B.inggris : CAUSALITY TAX, INFRASTRUCTURE SPENDING AND INVESTMENT IN LAMPUNG PROVINCIAL B.Indonesia : KAUSALITAS PAJAK, BELANJA INFRASTRUKTUR DAN INVESTASI DI PROVINSI LAMPUNG

(1)

By

DANNY CHANDRA ABSTRACT

This study aims to determine the causality between the form of taxes, infrastructure spending and investment in the province of Lampung. This study uses secondary data with the time span 2001-2013. The analysis technique used is quantitative descriptive analysis using the methods used to determine the direction of granger causality between variables. The results of this research that shows that the optimum lag 2 does not occur variable causality of the three studied. From the research tax has a one-way relationship with the infrastructure spending that taxes affect infrastructure spending, taxes also have a one-way relationship with investments in which taxes affect investment, and the investment has a one-way relationship with investments in infrastructure spending that affect infrastructure spending. Advice can be given in this study is to optimize tax receipts, an increase in the quality and quantity of infrastructure.


(2)

Oleh

DANNY CHANDRA

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bentuk hubungan kausalitas antara pajak, belanja infrastruktur dan investasi di Provinsi Lampung. Penelitian ini menggunakan data sekunder dengan rentang waktu 2001-2013. Teknik analisis yang digunakan yaitu mengunakan analisis deskriptif kuantitatif dengan metode penghitungan kausalitas granger untuk mengetahui arah hubungan antar variabel. Hasil penelitian ini yaitu menunjukkan bahwa pada lag optimum 2 tidak terjadi kasualitas dari ketiga vaeriabel yang diteliti. Dari hasil penelitian Pajak memiliki hubungan satu arah dengan belanja infrastruktur dimana pajak mempengaruhi belanja infrastruktur, pajak juga memiliki hubungan satu arah dengan investasi dimana pajak mempengaruhi investasi, dan investasi memiliki hubungan satu arah dengan belanja infrastruktur yaitu investasi mempengaruhi belanja infrastruktur. Saran yang dapat diberikan dalam penelitian ini adalah mengoptimalkan penerimaan sektor pajak, peningkatan kualitas dan kuantitas infrastruktur.


(3)

(4)

(5)

(6)

(7)

Penulis bernama Danny Chandra, dilahirkan di Bandarjaya,pada tanggal 21 Desember 1992. Sebagai anak pertama dari dua bersaudara dari Bapak Amanto dan Ibu Wunasih dan kakak dari Wenny Arnandha.

Pendidikan Taman Kanak-kanak (TK) Istiqlal Bandarjaya(1997-1998), Sekolah Dasar Negeri Gedong 3 Semarang (1998-2004), Sekolah Menengah Pertama Negeri1 Terbanggi Besar (2004-2007), Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Terbanggi Besar (2007-2010). Kemudian pada tahun 2010 penulis terdaftar sebagai Mahasiswa di Jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Lampung.).

Pada tahun 2012 penulis melaksanakan Kuliah Kunjung Lapangan (KKL) di Badan Kebijakan Fiskal (BKF), Kementrian Koperasi dan UMKM, dan Bank Indonesia (BI).Penulis melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) pada tahun 2013selama 40 hari di Pekon Mulyo Rejo Kecamatan Banyumas Kabupaten Pringsewu.

Penulis mengikuti beberapa organisasi kemahasiswaan di lingkungan Universitas Lampung. Lembaga Kemahasiswaan yang pernah diikuti antara lain Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Ekonomi (BEM FE) sebagai Brigadir Muda, Pers Mahasiswa PILAR Ekonomi dan Himpunan Mahasiswa Ekonomi Pembangunan (HIMEPA) sebagai Kepala Bidang Kaderisasi dan Hubungan Luar.


(8)

“… Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan …”

(Q.S. Al-Insyiraah : 5-6)

“Belajarlahdari kesalahan di masalalu, mencoba dengan cara yang berbeda, dan selalu berharap untuk sebuah keberhasilan dankesuksesan di masadepan”

(Danny Chandra)

“Bermimpi, berfikir, bertindak, berdoa, berhasil, bersukur” (Danny Chandra)


(9)

Skripsi ini kupersembahkan untuk Allah SWT. Sebagai rasa syukur atas ridho serta karunia-Nya sehingga skripsi ini telah terselesaikan dengan baik. Serta RasulullahNabi Muhammad SAW yang telah membawa umatnya dari zaman

kebodohan menuju zaman ilmu pengetahuan Alhamdulillaahirabbil’ alamiin.

Untuk kedua orang tuaku Bapak Amanto dan Mama Wunasih, terima kasih atas doa yang selama ini diberikan untuk kelancaran skripsi ini, kalian

adalahhartadihidupku.

Adikku Wenny Arnandha yang luar biasa terima kasih atas doa dan dukunganya.

Dosen-dosen serta sahabat-sahabat terbaik yang turut memberikan arahan, dukungandan doa yang menambahkan semangat atas selesainya skripsi ini.

Juga almamater tercinta. Jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung.


(10)

Bismillahirrohmanirrohim. Alhamdulillahirobbil’alamin. Puji syukur penulis ucapkankan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi dengan judul“Kausalitas Pajak, Belanja Infrastruktur dan Investasi di Provinsi Lampung.”Sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Ekonomi Fakultas Ekonomi dan Bisnis di Universitas Lampung.

Penulis telah banyak menerima bantuan, dukungan, dan bimbingan dari berbagai pihak dalam menyelesaikan skripsi ini. Oleh karenaitu, dengan segala kerendahan hati sebagai wujud rasa hormat dan penghargaan serta terima kasih yang sebesar-besarnya kepada yang terhormat:

1. Bapak Prof. Dr. Satria Bangsawan, S.E, M.Si. selalu Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Lampung.

2. Bapak M.Husaini, S.E, M.E.P. selaku Ketua Jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Lampung.

3. Ibunda Asih Murwiati, S.E, M.Si selaku Sekretaris Jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Lampung sekaligus Pembimbing Akademik yang telah memberikan saran, masukan, dan pendengar curahan hati dalam menghadapi dan menyelesaikan skripsi ini.


(11)

saran dalam proses penyusunan skripsi ini hingga akhir kepada penulis. 5. Bapak Dedy Yuliawan, S.E, M.Si selaku Pembimbing Pendamping yang

telah meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan, pengarahan, dan saran dalam proses penyusunan skripsi ini hingga akhir kepada penulis. 6. Seluruh bapak dan ibu dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis yang telah

membekali penulis dengan ilmu dan pengetahuan selama masa perkuliahan. 7. Keluargaku Tercinta, Bapak dan Mamak yang tiada hentinya mendukung

dan tak pernah lelah mendoakan, adik Wenny Arnandha yang selalu memberikan senyuman penyemangat dan doa yang tulus ikhlas.

8. Bu Mar, Bu Yati, Mas Kus, pakde kantin, pakde-pakde, dan para staf Ekonomi Pembangunan yang telah membantu kelancaran proses skripsi ini. 9. Sahabat-sahabatku A. Citra Varika, Devy Septi Heryani, Agus Wantoro,

Army Aftrastya, Beni Purnama yang selalu saya repotkan, pemberi semangat, doa dan motivasi.

10. Teman-teman Ekonomi Pembangunan 2010 Icha, Monce, Amin, Desy Ratnasari, Sonia, Dania, Tante, Ajeng, Darus, Dimas, Dede, Dicki, Ardan, Febri, Dwi Adi, Cermen dan lainnya yang telah memberikan bantuan dan semangat dalam hidup. Serta seluruh teman-teman EP’10 yang tak dapat disebut satu persatu karena keterbatasan yang ada.

11. Orang-orang terhebat Arif, Desmon, Samsu, Ariken, Mahmud, Roni, Solihin, Eka, Rini, Aya dan Shinta.


(12)

memberikan pengalaman serta kebersamaan yang luar biasa selama masa KKN.

13. Seluruh keluarga besar PILAR yang telah menjadi bagian dari penulis. 14. Seluruh keluarga besar HIMEPA yang telah menjadi bagian dari penulis. 15. Kakak tingkat EP angkatan 2007, 2008, dan 2009 serta adik-adik EP

angkatan 2011 dan 2012yang tidak dapat disebutkan satu-persatu namun terima kasih banyak , atas dukungannya.

Semoga Allah SWT membalas semua kebaikan dan pengorbanan bapak, ibu, kakak, adik, dan teman-teman. Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari kesempurnaan akan tetapi penulis berharap semoga karya ini berguna dan bermanfaat bagi kita semua. Aamiin.

Bandarlampung,13 Oktober 2014 Penulis


(13)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI...…….i

DAFTAR TABEL...…....iii

DAFTAR GAMBAR ...……iv

DAFTAR LAMPIRAN...…….v

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ...1

B. Rumusan Masalah ...12

C. Tujuan Penelitian ...11

D. Kerangka Pemikiran...13

E. Hipotesis...16

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori...17

1. Otonomi Daerah ...17

2. Teori Pajak ...22

3. Teori Belanja Daerah ...25

4. Teori Pengeluaran Pemerintah ...28

5. Teori Investasi ...31

6. Teori Kebijakan Fiskal ...34

B. Penelitian Terdahulu ...41

III. METODE PENELITIAN A. Jenis dan Sumber Data ...44

B. Definisi Variabel Operasional...44

C. Teknik Analisis ...45

1.

Penentuan Lag Optimum...45

2. Uji Kausallitas...46

3. Uji t-statistik...47

4. Pengujian Kausalitas ...47

5. Pengujian Arah Kausalitas ...49


(14)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penentuan lag Optimum ...52

B. Hasil Uji Kausalitas...53

C. Hasil Uji t-statistik ...55

D. Pembahasan...57

V. SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan ...67

B. Saran...68 DAFTAR PUSTAKA


(15)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Realisasi Pendapatan Pemerintah Provinsi Lampung 2009-2011...7

2. Kondisi Ruas Jalan, Status Jalan Provinsi, Desember 2011 ...8

3. Kondisi Ruas Jalan, Status Jalan Provinsi, September 2012 ...8

4. Realisasi Investasi di Provinsi Lampung 2004-2011 ...9


(16)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Kerangka Pemikiran... 16

2. Perkembangan Penerimaan Pajak dan Belanja Infrastruktur ... 58

3. Perkembangan Penerimaan Investasi dan Belanja Infrastruktur... 60

4. Perkembangan Penerimaan Pajak dan Investasi ... 63


(17)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dasar pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia dimulai sejak Undang-Undang dasar 1945 yang mengamanatkan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas provinsi-provinsi yang lebih lanjut dibagi atas kabupaten dan kota. Setiap daerah memiliki hak dan kewajiban untuk mengatur dan melaksanakan urusan pemerintahannya sendiri yang menjadi wewenangnya dan sesuai dengan kemampuan keuangan daerah yang dimiliki.

Otonomi daerah adalah salah satu kebijakan yang dikeluarkan pemerintah pusat semenjak diberlakukannya UU No. 22 Th 1999 tentang Pemerintahan Daerah, yang kemudian diubah menjadi UU No. 32 Tahun 2004 dan UU No. 25 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah kemudian dan diubah kembali dengan UU No. 33 tahun 2004. Pelaksanaan undang-undang ini telah menyebabkan perubahan yang mendasar mengenai pengaturan hubungan Pusat dan Daerah, khususnya dalam bidang administrasi pemerintahan maupun dalam hubungan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah, yang dikenal sebagai era otonomi daerah.


(18)

Tujuan utama penyelenggaraan otonomi daerah adalah untuk meningkatkan pelayanan publik dan memajukan perekonomian daerah. Pada dasarnya

terkandung tiga misi utama pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal, yaitu : (1) meningkatkan kualitas dan kuantitas pelayanan publik dan

mensejahterakan masyarakat, (2) menciptakan efisiensi dan efektivitas

pengelolaan sumber daya daerah, dan (3) memberdayakan dan menciptakan ruang bagi masyarakat (publik) untuk berpartisipasi dalam proses pembangunan

(Mardiasmo, 2002:76). Dalam penjelasan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 juga dinyatakan bahwa untuk menyelenggarakan Otonomi Daerah yang luas, nyata, dan bertanggung jawab diperlukan kewenangan dan kemampuan menggali sumber-sumber keuangan sendiri, yang didukung oleh perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah serta antara provinsi dan kabupaten/kota yang merupakan prasyarat dalam sistem pemerintah daerah. Dengan desentralisasi juga diharapkan adanya pelimpahan wewenang dan tanggung jawab terhadap sumber-sumber keuangan untuk menyediakan pelayanan publik.

