Aplikasi Mikroba Pelarut Fosfat dan Sumber Bahan Organik untuk Meningkatkan Serapan P dan Pertubuhan Tanaman Kentang (Solanum tuberosum L.) Pada Tanah Andisol Terdampak Erupsi Gunung Sinabung

(1)

APLIKASI MIKROBA PELARUT FOSFAT DAN SUMBER BAHAN ORGANIK UNTUK MENINGKATKAN SERAPAN P DAN PERTUMBUHAN TANAMAN

KENTANG (Solanum tuberosum L.) PADA TANAH ANDISOL TERDAMPAK ERUPSI GUNUNG SINABUNG

SKRIPSI

Oleh

SUSIANTI MARBUN 110301219

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2015


(2)

APLIKASI MIKROBA PELARUT FOSFAT DAN SUMBER BAHAN ORGANIK UNTUK MENINGKATKAN SERAPAN P DAN PERTUMBUHAN TANAMAN

KENTANG (Solanum tuberosum L.) PADA TANAH ANDISOL TERDAMPAK ERUPSI GUNUNG SINABUNG

SKRIPSI

Oleh

SUSIANTI MARBUN 110301219

AGROEKOTEKNOLOGI-ILMU TANAH

Skripsi sebagai salah satu syarat memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2015


(3)

Judul Skripsi : Aplikasi Mikroba Pelarut Fosfat dan Sumber Bahan Organik untuk Meningkatkan Serapan P dan Pertubuhan Tanaman Kentang (Solanum tuberosum L.) Pada Tanah Andisol Terdampak Erupsi Gunung Sinabung

Nama : Susianti Marbun

Nim : 11030219

Program Studi : Agroekoteknologi

Minat : Ilmu Tanah

Disetujui Oleh: Komisi Pembimbing

Mariani Sembiring, SP., MP Ir. Bintang Sitorus, MP

Ketua Anggota

Mengetahui,

Prof. Dr. Ir. T. Sabrina, M. Sc. Ketua Program Studi Agroekoteknologi


(4)

ABSTRAK

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh aplikasi Mikroba Pelarut Fosfat, pengaruh aplikasi sumber bahan organik, dan interaksi aplikasi Mikroba Pelarut Fosfat dan sumber bahan organik terhadap Serapan P dan Pertumbuhan Tanaman Kentang (Solanum tuberosum L.) pada tanah Andisol Terdampak Erupsi Gunung Sinabung. Penelitian ini dilaksanakan di Desa Kutarayat Kec. Naman Teran Kab. Karo, Medan mulai bulan Februari – Juni 2015. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) faktorial yang terdiri dari 2 faktor perlakuan dengan 3 ulangan. Faktor pertama adalah Mikroba (M) dengan empat taraf, yaitu (M0) Tanpa

aplikasi Mikroba, (M1) Bakteri Pelarut Fosfat (30 ml), (M2) Jamur Pelarut

Fosfat (30 ml), (M3) Bakteri dan Jamur Pelarut Fosfat (15 ml + 15 ml).

Faktor kedua adalah Sumber Bahan Organik (B) dengan lima taraf, yaitu: (B0) Tanpa Aplikasi Bahan Organik, (B1)Kotoran Sapi (100 g/Tanaman),

(B2)Kotoran Ayam (100 g/ Tanaman), (B3)Jerami Padi (100 g/ Tanaman),

(B4)Tithonia diversifolia (100 g/ Tanaman). Parameter yang diamati adalah

nilai reaksi tanah (pH H2O), jumlah populasi Mikroba, Aktivitas Mikroba

(Total Respirasi), Persentase C-Organik Tanah, P Tersedia, Serapan P, berat kering tajuk dan akar tanaman. Hasil penelitian menunjukkan bahwa mikroba pelarut fosfat dan bahan organik serta interaksinya meningkatkan serapan P dan pertumbuhan Kentang pada tanah Andisol terdampak erupsi gunung Sinabung.

Kata kunci : mikroba pelarut fosfat, bahan organik, serapan P, pertumbuhan kentang Andisol.


(5)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Susianti Marbun lahir pada tanggal 23 Mei 1993 di Nagaraja Sipispis. Merupakan anak keempat dari enam bersaudara dari pasangan Robert Marbun dan Meliana Sinaga yang bertempat tinggal di Sarulangon Jambi.

Adapun pendidikan yang pernah ditempuh adalah SD N 094103 Simalungun, SMP Swasta Karya Bhakti Simalungun dan SMA Negeri 1 Raya Simalungun. Saat ini masih terdaftar sebagai mahasiswi Agroekoteknologi di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera yang masuk pada tahun 2011 melalui jalur Ujian Masuk Bersama Perguruan Tinggi Negeri (UMBPTN). Penulis melaksanakan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di PT. Tinggi Raja, Kabupaten Asahan pada bulan Juli – Agustus 2014. Mengikuti kegiatan program ketahanan pangan UPSUS PAJALE (Padi, Jagung dan Kedelai) sebagai pendamping penyuluh pertanian di kabupaten Samosir tahun 2015.


(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Aplikasi Mikroba Pelarut Fosfat dan Sumber Bahan Organik untuk Meningkatkan Serapan P dan Pertumbuhan Tanaman Kentang (Solanum tuberosum L.) Pada Tanah Andisol Terdampak Erupsi Gunung Sinabung”.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada Ibu Mariani Sembiring, SP., MP. selaku dosen ketua komisi pembimbing

dan Ibu Ir. Bintang Sitorus, MP. sebagai dosen anggota komisi pembimbing, yang telah memberikan bimbingan dan masukan selama penulisan skripsi ini. Penulis mengucapkan terimakasih kepada kedua orang tua yang telah memberikan dukungan finansial dan spiritual. Ucapan terimakasih juga ditujukan kepada seluruh staf pengajar, pegawai serta kerabat di lingkungan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara yang telah berkontribusi dalam kelancaran studi dan penyelesaian skripsi ini.

Akhir kata penulis meminta maaf apabila ada kekurangan atau kesalahan

dalam penyusunan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi pihak yang membutuhkan.

Medan, September 2015


(7)

DAFTAR ISI

Hal.

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

RIWAYAT HIDUP ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 2

Hipotesis Penelitian ... 3

Kegunaan Penelitian ... 3

TINJAUAN PUSTAKA Erupsi Gunung Sinabung ... 4

Andisol ... 5

Bahan Organik ... 8

Kotoran Sapi ... 8

Kotoran Ayam ... 8

Jerami Padi ... 9

Tithonia diversifolia ... 10

Fosfat ... 11

Mikrooba Pelarut Fosfat ... 13

Botani Tanaman ... 15

Syarat Tumbuh ... 16

Iklim ... 16

Tanah ... 17

BAHAN DAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian ... 19

Bahan dan Alat ... 19

Metode Penelitian ... 20

Pelaksanaan Penelitian ... 22

Persiapan Lahan. ... ..22


(8)

Aplikasi Pupuk Dasar, Bahan Organik dan Penanaman ... 22

Aplikasi Mikroba Pelarut Fosfat ... 22

Pemeliharaan Tanaman ... 23

Penyiraman ... 23

Penyiangan ... 23

Pembumbunan ... 23

Pemupukan ... 23

Pengendalian Hama dan Penyakit ... 24

Pengamatan Parameter ... 24

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil ... 25

Pembahasan ... 34

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 47

Saran ... 47

DAFTAR PUSTAKA ... 48 LAMPIRAN


(9)

DAFTAR TABEL

No. Hal.

1. Rataan nilai reaksi tanah (pH H2O) ... 24

2. Rataan nilai Jumlah populasi Mikroba ... 25

3. Rataan nilai Aktivitas Mikroba (Total Respirasi) ... 26

4. Rataan nilai Persentase C-Organik Tanah... 27

5. Rataan nilai Rataan total P Tersedia ... 28

6. Rataan nilai Serapan P oleh tanaman ... 29

7. Rataan total berat kering tajuk tanaman kentang 8 MST (g) ... 30

8. Rataan total berat kering akar tanaman kentang 8 MST (g) ... 32


(10)

DAFTAR GAMBAR

No. Hal.

1. Grafik Rataan nilai reaksi tanah (pH H2O) ... 34

2. Grafik Rataan nilai Jumlah populasi Mikroba ... 35

3. Grafik Rataan nilai Aktivitas Mikroba (Total Respirasi) ... 37

4. Grafik Rataan nilai Persentase C-Organik Tanah ... 38

5. Grafik Rataan nilai Rataan total P Tersedia ... 40

6. Grafik Rataan nilai Serapan P oleh tanaman... 42

7. Grafik Rataan total berat kering tajuk tanaman kentang 8 MST (g) ... 43


(11)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Hal.

1. Denah Penelitian ... 50

2. Data hasil analisis reaksi tanah (pH H2O) ... 51

3. Data Pengamatan Jumlah populasi Mikroba ... 52

4. Data Pengamatan Aktivitas Mikroba (Total Respirasi) ... 53

5. Data Hasil Analisis Persentase C-Organik Tanah ... 54

6. Data Hasil Analisis P Tersedia ... 55

7. Data Hasil Analisis Serapan P oleh tanaman ... 56

8. Data Hasil Pengukuran total berat kering tajuk tanaman 8 MST (g) ... 57

9. Data Hasil Pengukuran total total berat kering akar tanaman 8 MST (g) ... 58


(12)

ABSTRAK

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh aplikasi Mikroba Pelarut Fosfat, pengaruh aplikasi sumber bahan organik, dan interaksi aplikasi Mikroba Pelarut Fosfat dan sumber bahan organik terhadap Serapan P dan Pertumbuhan Tanaman Kentang (Solanum tuberosum L.) pada tanah Andisol Terdampak Erupsi Gunung Sinabung. Penelitian ini dilaksanakan di Desa Kutarayat Kec. Naman Teran Kab. Karo, Medan mulai bulan Februari – Juni 2015. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) faktorial yang terdiri dari 2 faktor perlakuan dengan 3 ulangan. Faktor pertama adalah Mikroba (M) dengan empat taraf, yaitu (M0) Tanpa

aplikasi Mikroba, (M1) Bakteri Pelarut Fosfat (30 ml), (M2) Jamur Pelarut

Fosfat (30 ml), (M3) Bakteri dan Jamur Pelarut Fosfat (15 ml + 15 ml).

Faktor kedua adalah Sumber Bahan Organik (B) dengan lima taraf, yaitu: (B0) Tanpa Aplikasi Bahan Organik, (B1)Kotoran Sapi (100 g/Tanaman),

(B2)Kotoran Ayam (100 g/ Tanaman), (B3)Jerami Padi (100 g/ Tanaman),

(B4)Tithonia diversifolia (100 g/ Tanaman). Parameter yang diamati adalah

nilai reaksi tanah (pH H2O), jumlah populasi Mikroba, Aktivitas Mikroba

(Total Respirasi), Persentase C-Organik Tanah, P Tersedia, Serapan P, berat kering tajuk dan akar tanaman. Hasil penelitian menunjukkan bahwa mikroba pelarut fosfat dan bahan organik serta interaksinya meningkatkan serapan P dan pertumbuhan Kentang pada tanah Andisol terdampak erupsi gunung Sinabung.

Kata kunci : mikroba pelarut fosfat, bahan organik, serapan P, pertumbuhan kentang Andisol.


(13)

PENDAHULUAN Latar Belakang

Andisol adalah tanah yang berwarna hitam kelam, sangat porous, mengandung bahan organik dan lempung tipe amorf, terutama alofan serta sedikit silika, alumina atau hidroksida besi (Sembiring, dkk, 2013). Jenis tanah ini relatif subur namun mempunyai tingkat jerapan P yang tinggi karena dirajai oleh mineral amorf seperti alofan, imogolit, ferihidrit dan oksida-oksida hidrat Al dan Fe dengan permukaan spesifik yang luas (Sukmawati, 2011).

Salah satu kendala yang ditemukan pada tanah Andisol adalah tingginya retensi hara P yang menyebabkan ketersediaan P bagi tanaman sangat kecil. Kekurangan P akan mengganggu proses metabolisme tanaman seperti pembelahan dan perkembangan sel, respirasi, fotosintesis dan secara keseluruhan akan menurunkan kualitas tanaman (Abubakar, dkk, 2013). Pengelolaan Andisol perlu diarahkan untuk menurunkan kemampuan jerapan dan meningkatkan ketersediaan P. Retensi P oleh Al dan Fe pada Tanah Andisol dapat diturunkan dengan aplikasi mikroba-mikroba yang berperan di dalam penyediaan unsur hara P pada tanaman seperti mikroba pelarut fosfat (MPF). Mikroba ini akan melepaskan ikatan P dari mineral liat tanah dan menyediakannya bagi tanaman dalam bentuk yang dapat diserap oleh tanaman. Penggunaan bahan organik dapat memperbesar ketersediaan fosfat tanah melalui dekomposisinya yang menghasilkan CO2


(14)

Paparan debu erupsi Sinabung merupakan salah satu bahan induk yang nantinya akan melapuk menjadi tanah. Debu vulkanik mengandung logam berat dan zat-zat mikro berbahaya bersifat mudah mengendap dalam air. Hasil analisis Balitbangtan (2014) pH tanah berkisar 4,4-6,5 sedangkan pH abu vulkan berkisar 3,3-3,5. Rendahnya pH tersebut mengakibatkan meningkatnya logam-logam berat pada tanah. Jenis logam berat pada debu vulkanik, antara lain Al, Fe, Cd dan Cu. Meski jumlahnya sangat sedikit, namun sangat berbahaya bagi manusia dan tumbuhan karena bersifat toksik (Barasa, 2012).

