Geografi Dialek Bahasa Batak Toba di Kabupaten Humbang Hasundutan

GEOGRAFI DIALEK BAHASA BATAK TOBA DI KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN
Skripsi Oleh BASARIA SIMANJUNTAK NIM 100701035
DEPARTEMEN SASTRA INDONESIA FAKULTAS ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2014
1 Universitas Sumatera Utara

2 Universitas Sumatera Utara

GEOGRAFI DIALEK BAHASA BATAK TOBA DI KABUPATEN
HUMBANG HASUNDUTAN
Oleh Basaria Simanjuntak
ABSTRAK
Penelitian ini mendeskripsikan variasi dialek dan pemetaan variasi dialek bahasa Batak Toba di Kabupaten Humbang Hasundutan ditinjau dari bidang fonologi dan leksikon. Penelitian ini menggunakan teori dialektologi struktural. Dalam penelitian ini dipilih 3 kecamatan sebagai daerah penelitian dengan 9 titik pengamatan. Tiap titik pengamatan ( desa ) ditetapkan tiga informan sebagai narasumber. Dalam pengumpulan data digunakan metode cakap dengan teknik pancing, cakap semuka, teknik catat, dan teknik rekam. Kemudian, dalam mengkaji data digunakan metode padan artikulatoris dengan alat penentunya organ wicara. Metode ini dijabarkan dalam teknik hubung banding menyamakan dan hubung banding membedakan. Metode padan kemudian dilanjutkan dengan metode berkas isoglos dan metode dialektometri. Hasil penelitian menunjukkan bahwa di Kabupaten Humbang Hasundutan memperlihatkan adanya variasi pada bidang fonologi yang meliputi korespondensi fonemis dan variasi fonemis, dan adanya variasi leksikon. Berdasarkan hasil perhitungan dialektometri, bahasa Batak Toba di Kabupaten Humbang Hasundutan terdiri atas dua dialek, yaitu Dialek Humbang Hasundutan Utara ( desa Sionom Hudon Runggu dan desa Sihas Tonga ), dan Dialek Humbang Hasundutan Selatan ( desa Sionom Hudon Timur, desa Sosor Gonting, desa Matiti, desa Pasaribu, desa Pulogodang, desa Siambaton Pahae, dan desa Purba Baringin ). Dialek Humbang Hasundutan Selatan terdiri atas dua subdialek, yaitu Subdialek Humbang Hasundutan Selatan sebelah Barat (desa Sionom Hudon Timur dan desa Siambaton Pahae) dan Subdialek Humbang Hasundutan Selatan sebelah Timur ( desa Sosor Gonting, desa Matiti, desa Pasaribu, desa Pulogodang, dan desa Purba Baringin ).
Kata kunci: Geografi Dialek, Bahasa Batak Toba, Isoglos, Dialektometri
i Universitas Sumatera Utara

PRAKATA
Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karunia-Nya penulis mampu menyelesaikan skripsi ini.
Skripsi ini merupakan hasil akhir dari kegiatan akademik selama penulis menuntut ilmu di Departemen Sastra Indonesia, Universitas Sumatera Utara.
Adapun judul skripsi ini adalah Geografi Dialek Bahasa Batak Toba di Kabupaten Humbang Hasundutan. Pemilihan judul dalam skripsi ini bertujuan untuk mengetahui tentang variasi dialek, pemetaan bahasa, dan tingkat isolek bahasa Batak Toba di Kabupaten Humbang Hasundutan.
Dalam menyelesaikan skripsi ini penulis mendapat bantuan dari berbagai pihak, baik moral maupun material serta secara langsung maupun tidak langsung. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak dan penghargaan setinggi-tingginya kepada:

1. Bapak Dr. Syahron Lubis, M.A. selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Dr. M. Husnan Lubis, M.A. selaku Pembantu Dekan I, Bapak Dr. Syamsul Tarigan selaku Pembantu Dekan II, Bapak Drs. Yuddi Adrian Muliadi, M.A. selaku Pembantu Dekan III Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.
3. Bapak Prof. Dr. Ikhwanuddin Nasution, M.Si. selaku Ketua Departemen Sastra Indonesia
ii Universitas Sumatera Utara

4. Bapak Drs. Haris Sutan Lubis, M.Sp selaku Sekretaris Departemen Sastra Indonesia.
5. Ibu Dr. Dwi Widayati, M.Hum. selaku Dosen Pembimbing I yang dengan penuh kesabaran membimbing dan memberikan saran-saran yang sangat membangun untuk penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
6. Bapak Drs. Pribadi Bangun, M.Hum. selaku Dosen Pembimbing II yang selalu memberi saran-saran yang cukup berharga kepada penulis.
7. Seluruh dosen yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan kepada penulis selama dalam masa perkuliahan.
8. Ayahanda M.Simanjuntak dan Ibunda H.L. Sihombing yang telah memberikan kasih sayang, doa, dan dorongan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan perkuliahan.
9. Abang Erwin Marbun yang telah bersedia menemani peneliti untuk menjelajahi Kabupaten Humbang Hasundutan untuk memenuhi data penelitian penulis.
10. Teman-teman seperjuangan Desy, Melda, Amel, Cyntia, Gledis, Mia, Bunga, Osen yang selalu mendukung peneliti untuk menyelesaikan skripsi ini.
11. Ka Yonelda dan Ka Novita yang memberikan dukungan dan doa. 12. Teman-teman stambuk 2010 yang membantu penulis dalam menyelesaikan
skripsi ini.
Penulis menyadari skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan baik dari segi isi maupun penyajiannya karena itu penulis berharap kiranya pembaca
iii Universitas Sumatera Utara

memberikan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan skripsi ini.
Akhir kata penulis berharap semoga seluruh pihak yang berjasa kepada penulis, senantiasa dilimpahkan rahmat dan karunia-Nya dan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.
Medan, April 2014 Penulis

iv Universitas Sumatera Utara

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK .................................................................................................. i

PRAKATA .................................................................................................. ii

DAFTAR ISI .................................................................................................. v

DAFTAR TABEL ...................................................................................... viii

BAB I PENDAHULUAN .......................................................................... 1

1.1 Latar Belakang

.......................................................................... 1


1.2 Rumusan Masalah ......................................................................... 8

1.3 Batasan Masalah .......................................................................... 8

1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian .................................................. 8

1.4.1 Tujuan Penelitian

.................................................. 8

1.4.2 Manfaat Penelitian .................................................. 9

1.4.2.1Manfaat Teoritis ...................................... 9

1.4.2.2 Manfaat Praktis

...................................... 10

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA ... 11


2.1 Konsep

...................................................................................... 11

2.1.1 Dialek .......................................................................... 11

2.1.2 Geografi Dialek .............................................................. 11

2.1.3 Korespondensi dan Variasi ...................................... 12

v Universitas Sumatera Utara

2.1.4 Variasi Fonetik .............................................................. 13

2.1.5 Variasi Leksikon

.................................................. 13

2.1.6 Isoglos, Heteroglos .................................................. 13


2.1.7 Peta Bahasa .............................................................. 14

2.2 Landasan Teori .......................................................................... 15

2.3 Tinjauan Pustaka .......................................................................... 17

BAB III METODE PENELITIAN .............................................................. 20

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian .................................................. 20