Pelaksanaan desentralisasi fiskal dan otonomi daerah di Indonesia telah diberlakukan secara efektif sejak 1 Januari 2001. Melalui kebijakan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal, pemerintah daerah diberi wewenang atau

kekuasaan untuk mengatur dan menjalankan roda pemerintahannya sesuai dengan undang-undang yang berlaku. Pemerintah daerah didorong untuk dapat lebih mengembangkan daerah otonom agar mampu bersaing dengan daerah lain dan menyusun prioritas pembangunan yang dibutuhkan sesuai dengan potensi-potensi yang dimiliki oleh daerah tersebut sehingga dapat mendorong pemerataan


(19)

Pada dasarnya desentralisasi fiskal dan otonomi daerah akan berjalan dengan lancar jika didukung oleh kemampuan keuangan daerah yang memadai. Dalam undang-undang nomor 33 tahun 2004 telah diatur sumber-sumber keuangan daerah yang dapat digunakan untuk menjalakan pemerintahan yang menjadi tanggung jawab pemerintah daerah. Sumber-sumber yang dapat digunakan antara lain yaitu pendapatan asli daerah, dana perimbangan, pinjaman daerah, hibah dan pendapatan lain-lain yang sah.

Pemerintah daerah diharapkan dapat menggali semua potensi PAD yang dimiliki untuk dapat membiayai pemerintahannya sendiri. Menurut Halim (2007:130), ketergantungan kepada bantuan pusat harus seminimal mungkin, sehingga PAD harus menjadi sumber keuangan terbesar yang didukung oleh kebijakan

perimbangan keuangan pusat dan daerah. Santosa dan Rahayu (dalam Parmawati, 2010:7) menyebutkan bahwa PAD sebagai salah satu penerimaan daerah

mencerminkan tingkat kemandirian daerah. Semakin besar PAD maka menunjukan bahwa daerah mampu melaksanakan desentralisasi fiskal dan ketergantungan terhadap Pemerintah Pusat berkurang. Sampai saat ini potensi pendapatan asli daerah masih menitikberatkan pada perolehan pajak dan retibusi daerah.

Dalam era otonomi daerah sekarang ini, daerah diberikan kewenangan yang lebih besar untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri. Sejalan dengan kewenangan tersebut, Pemerintah Daerah diharapkan lebih mampu menggali sumber-sumber keuangan khususnya untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan pemerintahan dan pembangunan di daerahnya melalui PAD.


(20)

Tuntutan peningkatan PAD semakin besar seiring dengan semakin banyaknya kewenangan pemerintahan yang dilimpahkan kepada daerah disertai pengalihan personil, peralatan, pembiayaan dan dokumentasi (P3D) ke daerah dalam jumlah besar (Sidik, 2002:3). Sumber-sumber penerimaan daerah yang potensial harus digali secara maksimal, termasuk diantaranya adalah pajak daerah dan retribusi daerah yang memang telah sejak lama menjadi unsur PAD yang utama.

Pemberian kewenangan dalam pengenaan pajak dan retribusi daerah, diharapkan dapat lebih mendorong Pemerintah Daerah terus berupaya untuk mengoptimalkan PAD, khususnya yang berasal dari pajak daerah dan retribusi daerah.

Pajak daerah merupakan salah satu bentuk peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan otonomi daerah. Pajak daerah merupakan sumber pendapatan daerah yang penting untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan dan

pembangunan daerah. Pajak merupakan urat nadi perekonomian suatu daerah. Di setiap daerah di Indonesia penerimaan dari sektor pajak selalu meningkat. Hal ini dapat dilihat dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), besaran pos penerimaan pajak selalu bertambah dari tahun ke tahun. Penerimaan dari sektor pajak menjadi penting karena pajak merupakan pendapatan utama sebuah daerah.

Anggaran pendapatan dan belanja merupakan instrumen kebijakan fiskal pemerintah untuk mempengaruhi pertumbuhan perekonomian. Kebijakan fiskal bekerja mempengaruhi perekonomian melalui anggaran yang berfungsi sebagai alokasi, distribusi dan stabilisasi (Musgrave, 1996 dalam Parmawati dan

Sasana,2010:9). APBD adalah suatu wujud implementasi pengelolaan keuangan daerah sejak pelaksanaannya desentralisasi fiskal yang sepenuhnya dipegang dan


(21)

dilaksanakan oleh pemerintah daerah. Selain di lihat dari segi pendapatannya atau penrimaan daerahnya, APBD juga dilihat dari anggaran belanja yang merupakah salah satu instrumen kebijakan fiskal pemerintah untuk mempengaruhi

pertumbuhan perekonomian.

Pada awal penerapan kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah terlihat jika peranan pajak dalam membiayai pemerintahan masih terlalu kecil jika

dibandingkan dengan dana transfer dari pemerintah pusat. Namun seiring berjalannya waktu penerimaan asli daerah terus meningkat dan menunjukkan tingkat kemandirian daerah yang lebih baik. Meskipun tidak dapat dipungkiri bahwa tanpa adanya bantuan dari pusat, maka kegiatan-kegiatan pemerintah daerah untuk perekonomian akan terhambat.

Pada sisi pengeluaran anggaran belanja pemerintah sebagian digunakan untuk pembangunan infrastruktur. Penyediaan infrastruktur merupakan komponen penting dalam sistem kehidupan, pemerintahan, kemasyarakatan, dan

perekonomian. Pembangunan infrastruktur sejalan dengan kondisi perekonomian makro didalam negara yang bersangkutan. Infrastruktur memiliki peran yang luas dan mencakup berbagai konteks dalam pembangunan baik dalam konteks fisik lingkungan, ekonomi, sosial budaya, dan konteks lain. Infrastruktur diharapkan mampu menciptakan mobilitas sosial dan ekonomi masyarakat serta dapat memperlancar arus perekonomian. Hal ini dikarenakan infrastruktur merupakan driving forcedalam pertumbuhan ekonomi.

Dalam rangka mempercepat pembangunan ekonomi daerah, pemda selain menggali potensi daerah juga diharapkan mampu meningkatkan investasi yang


(22)

masuk kedaerah. Dengan meningkatnya investasi di daerah maka akan membawa dampak ganda, yaitu memperbesar peluang untuk penyerapan tenaga kerja dan peningkatan kesejahteraan masyarakat (Saragih, 2003). Pemanfaatan potensi sumber daya yang dimiliki merupakan peluang yang baik untuk dikembangkan bagi kesejahteraan masyarakat lokal. Jika investasi daerah berkembang dengan baik, maka akan mendorong pertumbuhan industri dan peningkatan perdagangan barang dan jasa antar daerah. Investasi adalah pengaitan sumber-sumber dalam jangka panjang untuk menghasilkan laba di masa yang akan datang (Mulyadi, 2001:23).

Pembangunan daerah secara menyeluruh dan berkesinambungan akan lebih sulit dilakukan pemerintah daerah apabila tanpa adanya dukungan dari pihak swasta. Disamping menggali sumber pembiayaan asli daerah dan dana transfer pemerintah pusat, pemerintah daerah juga mengundang sumber pembiayaan dari pihak swasta salah satunya adalah Penanaman Modal (Sarwedi 2002 dalam Sagita 2013:4). Untuk mendukung hal tersebut, pemerintah daerah perlu membuat kebijakan yang mendukung penanaman modal yang saling menguntungkan baik bagi pemerintah daerah, pihak swasta maupun terhadap masyarakat daerah. Tumbuhnya iklim investasi yang sehat dan kompetitif diharapkan akan memacu perkembangan investasi yang saling menguntungkan dalam pembangunan daerah.

Provinsi Lampung sebagai salah satu daerah yang telah melaksanakan otonomi daerah merupakan salah satu Provinsi yang memiliki potensi yang cukup baik, terutama potensi pada sumber daya alam. Dilihat dari segi potensi ekonomi, saat


(23)

ini Lampung merupakan salah satu Provinsi sebagai lumbung pangan di Indonesia. (Capaian Kinerja Pembangunan Provinsi Lampung, 2011). Dalam penerimaan daerah, pendapatan daerah provinsi Lampung terdiri dari pendapatan asli dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang berupa pajak daerah, retribusi daerah, BUMD dan lain–lain Pendapatan asli Daerah yang sah, dana perimbangan dan pendapatan lainnya yang sah. Perbedaan sumber daya yang dimiliki setiap daerah menyebabkan pendapatan daerah berbeda-beda. Hal itu mendorong pemerintah melakukan transfer ke daerah dalam bentuk dana perimbangan. Akan tetapi potensi sesungguhnya dalam PAD yaitu berasal dari penerimaan pajak daerah. Setiap tahunnya pajak daerah adalah sektor yang berkontribusi terbesar dalam PAD.

Tabel 1. Realisasi Pendapatan Pemerintah Provinsi Lampung 2009-2011 (dalam ribu rupiah)

No Jenis pendapatan 2009 2010 2011

1 Silpa 183.672.386 79.029.067 161.181.630

2 Pendapatan Asli Daerah Pajak daerah

Retribusi HPKD

Lain-lain yg sah

860.357.826 725.464.224 7.266.015 12.137.116 47.490.471 1.118.340.908 951.316.482 7.059.463 12.869.366 147.095.597 1.395.675.721 1.199.945.830 8.689.231 19.389.638 167.642.021 3 Dana perimbangan

DBH DAU DAK Dana Penyesuaian 829.026.291 160.504.618 628.505.673 40.016.000 -970.241.277 237.470.234. 643.376.134 27.537.800 61.821.109 1.063.287.255 251.104.017 769.973.038 42.210.200 -4 Lain-lain pendapatan

yang sah Hibah Lainnya 53.002.724 2.067.905 50.934.819 3.101.946 3.101.946 -69.027.926 69.027.926 -Jumlah 1.724.386.841 2.091.684.131 2.527.990.902 Sumber: Lampung Dalam Angka 2013, BPS


(24)

Pada Tabel 1, dapat dilihat bahwa realisasi pendapatan daerah Provinsi Lampung terus meningkat setiap tahunnya. Terjadi peningkatan yang cukup signifikan hanya dalam kurun waktu tiga tahun. Dari yang sebesar Rp. 1.724.386.841.000 pada tahun 2009, menjadi sebesar Rp. 2.527.990.902.000 pada tahun 2011. Dalam realisasi pendapatan daerah tersebut dapat dilihat bahwa pendapatan provinsi Lampung paling besar disumbang dari sektor penerimaan pajak. Sektor pajak menyumbang hampir 50% dari total pendapatan daerah pada tahun 2011. Pemerintah harus labih berupaya untuk meningkatkan PAD agar tidak bergantung pada dana perimbangan dari pemerintah pusat.

Dalam pos belanja pemerintah, jumlah belanja infrastruktur di Provinsi Lampung berfluktuatif setiap tahunnya. Kondisi infrastruktur menjadi perhatian karena merupakan faktor penting pendorong perekonomian. Berikut merupakan kondisi belanja infrastrukur di Provinsi Lampung.

Tabel 2. Belanja Infrastruktur Provinsi Lampung 2001-2013. Tahun Belanja Infrastruktur Perkembangan (%)

2001 20.665 0

2002 23.403 0.1325

2003 41.523 0.7743

2004 21.766 -0.4758

2005 23.772 0.0922

2006 24.185 0.0174

2007 13.614 -0.4371

2008 54.854 3.0292

2009 98.062 0.7877

2010 65.171 -0.3354

2011 264.110 3.0526

2012 447.013 0.6925

2013 195.067 -0.5636


(25)

Pada Tabel 2, dapat dilihat anggaran belanja infrastruktur pemerintah provinsi Lampung. Belanja infrastuktur di Provinsi Lampung berfluktuasi setiap tahunnya. Pada tahun 2001-2003 mengalami kenaikan, lalu pada 2004 menurun. Pada 2004-2006 menalami kenaikan dan 2007 kembali terjadi penurunan. Pada 2008-2012 terjadi kenaikan yang cukup tajam, lalu kembali menurun pada 2013.

Dari segi infrastruktur, saat ini infrastruktur di Provinsi Lampung dapat dikatakan cukup memprihatinkan. Salah satu kondisi infrastruktur yang menjadi perhatian adalah kondisi infrastruktur transportasi. Berikut merupakan kondisi infrastrukur transportasi jalan sampai Desember 2011 dan September tahun 2012 di Provinsi Lampung.