Tanaman kentang adalah tanaman pangan yang kebutuhannya selalu meningkat tiap tahun. Tanaman ini membutuhkan unsur hara dalam pertumbuhannya. Retensi P pada tanah andisol menjadi salah satu permasalahan pada pertumbuhan tanaman. Akan tetapi permasalahan pada tanah Andisol dapat diminimalisir dengan pengaplikasian mikroba pelarut fosfat dan bahan organik untuk meningkatkan P tersedia bagi tanaman kentang dalam tanah, mengurangi kebutuhan pupuk P kimia dan mengurangi biaya produksi petani kentang. Penelitian ini ditujukan agar Fosfat dalam tanah dapat dimanfaatkan secara efisien oleh tanaman pertanian.


(15)

Tujuan Penelitian

1. Mengetahui pengaruh Aplikasi Mikroba Pelarut Fosfat terhadap Serapan P dan Pertumbuhan Tanaman Kentang (Solanum tuberosum L.) Pada Tanah Andisol Terdampak Erupsi Gunung Sinabung.

2. Mengetahui pengaruh Aplikasi Sumber Bahan Organik (Kotoran Sapi, Kotoran Ayam, Jerami Padi dan T. diversifolia) terhadap Serapan P dan Pertumbuhan Tanaman Kentang (Solanum tuberosum L.) Pada Tanah Andisol Terdampak Erupsi Gunung Sinabung.

3. Mengetahui pengaruh Aplikasi Mikroba Pelarut Fosfat dan Sumber

Bahan Organik terhadap Serapan P dan Pertumbuhan Tanaman Kentang (Solanum tuberosum L.) Pada Tanah Andisol Terdampak Erupsi

Gunung Sinabung.

Hipotesis Penelitian

1. Aplikasi Mikroba Pelarut Fosfat dapat meningkatkan Serapan P dan Pertumbuhan Tanaman Kentang (Solanum tuberosum L.) Pada Tanah Andisol Terdampak Erupsi Gunung Sinabung.

2. Aplikasi Sumber Bahan Organik (Kotoran Sapi, Kotoran Ayam, Jerami Padi dan T. diversifolia) dapat meningkatkan Serapan P dan Pertumbuhan Tanaman Kentang (Solanum tuberosum L.) Pada Tanah Andisol Terdampak Erupsi Gunung Sinabung.

3. Aplikasi Mikroba Pelarut Fosfat dan Sumber Bahan Organik dapat

meningkatkan Serapan P dan Pertumbuhan Tanaman Kentang (Solanum tuberosum L.) Pada Tanah Andisol Terdampak Erupsi


(16)

Kegunaan Penulisan

Sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana di Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan, dan diharapkan berguna sebagai informasi tentang Mikroba Pelarut Fosfat pada tanah Andisol terdampak erupsi gunung Sinabung.


(17)

TINJAUAN PUSTAKA Erupsi Gunung Sinabung

Erupsi Gunung sinabung mengakibatkan kerusakan yang cukup besar di sector pertanian. Dampak erupsi terhadap sektor pertanian antara lain a). merusak tanaman, b). lahan dan c). merusak lingkungan pertanian. Material erupsi terdiri atas debu yang ketebalannya mencapai 10 cm dan lahar dingin/bekas awan panas yang mencapai 10 m tersebar di wilayah sektor pertanian. Komoditas pertanian yang terpapar abu vulkanik tidak bisa dikonsumsi karena beracun (Balitbangtan, 2014).

Abu vulkanik atau pasir vulkanik adalah bahan material vulkanik jatuhan yang disemburkan ke udara saat terjadi suatu letusan. Abu maupun pasir vulkanik terdiri dari batuan berukuran besar sampai berukuran halus, yang berukuran besar biasanya jatuh disekitar sampai radius 5-7 km dari kawah, sedangkan yang berukuran halus dapat jatuh pada jarak mencapai ratusan hingga ribuan kilometer Penelitian kandungan debu vulkanik di Fuego, Costa Rica menunjukkan rata-rata kandungan Al, B, Ca, Cd, Cl, Cu, Fe, Li, dan Pb secara berturut-turut (dalam mg/kg) adalah 5,2; 0,088; 400; 0,008; 124; 2.08; 0,044; 0,104 (Barasa, 2012). Komposisi mineral abu-pasir vulkan terdiri dari Fragmen batuan (1. Fragmen batuan (28-37%), Gelas volkan (22-26%), Augit (8-13%), Heperstin (10-18%), Labradorit (7-10%), Bintonit (2-5%) dan opak (3-5%). Bahan-bahan mineral tersebut jika melapuk akan menjadi sumber unsur hara esensial terutama Ca, Mg, K, Na, P, S, Fe, Mn. (Balitbangtan, 2014)


(18)

Karakteristik debu vulkanik yang terdapat pada Gunung Merapi memiliki kandungan P dalam abu volkan berkisar antara rendah sampai tinggi (8-232 ppm P2O5). KTK (1,77- 7,10 me/100g) dan kandungan Mg

(0,13- 2,40 me/100g), yang tergolong rendah, namun kadar Ca cukup tinggi (2,13- 15,47 me/100g). Sulfur (2- 160 ppm), kandungan logam berat Fe (13- 57 ppm), Mn (1.5- 6,8 ppm), Pb (0,1- 0,5 ppm) dan Cd cukup rendah (0,01- 0,03 ppm (Sucipto, 2009).

Andisol

Tanah Andisol merupakan salah satu jenis tanah yang memiliki sifat fisika dan kimia yang khas (Soil Survey Staff, 2010). Sifat khas yang dimiliki antara lain bahan organik tinggi, bulkdensiti rendah sehingga kapasitas menahan air dan porositasnya tinggi. Tanah Andisol adalah tanah yang memiliki bahan andik dengan ketebalan sebesar 60% atau lebih. Suatu tanah memiliki sifat andik bila : 1) mengandung bahan organik < 25 % (berdasarkan berat) karbon organik, dan memenuhi satu atau kedua syarat berikut, 2) memenuhi semua syarat berikut a) bulk densiti, ditetapkan pada retensi air 33 kPa yaitu < 0.90 g/cm3, b) retensi fosfat > 85 %, dan c) jumlah persentase Al + ½ Fe (ekstrak ammonium oksalat) > 2.0 %, atau 3) memenuhi syarat berikut : a) mengandung > 30 % fraksi tanah yang berukuran 0.02 – 2.00 mm, b) retensi fosfat > 25 %, c) jumlah persentase Al + ½ Fe (ekstrak ammonium oksalat) > 0.4 %, d) mengandung volcanic glass

> 5 %, dan e) [(% Al + ½ Fe) × (15.625)] + [% volcanic glass > 36.25 (Gusbiandha, 2011).


(19)

Mineral liat yang khas pada Andisol adalah Alofan yaitu salah satu mineral alumino hidrous silikat dari orde rentang pendek dan didominasi oleh gugus Si-O-Al. Ada dua pokok utama alofan yang terdapat dalam tanah dari abu vulkan ini yaitu : alofan kaya Al dengan perbandingan Al/Si = 2/1 dan alofan kaya Si dengan Al/Si = 1/1. Rumus kimia alofan diduga sebagai berikut : SiO2.Al2O3.2H2O atau Al2O3.SiO2.2H2O. Alofan mengandung area

permukaan spesifik yang sangat luas. Alofan mempunyai muatan variabel yang tinggi dan bersifat amfotermik dan dapat memfiksasi fosfat dalam jumlah yang tinggi (Tan, 1998) .

Alofan merupakan penentu struktur tanah. Alofan memiliki diameter 3-5 nm yang dapat dilihat di bawah mikroskop elektron dan memiliki rasio Si/Al antara 0,5-1. Alofan menunjukkan karakteristik komplek pertukaran dan selektifitas yang tinggi terhadap kation divalen, dan sangat reaktif pada fosfat. Imogolit merupakan mineral yang memiliki rasio Si/Al 0.5 dan bentuknya panjang dengan diameter di dalamnya 1 nm dan luar 2 nm. Alofan dalam Andisol bereaksi dengan asam humik mengakibatkan akumulasi bahan organik. Al dan Fe dipermukaan alofan akan bereaksi dan membentuk khelat alofan-asam humik. Khelasi antara asam humik dan Al-Fe tersebut membentuk khelat logam-humik yang akan meningkatkan retensi humus terhadap dekomposisi mikrobiologis. Akumulasi humus karena khelasi dengan Al ini akan mempengaruhi pertukaran ligan dikarenakan khelatnya mengendap dan menjadi imobil (Gusbiandha, 2011).


(20)

Bahan Organik

Bahan organik dapat memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah dan bahan organik juga banyak menyumbangkan unsur hara N, P, K Ca, Mg serta meningkatkan ketersediaan hara lainnya bagi tanaman. Keberadaan bahan organik sekaligus meningkatkan populasi dan aktivitas organisme dalam tanah dan menghasilkan asam humik, asam fulfik, karboksil, fenol dan asam-asam organik lainnya serta dapat bereaksi dengan logam Al, Fe mengakibatkan hara tanaman semakin tersedia (Sinuraya, 2009).

Sutedjo dan Kartasapoetra (1998) mengatakan bahwa pemberian bahan organik pada tanah dapat menurunkan Bulk Density tanah, hal ini disebabkan oleh bahan organik yang di tambahkan mempunyai kerapatan jenis yang lebih rendah. Kemantapan agregat yang semakin tinggi dapat menurunkan bulk density tanah maka persentase ruang pori – pori semakin kasar dan kapasitas mengikat air semakin tinggi.

Kandungan asam-asam organik dari bahan kompos telah dipelajari sebelumnya dan menunjukkan bahwa kualitas bahan sangat menentukan kandungan asam humat dan asam fulvat yang dihasilkan serta sifat kimia lainnya. Manfaat pemberian kompos pada tanah (Vertic Hapludult) yang diberikan tambahan (2%) kompos dari jerami padi yang masih mentah (C/N>45) akan meningkatkan kandungan asam humat pada bahan campuran sampai hampir 50 kali lipat lebih besar dari kandungan asam humat pada bahan kompos itu sendiri dan meningkatkan produksi tanamanan uji. Walaupun terdapat keraguan dari mana terjadinya peningkatan asam humat


(21)

sebesar itu, tetapi informasi tersebut paling tidak menunjukkan bahwa asam humat dan asam fulvat merupakan salah satu sifat penting pada kompos (Mulyadi, 2003).

Kotoran Sapi

Pupuk kandang biasanya terdiri dari campuran 0,5 % N, 0,25 % P2O5

dan 0,25 % K2O. Komposisi unsur hara pupuk kotoran sapi menurut Sutedjo

dan Kartasapoetra (1998) disajikan pada Tabel 1.

Feses sapi mengandung hemisellulosa sebesar 18,6%, sellulosa 25,2%, lignin 20,2%, nitrogen 1,67%, fosfat 1,11% dan kalium sebesar 0,56%. Feses sapi mempunyai C/N ratio sebesar 16,6-25%, sedangkan feses kuda mempunyai C/N ratio sebesar 25%. Produksi gas metan sangat tergantung oleh rasio C/N dari substrat. Rentang rasio C/N antara 25-30 merupakan rentang optimum untuk proses penguraian anaerob. Jika rasio C/N terlalu tinggi, maka nitrogen akan terkonsumsi sangat cepat oleh bakteri-bakteri metanogen untuk memenuhi kebutuhan protein dan tidak akan lagi bereaksi dengan sisa karbonnya (Windyasmara, dkk, 2012).

Jerami Padi

Di dalam jerami terdapat beberapa unsur hara yang berguna untuk tanaman seperti Nitrogen dan Kalium sehingga dapat membantu


(22)

menggantikan pupuk Urea dan KCl. Dengan mengembalikan jerami padi ke lahan sawah, petani dapat menghemat biaya pupuk karena tidak perlu lagi memberikan pupuk Urea dan KCl. Satu ton jerami padi dapat diperoleh ½ ton sampai 2/3 ton kompos. Dengan demikian jika kita ingin membuat 1 ton kompos, maka bahan baku jerami yang disiapkan sekitar 1,5-2 ton jerami. Kandungan beberapa unsur hara untuk 1 ton kompos jerami padi adalah : unsur makro Nitrogen (N) 2,11 %, Fosfor (P2O5) 0,64%, Kalium (K2O)

7,7%, Kalsium (Ca) 4,2%, serta unsur mikro Magnesium (Mg) 0,5%, Cu 20 ppm, Mn 684 ppm dan Zn 144 ppm. Kompos jerami memiliki kandungan hara setara dengan 41,3 kg Urea, 5.8 kg SP36, dan 89,17 kg KCl per ton kompos atau total 136,27 kg NPK per ton kompos kering. Jumlah hara ini kurang lebih dapat memenuhi lebih dari setengah kebutuhan pupuk kimia petani (BPTP, 2013).

