Pengertian Radikalisme RADIKALISME ISLAM DI INDONESIA

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id di luar kelompoknya, serta masih banyak pandangan-pandangan mereka. 6 Kelompok ini walaupun pada akhirnya telah tiada secara institusi tetapi masih tetap eksis secara genealogi pemikiran. Di era modern, gerakan Islam radikal kembali menemukan momentumnya yang dipelopori oleh Muhammad Ibn Abdul Wahab 1701- 1793 M yang kemudian ajarannya lebih populer dengan istilah Wahabi yang kemudian mendirikan negara Arab Saudi dengan menjadikan Wahabi sebagai Mazhab resmi negara. Banyak sekali penulis yang menulis tentang kekejaman yanng dilakukan oleh orang-orang wahabiyah. Salah satunya diungkapkan oleh Ahmad Imron R: Di Tahun 1176 H, Abdul aziz berangkat bersama pasukan memerangi penduduk Ahsa, lalu singgah di tempat yang terkenal dengan sebutan Muthair di Ahsa. Abdul Aziz membawa tiga puluhan pasukan berkuda, menyerang Ahsa di pagi hari, berhasil membunuh tujuh puluhan penduduknya dan merampas harta yang sangat banyak. 7 Di era kotemporer, genealogis pemikiran Islam radikal diteruskan oleh Hasan al-Bana dengan mendirikan Ikhwanul Muslimin IM. Sama halnya dengan wahabi, gerakan IM sama-sama gerakan Islam Radikal yang melakukan tindakan kekerasan untuk mencapai tujuan politisnya. 6 Lebih lanjut baca, Asy-Syahrastani, al-Milal wa al-Nihal Kairo: Mustafa al- Babi al-Halabi, 1967 7 Masih banyak lagi kekejaman yang dilakukan oleh kaum Wahabi, lebih lanjut baca, Ahmad Imron R, Rekam Jejak Radikalisme Salafi wahabi; Sejarah, doktrin dan Akidah Surabaya: Khalista, 2004 digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id Dari IM inilah tokoh-tokoh baru yang mewakili Islam radikal terlahir dan juga banyak para tokoh eks IM mendirikan gerakan-gerakan sempalan yang serupa di berbagai belahan dunia, di antaranya Sayyid Quthb, Abul A’la al- Maududi dengan mendirikan Jama’at-l Islam di Pakistan, Taqiyudin al- nabani dengan mendirikan Hizbut Tahrir, DR. Abdullah Azam. Syaikh Ahmad Yasin, Usamah bin Ladin dan masih banyak tokoh serta gerakan sempalan yang lahir dari rahim IM. Sayyid Quthb misalnya, tokoh pengganti Hasan al-Bana ini membawa IM menjadi gerakan yang sangat anti terhadap modernitas. Quthb menganggap bahwa modernitas seba gai “Jahiliyah Modern”, yaitu modernitas sebagai “barbaritas baru”. Konsep “Jahiliyyah modern” inilah yang pada akhirnya dianut oleh Abul A’la al-Maududi yang dengan tegas mengutuk modernitas dan ketidaksesuaiannya dengan dan bahayanya terhadap Islam. 8 Gerakan Islam radikal yang muncul belakangan adalah ISIS yang dipimpin oleh Abu Bakar al-Baghdadi yang getol menyuarakan Jihad dan Khilafah –walaupun pada akhirnya medapat banyak perlawanan dari kelmpok yang sama-sama menyuarakan tentang Jihad dan Khilafah, seperti Hizbut Tahrir – dengan memerintahkan umat Islam di dunia untuk hijrah ke wilayah mereka. Tidak hanya itu, tragedi kemanusiaan yang terjadi di berbagai belahan dunia, seperti yang terjadi di Paris hingga di Indonesia diklaim sebagai perbuatan mereka. 8 Azyumardi Azra, Transformasi Politik Islam; Radikalisme, Khilafatisme dan Demokrasi Jakarta: Prenadamedia Group, 2016, 128. digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