Tabel 3. Kondisi Ruas Jalan, Status Jalan Provinsi, Desember 2011. Kondisi

Jalan

% Baik Sedang Rusak

Ringan

Rusak Berat Mantap 48,618 33,178 15,440

Tidak Mantap

51,281 14,326 36,955

Total (%) 100,00 33,178 15,440 14,326 36,955 Sumber: Dinas Bina Marga Provinsi Lampung

Tabel 4. Kondisi Ruas Jalan, Status Jalan Provinsi, September 2012. Kondisi

Jalan

% Baik Sedang Rusak

Ringan

Rusak Berat Mantap 53,58 37,09 16,49

Tidak Mantap

47,84 13,60 34,24

Total (%) 101,42 37,09 16,49 13,60 34,24 Sumber: Dinas Bina Marga Provinsi Lampung


(26)

Data tersebut menggambarkan bagaimana kondisi infrastruktur jalan di Provinsi Lampung. Dapat dilihat pada Tabel 3 dan Tabel 4, sampai dengan Desember 2011 kondisi jalan mantap hanya mencapai 48,618%. Walaupun pada September 2012 kondisi jalan mantap terjadi perbaikan menjadi 53,58%, namun kondisi yang demikian belum mampu untuk menunjang suatu kondisi infrastruktur jalan yang ideal.

Selain itu secara letak geografis, Provinsi Lampung merupakan wilayah kawasan sekitar ibu kota Indonesia yaitu Jakarta dan provinsi paling selatan Pulau

Sumatera. Dilihat dari potensi dan letak geografis, maka Provinsi Lampung seharusnya merupakan provinsi yang banyak diminati oleh penanam modal atau investor untuk melakukan investasi, terutama investasi sektor riil baik yang berasal dari dalam negeri maupun asing.

Tabel 5. Realisasi Investasi di Provinsi Lampung 2004-2011

Tahun Jumlah Proyek Nilai Investasi Jumlah (Rp) PMA+PMDN PMA PMDN PMA (US$) PMDN (Rp)

2004 8 2 280.406.939 618.000.000 2.524.280.451.000 2005 14 8 63.498.091 1.440.039.566.000 2.011.522.475.000 2006 10 13 178.282.567 3.763.050.000.000 5.367.593.103.000 2007 13 7 248.283.336 951.356.400.000 3.185.888.424.000 2008 2 7 19.557.747 622.635.916.800 798.655.640.000 2009 17 10 470.530.463 471.430.641.606 5.246.735.268.464 2010 36 53 624.724.659 7.583.944.825.370 13.206.466.756.370 2011 58 92 827.889.065 10.268.952.530.000 17.719.954.115.000 Sumber : Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan Terpadu Daerah


(27)

Pada Tabel 5, dapat diketahui jumlah realisasi investasi di Provinsi Lampung yang bersummber dari PMA dan PMDN tahun 2004-2011. Realisasi investasi pada tahun 2005 mengalami penurunan dari tahun sebelumnya yaitu menjadi 2.011.522.475.000 pada tahun 2005. Pada tahun 2006 investasi diprovinsi lampung mengalami kenaikan, baik dari segi jumlah proyek maupun nilai

investasi yaitu sebesar 5.367.593.103.000. Kemudian pada tahun 2007 dan 2008 nilai investasi terus menurun. Jumlah proyek juga mengalami penurunan yang cukup drastis. Pada tahun 2009-2011 jumlah proyek investasi terus mengalami peningkatan. Nilai investasi juga mengalami lonjakan yang sangat drastic hingga mencapai 17.719.954.115.000 pada tahun 2011. Jumlah investasi yang masuk ini tidak dapat diperkirakan sebelumnya. Hal ini dipengaruhi oleh beberapa hal termasuk diantaranya infrastruktur yang memadai.

Demi terciptanya ekonomi yang berkembang di Provinsi Lampung maka pembangunan ekonomi harus dilakukan oleh pemerintah daerah. Pemerintah Lampung harus mampu memanfaatkan seluruh dana yang ada untuk

pembangunan ekonomi. Dalam hal untuk meningkatkan pendapatan didaerah Lampung dibutuhkan peran serta sektor swasta sebagai modal untuk membangun daerah ini. Sebagai pedoman perencanaan guna meningkatkan pembangunan di daerah Lampung, Pemerintah harus menggunakan metode pembangunan dari bawah ke atas agar pembangunan ekonomi di daerah ini bisa berkelanjutan dan sesuai dengan harapan.

Hal yang penting bagi pemerintah adalah mengetahui ada tidaknya hubungan kausalitas antara PAD, belanja infrastruktur dan investasi di Provinsi Lampung. Sifat dari hubungan tersebut diperlukan bagi pemerintah daerah dalam


(28)

langkah-langkah meningkatkan peranannya untuk meningkatkan produk masyarakat yang berkualitas, yang selanjutnya akan mendorong kemajuan pembangunan

daerahnya. Salah satu tujuan utama dilaksanakannya otonomi daerah yaitu untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Diharapkan dengan kebijakan yang tepat antara pemungutan pajak, pembangunan infrastruktur dan masuknya investasi swasta mampu mewujudkan tujuan otonomi tersebut.

Berdasarkan kondisi tersebut, penulis tertarik melakukan penelitian mengenai permasalahan ini, dan menyajikannya ke dalam bentuk penelitian dengan judul “Kausalitas Pajak, Belanja Infrastruktur dan Investasi di Provinsi

Lampung”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, Maka rumusan masalah yang dapat diambil yaitu:

1. Apakah terdapat kausalitas antara Pajak dan Belanja Infrastruktur di Provinsi Lampung?

2. Apakah terdapat kausalitas antara Pajak dan Investasi di Provinsi Lampung?

3. Apakah terdapat kausalitas antara Belanja Infrastruktur dan Investasi di Provinsi Lampung?


(29)

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk menganalisis pola hubungan antara Pajak, infrastruktur jalan dan investasi di Provinsi Lampung. Secara umum penelitian ini bertujuan untuk :

1. Menganalisis apakah terdapat kausalitas antara Pajak dan Belanja Infrastruktur di Provinsi Lampung

2. Menganalisis apakah terdapat kausalitas antara Pajak dan Investasi di Provinsi Lampung

3. Menganalisis apakah terdapat kausalitas antara belanja infrastruktur dan investasi di Provinsi Lampung

D. Kerangka Pemikiran

Kebijakan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal adalah salah satu kebijakan yang diambil oleh pemerintah dalam bidang fiskal. Dengan diterapkannya kebijakan fiskal ini maka akan mempengaruhi sistim anggaran yang merupakan implementasi dari penerapan kebijakan tersebut khususnya dalam mengelola keuangan daerah. Kebijakan tersebut akan mempengaruhi perekonomian di daerah melalui siklus APBD pada penerimaan daerah dan pengeluaran daerahnya.

Pajak merupakan urat nadi perekonomian suatu Negara ataupun daerah. Di setiap daerah di Indonesia penerimaan dari sektor pajak selalu meningkat. Hal ini dapat dilihat dalam APBD, besaran pos penerimaan pajak selalu bertambah dari tahun ke tahun. Penerimaan dari sektor pajak menjadi penting karena pajak merupakan


(30)

pendapatan utama sebuah daerah, termasuk Provinsi Lampung. Penerimaan sektor pajak sangat penting bagi keberlangsungan perekonomian suatu Negara.

Dengan meningkatnya penerimaan pajak suatu daerah maka menunjukan bahwa jumlah pendapatan daerah yang dapat dialokasikan untuk belanja daerah semakin meningkat. Sebagian besar pengeluaran pemerintah dibiayai oleh pajak. Misal pengeluaran pemerintah untuk belanja pegawai, pembangunan infrastruktur, belanja barang dan jasa dan masih banyak lagi. Dengan meningkatnya penerimaan pajak, dapat mendorong peningkatan belanja pemerintah untuk penyediaan

infrastruktur publik. Semakin besar pendapatan daerah, maka semakin besar dana yang bisa dialokasikan untuk membangun infrastruktur. Teori ekonomi Keynes menjelaskan hipotesis siklus arus uang yang mengacu pada ide bahwa

peningkatan belanja (konsumsi) dalam suatu perekonomian akan meningkatkan pendapatan yang kemudian akan mendorong lebih meningkatkan lagi belanja dan pendapatan. Dengan sistem penyusunan defisit anggaran, maka pemerintah akan menerapkan kebijakan Fiskal Ekspansif, yaitu kebijakan meningkatkan

penerimaan pajak untuk membiayai defisit anggaran. Jika semakin besar belanja pemerintah, maka pemerintah akan memacu peningkatan penerimaan asli

daerahnya, terutama dari sektor pajak untuk membiayai belanja tersebut.

Besaran alokasi dana pembangunan infrastruktur yang dilakukan pemerintah tidak lain yaitu untuk mendukung investasi dan daya saing daerah. Dengan tersedianya infrastruktur yang baik diharapkan mampu menarik investasi untuk

mengembangkannya atau menanamkan investasinya didaerah tersebut. Begitu juga sebaliknya, infrastruktur yang buruk dapat menjadi hambatan investasi untuk masuk. Investasi juga dapat mempengaruhi belanja infrastruktur melalui


(31)

pertumbuhan ekonomi. Pada saat banyak investor yang menanamkan investasinya maka akan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi, akan meningkatkan kegiatan perekonomian masyarakat dan meningkatkan output masyarakat. Dengan

meningkatnya jumlah investasi yang masuk, maka pemerintah akan menerapkan kebijakan belanjanya menyesuaikan untuk melengkapi sarana prasarana

penunjang investasi. Hal ini dilakukan untuk mendorong output masyarakat. Investasi swasta dipandang sebagai jalan utama untuk mempengaruhi

pertumbuhan ekonomi melalui perpajakan (Widmalm dan Romer dalam John 2010). Pajak yang lebih tinggi mengurangi jumlah tabungan, menghambat investasi swasta dan konsumsi, sehingga menghambat pertumbuhan ekonomi. Selain itu, pajak yang lebih tinggi membuat insentif bagi agen untuk terlibat dalam kegiatan yang kurang produktif dan lebih ringan dikenakan pajak, yang mengarah ke tingkat ekonomi yang lebih rendah dari pertumbuhan ekonomi (Myles dalam John 2010). Selain itu investasi yang tinggi akan meningkatkan penerimaan pajak bertambah. Peningkatan investasi akan meningkatkan output masyarakat. Produktivitas masyarakat diharapkan semakin tinggi dan pada gilirannya terjadi peningkatan pertumbuhan ekonomi daerah. Semakin meningkat produk daerah maka pendapatan masyarakat akan semakin tinggi dari hasil penjualan produk daerah, sehingga pemerintah dapat menyerap kembali dalam bentuk pajak daerah. Hal ini akan meningkatkan pendapatan PAD. Hal ini berarti jika semakin besar investasi daerah, maka penerimaan daerah dari sektor pajak akan meningkat. Hal ini karena kemampuan masyarakat untuk membayar pajak meningkat, dan juga objek pajak akan bertambah.


(32)

Gambar 1. Kerangka Pemikiran

E. Hipotesis

Hipotesis dalam penelitian ini yaitu :

1. Diduga terdapat hubungan kausalitas antara Pajak dan belanja infrasturktur di Provinsi Lampung

2. Diduga terdapat hubungan kausalitas antara belanja infrastruktur dan investasi di Provinsi Lampung

3. Diduga terdapat hubungan kausalitas antara Pajak dan investasi di Provinsi Lampung

PAD

Investasi


(33)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori

1. Otonomi Daerah dan Desentralisasi Fiskal

Dalam istilah, otonomi secara etimologi berasal dari bahasa/kata latin yaitu "autos yang berarti "sendiri", dan "nomos" yang berarti "aturan". Sehingga otonomi diartikan "pengundangan sendiri", “mengatur atau memerintah sendiri”. Menurut Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Dari pengertian tersebut di atas dapat diartikan bahwa otonomi daerah merupakan kemerdekaan atau kebebasan menentukan aturan sendiri berdasarkan perundang-undangan, dalam memenuhi kebutuhan daerah sesuai dengan potensi dan

kemampuan yang dimiliki oleh daerah. Otonomi daerah yang sudah berjalan di negara kita diharapkan bukan hanya pelimpahan wewenang dari pusat kepada daerah untuk menggeser kekuasaan. Hal itu ditegaskan oleh Kaloh (2002:47), bahwa otonomi daerah harus didefinisikan sebagai otonomi bagi rakyat daerah dan bukan otonomi "daerah" dalam pengertian wilayah/teritbrial tertentu di


(34)

tingkat lokal. Otonomi daerah bukan hanya merupakan pelimpahan wewenang tetapi juga peningkatan partisipasi masyarakat dalam pembangunan daerah. Berbagai manfaat dan argumen yang mendukung pelaksanaan otonomi daerah tidak langsung dapat dianggap bahwa otonomi adalah sistem yang terbaik. Berbagai kelemahan masih menyertai pelaksanaan otonomi yang harus diwaspadai dalam pelaksanaannya.