Jerami padi merupakan salah satu limbah pertanian yang berpotensi sebagai penambah unsur hara apabila dikembalikan ke dalam tanah. Sampai saat ini, penanganan limbah jerami padi oleh petani sebagian besar dilakukan dengan cara dibakar dan abunya digunakan sebagai pupuk. Penanganan limbah dengan cara dibakar mengakibatkan beberapa unsur hara seperti C dan S menjadi hilang dan apabila dilakukan secara terus-menerus dapat menimbulkan pencemaran terhadap lingkungan sekitarnya. Nilai jerami padi sebagai pupuk umumnya terlupakan. Pembakaran jerami merupakan kegiatan yang umum dilakukan di banyak negara, disebabkan sulitnya mencampur jerami dalam jumlah besar ke dalam tanah. Jerami padi memiliki dinding sel yang terdiri dari 39.7 % selulosa dalam berat kering,


(23)

25.2% hemiselulosa dan 4.8% lignin. Pada sekam padi mengandung mineral silika (SiO2) sebesar 23.96% dan pada bagian jerami mengandung 4-9%

silica (Mulyadi, 2003). • Kotoran Ayam

Pupuk kandang yang berasal dari kotoran ayam mengandung bahan organik membuat struktur tanah menjadi remah, mampu menahan kehilangan air dari tanah yang tidak bisa dilakukan oleh pupuk buatan. Penambahan bahan organik kedalam tanah dapat pulak meningkatkan P tersedia dalam tanah. Peningkatan ini kemungkinan besar berasal dari pembebasan P yang terikat sebagai senyawa organik dalam pupuk kandang maupun pembebasan P yang terikat dengan Al ata Fe akibat terjadinya proses khelasi antara asam organik yang berasal dari penguraian bahan organik dengan unsur tersebut (Sidabutar, 2006).

Sutedjo dan Kartasapoetra (1988) mengatakan bahwa kandungan dari setiap pupuk kandang berbeda. Khusus kotoran ayam, mengandung unsur hara N, P, K dan Ca sebesar 1,63 %, 1,84 % P2O5, 0,85 K2O, dan 1,07

% CaO dalam bahan kering 44,00 %. Pupuk kandang ayam mempunyai kelebihan terutama karena mempunyai kandungan nitrogen (5 - 8%) dan fosfor (1-2 %) yang lebih tinggi dibandingkan pupuk kandang yang lain. Pupuk kandang ayam selain karena kandungan haranya, juga karena kemampuannya meningkatkan ketersediaan P bagi tanaman (Melati dan Adriani, 2005).


(24)

Bahan Organik Tithonia diversifolia

T. diversifolia adalah gulma tergolong famili Asteraceae yang tumbuh baik di dekat saluran air, tebing sungai, dan pinggir jalan. Tithonia tumbuh dengan tinggi 1- 3 meter, bunga bewarna kuning, dan produksi biomassa daun cukup banyak serta tahan kekeringan. Kandungan hara T. diversifolia cukup tinggi, yaitu 1.35 % N; 0.93 % P; 1.27 % K, 1.98 % Ca; dan 0.54 % Mg. Ciri dan sifat T. diversifolia meliputi akar tunggang yang dalam, batang lembut dengan anatomi menyerupai legum, bercabang banyak, terinfeksi mikoriza, berasosiasi dengan Azotobacter, dan berdaun sukulen, sehingga menghasilkan bahan organik yang banyak dan mudah lapuk.

T. diversifolia memiliki potensi besar untuk memperbaiki kesuburan tanah. Daun kering titonia mengandung hara yang tinggi yaitu 3,5 % N, 0,35 % P, dan 4,1 % K. Adanya peningkatan C-organik disebabkan oleh karbon (C) yang merupakan penyusun utama dari bahan organik itu sendiri, sehingga penambahan bahan organik seperti bokashi T. diversifolia, berarti menambah kadar C-organik. Diantara senyawa karbon yang sederhana tersebut, CO2 adalah yang paling banyak. Namun karbondioksida tersebut

ada yang hilang ke atmosfer dan sebagian lagi digunakan oleh mikroorganisme (Rara, dkk, 2013).

Fosfor

Fospor adalah Unsur hara esensial kedua setelah nitrogen yang dibutuhkan tanaman untuk pertumbuhan dan perkembangannya. Fosfor adalah komponen yng penting dari ATP, unit energi tanaman. ATP yang


(25)

dibentuk selama fotosintesis, mengandung fosfor dalam strukturnya (Sagervanshi, dkk, 2012).

Fosfat tanah pada umumnya berada dalam bentuk yang tidak tersedia bagi tanaman. Tanaman akan menyerap fosfor dalam bentuk orthofosfat (H2PO4-, HPO42-, dan juga PO43-). Jumlah masing-masing bentuk sangat

bergantung kepada pH tanah, tetapi umumnya bentuk H2PO4- terbanyak

dijumpai pada pH tanah berkisar 5,0-7,2 (Zeda, 2003).

Fosfor sangat penting dalam pembentukan bunga, buah maupun biji, pembagian sel, pembentukan lemak serta albumin, kematangan tanaman, perkembangan akar, memperkuat batang sehingga tidak mudah rebah, meningkatkan kualitas tanaman serta meningkatkan ketahanan terhadap hama dan penyakit dalam perkembangan akar, memperkuat batang sehingga tidak mudah rebah, meningkatkan kualitas tanaman serta meningkatkan ketahanan terhadap hama dan penyakit (Sinuraya, 2009).

Fosfor dalam tanah Andisol sangat kuat terikat oleh Al dan Fe dari mineral nonkristalin. Debu vulkanik yang masih baru mengandung fosfor yang mudah larut dalam larutan asam. Tanaman dapat menyerap fosfor yang larut dan dengan mudah fosfor juga dapat membentuk ikatan. Aplikasi fosfor dapat bereaksi dengan debu vulkanik hasil hancuran iklim seperti Al dan Fe dari mineral nonkristalin sehingga menghasilkan ikatan metal fosfor yang tidak mudah larut (Gusbiandha, 2011).

Pada permukaan mineral tersebut terdapat gugus Al, Fe-OH terbuka (Al-aktif) yang mampu berdisosiasi atau mengalami protonasi sehingga dapat bersifat sebagai asam maupun basa. Dalam suasana asam ion H+


(26)

berperan sebagai ion donor yang mengisi gugus OH membentuk Al-OH2+ yang bermuatan positif. Muatan ini menyebabkan permukaan mineral mempunyai aktivitas yang tinggi dalam meretensi anion fosfat (Abubakar, dkk, 2013).

Salah satu alternatif untuk mengatasi rendahnya P-tersedia tanah adalah dengan bioteknologi tanah, yaitu memanfaatkan mikrobia tanah yang hidup bebas yang memiliki kemampuan dalam mearutkan p tanah dan P pupuk serta dapat membantu jangkauan akar daam menyerap P tanah seperti mikrobia pelarut fosfat dan mikoriza sehingga tanaman mampu menyerap P tanah untuk mencukupi kebutuhannya (Gonggo dan Hasanuddin, 2004).

Fosfor merupakan unsur hara yang diperlukan oleh tanaman dalam jumlah yang besar (hara makro). Jumlah Fosfor dalam tanaman lebih kecil dibandingkan dengan nitrogen dan kalium. Tanaman menyerap Fosfor dalam bentuk anion (H2PO4) dan (HPO4-2). Fosfor yang diserap tanaman

dalam bentuk anorganik cepat berubah menjadi senyawa Fosfat organik. Fosfor ini mudah bergerak antar jaringan tanaman dan kadar optimal Fosfor dalam tumbuhan vegetatif dalam 0,3% - 0,5% dari berat kering tanaman (Sinuraya, 2009).

Anion organik yang dihasilkan dari dekomposisi bahan organik dipercaya bisa membentuk kompleks yang stabil dengan Fe dan Al sehingga mencegah reaksi mereka dengan P. Bahkan dilaporkan bahwa kompleks ion dapat membebaskan P sebelumnya difiksasi oleh ion Al dan Fe dengan mekanisme yang sama. Anion tersebut antara lain sitrat, oksalat, tatrat, malat dan malonat yang sebagian besar berasal dari dekomposisi bahan


(27)

organik. Penkhelatan atau pembentukan kompleks akibat dari dekomposisi bahan organik dapat menyebabkan P-Organik yang tidak dapat larut menjadi larut (Stevenson, 1982).

Mikroba Pelarut Fosfat

Mikroba Pelarut Fosfat (MPF) merupakan kelompok mikroba tanah yang sering dimanfaatkan untuk rehabilitasi lahan kritis. MPF mampu mengekstraksi fosfat dari ikatannya dengan Al, Fe, Ca dan Mg karena mikroba ini mengeluarkan asam organik yang dapat membentuk kompleks stabil dengan kation-kation pengikat fosfat didalam tanah. Mikroba ini berupa bakteri seperti Pseudomonas, Bacillus, Mycrobacterium, Micrococcus dan fungi seperti penicilium, Aspergillus, Fusarium dan Sclerotium. Telah banyak dilaporkan bahwa MPF mampu memperbaiki status nutrisi tanaman terutama P, dan meningkatkan resistensi tanaman terhadap kekeringan.

Pemberian pupuk hayati berupa MPF mampu meningkatkan aktivitas fosfatase di dalam tanah. Efisiensi pupuk P dapat ditingkatkan dengan pemanfaatan mikroba tersebut. Selain meningkatkan aktivitas fosfatase, MPF juga mengeluarkan asam-asam organik seperti asam sitrat, glutamate, suksinat, tartat, format, asetat, propianat, laktonat, glikonat dan fumarat. Asam organik ini akan bereaksi dengan FePO4 , yang membentuk

Khelat (kompleks stabil) dengan kation-kation pengikat P di dalam tanah seperti Fe3+. Akibatnya dapat menurunkan reaktivitas ion-ion dan menyebabkan pelarutan yang efektif sehingg P terfiksasi dapat tersedia untuk tanaman (Fitriatin, dkk, 2011).


(28)

Dalam peneltian sebelumnya telah dilakukan isolasi mikroba tanah pelarut fosfat. Dari hasil isolasi diperoleh jenis mikroba yang dapat melarutkan fosfat yaitu jenis bakteri pelarut fosfat dan jamur pelarut fosfat. Selanjutnya telah dilakukan penelitian untuk menguji tingkat efisiensi pelarutan fosfat oleh MPF dengan penggunaan pupuk P. Namun perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui efektifitas MPF dalam melarutkan P melalui penambahan beberapa sumber bahan organik segar. Bahan organik segar tersebut di tujukan untuk menghasilkan asam-asam organik pengkhelat Logam Al, Fe, Ca, dan Mg pada tanah Andisol.

Botani Tanaman Kentang (Solanum tuberosum L.)

Setiadi dan Nurulhuda (1997) mengatakan bahwa Solanum tuberosum L. adalah naman dari tanaman kentang. Para ahli taxonomi memasukkan kentang kedalam kelas dicotyledoneae, bangsa/ordo Tubilorae, suku/family slanaceae atau tanaman berbunga terompet, marga/genus Solanum dan jenis/spesies Solanum tuberosum L.

Akar tanaman menjalar dan berukuran sangat kecil dan bahkan sangat halus. Akar ini berwarna keputih-putihan. Kedalaman daya tembusnya bisa mencapai 45 cm. Namun biasanya akar ini banyak yang mengumpul di kedalaman 20 cm (Silawati, 2003).

Burton (1989) mengatakan bahwa stolon merupakan bagian batang yang terletak di bawah tanah yang mempunyai daun-daun kecil seperti sisik dan pada ketiak daunnya terdapat tunas ketiak yang tumbuh menjulur secra diageotropik dengan buku-buku yang memanjang dan melengkung pada ujungnya. Panjang stolon berbeda-beda menurut varietas. Stolon berukuran


(29)

pendek (+

Kentang mempunyai sifat menjalar, batangnya berbentuk segi empat, panjangnya bisa mencapai 50 - 120 cm, dan tidak berkayu. Batang dan daun berwarna hijau kemerah- merahan atau keungu - unguan. Bunganya berwarna kuning keputihan atau ungu. Akar tanaman menjalar dan berukuran sangat kecil bahkan sangat halus ( Setiadi dan Surya, 2000).

10 cm), sedang (antara 10 smpai 20 cm) dan panjang (antara 20 sampai 40 cm). Bentuk umbi kentang ada 4 macam yaitu : 1.bulat ; 2.lonjong, meruncing kearah kedua ujung umbi ; 3.meruncing, lebih runcing kearah ujung umbi, lebih lebar pada bagian pangkal umbi dan 4.ujung umbi ; 3. Meruncing, lebih runcing kearah ujung umbi lebih lebar pada bagian pangkal umbi dan 4. Ginjal, lebih meruncing pada bagian pangkal umbi, lebar pada bagian ujung umbi (Silawati, 2003).

Daun kentang merupakan daun majemuk dengan anak daun primer tersusun diantara anak daun sekunder. Bentuk anak daun primer bulat sampai lonjong. Semua anak daun primer (Silawati, 2003).

Bunga kentang adalah zygonorp (mempunyai bidang simetris), berjenis kelamin dua (hermaproditus atau bunga sempurna), warna mahkota bunga (corolla) putih, merah jambu, atau ungu. Daun kelopak (calix), daun mahkota dan benang sari (stamen) masing-masing berjumlah lima buah dengan satu buah putik (pistillus). Mahkota berbentuk terompet dengan ujung seperti bintang lima, benang sari berwarna kuning melingkari tangkai putiknya (Soelarso, 1997).


(30)

Syarat Tumbuh Iklim

Sesuai dengan pembawaan serta sifat aslinya, tempat yang disenangi tanaman kentang mula-mula yang berhawa dingin. Pada perkembangan selanjutnya, kentang disebarluaskan kedaerah lain dan ternyata bias tumbuh beradaptasi di daerah-daerah beriklim sedang (subtropis). Kemudian, meluas lagi ke daerah tropis yang memiliki dua musim, seperti Indonesia atau daerah disekitar garis katulistiwa (Setiadi dan Nurulhuda, 2000).

Kentang yang dapat tumbuh di daerah tropis tetap saja membutuhkan daerah yang berhawa dingin atau sejuk. Suhu udara yang ideal untuk kentang berkisar antara 15-18oC pada malam hari dan 24-30oC pada siang hari. Kentang dapat tumbuh di tempat-tempat yang cukup tinggi, seperti di daerah dengan ketinggian 500-3.000 m dpl. Namun, tempat yang ideal berkisar antara 1.000 m dpl. Kentang yang ditanam di ketinggian kurang dari 1.000 m dpl biasanya kecil-kecil (Setiadi dan Nurulhuda, 2000).

