Feminisme Posmodern Feminisme Multikultural dan Global

27 dalam masyarakat dari kapitalis ke sosialis. Beauvoir memberikan pandangannya bahwa perempuan hendaknya tidak merasa rendah, perempuan juga harus bangga akan tubuhnya yang dibekali siklus dating bulan serta kehamilan. Beauvoir juga menyadari situasi hukum, politik, ekonomi, sosial, dan kebudayaan yang menghambat perempuan. Namun, ia berkeras bahwa tidak ada satupun dari pembatasan yang dapat secara total memenjarakan perempuan Tong, 2008:281- 282.

6. Feminisme Posmodern

Feminisme postmodern memanfaatkan pemahaman Beauvoir mengenai ke-Liyanan dan kemudian memutarbalikkannya. Perempuan masih merupakan liyan, tetapi alih-alih menafsirkannya sebagai kondisi yang harus ditransendensi, feminis postmodern justru mengambil manfaatnya. Feminisme postmodern tetap merupakan perkembangan yang paling menggembirakan dari pemikiran feminis kontemporer. Meskipun feminis postmodern secara jelas memiliki agenda yang berbeda, mereka mempunyai kecenderungan yang sama. Feminisme postmodern adalah aliran yang memandang dengan curiga setiap pemikiran feminis yang berusaha memberikan suatu penjelasan tertentu, mengenai penyebab opresi terhadap perempuan, atau sepuluh langkah tertentu yang harus diambil perempuan untuk mendapatkan kebebasan Tong,2008:283. Feminisme postmodern seperti posmodemis, berusaha untuk menghindari tindakan yang akan mengembalikan pemikiran falogosentris, setiap gagasan yang mengacu pada kata logos yang style-nya “laki-laki”. 28 Feminisme postmodern mengidentifikasikan perlakuan deskriminatif terhadap kaum wanita disebabkan oleh ideologi patriaki dan kapitalis yang berkembang di masyarakat.

7. Feminisme Multikultural dan Global

Feminisme multikultural dan global berbagi kesamaan dalam cara pandang mereka terhadap Diri, yaitu diri adalah terpecah. Meskipun demikian, feminisme multikultural dan global, keterpecahan ini lebih bersifat budaya, rasial, dan etnik daripada seksual, psikologis dan sastrawi. Ada banyak kesamaan antara feminisme multikultural dan global. Keduanya menentang “esensialisme perempuan”, yaitu pandangan bahwa gagasan tentang “perempuan” ada sebagai bentuk platonik, yang seolah oleh setiap perempuan, dengan darah dan daging, dapat sesuai dalam kategori itu. Feminisme multikultural dan global menghadirkan tantangan kepada feminisme: bagaimana menyatukan perempuan dalam, melalui, alih-alih perbedaan mereka. Secara umum, feminis multikultural dan global telah menawarkan dua cara kepada perempuan untuk mencapai kesatuan di dalam keragaman. Tong 2008:309 menyatakan bahwa feminisme multikultural dan global berbagi kesamaan dalam cara pandang mereka terhadap Diri, yaitu Diri adalah terpecah. Meski demikian bagi feminis multikultural dan global, keterpecahan ini lebih bersifat budaya, rasial dan etnik, daripada seksual, psikologis dan sastrawi. Ada banyak kesamaan antara feminisme multikultural dan global. Keduanya menentang “esensialisme perempuan”, yaitu pandangan bahwa gagasan tentang 29 perempuan ada sebagai platonik, yang seolah-olah perempuan, dengan darah dan daging dapat sesuai dengan kategori itu. Kedua pandangan ini juga menampakkan “chaufinisme perempuan’, yaitu kecenderungan dari segelintir perempuan yang diuntungkan karena rasa tau kelas mereka, misalnya untuk berbicara atas nama perempuan lain. Feminisme multikultural didasarkan pada pandangan bahwa bahkan pada suatu Negara Amerika misalnya semua perempuan tidak diciptakan atau dikonstruksikan secara setara. Tergantung pada ras dan kelas, dan juga kecenderungan seksual, usia, agama, pencapaian pendidikan, pekerjaan, status perkawinan, kondisi kesehatan dan sebagainya.

8. Ekofeminisme