Pembahasan GAMBARAN PERAN TENAGA KESEHATAN SEBAGAI

c. Karakteristik Responden Berdasarkan Peran Sebagai Motivator. Tabel 5.6 Distribusi Frekuensi responden menurut Peran Tenaga Kesehatan sebagai Motivator tahun 2015. No Peran Sebagai Motivator Frekuensi Persentase 1 Baik 20 91 2 Kurang baik 2 9 Jumlah 22 100 Sumber: Data Primer bulan Juni 2015. Berdasarkan tabel 5.6 menunjukkan bahwa dari 22 responden, hampir seluruhnya 91 berperan baik sebagai motivator dalam sosialisasi imunisasi pentavalen sebagai imunisasi dasar. d. Karakteristik Responden Berdasarkan Peran Sebagai fasilitator. Tabel 5.7 Distribusi Frekuensi responden menurut Peran Tenaga Kesehatan sebagai Fasilitator tahun 2015. No Peran Sebagai Fasilitator Frekuensi Persentase 1 Baik 13 59 2 Kurang baik 9 41 Jumlah 22 100 Sumber: Data Primer bulan Juni 2015. Berdasarkan tabel 5.6 menunjukkan bahwa dari 22 responden, sebagian besar 59 berperan baik sebagai Fasilitator dalam sosialisasi imunisasi pentavalen sebagai imunisasi dasar.

B. Pembahasan

1. Peran sebagai Advocator. Sebagai seorang tenaga kesehatan peran sebagai advocator dalam sosialisasi atau promosi kesehatan sangat diperlukan, sebagai advocator seorang tenaga kesehatan harus mampu melakukan pendekatan dan pelatihan kepada tokoh masyarakat setempat, baik tokoh masyarakat formal maupun informal, membantu pasien dalam memahami informasi yang didapatkan, membantu pasien dalam mengambil keputusan terkait tindakan medis yang akan dilakukan serta memfasilitasi pasien dan keluarga serta masyarakat dalam upaya peningkatan kesehatan yang optimal Alimul, 2007. Indikator keberhasilan advokasi juga dapat di ukur melalui indikator keluaran output, proses, dan masukan input. Indikator keluaran meliputi adanya kepedulian, keterlibatan dan dukungan, serta kesinambungan upaya kesehatan, baik berupa kebijakan, tenaga, dana, sarana, kemudahan, atau keterlibatan dalam kegiatan atau gerakan. Keluaran kegiatan advokasi adalah undang-undang, peraturan daerah, instruksi yang mengikat masyarakat atau instansi berkenaan dengan masalah kesehatan. Indikator proses meliputi adanya sasaran yang jelas, bahan informaasi atau advokasi, dan kesiapan pelaku advokasi Mubarak, 2011. 2. Peran sebagai Educator. Peran sebagai educator harus dimiliki oleh seluruh tenaga kesehatan. Tenaga kesehatan sebagai pendidik harus mampu untuk mendidik dan mengajarkan individu, keluarga, kelompok dan masyarakat, serta tenaga kesehatan lain sesuai dengan tanggung jawabnya. Tenaga kesehatan sebagai pendidik berupaya untuk memberikan pendidikan atau penyuluhan kesehatan kepada klien dengan evaluasi yang dapat meningkatkan pembelajaran Wong, 2009; Ciri-ciri tenaga kesehatan menurut Susanto dalam Setiawan, 2010 sebagai pendidik adalah memberikan pengetahuan, informasi, dan pelatihan ketrampilan kepada pasien, keluarga pasien maupun anggota masyarakat dalam upaya pencegahan penyakit dan peningkatan kesehatan. Tenaga kesehatan sebagai pendidik bertugas untuk memberikan pengajaran baik dalam lingkungan klinik, komunitas, sekolah, maupun pusat kesehatan masyarakat Brunner Suddarth, 2010. Dalam mempromosikan imunisasi pentavalen sebagai imunisasi dasar ini, tenaga kesehatan harus mampu memberikan pengetahuan sejelas-jelasnya mengenai apa itu imunisasi pentavalen, tujuan, serta manfaatnya. Memberikan pengetahuan kepada masyarakat artinya aakan terjadi suatu proses belajar. Di dalam kegiatan belajar terdapat tiga persoalan