TEBU SISTEM TEBANG TEBU BAKAR

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. TEBU

Tebu merupakan jenis tanaman unggulan dari genus Saccharum. Saccharum officinarum merupakan varietas yang dikembangkan untuk digunakan pada produksi gula sukrosa komersial. Tebu selain mengandung sukrosa dan berbagai zat gula yang mereduksi, juga mengandung serat, zat bukan gula, dan air Moerdokusumo, 1993. Komposisi nira tebu disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Komposisi Nira Tebu Komponen Nira Kadar Air Sukrosa Gula Pereduksi Zat Anorganik Zat Organik 77-88 8-21 0.3-3 0.2-0.6 0.5-1 Goutara dan Wijandi, 1985 Pematangan tebu bisa didefinisikan sebagai akumulasi gula sejak tahap pertumbuhan yang digunakan untuk mendefinisikan sukrosa pada batang. Hal ini biasanya berhubungan dengan kemurnian sukrosa dan serat yang diikuti dengan menurunnya sukrosa serta meningkatnya keasaman pada sirup gula Fauconnier, 1993. Menurut Moerdokusumo 1993, setelah ditebang sebaiknya tebu diangkut secepat mungkin ke pabrik untuk segera digiling dalam 24 jam, sebab bila ditahan lebih lama lagi akan menurunkan kualitas sejalan dengan aktifitas respirasi dan penguraian sukrosa yang berlanjut pada penurunan kandungan gulanya.

B. SISTEM TEBANG TEBU BAKAR

Menurut Mindrayani 2002, metode pelaksanaan penebangan tebu ikat terdiri dari penebangan tebu hijau green cane dan tebu bakar burnt cane. Penebangan tebu hijau merupakan sistem tebang yang dilakukan tanpa perlakuan pendahuluan berupa pembakaran, sedangkan tebu bakar 5 merupakan metode tebang tebu yang diberi perlakuan pembakaran pendahuluan untuk memudahkan penebangan serta mengurangi sampah. Menurut Meyer et al. 2005, lebih dari 50 produksi tebu di dunia masih mengutamakan penebangan dengan pembakaran. Pembakaran tebu merupakan cara yang efektif dalam mengatur hasil penebangan manual dan penebangan mesin yang tinggi serta pengiriman tebu yang bersih ke penggilingan. Bouvet et al. 1988 menyatakan bahwa metode paling baik dalam membersihkan sampah daun adalah dengan pembakaran. Di Indonesia pembakaran tebu merupakan sesuatu yang kontroversial, tetapi dalam pelaksanaannya pembakaran tebu menguntungkan. Menurut Richardson et al. 1914 keuntungan dari pembakaran tebu adalah secara keseluruhan biaya produksi lebih rendah, pemanenan di lapangan lebih efisien, mengurangi jumlah unit pengangkutan pada proses pengangkutan tebu ke pabrik untuk pengolahan, menurunkan jumlah material yang akan diolah di pabrik, dan mempercepat musim panen hingga 10. Namun, banyak kerugian yang berhubungan dengan proses pembakaran, di antaranya polusi terhadap atmosfir, tanah dan hilangnya air. Pembakaran tebu menyebabkan kerusakan pada batang tebu dan mempercepat pembusukan batang tebu sehingga mempengaruhi kualitas gula. Menurut Meyer et al. 2005 sistem ini diketahui merupakan penyebab utama dari meningkatnya jumlah dekstran pada gula tebu. Menurut Singleton 2005 adanya dekstran menunjukkan indikasi terjadinya kehilangan gula sukrosa. Pembakaran akan melelehkan lapisan lilin pada batang tebu. Pemanasan yang hebat dapat menyebabkan kerusakan jaringan penyimpanan pada batang tebu. Suatu penelitian menunjukkan bahwa suhu permukaan batang mencapai 400ºC selama 3 detik dan 98ºC pada 1 mm di bawah permukaan batang yang diakibatkan oleh adanya pembakaran ISSCT, 1997. Terjadinya kerusakan kulit batang tebu memungkinkan bakteri untuk menyerang batang, mendorong semakin cepatnya kerusakan dengan adanya dekstran dan alkohol. Keterlambatan pengiriman memperburuk masalah ini. 6 Jaringan yang hidup di dalam batang tebu mencegah atau menunda kerusakan manakala tebu dipanen tanpa membakar ISSCT, 1997. Pusat penelitian FSC Fiji Sugar Corporation menunjukkan bahwa selama hampir 44 jam setelah pemanenan, mutu tebu hijau dan tebu bakar sama. Penundaan giling melewati 44 jam mempengaruhi kedua-duanya, tetapi setelah periode itu, kerusakan kualitas di dalam tebu bakar lebih cepat Reddy, 2006. Menurut Lal 2006, pembakaran tebu merugikan pelaksanaan penggilingan dalam dua cara. Pertama, meningkatkan ketidakmurnian pada nira tebu. Kedua, menyebabkan beberapa permasalahan dalam pengolahan tebu, khususnya pada tahap klarifikasi dan tangki pemanasan.

C. Leuconostoc mesenteroides