3.1.1 Lokasi Penelitian

.................................................. 20

3.1.2 Waktu Penelitian

.................................................. 20

3.2 Sumber Data .......................................................................... 20


3.3 Metode dan Teknik Pengumpulan Data ...................................... 21

3.4 Metode dan Teknik Analisis Data.................................................. 23

3.5 Metode dan Teknik Penyajian Data ...................................... 27

BAB IV PEMBAHASAN .......................................................................... 28

4.1 Distribusi Fonem .......................................................................... 28

4.2 Variasi Bunyi .......................................................................... 31

4.2.1 Variasi Bunyi Vokal .................................................. 31

4.2.2 Variasi Bunyi Konsonan

...................................... 34

4.3 Korespondensi Bunyi .............................................................. 36


4.3.1 Korespondensi Bunyi Vokal ...................................... 37

4.3.2 Korespondensi Bunyi Konsonan

.......................... 42

4.4 Perbedaan Leksikon .............................................................. 46

vi Universitas Sumatera Utara

4.5 Pemetaan Variasi Isolek .............................................................. 79

4.5.1 Peta Perbedaan Fonologi

...................................... 80

4.5.2 Peta Perbedaan Leksikon

...................................... 92


4.6. Analisis Dialektometri .................................................................. 144

BAB IV SIMPULAN DAN SARAN .............................................................. 148

5.1 Simpulan ...................................................................................... 148

5.2 Saran ...................................................................................... 150

DAFTAR PUSTAKA

.......................................................................... 151

LAMPIRAN

vii Universitas Sumatera Utara

DAFTAR TABEL

Tabel I


: Distribusi Bunyi Vokal

Tabel II : Peta Vokal

Tabel III : Distribusi Bunyi Konsonan

Tabel IV : Peta Konsonan

Tabel V : Variasi Bunyi Vokal

Tabel VI : Variasi Bunyi Konsonan

Tabel VII : Korespondensi Bunyi Vokal

Tabel VIII : Korespondensi Bunyi Konsonan

Tabel IX : Perbedaan Leksikal

Tabel X : Persentase Dialektometri


viii Universitas Sumatera Utara

GEOGRAFI DIALEK BAHASA BATAK TOBA DI KABUPATEN
HUMBANG HASUNDUTAN
Oleh Basaria Simanjuntak
ABSTRAK
Penelitian ini mendeskripsikan variasi dialek dan pemetaan variasi dialek bahasa Batak Toba di Kabupaten Humbang Hasundutan ditinjau dari bidang fonologi dan leksikon. Penelitian ini menggunakan teori dialektologi struktural. Dalam penelitian ini dipilih 3 kecamatan sebagai daerah penelitian dengan 9 titik pengamatan. Tiap titik pengamatan ( desa ) ditetapkan tiga informan sebagai narasumber. Dalam pengumpulan data digunakan metode cakap dengan teknik pancing, cakap semuka, teknik catat, dan teknik rekam. Kemudian, dalam mengkaji data digunakan metode padan artikulatoris dengan alat penentunya organ wicara. Metode ini dijabarkan dalam teknik hubung banding menyamakan dan hubung banding membedakan. Metode padan kemudian dilanjutkan dengan metode berkas isoglos dan metode dialektometri. Hasil penelitian menunjukkan bahwa di Kabupaten Humbang Hasundutan memperlihatkan adanya variasi pada bidang fonologi yang meliputi korespondensi fonemis dan variasi fonemis, dan adanya variasi leksikon. Berdasarkan hasil perhitungan dialektometri, bahasa Batak Toba di Kabupaten Humbang Hasundutan terdiri atas dua dialek, yaitu Dialek Humbang Hasundutan Utara ( desa Sionom Hudon Runggu dan desa Sihas Tonga ), dan Dialek Humbang Hasundutan Selatan ( desa Sionom Hudon Timur, desa Sosor Gonting, desa Matiti, desa Pasaribu, desa Pulogodang, desa Siambaton Pahae, dan desa Purba Baringin ). Dialek Humbang Hasundutan Selatan terdiri atas dua subdialek, yaitu Subdialek Humbang Hasundutan Selatan sebelah Barat (desa Sionom Hudon Timur dan desa Siambaton Pahae) dan Subdialek Humbang Hasundutan Selatan sebelah Timur ( desa Sosor Gonting, desa Matiti, desa Pasaribu, desa Pulogodang, dan desa Purba Baringin ).
Kata kunci: Geografi Dialek, Bahasa Batak Toba, Isoglos, Dialektometri
i Universitas Sumatera Utara

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Bahasa adalah rangkaian tuturan kata, mengandung makna yang dapat dipahami oleh penuturnya, sedangkan dialek merupakan varian suatu bahasa. Dialek adalah sistem kebahasaan yang dipergunakan oleh satu masyarakat untuk membedakannya dari masyarakat lain yang bertetangga yang mempergunakan sistem yang berlainan walaupun erat hubungannya (Weijnen dalam Ayatrohaedi, 1983:1).
Bahasa daerah merupakan salah satu sumber kosakata bahasa Indonesia yang perlu dilestarikan. Undang-Undang Kebahasaan Nomor 24/2009 mengatur tentang ketentuan keberadaan bahasa daerah. Dalam Bab 1 Ketentuan Umum pasal 1 ayat 6 dinyatakan bahwa bahasa daerah adalah bahasa yang digunakan turun temurun oleh warga negara Indonesia di daerah – daerah di wilayah Negara Kesatuan Indonesia. Dalam pasal 42 ayat 1 dinyatakan bahwa pemerintah daerah wajib mengembangkan, membina, dan melindungi bahasa dan sastra daerah agar tetap memenuhi kedudukan dan fungsinya dalam kehidupan bermasyarakat sesuai dengan perkembangan zaman dan agar tetap menjadi bagian dari kekayaan budaya Indonesia. Mengingat pentingnya pelestarian bahasa daerah, penelitian mengenai bahasa daerah layak untuk dilaksanakan.
Bahasa Batak Toba adalah salah satu bahasa daerah yang harus dilestarikan. Salah satu daerah yang menggunakan bahasa Batak Toba sebagai
1 Universitas Sumatera Utara

bahasa untuk berkomunikasi adalah Kabupaten Humbang Hasundutan. Humbang Hasundutan adalah sebuah kabupaten di Sumatera Utara, Indonesia yang dibentuk pada 28 Juli 2003 dengan luas sebesar 2.335,33 km² dan beribukotakan Dolok Sanggul. Secara Astronomi Humbang Hasundutan terletak pada garis 2o1' - 2o 28' Lintang Utara, 98o10' - 98o58' Bujur Timur. Berdasarkan posisi geografisnya memiliki batas:
• Sebelah Utara : Kabupaten Samosir • Sebelah Timur : Kabupaten Tapanuli Utara • Sebelah Selatan : Kabupaten Tapanuli Tengah • Sebelah Barat : Kabupaten Pakpak Barat