pokok, yakni masukan input, proses, dan keluaran output. Persoalan masukan menyangkut subjek atau sasaran belajar itu sendiri dengan berbagai latar belakangnya. Persoalan proses adalah mekanisme atau proses terjadinya perubahan kemampuan pada diri subjek belajar. Di dalam proses ini terjadi pengaruh timbal balik anatara berbagai faktor, antara lain subjek belajar, pengajar atau fasilitator belajar, metode yang digunakan, alat bantu belajar, dan materi atau bahan yang dipelajari. Sedangkan keluaran merupakan hasil belajar itu sendiri, yang terdiri dari kemampuan baru atau perubahan baru pada diri subjek belajar. Notoatmodjo, 2007. Pada uraian di atas dapat disimpulkan bahwa indikator keluaran input pada proses belajar tidak akan baik jika pada prosesnya tidak dilakukan secara maksimal. Salah satu yang ada dalam proses tersebut adalah peran tenaga kesehatan sebagai seorang pendidik yang memberikan informasi dan pengetahuan kepada masyarakat. 3. Peran sebagai Motivator. Sebagai seorang tenaga kesehatan peran sebagai motivator tidak kalah penting dari peran lainnya. Seorang tenaga kesehatan harus mampu memberikan motivasi, arahan, bimbingan dan meningkatkan kesadaran pihak yang dimotivasi seperti; dukun, kader kesehatan, dan masyarakat, untuk tumbuh kembang ke arah pencapaian tujuan yang diinginkan. Mubarak,2012. Di dalam proses pembentukan dan atau perubahan perilaku dipengaruhi oleh beberapa faktor yang berasal dari dalam diri individu itu sendiri. Faktor-faktor tersebuat salah satunya adalah motivasi Notoatmodjo, 2007. Motivasi diartikan sebagai dorongan untuk bertindak untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Hasil dari dorongan tersebut di wujudkan dalam bentuk perilaku Notoatmodjo, 2007. Ciri-ciri tenaga kesehatan sebagai motivator adalah melakukan pendampingan, menyadarkan,dan mendorong kelompok untuk mengenali potensi dan masalah, dan dapat mengembangkan potensinya untuk memecahkan masalah tersebut. Novita dan Fransisca, 2011. Contohnya dalam sosialisai imunisasi pentavalen adalah seorang tenaga kesehatan harus mampu menyadarkan pada masyarakat betapa pentingnya imunisasi pentavalen untuk bayi dan balita dengan memberikan contoh jika tidak di imunisasi pentavalen, sehingga mereka akan tergerak dan berfikir ulang masalah apa yang akan terjadi jika tidak di imunisasikan pentavalen. 4. Peran sebagai Fasilitator. Peran sebagai seorang fasilitator juga harus dimiliki oleh setiap tenaga kesehatan dalam promosi kesehatan. Sebagai seorang fasilitator tenaga kesehatan harus mampu memberikan bimbingan teknis dan memberdayakan pihak yang sedang didampingi dukun bayi, kader, tokoh masyarakat untuk tumbuh kembang ke arah pencapaian tujuan yang diinginkan. Keberhasilan pelaku pemberdayaan dalam memfasilitasi proses pemberdayaan juga dapat diwujudkan melalui peningkatan partisipasi aktif masyarakat. Fasilitator harus terampil mengintegritaskan tiga hal penting yakni optimalisasi fasilitasi, waktu yang disediakan, dan optimalisasi partisipasi masyarakat. Masyarakat pada saat menjelang batas waktu harus diberi kesempatan agar siap melanjutkan program pembangunan secara mandiri. Sebaliknya, fasilitator harus mulai mengurangi campur tangan secara perlahan.Novita dan Fransisca, 2011. Ciri tenaga kesehatan sebagai fasilitator adalah sebagai pendamping yang mempunyai tanggung jawab untuk menciptakan, menkondisikan iklim kelompok yang harmonis, serta memfasilitasi terjadinya proses saling