Geografi Dialek Bahasa Batak Toba Di Kabupaten Samosir

(1)

GEOGRAFI DIALEK BAHASA BATAK TOBA

DI KABUPATEN SAMOSIR

SKRIPSI

OLEH

YONELDA BASA NOVITA MARBUN

090701033

DEPARTEMEN SASTRA INDONESIA

FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2013


(2)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi ini tidak pernah diajukan untuk memperoleh gelar sarjana di perguruan tinggi. Sepengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis maupun diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis dijadikan sebagai sumber referensi pada skripsi ini dan disebutkan dalam daftar pustaka. Apabila pernyataan yang saya buat ini tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi berupa pembatalan gelar kesarjanaan yang saya peroleh.

Medan, Juli 2013

Yonelda Basa Novita Marbun 090701033


(3)

ABSTRAK

GEOGRAFI DIALEK BAHASA BATAK TOBA DI KABUPATEN SAMOSIR

YONELDA BASA NOVITA MARBUN

Fakultas Ilmu Budaya USU

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis variasi leksikal, pemetaan variasi isolek dan status dialek bahasa Batak Toba di Kabupaten Samosir. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber masukan dalam mengkaji Geografi Dialek Bahasa Batak Toba di Kabupaten Samosir dalam bidang leksikon, fonologi, morfologi, sintaksis, dan semantik, serta dapat memberi status penamaan untuk dialek di Kecamatan Samosir. Kabupaten Samosir sebagai lokasi penelitian merupakan daerah yang terdiri dari sembilan kecamatan. Namun, analisis Geografi Dialek Bahasa Batak Toba di Kabpuaten Samosir difokuskan pada tiga kecamatan dengan dua sampai tiga titik pengamatan di tiap kecamatan yaitu di Kecamatan Pangururan, Kecamatan Simanindo dan Kecamatan Sianjur mulamula. Ketiga kecamatan tersebut dipilih sebagai lokasi penelitian karena memiliki ciri khas wilayah yang berbeda. Adanya fenomenal lingual yang terjadi di wilayah tersebut menjadi alasan yang mendasar dalam pemelihan objek penelitian ini. Dari hasil penelitian ditemukan bahwa dari daftar kosa kata yang diteliti terdapat 74 variasi leksikal yang digunakan di tiga kecamatan di kabupaten samosir dan 74 variasi leksikal tersebut dideskripsikan pada peta bahasa dengan membuat garis isoglos untuk membatasi daerah-daerah yang menggunakan kata yang sama dari daerah yang menggunakan kata yang berbeda. Selanjutnya dari variasi leksikal tersebut dihasilkan status dialek antar wilayah penelitian yaitu berupa beda subdialek, beda wicara, dan tidak ada perbedaan.


(4)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat kasih dan karuniaNya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul: Geografi Dialek Bahasa Batak Toba di Kabupaten Samosir.

Maksud dan tujuan penulisan skripsi ini adalah untuk memenuhi salah satu syarat bagi mahasiswa S1 yang menyelesaikan pendidikan guna meraih gelar sarjana sastra pada Departemen Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.

Penulis juga menyadari bahwa skripsi ini tidak akan selesai tanpa adanya dukungan dari berbagai pihak baik dalam bentuk ide atau gagasan, moral, maupun materi. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Dr. Syahron Lubis, M.A. selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya, Dr. M. Husnan Lubis, M.A. selaku Pembantu Dekan I, Dr. Syamsul Tarigan selaku Pembantu Dekan II, dan Drs. Yuddi Adrian Muliadi, M.A. selaku Pembantu Dekan III. 2. Bapak Prof. Ikhwanuddin Nasution. M.Hum selaku ketua Departemen

SastraIndonesia Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Drs. Haris Sutan Lubis. M.Sp selaku dosen pembimbing akademik dan sekertaris Departemen Sastra Indonesia yang telah banyak memberi bimbingan dan arahan kepada penulis selama mengikuti perkuliahan di Departemen Sastra Indonesia.


(5)

4. Ibu Dr. Dwi Widayati. M.Hum selaku pembimbing I skripsi yang telah banyak memberi masukan bimbingan dan arahan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

5. Bapak Drs. Amhar Kudadiri. M.Hum selaku pembimbing II skripsi yang juga banyak memberi arahan dan bimbingan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

6. Seluruh Bapak/Ibu dosen di Departemen Sastra Indonesia yang telah memberikan bekal ilmu pengetahuan bagi penulis selama mengikuti perkuliahan.

7. Kedua orang tua saya yang terkasih, ayahanda M. Marbun dan ibunda M. Manik, S.E atas doa dan dukungan yang diberikan kepada penulis selama masa mengikuti perkuliahan hingga penyelesaian skripsi ini

8. Saudara-saudaraku terkasih Marbun’s Familyyaitu, abangku Hendra Agustinus Hasudungan Marbun. S.E. M.Si. Ak dan kakakku Lydia Veronika Marbun. S.Pd serta adik-adikku Mario Seplyn Marbun. A.Md dan Endang Pratiwi Marbun yang selalu memberikan dukungan dan nasihat serta mengingatkan penulis untuk menyelesaikan perkuliahan tepat pada waktunya. Semoga setiap apapun yang menjadi cita dan harapan kita adalah untuk membahagiakan kedua orang tua.

9. Seluruh keluarga yang turut memberi dukungan pada penulis dalam menyelesaikan studi.


(6)

10. Seluruh kepala desa tempat peneliti melakukan penelitian yang telah memberikan penulis kesempatan untuk melakukan penelitian pada daerah-daerah yang telah ditentukan.

11. Teman-teman seperjuangan di kampus stambuk 2009 yang penuh dengan keceriaan yang selalu menjadi teman bagi penulis dalam melewati detik, menit, jam, tahun dalam mengikuti perkuliahan di Departemen Sastra Indonesia Universitas Sumatera Utara.

12. Seluruh adik-adik di Departemen Sastra Indonesia yang tidak dapat disebutkan satu per satu.

13. Seluruh pihak yang telah berperan memberi dukungan terhadap penulisan skripsi ini.

Penulis sangat menyadari bahwa skripsi ini belum sempurna.Oleh karena itu, penulis mengharapkan kepada pembaca agar memberi kritik dan saran yang bermanfaat demi penyempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat untuk menambah wawasan dan pengetahuan. Akhir kata penulis ucapakan terima kasih.


(7)

DAFTAR ISI

PERNYATAAN ……….. i

ABSTRAK ………... ii

PRAKATA ………... iii

DAFTAR ISI ……… vi

BAB I PENDAHULUAN ……… 1

1.1 Latar Belakang ………. 1

1.2 Masalah ………. 4

1.3 Batasan Masalah ……….. 5

1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian ……….. 5

1.4.1 Tujuan Penelitian ……… 5

1.4.2 Manfaat Penelitian ……….. 6

1.4.2.1 Manfaat Teoretis ……… 6

1.4.2.2 Manfaat Praktis ……….. 6

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, TINJAUAN PUSTAKA …. 8 2.1 Konsep ……….. 8

2.1.1 Dialek ……… 8

2.1.2 Geografi Dialek ………. 9

2.1.3 Isoglos dan Peta Bahasa ……… 10

2.1.4 Bahasa …………...………... 12


(8)

2.2 Landasan Teori ……… 13

2.2.1 Dialektologi ………... 13

2.3 Tinjauan Pustaka ………. 16

BAB III METODE PENELITIAN ……… 18

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ………. 18

3.1.1 Lokasi Penelitian ……… 18

3.1.2 Waktu Penelitian ……… 19

3.2 Sumber Data ……… 19

3.3 Metode dan Teknik Pengumpulan ……… 20

3.4 Metode dan Teknik Analisis Data ……… 22

BAB IV PEMBAHASAN 4.1 Identifikasi Bunyi ……….. 26

4.2 Variasi Isolek Bahasa Batak Toba ………... 27

4.3 Pemetaan Variasi Isolek Bahasa Batak Toba ………. 53

4.4 Analisis Dialektometri ………... 156

BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan ………. 158

5.2 Saran ……… 158 DAFTAR PUSTAKA


(9)

ABSTRAK

GEOGRAFI DIALEK BAHASA BATAK TOBA DI KABUPATEN SAMOSIR

YONELDA BASA NOVITA MARBUN

Fakultas Ilmu Budaya USU

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis variasi leksikal, pemetaan variasi isolek dan status dialek bahasa Batak Toba di Kabupaten Samosir. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber masukan dalam mengkaji Geografi Dialek Bahasa Batak Toba di Kabupaten Samosir dalam bidang leksikon, fonologi, morfologi, sintaksis, dan semantik, serta dapat memberi status penamaan untuk dialek di Kecamatan Samosir. Kabupaten Samosir sebagai lokasi penelitian merupakan daerah yang terdiri dari sembilan kecamatan. Namun, analisis Geografi Dialek Bahasa Batak Toba di Kabpuaten Samosir difokuskan pada tiga kecamatan dengan dua sampai tiga titik pengamatan di tiap kecamatan yaitu di Kecamatan Pangururan, Kecamatan Simanindo dan Kecamatan Sianjur mulamula. Ketiga kecamatan tersebut dipilih sebagai lokasi penelitian karena memiliki ciri khas wilayah yang berbeda. Adanya fenomenal lingual yang terjadi di wilayah tersebut menjadi alasan yang mendasar dalam pemelihan objek penelitian ini. Dari hasil penelitian ditemukan bahwa dari daftar kosa kata yang diteliti terdapat 74 variasi leksikal yang digunakan di tiga kecamatan di kabupaten samosir dan 74 variasi leksikal tersebut dideskripsikan pada peta bahasa dengan membuat garis isoglos untuk membatasi daerah-daerah yang menggunakan kata yang sama dari daerah yang menggunakan kata yang berbeda. Selanjutnya dari variasi leksikal tersebut dihasilkan status dialek antar wilayah penelitian yaitu berupa beda subdialek, beda wicara, dan tidak ada perbedaan.