Kabupaten Humbang Hasundutan berada pada ketinggian 330-2.075 m di atas permukaan laut (dpl.). Wilayah Kabupaten Humbang Hasundutan yang berada pada ketinggian di bawah 500 m dpl. hanya sekitar 12% meliputi sebagian Kecamatan Pakkat dan Tarabintang, 500-1000 m dpl. sekitar 36% meliputi Kecamatan Tarabintang, Baktiraja, sebagian wilayah Kecamatan Pakkat dan Parlilitan, ketinggian antara 1000-1500 m dpl. sekitar 48% meliputi Kecamatan Doloksanggul, Pollung, Lintongnihuta, Paranginan, Onanganjang, Sijamapolang, sebagian wilayah Kecamatan Pakkat dan Parlilitan, ketinggian di atas 1500 m dpl. sekitar 3% meliputi daerah Dolok Pinapan. Jika dilihat dari kemiringan tanah yang tergolong datar hanya 11%, landai sebesar 20%, dan miring terjal 69%.
Suku Batak terdiri atas lima subsuku, yaitu Batak Toba, Batak Karo, Batak Simalungun, Batak Pakpak Dairi, dan Batak Angkola Mandailing. Tiap-tiap suku
2 Universitas Sumatera Utara

itu memiliki bahasanya sendiri, yang disebut dengan bahasa Batak Toba, bahasa Batak Karo, bahasa Batak Simalungun, bahasa Batak Pakpak Dairi, dan bahasa Batak Angkola Mandailing. Bahasa Batak Toba sebenarnya bervariasi menurut daerah geografisnya, sehingga terdapat dialek-dialek yang di daerah Tapanuli Utara disebut dialek Toba Silindung yang meliputi Kota/Kecamatan Tarutung, Kecamatan Sipoholon, Kecamatan Sipahutar, Kecamatan Garoga, Kecamatan Pangaribuan, Kecamatan Pahae Julu, Kecamatan Adiankoting, dan Pahae Jae, di daerah Humbang Hasundutan disebut dialek Toba Humbang yang meliputi Kecamatan Siborongborong, Pagaran, Muara, Kabupaten Humbang Hasundutan (kecuali Kecamatan Parlilitan karena pengaruh teritorial Kabupaten Dairi), dan di daerah Samosir menggunakan dialek Toba Samosir yang meliputi hanya Kabupaten Samosir saja, yaitu Kecamatan Palipi, Pangururan, Onan Runggu, Simanindo, dan Harian. Dialek Toba dipergunakan di wilayah toba, yaitu di Kecamatan Balige, Laguboti, Porsea, Lumban Julu, Silaen, dan Parsoburan, dan dialek Sibolga dipergunakan di Sibolga dan sebagian wilayah Silindung, yaitu di Kecamatan Adiakoting (Kabar Bangun, 1984: 9).
Berdasarkan penelitian terdahulu ciri pembeda dialek-dialek bahasa Batak Toba itu dapat dibagi atas beberapa perbedaan misalnya: perbedaan fonologis, morfologis, sintaksis, dan semantis. Perbedaan fonologis misalnya, [amaη] ‘ayah’ (dalam dialek Silindung dan Humbang), [amoη] ‘ayah’ (dalam dialek Toba dan Samosir), [apaη] ‘ayah’ (dalam dialek Sibolga). Perbedaan yang lain misalnya, perbedaan semantis, yaitu perbedaan pada tata makna. Contoh kata [puaη] ‘panggilan kepada orang kedua yang menunjukkan hubungan yang akrab’
3 Universitas Sumatera Utara

dipergunakan pada dialek Silindung, Humbang, dan Sibolga, sedangkan pada dialek Toba dipergunakan kata [kedan] dan [puan]. Pada dialek Samosir kedua kata itu dianggap kasar, hanya dipergunakan kepada orang kedua yang statusnya jauh lebih rendah dari kita (Kabar Bangun, 1984:10).
Penutur Batak Toba di Humbang Hasundutan ini berasal dari hampir semua wilayah penduduk asli suku Batak Toba, seperti Silindung, Toba, Humbang, dan Samosir. Bahasa yang digunakan adalah bahasa Indonesia dan bahasa daerah. Dalam situasi formal lebih sering digunakan bahasa Indonesia, sedangkan dalam situasi informal atau kesukuan digunakan bahasa Batak Toba. Namun, terdapat keunikan dalam pemakaian bahasa. Dalam situasi pergaulan sehari-hari lebih sering terdengar pemakaian bahasa Batak Toba. Dengan kondisi ini, dapat diasumsikan bahwa akan terjadi keragaman dialek diantara penuturpenutur bahasa Batak Toba secara sosial.
Penutur bahasa Batak Toba dari suku lain tentu berkomunikasi dengan cara yang berbeda dengan penutur bahasa Batak Toba itu sendiri. Di sisi lain akan terdapat juga keragaman dialek di antara penutur bahasa Batak Toba sendiri karena perbedaan latar belakang atau asal usul berdasarkan letak geografis. Penutur yang kurang memahami bahasa Batak Toba misalnya mengucapkan kata [makkan] ‘makan’, sedangkan penutur yang memahami bahasa Batak Toba mengatakan [maηan] ‘makan’. Dalam penelitian ini hanya akan difokuskan kepada penutur bahasa Batak Toba dari suku Batak Toba saja.
4 Universitas Sumatera Utara

Penelitian tentang geografi dialek di wilayah Sumatera Utara sendiri cukup berkembang. Penelitian yang pernah dilakukan seperti Geografi Dialek Bahasa Batak Toba Oleh Kabar Bangun,dkk (1984), Geografi Dialek Bahasa Melayu di Pesisir Timur Asahan oleh Widayati (1997), Geografi Bahasa Melayu di Kecamatan Tanjung Pura oleh Khairiyah (1999), Geografi Bahasa Batak Karo di Kecamatan Simpang Empat Kabupaten Karo oleh Koramil Kaban (2000), Geografi dialek Bahasa Mandailing di Kecamatan Lembah Melintang oleh Riswani Nasution (2001), dan Geografi Dialek Bahasa Batak Toba di Kabupaten Samosir oleh Yonelda (2013).
Terdapat data yang menarik untuk dideskripsikan dalam kajian geografi dialek di Kabupaten Humbang Hasundutan ini, misalnya di Kecamatan Parlilitan terdapat perbedaan fonemis dengan menggunakan kata m∂rdalan untuk menyatakan kata ‘berjalan’, sedangkan di Kecamatan Pakkat dan Kecamatan Dolok Sanggul menggunakan kata mardalan, di Kecamatan Parlilitan digunakan kata tarum untuk menyatakan kata ‘atap’, di Kecamatan Pakkat dan Dolok Sanggul menggunakan kata tarup. Begitu pula ada perbedaan beberapa leksikon di daerah penelitian, misalnya di Kecamatan Parlilitan digunakan kata abu untuk mengatakan kata ‘abu’, sedangkan di Kecamatan Pakkat dan Dolok Sanggul menggunakan kata orbuk dan di Kecamatan Parlilitan menggunakan kata bauhun untuk menyatakan kata ‘anjing’, di Kecamatan Pakkat menggunakan kata biaŋ, dan di Kecamatan Dolok Sanggul menggunakan kata panaŋgae. Fenomena yang terjadi di Kecamatan Parlilitan di mana bahasa di daerah Parlilitan lebih berbeda dengan bahasa di Kecamatan Pakkat dan Kecamatan Dolok Sanggul ini mungkin
5 Universitas Sumatera Utara

terjadi karena pengaruh letak geografis Parlilitan yang berdekatan dengan daerah Pakpak Barat (lihat peta daerah penelitian).
Fenomena tersebutlah yang menyebabkan peneliti merasa tertarik untuk melakukan penelitian tentang geografi dialek bahasa Batak Toba dengan wilayah penelitian di Kabupaten Humbang Hasundutan. Peneliti menetapkan tiga kecamatan dari sepuluh kecamatan yang ada di Kabupaten Humbang Hasundutan, yaitu Kecamatan Pakkat, Kecamatan Parlilitan, dan Kecamatan Dolok Sanggul. Pemilihan ketiga kecamatan tersebut karena ketiga kecamatan itu memiliki ciri khas wilayah yang berbeda. Kecamatan Parlilitan merupakan kecamatan yang berdekatan dengan wilayah Pakpak, sehingga terdapat variasi bahasa antara bahasa Pakpak dengan bahasa Toba di Kecamatan ini. Kecamatan Pakkat merupakan kecamatan yang berbatasan dengan Kabupaten Tapanuli Tengah dan Kecamatan Dolok Sanggul merupakan kecamatan yang lokasinya di ibukota Kabupaten Humbang Hasundutan, sehingga pasti disentuh oleh faktor-faktor dari luar daerah tersebut.
6 Universitas Sumatera Utara

