1
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penyakit Malaria adalah penyakit yang disebabkan oleh parasit dari genus Plasmodium yang termasuk golongan protozoa melalui perantara tusukan
gigitan nyamuk Anopheles sp Suhardiono, 2005. Penyakit tersebut telah dikenal sebagai salah satu jenis penyakit utama yang menyebabkan kematian pada daerah
beriklim tropis. Setiap tahun, penyakit malaria dapat menyerang korban 300-500 juta orang dan dapat menyebabkan kematian 1 sampai 3 juta orang, kebanyakan di
antaranya adalah anak-anak Hoffman et al., 2002. Laporan World Health Organization WHO juga menjelaskan bahwa penyakit ini menjadi masalah
kesehatan dunia dan endemik di 105 negara, setiap tahunnya dijumpai 600 juta penderita baru malaria di seluruh dunia. Diperkirakan sebanyak 1,5-2,7 juta orang
meninggal akibat malaria setiap tahun, sekitar 70-90 diantaranya adalah anak-anak di bawah usia lima tahun. Begitu juga di Indonesia, yang merupakan salah satu
negara yang memiliki endemisitas tinggi malaria Panggabean, 2010. Salah satu bentuk penanganan kasus malaria di Indonesia diantaranya
menggunakan obat, obat antimalaria yang ideal adalah obat yang efektif terhadap semua jenis dan stadium parasit, menyembuhkan infeksi akut maupun laten, efek
samping ringan dan toksisitas rendah. Obat antimalaria dikelompokkan menurut rumus kimia dan efek atau cara kerja obat pada stadium parasit. Selain penanganan
dengan arthemisinin beberapa obat yang kini banyak beredar di masyarakat untuk menangani malaria diantaranya klorokuin, arthemeter, dan mefloquine. Namun sama
halnya dengan mekanisme obat lainnya beberapa obat yang paling sering digunakan di atas mengalami resistansi yang berkembang sangat cepat sehingga diperlukan
sintesis obat antimalaria yang lebih efektif. Penelitian untuk mendapatkan obat antimalaria baru, baik obat-obatan
sintesis maupun yang berasal dari bahan alam terus berlanjut. Salah satu sintesis obat malaria yang mulai dikembangkan adalah senyawa turunan quinoxalin yang telah di
uji aktivitasnya oleh Vicente et al,. 2008. Turunan senyawa quinoxalin atau benzopirazin yang di uji aktifitas biologis oleh Vicente et al., 2008 adalah senyawa
3-fenilquinoxalin1,4-di-N-oksida dengan menggunakan strain P. Falciparum K1 untuk mendapatkan nilai Half Maximal Inhibitory Concentration IC
50
atau ukuran efektivitas penghambatan suatu senyawa dalam fungsi biologis. Hasil uji yang
dilakukan terhadap senyawa turunan 3-fenilquinoxalin1,4-di-N-oksida memiliki keefektifan yang bagus sebagai antimalaria yang ditunjukkan dengan nilai IC
50
yang mendekati aktivitas biologis klorokuin 0.682 µM. Namun dari sintesis obat anti
malaria itu lambat laun akan menimbulkan efek resistensi. Kemampuan parasit untuk terus hidup dalam tubuh manusia semakin berkembang biak dan menimbulkan gejala
penyakit meskipun telah diberikan pengobatan secara teratur baik dengan dosis standar maupun dosis yang lebih tinggi yang masih dapat ditolerir oleh pemakai obat,
oleh sebab itu senyawa quinoxalin ini perlu dikembangkan lebih lanjut untuk mengatasi masalah seperti resistensi yang nantinya akan timbul sekaligus untuk
menghasilkan desain turunan quinoxalin yang memiliki nilai aktivitas biologis yang bagus.