C. Radikalisme Islam di Indonesia

Gerakan Islam radikal di Indonesia sebenarnya sudah ada sejak bangsa Indonesia merdeka, di saat para pendiri bangsa mencari identitas atau jati diri sebagai bangsa yang berdaulat. Aksin Wijaya mencatat, ketika sidang BPUPKI Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia para musyawirin terbagi menjadi dua kelompok, yaitu Nasionalis Islam serta Nasionalis sekuler. Berbagai perdebatan terjadi antar kedua kelompok yang pada akhirnya melahirkan kesepakatan bersama yang kemudian disebut dengan “Piagam Jakarta”. Dalam piagam ini menyebutkan Indonesia sebagai negara republik yang berasaskan Pancasila, tetapi masih berpihak kepada Islam dengan dicantumkannya tujuh kata yaitu “Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk- pemeluknya”. Tetapi atas dasar persatuan, akhirnya ketujuh kata itu dihapus. 9 Penghapusan tujuh kata ini membuat kecewa di pihak yang mempunyai pemahaman agama yang radikal yang menginginkan Indonesia berasaskan Syariat Islam. Pada saat itulah Kartosoewiryo pada tahun 7 Agustus 1949 memproklamirkan berdirinya Negara Islam Indonesia NII. 10 Yang kemudian dikenal dengan nama DITII. Berbagai gerakan pemberontakan berdarah yang dilakukan oleh DITII terjadi di berbagai wilayah di Indonesia. Secara umum, DITII terbagi 9 Aksin Wijaya, Menusantarakan Islam; Menelusuri Jejak Pergumulan Islam yang Tak Kunjung usai di Nusantara Yogyakarta: Nadi Pustaka, 2011, 154-155. 10 Imam Samudra, Aku Melawan Teroris Solo: Jazera, 2004, 97. digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id menjadi tiga gerakan yang dikenal dengan nama Gerakan DITII daud Beureueh, Gerakan DITII Ibnu Hadjar serta Gerakan DITII Amir Fatah. Darul Islam DI atau yang lebih dikenal dengan nama NII melakukan pemberontakan dari tahun 1948 hingga dengan 1962. Sebagaimana yang tercatat dalam sejarah, tidak berhasil mendirikan sebuah negara Islam, bahkan ia bersama tokoh-tokoh yang lainnya ditangkap di Gunung Geber Majalaya, Jawa Barat. Pimpinan tertinggi DI ini kemudian dihukum mati oleh pemerintah Soekarno pada tanggal 5 September 1962. 11 Ketika Orde Baru tumbang oleh gerakan mahasiswa, gerakan Islam radikal mulai menampilkan tajinya. Hal itu dimaklumi ketika Suharto menjabat, beliau menegakkan asas tunggal terhadap berbagai organisasi yang ada secara oteriter dan totalitas, sehingga gerakan Islam radikal tidak berani untuk menunjukkan taringnya. Islam radikal yang muncul pasca jatuhnya reformasi itu sangat beragam, ada yang bersifat lokal maupun transnasional serta ada juga yang bercita-cita untuk mendirikan mendirikan Negara Islam 12 ada pula yang bercita-cita mendirikan Khilafah Islamiyyah. M. Imdadun Rahmat mendeskripsikan bahwa berbagai perkembangan gerakan Islam di Timur Tengah sering kali memberikan pengaruh yang kuat bagi perkembangan Islam 11 Endang Turmudi Riza Sihbudi ed., Islam dan Radikalisme di Indonesia Jakarta: LIPI Press, 2005, 227-228. 12 Secara singkat, Javid Iqbal pernah memberikan penjelasan tentang negara Islam, yaitu bahwa negara Islam merupakan negara Allah, negara yang memberlakukan Syariat Islam serta kedaulatan mutlak ada di tangan Tuhan, paham ini lebih dikenal dengan Teokratik. Lebih lanjut baca, Javid Iqbal, “Demokrasi dan Negara Islam modern” dalam John. L. Esposito ed., Identitas Islam pada Perubahan Sosial-Politik. Terj. A. Rahman Zainuddin Jakarta: Bulan Bintang, 1986, 321-322.