PETA KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN
7 Universitas Sumatera Utara

1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas penulis merumuskan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana gambaran variasi fonemis dan variasi leksikon di Kabupaten Humbang Hasundutan?
2. Bagaimana pemetaan variasi dialek bahasa Batak Toba di Kabupaten Humbang Hasundutan pada bidang fonologi dan leksikon?
3. Bagaimana penetapan isolek Batak Toba di Kabupaten Humbang Hasundutan secara statistik bahasa (dialektometri )?
1.3 Batasan Masalah
Penelitian ini hanya meliputi persamaan dan perbedaan variasi fonologi dan variasi leksikon dalam bahasa Batak Toba di Kabupaten Humbang Hasundutan yang diwujudkan dalam peta bahasa. Untuk penetapan status isolek BBT di Kabupaten Humbang Hasundutan secara statistik dibatasi hanya pada perhitungan leksikon karena perbedaan leksikon sudah dapat memenuhi persyaratan untuk penetapan status isolek di daerah tersebut.
1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.4.1 Tujuan Penelitian
Pada dasarnya setiap penelitian itu memunyai tujuan tertentu yang memberikan arah dan pelaksanaan tersebut. Hal ini dilakukan supaya tujuan dapat tercapai dengan baik.
8 Universitas Sumatera Utara

Adapun tujuan penelitian ini adalah: 1. Untuk mendeskripsikan variasi fonemis dan leksikon bahasa Batak Toba di
Kabupaten Humbang Hasundutan 2. Untuk menggambarkan pemetaan variasi fonemis dan leksikon bahasa Batak
Toba di Kabupaten Humbang Hasundutan 3. Untuk mendeskripsikan isolek bahasa Batak Toba di Kabupaten Humbang
Hasundutan. 1.4.2 Manfaat Penelitian 1.4.2.1 Manfaat Teoritis
Secara teoritis penelitian dialek bahasa Batak Toba di Kabupaten Humbang Hasundutan ini dapat memberi manfaat: 1. Menjadi bahan acuan dan sumber masukan bagi peneliti lain dalam melakukan
penelitian mengenai geografi dialek bahasa Batak Toba 2. Menambah pengetahuan dan wawasan peneliti tentang geografi dialek bahasa
Batak Toba 3. Menambah penelitian tentang dialektologi 4. Memberi status penamaan dialek di kabupaten Humbang Hasundutan 5. Menjadi sumber data bagi penelitian linguistik selanjutnya.
9 Universitas Sumatera Utara

1.4.2.2 Manfaat Praktis Manfaat praktis dalam penelitian ini adalah : 1. Melakukan pelestarian, pembinaan, dan pengembangan salah satu bahasa
nusantara khususnya bahasa Batak Toba (BBT) 2. Sebagai informasi bagi pemerintah daerah mengenai hasil penelitian tentang
ragam dialek BBT 3. Memperkenalkan BBT kepada masyarakat sebagai salah satu bahasa daerah
yang dapat memperkaya kebudayaan nasional.
10 Universitas Sumatera Utara

BAB II
KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep
Konsep adalah gambaran mental dari suatu objek, proses, atau apapun yang ada di luar bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal - hal lain (Alwi,dkk 2003: 558).
2.1.1 Dialek
Dialek adalah varian suatu bahasa yang berfungsi sebagai bahasa setempat. Dialek yang merupakan bahasa setempat itu bersifat turun-temurun. Dialek ini terjadi karena adanya isolasi alami dalam jangka waktu yang lama sehingga mereka yang asli tidak mengalami perubahan. Kemungkinan pula pada saat kedatangan orang lain ke sana mereka akan mempergunakan bahasa atau dialek itu sebagai bahasa pengantar (Bintarto dalam Bangun, 1984:9).
Dialek adalah sebagai sistem kebahasaan yang dipergunakan oleh satu masyarakat untuk membedakannya dari masyarakat lain yang bertetangga yang mempergunakan sistem yang berlainan walaupun erat hubungannya (Weijnen dalam Ayatrohaedi, 1983:1).
2.1.2 Geografi Dialek
Geografi dialek merupakan suatu bidang kajian dalam dialektologi yang mempelajari hubungan antarragam bahasa dan merupakan suatu bidang ilmu yang
11 Universitas Sumatera Utara

mewadahi penelitian ragam-ragam bahasa dengan menggunakan dialektometri sebagai ukuran secara statistik untuk mengetahui seberapa jauh perbedaan dan persamaan yang terdapat di tempat-tempat penelitian bahasa atau dialek berlangsung dengan membandingkan sejumlah bahan yang terkumpul dari tempat yang diteliti.
Dubois dkk. (dalam Ayatrohaedi 1983: 29) mengatakan geografi dialek adalah cabang dialektologi yang bertujuan mempelajari hubungan yang terdapat di dalam ragam-ragam bahasa dengan bertumpu kepada satuan ruang atau tempat terwujudnya ragam-ragam tersebut. Geografi dialek menyajikan hal-hal yang bertalian dengan pemakaian anasir bahasa yang diteliti pada saat penelitian dilakukan sehingga dapat dibuktikan (Jaberg dalam Ayatrohaedi, 1983:28).
2.1.3 Korespondensi dan Variasi
Korespondensi merupakan perubahan bunyi yang terjadi di antara dialek dialek atau subdialek-subdialek secara teratur yang mengakibatkan terjadinya perbedaan dialek atau subdialek. Dari aspek linguistik, korespondensi terjadi dengan persyaratan lingkungan linguistik tertentu dan dari aspek geografi, korespondensi terjadi pada daerah pengamatan yang sama (Mahsun, 1995:29).
Variasi merupakan perubahan bunyi yang terjadi secara tidak teratur. Dari segi linguistik, variasi terjadi bukan karena persyaratan lingkungan linguistik tertentu dan dari segi geografi, variasi terjadi jika daerah sebaran geografisnya tidak sama.
12 Universitas Sumatera Utara

