Pengaruh Styrene Terhadap Stabilisasi Dimensi Kayu

(1)

KARYA TULIS

PENGARUH STYRENE TERHADAP STABILISASI

DIMENSI KAYU

Disusun Oleh:

APRI HERI ISWANTO, S.Hut, M.Si NIP. 132 303 844

DEPARTEMEN KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(2)

KATA PENGANTAR

Puji syukur pada Allah SWT atas segala nikmat dan karunia-Nya sehingga

penulis dapat menyelesaikan karya tulis mengenai “Pengaruh Styrene Terhadap

Stabilisasi Dimensi Kayu “.

Tulisan ini berisi tentang gambaran umum secara singkat mengenai perlakuan perendaman kayu dalam styrene dan pengaruhnya terhadap stabilisasi dimensi kayu.

Penulis berharap semoga karya tulis ini dapat memberikan tambahan informasi dibidang biokomposit kayu.

Akhirnya penulis tetap membuka diri terhadap kritik dan saran yang membangun dengan tujuan untuk menyempurnakan karya tulis ini.

Nopember, 2008

Penulis


(3)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ...i

DAFTAR ISI...ii

DAFTAR TABEL...iii

DAFTAR GAMBAR ...iv

PENDAHULUAN ...1

TINJAUAN PUSTAKA ...2

HASIL DAN PEMBAHASAN ...6

PENUTUP ...10


(4)

DAFTAR TABEL

No Keterangan Halaman

1


(5)

DAFTAR GAMBAR

No Keterangan Halaman

1 Struktur Styrene 4

2 Nilai Polimer Loading Pada Kayu Sengon Dan Afrika 6

3 Nilai Susut Volume Pada Kayu Dengan dan Tanpa Perlakuan 7

4 Nilai Daya Serap Air Pada Kayu Dengan dan Tanpa Perlakuan 8

5 Nilai Pengembangan Tebal Pada Kayu Dengan dan Tanpa

Perlakuan

8


(6)

PENDAHULUAN

Kayu merupakan material yang tersusun atas selulosa alami yang berasal dari tumbuhan, memiliki keunikan struktur dan sifat kimianya sehingga membuatnya menarik untuk berbagai macam penggunaan. Tingkat kesesuaian bagi penggunaan (kualitas kayu) ditentukan oleh respon kayu terhadap perlakuan fisik dan kimia. Berdasarkan tinjauan kimia, jaringan kayu (meliputi sel dan interselular) merupakan material yang tersusun dari berbagai polimer organik yang dinamakan selulosa, hemiselulosa dan lignin. Kayu, selain memiliki kelebihan, juga memiliki kekurangan seperti variasi sifat, kecenderungan berubah bentuk akibat perubahan kadar air dan kerusakan karena serangan jamur, serangga, dll (Devi, 2003). Dalam rangka mengatasi permasalahan yang ada berbagai penelitian dilakukan untuk meningkatkan kualitas kayu diantaranya melalui modifikasi kimia pada kayu.

Menurut Yildiz et. al (2004), dari tahun ke tahun kayu telah diperlakukan dengan berbagai bahan-kimia untuk merubah karakteristik fisiknya. Dari tahun 1930 - 1960 sejumlah perlakuan baru terhadap kayu diperkenalkan: acetylation dari kelompok hidrokxyl, ethylene oksida penambahan kepada kelompok hidroksit itu, polyethylene glycol sebagai bulking dinding sel, perlakuan phenol formaldehyde dengan Impreg dan Compreg, dan wood-polymer composite ( WPCS). WPCS diproduksi di Amerika Serikat, Negara Jerman, Inggris, Poland, Italia, Jepang, Taiwan, Selandia Baru dan negara-negara lain ( Meyer, 1982 dalam Yildiz et. al, 2005 ). Beberapa tinjauan ulang artikel pada [atas] WPCS telah diterbitkan ( Meyer, 1981;

Rowell dan Konkol, 1987; Schneider, 1994; Kumar, 1994; Lu et al., 2000 dalam

Yildiz et. al, 2005).

