belajar melalui media interaktif yang mengajarkan nilai moral ini. Berdasarkan hasil pengumpulan data yang dilakukan sebelumnya, ditariklah beberapa hal yang mendukung perancangan konsep media pembelajaran nilai moral melalui permainan dress-up. Media permainan ini haruslah interaktif dan tidak monoton agar target audience lebih tertarik dan tidak cepat merasa bosan dalam sistem pembelajaran. Berdasarkan alasan tersebut maka media yang dirancang akan dibentuk dalam sebuah pembelajaran interaktif dengan alur cerita sederhana yang dilengkapi permainan dress-up menggunakan magnet. Cerita yang dipilih adalah Swan Lake. Pemilihan cerita didasarkan pada nilai-nilai moral yang terkandung dalam cerita tersebut yang sesuai dengan perkembangan anak usia dini. Media pembelajaran interaktif ini mengajak siswi bermain menolong sang putri dalam kisahnya bertemu pangeran dan menghilangkan kutukan yang menimpa sang putri. Tahap 1 Pengumpulan Data Tahap 2 Tahap 3 Tahap 4 Pengujian 7 Proses perancangan media pembelajaran nilai moral dengan permainan dress-up magnetic adalah mengetahui latar belakang dan dilanjutkan dengan menganalisa produk sehingga dapat dirumuskan suatu permasalahan. Pencarian solusi diawali dengan pencarian ide mengenai konsep yang akan dirancang. Hasil dari brainstorming adalah tiga media yaitu, buku cerita, permainan magnet, dan kotak permainan. Langkah berikutnya adalah proses perancangan media yang divisualisasikan dalam bentuk digital. Langkah terakhir adalah proses produksi dari media yang dirancang. Tahapan yang telah dilaksanakan dalam perancangan dapat dilihat pada Gambar 2. Gambar 2 Alur Perancangan SwanPrincess Buku cerita didesain sesederhana mungkin dengan warna-warna pastel yang cerah sebagai pendamping untuk menyampaikan informasi jalannya cerita dan instruksi permainan yang harus dilakukan. Ada delapan halaman cerita utama, halaman pesan moral, dan halaman kunci jawaban. Ide kreatif Brainstorming konsep media Evaluasi Hasil Perancangan Final Artwork Perancangan Buku cerita Perancangan Permainan magnet Perancangan Kotak Permainan 8 Halaman pertama yaitu the witch’s curse meliputi cerita awal bagaimana sang putri dikutuk oleh penyihir. Halaman ini dilengkapi dengan permainan interaktif yang mengajak untuk menggambarkan kutukan yang terjadi pada sang putri. Halaman kedua yaitu love at the 1 st sight meliputi cerita tentang pangeran yang bertemu sang putri. Halaman ini dilengkapi permainan interaktif dengan menempelkan bagian-bagian yang kosong dengan aksesoris magnet yang sudah disesuaikan untuk mengetahui apa yang sedang terjadi di dalam background cerita. Halaman ketiga yaitu the road to the castle meliputi penjelasan peta menuju istana. Halaman ini dilengkapi dengan permainan interaktif yaitu menempelkan bagian-bagian peta yang kosong dengan aksesoris magnet yang sesuai dengan urutan di dalam instruksi. Halaman keempat yaitu princess dress-up meliputi cerita sang putri yang kebingungan saat bersiap-siap menuju ke istana. Halaman ini dilengkapi dengan permainan interaktif memilih pakaian untuk dikenakan oleh sang putri sesuai dengan instruksi yang ada. Halaman kelima yaitu solve the problem meliputi cerita sang putri yang dipenjara oleh penyihir agar tidak bisa pergi ke istana. Halaman ini dilengkapi dengan permainan interaktif soal pertambahan dan pengurangan untuk membantu sang putri keluar dari penjara. Halaman keenam yaitu find the path meliputi cerita sang putri yang telah lolos dari penjara dan sedang kebingungan mencari jalan ke istana karena peta yang sebelumnya menunjukkan jalan ke istana telah dibuang oleh si penyihir. Halaman ini dilengkapi dengan permainan interaktif untuk membantu sang putri menemukan jalan ke istana dengan mencari jalan di labirin. Halaman ketujuh yaitu catch the witch meliputi cerita pangeran yang akan menangkap si penyihir. Halaman ini dilengkapi dengan permainan interaktif membantu pangeran untuk menangkap penyihir yang