2.1.4 Variasi Fonetik
Variasi ini berada di bidang fonologi dan biasanya si pemakai dialek atau bahasa yang bersangkutan tidak menyadari adanya variasi tersebut (Ayatrohaedi, 1983:3). Perbedaan fonetik dapat terjadi pada vokal ataupun pada konsonan. Sebagai contoh m∂rsakit ‘sakit’ di Kecamatan Parlilitan dengan kata marsahit ‘sakit’ di Kecamatan Pakkat dan Kecamatan Dolok Sanggul, kata b∂rŋin ‘malam’ di Kecamatan Parlilitan dengan borŋin ‘malam’ di Kecamatan Pakkat dan Kecamatan Dolok Sanggul, dan cucci ‘cuci’ di Kecamatan Pakkat dan Parlilitan dengan kata sussi ‘cuci’ di Kecamatan Dolok Sanggul
2.1.5 Variasi Leksikon
Suatu perbedaan disebut sebagai perbedaan dalam bidang leksikon, jika leksem-leksem yang digunakan untuk merealisasikan suatu makna yang sama tidak berasal dari satu etimon prabahasa. Semua perbedaan leksikon selalu berupa variasi (Mahsun, 1995:54). Sebagai contoh, kata abu ‘abu’ di Kecamatan Parlilitan, kata orbuk ‘abu’ di Kecamatan Pakkat dan Kecamatan Dolok Sanggul dan kata mbotoŋ ‘berat’ di Kecamatan Parlilitan, dokdok ‘berat’ di Kecamatan Pakkat, dan kata borat ‘berat’ di Kecamatan Dolok Sanggul.
2.1.6 Isoglos, Heteroglos, atau Watas Kata
Isoglos atau garis watas kata adalah garis yang memisahkan dua lingkungan dialek atau bahasa berdasarkan wujud atau sistem kedua lingkungan itu yang berbeda yang dinyatakan dalam peta peta bahasa (Dubois dkk. dalam
13 Universitas Sumatera Utara

Ayatrohaedi, 1983:5). Garis watas kata ini kadang disebut juga sebagai heteroglos (Kurath dalam Ayatrohaedi, 1983:5). Isoglos juga memunyai arti, yaitu garis yang menghubungkan kata-kata atau bentuk-bentuk yang sama (Keraf, 1991:158).
2.1.7 Peta Bahasa
Gambaran umum mengenai sejumlah dialek akan tampak jelas jika semua gejala kebahasaan yang ditampilkan dari bahasa yang terkumpul selama penelitian dipetakan. Dalam peta bahasa tergambar pernyataan yang lebih umum tentang perbedaan dialek yang penting dari satu bahasa dengan daerah yang lain. Oleh karena itu, kedudukan dan peran peta bahasa dalam kajian geografi dialek mutlak diperlukan (Ayatrohaedi, 1983:31).
Peta peragaan merupakan peta yang berisi tabulasi data lapangan supaya data-data tergambar dalam perspektif yang bersifat geografis. Pengisian data lapangan pada peta peragaan dapat dilakukan dengan sistem:
1. Sistem langsung, yaitu dilakukan dengan memindahkan unsur-unsur kebahasaan yang memiliki perbedaan ke atas peta. Sistem ini dapat efektif bila unsur yang berbeda dimungkinkan dapat ditulis langsung pada daerah pengamatan,
2. Sistem lambang, yaitu dilakukan dengan mengganti unsur-unsur yang berbeda dengan menggunakan lambang tertentu yang ditulis di sebelah kanan daerah pengamatan yang menggunakan bentuk (untuk perbedaan fonologi, leksikon, morfologi, dan sintaksis) atau makna (untuk perbedaann semantik) yang dilambangkan,
14 Universitas Sumatera Utara

3. Sistem petak, yaitu daerah pengamatan yang menggunakan bentuk atau makna tertentu yang dibedakan dengan daerah-daerah pengamatan yang menggunakan bentuk atau makna yang lain dipersatukan oleh sebuah garis, sehingga keseluruhan peta terlihat terpetak-petak menurut daerah-daerah pengamatan yang menggunakan unsur kebahasaan yang serupa (Mahsun, 1995:59-60).
2.2 Landasan Teori
Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah Teori Dialektologi Struktural, yaitu menganalisis perbedaan atau variasi isolek berdasarkan strukturnya, misalnya struktur bunyi dan juga perbedaan leksikon. Dalam teori ini dijelaskan bahwa dialek adalah kumpulan idiolek yang ditandai ciri-ciri yang khas dalam tata bunyi, kata-kata, ungkapan-ungkapan, dan lain-lain (Keraf dalam Bangun, 1984:9). Cabang ilmu linguistik yang khusus mengkaji dialek disebut dialektologi. Dalam praktiknya, studi dialektologi berkenaan dengan wilayahwilayah atau daerah yang menjadi sorotannya untuk meneliti suatu dialek untuk berbagai tujuan. Wilayah atau daerah yang menjadi tempat penelitian variasi bahasa tersebut tentu berbeda satu sama lainnya, baik dari segi kontur wilayah, keadaan alam (lingkungan), mata pencaharian, agama, sampai adat-istiadat tersendiri.
Variasi leksikal dan variasi fonemis pada dialek bahasa Batak Toba di Kabupaten Humbang Hasundutan akan dianalisis berdasarkan teori dialektologi struktural. Dalam dialektologi struktural tidak mengelompokkan variasi-variasi
15 Universitas Sumatera Utara

menurut apakah bentuk itu memiliki kesamaan secara fonetis atau tidak. Oleh karena itu, teori struktural ini membandingkan bentuk-bentuk individual tanpa melihat persamaan atau perbedaan, tetapi melihat bagian-bagian konstituen sistemnya.
Sistem fonemik pada suatu ragam bahasa dikaji berdasarkan suatu prinsip yang terkenal, yaitu penyebaran bunyi yang saling melengkapi, keserupaan bunyi, dan kewujudan pasangan-pasangan minimal bagi ragam yang dikaji.
Dialektologi struktural merupakan salah satu upaya untuk menerapkan dialektologi dalam membandingkan varietas bahasa (Chambers, 1990:54).
Petugas lapangan harus tahu tentang ragam bahasa yang memunyai sistemsistem tersendiri, dan tidak harus bergantung semata-mata pada transkripsi fonetik. Peneliti hendaknya meninjau perbedaan fonemik dengan bertanya kepada informan apakah ada pasangan-pasangan kata yang mempunyai bunyi yang sama atau berirama.
Perbedaan unsur kebahasaan yang diteliti, yaitu dari bidang leksikon dan fonemis. Dikatakan perbedaan dalam bidang leksikon, jika leksem-leksem yang digunakan untuk merealisasikan suatu makna yang sama tidak berasal dari suatu etimon prabahasa (Mahsun, 1995:54). Contohnya, pada bahasa Batak Toba terdapat dua kata untuk merealisasikan kata ‘bakar’, yaitu tutuŋ dan idalaŋ.
Dikatakan perbedaan dalam bidang fonemis, jika variasi kata berada di bidang fonologi. Adanya perubahan bunyi yang berupa korespondensi dan variasi
16 Universitas Sumatera Utara