(10)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Bahasa daerah adalah salah satu sumber kosakata bahasa Indonesia.Sebagai salah satu sumber kosakata.Bahasa daerah perlu untuk dilestarikan.Bahasa Batak Toba adalah salah satu bahasa daerah yang masih dipergunakan oleh penuturnya sampai sekarang.Salah satu daerah yang menggunakan bahasa Batak Toba sebagai bahasa untuk berkomunikasi dalam kehidupan sehari-hari adalah kabupaten Samosir.

Kabupaten Samosir secara geografis terletak pada 2°24’-2°45’LU dan 98°21’-99°55’BT dengan luas wilayah 2547,15km². Kabupaten Samosir terdiri atas sembilan kecamatan, yaitu Kecamatan Harian, Kecamatan Sianjur Mulamula, Kecamatan Nainggolan, Kecamatan Onan Runggu, Kecamatan Palipi, Kecamatan Pangururan, Kecamatan Ronggur Nihuta, Kecamatan Simanindo, dan Kecamatan Sitiotio. Secara administratif Kabupaten Samosir diapit oleh tujuh kabupaten, yaitu sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Karo dan Kabupaten Simalungun, di sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Toba Samosir, di sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Tapanuli Utara dan Kabupaten Humbang Hasundutan, dan di sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Dairi dan Kabupaten Pakpak Barat.


(11)

Jarak antara kecamatan yang ada di Kabupaten Samosir saling berjauhan.Ada desa yang untuk sampai ke lokasinya harus menempuh jarak yang cukup jauh dan juga menggunakan kapal. Hal tersebut dapat menjadi faktor terjadinya perbedaan dalam menyampaikan suatu kata untuk menyatakan maksud yang sama pada masyarakat Batak Toba di Kabupaten Samosir. Perbedaan itu disebut dengan dialek.

Dialek berasal dari bahasa Yunani yaitu dialektos.Istilah dialek biasanya dikatakan sebagai bentuk-bentuk bahasa yang dituturkan oleh penduduk yang tinggal di kawasan terpencil di dunia ini yang tidak mempunyai bentuk tulisan (Chambers dan Trudgill dalam Kaban, 2000 ). Dialek merupakan suatu kumpulan yang memiliki ciri yang sama dalam bidang tata bunyi, kosa kata, morfologi dan sintaksis. Ada sekelompok individu yang menyatakan suatu hal dengan kata yang berbeda walaupun sama-sama penutur bahasa yang sama, contohnya di beberapa kecamatan di Kabupaten Samosir menggunakan kata hamu untuk menyatakan kata ‘kalian’ sedangkan pada kecamatan Simanindo ada masyarakat penutur bahasa Batak Toba yang menyatakan kata ‘kalian’ dengan menggunakan kata hanima. Selain itu, ada juga fenomena lingual yang terjadi dibeberapa daerah kabupaten Samosir seperti kata huai dan tusan untuk menyatakan kata ‘ke sana’. Namun, dalam komunikasi yang terjadi antara masyarakat penutur bahasa Batak Toba yang menggunakan kata yang berbeda untuk menyatakan satu maksud yang sama tetap terjadi kesalingpahaman antara masyarakat penutur bahasa Batak Toba. Fenomena lingual ini terjadi karena adanya perbedaan wilayah atau daerah dari sekelompok individu, lapisan masyarakat atau pekerjaan.


(12)

Fenomena lingual tersebutlah yang menarik perhatian peneliti untuk meneliti dialek bahasa Batak Toba di kabupaten Samosir.Peneliti menetapkan tiga kecamatan dari sembilan kecamatan yang ada di Kabupaten Samosir, yaitu Kecamatan Pangururan, Kecamatan Sianjur Mulamula dan Kecamatan Simanindo.Pemilihan ketiga kecamatan tersebut karena ketiga kecamatan itu memiliki ciri khas wilayah yang berbeda.Kecamatan Pangururan merupakan kecamatan yang menjadi pusat berjalannya pemerintahan di Kabupaten Samosir. Kecamatan Sianjur Mula Mula merupakan kecamatan yang beberapa desanya cukup jauh untuk ditempuh karena selain menggunakan jalur darat, wilayah ini juga harus menaiki kapal untuk sampai ke tempat tersebut, selain itu penduduk di sana juga bersekolah di luar kecamatan Sianjur Mulamula, sedangkan kecamatan Simanindo merupakan kecamatan yang lokasinya sebagai daerah wisata. Sebagai daerah wisata kecamatan tersebut pasti disentuh oleh faktor-faktor dari luar daerah tersebut.

Mahsun (1995:23) menyatakan bahwa dialektologi yang mengkaji perbedaan unsur-unsur kebahasaan mencakup seluruh bidang linguistik yaitu fonologi, morfologi, sintaksis, leksikon, dan semantik.Akan tetapi, penelitian tentang dialek bahasa Batak Toba di Kabupaten Samosir ini hanya dibatasi pada bidang leksikon saja.

Penelitian ini dibatasi pada bidang leksikon saja karena jika penelitian ini dikaji dari beberapa cakupan bidang linguistik seperti leksikon dan fonologi, peneliti memerlukan sebuah teori selain teori dialektologi yaitu teori dari bidang fonologi mengenai ilmu-ilmu bunyi untuk membedakan bentuk-bentuk fonem


(13)

yang muncul dari tuturan yang diberikan.Dari perbedaan tersebutlah kemudian dapat dilihat perbedaan dialek yang muncul dari segi fonemnya. Begitu juga dengan bidang linguistik yang lain seperti morfologi dan sintaksis karena penelitian ini merupakan penelitian yang sederhana.

Hal tersebutlah yang memotivasi peneliti untuk melakukan penelitian tentang geografi dialek bahasa Batak Toba di Kabupaten Samosir.Penelitian tentang bahasa Batak Toba memang sudah banyak dilakukan oleh para peneliti-peneliti sebelumnya, tetapi peneliti belum menemukan penelitian yang berkaitan tentang geografi dialek bahasa Batak Toba di Kabupaten Samosir.Hal ini jugalah yang membuat peneliti tertarik membahas tentang “Geografi Dialek Bahasa Batak Toba di Kabupaten Samosir” karena penelitian ini belum pernah dilakukan sebelumnya.

1.2 Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas maka masalah yang akan dibicarakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimanakah variasi leksikal isolek bahasa Batak Toba di Kabupaten Samosir?

2. Bagaimanakah pemetaan variasi leksikal isolek bahasa Batak Toba di Kabupaten Samosir dan gambaran batas isoglosnya?

3. Apakah variasi isolek tersebut berstatus beda dialek atau beda subdialek dengan menggunakan analisis dialektometri?


(14)

1.3 Batasan Masalah

Sebuah penelitian haruslah memiliki batasan masalah.Hal ini dilakukan agar penelitian yang dikaji terarah dan tidak terjadi penyimpangan masalah yang hendak diteliti sehingga tujuan penelitian dapat tercapai.Dalam penelitian ini, peneliti menjadikan “Geografi Dialek Bahasa Batak Toba di Kabupaten Samosir” sebagai objek penelitian. Peneliti membatasi penelitian ini hanya pada unsur kosakata atau leksikon saja, serta membatasi daerah penelitian dengan memilih 3 kecamatan dari 9 kecamatan yang ada di samosir yaitu Kecamatan Pangururan, Kecamatan Simanindo dan Kecamatan Sianjur Mulamula, serta menetapkan 2 titik pengamatan di Kecamatan Panguruan dan 3 titik pengamatan di Kecamatan Simanindo dan Kecamatan Sianjur Mulamula.

1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.4.1 Tujuan Penelitian

Berdasarkan masalah yang telah diuraikan di atas, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Mendeskripsikan variasi leksikal isolek bahasa Batak Toba di Kabupaten Samosir.

2. Mendeskripsikan pemetaan variasi isolek bahasa Batak Toba di Kabupaten Samosir.

3. Mengetahui status beda dialek atau subdialek variasi isolek bahasa Batak Toba.


(15)

1.4.2 Manfaat Penelitian

1.4.2.1 Manfaat Teoretis

Adapun manfaat teoretis dalam penelitian ini, antara lain sebagai berikut:

1. Menambah pengetahuan dan wawasan peneliti tentang geografi dialek bahasa Batak Toba.

2. Menjadi sumber masukan bagi peneliti lain dalam mengkaji lebih lanjut mengenai geografi dialek bahasa Batak Toba, khususnya bidang fonologi, morfologi, sintaksis, dan semantik.

3. Menjadi acuan bagi peneliti lain dalam melakukan penelitian tentang dialektologi.

4. Menambah penelitian tentang dialektologi dan linguistik.

5. Hasil penelitian dialektologi akan dapat memberi status penamaan untuk dialek di Kabupaten Samosir.

6. Variasi data leksikal akan dapat menjadi sumber data bagi penelitian linguistik selanjutnya baik bidang fonologi maupun morfologi.

1.4.2.2 Manfaat Praktis

Adapun manfaat praktis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Memperkenalkan bahasa Batak Toba kepada masyarakat sebagai salah satu bahasa daerah yang dapat memperkaya kebudayaan nasional.

2. Sebagai informasi bagi pemerintah daerah mengenai hasil penelitian tentang ragam dialek bahasa Batak Toba.


(16)

3. Melakukan pelestarian, pembinaan, dan pengembangan salah satu bahasa nusantara yaitu bahasa Batak Toba.


(17)

BAB II

KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep

Konsep adalah gambaran mental dari suatu objek, proses, atau apapun yang ada di luar bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain (Alwi, 2003:558).

2.1.1 Dialek

Istilah dialek berasal dari kata dialektos, yaitu bahasa Yunani yang mulanya dipergunakan dalam hubungannya dengan keadaan bahasanya (Ayatrohaedi, 1983:1). Meillet (dalam Ayatrohaedi 1983:1) menyatakan bahwa di Yunani terdapat adanya perbedaan dalam bahasa yang digunakan oleh masyarakat penuturnya sehingga ciri utama dialek adalah perbedaan dalam kesatuan, dan kesatuan dalam perbedaan.