Asas-asas penyelenggaraan pemerintah daerah di Indonesia berdasarkan Undang-Undang No.33 tahun 2004 dibagi menjadi tiga, yaitu : desentralisasi,

dekonsentrasi, dan tugas pembantuan. Konsekuensi dari pelimpahan sebagian wewenang pemerintahan dari pusat ke daerah otonom, tidak lain adalah

penyerahan dan pengalihan pembiayaan, sarana dan prasarana, serta sumber daya manusia (SDM) sesuai dengan kewenangan yang diserahkan tersebut.

Desentralisasi fiskal adalah suatu proses distribusi anggaran dari tingkat pemerintahan yang lebih tinggi kepada pemerintahan yang lebih rendah untuk mendukung fungsi atau tugas pemerintahan dan pelayanan publik sesuai dengan banyaknya kewenangan bidang pemerintahan yang dilimpahkan. Menurut Kusaini (2006:6), Desentralisasi fiskal merupakan pelimpahan kewenangan di bidang penerimaan anggaran atau keuangan yang sebelumnya tersentralisasi, baik secara administrasi maupun pemanfaatannya diatur atau dilakukan oleh pemerintah pusat.

Pemberian otonomi daerah melalui desentralisasi fiskal terkandung tiga misi utama (Fahmi, 2013:3), yaitu:


(35)

• Meningkatkan kualitas pelayanan umum dan kesejahteraan masyarakat.

• Memberdayakan dan menciptakan ruang bagi masyarakat untuk ikut serta (berpartisipasi) dalam proses pembangunan.

a. Teori Pengelolaan Pemerintaan Daerah dalam Otonomi Daerah

Penerapan otonomi daerah oleh pemerintah pusat di Indonesia memiliki tujuan untuk kemandirian pemerintah daerah dalam mengelola rumah tangganya. Dalam penerapannya pemerintah pusat tidak lepas tangan secara penuh dan masih memberikan bantuan kepada pemerintah daerah berupa dana perimbangan yang dapat digunakan untuk pembangunan dan menjadi komponen penerimaan daerah dalam APBD. Menurut Sidik (2002:5), transfer pemerintah pusat diharapkan menjadi faktor pendorong bagi pemerintah daerah untuk meningkatkan upaya pengumpulan penerimaan daerahnya. Pemerintah daerah harus dapat menjalankan rumah tangganya secara mandiri dengan mengupayakan peningkatan pelayanan publiknya. Belanja daerah yang dilakukan pemerintah dalam meningkatkan pelayanan publik digunakan untuk pembangunan, perbaikan sektor pendidikan, kesehatan, transportasi dan sebagainya, sehingga masyarakat juga menikmati manfaat dari pembangunan daerah. Tersedianya infrastruktur yang baik diharapkan dapat menciptakan efisiensi dan efektivitas diberbagai sektor.

Produktivitas masyarakat diharapkan semakin tinggi dan pada gilirannya terjadi peningkatan pertumbuhan ekonomi daerah. Pembangunan dalam sektor pelayanan publik akan merangsang masyarakat untuk lebih aktif dalam meningkatkan

produktivitasnya dan bergairah dalam bekerja karena ditunjang oleh fasilitas yang memadai, selain itu investor juga akan tertarik berinvestasi karena fasilitas yang


(36)

tersedia di daerah. Semakin meningkat produk daerah maka pendapatan masyarakat akan semakin tinggi dari hasil penjualan produk daerah, sehingga pemerintah dapat menyerap kembali dalam bentuk pajak daerah. Selain itu,

semakin besar investasi masuk maka jumlah objek pajak akan semakin meningkat. Hal ini akan meningkatkan pendapatan PAD dari sektor pajak.

b. Teori Peranan Pemerintah dalam Perekonomian

Dalam lingkup regional, pemerintah mempunyai peranan dan fungsi yang strategis dalam mempengaruhi perekonomian. Dalam pandangan Klasik Adam Smith, pemerintah mempunyai tiga fungsi, yaitu: fungsi pemerintah memelihara ketahanan dan keamanan, fungsi pemerintah untuk menyelenggarakan keadilan serta fungsi pemerintah untuk menyediakan baran-barang umum.

Menurut Musgrave (Kuncoro,2007:12), dalam pandangan teori ekonomi publik, kebijakan pemerintah berperan dalam mempengaruhi perekonomian melalui anggaran berfungsi sebagai alokasi, distribusi dan stabilisasi. Menurut Sutriono (Sagita, 2013:21), fungsi tersebut dijelaskan sebagai berikut;

• Fungsi alokasi, yaitu pemerintah berperan dalam mengalokasikan sumber-sumber perekonomian kepada seluruh masyarakat secara efisien.

• Fungsi distribusi, yaitu pemerintah berperan dalam memeratakan kesejahteraan masyarakat secara proporsional untuk mencapai pertumbuhan ekonomi masyarakat yang optimal.

• Fungsi stabilisasi, yaitu pemerintah berperan dalam menjaga dan menjamin perekonnomian secara makro.

Dalam mencapai sistem pemerintahan yang efektif dan efisien ketiga fungsi anggaran tersebut ditempuh dengan mengalokasikan transfer ke daerah. Fisher


(37)

(dalam Parmawati, 2010:5), memberikan gambaran bahwa transfer sudah merupakan fenomena umum yang terjadi disemua negara di dunia terlepas dari sistem pemerintahannya dan bahkan sudah menjadi ciri yang paling menonjol dalam hubungan keuangan antara pusat dan daerah.

c. Teori Pengelolaan Keuangan Pemerintah

Dalam analisis Keuangan Negara, model-model tradisional menyatakan bahwa baik pengeluaran maupun penerimaan pemerintah ditentukan secara simultan sebagai“kemurahan hati pemerintah”(benevolent government) dalam upaya pemerintah untuk memaksimalkan fungsi kesejahteraan masyarakatnya (social welfare fuction) (Cullis dan Jones dalam Sidik, 2002:24). Aliran teori yang berbeda-beda mengenai interdependensi antara kedua variabel tersebut berawal dari debat antara hipotesis pajak dan pengeluaran (tax and spend) dengan pengeluaran dan pajak (spend and tax). Kausalitas dari pengeluaran menuju penerimaan (spend and tax) berarti bahwa pengeluaran berubah sebelum terjadi perubahan penerimaan. Hal ini terjadi ketika kenaikan pengeluaran tersebut diciptakan oleh kejadian-kejadian khusus yang menyebabkan pemerintah

menaikkan pajak agar masyarakat tetap memperoleh pelayanan publik. Hipotesis ini ditujukan pertama kali oleh Peacock dan Wiseman (dalam Kuncoro, 2007:27), mereka berargumen bahwa kenaikan pengeluaran pemerintah (sebagai akibat dari suatu gejolak) akan berlanjut (persistent) walaupun gejolak itu telah selesai.

Implikasi dari arah kausalitas ini adalah bahwa sistem pengelolaan keuangan daerah adalah desentralisasi. Kausalitas dari penerimaan menuju pengeluaran (tax and spend), mengindikasikan bahwa penerimaan berubah sebelum terjadi


(38)

perubahan pengeluaran. Ini terjadi ketika tingkat pengeluaran disesuaikan dengan perubahan penerimaan, karena kenaikan pajak mengarah pada kenaikan

pengeluaran sehingga pengeluaran dapat naik atau turun terhadap level berapa pun yang dapat disokong oleh penerimaan (Friedman 1978 dalam Kuncoro 2007:10).

Implikasi dari arah kausalitas ini adalah bahwa sistem pengelolaan keuangan daerah dengan sentralisasi. Kausalitas secara timbal balik (bidirection) terjadi ketika pengeluaran berubah bersamaan dengan perubahan penerimaan. Ini berarti pemerintah melakukan sinkronisasi fiskal. Hipotesis sinkronisasi fiskal ini valid ketika keputusan perubahan sisi penerimaan dan pengeluaran disesuaikan dengan tuntutan masyarakat. Proposisi ini pertama kali diajukan oleh Musgrave (dalam Afrizal, 2013:12). Implikasi dari arah kausalitas ini adalah bahwa sistem

pengelolaan keuangan daerah diputuskan secara bersama-sama antara kontrol dari pusat dan tuntutan daerah.

2. Teori Pajak

Menurut Prof. Dr. H. Rochmat Soemitro SH (dalam Waluyo, 2009:36), pajak adalah iuran rakyat kepada Kas Negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontra prestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum. Definisi tersebut kemudian dikoreksinya yang berbunyi sebagai berikut: Pajak adalah peralihan kekayaan dari pihak rakyat kepada Kas Negara untuk membiayai pengeluaran rutin dan surplusnya digunakan untukpublic savingyang merupakan sumber utama untuk membiayaipublic investment.


(39)

Pajak dari perspektif ekonomi dipahami sebagai beralihnya sumber daya dari sektor privat kepada sektor publik. Pemahaman ini memberikan gambaran bahwa adanya pajak menyebabkan dua situasi menjadi berubah. Pertama, berkurangnya kemampuan individu dalam menguasai sumber daya untuk kepentingan

penguasaan barang dan jasa. Kedua, bertambahnya kemampuan keuangan negara dalam penyediaan barang dan jasa publik yang merupakan kebutuhan masyarakat.

a. Fungsi Pajak

Pajak mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan bernegara, khususnya di dalam pelaksanaan pembangunan karena pajak merupakan sumber pendapatan negara untuk membiayai semua pengeluaran termasuk pengeluaran pembangunan. Berdasarkan hal diatas maka pajak mempunyai beberapa fungsi, yaitu:

• Fungsi anggaran (budgetair)

Sebagai sumber pendapatan negara, pajak berfungsi untuk membiayai

pengeluaran-pengeluaran negara. Untuk menjalankan tugas-tugas rutin negara dan melaksanakan pembangunan, negara membutuhkan biaya. Biaya ini dapat

diperoleh dari penerimaan pajak. Dewasa ini pajak digunakan untuk pembiayaan rutin seperti belanja pegawai, belanja barang, pemeliharaan, dan lain sebagainya. Untuk pembiayaan pembangunan, uang dikeluarkan dari tabungan pemerintah, yakni penerimaan dalam negeri dikurangi pengeluaran rutin. Tabungan

pemerintah ini dari tahun ke tahun harus ditingkatkan sesuai kebutuhan

pembiayaan pembangunan yang semakin meningkat dan ini terutama diharapkan dari sektor pajak.


(40)

• Fungsi mengatur (regulerend)

Pemerintah bisa mengatur pertumbuhan ekonomi melalui kebijaksanaan pajak. Dengan fungsi mengatur, pajak bisa digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan. Contohnya dalam rangka menggiring penanaman modal, baik dalam negeri maupun luar negeri, diberikan berbagai macam fasilitas keringanan pajak. Dalam rangka melindungi produksi dalam negeri, pemerintah menetapkan bea masuk yang tinggi untuk produk luar negeri.

• Fungsi stabilitas

Dengan adanya pajak, pemerintah memiliki dana untuk menjalankan kebijakan yang berhubungan dengan stabilitas harga sehingga inflasi dapat dikendalikan, Hal ini bisa dilakukan antara lain dengan jalan mengatur peredaran uang di masyarakat, pemungutan pajak, penggunaan pajak yang efektif dan efisien.

• Fungsi redistribusi pendapatan

Pajak yang sudah dipungut oleh negara akan digunakan untuk membiayai semua kepentingan umum, termasuk juga untuk membiayai pembangunan sehingga dapat membuka kesempatan kerja, yang pada akhirnya akan dapat meningkatkan pendapatan masyarakat.

b. Penerimaan Pajak

Penerimaan pajak adalah penghasilan yang diperoleh oleh pemerintah yang bersumber dari pajak rakyat. Tidak hanya sampai pada definisi singkat di atas bahwa dana yang diterima di kas negara tersebut akan dipergunakan untuk pengeluaran pemerintah untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat,


(41)

negara ini yaitu menyejahterakan rakyat, menciptakan kemakmuran yang berasaskan kepada keadilan sosial.

Untuk dapat mencapai tujuan ini, negara harus melakukan pembangunan disegala bidang. Sebagai sebuah negara yang berdasarkan hukum material/sosial,

Indonesia menganut prinsip pemerintahan yang menciptakan kemakmuran rakyat. Dalam hal ini, ketersediaan dana yang cukup untuk melakukan pembangunan merupakan faktor yang sangat penting. Dalam menjamin ketersediaan dana untuk pembangunan ini, salah satu cara yang dilakukan pemerintah adalah dengan melakukan pemungutan pajak.

3. Teori Belanja Daerah

Menurut Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah bahwa belanja daerah adalah semua kewajiban daerah yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan.