mengisyaratkan adanya perbedaan fonologi yang berupa korespondensi dan variasi. Perbedaan fonetik dapat terjadi pada vokal maupun pada konsonan. Contohnya, ihur ‘ekor’ di Kecamatan Parlilitan dengan ekur ‘ekor’ di Kecamatan Pakkat dan Kecamatan Dolok Sanggul.
Sama halnya dengan perbedaan unsur kebahasaan dalam bahasa Batak Toba, variasi perbedaan bahasa atau dialek juga penting. Teori yang dipaparkan di atas menunjukkan seperti apa perbandingan antarvariasi dialek di Kabupaten Humbang Hasundutan.
2.3 Tinjauan Pustaka
Beberapa penelitian terdahulu yang berkaitan dengan pemetaan kebahasaan dapat disampaikan sebagai berikut:
Bangun, dkk (1982) dengan penelitian yang berjudul “Geografi Dialek Bahasa Batak Toba”, dalam penelitian tersebut peneliti menyatakan bahwa bahasa Batak Toba terdiri atas lima dialek yaitu dialek Silindung, dialek Humbang, dialek Toba, dialek Samosir, dan dialek Sibolga. Ciri yang digunakan sebagai pembeda adalah perbedaan fonologis, perbedaan morfologis, dan perbedaan semantis.
Widayati (1997) dalam tesisnya yang berjudul “Geografi Dialek Bahasa Melayu di Wilayah Timur Asahan”, mengkaji bidang fonologi dan leksikal. Deskripsi leksikal menunjukkan adanya beberapa perbedaan dengan bahasa Melayu Umum dan dalam bahasa Melayu Asahan terdapat dua dialek, yaitu dialek Batubara dan dialek Tanjung Balai.
17 Universitas Sumatera Utara

Khairiyah (1999) dalam skripsinya yang berjudul “Geografi Dialek Bahasa Melayu di Kecamatan Tanjung Pura”, terdapat variasi yang disebabkan oleh faktor geografis, faktor mobilitas penduduk, dan faktor sosiologis. Variasi fonologi dapat dilihat kesejajarannya dengan variasi leksikal yang secara bersama membedakan kelompok-kelompok titik pengamatan hasil perhitungan dialektometri. Berdasarkan uraian dan perhitungan dialektometri, bahasa Melayu di Kecamatan Tanjung Pura memiliki perbedaan wicara, yaitu perbedaan wicara Melayu Dataran Tinggi dan perbedaan wicara Melayu Pesisir.
Kaban (2000) dalam skripsinya yang berjudul “Geografi Bahasa Batak Karo di Kecamatan Simpang Empat Kabupaten Karo”, membahas variasi-variasi pada bidang leksikon dan fonologi. Dengan perhitungan dialektometri diketahui ada dua subdialek yang berbeda, yaitu subdialek Surbakti dan subdialek Tigapancur.
Nasution (2001) dalam skripsinya yang berjudul ”Geografi Dialek Bahasa Mandailing di Kecamatan Lembah Melintang”, membahas tentang variasi di bidang leksikon dan fonologi. Variasi fonologi dapat dilihat kesejajarannya dengan variasi leksikon yang secara bersama membedakan kelompok-kelompok titik pengamatan hasil penghitungan dialektometri.
Sembiring (2009) dalam disertasinya yang berjudul ”Variasi Dialek Bahasa Karo di Kabupaten Karo, Deli Serdang” meneliti tiga kabupaten. Sebagai hasilnya dapat ditemukan bahwa pada ketiga kabupaten tersebut sudah ada tiga dialek bahasa Karo, yaitu dialek Karo Singalor Lau yang daerah pakainya di Kecamatan Juhar dan Lau Baleng, dialek Karo Julu yang daerah pakainya di Kecamatan Tiga
18 Universitas Sumatera Utara

Panah dan Merek dengan subdialeknya di Kecamatan Kuta Buluh dan Payung, dan dialek Karo Jahe yang daerah pakainya di Kabupaten Langkat serta daerah subdialeknya di Kabupaten Deli Serdang. Toha (2013) dalam tesisnya yang berjudul “Isolek-Isolek di Kabupaten Aceh Tamiang Provinsi Aceh : Kajian Dialektologi” meneliti isolek Tamiang menggunakan kajian dialektologi. Hasil penghitungan dialektometri pada 400 kosakata pada tataran leksikal menunjukkan dalam isolek Tamiang terdapat dua dialek; Hilir dan Hulu. Hasil analisis secara sinkronis memperlihatkan isolek Tamiang memiliki 18 konsonan dan 9 vokal. Hasil analisis diakronis menunjukkan bahwa dialek Hilir masih memelihara unsur relik, sehingga dapat dikatakan dialek Hilir sebagai daerah relik, sedangkan dialek Hulu merupakan daerah inovasi. Yonelda (2013) dalam skripsinya yang berjudul ”Geografi Dialek Bahasa Batak Toba di Kabupaten Samosir”, membahas tentang variasi leksikal di Kabupaten Samosir dan terdapat 79 variasi leksikal dari 100 kosakata yang digunakan di tiga kecamatan di kabupaten Samosir.
19 Universitas Sumatera Utara

BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.1.1 Lokasi Penelitian
Lokasi adalah letak atau tempat (Alwi, 2005:680). Lokasi yang diteliti adalah Kabupaten Humbang Hasundutan. Kabupaten Humbang Hasundutan dengan ibukota Dolok Sanggul terdiri atas sepuluh kecamatan, yaitu Kecamatan Dolok Sanggul, Kecamatan Baktiraja, Kecamatan Lintong Nihuta, Kecamatan Pakkat, Kecamatan Paranginan, Kecamatan Parlilitan, Kecamatan Pollung, Kecamatan Sijama Polang, Kecamatan Tarabintang, dan Kecamatan Onan Ganjang. Penelitian ini mengambil tiga kecamatan sebagai titik pengamatan, yaitu Kecamatan Pakkat, Kecamatan Parlilitan, dan Kecamatan Dolok Sanggul.
3.1.2 Waktu Penelitian
Waktu adalah seluruh rangkaian saat ketika proses, perbuatan, atau keadaan berada atau berlangsung(Alwi, 2005:1267). Penulis melakukan penelitian terhadap objek sekitar enam bulan mulai disetujuinya proposal.
3.2 Sumber Data
Sumber data penelitian ini adalah informan yang berjumlah dua puluh tujuh orang yang sudah dipilih di titik daerah pengamatan yang berupa tuturan bahasa Batak Toba di Kabupaten Humbang Hasundutan. Data penelitian berupa data lisan sebagai data primer. Data tulis sebagai data sekunder yang diperoleh
20 Universitas Sumatera Utara

melalui penyebaran daftar pertanyaan mengenai variasi fonologis dan leksikal yang berupa kata-kata.
Kosa kata dasar yang digunakan dalam penelitian ini berjumlah 128 kosa kata, yaitu kosa kata dasar daftar Swadesh dan kosa kata daftar Mahsun, yaitu berupa bagian tubuh, rumah dan bagiannya, kata penunjuk jumlah, penginderaan, posisi, gerak, dan kerja, sistem kekerabatan, peralatan dan perlengkapan, tanaman, warna, sifat, dan perangai, kata ganti orang, binatang, kehidupan desa dan masyarakat, pakaian dan perhiasaan, makanan, penyakit, keadaan alam, waktu, dan benda alam
3.3 Metode dan Teknik Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data pada penelitian dialektologi ini adalah metode cakap. Metode cakap digunakan karena dalam penelitian ini melibatkan percakapan antara peneliti dan informan. Metode cakap menggunakan teknik dasar berupa teknik pancing karena percakapan yang diharapkan sebagai pelaksanaan metode cakap itu hanya dimungkinkan muncul jika peneliti memberi pancingan pada informan untuk memunculkan gejala kebahasaan yang diharapkan peneliti (Mahsun, 1995). Pancingan itu untuk membuat informan mengeluarkan kata-kata yang diinginkan oleh peneliti berupa kosa kata dasar yang telah disusun oleh peneliti dalam daftar pertanyaan. Teknik dasar dalam metode cakap diteruskan ke dalam teknik lanjutan berupa cakap semuka. Peneliti langsung mendatangi setiap daerah pengamatan dan melakukan percakapan melalui daftar
21 Universitas Sumatera Utara