Perkembangan kimia komputasi menawarkan sebuah solusi dalam desain senyawa obat baru selain melalui eksperimen. Salah satu metode kimia komputasi
yang populer dalam desain obat adalah Hubungan Kuantitatif Struktur-Aktivitas HKSA, dengan metode tersebut, suatu struktur senyawa obat baru dapat
dikembangkan dengan aktivitas baru yang dapat diprediksi. Metode HKSA ini cukup terbukti dengan baik sebagai alat untuk memprediksi struktur senyawa obat baru
dengan aktivitas baru berdasarkan struktur dasar yang telah diketahui aktivitasnya dari eksperimen Armunanto et al., 2004. Konsep terapan pada komputasi kimia ini
juga digunakan dalam pengembangan bidang farmakologi molekul dan kimia medisinal. Seperti diketahui bahwa antaraksi obat dengan reseptor ditentukan oleh
sifat fisika kimia obat itu, atau oleh struktur kimianya. Parameter fisika kimia ini dapat dinyatakan secara kuantitatif, dan fungsi struktur mestinya juga memiliki nilai
angka. Jika kerja hayati aktivitas obat yang termasuk dalam satu seri dapat diukur dengan cara kerja serupa, maka hubungan kuantitatif struktur-aktivitas HKSA
dapat pula dihitung. Eksperimen ini menggunakan pendekatan dan penalaran yang rasional, sehingga dapat menghemat tenaga, waktu dan biaya. Selain itu, pendekatan
HKSA juga dapat mengurangi penggunaan hewan uji yang digunakan dan dapat mengurangi pencemaran lingkungan Puzyn et al., 2010.
Kimia komputasi dengan menggunakan HKSA mendukung sepenuhnya pemodelan quinoxalin dan turunannya sebagai penuntun penemuan senyawa baru
yang memiliki nilai aktivitas biologis sebagai antimalaria yang bagus. Pada pembuatan model, faktor yang perlu diperhatikan adalah mikromekanisme pada
interaksi sisi aktif senyawa dengan bioreseptor. Kualitas analisis hubungan antara struktur dan aktivitas sangat ditentukan oleh metode mekanika kuantum yang dipakai
di dalam optimisasi struktur. Metode semi empiris sangat cocok untuk diaplikasikan untuk sistem molekul dengan atom banyak, sedangkan metode mekanika kuantum
pada tingkat HF Hartree-Fock, DFT Density Functional Theory dan MP2 Möller- Plesset memerlukan waktu perhitungan lebih lama Armunanto et al.,
2004, untuk metode semi empiris PM3 Parametric Model lebih cocok untuk senyawa organik Young, 2001. Namun Metode Density Functional Theory DFT
memiliki ketelitian yang lebih tinggi daripada metode semiempiris karena memperhitungkan semua elektron yang terdapat dalam sebuah molekul.
Pemodelan HKSA memerlukan parameter untuk menentukan nilai aktivitas suatu senyawa. Parameter yang umum digunakan untuk menghitung nilai
aktivitas biologis dari anti malaria adalah parameter muatan atom dan momen dipol Armunanto et al., 2004 begitu juga pada penelitian Tahir et al.,2005 yang
menggunakan momen dipol, energi LUMO Lowest Unoccupied Molecular Orbital dan energi HOMO Highest Occupied Molecular Orbital, indeks polarisabilitas,
berat molekul dan luas permukaan molekular. Merujuk pada penelitian HKSA sebelumnya, maka pada penelitian ini
akan menggunakan parameter elektronik momen dipol, energi LUMO Lowest Unoccupied Molecular Orbital dan energi HOMO Highest Occupied Molecular
Orbital, indeks polarisabilitas, dan luas permukaan molekular yang ditambah dengan parameter koefisien partisi sebagai parameter kelarutan senyawa obat. Penelitian ini
menggunakan deskriptor struktur elektronik untuk menghasilkan persamaan HKSA karena interaksi antar molekul sangat dipengaruhi langsung oleh muatan atom-atom
pada ujung aktifnya. Penelitian ini diharapkan mendapatkan model persamaan HKSA pada turunan senyawa quinoxalin dari hubungan antara deskriptor dan aktivitas
antimalaria sehingga dapat menghasilkan usulan senyawa turunan quinoxalin dengan aktivitas melawan antimalaria yang lebih baik dari senyawa
–senyawa yang sudah ada.
1.2 Rumusan Masalah