Peningkatan pengeluaran pemerintah daerah dalam investasi modal (belanja daerah) diharapkan mampu meningkatkan kualitas layanan publik dan pada gilirannya mampu meningkatkan partisipasi (kontribusi) publik terhadap pembangunan. Hal ini berarti dengan bertambahnya belanja daerah maka akan berdampak pada periode yang akan datang yaitu produktivitas masyarakat meningkat dan bertambahnya investor (Parmawati dan Sasana, 2010).

Menurut Keputusan Menteri No. 29 Tahun 2002 menyebutkan bahwa belanja daerah adalah semua pengeluaran kas daerah dalam periode anggaran tertentu


(42)

yang menjadi beban daerah. Pengeluaran ini dilakukan oleh pemerintah daerah untuk melaksanakan wewenang dan tanggung jawabnya kepada masyarakat dan pemerintah di atasnya (pemerintah provinsi/pemerintah pusat). Klasifikasi belanja menurut Peraturan Pemerintah Nomor 71 tahun 2010 tentang standar akuntansi pemerintah untuk tujuan pelaporan keuangan menjadi:

a. Belanja Operasional

Belanja Operasional (belanja aparatur daerah) adalah bagian belanja berupa belanja administrasi umum, belanja operasi dan pemeliharaan, serta belanja modal yang dialokasikan untuk membiayai kegiatan yang hasil (outcome), manfaat (benefit), dan dampaknya (impact) tidak secara langsung dinikmati oleh masyarakt (publik), sehingga biasanya disebut belanja tidak langsung.

b. Belanja Modal

Belanja Modal (belanja pelayanan publik) adalah pengeluaran pemerintah daerah yang manfaatnya melebihi satu tahun anggaran dan akan menambah aset atau kekayaan daerah dan selanjutnya akan menambah belanja yang bersifat rutin seperti biaya operasi dan pemeliharaan. Bagian belanja berupa: Belanja Modal/Pembangunan seperti belanja aset tetap dan belanja aset lainnya yang dialokasikan pada atau digunakan untuk membiayai kegiatan yang hasil

(outcome), manfaat (benefit), dan dampaknya (impact) secara langsung dinikmati oleh masyarakat (publik).

Belanja modal dibagi menjadi:

a. Belanja publik, yaitu belanja yang manfaatnya dapat dinikmati secara langsung oleh masyarakat umum.


(43)

b. Belanja aparatur, yaitu belanja yang manfaatnya tidak secara langsung dinikmati oleh masyarakat, tetapi dirasakan langsung oleh aparatur. Belanja modal disusun atas dasar kebutuhan nyata masyarakat sesuai dengan tuntutan dan dinamika yang berkembang untuk meningkatkan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat yang lebih baik.

c. Belanja Lain-lain/ Belanja Tak Terduga

Belanja lain-lain atau belanja tak terduga adalah pengeluaran anggaran untuk kegiatan yang sifatnya tida biasa dan tidak diharapkan berulang seperti penanggulanganbencana alam, bencana sosial, dan pengeluaran tidak terduga lainnya yang sangat diperlukan dalam rangka penyelenggaraan kewenangan pemerintahpusat/daerah.

d. Belanja Transfer

Belanja Transfer adalah pengeluaran anggaran dari entitas pelaporan yang lebih tinggi ke entitas pelaporan yang lebih rendah seperti pengeluaran dana

perimbangan oleh pemerintah provinsi ke kabupaten /kota serta dana bagi hasil dari kabupaten/kota ke desa. Menurut Sasana (2011), belanja daerah merupakan variabel terikat yang besarannya akan sangat bergantung pada sumber-sumber penerimaan daerah, baik yang berasal dari penerimaan sendiri maupun transfer dari pemerintah pusat. Dan dalam pada prakteknya belanja yang paling besar dibagi ke dalam dua kelompok yaitu belanja operasional (belanja aparatur daerah) dan belanja modal (belanja pelayanan publik).


(44)

4. Teori Pengeluaran Pemerintah

Pengeluaran pemerintah merupakan salah satu komponen kebijakan fiskal yang bertujuan untuk laju investasi, meningkatkan kesempatan kerja, memelihara kestabilan ekonomi dan menciptakan distribusi pendapatan yang merata melalui belanja negara baik itu belanja rutin maupun belanja pembangunan. Menurut Basri dan Subri (2003), pengeluaran pemerintah itu sangat bervariasi, namun secara garis besarnya dapat diklasifikasikan sebagai berikut: Pertama, pengeluaran yang merupakan investasi yang menambah kekuatan dan ketahanan ekonomi dimasa yang akan datang. Kedua, pengeluaran yang langsung memberikan

kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat. Ketiga, Pengeluaran yang merupakan penghematan terhadap masa yang akan datang. Pengeluaran untuk menyediakan kesempatan kerja yang lebih luas dan menyebarkan daya beli yang luas. Teori-teori pengeluaran pemerintah menurut Mangkoesoebroto (1998) dibedakan atas dua yaitu: Teori Makro dan Teori Mikro.

a. Teori Makro

Teori makro perkembangan pengeluaran pemerintah dikemukakan oleh para ahli ekonomi dan dapat digolongkan ke dalam tiga golongan:

Model Pembangunan TentangPerkembangan Pengeluaran Pemerintah Model ini dikembangkan oleh Rostow dan Musgrave yang menghubungkan perkembangan pengeluaran pemerintah dengan tahap-tahap pembangunan ekonomi yang dibedakan antara tahap awal, tahap menengah, dan tahap lanjut. Pada tahap awal, perkembangan ekonomi, persentase investasi pemerintah

terhadap total investasi besar sebab pada tahap ini pemerintah harus menyediakan prasarana. Pada tahap menengah pembangunan ekonomi, investasi pemerintah


(45)

tetap diperlukan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi agar dapat tinggal landas, namun pada tahap ini peranan investasi swasta sudah semakin besar. Pada tahap ini pengeluaran pemerintah lebih pada untuk melengkapi sarana prasarana penunjang investasi daerah. Pengeluaran pemerintah disesuaikan dengan jumlah investasi. Semakin besar investasi swasta yang masuk maka belanja pemerintah untuk sarana prasarana akan meningkat.

Peranan pemerintah tetap besar pada tahap menengah, oleh karena peranan swasta yang semakin besar ini banyak menimbulkan kegagalan pasar, dan juga

menyebabkan pemerintah harus menyediakan barang dan jasa publik dalam jumlah yang lebih banyak dan kualitas yang lebih baik. Selain itu, pada tahap ini perkembangan ekonomi menyebabkan terjadinya hubungan antar sektor yang semakin rumit(complicated). Musgrave berpendapat bahwa dalam suatu proses pembangunan, investasi swasta dalam persentase terhadap PDB semakin besar dan investasi pemerintah dalam persentase terhadap PDB akan semakin kecil. Pada tingkat ekonomi yang lebih lanjut, Rostow mengatakan bahwa pembangunan ekonomi, aktivitas pemerintah beralih dari penyediaan prasarana ke pengeluaran-pengeluaran untuk aktivitas sosial seperti halnya, program kesejahteraan hari tua, program pelayanan kesehatan masyarakat dan sebagainya.

Teori Peacock dan Wiseman

Teori ini adalah teori perkembangan pengeluaran pemerintah yang terbaik. Teori ini didasarkan pada suatu pandangan bahwa pemerintah selalu berusaha

memperbesar pengeluarannya dengan mengandalkan penerimaan pajak, padahal masyarakat tidak suka membayar pajak yang semakin besar. Peacock dan


(46)

tingkat toleransi pajak yaitu suatu tingkat dimana masyarakat dapat memahami besarnya pungutan pajak yang dibutuhkan oleh pemerintah untuk membiayai pengeluaran pemerintah.

Perkembangan ekonomi menyebabkan pemungutan pajak yang semakin meningkat walaupun tarif pajak tidak berubah dan meningkatnya penerimaan pajak yang menyebabkan pengeluaran pemerintah juga semakin meningkat. Jadi dalam keadaan normal kenaikan pendapatan nasional meningkatkan penerimaan dan pengeluaran pemerintah. Apabila keadaan normal terganggu misalnya disebabkan oleh perang atau eksternalitas lain, maka pemerintah terpaksa harus memperbesar pengeluarannya untuk mengatasi itu. Karena itu, penerimaan pemerintah dari pajak juga mengalami peningkatan, dan pemerintah

meningkatkan penerimaannya dengan cara menaikkan tarif pajak sehingga dana swasta untuk investasi dan konsumsi semakin berkurang.

b. Teori Mikro

Tujuan dari ekonomi mikro mengenai perkembangan pengeluaran pemerintah adalah untuk menganalisis faktor-faktor yang menimbulkan permintaan dan faktor-faktor mempengaruhi tersedianya barang publik. Interaksi antara

permintaan dan penawaran untuk barang publik menentukan jumlah barang publik yang akan disediakan dari anggaran belanja. Jumlah barang publik yang akan disediakan tersebut selanjutnya akan menimbulkan permintaan akan barang lain. (Mangkoesoebroto,1998:121).


(47)

Perkembangan pengeluaran pemerintah dapat dijelaskan dengan beberapa faktor dibawah ini:

• Perubahan permintaan akan barang publik.

• Perubahan dari aktivitas pemerintah dalam menghasilkan barang publik, danjuga perubahan dari kombinasi faktor produksi yang digunakan dalam proses produksi.

• Perubahan kualitas barang publik. • Perubahan harga-harga faktor produksi.

5. Teori Investasi

Investasi yang lazim disebut dengan istilah penanaman modal atau pembentukan modal, menurut Sukirno (2002:95) adalah merupakan komponen kedua yang menentukan tingkat pengeluaran agregat. Selanjutnya, Boediono (dalam Afrizal, 2013:24) mendefenisikan investasi sebagai pengeluaran oleh sektor produsen (swasta) untuk pembelian barang dan jasa untuk menambah stok yang digunakan atau untuk perluasan pabrik. Investasi adalah pengaitan sumber-sumber dalam jangka panjang untuk menghasilkan laba di masa yang akan datang (Mulyadi, 2001:4). Investasi dapat pula didefinisikan sebagai penempatan sejumlah dana pada saat ini dengan harapan untuk memperoleh keuntungan di masa mendatang (Halim, 2007:16). Investasi dipengaruhi oleh beberapa faktor, berikut merupakan faktor-faktor yang memengaruhi investasi berdasarkan hasil survey bank dunia.


(48)

Tabel 6. Faktor-faktor Penghambat Investasi.

No Faktor-Faktor Penghambat Persentase

1 Ketidakpastian Pengaturan dan Kebijakan Ekonomi

23 Persen

2 Ketidakstabilan Makro Ekonomi 18 Persen

3 Perpajakan 17 Persen

4 Keuangan 10 Persen

5 Korupsi 10 Persen

6 Infrastruktur 9 Persen

7 Praktek Anti Persaingan 5 Persen 8 Keahlian dan Pendidikan Tenaga Kerja 5 Persen

9 Kriminalitas 3 Persen

Sumber: Bank Dunia dalam http://riaubisnis.com

Teori ekonomi mengartikan atau mendefinisikan investasi sebagai: pengeluaran-pengeluaran untuk membeli barang modal dan peralatan-peralatan produksi dengan tujuan untuk mengganti dan terutama menambah barang-barang modal dalam perekonomian yang akan digunakan untuk memproduksi barang dan jasa di masa yang akan datang. Dengan perkataan lain, investasi berarti kegiatan

perbelanjaan untuk meningkatkan kapasitas produksi suatu perekonomian. (Sukirno dalam Wahyudi 2013:35). Investasi merupakan kegiatan ekonomi dengan tujuan memperoleh keuntungan dimasa yang akan datang. Semakin cerah prospek untuk memperoleh keuntungan yang lumayan di masa depan, semakin tinggi investasi yang dilakukannya pada masa kini (Gunawan dalam Wahyudi 2013:36).

Investasi dalam ekonomi makro, juga dapat dibedakan atas investasi otonom (otonomous investment) dan investasi terpengaruh (induced investment). Investasi


(49)

otonom adalah investasi yang tidak dipengaruhi oleh pendapatan nasional, artinya tinggi rendahnya pendapatan nasional tidak menentukan jumlah investasi yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan. Jenis investasi ini umumnya dilakukan oleh pemerintah dengan maksud sebagai landasan pertumbuhan ekonomi

berikutnya, misalnya investasi untuk pembuatan jalan, jembatan dan infrastruktur lainnya.