belajar dalam kelompok. Mubarok, 2012. Contohnya dalam sosialisai imunisasi pentavalen ini adalah seorang tenaga kesehatan dapat membuat suasana belajar menjadi lebih interaktif dengan cara membuat instrument yang beragam seperti penggunaan alat bantu yang membuat audience akan lebih tertarik dalam mengikuti proses belajar tersebut. Selain itu sebagai fasilitator seorang tenaga kesehatan harus mampu menjadi seorang pendamping dalam suatu forum, memberikan kesempatan bertanya tentang penjelasan yang kurang di mengerti oleh audience. Menjadi seorang fasilitator juga tidak hanya di waktu pertemuan atau proses belajar secara umum seperti penyuluhan saja. Namun, seorang tenaga kesehatan juga harus mampu menjadi seorang fasilitator secara khusus, contohnya dengan menyediakan waktu dan tempat ketika seorang klien ingin bertanya secara tertutup. Dari pembahasan di atas dapat di simpulkan bahwa tenaga kesehatan dalam sosialisasi imunisasi pentavalen sebagai imunisasi dasar di Puskesmas Gayungan adalah hampir seluruhnya menjalankan perannya sebagai seorang educator 95 dan sebagai seorang motivator 91. Namun hanya sebagian besar dari responden saja yang menjalankan perannya sebagai seorang advocator 73 dan sebagai seorang fasilitator 59. Seorang tenaga kesehatan dalam sosialisasi imunisasi pentavalen hendaknya memiliki kemampuan dalam berperan sebagai seorang advocator, educator, motivator dan fasilitator. Peran tenaga kesehatan tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor yang antara lain: usia, pendidikan, dan pengalaman lama bekerja. 1. Usia. Tabel 5.1 menunjukkan presentase tertinggi dari 22 responden hampir setengah dari responden yaitu 41 berusia 36-45 tahun. Berdasarkan tabulasi hasil penelitian antara usia dengan peran tenaga kesehatan dalam sosisialisasi imunisasi pentavalen sebagai imunisasi dasar pada Lampiran 12 menunjukkan bahwa tenaga kesehatan berperan baik pada semua indikator di usia 36-45 tahun yaitu dari 9 responden yang berusia 36-45 tahun sebagian besar responden 77.8 berperan baik sebagai advocator dan 66.7 sebagai fasilitator, seluruhnya 100 berperan sebagai educator, serta hampir seluruhnya berperan sebagai motivator. Menurut Depkes RI, 2009 pembagian usia menurut kematangan psikologis adalah sebagai berikut: masa remaja akhir usia 17-25 tahun, masa dewasa awal usia 26-35 tahun, masa dewasa akhir usia 36-45 tahun, masa lansia awal usia 56-65 tahun. Pada masa dewasa awal dan dewasa akhir seseorang mengalami puncak kematangan psikologis. Menurut Harymawan 2007 menyatakan bahwa jika kematangan usia seseorang cukup tinggi maka akan mempengaruhi pola berfikir serta emosi seseorang. Emosi merupakan perasaan subyektif terhadap suatu kejadian, seperti marah, sedih, senang, dan akan dapat mempengaruhi tenaga kesehatan dalam berkomunikasi dengan orang lain. Jika dalam komunikasi seseorang ini berjalan dengan bagus maka sosialisasi pun juga akan terjalin dengan baik. 2. Pendidikan. Selain faktor usia, pendidikan juga mempengaruhi peran seseorang. Tabel 5.2 Menunjukkan bahwa sebagian besar tenaga kesehatan 90 berpendidikan DIII. Berdasarkan tabulasi hasil penelitian antara pendidikan dengan peran tenaga kesehatan dalam sosialisasi imunisasi pentavalen sebagai imunisasi dasar pada Lampiran 12 menunjukkan bahwa, terdapat keterkaitan antara pendidikan tenaga kesehatan dalam menjalankan perannya, yaitu dari 20 responden yang berpendidikan D3 sebagian besar responden yaitu 75 