Suhu tanah juga mempengaruhi pembentukan umbi. Suhu tanah optimal untuk pembentukan umbi terbesar adalah antara 16-20 o , ada juga kultivar yang dapat beradaptasi dengan membentuk umbi pada suhu tanah 30 o. Tanaman kentang membutuhkan curah hujan berkisar 200-300 mm perbulan untuk pertumbuhan (Tobing, 2002).

Selain suhu, ketinggian tempat, dan curah hujan, angin ternyata juga berpengaruh terhadap tanaman kentang. Angin yang terlalu kencang kurang baik untuk tumbuhan berumbi itu. Hal ini dikarenakan angin yang keras bias


(31)

merusak tanaman, bisa mempercepat penularan penyakit, dan vector penyebar bibit penyakit mudah terbawa ke mana-mana. Oleh karena itu, daerah yang kurang menguntungkan karena angin, diharapkan berjaga-jaga bila akan menanam kentang (Setiadi dan Nurulhuda, 2000).

Tanah

Tanaman kentang membutuhkan tanah yang subur, gembur, banyak mengandung bahan organik, bersolum dalam, aerase dan draenase baik. Keadaan tanah yang kurang memenuhi syarat tumbuh tanaman kentang dapat berpengaruh negatih (Tobing 2002).

Tanah yang paling baik untuk kentang adalah tanah yang gembur atau sedikit mengandung pasir agak mudah diresapi air dan mengandung humus yang tinggi. Tanah dengan kondisi seperti itu, bisa menjaga kelembaban tanah ketika musim hujan. Perlu dicatat, kelembaban tanah yang cocok untuk umbi kentang adalah 70%. Kelembaban tanah yang lebih dari ini menyebabkan kentang mudah diserang oleh penyakit busuk batang/leher akar (Setiadi dan Nurulhuda, 2000).

Sifat kimia tanah yang berpengaruh bagi pertumbuhan tanaman adalah derajat keasaman tanah (pH) dan salinitas atau garam di dalam tanah. Keadaan pH tanah yang sesuai untuk tanaman kentang bervariasi antara 5,0-7,,0 tergantung varietasnya (Tobing , 2002).


(32)

METODOLOGI PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di desa Kutarayat Kecamatan Naman Teran Kabupaten Karo Sumatera Utara dengan ketinggian tempat 1400 m dpl. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari s/d juni 2015.

Bahan dan Alat Penelitian

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah media picovscaya cair sebagai media tumbuh MPF, tanaman kentang (umbi) sebagai tanaman indikator, mikroba pelarut fosfat (bakteri dan jamur pelarut fosfat), beberapa sumber bahan organik (Kotoran Sapi, Kotoran Ayam, Jerami Padi, Tithonia diversifolia) masing-masing 100 g/tanaman sebagai sumber asam-asam organik, pupuk dasar (Urea 7,8 g/ tanaman, KCl 10 g/ tanaman, SP-36 10 g/ tanaman) sebagai sumber unsur hara, insektisida Marshall 200 EC (Karbosulfan 200,11 g/L) dosis 2,5-3 mL/L, Fungisida Dithane M-45 WP (Mankozeb 80 %) dosis 1,2-2,4 g/L dan air untuk menyiram tanaman.

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah erlenmeyer sebagai wadah mikroba sebelum di aplikasikan ke tanah, cangkul untuk mengolah lahan, parang untuk mencincang sumber bahan organik jerami dan titonia, kantong plastik sebagai tempat bahan organik, gelas ukur untuk mengukur volume mikroba yang akan di aplikasi, timbangan analitik untuk menimbang pupuk dan bahan pembuatan media , plastik katup sebagai tempat pupuk dasar, meteran untuk mengukur lahan dan jarak tanam, sungkup plastik untuk melindungi tanaman, plakat untuk membuat tanda perlakuan dan kamera sebagai alat dokumentasi.


(33)

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode Rancangan Acak Kelompok (RAK) faktorial dengan menggunakan dua faktor sebagai berikut :

Faktor 1: Mikroba (M) dengan empat taraf, yaitu: M0 : Tanpa aplikasi Mikroba

M1 : Bakteri Pelarut Fosfat (30 ml/tanaman)

M2 : Jamur Pelarut Fosfat (30 ml/tanaman)

M3 : Bakteri dan Jamur Pelarut Fosfat (15 ml + 15 ml /tanaman)

Faktor 2: Sumber Bahan Organik (B) dengan lima taraf, yaitu: B0 : Tanpa Aplikasi Bahan Organik

B1 : Kotoran Sapi (100 g/Tanaman)

B2 : Kotoran Ayam (100 g/ Tanaman)

B3 : Jerami Padi (100 g/ Tanaman)

B4 : Tithonia diversifolia (100 g/ Tanaman)

Diperoleh kombinasi perlakuan sebanyak 20 kombinasi, yaitu : M0B0 M1B0 M2B0 M3B0

M0B1 M1B1 M2B1 M3B1

M0B2 M1B2 M2B2 M3B2

M0B3 M1B3 M2B3 M3B3

M0B4 M1B4 M2B4 M3B4

Jumlah kombinasi perlakuan = 20 Jumlah ulangan = 2 Jumlah petak penelitian = 40 Jumlah tanaman / petak = 5


(34)

Jumlah sampel / petak = 1

Jumlah tanaman seluruhnya = 200 tanaman Jumlah sampel seluruhnya = 40 tanaman Jarak antar tanaman = 30 cm

Data hasil penelitian dianalisis dengan menggunakan sidik ragam berdasarkan model linier sebagai berikut:

Yijk = µ + ρi + αj + βk + (αβ)jk + εijk

dimana:

Yijk = Hasil pengamatan pada blok ke-i yang diberi mikroba pelarut

fosfat pada taraf ke- j dan bahan organik pada taraf ke-k µ = Nilai tengah

ρi = Pengaruh blok ke-i

αj = Pengaruh pemberian MPF pada taraf ke- j

βk = Pengaruh BO pada taraf ke-k

(αβ)jk = Pengaruh interaksi pemberian MPF pada taraf ke- j dan BO

pada taraf ke-k

εijk = Pengaruh galat pada blok ke-i yang mendapat perlakuan

pemberian MPF pada taraf ke- j dan BO pada taraf ke-k Data hasil penelitian pada perlakuan yang berpengaruh nyata dilanjutkan dengan uji Jarak Berganda Duncan dengan taraf 5%.


(35)

Pelaksanaan Penelitian Persiapan lahan

Lahan areal penelitian dibersihkan dari gulma dan sampah lainnya. Lahan diukur dan dilakukan pembuatan plot/ bedengan dengan luas 50 cm x 150 cm dengan jarak antar plot 50 cm dan jarak antar blok 100 cm.

Persiapan Bahan Organik

Disiapkan sumber bahan organik Kotoran Sapi, Kotoran Ayam, Jerami Padi dan Tithonia masing-masing 100 g/tanaman dalam kondisi segar. Jerami dan T. diversifolia masing-masing dicacah menjadi ukuran yang lebih kecil.

Aplikasi Pupuk Dasar, Bahan Organik dan Penanaman

Pupuk dasar diaplikasikan pada lubang tanam. Pupuk dasar yang digunakan yaitu pupuk urea dengan dosis 7,8 gr/lb tanam, KCl dengan dosis 10 g/tanaman, dan SP-36 dengan dosis 10 g/tanaman kemudian ditutup dengan tanah. Setelah itu diaplikasikan bahan organik sesuai dengan perlakuan dan ditutup dengan tanah. Setelah itu Umbi ditanam sebanyak satu umbi per lubang tanam. Umbi diletakkan dengan mata tunas menghadap ke atas dan kemudian ditutup lagi dengan tanah.

Aplikasi Mikroba Pelarut Fosfat

Aplikasi Mikroba Pelarut Fosfat dilakukan 2 minggu setelah tumbuh. sebanyak 30 mL/tanaman. Cara aplikasi yaitu mengorek tanah disekitar lubang tanam dan menuang media berisi biakan MPF ke tanah yang dikorek kemudian ditutup kembali dengan tanah.


(36)

Pemeliharaan Penyiraman

Penyiraman dilakukan dua kali sehari yaitu pada pagi dan sore hari atau sesuai dengan kondisi di lapangan. Penyiraman dilakukan dengan menggunakan alat berupa gembor.

Penyiangan

Penyiangan dilakukan secara manual dengan mencabut rumput yang berada dalam plot/bedengan dan menggunakan cangkul untuk gulma yang berada diantara plot atau blok. Penyiangan dilakukan sesuai dengan kondisi di lapangan.

Pemupukan

Pemupukan dilakukan pada minggu kedua setelah tumbuh bersamaan dengan aplikasi MPF. Dosis pupuk susulan yang digunakan sama dengan pupuk dasar yaitu pupuk urea 7,8 g/tanaman, KCl 10 g/tanaman, dan SP-36 10 g/tanaman. Cara pemupukan yaitu dengan menabur pupuk secara melingkar disekitar lubang tanam secara merata.

Pembumbunan

Pembumbunan dilakukan agar umbi yang terbentuk pada tanah yang dangkal tidak terganggu. Dilakukan pada minggu kedua bersamaan pada saat aplikasi MPF.


(37)

Pengendalian Hama dan Penyakit

Pengendalian hama dan penyakit dilakukan dengan mengaplikasikan insektisida Marshall 200 EC (Karbosulfan 200,11 g/L) dosis 2,5-3 mL/L untuk mengendalikan hama serangga dan fungisida Dithane M-45 WP (Mankozeb 80 %) dosis 1,2-2,4 g/L untuk mengendalikan jamur penyakit.

Pengamatan Parameter Analisi Tanah

1. P-tersedia (metode Spectrophotometry) 2. Reaksi Tanah (pH H2O)

3. Respirasi Mikroba (metode titrasi) 4. C-Organik (metode Walkey and Black) 5. Populasi Mikroba (metode hitung cawan)

Analisis Tanaman

1. Kadar Serapan P oleh tanaman dilakukan dengan mengalikan kadar P tanah (Spectrophotometry) dengan bobot kering tajuk tanaman. 2. Bobot kering bagian tajuk tanaman pada akhir masa vegetatif 3. Bobot kering akar pada masa akhir vegetatif


(38)

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil

Dari hasil analisis tanah dan tanaman pada aplikasi mikroba pelarut fosfat dan beberapa sumber bahan organik pada tanah andisol terdampak erupsi gunung Sinabung diperoleh hasil sebagai berikut :

Reaksi Tanah (pH H2O)

Hasil sidik ragam (Lampiran 1) menunjukkan bahwa aplikasi Mikroba Pelarut Fosfat berpengaruh sangat nyata terhadap pH tanah sedangkan aplikasi beberapa sumber bahan organik serta interaksi keduanya berpengaruh nyata terhadap pH tanah. Berikut disajikan rataan nilai Reaksi Tanah (pH H2O):

Tabel 1. Rataan nilai Reaksi Tanah (pH H2O) pada aplikasi Mikroba

Pelarut Fosfat dan sumber bahan organik MPF

(30 ml/tan)

Reaksi Tanah (pH H2O)

Rataan Beberapa Sumber Bahan Organik (100 g/tan)

Tanpa BO Kotoran Sapi Kotoran Ayam Jerami Padi Tithonia difersifolia

Tanpa MPF 4.14de 4.49bcd 4.33cde 4.36cde 4.42cd 4.34

Bakteri 4.48bcd 4.58bc 4.04e 4.25cde 4.75ab 4.42

Jamur 4.44cd 4.60bc 4.90a 4.47bcd 4.53bc 4.59

Bakteri + Jamur 4.23de 4.37cde 4.47cd 4.25de 4.41cd 4.34

Rataan 4.32 4.51 4.43 4.33 4.52 4.42

Keterangan: Angka yang diikuti notasi yang sama pada baris yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf 5%

Berdasarkan Uji Jarak Berganda Duncan taraf 5 % diketahui bahwa Jamur Pelarut Fosfat (M2) menunjukkan nilai pH tertinggi sebesar 4.59

dibandingkan dengan Bakteri Pelarut Fosfat (M1) dengan nilai pH 4.42.

Interaksi keduanya (M3) memiliki nilai pH yang sama dengan perlakuan

Kontrol (M0) dan merupakan hasil terendah dengan nilai pH sebesar 4.34.

Bahan organik yang memberikan rataan tertinggi adalah bahan organik T. difersifolia (B4) yaitu sebesar 4.52 dan yang terendah adalah Kontrol (B0)


(39)

yaitu sebesar 4.32. Sementara bahan organik Kotoran Sapi (B1), Kotoran

Ayam (B2) dan Jerami Padi (B3) masing-masing memberikan hasil nilai pH

4.51, 4.43, dan 4.33. Pada interaksi MPF dan bahan organik diperoleh hasil terbaik pada perlakuan kombinasi Jamur Pelarut Fosfat dan bahan organik Kotoran Ayam (M2B2) dengan nilai pH 4.9 dan terendah pada kombinasi

Bakteri Pelarut Fosfat dan bahan organik Kotoran Ayam (M1B2) dengan

nilai pH 4.04.