Sedangkan investasi yang terpengaruh adalah investasi yang dipengaruhi oleh pendapatan nasional, artinya pendapatan nasional yang tinggi akan memperbesar pendapatan masyarakat dan selanjutnya pendapatan masyarakat yang tinggi tersebut akan memperbesar permintaan terhadap barang-barang dan jasa-jasa. Maka keuntungan perusahaan akan bertambah tinggi dan ini akan mendorong dilakukannya lebih banyak investasi. Kemudian, dalam prakteknya sebagai usaha untuk mencatat nilai penanaman modal yang dilakukan dalam suatu tahun

tertentu, yang digolongkan sebagai investasi (pembentukan modal atau penanaman modal) meliputi pengeluaran-pengeluaran yang berikut :

a. Pembelian berbagai jenis barang modal yaitu mesin-mesin dan peralatan produksi lainnya untuk mendirikan berbagai jenis industri dan perusahaan; b. Pengeluaran untuk mendirikan rumah tempat tinggal, bangunan kantor,

bangunan pabrik dan bangunan-bangunan lainnya;

c. Pertambahan nilai stok barang-barang yang belum terjual, bahan mentah dan barang yang masih dalam proses produksi pada akhir tahun

penghitungan pendapatan nasional

Jumlah dari ketiga jenis komponen investasi tersebut dinamakan investasi bruto, yaitu meliputi investasi untuk menambah kemampuan berproduksi dalam


(50)

perekonomian dan mengganti barang modal yang telah didepresiasikan. Apabila investasi bruto dikurangi oleh nilai depresiasi maka akan di peroleh investasi netto.

Menurut Jhingan (2001:167), investasi atau pembentukan modal merupakan jalan keluar utama dari masalah negara terbelakang ataupun berkembang dan kunci utama menuju pembangunan ekonomi. Hal ini sebagaimana juga dipertegas oleh Nurkse (dalam Appah 2011:6) bahwa lingkaran setan kemiskinan di negara terbelakang atau berkembang dapat digunting melalui investasi atau pembentukan modal.

Adam Smith (dalam Dadang Firmansyah, 2008:34) menyatakan bahwa investasi dilakukan karena para pemilik modal mengharapkan untung dan harapan masa depan keuntungan bergantung pada iklim investasi hari ini dan pada keuntungan nyata. Smith yakin keuntungan cenderung menurun dengan adanya kemajuan ekonomi. Pada waktu laju pemupukan modal meningkat, persaingan yang

meningkat antar pemilik modal akan menaikkan upah dan sebaliknya menurunkan keuntungan.

6. Teori Kebijakan Fiskal

Kebijakan fiskal yang dijalankan pemerintah untuk mencapai output yang tinggi dengan laju pertumbuhan yang cepat, kesempatan kerja yang tinggi, stabilitas harga, serta keseimbangan dalam neraca pembayaran secara umum yaitu menambah pengeluaran pemerintah dan mengurangi pajak pendapatan. Dengan melaksanakan kebijakan fiskal yang tepat diharapkan akan mampu meningkatkan


(51)

permintaan agregat secara langsung. Samuelson (dalam Wahyudi 2013:41) mengemukakan bahwa kebijakan fiskal sebagai salah suatu proses pembentukan perpajakan dan pengeluaran publik. Proses tersebut merupakan upaya menekan fluktuasi siklus ekonomi, dan ikut berperan menjaga ekonomi yang tumbuh dengan penggunaan tenaga kerja penuh dimana tidak terjadi laju inflasi yang tinggi dan berubah-ubah. Berdasarkan definisi tersebut ditemukan dua instrumen pokok di dalamnya, yaitu belanja negara dan perpajakan.

Dengan kedua instrumen tersebut, pemerintah dapat menetapkan program pengeluaran publik serta penerimaannya yang sebagian besar adalah dari pajak yang secara keseluruhan terangkum dalam suatu anggaran. Dengan adanya anggaran, pemerintah dapat mengendalikan dan mencatat masalah-masalah fiskalnya. Suatu anggaran menunjukkan rencana pengeluaran dan penerimaan pemerintah yang akan dilakukan dalam kurun waktu tertentu. Anggaran tersebut terdiri atas berbagai program pengeluaran khusus (pendidikan, pertahanan, kesejahteraan, dan lainnya) serta sumber pajak (pajak penghasilan, pajak penjualan, dan lainnya). Ketika anggaran mengalami defisit maka pemerintah mengambil kebijakan fiskal ekspansif. Kebijakan ini ditujukan untuk

meningkatkan daya beli masyarakat. Sebaliknya, pada saat anggaran surplus, ini berarti pemerintah mengambil kebijakan fiskal kontraktif. Kebijakan ini bertujuan untuk menurunkan daya beli masyarakat dan mengatasi inflasi.

Kebijakan fiskal merujuk pada kebijakan yang dibuat pemerintah untuk

mengarahkan ekonomi suatu negara melalui pengeluaran dan pendapatan (berupa pajak) pemerintah. Kebijakan fiskal berbeda dengan kebijakan moneter, yang


(52)

bertujuan menstabilkan perekonomian dengan cara mengontrol tingkat bunga dan jumlah uang yang beredar. Instrumen utama kebijakan fiskal adalah pengeluaran dan pendapatan berupa pajak.

a. Kebijakan Fiskal Ekspansioner

Kebijakan fiskal ekspansif yaitu kebijakan untuk peningkatan belanja pemerintah yang dirancang untuk meningkatkan permintaan agregat dalam perekonomian. Tujuan dari kebijakan ini adalah untuk meningkatkan produk domestik bruto dan menurunkan angka pengangguran.

P

AS ∆G

E2 P2

E0

Po AD1

P1 Increase aggregate

E1 AD

Y1 Y2 Y real

Sumber : Sukirno 2004: 225

Gambar 2. Kurva Kebijakan Fiskal Ekspansioner.

Pada Kurva diatas dapat dilihat kurva keseimbangan AD-AS berpotongan pada titik E0, yang artinya permitaan agregat sama dengan penawaran agregat pada pendapatan nasional sebesar Y1dan tingkat harga P0.Pada saat tingkat harga dibawah harga keseimbangan, maka akan terjadi kelebihan permintaan. Peran pemerintah yaitu untuk meningkatkan permintaan agregat dengan kebijakan fiskal ekspansif. Ketika pemerintah menerapkan kebijakan fiskal ekspansif , yaitu


(53)

meningkatkan pengeluaran pemerintah sebesar∆G, maka akan meningkatkan permintaan agregat (AD). Dalam kurva, peningkatan permintaan agregat akan menggeser kurva AD kekanan. Pada penawaran agregat yang sama (AS), pergeseran kurva AD akan meningkatkan harga dari P0ke P2 dan juga akan meningkatkan pendapatan nasional dari Y1 keY2. Peningkatan pengeluaran pemerintah ini akan menyebabkan defisit anggaran.

Kebijakan fiskal ekspansif ini dilakukan pada saat anggaran defisit. Dalam penyusunan anggaran kita mengenal adanya Surplus anggaran dan defisit anggaran, yang di Amerika dikenal denganon & off budget.Surplus anggaran adalah kelebihan penerimaan pemerintah, pajak dari total pengeluarannya

termasuk untuk belanja barang dan jasa dan transfer payment. Sebaliknya dengan defisit Anggaran. Pengeluaran pemerintah merupakan instrumen kebijakan fiskal. Pengeluaran pemerintah adalah seluruh pembelian atau pembayaran barang dan jasa untuk kepentingan nasional, seperti pembelian persenjataan dan alat-alat kantor pemerintah, pembangunan jalan dan bendungan, gaji pegawai negeri, angkatan bersenjata, dan lainnya. Pengeluaran pemerintah juga merupakan instrumen pengukur untuk menentukan seberapa besar peran sektor pemerintah dan sektor swasta.

Belanja daerah yang dilakukan pemerintah dalam meningkatkan pelayanan publik digunakan untuk pembangunan, perbaikan sektor pendidikan, kesehatan,

transportasi dan sebagainya, sehingga masyarakat juga menikmati manfaat dari pembangunan daerah. Tersedianya infrastruktur yang baik diharapkan dapat menciptakan efisiensi dan efektivitas diberbagai sektor. Jika pemerintah ingin


(54)

melakukan penambahan pengeluaran, pemerintah harus mempertimbangkan juga darimana sumber pembiayaan pengeluaran tersebut. Apakah bersumber dari pendapatan asli daerah atau dana perimbangan.

Dampak dari penerapan kebijakan fiskal ekspansif ini yaitu pengeluaran

pemerintah akan meningkat, yang sebagian besar digunakan untuk belanja modal pembangunan. Karena tujuan utama dari kebijakan ini yaitu untuk meningkatkan produktifitas masyarakat. Semakin besar belanja pemerintah maka diharapkan akan mendorong investasi masuk kedaerah yang nantinya akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Semakin meningkatnya investasi maka tingkat pendapatan masayarakat akan meningkat dan kemampuan masyarakat membayar pajak akan meningkat pula. Selain itu, semakin besar investasi masuk maka jumlah objek pajak akan semakin meningkat. Hal ini akan meningkatkan pendapatan PAD dari sektor pajak.

Dengan penerapan sistem defisit anggaran, dimana penyusunan anggaran dibuat defisit dengan tujuan memacu peningkatan kegiatan ekonomi. Hal ini akan menyebabkan belanja daerah akan meningkat. Dengan semakin besarnya belanja, maka pemerintah akan mendorong potensi penerimaan daerahnya terutama dari sektor pajak dan retribusi daerah. Hal ini dilakukan untuk membiayai pengeluaran pemerintah yang selalu meningkat. Semakin besar belanja daerah yang

dianggarkan, maka diharapkan pemerintah dapat lebih mengoptimalkan penerimaan daerah untuk membiayai belanja tersebut.


(55)

b. Kebijakan Fiskal Kontraksioner:

Kebijakan fiskal kontraktif yaitu kebijakan pengurangan belanja pemerintah yang dirancang untuk menurunkan permintaan agregat dalam perekonomian. Tujuan dari kebijakan ini adalah untuk mengontrol inflasi.

P

∆G AS

E2 P0

P1 E0 AD1

Decrease aggregate

E1 AD

Y2 Y1 Y real

Sumber : Sukirno 2004: 225

Gambar 3. Kurva Kebijakan Fiskal Ekspansioner.

Pada Kurva diatas dapat dilihat kurva keseimbangan AD-AS berpotongan pada titik E0, yang artinya permitaan agregat sama dengan penawaran agregat pada pendapatan nasional sebesar Y1dan tingkat harga P0.Pada saat tingkat harga diatas harga keseimbangan, maka akan terjadi kelebihan penawaran. Peran pemerintah yaitu untuk menurunkan permintaan agregat dengan kebijakan fiskal kontraktif. Ketika pemerintah menerapkan kebijakan fiskal kontraktif , yaitu menurunkan pengeluaran pemerintah sebesar∆G, maka akan menurunkan permintaan agregat (AD). Dalam kurva, penurunan permintaan agregat akan menggeser kurva AD kekiri. Pada penawaran agregat yang sama (AS), pergeseran kurva AD akan menurunkan harga dari P0ke P1 dan juga akan menurunkan pendapatan nasional dari Y1 keY2.


(56)

c. Efek Pengganda: dalam ilmu ekonomi, peningkatan belanja oleh konsumen, perusahaan atau pemerintah akan menjadi pendapatan bagi pihak-pihak lain.Ketika orang ini membelanjakan pendapatannya, belanja tersebut menjadi pendapatan bagi orang lain dan seterusnya, sehingga menyebabkan terjadinya peningkatan produksi dalam suatu perekonomian. Efek pengganda dapat juga berdampak sebaliknya ketika belanja mengalami penurunan.

d. Kebijakan Fiskal Sisi-Penawaran: kebijakan fiskal dapat secara langsung memengaruhi bukan saja permintaan agregat, namun juga penawaran agregat. Sebagai contoh, pemotongan tarif pajak akan memberikan insentif bagi perusahaan untuk melakukan ekspansi atau investasi barang modal, karena mereka memperoleh pendapatan setelah pajak yang lebih besar yang kemudian dapat dibelanjakan.


(57)

41 B. Penelitian Terdahulu

Tabel 3. Penelitian Terdahulu No

.

Nama

Peneliti JudulPenlitian Metode Penelitian Hasil Penelitian

(1) (2) (3) (4) (5)

1. Randy Sagita Analisis Kausalitas Infrastruktur Dengan Investasi Asing Untuk Meningkatkan Produk Dometik Bruto (PDB) Indonesia”

Persamaan umum yang digunakan adalah:

Model dasar:

Yit = a0 + Σk=1→m akYit-k + Σ1 -1→n b1Xit-1 + u1it

Xit = α0 + Σk=1→m αk Xit-k + Σ1-1→n β1 Yit-1 + u2it

1. Investasi asing dengan infrastruktur tidak memilki hubungan kausalitas. Hal ini menunjukkan keputusan berinvestasi di Indonesia tidak melihat kondisi infrastruktur jalan yang ada.