Selain itu Meillet dalam Ayatrohaedi (1983:1) juga menyatakan dua ciri lain yang dimiliki dialek yaitu:

1. Dialek ialah seperangkat bentuk ujaran setempat yang berbeda-beda, yang memiliki ciri-ciri umum dan masing-masing lebih mirip sesamanya dibandingkan dengan bentuk ujaran lain dari bahasa yang sama.


(18)

Kridalaksana (1984:38) menyatakan bahwa Dialek adalah variasi bahasa yang berbeda-beda menurut pemakai; variasi bahasa yang dipakai oleh kelompok bahasawan ditempat tertentu (dialek regional), atau oleh golongan tertentu dari suatu kelompok bahasawan (dialek sosial), atau oleh kelompok bahasawan yang hidup dalam waktu tertentu (dialek temporal).Contoh dialek regional adalah Bahasa Melayu Riau, contoh dialek sosial adalah Bahasa Melayu yang dipakai oleh para bangsawan, contoh dialek temporal adalah Bahasa Melayu Klasik.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008: 324), dialek merupakan variasi bahasa yang berbeda-beda menurut pemakai ( misal bahasa dari suatu daerah tertentu, kelompok sosial tertentu, atau kurun waktu tertentu).

3.1.2Geografi Dialek

Geografi adalah ilmu tentang permukaan bumi, iklim, penduduk, flora, fauna, serta hasil yang diperoleh dari bumi (Alwi, 2005:355).Geografi bahasa adalah penyelidikan mengenai distribusi dialek atau bahasa dalam wilayah tertentu (Kridalaksana, 1984:58).

Dalam Mahsun (1995:20) menyatakan bahwa dialektologi sebagai ilmu yang mengkaji perbedaan unsur-unsur kebahasaan yang berkaitan dengan faktor geografis, yang aspek kajiannya berupa pemetaan perbedaan unsur-unsur kebahasaan yang terdapat di antara daerah-daerah pengamatan dalam penelitian, maka dialektologi dalam kajiannya membutuhkan pengetahuan yang berkaitan dengan bidang ilmu geografi.Dalam hal ini berkaitan dengan pemetaan.Fungsi


(19)

pemetaan adalah sebagai upaya memvisualisasikan letak geografis yang menjadi tempat digunakan suatu bentuk bahasa tertentu.

Geografi dialek adalah cabang dialektologi yang mempelajari hubungan yang terdapat di dalam ragam-ragam bahasa, dengan bertumpu kepada satuan ruang atau tempat terwujudnya ragam-ragam tersebut (Dubois dkk dalam Ayatrohaedi, 1983:29).Konsep di atas juga digunakan untuk melengkapi penelitian tentang geografi dialek di Kabupaten Samosir.

Dalam memperoleh hasil penelitian yang baik, penelitian geografi dialek harus didasarkan pada dua hal yaitu:

1. Pengamatan yang setara terhadap daerah yang diteliti

2. Bahannya harus dapat diperbandingkan sesamanya, dan keterangan yang bertalian dengan kenyataan-kenyataannya dikumpulkan dengan aturan dan cara yang sama.

Menurut Keraf (1984:143), geografi dialek mempelajari variasi-variasi bahasa berdasarkan perbedaan lokal dalam suatu wilayah bahasa. Geografi dialek mengungkapkan fakta-fakta tentang perluasan ciri-ciri linguistis yang sekarang tercatat sebagai ciri-ciri dialek.

Berdasarkan konsep di atas, diharapkan akan ditemukannya suatu bentuk dialek beserta variasi kosa kata dari bahasa yang akan diteliti.

3.1.3Isoglos dan Peta Bahasa

Dubois dkk (1973) (dalam Ayatrohaedi, 1983:5) menyatakan bahwa isoglos atau (garis) watas kata adalah garis yang memisahkan dua lingkungan dialek atau bahasa berdasarkan wujud atau sistem kedua lingkungan itu yang berbeda, yang


(20)

dinyatakan di dalam peta bahasa. Untuk memperoleh gambaran yang benar mengenai batas-batas dialek, dibuat watas kata yang merangkum segala segi kebahasaan (fonologi, morfologi, semantik, leksikal, sintaksis) dari hal-hal yang diperkirakan akan memberikan hasil yang memuaskan.

Menurut Kridalaksana (1984:78), isoglos adalah garis pada peta bahasa atau peta dialek yang menandai batas pemakaian ciri atau unsur bahasa. Jadi isoglos dapat menunjukkan batas-batas dari dialek dan dapat menunjukkan perkembangan yang terjadi pada daerah pemakai bahasa.

Ayatrohaedi (1983:31) menyatakan bahwa gambaran umum mengenai sejumlah dialek akan tampak jelas jika semua gejala kebahasaan yang ditampilkan dari bahan yang terkumpul selama penelitian itu dipetakan. Dengan peta-peta bahasa itu, baik perpaduan maupun persamaan yang terdapat di antara dialek-dialek yang diteliti itu dapat merupakan alat bantu yang demikian penting di dalam usaha menyatakan kenyataan-kenyataan tersebut. Jadi garis-garis isoglos yang menunjukkan batas-batas suatu dialek dapat dilihat pada peta bahasa.

Ada dua jenis peta yang digunakan dalam dialektologi yaitu peta peragaan (display map) dan peta penafsiran (interpretative map) (Chamber dan Trudgill dalam Mahsun, 1995:58).Dalam penelitian ini peneliti menggunakan peta peragaan dan peta penafsiran untuk menyatakan gambaran umum mengenai sejumlah dialek.

Peta peragaan merupakan peta yang berisi tabulasi data lapangan dengan maksud agar data-data itu tergambar dalam perspektif yang bersifat


(21)

geografis.Dalam peta peragaan tercakup distribusi geografis perbedaan-perbedaan unsur-unsur kebahasaan yang terdapat di antara daerah pengamatan (Mahsun, 1995:59).

Peta penafsiran merupan peta yang memuat akumulasi pernyataan-pernyataan umum tentang distribusi perbedaan-perbedaan unsur linguistik yang dihasilkan berdasarkan peta peragaan.Peta penafsiran merupakan peta yang berisi hal-hal yang berkaitan dengan inovasi dan relik, juga termasuk peta berkas isoglos (Mahsun, 1995:68).

3.1.4Bahasa

Bahasa adalah suatu sistem lambang berupa bunyi, bersifat arbitrer, digunakan oleh suatu masyarakat tutur untuk bekerja sama, berkomunikasi, dan mengindentifikasi diri (Chaer, 2006:1). Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008:116), bahasa merupakan sistem lambang bunyi yang arbitrer, yang digunakan oleh anggota suatu masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi, dan mengidentifikasikan diri.

Dari pengertian di atas disimpulkan bahwa bahasa merupakan alat komunikasi yang sangat dibutuhkan oleh manusia untuk bertinteraksi antarsesamanya.Manusia tidak dapat terlepas dari bahasa, karena bahasa merupakan alat komunikasi yang selalu digunakan dalam kehidupan sehari-hari.Melalui bahasa manusia dapat melakukan interaksi sosial yang baik antarsesamanya.


(22)

3.1.5Bahasa Batak Toba

Bahasa Batak Toba adalah bahasa yang digunakan oleh masyarakat di Sumatera bagian utara.Bahasa ini digunakan untuk berinteraksi dengan masyarakat yang juga menggunakan bahasa Batak Toba untuk berkomunikasi dalam kehidupan sehari-hari.Bahasa Batak Toba masih digunakan oleh penuturnya hingga sekarang.

Sibarani (1997:3) menjelaskan bahwa penutur bahasa Batak Toba adalah seluruh masyarakat subsuku Batak Toba dan masyarakat dari suku lain yang berbahasa Batak Toba, baik yang tinggal di Kabupaten Daerah Tingkat II Tapanuli Utara maupun yang tinggal di daerah lain.

3.2 Landasan Teori

Teori adalah pendapat yang didasarkan pada penelitian dan penemuan, didukung oleh data dan argumentasi (Alwi 2005:1177).

3.2.1Dialektologi

Penelitian tentang geografi dialek ini menggunakan teori dialektologi struktural. Variasi leksikal pada dialek bahasa Batak Toba di Kabupaten Samosir akan dianalisis berdasarkan teori dialektologi struktural.

Teori dialektologi struktural tidak mengelompokkan variasi-variasi menurut apakah bentuk itu memiliki kesamaan secara fonetis atau tidak.Oleh karena itu, teori struktural ini membandingkan bentuk-bentuk individual tanpa melihat


(23)

persamaan atau perbedaan, tetapi melihat bagian-bagian konstituen sistemnya.Dialektologi struktural ini muncul pada tahun 1954 yang dikemukakan oleh Weinreich dalam artikelnya “Is a structural dialectology passible?” (Andriana, 2012)

Dialektologi struktural merupakan salah satu upaya untuk menerapkan dialektologi dalam membandingkan varietas bahasa (Chambers dalam Andrina, 2012).

Dialektologi berkembang dan mendapatkan perhatian pada abad ke-19.Wenker dan Gillieron merupakan ilmuwan yang membuka babak baru dalam penelitian dialektologi. Kedua orang ini disebut sebagai bapak ilmu geografi dialek di negaranya masing-masing yang dalam perkembangannya mempengaruhi penelitian geografi dialek di Negara-negara lain. Wenker dan Gillieron memilki perbedaan dalam melakukan penelitian geografi dialek.Wenker melakukan penelitian geografi dialek dengan metode pupuan sinurat yaitu dengan mengirimkan daftar pertanyaan kepada para guru di daerah Renia (Jerman), sedangkan Gillieron melakukan penelitian dengan menggunakan metode pupuan lapangan untuk pembuatan atlas bahasa (Ayatrohaedi, 1983:14).

Mahsun menyatakan dialektologi sebagai ilmu tentang dialek; atau cabang ilmu dari linguistik yang mengkaji perbedaan-perbedaan isolek dengan memperlakukan perbedaan tersebut secara utuh dapat dikaitkan dengan istilah diakronis yang merupakan pendekatan terhadap bahasa dengan melihat perkembangannya sepanjang waktu.Pandangan diakronis tentang dialek atau


(24)

subdialek hanya mungkin dilakukan jika dikaitkan dengan bahasa yang merupakan induk dari dialek atau subdialek tersebut.