bersembunyi di hutan. Halaman kedelapan yaitu the royal wedding merupakan cerita penutup saat sang putri dan pangeran menikah. Halaman ini dilengkapi dengan permainan interaktif membantu pangeran dan putri bersiap untuk pesta pernikahan. Halaman berikutnya yaitu pesan moral merupakan halaman untuk melihat apakah target audience sudah memahami cerita dan nilai moral yang disampaikan. Halaman ini dilengkapi dengan titik-titik untuk dilengkapi agar menjadi kalimat yang utuh. Halaman terakhir yaitu halaman kunci jawaban merupakan halaman dengan jawaban-jawaban yang benar jika diperlukan tolok ukur kebenaran hasil permainan. Sketsa dan perancangan desain buku dapat dilihat pada Gambar 3. Gambar 3 Sketsa Dan Desain Buku Cerita Terdapat delapan background utama dan satu background bonus dalam permainan beserta aksesoris pelengkapnya. Desain background ini mengacu pada desain buku cerita. The witch’s curse adalah background permainan dengan setting tempat danau tempat tinggal putri Odette yang dibagi menjadi dua yaitu sisi kiri untuk menunjukkan siang hari dan sisi kanan untuk menunjukkan malam hari. Hal ini dimaksudkan untuk menceritakan tentang perbedaan kutukan yang terjadi pada sang putri saat siang dan malam hari. Love at the 1 st sight adalah background permainan dengan setting saat matahari akan terbenam di danau tempat tinggal putri Odette ketika pangeran bertemu dengan sang putri untuk pertama kalinya. Digambarkan keadaan dari balik semak-semak yang menunjukkan danau dan bukit serta dilengkapi dengan garis putus- 9 putus yang akan digunakan sebagai tempat meletakkan aksesoris magnet. The road to the castle adalah permainan dimana pangeran menjelaskan arah peta menuju ke istana dengan setting background warna merah muda yang dimaksudkan agar peta yang ada di permainan terlihat mencolok. Princess dress-up adalah background permainan dengan setting tempat adalah pinggir danau dimana sang putri sedang kebingungan akan berpakaian seperti apa untuk pergi ke istana. Solve the problem adalah background permainan dimana sang putri dikurung oleh si penyihir. Desain background ini diberi warna kelam pada sisi kiri untuk menunjukkan citra penjara yang sulit dibuka dan sisi sebelah kanan diberikan warna pastel yang terang sebagai tempat untuk memecahkan soal pertambahan dan pengurangan sebagai cara untuk menolong sang putri. Find the path adalah background permainan dimana sang putri tidak tahu jalan mana yang menuju ke istana dengan bentuk lingkaran agar terlihat sederhana tetapi tetap elegan. Catch the witch adalah background dengan setting tempat hutan yang gelap dimana penyihir sedang bersembunyi dan ada enam icon penyihir yang tersembunyi di dalam gambar latar belakang. The royal wedding adalah background permainan dengan latar cerita pernikahan pangeran dan sang putri dimana setting tempat digambarkan berupa taman dengan pagar yang ada dibelakangnya serta lonceng dan pita yang menunjukkan desain sebuah pernikahan. Sedangkan halaman bonus dress-up room adalah bonus permainan yang digunakan untuk dress-up sebas- bebasnya sesuai imajinasi dengan setting ruangan kamar seorang putri dengan tirai merah muda yang terlihat lebih feminim. Sketsa dan perancangan desain background serta perlengkapan permainan dapat dilihat pada Gambar 4. Gambar 4 Perancangan Desain Background dan perlengkapan The Witch’s Curse Karakter dalam cerita SwanPrincess adalah seorang putri bernama Odette. Putri Odette digambarkan memiliki rambut ikal panjang, kulit putih, mata biru, dan wajah yang manis dengan pemilihan warna-warna pastel muda. Karakter sang putri didesain sedemikian rupa dengan gaya gambar chibi yang mudah disukai oleh semua orang dengan pemilihan bentuk-bentuk yang sederhana seperti yang diutarakan oleh Shin Abe [15]. Ada dua pilihan desain karakter putri Odette yang dirancang, yaitu dengan rambut ikal terurai untuk menonjolkan sisi feminim dan rambut di bun seperti gaya rambut penari balet pada