Pertimbangan pemberian perlakuan modifikasi kimia dengan cara impregnasi menggunakan polimer tergantung pada tujuan penggunaan akhirnya (Rowell, 1983

dalam Devi, 2003). Perlakuan dengan monomer jenis vinyl melalui pematangan/pengerasan (radiasi atau katalis) secara signifikan memperbaiki daya tahan terhadap air, kekerasan kayu, dll (Meyer, 1981 dalam Devi, 2003).

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kayu Sengon (Albizia falcataria)

Berat jenis 0,33 (0,24-0,49), kelas kuat IV-V. Banyak digunakan untuk bahan perumahan, pembuatan peti, vinir, pulp, papan semen, wol kayu, papan serat, papan


(7)

partikel, korek api. Pori sebagai soliter sebagian bergabung 2-4 radial, berbentuk bundar atau kadang-kadang lonjong, kadang-kadang berisi endapan berwarna cokelat.

Nama botanis kayu Sengon adalah Paraserianthes falcataria (L) Nielsen syn,

Albizia falcataria (L) Fosberg dan Albizzia falcata (L) backer, famili Mimosaceae. Daerah penyebarannya meliputi seluruh jawa, Maluku, Sulawesi Selatan, Irian jaya. Tinggi pohon dapat mencapai 40 meter dengan panjang batang bebas cabang 10 – 30 meter, diameter batang dapat mencapai 80 cm, kulit luar berwarna putih atau kelabu, tidak beralur, tidak mengelupas, tidak berbanir.

Warna kayu teras hampir putih atau coklat muda. Warna kayu gubal umumnya tidak berbeda dengan warna kayu teras. Tekstur kayu agak kasar dan merata, arah serat lurus,bergelombang lebar dan berpadu. Kesan raba permukaan kayu agak licin atau licin. Permukaan kayu mengkilap. Kayu yang masih segar berbau petai, yang lambat laun hilang jika kayunya kering.

Berat jenis rata-rata kayu sengon adalah 0,33, dengan kisaran 0,24-0,49 dan kelas kuatnya termasuk kelas kuat IV-V. Penyusutan sampai kering tanur 2,5 % pada arah radial dan 5,2 % pada arah tangensial. Nilai keteguhan lentur statik kayu sengon disajikan dalam tabel 1 berikut :

Tabel 1. Keteguhan lentur Statik Kayu Sengon (Paraserianthes falcataria)

Kondisi

Tegangan pada Batas Proporsi

(kg/cm3)

Tegangan pada Batas Patah

(kg/cm3)

Modulus Elastisitas (1000 kg/cm3)

Usaha sampai batas proporsi

(kg/dm3)

Usaha sampai Batas Patah

(kg/cm3) Basah

262 465 33,0 0,44 5,30

Kering

316 526 44.5 0.6 4,98

Keteguhan tekan sejajar arah serat pada kondisi basah sebesar 215 kg/cm2, sedangkan pada kondisi kering sebesar 283 kg/cm2 (Martawijaya et. al., 1981).

B. Kayu Afrika (Maesopsis eminii)

Kayu Afrika dengan nama botani (Maesopsis eminii Engl), termasuk dalam famili Rhamnaceae, dikenal dengan nama kayu Manii. Kayu Afrika merupakan spesies asli dari Afrika tengah, yang kemudian disebarkan antara lain ke Fiji, Indonesia dan Malaysia.