2. Pajak memiliki hubungan searah dengan infrastruktur tetapi infrastruktur tidak memiliki hubungan dengan pajak. Jika perolehan akan pajak meningkat, maka pengeluaran dalam pembiayaan infrastruktur akan

meningkat sehingga mampu meningkatkan kuantitas serta kualitas jalan di Indonesia.

3. PDB memiliki hubungan dengan infrastruktur tetapi infrastruktur tidak memilki hubungan dengan PDB. Peningkatan PDB mampu mendorong peningkatan akan infrastruktur. Terlihat dari hubungan searah antara PDB dengan infrastruktur.

4. Pajak dengan investasi asing tidak memilki hubungan kausalitas.

5. PDB dengan investasi asing tidak memilki hubungan kausalitas.

6. PDB dengan pajak tidak ada hubungan tetapi pajak memilki hubungan searah dengan PDB.


(58)

42 2. Haryo Kuncoro (2007), Kausalitas Antara Penerimaan, Belanja, dan PDRB pada Kota dan Kabupaten di Indonesia Model dasar:

Yit = a0 + Σk=1→m akYit-k + Σ1-1→n b1Xit-1 + u1it

Xit = α0 + Σk=1→m αk Xit-k + Σ1-1→n β1 Yit-1 + u2it

Variabel:

PAD = Pendapatan Asli Daerah

BH = Bagi Hasil DA = Dana Alokasi BO = Belanja Operasional BM = Belanja Modal Y = Produk Domestik regional Bruto

1. Terdapat hubungan dua arah antara penerimaan dan belanja pemerintah.

2. Terdapat hubungan kausalitas satu arah antara penerimaan dan PDRB, PDRB mempengaruhi pendapatan transfer tapi tidak berlaku sebaliknya.

3. Eka Parmawati Kausalitas Antara Penerimaan, Belanja, dan PDRB pada Kota dan Kabupaten di Indonesia Model dasar:

Yit = a0 + Σk=1→m akYit-k + Σ1-1→n b1Xit-1 + u1it

Xit = α0 + Σk=1→m αk Xit-k + Σ1-1→n β1 Yit-1 + u2it

Variabel : PAD

Belanja Daerah PDRB

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi hubungan dua arah antara variabel penerimaan terhadap belanja dan terjadi hubungan kausalitas satu arah antara variabel belanja terhadap PDRB, akan tetapi pada variabel penerimaan terhadap PDRB tidak terjadi hubungan kausalitas. 4. Jhon Tzougas “Pendapatan Pajak, Investasi Swasta dan Model dasar:

Yit = a0 + Σk=1→m akYit-k + Σ1-1→n b1Xit-1 + u1it

Hasil tes kausalitas Granger menunjukkan kausalitas searah berjalan dari pendapatan riil dan investasi swasta untuk penerimaan pajak dalam jangka panjang. Dalam


(59)

43 Pendapatan rill di Yunani, Multivariate Kointegrasi dan Analisis Kausalitas”

Xit = α0 + Σk=1→m αk Xit-k + Σ1-1→n β1 Yit-1 + u2it

Variabel : Pajak

Investasi Swasta Pendapatan Rill

jangka pendek kausalitas berjalan dari investasi total penerimaan pajak.Di sisi lain, hasil dari tes Granger-kausalitas mendukung adanya Granger-kausalitas dua arah antara pendapatan riil dan pendapatan pajak.

5. Ebimobowe i Appah Sebuah Studi Empiris pada kausalitas Antara Pertumbuhan Ekonomi dan Perpajakan di Nigeria Model dasar:

Yit = a0 + Σk=1→m akYit-k + Σ1 -1→n b1Xit-1 + u1it

Xit = α0 + Σk=1→m αk Xit-k + Σ1-1→n β1 Yit-1 + u2it

Variabel : Pajak

Pertumbuhan Ekonomi

Hasil dari analisis ekonometrik menunjukkan bahwa pajak sebagai instrument kebijakan fiskal mempengaruhi pertumbuhan ekonomi growth ekonomi perpajakan granger penyebab Nigeria. Berdasarkan hasil

ekonometrik, penelitian ini menyimpulkan bahwa pajak merupakan instrumen yang sangat penting dari fiskal kebijakan yang memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi Negara manapun.


(60)

A. Jenis dan Sumber Data

Data yang dipakai untuk penelitian ini adalah data sekunder (time series) yang didapat dari Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Lampung berupa publikasi resmi pemerintah dalam bentuk buku, Dispenda Provinsi Lampung, Badan Penanaman Modal Dan Pelayanan Perizinan Terpadu Provinsi Lampung, DJPK Kemenkeu RI, Dinas PU bidang Bina Marga Provinsi Lampung serta sumber lainnya yang berhubungan dengan masalah penilitian. Dalam penelitian ini mengunakan data kurun waktu tahun 2001-2013.

Tabel 7. Deskripsi Variabel

Nama Variabel Variabel Satuan Sumber Data

PAD Pajak Rupiah DJPK

Belanja Infrastruktur

Belanja Infrastruktur

Rupiah BPS

Realisasi Investasi Investasi Rupiah BPM-PPT Lampung

B.Definisi Variabel Penelitian 1. Pajak

Variabel Pajak dalam penelitian ini menggunakan variabel penerimaan pajak sebagai sumber utama dalam PAD. Penerimaan pajak merupakan kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa


(61)

berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

2. Investasi

Investasi yang digunakan dalam penelitian ini yaitu realisasi investasi, baik PMA maupun PMDN. Data yang digunakan yaitu realisasi investasi dari tahun 2001-2013

3. Belanja Infrastruktur

Belanja infrastruktur yang digunakan dalam penelitian ini yaitu belanja yang dikeluarkan oleh pemerintah untuk penyediaan infrastruktur. Data yang digunakan yaitu realisasi belanja infrastruktur dari tahun 2001-2013

C. Teknik Analisis

Penelitian ini menggunakan metode analisis deskriptif-kuantitatif dengan menggunakan teori dan data yang berhubungan dengan penelitian ini. Berdasarkan data yang diperoleh sementara, metode analisis data dilakukan dengan membuat persamaan regresi yang digunakan untuk mengetahui

keterkaitan antara variabel yang digunakan dan untuk mengetahui respon variabel bebas dan variabel terikat adalah sebagai berikut :

1. PenentuanLag Optimum

Penentuanlagoptimum ini digunakan dalam metodeimpulse responses,variance decompositiondan uji asumsi klasik autokorelasi. Dampak sebuah kebijakan ekonomi seperti kebijkan moneter biasanya tidak secara langsung berdampak pada aktivitas ekonomi tetapi memerlukan waktu (Widarjono, 2009).


(62)

Penentuan panjanglagoptimal dapat dilakukan dengan menggunakan kriteria informasi yang tersedia. Kandidatlagyang dipilih adalah panjanglagmenurut kriteriaAkaike Information Criterion(AIC) danSchwartz Bayesian Criterion (SBC). Lagoptimum akan ditemukan pada spesifikasi model yang memberikan nilai AIC paling minimum (Gujarati, 2012).

2. Uji Kausalitas

Setelah menetukan panjang lag optimal, tahapan selanjutnya adalah melakukan uji kausalitas Granger yang digunakan untuk mengetahui hubungan saling mempengaruhi antar variabel endogen Uji kausalitas Granger melihat pengaruh masa lalu terhadap kondisi sekarang.

Kausalitas adalah hubungan dua arah. Dengan demikian, jika terjadi kausalitas dalam model ekonometrika maka tidak dterdapat variabel independen, semua variabel merupakan variabel dependen. Ada atau tidaknya kausalitas diuji melalui uji F atau dapat dilihat dari probabilitasnya (Widaryono, 2009).

Untuk melihat kausalitas granger dapat dilihat dengan membandingkan F-statistik dengan nilai kritis F-tabel pada tingkat kepercayaan (1%, 5% atau 10%) dan dapat dilihat dari membandingkan nilai probabilitasnya dengan tingkat kepercayaan (1%, 5% atau 10%). Jika seluruh variabel memiliki nilai F-statistik lebih besar dari nilai F-tabel pada tingkat signifikan, maka kedua variabel tersebut memiliki kausalitas dua arah.


(63)

3. Uji t-statistik

Uji t merupakan suatu pengujian yang bertujuan untukmelihat seberapa besar pengaruh antara variabel independen secara individual terhadap variabel dependen (parsial).Pengujian hipotesis untuk setiap koefisien regresi dilakukan dengan uji-t (t student). Untuk penelitian ini dilakukan dengan uji satu arah (pada tingkat

kepercayaan 95% atau α = 0,05). Derajat bebas yang digunakan adalah df = n –k–1, dimana n = jumlah observasi dan k = jumlah variabel bebas yang digunakan.Uji t statistik hipotesis yang digunakan :

H0: β1 = 0 variabel bebas tidak berpengaruh terhadap variabel terikat

Ha : β2 > 0 variabel bebas berpengaruh positif terhadap variabel terikat

Kriteria pengujiannya adalah:

(1) Ho ditolak dan Ha diterima, jika t-hitung > t-tabel (2) Ho diterima dan Ha ditolak, jika t-hitung < t-tabel

Jika Ho ditolak, berarti variabel bebas yang diuji berpengaruh nyata terhadap variabel terikat. Jika Ho diterima berarti variabel bebas yang diuji tidak berpengaruh nyata terhadap variabel terikat.

4. Pengujian Kausalitas

Estimasi model regresi dengan data panel dalam penelitian ini akan menggunakan pendekatanGranger Causality.Granger Causalityyaitu pendekatan yang

mempostulasikan bahwa suatu variabel X menyebabkan variabel lain Y, apabila Y saat ini dapat memprediksi lebih baik dengan menggunakan nilai-nilai masa lalu variabel X.


(64)

Mengikuti Holzt-Eakin, Newey dan Rosen, uji kausalitas Granger diformulasikan dengan bentuk umum modelvector autoregresive(Kuncoro, 2007) sebagai berikut :

Yt= a0 + Σk=1→makYt-k+ Σ1-1→nb1Xt-1+ u1t Xt= α0 + Σk=1→mαkXt-k+ Σ1-1→nβ1Yt-1+ u2t Keterangan :

Ytdan Xt = variabel yang dijadikan variabel terikat pada periode t Yt-kdan Xt-k = varibel terikat pada periode sebelumnya

Xt-1dan Yt-1 = variabel yang dijadikan variabel bebas pada periode sebelumnya m dan n =time lag(waktu kelambanan)

t

= waktu

u1tdan u2t =error term

Evaluasi statistik atas koefisien-koefisien b1 dan β1akan memberikan 4 kemungkinan hasil:

a. Jika b1 signifikan (b1=0) dan β1 tidak signifikan (β1 ≠0), maka terdapat kausalitas satu arah dari variabel Y menuju variabel X.

b. Jika b1 tidak signifikan (b1≠ 0) dan β1 signifikan (β1= 0), maka terdapat kausalitas satu arah dari variabel X menuju variabel Y.

c. Jika b1 dan β1 signifikan (b1, β1 = 0), maka terdapat kausalitas dua arah dari variabel X menuju variabel Y, atau sebaliknya.

d. Jika b1 dan β1 tidaki signifikan (b1, β1 ≠0), maka tidak terdapat kausalitas dua arah dari variabel X menuju variabel Y, atau sebaliknya.


(65)

5. Pengujian Arah Kausalitas

Berdasarkan rumus yang telah dijabarkan diatas, maka model dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Pengujian Arah Kausalitas PAD terhadap Investasi INVS→PAD, PAD→INVS

1) Model dasar;

INVt= a0 + Σk=1→makINVt-k+ Σ1-1→nb1PADt-1+ u1t PADt= α0 + Σk=1→mαkPADt-k+ Σ1-1→nβ1INVt-1+ u2t

b. Pengujian Arah Kausalitas PAD terhadap Belanja Infrastruktur BI→PAD, PAD→BI

1) Model dasar;

BIt= a0 + Σk=1→makBIt-k+ Σ1-1→nb1PADt-1+ u1t PADt= α0 + Σk=1→mαkPADt-k+ Σ1-1→nβ1BIt-1+ u2t

c. Pengujian Arah Kausalitas Investasi terhadap Infrastruktur BI→INVS, INVS→BI

1) Model dasar;

BIt= a0 + Σk=1→makBIt-k+ Σ1-1→nb1INVt-1+ u1t INVt= α0 + Σk=1→mαkINVt-k+ Σ1-1→nβ1BIt-1+ u2t


(66)

D. Gambaran Umum Provinsi Lampung

Provinsi Lampung lahir pada tanggal 18 Maret 1964 dengan ditetapkannya Peraturan Pemerintah Nomor 3/1964 yang kemudian menjadi Undang-undang Nomor 14 tahun 1964. Sebelum itu Provinsi Lampung merupakan Karesidenan yang tergabung dengan Provinsi Sumatera Selatan.