pertanyaan yang telah disediakan kepada informan. Teknik rekam dan teknik catat juga digunakan peneliti untuk melengkapi dan memperkuat data yang dihasilkan.
Peran informan sebagai sumber informasi dan sekaligus bahasa yang digunakan itu mewakili bahasa kelompok tutur di daerah pengamatannya masing – masing.
Seseorang sebagai informan sebaiknya memenuhi persyaratan-persyaratan tertentu, yaitu
1. Berjenis kelamin pria dan wanita; 2. Berusia antara 25 - 65 tahun (tidak pikun); 3. Orang tua, istri, atau suami informan lahir dan dibesarkan di desa itu serta
jarang atau tidak pernah meninggalkan desanya; 4. Berpendidikan maksimal tamat pendidikan dasar (SD - SLTP); 5. Berstatus sosial menengah (tidak rendah atau tidak tinggi) dengan harapan
tidak terlalu tinggi mobilitasnya; 6. Pekerjaan bertani atau buruh; 7. Memiliki kebanggaan terhadap isolek dan masyarakat isoleknya; 8. Dapat berbahasa Indonesia; dan 9. Sehat jasmani dan rohani (tidak cacat berbahasa, memiliki pendengaran tajam,
dan tidak gila atau pikun) (Mahsun, 1995:106).
Populasi dalam penelitian ini adalah penutur asli bahasa Batak Toba di Kabupaten Humbang Hasundutan. Pada setiap daerah penelitian akan dipilih tiga responden, yaitu satu responden utama dan dua responden pembanding dengan pertimbangan bahwa penggunaan lebih dari seorang responden akan
22 Universitas Sumatera Utara

lebih memberikan gambaran secara objektif mengenai keadaan di daerah penelitian.
Pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah penutur asli bahasa Batak Toba di :
1. Desa Sionom Hudon Runggu (TP 1), desa Sionom Hudon Timur ( TP 2 ), dan desa Sihas Tonga ( TP 3 ) di Kecamatan Parlilitan;
2. Desa Sosor Gonting ( TP 4 ), desa Matiti ( TP 5 ), dan desa Pasaribu ( TP 6 ) di Kec. Dolok Sanggul;
3. Desa Pulogodang ( TP 7 ), desa Siambaton Pahae ( TP 8 ), dan desa Purba Baringin ( TP 9 ) di Kecamatan Pakkat.
3.4 Metode dan Teknik Analisis Data
Metode yang digunakan dalam pengkajian data adalah metode padan, yaitu metode padan artikulatoris dengan alat penentunya organ wicara. Metode ini dijabarkan dalam teknik hubung banding menyamakan dan hubung banding membedakan. Teknik ini bertujuan untuk mencari kesamaan hal pokok dari pembedaan dan penyamaan yang dilakukan. Tujuan akhir dari teknik banding menyamakan dan membedakan tersebut adalah menemukan kesamaan pokok di antara data yang diperbandingkan itu. Misalnya, kata [abu] terdiri atas vokal rendah tengah, konsonan hambat bilabial bersuara, dan vokal tinggi belakang. Kata [malitap] terdiri atas konsonan nasal bilabial bersuara, vokal tengah rendah,
23 Universitas Sumatera Utara

konsonan dental lateral bersuara, vokal tinggi depan, konsonan dental hambat tak bersuara, dan konsonan bilabial hambat tak bersuara. Metode padan dalam penelitian ini kemudian dilanjutkan dengan metode berkas isoglos dan metode dialektometri.
Isoglos pada dasarnya merupakan sebuah garis imajiner yang diterakan pada sebuah peta (Tawangsih Lauder dalam Mahsun, 1995:124). Batasan isoglos adalah membedakan daerah - daerah pengamatan yang memiliki gejala kebahasaan dengan daerah-daerah pengamatan lain yang juga memiliki gejala kebahasaan yang sama.
Cara pembuatan isoglos adalah:
1. Membuat garis melengkung pada daerah pengamatan dalam peta. Garis tersebut berfungsi untuk menyatukan daerah-daerah yang memilik gejala kebahasaan yang sama serta membedakan daerah-daerah lain yang memiliki gejala bahasa yang sama;
2. Membuat isoglos yang realisasi bentuknya memiliki sebaran yang paling luas; 3. Setiap perbedaan hanya dihitung satu isoglos, tanpa memperhatikannya
sebagai korespondensi atau variasi (Mahsun, 1995:130).
Setelah semua peta telah dibubuhi isoglos, kemudian diambil sebuah peta dasar untuk membuat sebuah berkas isoglos. Pengelompokan isoglos yang kemudian disalin pada peta dasar itulah yang disebut berkas isoglos.
24 Universitas Sumatera Utara

Penelitian ini juga menggunakan metode dialektometri. Dialektometri merupakan ukuran statistik yang digunakan untuk melihat seberapa jauh perbedaan dan persamaan yang terdapat pada tempat-tempat yang diteliti dengan membandingkan sejumlah bahan yang terkumpul dari tempat tersebut (Revier dalam Mahsun, 1995: 118). Selanjutnya dalam persentase status dialek yang diteliti digunakan rumus :

(S x 100) = d% n

Keterangan : S = Jumlah beda dengan daerah pengamatan lain

n = Jumlah peta yang diperbandingkan

d = jarak kosakata dalam persentase

Hasil yang diperoleh berupa presentase jarak unsur-unsur kebahasaan di antara daerah-daerah pengamatan itu selanjutnya digunakan untuk menentukan hubungan antardaerah pengamatan tersebut, yaitu

Perbedaan bidang leksikon:

81% ke atas : dianggap perbedaan bahasa

51- 80%

: dianggap perbedaan dialek

31 – 50%

: dianggap perbedaan subdialek

21 – 30%

: dianggap perbedaan wicara

di bawah 20% : dianggap tidak ada perbedaan

25 Universitas Sumatera Utara

Ada dua cara penghitungan dengan dialektometri, yaitu segitiga antardaerah pengamatan dan permutasi antardaerah pengamatan. Penelitian ini menggunakan penghitungan dengan segitiga antardaerah pengamatan dengan beberapa ketentuan, yaitu
1. Daerah yang diperbandingkan adalah daerah yang letaknya masingmasing mungkin melakukan komunikasi;
2. Daerah pengamatan yang mungkin melakukan komunikasi dihubungkan dengan garis yang membentuk segitiga-segitiga;
3. Garis-garis pada segitiga dialektometri tidak boleh saling berpotongan, sebaiknya dipilih lokasi yang memiliki kedekatan satu sama lain (Mahsun, 1995:119).
Hal yang harus diperhatikan dalam penerapan dialektometri di atas adalah :
1. Jika pada daerah pengamatan ditemukan lebih dari satu bentuk untuk menyatakan suatu makna dan salah satu katanya digunakan di daerah yang diperbandingkan, perbedaan itu dianggap tidak ada;
2. Bila pada daerah pengamatan yang dibandingkan itu tidak terdapat suatu bentuk realisasi untuk suatu makna tertentu, dianggap perbedaan;
3. Jika daerah pengamatan yang diperbandingkan itu tidak memiliki bentuk untuk merealisasikan suau makna tertentu, daerah-daerah pengamatan itu dianggap sama;
4. Dalam penghitungan dialektometri pada bidang leksikon, perbedaan fonologi dan morfologi yang muncul harus dikesampingkan;
26 Universitas Sumatera Utara