(8)

a. Bagian gubal berwarna putih, sedangkan teras kuning gelap sampai kecoklatan. Tekstur kayu sedang-kasar; berserat lurus-berpadu teras pahit dan berbau masam.

b. Sel pembuluh berbentuk bulat sampai oval, sebagian

soliter tapi ada yang bergabung radial 2-4 sel dan sedikit mengandung tilosis

c. Sel-sel jari-jarinya 2 macam, sebagian ada yang lebar

ipe sel parenkima adalah parenkima paratrakeal aliform

ncluent)

) m; dengan

Berat jenis (BJ) kering udara berkisar 0,34-0,46 denan

-rata kandungan zat ekstraktif larut dalam air dingin

awa Timur, kebun-kebun percobaan Lembaga Penelitian Hasil Hutan, menjadi tanam

(Vazo atau peroxide) dan panas, atau radiasi. Monomer lain yang biasanya ditambahkan untuk mengendalikan tingkat polimerisasi, meningkatkan polimerisasi dan ikatan silang styrene untuk memperbaiki sifat fisis dari WPCs (Ibach dan W.D Ellis, 2005)

dan sebagian ada yang sempit (namun kurang menyolok).

d. T

sampai aliform bersambung (co

e. Tidak dijumpai saluran damar

f. Sel penyusun kayu didominasi oleh sel serabut (56,70%

dengan ukuran panjang (1,1-1,7) mm; tebal dinding (3,1 -3,5) diameter serabut (26-35) m

g.

rata-rata 0,43

h. Rata-rata susut volume total kondisi basah ke kondisi

kering tanur 4,01 % dan rata-rata 1,57

i. Rata

1,60 %, kadar ekstraktif larut air panas 2,75% dan rata-rata kadar abu 0,94 %. Rata-rata kadar selulosa 47, 19 % dan rata-rata kandungan ligninnya 20,45 %

j. Termasuk kelas kuat III-IV

Kayu Afrika merupakan jenis cepat tumbuh, dengan pertambahan tinggi 2-3 meter setiap tahun pada usia muda. Penyebaran kayu Afrika di Indonesia antara lain Jawa Barat, J

an pengisi pada kelas hutan rimba yang dikelola Perum Perhutani dan sebagai tanaman pengayaan pada hutan rakyat.

C. Styrene

Styrene seperti yang ditunjukkan pada Gambar 1 merupakan suatu jenis monomer yang umum dipakai untuk WPCs. Styrene dapat dipolimerisasi dalam kayu dengan menggunakan katalis


(9)

.

Gambar 1. Struktur Styrene.

Kekerasan, keteguhan pukul, keteguhan tekan dan geser, bending dan keteguhan belah dari kayu yang diberi perlakuan styrene lebih baik dibandingkan dengan kayu tanpa perlakuan styrene dan hampir sama atau bahkan lebih baik dari sampel yang diimpregnasi dengan MMA. Kayu yang diberi perlakuan warnanya menjadi lebih kuning dari kayu asal (Autio and Miettinen 1970 dalam Ibach dan W.D Ellis, 2005). Modifikasi dari beberapa tipe kayu daun jarum dan kayu daun lebar dengan polystyrene dapat memperbaiki daya tahan pemakaian. Komposit kayu polystyrene yang terbuat dari kayu daun lebar jenis birch, gray dan black alder, serta spruce lebih

tahan terhadap pengikisan dibandingkan dengan kayu alami (Dolacis 1983 dalam

Ibach dan W.D Ellis, 2005). Flexural strength, kekerasan, and kerapatan kayu alder meningkat dengan adanya impregnasi styrene dan pemanasan sampai diperoleh kayu jenuh polystyrene (Lawniczak 1979 dalam Ibach dan W.D Ellis, 2005). Modifikasi kayu poplar dengan polystyrene telah meningkatkan kekerasan kekuatan statik bending dan keuletan. Peningkatan keuletan tergantung pada kandungan polimer sampai pada batas tertentu (Lawniczak 1973 dalam Ibach dan W.D Ellis, 2005).