Kendatipun Provinsi Lampung sebelum tanggal 18 maret 1964 tersebut secara administratif masih merupakan bagian dari Provinsi Sumatera Selatan, namun daerah ini jauh sebelum Indonesia merdeka memang telah menunjukkan potensi yang sangat besar serta corak warna kebudayaan tersendiri yang dapat menambah khasanah adat budaya di Nusantara yang tercinta ini. Oleh karena itu pada zaman VOC daerah Lampung tidak terlepas dari incaran penjajahan Belanda.

Provinsi Lampung memiliki luas 35.376,50 km² dan terletak di antara 105°45'-103°48' BT dan 3°45'-6°45' LS. Daerah ini di sebelah barat berbatasan dengan Selat Sunda dan di sebelah timur dengan Laut Jawa. Beberapa pulau termasuk dalam wilayah Provinsi Lampung, yang sebagian besar terletak di Teluk

Lampung, di antaranya: Pulau Darot, Pulau Legundi, Pulau Tegal, Pulau Sebuku, Pulau Ketagian, Pulau Sebesi, Pulau Poahawang, Pulau Krakatau, Pulau Putus dan Pulau Tabuan. Ada juga Pulau Tampang dan Pulau Pisang di yang masuk ke wilayah Kabupaten Lampung Barat.

Keadaan alam Lampung, di sebelah barat dan selatan, di sepanjang pantai merupakan daerah yang berbukit-bukit sebagai sambungan dari jalur Bukit Barisan di Pulau Sumatera. Di tengah-tengah merupakan dataran rendah.


(67)

Sedangkan ke dekat pantai di sebelah timur, di sepanjang tepi Laut Jawa terus ke utara, merupakan perairan yang luas.

Masyarakat pesisir lampung kebanyakan nelayan, dan bercocok tanam. sedangkan masyarakat tengah kebanyakan berkebun lada, kopi, cengkeh, kayu manis dll. Lampung fokus pada pengembangan lahan bagi perkebunan besar seperti kelapa sawit, karet, padi, singkong, kakao, lada hitam, kopi, jagung, tebu dll. Dan di beberapa daerah pesisir, komoditas perikanan seperti tambak udang lebih menonjol, bahkan untuk tingkat nasional dan internasional. Selain hasil bumi Lampung juga merupakan kota pelabuhan (liverpoolnya sumatra) karena lampung adalah pintu gerbang untuk masuk ke pulau sumatra. dari hasil bumi yang

melimpah tumbuhlah banyak industri-industri seperti di daerah pesisir panjang, daerah natar, tanjung bintang, bandar jaya dll


(1)

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan pada Bab IV, dapat ditarik beberapa kesimpulan terkait dengan tujuan penelitian ini :

1. Pajak memiliki hubungan satu arah dengan investasi diprovinsi lampung. Hal ini berarti bahwa setiap terjadi perubahan penerimaan sektor pajak akan diikuti juga dengan pertumbuhan investasi, akan tetapi tidak sebaliknya dimana investasi tidak memiliki hubungan dengan pajak.

2. Pajak memiliki hubungan satu arah dengan belanja infrastruktur diprovinsi Lampung. Sesuai dengan fungsi pajak budgetair dimana pajak sebagai sumber dana bagi pemerintah untuk membiayai pengeluaran dalam hal ini untuk penyediaan infrastruktur.

3. Investasi memiliki hubungan satu arah dengan belanja Infrastruktur di Provinsi Lampung. Hal ini berarti bahwa setiap kenaikan investasi akan berpengaruh terhadap belanja infrastruktur di Provinsi Lampung


(2)

68

B. Saran

Adapun saran yang diajukan oleh Penulis untuk perbaikan pada penelitian selanjutnya adalah sebagai berikut:

1. Pemerintah harus lebih mengoptimalkan penerimaan sektor pajak sebagai sumber utama dalam penerimaan asli daerah guna mengurangi

ketergantungan dari dana transfer pemerintah pusat.

2. Meningkatkan kualitas serta kuantitas infrastruktur melalui alokasi anggaran belanja infrastruktur. Karena semakin baik infrastruktur mobilitas akan barang dan jasa semakin lancar sehingga mendorong peningkatan perekonomian dan dapat menarik investor baik asing maupun lokal untuk menamkan modal di Provinsi Lampung.

3. Diharapkan ada penelitian lebih lanjut menggunakan data kabupaten kota provinsi lampung agar penelitian ini lebih menarik.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

_________, Lampung Dalam Angka. BPS Lampung :Berbagai Edisi

_________, Nota Keuangan Dan APBN, Kementrian Keuangan RI : Berbagai Edisi

_________, Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi Lampung Tahun 2013

Afrizal, Fitrah. 2013. Analisis Pengaruh Tingkat Investasi, Belanja Pemerintah, Dan Tenaga Kerja Terhadap PDRB di Provinsi Sulawesi Selatan 2001-2011. Jurnal Unhas : Makasar

Amelia, Anna. 2010. Analisis Pengaruh Kapasitas Fiskal, Investasi, dan TPAK Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Regional Sebelum dan Sesudah Otonomi Daerah. UIN Syarif Hidayatullah : Jakarta

Appah, Ebimobowei. 2011.An Empirical Study on the Causality between

Economic Growth and Taxation in Nigeria.Jurnal. Bayelsa State College of Education: Nigeria

Ardiyanto, Danis. 2012. Analisis Keterkaitan Pengeluaran Pemerintah Dan PDRB di Indonesia. Unbraw : Malang

Badrudin, Rudy. 2010. “Rasio Kemampuan Keuangan Daerah Kabupaten/Kota di Provinsi DIY Pasca Otonomi Daerah. Jurnal Akuntansi & Manajemen, Vol. 21. No. 3, Desember

“Bunga Rampai Kebijakan Fiskal”. Badan analisis Fiskal, Departemen Keuangan RI danJapan International Coorporation Agency(JICA).

Canning, David and Peter Pedroni. 2004.“Infrastructure and Long Run Economic Growth.”University of Belfast

Firmansyah, Dadang. 2008. Faktor-Faktor Yang Memepengaruhi Investasi di Indonesia. Jurnal : Jakarta

Gujarati , N. Damodar. 2012.Basic Econometrics Fourth Edtion: The McGraw−Hill Companies,


(4)

Hadi, Yonathan S. 2003. AnalisisVector Auto RegressionTerhadap Korelasi Antara Pendapatan Nasional Dan Investasi Pemerintah Di Indonesia. Jurnal Keuangan dan Moneter Vol. 6 No 2. Desember

Halim, Abdul. 2007. Analisis Diskriptif PengaruhFiscal Stresspada APBD Pemerintah Kabupaten dan Kota di Jawa Tengah.KOMPAK. STIE YO. Yogyakarta. Hal:127-146

Hapsari, Tunjung. 2011. Pengaruh Infrastruktur Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia (Skripsi). Jakarta : Program Sarjana FEB UIN Syarif

Hidayatullah

Hidayat, Paidi & Pratomo, Wahyu Ario & Harjito D. Agus, 2007. Analisis Kinerja Keuangan Kabupaten/Kota Pemekaran di Sumatera Utara. Jurnal Ekonomi Pembangunan: Kajian Ekonomi Negara Berkembang, Vol. 12 No. 3, Desember

Indarto, Muhammad.2011.Pengaruh Belanja Pemerintah Pusat dan Belanja

Transfer ke Daerah dalam APBN terhadap Pertumbuhan Ekonomi Daerah, Buletin Perbendaharaan, Vol.02/2011. Kementerian Keuangan

Jhingan, M.L, (2001),Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan, P.T. Raja Grifindo Persada: Jakarta.

Khasanah, Mufidhatul. 2007. “Analisis Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD): Kasus APBD Kabupaten Sleman dan Kabupaten Kulonprogo, Tahun2004 dan 2005”.Jurnal Akuntansi & Manajemen. Vol 18. No. 1, April

Kuncoro, Haryo. 2007. Kausalitas antara penerimaan, Belanja, dan PDRB Pada Kota dan Kabupaten di Indonesia. Jurnal Ekonomi Pembangunan, Vol. 12 No. 3, Desember

Mangkoesoebroto, Guritno, (2001), Ekonomi Publik, BPFE Universitas Gajah Mada, Yogyakarta.

Mardiasmo, (2004) Otonomi dan Manajemen Keuangan Daerah(Serial Otonomi Daerah dan Good Governance).Yogyakarta: Andi Offset.

_________, (2011). Perpajakan edisi revisi. Yogyakarta: CV.Andi Offset. Mankiw, N. Gregory.2007.Makroekonomi (Fitria Liza, S.E dan Imam

Nurmawan, S.E Penerjemah). Edisi Keenam. Erlanga. Jakarta

Michael P. Todaro dan Stephen C. Smith. 2007. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga.Jilid 1. Erlangga: Jakarta

Mishkin, Frederic S. 2006.The Economics of Money, Banking, and Financial Markets 8thed. Salemba Empat : Jakarta


(5)

Murwiati, Asih, dkk. 2010. Buku Ajar Ekonomi Publik 1:Fakultas Ekonomi UNILA. : Lampung.

Parmawati, Eka. 2010. Kausalitas Penerimaan, Belanja Dan PDRB Kabupaten/Kota Di Indonesia. Skripsi UNDIP : Semarang

Rasyid, M. Ryaas, (2005), Desentralisasi dan Otonomi Daerah, Editor: Syamsudin Haris, Lembaga Pengetahuan Indonesia : Jakarta.

Saragih, Juli Panglima. 2003. Desentralisasi Fiskal dan Keuangan Daerah dalam Otonomi.Penerbit Ghalia Indonesia : Jakarta

Sasana, Hadi. 2008. Analisis Dampak Pertumbuhan Ekonomi, Kesenjangan Antar Daerah dan Tenaga Kerja Terserap Terhadap Kesejahteraan di Kabupaten Kota Provinsi Jawa Tengah Dalam Era Desentralisasi Fiskal. Semarang : UNDIP

___________. 2009. “Peran Desentralisasi Fiskal Terhadap Kinerja Ekonomi di Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Tengah”. Jurnal Terakreditasi.Jurnal Ekonomi Pembangunan. Vol. 10. No.1, Juni

Sagita, Rendy. 2013. Analisis Kausalitas Infrastruktur Dengan Investasi Asing Untuk Meningkatkan PDRB Indonesia. Jurnal UNES : Semarang

Sianturi, Simonsen. 2011. Dampak Desentralisasi Fiskal Terhadap Ketimpangan Pendapatan Antar Wilayah (Studi Kasus Kabupaten Kota Provinsi Sumatra Utara). UNDIP : Semarang

Sidik, Machfud. 2002.Optimalisasi Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Dalam Rangka Meningkatkan Kemampuan Keuangan Daerah.Wisuda Angkatan XXI STIA LAN Tahun Akademik 2001-2002. Orasi Ilmiah.

Sukirno, Sadono, (2002), Makro Ekonomi Teori Pengantar, PT. Raja Grafindo Persada : Jakarta.

______________, (2011), Makro Ekonomi Teori Pengantar, PT. Raja Grafindo Persada : Jakarta.

Tarigan, Robinson, (2004), Ekonomi Regional: Teori dan Aplikasi, Bumi Aksara : Jakarta

Tzuogas, John. 2010. Tax Revenue, Private Investment and Real Income in Greece. Evidence from Multivariate Cointegration and Causality Analysis. Director General, Directorate of Administration and Organization,

Hellenic Statistical Authority : Greece

Ulum, Ihyaul. 2006. Analisis Hubungan Peringkat Daya Tarik Investasi dengan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kabupaten/Kota di Indonesia. Jurnal akuntansi dan keuangan sektor public.


(6)

Universitas Lampung. 2012. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. Penerbit Unila: Bandar Lampung.

Wahyudi, Dendi. 2013. Analisis Hubungan Belanja Infrastruktur Terhadap Investasi Swasta (PMA dan PMDN) di Provinsi Lampung. Unila : Lampung

Waluyo. 2009. Perpajakan edisi revisi 2009. Erlangga: Jakarta.

Widarjono, Agus. 2009. EKONOMETRIKA Pengantar dan Aplikasi: EKONISA : Jogjakarta.

http://gioakram13.blogspot.com/2013/04/teori-ekonomi-pandangan-klasik-dan.html#ixzz2yRHoqhgu : diakses pada 8-4-2014