Dialektologi diakronis memberikan gambaran tentang dialek atau subdialek secara utuh dengan melihat hubungan antar dialek atau subdialek dengan bahasa induk menurunkannya atau dengan bahasa lain yang pernah melakukan kontak dengan penutur dialek atau subdialek tersebut (Mahsun, 1995:13). Dialektologi diakronis sebagai cabang ilmu bahasa memiliki mitra kerja, salah satunya adalah geografi.Cabang ilmu geografi di sini tidak sepenuhnya mengaitkanya pada bidang dialektologi, melainkan hanya mengambil pemetaan untuk memvisualisasikan daerah letak geografis lokasi yang menggunakan bahasa tertentu.Pemetaan tersebut digunakan untuk menunjukkan perbedaan unsur kebahasaan yang muncul pada wilayah penelitian.

Perbedaan unsur kebahasaan yang diteliti yaitu dari bidang leksikon. Dikatakan perbedaan dalam bidang leksikon jika leksem-leksem yang digunakan untuk merealisasikan suatu makna yang sama tidak berasal dari satu etimon prabahasa (Mahsun, 1995:54). Contohnya, pada bahasa Minahasa terdapat tiga kata untuk merealisasikan kata ‘lekas’ yaitu rəwək, rior, dan hagoq.

Sama halnya dengan perbedaan unsur kebahasaan pada bahasa Minahasa di atas, dalam bahasa Batak Toba variasi perbedaan bahasa atau dialek yang terjadi di lokasi penelitian juga sangat penting. Oleh karena itu, teori yang telah dipaparkan di atas akan menunjukkan seperti apa perbandingan antara variasi dialek yang muncul di dua kecamatan yang ada di Kabupaten Samosir.


(25)

2.3 Tinjauan Pustaka

Alwi (2005: 1198) mengatakan bahwa tinjauan adalah hasil meninjau, pandangan, pendapat (sesudah menyelidiki atau mempelajari), sedangkan pustaka adalah kitab, buku, buku primbon (Alwi, 2005:912).

Penelitian tentang bahasa Batak Toba sudah banyak dilakukan oleh peneliti sebelumnya.Namun, peneliti belum melihat adanya penelitian mengenai geografi dialek dalam bahasa Batak Toba di Kabupaten Samosir. Penelitian tentang geografi dialek sudah banyak dilakukan oleh para peneliti sebelumnya, antara lain penelitian yang dilakukan oleh Bangun dkk. (1982) yang berjudul “Geografi Dialek Bahasa Batak Toba”. Dalam penelitian tersebut peneliti menyatakan bahwa Bahasa Batak Toba terdiri atas lima dialek, yaitu dialek Silindung, dialek Humbang, dialek Toba, dialek Samosir, dan dialek Sibolga. Selain ciri pembeda yang digunakan dalam penelitian tersebut adalah perbedaan fonologis, perbedaan lafal, dan perbedaan semantis.

Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa (1985) yang berjudul “Geografi Dialek Bahasa Jawa Kabupaten Jepara”.Penelitian di atas membahas tentang variasi bahasa dalam bidang fonologi, leksikon, dan juga morfologi.

Widayati (1997) dalam tesisnya “Geografi Dialek Bahasa Melayu di Wilayah Timur Asahan” yang mengkaji bidang fonologi dan leksikal dengan hasil bahwa bahasa Melayu Asahan memiliki dua kelompok fonem dan 18 fonem konsonan,


(26)

dalam deskripsi morfonologi terdapat korespondensi afiks dalam bahasa Melayu Asahan yang secara umum dibedakan dari segi fonem vocal saja, begitu juga dengan deskripsi leksikal yang menunjukkan adanya beberapa perbedaan dengan bahasa Melayu Umum dan dalam bahasa Melayu Asahan terdapat dua dialek yaitu dialek Batubara dan dialek Tanjung Balai.

Kaban (2000) dalam skripsinya yang berjudul “Geografi Dialek Bahasa Karo Kecamatan Simpang Empat Kabupaten Karo” membahas tentang variasi-variasi fonetik/fonologi dan leksikon. Dari 26 fonem bahasa Indonesia hanya ada 24 fonem yang ada dalam bahasa Karo. Pada penelitiannya, tidak hanya menemukan variasi leksikon dan fonologi tetapi juga adanya unsure perubahan bunyi.Selain itu Nasution (2001) dalam skripsinya yang berjudul “Geografi Dialek Bahasa Mandailing di Kecamatan Lembah Melintang”.membahas tentang variasi-variasi pada bidang leksikon dan fonologi.

Penelitian-penelitian di atas memiliki hubungan dengan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti yaitu untuk melihat bagaimana variasi-variasi dalam bidang leksikon pada bahasa Batak Toba.


(27)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

3.1.1 Lokasi Penelitian

Lokasi adalah letak atau tempat (Alwi, 2005:680).Yang menjadi lokasi penelitian ini adalah tiga kecamatan yang ada di Kabupaten Samosir, yaitu Kecamatan Simanindo, Kecamatan Pangururan, dan Kecamatan Sianjur Mulamula.

Ketiga kecamatan di atas dipilih sebagai daerah pengamatan karena ketiga daerah pengamatan tersebut memiliki ciri khas tersendiri.Yang pertama adalah Kecamatan Simanindo. Kecamatan Simanindo merupakan kecamatan yang masyarakatnya menggunakan kata yang berbeda dari daerah kecamatan lain untuk menyatakan satu maksud yang sama. Selain itu, di Kecamatan Simanindo juga banyak terdapat daerah-daerah wisata yang sudah banyak didatangin oleh orang-orang dari luar daerah Kecamatan Simanindo.

Selain kecamatan Simanindo, penelitian ini juga dilakukan di Kecamatan Pangururan.Kecamatan Pangururan adalah kecamatan yang menjadi pusat berjalannya pemerintahan di Kabupaten Samosir. Kecamatan Pangururan


(28)

merupakan daerah yang masyarakatnya sudah mengenal bahasa Indonesia cukup baik dari masyarakat di daerah kecamatan lain.

Daerah pengamatan yang terakhir, yaitu Kecamatan Sianjur Mulamula. Kecamatan ini merupakan kecamatan yang berbeda dari kecamatan yang lain, karena beberapa desa di kecamatan ini ditempuh tidak hanya melalui jalur darat, tetapi juga harus menggunakan kapal untuk sampai ke daerah pengamatan tersebut. Peta daerah pengamatan (lampiran 1).

3.1.2 Waktu Penelitian

Waktu adalah seluruh rangkaian saat ketika proses, perbuatan, atau keadaan berada atau berlangsung (Alwi, 2005:1267). Penulis melakukan penelitian terhadap objek sejak tanggal 27 Mei sampai dengan 27 Juni 2013.

3.2 Sumber Data

Data adalah kenyataan yang ada, yang berfungsi sebagai bahan sumber untuk menyusun suatu pendapat; keterangan atau bahan yang dipakai untuk penalaran atau penyelidikan (Alwi, 2005:319).Data penelitian ini bersumber dari tuturan informan tentang kosa kata yang telah disediakan oleh peneliti berupa kosa kata dasar.

Kosa kata dasar yang digunakan dalam penelitian ini berjumlah 100 kosa kata yang dimodifikasi dari daftar kosa kata swadesh dan daftar kosa kata daftar Mahsun yaitu berupa bagian tubuh, kata ganti dan sapaan, sistem kekerabatan, kehidupan desa dan masyarakat, rumah dan bagiannya, peralatan dan perlengkapan, tumbuh-tumbuhan, binatang dan bagiannya, waktu dan keadaan


(29)

alam, gerak dan kerja, serta sifat dan warna. Yang menjadi sumber data dalam penelitian ini adalah informan yang berjumlah tiga orang yang disebut sebagai subjek penelitian pada setiap titik pengamatan.Foto bersama informan (lampiran 3).

3.3 Metode dan Teknik Pengumpulan Data

Metode adalah cara yang harus dilaksanakan, sedangkan teknik adalah cara melaksanakan metode (Sudaryanto,1993:9). Untuk mendapatkan hasil yang diinginkan diperlukan metode dan teknik dalam pengumpulan data.Adapun yang menjadi metode dan teknik pengumpulan data pada penelitian dialektologi ini adalah menggunakan metode cakap.Metode cakap digunakan karena penelitian ini melibatkan percakapan antara peneliti dan informan.Metode cakap memiliki teknik dasar berupa teknik pancing.Dikatakan teknik dasar, karena percakapan yang diharapkan sebagai pelaksanaan metode cakap itu hanya dimungkinkan muncul jika peneliti memberi stimulasi (pancingan) pada informan untuk memunculkan gejala kebahasaan yang diharapkan peneliti (Mahsun, 1995:94).

Dikatakan memberi stimulasi (pancingan) adalah peneliti berusaha untuk membuat informan mengeluarkan kata-kata yang diinginkan oleh peneliti berupa kosa kata dasar yang telah disiapkan oleh peneliti dalam daftar tanya. Kosa kata dasar tersebutlah yang menjadi data yang dibandingkan antara titik pengamatan yang satu dengan titik pengamatan yang lain. Teknik dasar dalam metode cakap ini diteruskan ke dalam teknik lanjutan yaitu teknik cakap semuka.Melalui teknik ini peneliti langsung mendatangi setiap daerah pengamatan dan melakukan percakapan melalui daftar pertanyaan yang telah disediakan kepada informan.


(30)

Selain teknik cakap semuka penelitian ini juga dapat dilengkapi dengan teknik catat dan teknik rekam untuk memperkuat data yang dihasilkan.