D. Modifikasi Kimia Kayu Dengan Menggunakan Styrene

Perlakuan dengan monomer jenis vinyl melalui pematangan/pengerasan (radiasi atau katalis) secara signifikan memperbaiki daya tahan terhadap air, , kekerasan kayu,

dll (Meyer, 1981 dalam Devi, dkk 2003). Jenis impregnasi pada kayu dengan

menggunakan campuran polimer terdiri dari makromonomer dan styrene telah memperbaiki perlindungan terhadap air, kekuatan tekan dan bending (Baki, dkk; 1993

dalam Devi, dkk 2003).

Berdasarkan hasil penelitian Devi, dkk (2003), nilai daya serap air kayu tanpa perlakuan sebesar 142,86, dengan perlakuan styrene sebesar 98,64% dan dengan perlakuan styrene-GMA 72,5% setelah 6 hari direndam dalam air destilasi pada suhu


(10)

rongga) pada dinding sel dan tidak bereaksi dengan kayu, sedangkan adanya GMA dapat meningkatkan interaksi antara styrene dan kayu melalui rantai epoxy dan dan sambungan ikatan rangkap. Oleh sebab itu terjadi perbaikan sifat pengembangan tebal, ketahanan kimia, dan penurunan daya serap air.

Sampel kayu tanpa dan dengan perlakuan disimpan didalam agar selama 30 hari sebagai akses pertumbuhan mikroorganisme. Pada sampel kayu tanpa perlakuan banyak menghasilkan Bacillus spp, bakteri dan terlihat banyak terjadi pertumbuhan jamur; namun tidak demikian terhadap kayu yang diberi perlakuan polimer. Biodegradasi lebih sedikit terjadi pada kayu yang diberi perlakuan hal ini disebabkan oleh penurunan kapasitas penyerapan air pada kayu tersebut. Sebagaimana pengamatan biodegradasi yang dilaporkan oleh Solpan dan Guven (1998) dalam Devi, dkk (2003) untuk komposit polimer kayu.

Menurut Yildiz et. al (2004), polimer komposit kayu (WPCS) disiapkan dengan mengisi kayu dengan monomer vinil yang diikuti oleh polymerisasi radikal bebas dalam lumen dan dinding sel. Dengan menambahkan bagian penting polymer vinyl pada ruang kosong di dalam kayu, kekuatan kompresi, kekerasan, dan daya tahan terhadap gores dapat ditingkatkan. Sifat higroskopis WPCS dapat dikurangi.

Menurut Devi (2003), impregnasi untuk mendapatkan loading polymer tertinggi diperoleh dengan variasi vakum, konsentrasi monomer dan inisiator. Hasil terbaik untuk loading polymer tertinggi doperoleh pada kondisi vakum dengan tekanan 5 inch Hg dengan perbandingan konsentrasi monomer 5:1 (styrene : GMA) dan 0,5% AIBN


(11)

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Polymer Loading

Nilai polimer loading untuk dua jenis kayu disajikan pada Gambar 2.

Gambar 2. Nilai Polimer Loading Pada Kayu Sengon Dan Afrika

Berdasarkan nilai pada Gambar 2, ditunjukkan bahwa kayu sengon memiliki nilai polimer loading lebih tinggi dibandingkan dengan kayu afrika. Hal ini dikarenakan kayu sengon memiliki berat jenis yang lebih rendah sehingga kayu sengon memiliki jumlah rongga sel yang besar (dinding selnya tipis) sehingga kayu sengon bersifat lebih porus dibandingkan dengan kayu afrika.

Polymer loading ditentukan dengan banyaknya monomer-monomer yang dapat mengisi rongga pada dinding sel. Nilai polymer loading yang dihasilkan dengan menggunakan metode perendaman terlihat masih rendah terutama untuk kayu yang memiliki tingkat permeabilitas yang rendah, sehingga perlu dilakukan percobaan dengan menggunakan metode impregnasi.

B. Penyusutan Volume

Nilai penyusutan kayu pada kayu dengan dan tanpa perlakuan disajikan pada Gambar 3.