Populasi Mikroba Tanah

Hasil sidik ragam (Lampiran 2) memberikan hasil bahwa aplikasi mikroba pelarut fosfat dan beberapa sumber bahan organik berpengaruh sangat nyata terhadap jumlah populasi Mikroba Tanah sedangkan interaksi keduanya tidak memberikan pengaruh yang nyata. Rataan jumlah populasi Mikroba Tanah dapat dilihat pada Tabel 2 :

Tabel 2. Rataan Populasi Mikroba Tanah pada Aplikasi Mikroba Pelarut Fosfat dan beberapa sumber bahan organik

MPF (30 ml/tan)

Populasi Mikroba Tanah (10-5 CFU/ml)

Rataan Beberapa Sumber Bahan Organik (100 g/tan)

Tanpa BO Kotoran Sapi Kotoran Ayam Jerami Padi Tithonia difersifolia

Tanpa MPF 19.5 21.5 31.5 29.5 20.0 24.4 c

Bakteri 17.5 32.5 26.5 30.5 21.5 25.7 bc

Jamur 32.5 28.5 40.5 37.0 15.0 30.7 ab

Bakteri + Jamur 36.0 30.5 34.5 45.5 33.0 35.9 b

Rataan 26.38 c 28.25 bc 33.25 ab 35.63 a 22.38 c 29.175

Keterangan: Angka yang diikuti notasi yang sama pada baris yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf 5 %

Berdasarkan Uji Jarak Berganda Duncan taraf 5 % diperoleh rataan tertinggi pada pemberian mikroba yaitu perlakuan interaksi jamur dan bakteri pelarut fosfat (M3) yaitu sebesar 35.9 CFU/ml, diikuti oleh jamur

pelarut fosfat (M2) sebesar 30.7 CFU/ml dan rataan terendah pada kontrol


(40)

tertinggi adalah bahan organik jerami padi (B3) yaitu sebesar 35.63 CFU/ml

dan yang terendah adalah bahan organik T. difersifolia (B4) yaitu sebesar

22.38 CFU/ml. Sedangkan jumlah populasi pada perlakuan control, kotoran sapid an kotoran ayam memberikan hasil masing-masing adalah 26.38 CFU/ml, 28.25 CFU/ml, dan 33,25 CFU/ml.

Aktivitas Mikroba (Total Respirasi)

Hasil sidik ragam (Lampiran 3) menunjukkan bahwa aplikasi mikroba pelarut fosfat berpengaruh sangat nyata terhadap aktivitas mikroba (total respirasi) sedangkan aplikasi beberapa sumber bahan organik dan interaksi keduanya tidak berpengaruh nyata. Rataan aktivitas mikroba (total respirasi) pada tanah akibat aplikasi Mikroba Pelarut Fosfat dan bahan organik pada tanah andisol terdampak erupsi gunung sinabung dapat dilihat pada Tabel 3 :

Tabel 3. Rataan Aktivitas Mikroba (Total Respirasi) pada aplikasi Mikroba Pelarut Fosfat dan beberapa sumber bahan organik

MPF (30 Ml/tan)

Aktivitas Mikroba (Total Respirasi) (mg CO2C-)

Total Rataan

Beberapa Sumber Bahan Organik (100 g/tan) Tanpa BO Kotoran Sapi Kotoran Ayam Jerami Padi Tithonia difersifolia

Tanpa MPF 2.09 2.75 2.31 2.97 3.63 13.75 2.75 b

Bakteri 2.09 4.07 3.64 3.41 3.30 16.51 3.30 b

Jamur 2.97 3.63 4.07 2.97 3.63 17.27 3.45 b

Bakteri + Jamur 5.72 3.63 4.62 4.02 9.90 27.89 5.58 a

Rataan 3.22 3.52 3.66 3.34 5.12 3.77

Keterangan: Angka yang diikuti notasi yang sama pada baris yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf 5 %

Berdasarkan uji jarak duncan taraf 5 % diperoleh rataan tertinggi pada pemberian mikroba adalah pada kombinasi bakteri dan jamur pelarut fosfat (M3) yaitu sebesar 5.58 mgCO2C- dan terendah pada control (M0) yaitu

sebesar 2.75 mgCO2C


(41)

memberikan hasil 3.3 mgCO2C

dan 3.4 mgCO2C

-. Bahan organik tidak memberikan pengaruh nyata namun yang memberikan rataan tertinggi adalah bahan organik T. difersifolia (B4) yaitu sebesar 5.12 mgCO2C- dan

yang terendah adalah control (B0) yaitu sebesar 3.22 mgCO2C-. Interaksi

keduanya tidak memberikan pengaruh nyata terhadap total respirasi tanah, namun perlakuan yang memberikn rataan tertinggi adalah aplikasi kombinasi bakteri dan jamur serta bahan organik T. difersifolia (M3B4)

yaitu sebesar 9.9 mgCO2C- dan rataan terendah pada perlakuan tanpa bahan

organik kotoran sapi dan tanpa mikroba (M0B0) yang memiliki nilai yang

sama dengan interaki bakteri pelarut fosfat dan tanpa bahan organik (M1B0)

yaitu sebesar 2.9 mgCO2C- . C-Organik

Hasil sidik ragam (Lampiran 4) menunjukkan bahwa aplikasi mikroba pelarut fosfat berpengaruh nyata terhadap persentase C-Organik tanah sedangkan aplikasi beberapa sumber bahan organik dan interaksi keduanya tidak berpengaruh nyata terhadap persentase C-Organik tanah. Rataan persentase C-Organik tanah setelah perlakuan dapat dilihat pada Tabel 4 :

Tabel 4. Rataan C-Organik (%) pada aplikasi Mikroba Pelarut Fosfat dan bebarapa sumber bahan organik

MPF (30 Ml/tan)

C-Organik (%)

Rataan Beberapa Sumber Bahan Organik (100 g/tan)

Tanpa BO Kotoran Sapi Kotoran Ayam Jerami Padi Tithonia difersifolia

Tanpa MPF 3.29 3.68 3.38 3.48 3.77 3.52 b

Bakteri 3.71 3.72 3.76 3.57 3.90 3.73 b

Jamur 4.36 3.65 3.83 3.45 3.48 4.02 a

Bakteri + Jamur 3.29 3.44 3.57 3.55 3.52 3.47 b

Rataan 3.66 3.62 3.63 3.51 3.67 3.62

Keterangan: Angka yang diikuti notasi yang sama pada baris yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf 5%


(42)

Berdasarkan uji jarak duncan taraf 5 % diperoleh rataan tertinggi pada aplikasi Jamur Pelarut Fosfat (M2) yaitu sebesar 3.75 % dan terendah

pada kontrol (M0) yaitu sebesar 3.52 % sedangkan pemberian bakteri dan

kombinasinya memberikan rataan masing-masing yaitu 3.73 % dan 3.47 %. Bahan organik yang diberikan tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap C-organik tanah namun rataan tertinggi diperoleh pada aplikasi T. difersifolia (B4) yaitu sebesar 3.67 % dan yang terendah adalah bahan

organik Jerami Padi (B3) yaitu sebesar 3.51 %.Interaksi MPF dan bahan

organik tidak memberian pengaruh nyata namun diperoleh rataan tertinggi pada perlakuan Jamur Pelarut Fosfat tanpa bahan organik (M2B0) sebesar

4.36 % dan rataan terendah pada perlakuan control sebesar 3.29 % yang memiliki nilai yang sama dengan perlakuan bakteri dan jamur pelarut fosfat tanpa bahan organik.

P Tersedia

Berdasarkan sidik ragam (Lampiran 5) diketahui bahwa aplikasi mikroba pelarut fosfat dan beberapa sumber bahan organik serta interaksi keduanya berpengaruh sangat nyata nyata terhadap jumah P tersedia pada tanah andisol terdampak erupsi Gunung Sinabung.

Rataan Total P Tersedia pada tanah akibat aplikasi Mikroba Pelarut Fosfat dan beberapa Sumber bahan organik pada tanah andisol terdampak erupsi gunung sinabung dapat dilihat pada Tabel 5:


(43)

Tabel 5. Rataan P Tersedia pada tanah akibat aplikasi Mikroba Pelarut Fosfat dan bebarapa sumber bahan organik

Keterangan: Angka yang diikuti notasi yang sama pada baris yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf 5%

Berdasarkan uji jarak duncan mikroba pelarut fosfat taraf 5 % diperoleh rataan tertinggi pada interaksi jamur dan bakteri pelarut fosfat (M3) yaitu sebesar 150.92 ppm dan terendah pada kontrol (M0) yaitu sebesar

128.90 ppm sedangkan hasil ujia bahan organik memberikan rataan tertinggi pada pemberian bahan organik T. difersifolia (B4) yaitu sebesar 150.17 ppm

dan yang terendah adalah control (B0) yaitu sebesar 132.67 ppm. Interaksi

keduanya memberikan pengaruh nyata terhadap jumlah P-Tersedia dan rataan tertinggi didapat pada pemberian bakteri dan jamur pelarut fosfat dan bahan organik kotoran sapi (M3B1) dengan jumlah P-Tersedia yaitu 171.09

ppm dan rataan terendah pada control yaitu sebesar 98.81 %.

Serapan P

Hasil sidik ragam (Lampiran 6) menunjukkan hasil bahwa mikroba pelarut fosfat memberikan pengaruh sangat nyata terhadap serapan P tanaman dan interaksi keduanya berpengaruh nyata sedangkan aplikasi beberapa sumber bahan organik tidak berpengaruh nyata terhadap serapan P oleh tanaman. Rataan Total serapan P pada tanah akibat aplikasi Mikroba Pelarut Fosfat dan beberapa Sumber bahan organik pada tanah andisol terdampak erupsi gunung sinabung dapat dilihat pada Tabel 6 :

MPF (30 mL/tan)

P Tersedia (ppm)

Rataan Beberapa Sumber Bahan Organik (100 g/tan)

Tanpa BO Kotoran Sapi Kotoran Ayam Jerami Padi Tithonia difersifolia

Tanpa MPF 98.81 g 123.58 efg 112.38 g 139.07 cdef 170.69 a 128.90

Bakteri 137.24 def 137.86 cdef 145.92 cde 163.47 ab 116.16 fg 140.13

Jamur 145.38 cde 145.63 cde 155.36 abcd 148.08 bcde 155.02 abcd 149.89

Bakteri + Jamur 149.26 abcd 171.09 a 129.43 defg 145.98 cde 158.83 abc 150.92


(44)

Tabel 6. Rataan Serapan P Tanah pada aplikasi Mikroba Pelarut Fosfat dan bebarapa sumber bahan organik

MPF (30 ml/tan)

Serapan P (mg/tan)

Rataan Beberapa Sumber Bahan Organik (100 g/tan)

Tanpa BO Kotoran Sapi Kotoran Ayam Jerami Padi Tithonia difersifolia

Tanpa MPF 5.15 c 6.51 bc 6.89 bc 6.53 abcd 4.94 c 6.01

Bakteri 6.38 c 5.62 c 6.90 bc 4.28 c 5.49 c 5.74

Jamur 9.43 bc 12.56 ab 15.99 a 9.79 bc 5.19 c 10.59

Bakteri + Jamur 9.46 bc 7.22 bc 6.09 c 10.05 abc 8.46 bc 8.25

Rataan 7.61 7.98 8.97 7.66 6.02 7.65

Keterangan: Angka yang diikuti notasi yang sama pada baris yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf 5%

Berdasarkan uji jarak duncan taraf 5 % diperoleh rataan tertinggi pada aplikasi jamur pelarut fosfat (M2) yaitu sebesar 10.59 ppm dan

terendah pada aplikasi bakteri pelarut fosfat (M1) yaitu sebesar 5.74 ppm

sedangkan bahan organik yang memberikan rataan tertinggi adalah bahan organik kotoran ayam (B2) yaitu sebesar 8.97 ppm dan yang terendah adalah

bahan organik

T. difersifolia (B4) yaitu sebesar 6.02 ppm. Interaksi keduanya memberikan

pengaruh nyata terhadap serapan P dan rataan tertinggi diperoleh pada pemberian jamur pelarut fosfat dan bahan organik kotoran ayam (M2B2)

dengan nilai serapan P adalah 15.99 ppm dan terendah pada aplikasi bakteri pelarut fosfat dan bahan organik jerami padi (M1B3) dengan nilai seraan P

adalah 4.28 ppm.