5. Hasil perhitungan dipetakan dengan sistem konstruksi pada peta segitiga dialektometri (Mahsun, 1995:119). Presentase bidang fonologi lebih kecil dibandingkan dengan presentase
bidang leksikon. Kecilnya presentase untuk bidang fonologi itu disebabkan satu perbedaan pada bidang fonologi dapat terefleksi pada perbedaan beberapa bentuk untuk beberapa makna (Guiter dalam Mahsun, 1995:120).
3.5 Metode dan Teknik Penyajian Data Hasil analisis yang berupa kaidah-kaidah disajikan melalui metode informal dan metode formal. Metode informal, yaitu perumusan dengan menggunakan katakata biasa dan metode formal, yaitu perumusan dengan menggunakan tanda-tanda atau lambang-lambang.
27 Universitas Sumatera Utara

BAB IV

PEMBAHASAN

4.1 Distribusi Fonem

Data yang terkumpul memperlihatkan variasi fonemis fonem-fonem. Posisi fonem bahasa Batak Toba di Kabupaten Humbang Hasundutan mempunyai beberapa perbedaan. Perbedaan itu dapat dibedakan atas dua jenis, yaitu

a. Fonem yang dapat menempati posisi awal, tengah, dan akhir, b. Fonem yang tidak dapat menempati beberapa posisi, baik posisi awal,
posisi tengah, maupun posisi akhir. Tabel I
Distribusi Bunyi Vokal

Vokal
[a] [i] [u] [e] [o] [∂]

Posisi

Awal

Tengah

Akhir

[ abu ] ‘abu’

[ pamataŋ ]’tubuh’ [ baoa ] ‘lelaki’

[ idalaŋ ] ‘bakar’ [ tapian ] ‘air’

[ hami ] ‘kami’

[ umma ] ‘cium’ [ mabugaŋ ] ‘luka’ [ hutu ] ‘kutu’

[ edur ] ‘ludah’ [ aek ] ‘air’

[ marlaŋe ] ‘berenang’

[ orbuk ] ‘abu’ [ mbotoŋ ] ‘berat’ [ p∂sso ] ‘lemak’

[ ∂mbun ] ‘awan’ [ d∂k∂t ] ‘dan’

[ m∂r∂nd∂ ] ‘nyanyi’

28 Universitas Sumatera Utara

Tinggi Sedang Rendah

Tabel II

Peta Vokal

Depan i e

Tengah
∂ a

Belakang u o

Tabel III

Distribusi Bunyi Konsonan

Konsonan Awal
[ b ] [ biaŋ ] ‘anjing’ [ c ] [ cilik ] ‘lihat’ [ d ] [ dila ] ‘lidah’ [ ŋ ] [ ŋiŋi ] ‘gigi’ [ g ] [ gorsiŋ ] ‘kuning’ [ h ] [ hunik ] ‘kuning’ [ j ] [ juhut ] ‘daging’ [ k ] [ kubal ] ‘botak’

Posisi

Tengah

Akhir

[ orbuk ] ‘abu’

_

[ cucci ] ‘cuci’

_

[ g∂ddap ] ‘basah’

_

[ deŋgan ] ‘baik’

[ kaccaŋ ] ‘kacang’

[ gedekgedek ] ‘ketiak’ _

[ dohot ] ‘dan’

[ buah ] ‘buah’

[ gajjaŋ ] ‘panjang’

_

[ d∂k∂t ] ‘dan’

[ dokdok ] ‘berat’

29 Universitas Sumatera Utara

[l] [m] [n]
[p] [r] [s] [t] [y]

[ laddit ] ‘licin’ [ malitap ] ‘basah’ [ neŋel ] ‘tuli’
[ pituŋ ] ‘buta’ [ remaŋ ] ‘awan’ [ sasilon ] ‘kuku’ [ tilik ] ‘lihat’ _

[ marlaŋe ] ‘berenang’ [ kubal ] ‘botak’

[ timus ] ‘asap’

[ modom ] ‘tidur’

[ simanjujuŋ ] ‘kepala’ [mardalan]

berjalan’

[ ipon ] ‘gigi’

[ tarup ] ‘atap’

[ horbo ] ‘kerbau’

[ ijur ] ‘ludah’

[ gorsiŋ ] ‘kuning’

[ tikkos ] ‘benar’

[ lutot ] ‘lutut’

[ juhut ] ‘daging

[ gayuŋ ] ‘gayung’

_

Tabel IV Peta Konsonan

Laringal Velar Palatal Dental/alveola Labiodental Bilabial Daerah artikulasi
Cara Artikulasi

hambat afrikatif frikatif

tak bersuara bersuara tak bersuara bersuara tak bersuara

p b

tk dg
c j sh

30 Universitas Sumatera Utara

nasal/sengau getar lateral semi vokal

bersuara bersuara bersuara bersuara bersuara

mn

ŋ

r

l

y

4.2 Variasi Bunyi

Perubahan bunyi dapat ditinjau dari dua segi, yaitu dari segi linguistik dan segi geografi. Dari segi linguistik, maksudnya perubahan itu muncul bukan karena persyaratan lingkungan linguistik tertentu dan data yang menyangkut perubahan bunyi yang berupa variasi terbatas pada satu atau dua contoh saja. Adapun dari segi geografi, perubahan itu disebut variasi, jika sebaran geografisnya tidak sama (Mahsun, 1995:33-34).

4.2.1 Variasi Bunyi Vokal

Tabel V

Variasi Bunyi Vokal

Gloss cium
kuku

Variasi [u] ~ [∂]
[a] ~ [i]

Berian [ umma ] [ ∂mma ] [ sasilon ]

Titik Pengamatan 2, 4, 5, 6, 7, 8, 9 1, 3 4, 5, 6, 7

31 Universitas Sumatera Utara

lempar

[∂] ~ [i]

pintu

anting-anting [i] ~ [o]

nyanyi

[e] ~ [∂]

[ sisilon ] [ b∂ntir ] [ bintir ] [ p∂ntu ] [ pittu ] [ siboŋ ] [ coboŋ ] [ maredde ] [ m∂r∂nd∂ ]

3, 8, 9 1, 3 2 1, 3 2, 4, 5, 6, 7, 8, 9 2, 5, 6, 7, 8, 9 3 2, 4, 5, 6, 7, 8, 9 1, 3

4.2.1.1 Variasi Vokal [u] ~ [∂] /#-
Vokal [u] bervariasi dengan [∂] pada posisi awal. Variasi ini terdapat pada kata [ umma ] pada titik pengamatan 2, 4, 5, 6, 7, 8, 9, dan kata [ ∂mma ] pada titik pengamatan 1, 3.
4.2.1.2 Variasi Vokal [a] ~ [i]/#K-
Vokal [a] bervariasi dengan [i] pada posisi awal setelah konsonan. Variasi ini terdapat pada kata [ sasilon ] pada titik pengamatan 4, 7, 8, 9, dan kata [sisilon] pada