Mahsun (1995:105-106) mengungkapkan sebagai sumber informasi dan sekaligus bahasa yang digunakan itu mewakili bahasa kelompok tutur di daerah pengamatannya masing-masing, maka pemilihan seseorang sebagai informan sebaiknya memenuhi persyaratan-persyaratan tertentu yaitu:

1. Berjenis kelamin pria dan wanita;

2. Berusia antara 25-65 tahun (tidak pikun);

3. Orang tua, istri, atau suami informan lahir dan dibesarkan di desa itu serta jarang atau tidak pernah meninggalkan desanya;

4. Berpendidikan maksimal tamat pendidikan dasar (SD-SLTP);

5. Berstatus sosial menengah (tidak rendah atau tidak tinggi) dengan harapan tidak terlalu tinggi mobilitasnya;

6. Pekerjaannya bertani atau buruh;

7. Memiliki kebanggaan terhadap isolek dan masyarakat isoleknya; 8. Dapat berbahasa Indonesia; dan

9. Sehat jasmani dan rohani.

Selain penentuan persyaratan informan dalam penentuan daerah pengamatan juga memiliki ketentuan dalam penetapannya. Ada dua cara dalam menentukan daerah pengamatan yaitu secara kualitatif dan kuantitatif. Secara kualitatif, daerah yang menjadi pengamatan harus memenuhi beberapa criteria berikut:

1. Daerah pengamatan tidak dekat atau bertetangga dengan kota besar 2. Daerah pengamatan itu mobilitasnya rendah


(31)

3. Berpenduduk maksimal 6000 jiwa

4. Daerah pengamatan berusia minimal 30 tahun

Sedangkan secara kuantitatif, penentuan daerah pengamatan dapat dilakukan dengan memperhitungkan jarak antardaerah pengamatan .penentuan daerah pengamatan didasarkan pada jarak rata-rata antarsatuan daerah pengamatan yang ditentukan sebagai daerah pengamatan. Jarak antarsatuan daerah pengamatan tersebut rata-rata 20 km (Mahsun, 1995:103).

3.4 Metode dan Teknik Analisis Data

Setelah semua data dikumpulkan, kemudian diadakan analisis terhadap data untuk menyelesaikan permasalah yang telah dibuat.Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode padan, metode berkas isogloss, dan metode dialektometri.

Metode yang pertama adalah metode padan dengan teknik pilah unsur penentu. Metode ini digunakan untuk membedakan data apakah berbeda secara fonologi atau beda leksikon. Metode padan tesebut diteruskan dalam metode padan artikulatoris. Apabila ditemukan data [bapak], [bapa], dan [amaŋ] ‘ayah’ akan dianalisis dengan menentukan bahwa [bapak] dan [bapa] adalah perbedaan fonologi, sedangkan [amaŋ] adalah perbedaan leksikon.

Metode yang kedua adalah metode berkas isoglos.Lauder dalam Mahsun (1995:124) menyatakan isoglos pada dasarnya merupakan sebuah garis imajiner yang diterakan pada sebuah peta. Adapun batasan dari isoglos adalah membedakan daerah-daerah pengamatan yang memiliki gejala kebahasaan dengan


(32)

daerah-daerah pengamatan lain yang juga memiliki gejala kebahasaan yang sama. Garis isogloss ini digunakan untuk mengelompokkan atau menentukan tiap titik pengamatan apakah memiliki gejala bahasa yang sama atau tidak.

Garis-garis isoglos yang membentuk satu berkas disebut dengan berkas isoglos.Metode berkas isoglos pada penelitian dialektologi berusaha untuk memperlihatkan metode pemilahan isolek atas dialek dan subdialek dengan mempertimbangkan kualitas dan kuantitas dari kumpulan isoglos yang mempersatukan dan membedakan daerah-daerah pengamatan. Adapun cara dalam pembuatan isoglos yaitu:

1. Membuat garis melengkung pada daerah pengamatan dalam peta. Garis tersebut berfungsi untuk menyatukan daerah-daerah yang memiliki gejala kebahasaan yang sama serta membedakan daerah-daerah lain yang memiliki gejala bahasa yang sama.

2. Membuat isoglos yang realisasi bentuknya memiliki sebaran yang paling luas 3. Setiap perbedaan hanya dihitung satu isogloss, tanpa memperhatikannya

sebagai korespondensi atau variasi.

Setelah semua peta telah dibubuhi isoglos, kemudian diambil sebuah peta dasar untuk membuat sebuah berkas isoglos.Pengelompokan isoglos yang kemudian disalin pada peta dasar itulah yang disebut dengan berkas isoglos.

Selain metode berkas isoglos, penelitian ini juga menggunakan metode dialektometri. Dialektometri merupakan ukuran statistik yang digunakan untuk melihat seberapa jauh perbedaan dan persamaan yang terdapat pada


(33)

tempat-tempat yang diteliti dengan membandingkan sejumlah bahan yang terkumpul dari tempat tersebut (Revier dalam Mahsun, 1995:118). Rumus yang digunakan untuk melihat statistik perbedaan atau persamaan itu adalah:

(

× 100)

=

%

Keterangan:

S: jumlah beda dengan daerah pengamatan

n : jumlah peta/kosa kata yang diperbandingkan

d : jarak kosa kata dalam persentase

Setelah hasil dari perhitungan yang berupa persentase di atas diperoleh, kemudian dilanjutkan dengan menentukan hubungan antardaerah pengamatan tersebut yaitu jika hasilnya 81% ke atas maka dianggap perbedaan bahasa, 51-80% maka dianggap perbedaan dialek, 31-50% maka dianggap perbedaan subdialek, 21-30% maka dianggap perbedaan wicara, dan jika dibawah 20% maka dianggap tidak ada perbedaan.

Pengihitungan dengan dialektometri dilakukan dengan dua cara yaitu segitiga antardaerah pengamatan dan permutasi antardaerah pengamatan. Penelitian ini menggunakan penghitungan dengan segitiga antardaerah pengamatan. Mahsun (1995:119) menyatakan penghitungan dengan segitiga antardaerah pengamatan dilakukan dengan beberapa ketentuan yaitu:


(34)

1. Daerah yang diperbandingkan adalah daerah yang letaknya masing-masing mungkin melakukan komunikasi.

2. Daerah pengamatan yang mungkin melakukan komunikasi dihubungkan dengan garis yg membentuk segitiga-segitiga.

3. Garis-garis pada segitiga dialektometri tidak boleh saling berpotongan, sebaiknya dipilih lokasi yang memiliki kedekatan satu sama lain.

Hal yang harus diperhatikan dalam penerapan pengamatan di atas dalam dialektometri adalah sebagai berikut:

1. Jika pada sebuah daerah pengamatan ditemukan lebih dari satu bentuk untuk menyatakan suatu makna dan salah satu katanya digunakan di daerah yang diperbandingkan, maka perbedaan itu dianggap tidak ada.

2. Bila pada daerah pengamatan yang dibandingkan itu tidak terdapat suatu bentuk realisasi untuk suatu makna tertentu, maka dianggap ada perbedaan. 3. Jika daerah-daerah pengamtan yang diperbandingkan itu tidak memiliki

bentuk untuk merealisasikan suatu makna tertentu, maka daerah-daerah pengamatan itu dianggap sama.

4. Dalam penghitungan dialektometri pada bidang leksikon, perbedaan fonologi, dan morfologi yang muncul harus dikesampingkan.

5. Hasil penghitungan dipetakan dengan sistem konstruksi pada peta segitiga dialektometri.


(35)

Melalui perhitungan tersebut kita dapat mengetahui apakah perbedaan pada bidang leksikon tersebut berupa perbedaan bahasa, perbedaan dialek, perbedaan subdialek, perbedaan wicara, atau tidak ada perbedaan.

BAB IV

PEMBAHASAN

4.1 Identifikasi Bunyi

Untuk memperoleh hasil yang baik dalam penelitian bahasa sebaiknya peneliti perlu mengetahui ilmu bunyi dan pemakaiannya.Jika seorang ingin mempelajari bahasa kedua (selain dari bahasa ibunya) maka pengetahuan ilmu bunyi (fonetik) dan penggunaannya merupakan faktor yang penting untuk diperhatikan. Pada tabel berikut akan diidentifikasikan bunyi yang ada dalam bahasa Batak Toba dan penggunaanya dalam kata

Tabel 1 Identifikasi Bunyi

Bunyi-bunyi Awal Tengah Akhir /a/ → [a] [aεk]

‘air’

[bagak] ‘cantik’

[sega] ‘rusak’ /i/ → [i] [ipɔs]

‘kecoa’

[tiɔp] ‘pegang’

[halaki] ‘mereka’ /u/ → [u] [unaŋ]

‘jangan’

[mulak] ‘pulang’

[ulu] ‘kepala’ /e/ → [ε] [εlεk]

‘bujuk’

[mεkkεl] ‘tertawa’

[marεndε] ‘bernyanyi’


(36)

/o/ → [ɔ] [ɔmak] ‘ibu’

[majɔl] ‘tumpul’

[hɔ] ‘kamu’ /b/ → [b] [balga]

‘besar’

[ribak] ‘sobek’

[gɔdab] ‘lempar’ /d/ → [d] [deŋgan]

‘bagus’

[gɔdap] ‘lempar’

- /g/ → [g] [gɔtil]

‘cubit’

[sεga] ‘rusak’

- /h/ → [h] [haha]

‘kakak’

[ihur] ‘ekor’

- /j/ → [j] [jɔlma]

‘orang’

[simanjɔjak] ‘kaki’

- /k/ → [k] [kabbaŋ]

‘bengkak’

[sakkut] ‘ikat’

[saɔtik] ‘sedikit’ /l/ → [l] [libas]

‘pukul’

[uli] ‘cantik’

[tippal] ‘lempar’ /m/ → [m] [milas]

‘panas’

[juma] ‘sawah’

[asɔm] ‘asam’ /n/ → [n] [nasida]

‘mereka’

[landit] ‘licin’

[samɔn] ‘kabut’ /p/ → [p] [panaŋga]

‘anjing’

[dappɔl] ‘urut’

[mɔhɔp] ‘panas’ /r/ → [r] [rɔŋit]

‘nyamuk’

[parippit] ‘pancing’

[simanjɔŋgɔr] ‘mata’ /s/ → [s] [salibɔn]

‘alis’

[usa] ‘gosok’

[rais] ‘gantung’ /t/ → [t] [taŋihɔn]

‘dengar’

[rata] ‘hijau’

[bɔrat] ‘berat’

Dari tabel di atas diketahui bahwa terdapat 22 bentuk fonem dalam bahasa Batak Toba.Lima fonem vokal yaitu a, i, u, ε, ɔ dan 13 fonem konsonan yaitu b, d, g, h, j, k, l, m, n, p, r, s, t.