Berat Kering Tajuk

Berdasarkan hasil sidik ragam (Lampiran 7) diperoleh hasil bahwa aplikasi mikroba pelarut fosfat berpengaruh sangat nyata terhadap berat kering tajuk tanaman sedangkan aplikasi beberapa sumber bahan organik dan interaksi keduanya tidak berpengaruh nyata terhadap berat kering tajuk


(45)

tanaman. Rataan total berat kering tajuk tanaman kentang (Solanum tuberosum L.) dapat dilihat pada Tabel 7:

Tabel 7. Rataan total berat kering tajuk tanaman kentang 8 MST (g) aplikasi Mikroba Pelarut Fosfat dan sumber bahan organik

MPF (30 mL/tan)

Berat Kering Tajuk Tanaman (g)

Rataan Beberapa Sumber Bahan Organik (100 gr/tanaman)

Tanpa BO Kotoran Sapi Kotoran Ayam Jerami Padi Tithonia difersifolia

Tanpa MPF 17.63 18.42 19.08 21.31 16.68 18.62 b

Bakteri 17.43 18.26 24.53 13.08 18.67 18.39 b

Jamur 32.05 35.40 37.49 27.96 17.40 30.06 a

Bakteri + Jamur 31.47 21.93 19.53 29.71 31.52 26.83 ab

Rataan 24.64 23.50 25.15 23.01 21.07 23.47

Keterangan: Angka yang diikuti notasi yang sama pada baris yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf 5%

Berdasarkan uji duncan taraf 5 % diperoleh rataan tertinggi pada pada aplikasi jamur pelarut fosfat (M2) yaitu sebesar 30.06 g dan terendah

pada aplikasi bakteri pelarut fosfat (M1) yaitu sebesar 18.39 g sedangkan

perlakuan control dan interaksinya masing-masing sebesar 18.62 g dan 26.83 g. Bahan organik yang memberikan rataan tertinggi adalah bahan organik kotoran ayam (B2) yaitu sebesar 25.15 g dan yang terendah adalah

bahan organik T. difersifolia (B4) yaitu sebesar 21.07 g sedangkan perlakuan

yang lain yaitu control sebesar 24.64 g, kotoran sapi 23.50 g dan jerami padi sebesar 23,01 g. Interaksi keduanya tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap serapan P namun rataan tertinggi berada pada aplikasi jamur pelarut fosfat dan bahan organik kotoran ayam (M2B2) sebesar 37.49 g dan

terendah pada bakteri pelarut fosfat dan jerami padi (M1B3) sebesar 13.08 g. Berat Kering Akar

Hasil sidik ragam (Lampiran 2) menunjukkan aplikasi mikroba pelarut fosfat dan aplikasi bahan organik tidak berpengaruh nyata terhada berat kering akar sedangkan interaksi keduanya berpengaruh nyata terhadap


(46)

berat kering akar tanaman. Rataan total berat kering akar tanaman kentang (Solanum tuberosum L.) pada aplikasi Mikroba Pelarut Fosfat dan beberapa Sumber bahan organik pada tanah andisol terdampak erupsi gunung sinabung dapat dilihat pada Tabel 8 :

Tabel 8. Rataan total berat kering akar tanaman kentang 8 MST (g) aplikasi Mikroba Pelarut Fosfat dan sumber bahan organik

MPF (30 Ml/tan)

Berat Kering Akar Tanaman (g)

Rataan Beberapa Sumber Bahan Organik (100 g/tan)

Tanpa BO

Kotoran Sapi

Kotoran Ayam

Jerami Padi

Tithonia difersifolia

Tanpa MPF 1.37abcd 1.22bcd 2.31a 1.53abcd 1.50abcd 1.59

Bakteri 1.80abcd 1.86abcd 1.67abcd 1.41abcd 1.42abcd 1.63

Jamur 2.19ab 1.61abcd 2.25a 2.12abc 1.04d 1.84

Bakteri + Jamur 1.81abcd 1.79abcd 1.12cd 2.37a 2.18ab 1.85

Rataan 1.79 1.62 1.84 1.86 1.53 1.73

Keterangan: Angka yang diikuti notasi yang sama pada baris yang sama menunjukkan berbeda tidak nyata menurut Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf 5%

Berdasarkan uji jarak duncan taraf 5 % diperoleh rataan tertinggi pada interaksi bakteri dan jamur pelarut fosfat (M3) yaitu sebesar 1.85 g dan

terendah pada kontrol (M0) yaitu sebesar 1.59 g sedangkan bahan organik

yang memberikan rataan tertinggi adalah bahan organik jerami padi (B3)

yaitu sebesar 1.86 g dan yang terendah adalah bahan organik Titonia (B4)

yaitu sebesar 1.53 g. Interaksi keduanya memberikan pengaruh nyata dan diperoleh rataan tertinggi pada M0B2, M2B2, dan M3B3 sebesar 2.37 g dan


(47)

Pembahasan

Reaksi Tanah (pH H2O)

Reaksi tanah menunjukkan kemasaman atau alkalinitas tanah yang dinyatakan dengan nilai pH. Nilai pH menunjukkan banyaknya konsentrasi ion unsur (H+) di dalam tanah. Berdasarkan analisis tanah andisol Sinabung diperoleh bahwa nilai pH tanah andisol tertinggi setelah aplikasi mikroba pelarut fosfat dan bahan organik adalah 4.90 (< 7) artinya tanah tersebut tergolong masam. Kadar ion H+ di dalam tanah lebih besar dibanding jumlah ion OH- . Hal ini sesuai dengan literatur Hardjowigeno (1995) yang mengatakan bahwa pada tanah-tanah yang masam jumlah ion H+ lebih tinggi daripada OH-, sedangkan pada tanah alkalis kandungan OH- lebih banyak daripada H+. Bila kandungan H+ sama dengan OH- maka tanah beraksi netral yaitu mempunyai pH=7.

Pada perlakuan interaksi mikroba dengan bahan organik, nilai pH tersebut mengalami penurunan dari pH tanah awal sebelum aplikasi yaitu 5,5 menjadi pH dibawah 5,5 artinya mikroba dan bahan organik yang diaplikasikan kedalam tanah menghasilkan asam-asam organik yang dapat meningkatkan kadar Ion H+ dalam tanah sehingga pH tanah semakin menurun. Asam organik yang dihasilkan selain menurunkan pH tanah juga dapat membentuk kompleks stabil (khelasi) dengan kation-kation pengikat P seperti Al dan Fe sehingga P yang terikat oleh logam dapat terlepas dari ikatan dan menjadi tersedia bagi tanaman. Sesuai dengan literatur Fitriatin, dkk (2011) yang mengatakan bahwa asam organik akan bereaksi dengan FePO4 dan membentuk khelat (kompleks stabil) akibatnya dapat


(48)

menurunkan reaktivitas ion-ion dan menyebabkan pelarutan yang efektif sehingga P terfiksasi dapat tersedia untuk tanaman Mikroba selain menghasilkan asam organik juga dapat meningkatkan aktivitas fosfatase dalam tanah sehingga P tersedia bagi tanaman. Berikut adalah grafik reaksi

tanah setelah aplikasi MPF dan sumber bahan organik pada tanah andisol terdampak erupsi Gunung Sinabung:

Gambar 1.Grafik Reaksi Tanah (pH H2O) akibat aplikasi MPF dan beberapa

sumber bahan organik pada tanah andisol terdampak erupsi Gunung Sinabung

Dari gambar tersebut dapat dilihat bahwa perlakuan terbaik berada pada aplikasi jamur pelarut fosfat dan bahan organik kotoran ayam (M2B2)

dengan nilai pH akhir tanah 4,90. Penurunan pH menjadi < 5 tidak berpengaruh terhadap penambahan jumlah logam pengikat P karena pada pH awal jumlah logam yang mengikat kuat P sudah tinggi. Kondisi pH tanah asam mengakibatkan P tidak tersedia bagi tanaman karena P terikat oleh Al dan Fe yang sangat aktif mengikat P dalam kondisi asam. Asam organik yang dihasilkan oleh mikroba dan bahan organik akan menurunkan pH tanah, namun akan menkhelat logam berat sehingga walaupun pH tanah menurun asam organik tetap berperan dalam membantu membuat P menjadi tersedia bagi tanah dan tanaman.


(49)

Populasi Mikroba

Mikroba tanah dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan tanaman melalui interaksinya dengan tanaman di rhizosfer. Rhizosfer adalah daerah perakaran tanaman yang ditempati oleh mikroba untuk tumbuh karena pada daerah rhizosfer terdapat bahan organik berupa eksudat akar yang dapat digunakan oleh mikroba untuk tumbuh dan berkembang. Kehadiran mikroba dalam tanah penting karena dapat memberikan manfaat bagi tanaman. Apabila mikroba yang mendominasi daerah rhizosfer tersebut adalah mikroba yang menguntungkan seperti contoh mikroba pelarut fosfat maka dapat membantu melarutkan fosfat dalam tanah sehingga fosaf dapat tersedia bagi tanaman.

Aplikasi mikroba pelarut fosfat dan sumber bahan organik yang berbeda memberikan pengaruh yang berbeda pula terhadap total jumlah populasi mikroba. Berikut adalah grafik yang menggambarkan tingkat populasi mikroba tanah oleh aplikasi MPF dan bahan organik pada tanah :

Gambar 2.Grafik populasi Mikroba Tanah Akibat aplikasi MPF dan beberapa sumber bahan organik pada tanah andisol terdampak erupsi Gunung Sinabung


(50)

Dari perlakuan kombinasi mikroba pelarut fosfat dan bahan organik, perlakuan terbaik berada pada perlakuan interaksi aplikasi jamur dan bakteri pelarut fosfat dikombinasikan dengan bahan organik jerami padi ( M3B3) yaitu sebesar 8,74 CFU/ml. Bahan organik jerami padi mengandung

unsur hara Kalium, Nitrogen dan juga Fosfor yang berperan seacara tidak langsung dalam pertumbuhan mikroba dalam tanah, mampu memperbaiki kesuburan tanah secara fisik, kimia dan biologi tanah. Bahan organik jerami padi mampu mendukung perkembangan mikroba tanah termasuk bakteri dan jamur pelarut fosfat yang diaplikasikan pada tanah. Keberadaan bahan organik sekaligus mempengaruhi jumlah populasi mikroba dalam tanah (sinuraya, 2009).

Aktivitas Mikroba Tanah (Total Respirasi)

Aktivitas mikroba tanah sangat menentukan tingkat ketersediaan hara dan produktivitas tanah. Kondisi kesuburan tanah itu sendiri berpengaruh terhadap tingkat aktivitas mikroba tanah. Apabila mikroba yang mendominasi tanah adalah mikroba yang menguntungkan maka aktivitas mikroba tersebut akan memberikan dampak yang baik bagi tanaman misalnya mikroba pelaruf fosfat akan menghasilkan suatu enzim yang dapat mengubah P Organik menjadi P anorganik yang dinamakan enzim fosfatase. Keberadaan MPF akan membantu tanaman mendapatkan P dengan enzimnya. Selain berperan dalam mineralisasi P, Mikroba tersebut juga menghasilkan asam-asam organik seperti asam sitrat, glutamate, asetat, dll yang mampu menkhelat logam berat sehingga P terlepas dan tersedia bagi tanaman.


(51)

Aplikasi MPF dan beberapa suber bahan organik memberikan hasil yang berbeda untuk tiap perlakuan pada parameter Aktivitas mikroa. Berikut disajikan gambar yang menunjukkan perbedaan aktivitas mikroba untuk tiap

perlakuan setelah dilakukan aplikasi MPF dan bahan organik :

Gambar 3.Grafik Aktivitas Mikroba Tanah Akibat aplikasi MPF dan beberapa sumber bahan organik pada tanah andisol terdampak erupsi Gunung Sinabung

Pada perlakuan interaksi mikroba pelarut fosfat dan beberaapa sumber bahan organik, perlakuan terbaik berada pada perlakuan interaksi jamur dan bakteri pelarut fosfat dikombinasikan dengan bahan organik titonia (M3B4) sebesar 9.90 (mg CO2C-) . Nilai akivitas mikroba dengan pemberian T. diversifolia sangat tinggi dibandingkan bahan organik lain yang memberikan rataan nilai yang rendah. Bahan organik T. diversifolia adalah bahan organik yang paling cepat dan mudah terdekomposisi diantara seluruh bahan organik yang diaplikasikan sehingga hasil dekomposisinya dapat digunakan oleh mikroba tanah dalam pertumbuhannya. Selain itu jumlah populasi mikroba pada perlakuan ini paling sedikit sehingga persaingan juga sedikit mengakibatkan aktivitas mikroba menjadi tinggi.


(52)

C-Organik

Bahan organik sangat penting sebagai salah satu syarat kesuburan tanah. Bahan organik akan menyumbangkan karbon organik (C-Organik) dalam tanah. C-Organik tanah akan membantu menyuburkan tanah secara fisik melalui perbaikan struktur tanah, agregat tanah, porositas tanah, dll serta perbaikan secara biologi yaitu mendukung aktivitas mikroba tanah. C-organik tanah dimanfaatkan oleh mikroba tanah sebagai sumber energi untuk beraktivitas.C-organik memiliki peran penting dalam menentukan kemampuan tanah untuk mendukung tanaman, sehingga jika sumber kadar bahan organik tanah menurun, kemampuan tanah dalam mendukung produktivitas tanaman juga menurun.

Aplikasi MPF dan beberapa bahan organik memberikan hasil yang berbeda untuk tiap perlakuan. Berikut disajikan grafik yang menunjukkan perbedaan total C-Organik setelah pemberian MPF dan bahan organik :

Gambar 4.Grafik C-Organik Tanah Akibat aplikasi MPF dan beberapa sumber bahan organik pada tanah andisol terdampak erupsi Gunung Sinabung

Dari perlakuan kombinasi mikroba pelarut fosfat dan bahan organik, perlakuan terbaik berada pada perlakuan aplikasi jamur pelarut fosfat tanpa


(53)

menggunakan bahan organik ( M2B0) yaitu sebesar 8,74 %. Hal ini tidak

sesuai dengan hasil yang diharapkan karena aplikasi bahan organik seharusnya akan mengahasilkan persentase C-Organik yang tinggi. Hal ini mungkin disebabkan adanya faktor tertentu yang menyebabkan C-Organik pada perlakuan tanpa bahan organik lebih tinggi. Faktor tersebut antara lain adanya bahan organik disekitar lubang tanaman yang dapat berperan dalam peningkatan C-Organik tanaman. Faktor tunggal jamur memberikan pengaruh nyata diduga akibat hifa yang dihasilkan menyumbangkan bahan organik pada tanah.