(12)

Gambar 3. Nilai Susut Volume Pada Kayu Dengan dan Tanpa Perlakuan

Berdasarkan Gambar 3, terlihat bahwa nilai susut volume pada kayu dengan perlakuan styrene lebih rendah bila dibandingkan dengan kayu tanpa perlakuan.

Adanya perlakuan perendaman kayu dalam styrene dapat memperbaiki nilai stabilitas dimensi yang ditandai dengan penurunan nilai penyusutan volume pada kayu yang diberi perlakuan. Styrene hanya bersifat bulky (mengisi rongga) pada dinding sel dan tidak bereaksi dengan kayu, oleh sebab itu terjadi perbaikan sifat penyusutan volume pada kayu (Devi, dkk, 2003).

C. Daya Serap Air

Nilai daya serap air pada kayu dengan dan tanpa perlakuan disajikan pada Gambar 4.


(13)

Berdasarkan Gambar 4, terlihat bahwa nilai daya serap air pada kayu dengan perlakuan styrene lebih rendah bila dibandingkan dengan kayu tanpa perlakuan.

Adanya perlakuan perendaman kayu dalam styrene dapat memperbaiki sifat

higroskopisitas kayu yang ditandai dengan penurunan nilai daya serap air pada kayu yang diberi perlakuan. Styrene hanya bersifat bulky (mengisi rongga) pada dinding sel dan tidak bereaksi dengan kayu, oleh sebab itu terjadi perbaikan sifat daya serap air (Devi, dkk, 2003).

D. Pengembangan Tebal

Nilai pengembangan tebal pada kayu dengan dan tanpa perlakuan disajikan pada Gambar 5.

Gambar 5. Nilai Pengembangan Tebal Pada Kayu Dengan dan Tanpa Perlakuan

Berdasarkan Gambar 5, terlihat bahwa nilai pengembangan tebal pada kayu dengan perlakuan styrene lebih rendah bila dibandingkan dengan kayu tanpa perlakuan, namun bila dilihat dari besarnya nilai yang dihasilkan antara kontrol dengan perendaman tidak berbeda jauh. Styrene hanya bersifat bulky (mengisi rongga) pada dinding sel dan tidak bereaksi dengan kayu, oleh sebab itu terjadi perbaikan sifat pengembangan tebal (Devi, dkk, 2003).

E. Anti Shrink Efficiency (ASE)


(14)

Gambar 6. Nilai ASE pada masing-masing jenis kayu

Berdasarkan Gambar 6, terlihat bahwa nilai ASE pada kayu sengon lebih rendah bila dibandingkan dengan kayu afrika. Hal ini terkait dengan nilai penyusutan volume pada kayu sengon yang lebih rendah dibanding dengan kayu afrika. Faktor berat jenis kayu sengon yang rendah berpengaruh terhadap rendahnya nilai penyusutan kayu. Nilai ASE dengan metode perendaman ini masih lebih tinggi bila dibandingkan dengan metode impregnasi. Menurut hasil penelitian Devi, dkk (2003), Nilai ASE dari kayu dengan perlakuan styrene-GMA sebesar 53% dan styrene saja sebesar 23% melalui proses perendaman dalam air selama 24 jam.

PENUTUP

Perlakuan perendaman dalam styrene dapat meningkatkan stabilisasi dimensi pada kayu, namun optimalisasi dari monomer-monomer yang masuk kedalam rongga pada

dinding sel (polymer loading) dengan menggunakan metode perendaman masih


(15)

REFERENSI

Devi, Rashmi R., Devi., Ilias Ali., T.K.Maji. 2003. Modifikasi Kimia Kayu Karet Dengan Menggunakan Kombinasi Styrene Dan Crosslinker: Efek Stabilitas Dimensi Dan Kekuatan. Bioresource Technology 88 (2003) 185-188

Yildiz U mit C; Sibel Yildiz; Engin D Gezer. 2005. Sifat Mekanik dan Ketahanan

terhadap Pelapukan dari Wood-Polymer Composites dari Jenis

Kayu Cepat Tumbuh Turkey. Bioresource Technology 96 (2005) 1003-1011

Ibach Rebecca E. and W. Dale Ellis. 2005. Lumen Modification. Handbook of Wood Chemistry and Wood Composites. USA.