4.2 Variasi Isolek Bahasa Batak Toba Tabel 2


(37)

Variasi Leksikal

No.

Peta Glos Variasi Berian

Titik Pengamatan

001. alis [ alis] 1

[salibɔn] 2, 3, 4, 5, 6, 7 [ ibbuluni mata ] 8

002. bahu [ pundak ] 1

[ abara ] 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8 003. bibir [ bibir ] 1, 3, 6

[ issum ] 2, 8 [ mussuŋ ] 3, 4, 5, 7 004. jantung [ pusupusu ] 1, 3, 4, 5, 6, 8

[ tarɔttɔk ] 2, 3, 4, 7 005. kaki [ pat ] 1, 2, 3, 4, 5, 6,

7, 8 [ simanjɔjak ] 3, 6, 7

006. mata [ mata ] 1

[ simalɔlɔŋ ] 2, 3, 4, 7, 8 [ simanjɔŋgɔr ] 4, 5, 6 007. telinga [ piŋgɔl ] 1, 2, 3, 4, 7, 8

[ siparεɔn ] 4, 5, 6 [ sipanaŋi ] 7 008. ubun-ubun [ sabbubu ] 1, 2, 3, 5, 6, 7,

8 [ pɔgapɔga] 4, 5 009. gigi [ ŋiŋi ] 1, 2, 3, 4, 5, 6,

7, 8 [ ipɔn ] 6, 7 010. kamu [ hɔ ] 1, 4, 5, 8

[ hamu ] 2, 3, 4, 6, 7 011. kamu sekalian [ hamu sudε ] 1, 4, 5, 6, 7, 8

[ hanima sudε ] 2, 3 012. orang [ jɔlma ] 1, 2, 3, 4, 5, 6,

7, 8 [ halak ] 3, 5 013. saya [ ahu ] 1, 2, 3, 4, 5, 8


(38)

014. ayah [ bapak ] 1 [ bapa ] 2, 3, 8 [ amaŋ ] 4, 5, 6, 7 015. ibu [ ɔmak ] 1, 2, 3, 8 [ inaŋ] 4, 5, 6, 7 016. pasangan suami istri [namarrumah taŋga ] 1, 6

[ mardɔŋan saripε] 2, 3, 4, 5, 7, 8 017. ayah dari orang tua [ ɔppuŋ dɔli ] 1, 4, 5, 6, 7, 8

[ amaŋ] 2, 3 018. ibu dari orang tua [ ɔppuŋ bɔru ] 1, 4, 5, 6, 7, 8

[ inaŋ ] 2, 3 019. kakak [ akkaŋ ] 1, 2, 3,4, 5,

6,7,8 [ haha ] 6 020. datang memberi batuan

ke tempat orang [ paŋurupiɔn ] 1, 2, 3, 6, 7, 8 [ maŋurupi ] 4, 5 021. kepala desa [ paŋulu ] 1, 4

[ happuŋ ] 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8 022. mengandung [ buntiŋ ] 1, 2, 3, 4, 5, 6

[ mardεŋgan dagiŋ ] 6, 7 [ marsandaŋ ] 4, 8 023. lumbung [ hɔmbuŋ ] 1

[ lubbuŋ ] 1, 2, 3, 4, 6, [ pɔti ] 4, 5, 6, 7, 8 [ sikkup ] 7

024. pintu [ pittu ] 1

[ baba jabu ] 2, 3, 4, 6, 7, 8 [ tɔhaŋ ] 4, 5 025. tempat beras [ balbahul ] 1, 2, 3, 4, 5, 7,

8 [ taddɔk ] 5, 6, 7

026. tikar [ lagεlagε ] 1, 8

[ amak ] 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8 027. pancing [ hail ] 1, 3, 4, 5, 6, 7

[ parippit] 2, 8 028. asam [ asɔm ] 1, 2, 3, 4, 5, 6,


(39)

7 [ uttε ] 3, 7, 8

029. cacing [ sassiŋ ] 1

[ gεɔ ] 2, 8 [ gεa ] 5, 6, 7 [ gulɔk ] 2, 3,4, 5 030. nyamuk [ siraŋgaŋ ] 1,6

[ rɔŋit ] 1, 2, 3, 4,5, 6,7,8 031. anjing [ panaŋga ] 1, 4, 5, 6

[ asu ] 2, 3, 6, 7, 8 [ biaŋ ] 4, 5, 6, 7 032. hutan [ haraŋan ] 1, 2, 3, 4, 5, 7,

8 [ tɔbbak ] 4, 6, 7 033. di sana [ di sadui ] 1

[i sai ] 2, 3, 8 [ di san ] 4, 5, 6, 7 034. di sini [ di sɔn ] 1

[ i ɔn ] 2, 3 [ i sɔn ] 4, 5, 6, 7, 8

035. sawah [ saba ] 1, 2, 3

[ hauma ] 3, 7 [ juma ] 2, 4, 5, 6, 7, 8 036. gantung [ sakkɔt ] 1, 3, 7, 8

[ rais ] 2 [ gattuŋ ] 2, 4, 5

[ gauŋ ] 6 037. membersihkan [ paiashɔn ] 1, 2, 3, 4, 5, 6,

7, 8 [ pabεrsihɔn ] 3 038. urut [ dappɔl ] 1, 2, 3, 4, 5, 7

[ alut ] 1, 4, 5, 6, 7, 8

039. usap [ usa ] 1

[ lap ] 2, 3, 8 [ apul ] 4, 5 [ apus ] 6, 7 040. benar [ tikkɔs ] 1, 4, 5, 6


(40)

[ sittɔŋ ] 2, 3, 6 041. cantik [ bagak] 1, 4, 5, 6, 7,8

[ jagɔ ] 2, 3 [ uli ] 5, 6, 7 042. hijau [ rata ] 1, 2, 3, 6, 8

[ ijɔ ] 4, 5, 7 043. gali [ makkurak ] 1, 3, 6, 7, 8

[ maŋugε ] 2, 6 [ ɔbbak ] 4, 5 044. panas [ mɔhɔp ] 1, 2, 3, 4, 5, 6,

7, 8 [ milas ] 2, 3, 6 045. tarik [ tɔgu ] 1, 6, 8

[ sittak ] 2 [ tait ] 2, 3, 4, 5, 6, 7 046. tiup [ ɔbbus ] 1, 4, 5, 6, 7, 8 [ ullus ] 2, 3, 5, 6, 7

047. air [ aεk ] 1, 2,

3,4,5,6,7,8 [ tapian ] 6 048. kulit [ hulikkuliŋ ] 1, 8

[ sisik ] 2, 3, 4, 5, 6, 7

049. abu [ tippul ] 1, 8

[ ɔrbuk ] 4, 6, 7 [ sirabun ] 2, 3, 4, 5 050. baik [ deŋgan ] 1, 2, 4, 5, 6, 7,

8 [ burju ] 2, 3, 8 051. banyak [ gɔdaŋ ] 1, 2,

3,4,5,6,7,8 [ gɔk ] 2, 3 052. bengkak [ butɔŋ ] 1, 2, 3, 5, 6, 7,

8 [ bɔŋkak ] 2 [ kabbaŋ ] 1, 4, 5, 6 053. berat [ bɔrat ] 1, 2, 3, 4, 5, 6,

7, 8 [ bɔttɔn ] 1, 3


(41)

054. binatang [ pinahan ] 4, 5, 6, 8 [ binataŋ ] 1

[ dɔrbia ] 2, 3, 6, 7 055. cuci [ paias ] 1, 4, 5, 6 [ manussi ] 2, 3, 8

[ buri ] 4, 5, 6, 7 056. dengar [ bεgε ] 1, 2, 3, 4, 5, 8

[ taŋihɔn ] 5, 6, 7, 8 057. garuk [ garut ] 1, 2, 3, 4, 5,

7,8

[ hao ] 6

058. rambut [ jabbulan ] 1, 2, 3, 4, 5, 7, 8 [ ɔbuk ] 4, 5, 6 059. gosok [ gɔkgɔs ] 1, 2, 3, 8

[ sasa ] 4, 5, 6 [ usa ] 5, 7

060. hitung [ bilaŋi ] 1, 6

[ kira ] 2, 3, 6, 7, 8 [ εtɔŋ ] 2, 4, 5, 6 061. ikat [ sakkut ] 1, 2, 3

[ tapɔl ] 4, 5, 7, 8 [ rahut ] 6 062. ini [ niɔn ] 1, 2, 3, 4, 5, 7,

8 [ ɔn ] 2, 6 063. itu [ nian ] 1, 4, 5, 6, 7

[ niai] 2, 3, 8

064. kabut [ samɔn ] 1

[ gɔlap ] 2, 4, 5, 6, 8 [ haribbɔr ] 3

[ ɔbbun ] 1, 7 065. kepala [ ulu ] 1, 2, 3, 4, 5, 6,

8 [ simanjujuŋ ] 5, 6, 7 066. lempar [ tippal ] 2, 3, 4, 6, 7, 8

[ daŋgur ] 1 [ gɔdap ] 4, 5, 6 067. lutut [ duguldugul ] 1, 2, 3, 4, 5, 6,


(42)

7 [ ulu ni pat ] 3 [ lutɔt ] 8 068. mereka [ halakkan ] 1, 3

[ nasida ] 2, 3, 4, 5, 6, 7 [ halaki ] 8 069. perut [ siubεɔn ] 1, 4, 5, 6, 7

[ butuha ] 2, 3, 4, 5, 6, 8

070. pusar [ husɔran ] 1

[ pusɔk ] 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8 071. sempit [ sɔppit ] 1, 2, 5, 6, 7, 8