P Tersedia

Unsur P adalah salah unsur hara yang essensial yang dibutuhkan tanaman dalam metabolismenya. Unsur P adalah salah satu komponen penyusun ATP yang berperan dalam transfer energi pada saat terjadinya metabolisme. P dapat diserap oleh tanaman dari dalam tanah bila P berada dalam bentuk tersedia (H2PO4-, HPO42-, dan juga PO43-). Akan tetapi

ketersediaan P dalam tanah sangat ditentukan oleh pH tanah. Rendahnya pH tanah pada Andisol terdampak erupsi gunung sinabung menyebabkan munculnta logam berat seperti Al dan Fe yang aktif berikatan kuat dengan P membentuk P-Al atau P-Fe. Ikatan antara P dan logam ini akan menyebabkan P menjadi tidak tersedia bagi tanaman walaupun P banyak terdapat di dalam tanah. Hal ini sesuai dengan literatur Gusbiandha (2011) yang menyatakan bahwa P dalam tanah Andisol sangat kuat terikat oleh Al dan Fe dari mineral nonkiristalin.


(54)

Aplikasi MPF dan bahan organik yang berbeda memberikan pengaruh yang berbeda pula untuk tiap perlakuan pada parameter P-Tersedia. Berikut adalah gambar grafik yang menunjukkan tingkat perbedaan jumlah P-Tersedia pada tanah Andisol terdampak erupsi gunung Sinabung setelah aplikasi MPF dan beberapa sumber bahan organik :

Gambar 5.Grafik P Tersedia pada tanah Akibat aplikasi MPF dan beberapa sumber bahan organik pada tanah andisol terdampak erupsi Gunung Sinabung

Pada perlakuan interaksi mikroba pelarut fosfat dengan bahan organik, perlakuan terbaik berada pada perlakuan jamur dan bakteri pelarut fosfat dikombinasikan dengan bahan organik kotoran sapi (M3B1) dengan

total P tersedia 171.09 ppm. Jamur dan bakteri pelarut fosfat serta bahan organik mampu menghasilkan asam-asam organik yang berperan dalam mengkhelat logam berat yang berada pada tanah andisol terdampak erupsi sinabung. Kotoran sapi juga mampu menyubangkan unsur P pada tanah andisol. Berdasarkan penelitian sebelumnya oleh Sutedjo dan Kartasapoetra (1998) diketahui kotoran sapi mampu menyumbangkan P kedalam tanah sebesar 0,2 %. Selain itu asam organik yang berasal dari kotoran sapi


(55)

mampu mengkhelat logam Aluminium dan Besi sehingga ikatan kuat P-Al dan P-Fe menjadi terputus dan unsur P menjadi tersedia bagi tanaman.

Khelasi logam oleh asam organik akan membantu melepaskan P dari ikatan sehingga P menjadi larut dan dapat diserap oleh tanaman. Hal ini sesuai dengan literatur Santosa (2007) yang menyatakan bahwa asam organik relatif kaya akan gugus-gugus fungsional karboksil (-COO−) dan hidroksil (-O−) yang bermuatan negatif sehingga memungkinkan untuk membentuk senyawa komplek dengan ion (kation) logam. Gonggo dan Hasanuddin (2004) dalam penelitiannya mengatakan bahwa adanya mikoriza dan mikroba pelarut fosfat dengan asam-asam organiknya mampu melarutkan P dalam tanah yang sebelumnya tidak tersedia menjadi tersedia selanjutnya dengan mudah akan diserap oeh tanaman.

Serapan P

Serapan P menunjukkan jumlah P yang masuk ke dalam jaringan tanaman. Tanaman pada umumnya menyerap unsur hara P dalam bentuk tersedia (H2PO4-, HPO42-, dan juga PO43- ). Bentuk P tersedia tersebut

jumlahnya dipengaruhi oleh pH tanah. Zeda (2003) dalam penelitiannya mengatakan bahwa jumlah masing-masing bentuk sangat dipengaruhi oleh PH tanah, tetapi umumnya bentuk HPO42- terbanyak dijumpai pada pH

tanah berkisar 5,0-7,2. Serapan P oleh tanaman selain ditentukan oleh pH tanah juga ditentukan oleh faktor lain seperti kondisi fisik tanaman, kandungan P didalam tanah, jumlah bahan organik yang diaplikasikan pada tanah serta jenis asam-organik yang berperan dalam ketersediaan P bagi tanaman.


(56)

Pada kombinasi perlakuan MPF dan bahan organik yang berbeda diperoleh hasil bahwa perlakuan mikroba jamur pelarut fosfat dan bakteri pelarut fosfat menghasilkan tingkat serapan P yang berbeda dan bahan organik yang diaplikasikan kedalam tanah juga memberikan pengaruh dan tingkat serapan yang berbeda bagi tanaman. Berikut adalah gambar yang menunjukkan tingkat serapan P oleh tanaman kentang setelah aplikasi MPF dan beberapa sumber bahan organik:

Gambar 5.Grafik jumlah serapan P oleh tanaman Akibat aplikasi MPF dan beberapa sumber bahan organik pada tanah andisol terdampak erupsi Gunung Sinabung

Dari perlakuan kombinasi mikroba pelarut fosfat dan bahan organik, perlakuan terbaik berada pada perlakuan aplikasi jamur pelarut fosfat dikombinasikan dengan bahan organik kotoran ayam ( M2B2) yaitu sebesar

31,98 ppm. Kotoran ayam adalah bahan organik yang memiliki kandungan unsur P terbanyak diantara bahan organik yang digunakan. Tingginya serapan P pada perlakuan M2B2 dipengaruhi beberapa faktor yaitu internal

dan eksternal. Faktor internal yang mempengaruhi adalah kondisi tanaman itu sendiri. M2B2 memiliki tingkat perkembangan yang paling baik pada


(57)

semua perlakuan sehingga kemampuan serapan P oleh tanaman juga tinggi. Faktor Eksternal yang mempengaruhi yaitu kandungan pH tanah yang berpengaruh terhadap jumlah Al dan Fe yang aktif, mempengaruhi jumlah P Tersedia bagi tanaman serta mempengaruhi efisiensi penyerapan P oleh tanaman. Sesuai dengan literatur Zeda (2003) yang mengatakan bahwa jumlah masing-masing P dalam tanah sangat bergantung kepada pH tanah. Gonggo dan Hasanuddin (2004) dalam penelitinnya membuktikan bahwa mikoriza memberikan pengaruh nyata terhadap serapan P. Hal ini diguga jamur dengan hifanya mampu memperluas daerah serapan P didaerah perakaran tanaman.

Berat Kering Tajuk (g)

Jumlah P yang diserap oleh tanaman akan berbanding lurus dengan total berat kering tajuk tanaman. Semakin tanaman kekurangan P maka aktivitas metabolisme tanaman tersebut akan semakin terganggu dan sebaliknya, karena P berperan dalam menyusun ATP dan berperan pada saat transfer energi untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Berat kering tajuk tanaman penting diketahui untuk mengetahui tingkat efisiensi serapan P oleh tanaman. Aplikasi MPF dan beberapa sumber bahan organik menghasilkan Berat kering tajuk yang berbeda untuk tiap parameter perlakuan. Berikut disajikan gambar yang menunukkan perbedaan total berat kering tajuk tanaman setelah aplikasi MPF dan bahan organik pada tanah :


(58)

Gambar 7.Grafik Berat Kering Tajuk Tanaman Kentang Akibat aplikasi MPF dan beberapa sumber bahan organik pada tanah andisol terdampak erupsi Gunung Sinabung

Pada aplikasi mikroba pelarut fosfat dengan bahan organik, perlakuan terbaik berada pada aplikasi Jamur pelarut fosfat dan bahan organik kotoran ayam (M2B2) yaitu sebesar 74,97 g. Unsur P adalah salah

satu unsur hara makro esensial yang berperan dalam seluruh proses metabolism tanaman sehingga kekurangan P akan mengakibatkan terhambatnya pertumbuhan tanaman yang berpengaruh terhadap berat kering tajuk tanaman (Sagervanshi, dkk, 2012). Jamur pelarut fosfat memberikan hasil berat kering tajuk tanaman tinggi yang dominan untuk tiap pemberian bahan organik kecuali pada aplikasi bahan organik titonia.

Bahan organik berperan dalam perbaikan sifat fisik, kimia dan biologi tanah. Selain itu bahan organik dapat menyumbangkan unsur hara tanah seperti N, P, K, Ca, Mg dan hara-hara lainnya bagi tanaman. Bahan organik juga mampu meningkatkan aktivitas mikroba tanah serta jumlah populasi yang tumbuh dan berkembang pada tanah (Sinuraya, 2009). Kondisi fisik tanaman yang sehat akan mengakibatkan kemampuan serapan P yang baik pula. Selain itu kesuburan tanah secara tidak langsung berpengaruh terhadap berat kering tajuk tanaman.


(59)

Berat Kering Akar (g)

Selain berat kering tajuk tanaman, serapan P juga berbanding lurus dengan berat kering akar tanaman. Semakin tinggi P tersedia di tanah maka berat kering akar tanaman akan semakin tinggi pula. Selain kemampuan serapan hara, faktor lain yang mempengaruhi total berat kering akar adalah fakor kondisi fisik tanaman dan faktor tanah. Semakin baik fisik tanaman maka kemampuan serapannya akan semakin tinggi dan sebaliknya. Semakin baik tingkat kesuburan tanah maka akan semakin baik tingkat perkembangan perakaran tanaman dan juga tingkat serapan hara oleh tanaman tersebut. Berikut disajikan grafik berat kering akar akibat setelah pemberian MPF dan bahan organik :

Gambar 8.Grafik Berat Kering Akar Tanaman Kentang Akibat aplikasi MPF dan beberapa sumber bahan organik pada tanah andisol terdampak erupsi Gunung Sinabung

Pada aplikasi mikroba pelarut fosfat dan beberapa sumber bahan organik, perlakuan terbaik berada pada aplikasi jamur dan bakteri pelarut fosfat dikombinasikan dengan bahan organik jerami padi (M3B3) yaitu

sebesar 4,73 g. Jerami padi merupakan salah satu bahan organik yang dapat menyumbangkan unsur hara bagi tanaman. Jerami padi mengandung unsur hara makro dan mikro yang dibutuhkan tanaman dalam pertumbuhannya.


(60)

Penelitian sebelumnya mengatakan bahwa kandungan P2O5 dalam jerami

padi berkisar 0,64 % . Unsur P yang disumbangkan oleh bahan organik jerami padi akan membantu tanaman dalam pertumbuhan dan perkembangannya.

Selain menyumbangkan P, bahan organik jerami padi juga akan menghasilkan asam-asam organik pada proses dekomposisinya. Asam-asam organik tersebut akan mengubah struktur tanah menjadi remah karena kemampuannya mengikat agregat tanah sehingga akar tanaman akan berkembang dengan baik. Asaa-asam organik juga akan mengkhelat logam berat Al dan Fe sehingga P menjadi tersedia bagi tanaman. Tersedianya P akan meningkatkan serapan P oleh tanaman dan akan berpengaruh terhadap berat kering akar tanaman


(61)

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

1. Aplikasi Mikroba Pelarut Fosfat dapat meningkatkan serapan P dan pertumbuhan tanaman kentang (Solanum tuberosum L.) pada tanah Andisol terdampak erupsi gunung sinabung.

1. Aplikasi Bahan organik dapat meningkatkan serapan P dan Pertumbuhan tanaman kentang (Solanum tuberosum L.) pada tanah Andisol terdampak erupsi gunung sinabung.

2. Interaksi Mikroba Pelarut Fosfat dan beberapa sumber bahan organik dapat meningkatkan serapan P dan pertumbuhan tanaman kentang (Solanum tuberosum L.) pada tanah Andisol terdampak erupsi gunung sinabung.

Saran

Sebaiknya digunakan Jamur Pelarut Fosfat dan bahan organik Kotoran Ayam untuk meningkatkan serapan P dan pertumbuhan tanaman kentang pada tanah Andisol terdampak erupsi gunung Sinabung.


(1)

Lampiran 3 Aktivitas Mikroba (Total Respirasi)

Perlakuan Ulangan Total Rataan

I II

M0B0 1.3 2.9 4.18 2.09

M0B1 2.6 2.9 5.50 2.75

M0B2 1.5 3.1 4.62 2.31

M0B3 2.6 3.3 5.94 2.97

M0B4 4.0 3.3 7.26 3.63

M1B0 1.5 2.6 4.18 2.09

M1B1 3.3 4.8 8.14 4.07

M1B2 4.4 2.9 7.28 3.64

M1B3 2.6 4.2 6.82 3.41

M1B4 2.6 4.0 6.60 3.30

M2B0 2.6 3.3 5.94 2.97

M2B1 4.0 3.3 7.26 3.63

M2B2 4.2 4.0 8.14 4.07

M2B3 2.6 3.3 5.94 2.97

M2B4 2.6 4.6 7.26 3.63

M3B0 5.1 6.4 11.44 5.72

M3B1 4.4 2.9 7.26 3.63

M3B2 5.3 4.0 9.24 4.62

M3B3 4.2 3.9 8.04 4.02

M3B4 14.3 5.5 19.80 9.90

Total 75.90 74.94 150.84

Rataan 3.80 3.75 3.77

Tabel Anova

SK Db JK Kt F Hitung F Tabel 5%

Ulangan 1 0.006 0.006 0.002tn

4.38 3.13 2.9 2.31

M 3 47.221 15.74 5.692**

B 4 18.953 4.738 1.714tn

MB 12 41.721 3.477 1.257tn

Galat 19 52.539 2.765

Total 39 160.44

KK =44,1 % Tabel Rataan

MPF (30 ml/tan)

Aktivitas mikroba (total respirasi)

Total Rataan Beberapa Sumber Bahan Organik (100 g/tan)

B0 B1 B2 B3 B4

M0 2.09 2.75 2.31 2.97 3.63 13.75 2.75 b M1 2.09 4.07 3.64 3.41 3.30 16.51 3.30 b M2 2.97 3.63 4.07 2.97 3.63 17.27 3.45 b M3 5.72 3.63 4.62 4.02 9.90 27.89 5.58 a