(1)

rongga) pada dinding sel dan tidak bereaksi dengan kayu, sedangkan adanya GMA dapat meningkatkan interaksi antara styrene dan kayu melalui rantai epoxy dan dan sambungan ikatan rangkap. Oleh sebab itu terjadi perbaikan sifat pengembangan tebal, ketahanan kimia, dan penurunan daya serap air.

Sampel kayu tanpa dan dengan perlakuan disimpan didalam agar selama 30 hari sebagai akses pertumbuhan mikroorganisme. Pada sampel kayu tanpa perlakuan banyak menghasilkan Bacillus spp, bakteri dan terlihat banyak terjadi pertumbuhan jamur; namun tidak demikian terhadap kayu yang diberi perlakuan polimer. Biodegradasi lebih sedikit terjadi pada kayu yang diberi perlakuan hal ini disebabkan oleh penurunan kapasitas penyerapan air pada kayu tersebut. Sebagaimana pengamatan biodegradasi yang dilaporkan oleh Solpan dan Guven (1998) dalam Devi, dkk (2003) untuk komposit polimer kayu.

Menurut Yildiz et. al (2004), polimer komposit kayu (WPCS) disiapkan dengan mengisi kayu dengan monomer vinil yang diikuti oleh polymerisasi radikal bebas dalam lumen dan dinding sel. Dengan menambahkan bagian penting polymer vinyl pada ruang kosong di dalam kayu, kekuatan kompresi, kekerasan, dan daya tahan terhadap gores dapat ditingkatkan. Sifat higroskopis WPCS dapat dikurangi.

Menurut Devi (2003), impregnasi untuk mendapatkan loading polymer tertinggi diperoleh dengan variasi vakum, konsentrasi monomer dan inisiator. Hasil terbaik untuk loading polymer tertinggi doperoleh pada kondisi vakum dengan tekanan 5 inch Hg dengan perbandingan konsentrasi monomer 5:1 (styrene : GMA) dan 0,5% AIBN


(2)

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Polymer Loading

Nilai polimer loading untuk dua jenis kayu disajikan pada Gambar 2.

Gambar 2. Nilai Polimer Loading Pada Kayu Sengon Dan Afrika

Berdasarkan nilai pada Gambar 2, ditunjukkan bahwa kayu sengon memiliki nilai polimer loading lebih tinggi dibandingkan dengan kayu afrika. Hal ini dikarenakan kayu sengon memiliki berat jenis yang lebih rendah sehingga kayu sengon memiliki jumlah rongga sel yang besar (dinding selnya tipis) sehingga kayu sengon bersifat lebih porus dibandingkan dengan kayu afrika.

Polymer loading ditentukan dengan banyaknya monomer-monomer yang dapat mengisi rongga pada dinding sel. Nilai polymer loading yang dihasilkan dengan menggunakan metode perendaman terlihat masih rendah terutama untuk kayu yang memiliki tingkat permeabilitas yang rendah, sehingga perlu dilakukan percobaan dengan menggunakan metode impregnasi.

B. Penyusutan Volume

Nilai penyusutan kayu pada kayu dengan dan tanpa perlakuan disajikan pada Gambar 3.


(3)

Gambar 3. Nilai Susut Volume Pada Kayu Dengan dan Tanpa Perlakuan

Berdasarkan Gambar 3, terlihat bahwa nilai susut volume pada kayu dengan perlakuan styrene lebih rendah bila dibandingkan dengan kayu tanpa perlakuan. Adanya perlakuan perendaman kayu dalam styrene dapat memperbaiki nilai stabilitas dimensi yang ditandai dengan penurunan nilai penyusutan volume pada kayu yang diberi perlakuan. Styrene hanya bersifat bulky (mengisi rongga) pada dinding sel dan tidak bereaksi dengan kayu, oleh sebab itu terjadi perbaikan sifat penyusutan volume pada kayu (Devi, dkk, 2003).