[ pɔnjɔt ] 1, 3, 4, 5 072. tebal [ hapal ] 1, 4, 5, 6, 7, 8

[ tɔbal ] 2, 3 073. tumpul [ majɔl ] 1, 2, 3, 4, 5, 6,

7 [ tajul ] 5, 8 074. licin [ landit ] 1, 2, 3, 4, 5, 7,

8 [ tipak ] 6 075. dada [addɔra] 1, 2, 3, 4, 5, 6,

7, 8 076. anak [gelleŋ] 1, 2, 3, ,4 , 5,

6, 7, 8 [ianakhɔn] 3, 5 077. atap [tarup] 1, 2, 3, ,4 , 5,

6, 7, 8 078. tungku [tatariŋ] 1, 2, 3, ,4 , 5,

6, 7, 8 079. benih [bɔni] 1, 2, 3, ,4 , 5,

6, 7, 8 080. sore [bɔtari] 1, 2, 3, ,4 , 5,

6, 7, 8 081. pasir [rihit] 1, 2, 3, ,4 , 5,

6, 7, 8 082. kuku [sisilɔn] 1, 2, 3, ,4 , 5,

6, 7, 8 083. adik [aŋgi] 1, 2, 3, ,4 , 5,


(43)

6, 7, 8 084. bakar [tutuŋ] 1, 2, 3, ,4 , 5,

6, 7, 8 085. leher [rukkuŋ] 1, 2, 3, ,4 , 5,

6, 7, 8 086. bangun dari duduk [jɔnjɔŋ] 4, 5, 6, 7

[tiddaŋ] 1, 2, 3, 4, 5, 8 [hehe] 6, 7 087. jahit [jarum] 2, 3, 4, 5, 6, 8

[mandukkap] 1, 7 088. gunung [dɔlɔk] 1, 2, 3, ,4 , 5,

6, 7, 8 089. dahi [pardɔpahan] 1, 2, 3, ,4 , 5,

6, 7, 8 090. asap [timus] 1, 2, 3, ,4 , 5,

6, 7, 8 091. tongkat [tukkɔt] 1, 2, 3, ,4 , 5,

6, 7, 8 092. lesung [lɔsuŋ] 1, 2, 3, ,4 , 5,

6, 7, 8 093. angin [alɔgɔ] 1, 2, 3, ,4 , 5,

6, 7, 8 094. kamar [bilut] 1, 2, 3, ,4 , 5,

6, 7, 8 095. kawin [sɔhɔt] 4, 5, 6, 7

[hɔt ripe] 1, 2, 3, 8 096. ranting [dakka] 1, 2, 3, ,4 , 5,

6, 7, 8 097. tikus [baguduŋ] 1, 4, 5, 6, 7

[mɔssi] 2, 3, 4, 5, 7, 8 098. kelapa [harabbir] 1, 2, 3, ,4 , 5,

6, 7, 8 099. napas [hɔsa] 1, 2, 3, ,4 , 5,

6, 7, 8

100. buruk [bajan] 3, 8


(44)

Dari hasil tabel di atas dapat diuraikan jangkauan penyebaran unsur bahasa yang terjadi di daerah pengamatan. Jangkauan penyebaran unsur bahasa tersebut adalah pada Peta 001 yang menggambarkan bahwa salibɔn adalah kata yang dikenal di titik pengamatan 2, 3, 4, 5, 6, 7. Kata alisdi titik pengamatan 1 dan ibbuluni mata di titik pengamatan 8. Itu berarti bahwa ada 3 varian leksikal untuk kata “alis” dalam bahasa Batak Toba di Kabupaten Samosir.

Peta 002 yang menggambarkan bahwa abara adalah kata yang dikenal di titik pengamatan 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8 dan kata pundakjuga dikenal di titik pengamatan 1. Itu berarti bahwa ada 2 varian leksikal untuk kata “bahu” dalam bahasa Batak Toba di Kabupaten Samosir.

Peta 003 yang menggambarkan bahwa mussuŋ adalah kata yang dikenal di titik pengamatan 3, 4, 5, 7. Kata bibir di titik pengamatan 1, 3, 6 dan issum di titik pengamatan2, 8.Itu berarti bahwa ada 3 varian leksikal untuk kata “bibir” dalam bahasa Batak Toba di Kabupaten Samosir.

Peta 004 yang menggambarkan bahwa pusupusu adalah kata yang dikenal di titik pengamatan 1, 3, 4, 5, 6, 8 dan tarɔttɔk di titik pengamatan 2, 3, 4, 7. Itu berarti bahwa ada 2 varian leksikal untuk kata “jantung” dalam bahasa Batak Toba di Kabupaten Samosir.

Peta 005 yang menggambarkan bahwa pat adalah kata yang dikenal di titik pengamatan 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8 dan simanjɔjak juga dikenal di titik pengamatan 3, 6, 7. Itu berarti bahwa ada 2 varian leksikal untuk kata “alis” dalam bahasa Batak Toba di Kabupaten Samosir.


(45)

Peta 006 yang menggambarkan bahwa simalɔlɔŋ adalah kata yang dikenal di titik pengamatan 2, 3, 4, 7, 8. Kata simanjɔŋgɔr di titik pengamatan 4, 5, 6 dan mata di titik pengamatan 1.Itu berarti bahwa ada 3 varian leksikal untuk kata “mata” dalam bahasa Batak Toba di Kabupaten Samosir.

Peta 007 yang menggambarkan bahwa piŋgɔl adalah kata yang dikenal di titik pengamatan 1, 2, 3, 4, 7, 8. Kata sipareɔn di titik pengamatan 4, 5, 6 dan sipanaŋi di titik pengamatan 7.Itu berarti bahwa ada 3 varian leksikal untuk kata “telinga” dalam bahasa Batak Toba di Kabupaten Samosir.

Peta 008 yang menggambarkan bahwa sabbubu adalah kata yang dikenal di titik pengamatan 1, 2, 3, 5, 6, 7, 8 dan pɔgapɔga di titik pengamatan 4, 5. Itu berarti bahwa ada 2 varian leksikal untuk kata “ubun-ubun” dalam bahasa Batak Toba di Kabupaten Samosir.

Peta 009 yang menggambarkan bahwa ŋiŋi adalah kata yang dikenal di titik pengamatan 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8 dan ipɔn juga dikenal di titik pengamatan 6, 7. Itu berarti bahwa ada 2 varian leksikal untuk kata “gigi” dalam bahasa Batak Toba di Kabupaten Samosir.

Peta 010 yang menggambarkan bahwa hamu adalah kata yang dikenal di titik pengamatan 2, 3, 4, 6, 7 dan hɔ di titik pengamatan 1, 4, 5, 8. Itu berarti bahwa ada 2 varian leksikal untuk kata “kamu” dalam bahasa Batak Toba di Kabupaten Samosir.

Peta 011 yang menggambarkan bahwa hamu sudε adalah kata yang dikenal di titik pengamatan 1, 4, 5, 6, 7, 8 dan hanima sudε di titik pengamatan 2,


(46)

3. Itu berarti bahwa ada 2 varian leksikal untuk kata “kamu sekalian” dalam bahasa Batak Toba di Kabupaten Samosir.

Peta 012 yang menggambarkan bahwa jɔlma adalah kata yang dikenal di titik pengamatan 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8 dan halak di titik pengamatan 3, 5. Itu berarti bahwa ada 2 varian leksikal untuk kata “orang” dalam bahasa Batak Toba di Kabupaten Samosir.

Peta 013 yang menggambarkan bahwa ahu adalah kata yang dikenal di titik pengamatan 1, 2, 3, 4, 5, 8 dan iba di titik pengamatan 6, 7. Itu berarti bahwa ada 2 varian leksikal untuk kata “saya” dalam bahasa Batak Toba di Kabupaten Samosir.

Peta 014 yang menggambarkan bahwa amaŋ adalah kata yang dikenal di titik pengamatan 4, 5, 6, 7. Kata bapa di titik pengamatan 2, 3, 8 dan bapak di titik pengamatan 1.Itu berarti bahwa ada 3 varian leksikal untuk kata “ayah” dalam bahasa Batak Toba di Kabupaten Samosir.

Peta 015 yang menggambarkan bahwa inaŋ adalah kata yang dikenal di titik pengamatan 4, 5, 6, 7 dan ɔmak di titik pengamatan 1, 2, 3, 8. Itu berarti bahwa ada 2 varian leksikal untuk kata “ibu” dalam bahasa Batak Toba di Kabupaten Samosir.

Peta 016 yang menggambarkan bahwa mardɔŋan sarripε adalah kata yang dikenal di titik pengamatan 2, 3, 4, 5, 7, 8 dan namarrumah taŋga di titik pengamatan 1, 6. Itu berarti bahwa ada 2 varian leksikal untuk kata “pasangan suami istri” dalam bahasa Batak Toba di Kabupaten Samosir.


(47)

Peta 017 yang menggambarkan bahwa ɔppuŋ dɔli adalah kata yang dikenal di titik pengamatan 1, 4, 5, 6, 7, 8 dan amaŋ di titik pengamatan 2, 3. Itu berarti bahwa ada 2varian leksikal untuk kata “ayah dari orang tua” dalam bahasa Batak Toba di Kabupaten Samosir.

Peta 018 yang menggambarkan bahwa ɔppuŋ bɔru adalah kata yang dikenal di titik pengamatan 1, 4, 5, 6, 7, 8 dan inaŋ di titik pengamatan 2, 3. Itu berarti bahwa ada 2 varian leksikal untuk kata “ibu dari orang tua” dalam bahasa Batak Toba di Kabupaten Samosir.

Peta 019 yang menggambarkan bahwa akkaŋ adalah kata yang dikenal di titik pengamatan 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8 dan haha di titik pengamatan 6. Itu berarti bahwa ada 2 varian leksikal untuk kata “kakak” dalam bahasa Batak Toba di Kabupaten Samosir.

Peta 020 yang menggambarkan bahwa paŋurupiɔn adalah kata yang dikenal di titik pengamatan 1, 2, 3, 6, 7, 8 dan maŋurupi di titik pengamatan 4, 5. Itu berarti bahwa ada 2 varian leksikal untuk kata “datang memberi bantuan ke tempat orang” dalam bahasa Batak Toba di Kabupaten Samosir.