(2)

Lampiran 4 C-Organik

Perlakuan Ulangan Total Rataan

I II

M0B0 3.51 3.07 6.58 3.29

M0B1 3.48 3.88 7.36 3.68

M0B2 3.53 3.22 6.75 3.375

M0B3 3.35 3.61 6.96 3.48

M0B4 3.56 3.97 7.53 3.765

M1B0 3.94 3.47 7.41 3.705

M1B1 3.71 3.73 7.44 3.72

M1B2 4.03 3.49 7.52 3.76

M1B3 3.49 3.64 7.13 3.565

M1B4 4.15 3.65 7.8 3.9

M2B0 4.84 3.88 8.72 4.36

M2B1 3.93 3.36 7.29 3.645

M2B2 4.28 4.08 8.36 4.18

M2B3 4.33 4.56 8.89 4.445

M2B4 3.07 3.88 6.95 3.475

M3B0 3.32 3.25 6.57 3.285

M3B1 3.67 3.20 6.87 3.435

M3B2 3.64 3.50 7.14 3.57

M3B3 3.51 3.58 7.09 3.545

M3B4 3.74 3.30 7.04 3.52

Total 75.08 72.32 147.4 73.7

Rataan 3.754 3.616 7.37 3.685

Tabel Anova

SK

Db

JK

KT

F Hitung

F Tabel 5%

Ulangan

1

0.19

0.19

2.050tn

4.38

3.13

2.9

2.31

M

3

1.886

0.629

6.769*

B

4

0.096

0.024

0.258tn

MB

12

1.968

0.164

1.766tn

Galat

19

1.765

0.093

Total

39

5.905

KK = 8,3 % Tabel Rataan

MPF (30 ml/tan)

C-Organik (%)

Rataan Beberapa Sumber Bahan Organik (100 g/tan)

B0 B1 B2 B3 B4

M0 3.29 3.68 3.38 3.48 3.77 3.52 b

M1 3.71 3.72 3.76 3.57 3.90 3.73 b

M2 4.36 3.65 3.83 3.45 3.48 4.02 a

M3 3.29 3.44 3.57 3.55 3.52 3.47 b


(3)

Lampiran 5 P Tersedia

Perlakuan Ulangan Total Rataan

I II

M0B0 97.30 100.31 197.61 98.81

M0B1 115.72 131.43 247.15 123.58

M0B2 121.49 103.26 224.75 112.38

M0B3 148.02 130.12 278.14 139.07

M0B4 167.40 173.98 341.38 170.69

M1B0 143.12 131.36 274.48 137.24

M1B1 138.31 137.41 275.72 137.86

M1B2 139.25 152.59 291.84 145.92

M1B3 169.03 157.91 326.94 163.47

M1B4 114.32 118.00 232.32 116.16

M2B0 157.92 132.83 290.75 145.38

M2B1 133.91 157.34 291.25 145.63

M2B2 155.27 155.44 310.71 155.36

M2B3 144.97 151.19 296.16 148.08

M2B4 139.65 170.38 310.03 155.02

M3B0 151.05 147.46 298.51 149.26

M3B1 157.13 185.04 342.17 171.09

M3B2 134.15 124.71 258.86 129.43

M3B3 157.00 134.96 291.96 145.98

M3B4 155.46 162.19 317.65 158.83

Total 2840.47 2857.91 5698.38 2849.19

Rataan 142.02 142.90 284.92 71.23

Tabel Anova

SK Db JK KT F Hitung F Tabel 5%

Ulangan 1 7.604 7.604 0.058tn

4.38 3.13 2.9 2.31 M 3 3159.131 1053.044 8.060*

B 4 1993.394 498.348 3.815* MB 12 8565.435 713.786 5.464* Galat 19 2482.252 130.645

Total 39 16207.815

KK = 8 % Tabel Rataan

MPF (30 ml/tan)

P Tersedia (ppm)

Rataan Beberapa Sumber Bahan Organik (100 g/tan)

B0 B1 B2 B3 B4

M0 98.81 g 123.58 efg 112.38 g 139.07 cdef 170.69 a 128.90 M1 137.24 def 137.86 cdef 145.92 cde 163.47 ab 116.16 fg 140.13 M2 145.38 cde 145.63 cde 155.36 abcd 148.08 bcde 155.02 abcd 149.89 M3 149.26 abcd 171.09 a 129.43 defg 145.98 cde 158.83 abc 150.92


(4)

Lampiran 6 Serapan P

Perlakuan Ulangan Total Rataan

I II

M0B0 3.66 6.65 10.31 5.15

M0B1 5.35 7.68 13.03 6.51

M0B2 6.22 7.57 13.78 6.89

M0B3 6.68 6.38 13.07 6.53

M0B4 3.72 6.16 9.87 4.94

M1B0 6.27 6.49 12.76 6.38

M1B1 3.38 7.87 11.25 5.62

M1B2 7.51 6.30 13.80 6.90

M1B3 3.09 5.47 8.56 4.28

M1B4 3.19 7.80 10.99 5.49

M2B0 10.67 8.19 18.86 9.43

M2B1 10.64 14.49 25.12 12.56

M2B2 18.05 13.93 31.98 15.99

M2B3 11.74 7.83 19.58 9.79

M2B4 4.12 6.26 10.38 5.19

M3B0 11.03 7.88 18.91 9.46

M3B1 7.31 7.12 14.43 7.22

M3B2 5.76 6.41 12.17 6.09

M3B3 9.07 11.03 20.10 10.05

M3B4 8.19 8.73 16.92 8.46

Total 145.62 160.24 305.86

Rataan 7.28 8.01 15.29

Tabel Anova

SK db JK KT F Hitung F Tabel 5%

Ulangan 1 5.314 5.314 1.524tn

4.38 3.13 2.9 2.31

M 3 153.721 51.24 14.697*

B 4 36.056 9.014 2.586tn

MB 12 127.782 10.648 3.054*

Galat 19 66.241 3.486 Total 39 389.114

KK = 24,4 % Tabel Rataan

MPF (30 ml/tan)

Serapan P (mg/tanaman)

Rataan Beberapa Sumber Bahan Organik (100 g/tan)

B0 B1 B2 B3 B4

M0 5.15 c 6.51 bc 6.89 bc 6.53 abcd 4.94 c 6.01 M1 6.38 c 5.62 c 6.90 bc 4.28 c 5.49 c 5.74 M2 9.43 bc 12.56 ab 15.99 a 9.79 bc 5.19 c 10.59 M3 9.46 bc 7.22 bc 6.09 c 10.05 abc 8.46 bc 8.25


(5)

Lampiran 7 Berat Kering Tajuk Tanaman

Perlakuan Ulangan Total Rataan

I II

M0B0 14.07 21.18 35.25 17.63

M0B1 17.26 19.58 36.84 18.42

M0B2 18.39 19.76 38.15 19.08

M0B3 18.88 23.73 42.61 21.31

M0B4 15.62 17.74 33.36 16.68

M1B0 19.06 15.8 34.86 17.43

M1B1 13.56 22.95 36.51 18.26

M1B2 26.25 22.81 49.06 24.53

M1B3 10.06 16.09 26.15 13.08

M1B4 10.63 26.71 37.34 18.67

M2B0 37.31 26.78 64.09 32.05

M2B1 33.55 37.24 70.79 35.40

M2B2 50.13 24.84 74.97 37.49

M2B3 32.17 23.74 55.91 27.96

M2B4 14.92 19.88 34.8 17.40

M3B0 38.29 24.64 62.93 31.47

M3B1 20.89 22.97 43.86 21.93

M3B2 19.14 19.91 39.05 19.53

M3B3 23.13 36.29 59.42 29.71

M3B4 35.75 27.29 63.04 31.52

Total 469.06 469.93 938.99

Rataan 23.45 23.50 23.47

Tabel Anova

SK

db

JK

KT

F

Hitung

F Tabel 5%

Ulangan

1

0.019

0.019

0.000tn

4.38

3.13

2.9

2.31

M

3

1039.638

346.546

7.369*

B

4

81.521

20.38

0.433tn

MB

12

839.606

69.967

1.488tn

Galat

19

893.549

47.029

Total

39

2854.332

KK = 29,2 % Tabel Rataan

MPF (30 ml/tan)

Berat Kering Tajuk Tanaman (g)

Rataan Beberapa Sumber Bahan Organik (100 gr/tanaman)

B0 B1 B2 B3 B4

M0 17.63 18.42 19.08 21.31 16.68 18.62 b M1 17.43 18.26 24.53 13.08 18.67 18.39 b M2 32.05 35.40 37.49 27.96 17.40 30.06 a M3 31.47 21.93 19.53 29.71 31.52 26.83 ab Rataan 24.64 23.50 25.15 23.01 21.07 23.47


(6)

Lampiran 8 Berat Kering Akar Tanaman

Perlakuan Ulangan Total Rataan

I II

M0B0 1.48 1.26 2.74 1.37

M0B1 1.32 1.11 2.43 1.22

M0B2 2.82 1.8 4.62 2.31

M0B3 1.23 1.83 3.06 1.53

M0B4 1.56 1.44 3.00 1.50

M1B0 2.07 1.52 3.59 1.80

M1B1 1.52 2.19 3.71 1.86

M1B2 2.03 1.3 3.33 1.67

M1B3 1.41 1.41 2.82 1.41

M1B4 0.93 1.91 2.84 1.42

M2B0 2.61 1.77 4.38 2.19

M2B1 1.69 1.52 3.21 1.61

M2B2 2.46 2.03 4.49 2.25

M2B3 2.33 1.91 4.24 2.12

M2B4 1.23 0.85 2.08 1.04

M3B0 2.07 1.54 3.61 1.81

M3B1 1.47 2.1 3.57 1.79

M3B2 1.4 0.84 2.24 1.12

M3B3 2.12 2.61 4.73 2.37

M3B4 2.67 1.68 4.35 2.18

Total 36.42 32.62 69.04

Rataan 1.82 1.63 1.73

Tabel Anova

SK db JK KT F Hitung F Tabel 5%

Ulangan 1 0.361 0.361 2.116tn

4.38 3.13 2.9 2.31

M 3 0.577 0.192 1.127tn

B 4 0.658 0.164 0.964tn

MB 12 5.064 0.422 2.474*

Galat 19 3.241 0.171

Total 39 9.9

KK = 23, 9 % Tabel Rataan

MPF (30 ml/tan)

Berat Kering Akar Tanaman (g)

Rataan Beberapa Sumber Bahan Organik (100 g/tan)

B0 B1 B2 B3 B4

M0 1.37abcd 1.22bcd 2.31a 1.53abcd 1.50abcd 1.59 M1 1.80abcd 1.86abcd 1.67abcd 1.41abcd 1.42abcd 1.63 M2 2.19ab 1.61abcd 2.25a 2.12abc 1.04d 1.84 M3 1.81abcd 1.79abcd 1.12cd 2.37a 2.18ab 1.85


Dokumen yang terkait

Ubah bentuk P oleh mikroba pelarut fosfat dan bahan organik terhadap ketersediaan P dan produksi tanaman kentang (Solanum tuberosum L). pada tanah andisol sinabung

0 47 68

Ubah bentuk P oleh mikroba pelarut fosfat dan bahan organik terhadap ketersediaan P dan produksi tanaman kentang (Solanum tuberosum L). pada tanah andisol sinabung

0 4 68

Aplikasi Mikroba Pelarut Fosfat dan Sumber Bahan Organik untuk Meningkatkan Serapan P dan Pertubuhan Tanaman Kentang (Solanum tuberosum L.) Pada Tanah Andisol Terdampak Erupsi Gunung Sinabung

0 4 73

Aplikasi Mikroba Pelarut Fosfat dan Sumber Bahan Organik untuk Meningkatkan Serapan P dan Pertubuhan Tanaman Kentang (Solanum tuberosum L.) Pada Tanah Andisol Terdampak Erupsi Gunung Sinabung

0 0 11

Aplikasi Mikroba Pelarut Fosfat dan Sumber Bahan Organik untuk Meningkatkan Serapan P dan Pertubuhan Tanaman Kentang (Solanum tuberosum L.) Pada Tanah Andisol Terdampak Erupsi Gunung Sinabung

0 0 1

Aplikasi Mikroba Pelarut Fosfat dan Sumber Bahan Organik untuk Meningkatkan Serapan P dan Pertubuhan Tanaman Kentang (Solanum tuberosum L.) Pada Tanah Andisol Terdampak Erupsi Gunung Sinabung

0 0 4

Aplikasi Mikroba Pelarut Fosfat dan Sumber Bahan Organik untuk Meningkatkan Serapan P dan Pertubuhan Tanaman Kentang (Solanum tuberosum L.) Pada Tanah Andisol Terdampak Erupsi Gunung Sinabung

0 0 15

Aplikasi Mikroba Pelarut Fosfat dan Sumber Bahan Organik untuk Meningkatkan Serapan P dan Pertubuhan Tanaman Kentang (Solanum tuberosum L.) Pada Tanah Andisol Terdampak Erupsi Gunung Sinabung

0 0 3

Aplikasi Mikroba Pelarut Fosfat dan Sumber Bahan Organik untuk Meningkatkan Serapan P dan Pertubuhan Tanaman Kentang (Solanum tuberosum L.) Pada Tanah Andisol Terdampak Erupsi Gunung Sinabung

0 0 9

Ubah bentuk P oleh mikroba pelarut fosfat dan bahan organik terhadap ketersediaan P dan produksi tanaman kentang (Solanum tuberosum L). pada tanah andisol sinabung

0 0 11