C. Daya Serap Air

Nilai daya serap air pada kayu dengan dan tanpa perlakuan disajikan pada Gambar 4.


(4)

Berdasarkan Gambar 4, terlihat bahwa nilai daya serap air pada kayu dengan perlakuan styrene lebih rendah bila dibandingkan dengan kayu tanpa perlakuan. Adanya perlakuan perendaman kayu dalam styrene dapat memperbaiki sifat higroskopisitas kayu yang ditandai dengan penurunan nilai daya serap air pada kayu yang diberi perlakuan. Styrene hanya bersifat bulky (mengisi rongga) pada dinding sel dan tidak bereaksi dengan kayu, oleh sebab itu terjadi perbaikan sifat daya serap air (Devi, dkk, 2003).

D. Pengembangan Tebal

Nilai pengembangan tebal pada kayu dengan dan tanpa perlakuan disajikan pada Gambar 5.

Gambar 5. Nilai Pengembangan Tebal Pada Kayu Dengan dan Tanpa Perlakuan

Berdasarkan Gambar 5, terlihat bahwa nilai pengembangan tebal pada kayu dengan perlakuan styrene lebih rendah bila dibandingkan dengan kayu tanpa perlakuan, namun bila dilihat dari besarnya nilai yang dihasilkan antara kontrol dengan perendaman tidak berbeda jauh. Styrene hanya bersifat bulky (mengisi rongga) pada dinding sel dan tidak bereaksi dengan kayu, oleh sebab itu terjadi perbaikan sifat pengembangan tebal (Devi, dkk, 2003).

E. Anti Shrink Efficiency (ASE)


(5)

Gambar 6. Nilai ASE pada masing-masing jenis kayu

Berdasarkan Gambar 6, terlihat bahwa nilai ASE pada kayu sengon lebih rendah bila dibandingkan dengan kayu afrika. Hal ini terkait dengan nilai penyusutan volume pada kayu sengon yang lebih rendah dibanding dengan kayu afrika. Faktor berat jenis kayu sengon yang rendah berpengaruh terhadap rendahnya nilai penyusutan kayu. Nilai ASE dengan metode perendaman ini masih lebih tinggi bila dibandingkan dengan metode impregnasi. Menurut hasil penelitian Devi, dkk (2003), Nilai ASE dari kayu dengan perlakuan styrene-GMA sebesar 53% dan styrene saja sebesar 23% melalui proses perendaman dalam air selama 24 jam.

PENUTUP

Perlakuan perendaman dalam styrene dapat meningkatkan stabilisasi dimensi pada kayu, namun optimalisasi dari monomer-monomer yang masuk kedalam rongga pada dinding sel (polymer loading) dengan menggunakan metode perendaman masih rendah.


(6)

REFERENSI

Devi, Rashmi R., Devi., Ilias Ali., T.K.Maji. 2003. Modifikasi Kimia Kayu Karet Dengan Menggunakan Kombinasi Styrene Dan Crosslinker: Efek Stabilitas Dimensi Dan Kekuatan. Bioresource Technology 88 (2003) 185-188

Yildiz U mit C; Sibel Yildiz; Engin D Gezer. 2005. Sifat Mekanik dan Ketahanan

terhadap Pelapukan dari Wood-Polymer Composites dari Jenis Kayu Cepat Tumbuh Turkey. Bioresource Technology 96 (2005) 1003-1011

Ibach Rebecca E. and W. Dale Ellis. 2005. Lumen Modification. Handbook of Wood Chemistry and Wood Composites. USA.