umumnya. Karakter pangeran Daniel digambarkan dengan gaya gambar chibi sebagai pangeran yang baik hati dan berwajah manis dengan desain rambut coklat tua agar terlihat contrast dengan sang putri. Karakter hewan dan tanaman didasarkan pada pemilihan ukuran yang disesuaikan dengan besar angsa dan 10 kesederhanaan bentuk untuk menghiasi permainan agar tampak lebih ceria dan ramai, yaitu kura-kura, kepiting, ikan, kelinci, burung hantu, jamur dan teratai. Sketsa dan desain karakter dapat dilihat pada Gambar 5. Gambar 5 Sketsa Dan Desain Putri Odette Aksesoris permainan dress-up SwanPrincess berupa gaun, rok, atasan, sepatu dan hiasan rambut yang beragam dengan bentuk-bentuk yang sesuai dengan ciri khas gaya gambar chibi yaitu mengutamakan kesederhaan. Berdasarkan desain yang terkait, maka dipilih beberapa desain untuk permainan dress-up sang putri, yaitu gaun balerina, mantel merah dengan tema natal, gaun shanghai, kimono, kebaya, gaun merah muda untuk pergi ke pesta dansa, gaun pernikahan, baju atasan dan rok. Terdapat juga dua pakaian permainan dress-up untuk pangeran. Sketsa dan desain gaun balerina dapat dilihat pada Gambar 6. Gambar 6 Sketsa Dan Desain Gaun Balerina Desain pakaian didampingi dengan rancangan desain aksesoris yang sesuai dengan desain permainan dress-up yang telah dirancang sebelumnya, seperti sepatu dan aksesoris pelangkap lainnya. Sketsa dan desain sepatu dapat dilihat pada Gambar 7. Gambar 7 Sketsa Dan Desain Sepatu Konsep kemasan multifungsi yang dirancang sebagai pelindung produk, tempat permainan, tempat penyimpanan aksesoris dress-up dan tempat penyimpanan buku cerita dimaksudkan untuk mempresentasikan kesan kesatuan, efisiensi dan efektif dalam desain yang telah dirancang sehingga target dapat mengenali media permainan dengan mudah. Bahan utama yang digunakan dalam pembuatan desain kemasan adalah yellowboard yang dilapisi jasmine paper dengan pertimbangan bahan yang tidak mudah rusak dan harga yang terjangkau. Sedangkan untuk menjaga kemungkinan produk terkena air, maka kemasan dilengkapi dengan 11 plastik pada lapisan luarnya sehingga pada proses pengiriman produk dapat terlindungi dengan baik. Sketsa kemasan dapat dilihat pada Gambar 8. Gambar 8 Sketsa Kemasan Pemilihan jenis huruf pada perancangan media ini mengacu pada usia target audience yaitu 6-8 tahun. Citra yang ingin ditampilkan melalui jenis huruf yang dipilih adalah ceria, santai, dan simple. Berdasarkan desain karakter dan desain background permainan yang menggunakan gaya gambar chibi, maka pilihan jenis huruf yang paling tepat adalah MV Boli dengan sifat ceria yang dapat dilihat pada Gambar 9 dan Comic Sans MS dengan sifat sederhana. ABCDEFGHIJKLMNOPQRSTUVWXYZ Abcdefghijklmnopqrstuvwxyz 1234567890:; Gambar 9 Jenis Huruf MV Boli Evaluasi prototype yang telah dirancang kemudian dilakukan oleh Ibu Birmanti selaku pengajar program studi Desain Komunikasi Visual dan Ibu Niken selaku pengajar Taman Kanak-Kanak untuk melihat apakah desain yang dirancang sudah sesuai dan memenuhi kebutuhan target audience. Berdasarkan hasil evaluasi maka dilakukan beberapa perubahan dalam perancangan, yaitu media ini sebaiknya dimainkan dengan pendamping atau orang tua atau pembimbing. Hal ini dikarenakan target audience masih membutuhkan bimbingan untuk mengerti dan memahami beberapa konten yang ada di dalam buku cerita SwanPrincess. Buku SwanPrincess yang ada di dalam kotak kemasan sebaiknya dirancang menjadi satu dengan kemasan built-in. Hal ini dilihat dari segi efisiensi dan efektif tidaknya pemakaian kotak kemasan produk. Desain buku cerita yang sebelumnya telah dirancang diubah menjadi lebih ringkas. Hal ini dikarenakan target audience dapat cepat bosan jika bacaan yang ada di desain memanjang ke samping. Maka dari itu desain buku cerita didesain ulang seringkas-ringkasnya. Desain buku cerita setelah dievaluasi dapat dilihat pada Gambar 10. 12 Gambar 10 Desain Buku Cerita Setelah Evaluasi

4. Hasil dan Pembahasan