Hubungan Paradigmatik In Absentia

kerbau itu disembelih dan dibagikan kepada penduduk Landoh. Sementara itu, kulitnya lulang disimpan dengan rapi. Suatu ketika ada seorang pedagang yang kehilangan sabuk pengikat barang dagangan. Ia mengadu kepada Tirtokusumo, anak Syech Jangkung yang akhirnya memberikan lulang kerbau peninggalan ayahnya. Namun, di pinggir kampung sapi yang mengenakan lulang kerbau itu mengamuk. Tak seorang pun yang berhasil membunuhnya. Anehnya, sapi itu tiba-tiba menjadi kebal terhadap senjata. Ketika sapi itu kelelahan, Tirokusumo mengambil lulang kerbau. Dan, sapi itupun dengan mudah bisa dibunuh dengan tombak. Dari kejadian tersebut, akhirnya masyarakat yakin jika Lulang Kebo Landoh adalah jimat sakti untuk kekebalan. Tirtokusumo kemudian membagikan lulang-lulang itu dalam ukuran kecil, red kepada penduduk Desa Landoh, termasuk Sultan Agung. Sumber http:www.gabisabobo.commodulestxtlogarticle134 .

4.2.2 Hubungan Paradigmatik In Absentia

Hubungan paradigmatik pada Serat Nitileksana di ambil dari permasalahan kebo yang selalu menjadi konotasi yang buruk terhadap penggunaan paribasan, bebasan, saloka dalam bahasa Jawa, misalnya: turune ngebo, kebo nusu gudhel, aja cedhak kebo gupak, kebo kabotan sungu, kebo bule mati setra dan lain sebagainya. Hal ini menandakan adanya hubungan kerbau dengan semiotika masyarakat agraris, Masyarakat yang pada kala itu, hingga sekarang begitu akrab dengan pertanian. begitu lekatnya masyarakat masa lalu dengan pertanian, banyak orang yang dengan bangga memberi nama anak- anaknya, atau menjuluki dirinya, dengan nama-nama hewan yang identik dengan pertanian, seperti kebo ijo dan kebo anabrang. Bahkan, tidak kurang para penguasa dan para bangsawannya juga kerap kali menjuluki dirinya dengan sebutan hewan-hewan itu, seperti Dyah Lembu Tal dan Lembu Peteng Raja Brawijaya VI. Kerbau bagi masyarakat agraris di pelosok-pelosok kampung atau di bawah kaki-kaki gunung bukan sesuatu yang aneh, apalagi dibesar-besarkan, dan dianggap sebagai sesuatu yang negatif dan aib. Justru, kerbau adalah hewan yang paling berjasa membantu produksi pertanian masyarakat karena hewan ini digunakan untuk membajak sawah, menarik gerobak untuk membawa padi dari sawah ke rumah, pasar, atau yang lainnya. Karena itu, kerbau begitu dihormati oleh masyarakat pedesaan. Kerbau menjadi simbol bahasa masyarakat agraris pedesaan. Simbol kehidupan masyarakat pedesaan yang sederhana. Hingga saat ini, masyarakat pedesaan di negeri ini, sebagiannya masih menggunakan jasa kerbau untuk membajak sawahnya, meski industrialisasi pertanian sudah merambah sebagian besar masyarakat pedesaan. Traktor sudah mengambil alih peran kerbau dalam membajak sawah. Mungkin kerbau bukan aktor utama ketika negeri ini pernah sukses berswasembada beras di era Orde Baru Orba. Akan tetapi, kerbau sampai kapan pun akan terus identik dan lekat dengan pertanian dan masyarakat pedesaan yang sederhana dan bersahaja. Kerbau tidak pernah berubah status, karena inilah peran yang dimainkannya, semiotikanya. Dan bisa jadi kerbau akan abadi menjadi hewan yang memasyarakat, menjadi hewan mainan rakyat yang ramah dan menyenangkan.

4.3 Aspek verbal