berperan baik pada advocator dan 60 sebagai fasilitator, seluruhnya dari responden 100 berperan baik sebagai educator, serta hampir seluruhnya dari responden 90 berperan baik sebagai motivator. Dan 1 responden yang berpendidikan DIV yang terbukti memiliki peran yang baik pada semua indikator. Menurut Nursalam 2013 makin tinggi tingkat pendidikan seseorang, makin banyak pula pengetahuan yang dimiliki. Pengetahuan juga mempengaruhi kemampuan seseorang untuk mengirimkan pesan, misalnya untuk memilih kata-kata diksi, menentukan saat pesan harus disampaikan, serta mengembangkan berbagai teknik komunikasi verbal dan non verbal. Wordpress, 2013. Dalam sosialisasi seorang tenaga kesehatan memang diharuskan untuk dapat menguasai materi yang akan di sampaikan, selain itu mereka juga harus mampu menyampaikan informasi dan pengetahuan itu dengan baik sehingga mudah di terima oleh masyarakat. 3. Lama Bekerja. Tabel 5.3 menunjukkan bahwa sebagian besar tenaga kesehatan 13 memiliki lama bekerja ≥ 2 tahun. Berdasarkan tabulasi hasil penelitian antara lama bekerja dengan peran tenaga kesehatan dalam sosialisasi imunisasi pentavalen sebagai imunisasi dasar pada Lampiran 12 menunjukkan bahwa peran tenaga kesehatan juga di pengaruhi oleh lama bekerja mereka. Dari 13 responden yang memiliki lama bekerja lebih dari 2 tahun hampir seluruhnya 84.6 berperan baik sebagai advocator, 92.3 berperan baik sebagai motivator, dan 76.9 berperan baik sebagai fasilitator, serta seluruhnya dari responden 100 berperan baik sebagai educator. Pengalaman seseorang dalam menjalankan perannya dalam suatu pekerjaan, juga dipengaruhi oleh lama kerja seseorang tersebut. Lama kerja adalah jangka waktu yang telah dilalui seseorang sejak menekuni pekerjaan. Lama kerja dapat menggambarkan pengalaman seseorang dalam menguasai bidang tugasnya. Menurut Ranupendoyo dan Saud 2005, semakin lama seseorang bekerja pada suatu organisasi maka akan semakin berpengalaman orang tersebut sehingga kecakapannya dalam menjalankan suatu peran juga semakin baik. Dari hasil penelitian ini diharapkan tenaga kesehatan di Puskesmas Gayungan mampu meningkatkan perannya khususnya pada peran sebagai advocator, dikarenakan hanya setengah dari responden saja yang mampu melakukan perannya sebagai seorang advocator. Hal ini terlihat pada jawaban responden dalam butir pernyataan educator Lampiran 9 bahwa hanya setengah dari responden 50 menjawab tidak tepat pada dua butir pernyataan. Seharusnya tenaga kesehatan harus mampu melakukan upaya pendekatan kepada tokoh masyarakat sekitar guna meyakinkan program pemerintah berkaitan tentang imunisasi pentavalen, serta membantu pasien dalam memahami informasi mengenai imunisasi pentavalen sebagai evaluasi dari sosialisasi yang telah dilakukan. Jika keempat indikator peran tersebut dimiliki oleh tiap-tiap tenaga kesehatan maka promosi kesehatan pun akan terlaksana dengan baik yang akan memberikan efek perubahan yang baik pula pada perilaku masyarakat. SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai gambaran peran tenaga kesehatan sebagai advocator, educator, motivator, dan fasilitator dalam sosialisasi imunisasi pentavalen di Puskesmas Gayungan Surabaya maka dapat disimpulkan sebagai berikut: Tenaga kesehatan di Puskesmas Gayungan Surabaya sebagian besar berperan baik sebagai advocator, hampir seluruhnya berperan baik sebagai educator dan motivator, serta sebagian besar berperan baik sebagai fasilitator.

B. Saran