Peta 021 yang menggambarkan bahwa happuŋ adalah kata yang dikenal di titik pengamatan 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8 dan paŋulu di titik pengamatan 1, 4. Itu berarti bahwa ada 2 varian leksikal untuk kata “kepala desa” dalam bahasa Batak Toba di Kabupaten Samosir.

Peta 022 yang menggambarkan bahwa buntiŋ adalah kata yang dikenal di titik pengamatan 1, 2, 3, 4, 5, 6. Kata mardεŋgan dagiŋ di titik pengamatan 6, 7


(48)

dan marsandaŋ di titik pengamatan 4, 8.Itu berarti bahwa ada 2 varian leksikal untuk kata “mengandung” dalam bahasa Batak Toba di Kabupaten Samosir.

Peta 023 yang menggambarkan bahwa lubbuŋ adalah kata yang dikenal di titik pengamatan 1, 2, 3, 4, 6. Kata pɔti di titik pengamatan 4, 5, 6, 7, 8 dan hɔmbuŋ di titik pengamatan 1.Itu berarti bahwa ada 3 varian leksikal untuk kata “lumbung” dalam bahasa Batak Toba di Kabupaten Samosir.

Peta 024 yang menggambarkan bahwa baba jabu adalah kata yang dikenal di titik pengamatan 2, 3, 4, 6, 7, 8. Kata tɔhaŋdi titik pengamatan 4, 5 dan pittu dititik pengamatan 1.Itu berarti bahwa ada 3 varian leksikal untuk kata “pintu” dalam bahasa Batak Toba di Kabupaten Samosir.

Peta 025 yang menggambarkan bahwa balbahul adalah kata yang dikenal di titik pengamatan 1, 2, 3, 4, 5, 7, 8 dan taddɔk di titik pengamatan 5, 6, 7. Itu berarti bahwa ada 2 varian leksikal untuk kata “tempat beras” dalam bahasa Batak Toba di Kabupaten Samosir.

Peta 026 yang menggambarkan bahwa amak adalah kata yang dikenal di titik pengamatan 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8 dan lagεlagε di titik pengamatan 1, 8. Itu berarti bahwa ada 2 varian leksikal untuk kata “tikar” dalam bahasa Batak Toba di Kabupaten Samosir.

Peta 027 yang menggambarkan bahwa hail adalah kata yang dikenal di titik pengamatan 1, 3, 4, 5, 6, 7 dan parippit di titik pengamatan 2, 8. Itu berarti bahwa ada 2 varian leksikal untuk kata “pancing” dalam bahasa Batak Toba di Kabupaten Samosir.


(49)

Peta 028 yang menggambarkan bahwa asɔm adalah kata yang dikenal di titik pengamatan 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7 dan uttε di titik pengamatan 3, 7, 8. Itu berarti bahwa ada 2 varian leksikal untuk kata “asam” dalam bahasa Batak Toba di Kabupaten Samosir.

Peta 029 yang menggambarkan bahwa gulɔk adalah kata yang dikenal di titik pengamatan 2, 3, 4, 5. Kata gεa di titik pengamatan 5, 6, 7, kata gεɔ di titik pengamatan 2, 8 dan sassiŋ di titik pengamatan 1.Itu berarti bahwa ada 4 varian leksikal untuk kata “cacing” dalam bahasa Batak Toba di Kabupaten Samosir.

Peta 030 yang menggambarkan bahwa rɔŋit adalah kata yang dikenal di titik pengamatan 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8 dan siraŋgaŋ di titik pengamatan 1, 6. Itu berarti bahwa ada 2 varian leksikal untuk kata “nyamuk” dalam bahasa Batak Toba di Kabupaten Samosir.

Peta 031 yang menggambarkan bahwa asu adalah kata yang dikenal di titik pengamatan 2, 3, 6, 7, 8. Kata biaŋ di titik pengamatan 4, 5, 6, 7 dan panaŋga di titik pengamatan 1, 4, 5, 6.Itu berarti bahwa ada 3 varian leksikal untuk kata “anjing” dalam bahasa Batak Toba di Kabupaten Samosir.

Peta 032 yang menggambarkan bahwa haraŋan adalah kata yang dikenal di titik pengamatan 1, 2, 3, 4, 5, 7, 8 dan tɔbbak di titik pengamatan 4, 6, 7. Itu berarti bahwa ada 2 varian leksikal untuk kata “hutan” dalam bahasa Batak Toba di Kabupaten Samosir.

Peta 033 yang menggambarkan bahwa di san adalah kata yang dikenal di titik pengamatan 4, 5, 6, 7. Kata i sai di titik pengamatan 2, 3, 8 dan di sadui di


(50)

titik pengamatan 1.Itu berarti bahwa ada 3 varian leksikal untuk kata “di sana” dalam bahasa Batak Toba di Kabupaten Samosir.

Peta 034 yang menggambarkan bahwa i sɔn adalah kata yang dikenal di titik pengamatan 4, 5, 6, 7, 8. Kata i ɔn di titik pengamatan 2, 3 dan di sɔn di titik pengamatan 1.Itu berarti bahwa ada 3 varian leksikal untuk kata “di sini” dalam bahasa Batak Toba di Kabupaten Samosir.

Peta 035 yang menggambarkan bahwa juma adalah kata yang dikenal di titik pengamatan 2, 4, 5, 6, 7, 8. Kata sabadi titik pengamatan 1, 2, 3 dan hauma di titik pengamatan 3, 7. Itu berarti bahwa ada 3 varian leksikal untuk kata “sawah” dalam bahasa Batak Toba di Kabupaten Samosir.

Peta 036 yang menggambarkan bahwa sakkɔt adalah kata yang dikenal di titik pengamatan 1, 3, 7, 8. Kata gattuŋ di titik pengamatan 2, 4, 5, kata rais di titik pengamatan 2 dan gauŋ di titik pengamatan 6.Itu berarti bahwa ada 4 varian leksikal untuk kata “gantung” dalam bahasa Batak Toba di Kabupaten Samosir.

Peta 037 yang menggambarkan bahwa paiashon adalah kata yang dikenal di titik pengamatan 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8 dan pabεrsihɔn di titik pengamatan 3. Itu berarti bahwa ada 2 varian leksikal untuk kata “membersihkan” dalam bahasa Batak Toba di Kabupaten Samosir.

Peta 038 yang menggambarkan bahwa dappɔl adalah kata yang dikenal di titik pengamatan 1, 2, 3, 4, 5, 7 dan alut di titik pengamatan 1, 4, 5, 6, 7, 8. Itu berarti bahwa ada 2 varian leksikal untuk kata “urut” dalam bahasa Batak Toba di Kabupaten Samosir.


(51)

Peta 039 yang menggambarkan bahwa lap adalah kata yang dikenal di titik pengamatan 2, 3, 8. Kata apul di titik pengamatan 4, 5, kata apusdi titik pengamatan 6, 7 dan usa di titik pengamatan 1. Itu berarti bahwa ada 4 varian leksikal untuk kata “usap” dalam bahasa Batak Toba di Kabupaten Samosir.

Peta 040 yang menggambarkan bahwa tɔhɔ adalah kata yang dikenal di titik pengamatan 2, 4, 5, 6, 7, 8. Kata tikkɔs di titik pengamatan 1, 4, 5, 6 dan sittɔŋ di titik pengamatan 2, 3, 6.Itu berarti bahwa ada 3 varian leksikal untuk kata “benar” dalam bahasa Batak Toba di Kabupaten Samosir.

Peta 041 yang menggambarkan bahwa bagak adalah kata yang dikenal di titik pengamatan 1, 4, 5, 6, 7, 8. Kata uli di titik pengamatan 5, 6, 7 dan jagɔ di titik pengamatan 2, 3.Itu berarti bahwa ada 3 varian leksikal untuk kata “cantik” dalam bahasa Batak Toba di Kabupaten Samosir.

Peta 042 yang menggambarkan bahwa rata adalah kata yang dikenal di titik pengamatan 1, 2, 3, 6, 8 dan ijɔ di titik pengamatan 4, 5, 7. Itu berarti bahwa ada 2 varian leksikal untuk kata “hijau” dalam bahasa Batak Toba di Kabupaten Samosir.

Peta 043 yang menggambarkan bahwa makkurak adalah kata yang dikenal di titik pengamatan 1, 3, 6, 7, 8. Kata maŋuge di titik pengamatan 2, 6 dan

ɔbbak di titik pengamatan 4, 5.Itu berarti bahwa ada 3 varian leksikal untuk kata “gali” dalam bahasa Batak Toba di Kabupaten Samosir.

Peta 044 yang menggambarkan bahwa mɔhɔp adalah kata yang dikenal di titik pengamatan 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8 dan milas di titik pengamatan 2, 3, 6. Itu


(52)

berarti bahwa ada 2 varian leksikal untuk kata “panas” dalam bahasa Batak Toba di Kabupaten Samosir.

Peta 045 yang menggambarkan bahwa tait adalah kata yang dikenal di titik pengamatan 2, 3, 4, 5, 6, 7. Kata tɔgu di titik pengamatan 1, 6, 8 dan sittak di titik pengamatan 2.Itu berarti bahwa ada 3 varian leksikal untuk kata “tarik” dalam bahasa Batak Toba di Kabupaten Samosir.

Peta 046 yang menggambarkan bahwa ɔbbus adalah kata yang dikenal dititik pengamatan 1, 4, 5, 6, 7, 8 dan ullus di titik pengamatan 2, 3, 5, 6, 7. Itu berarti bahwa ada 2 varian leksikal untuk kata “tiup” dalam bahasa Batak Toba di Kabupaten Samosir.

Peta 047 yang menggambarkan bahwa aεk adalah kata yang dikenal di titik pengamatan 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8 dan tapian di titik pengamatan 6. Itu berarti bahwa ada 2 varian leksikal untuk kata “air” dalam bahasa Batak Toba di Kabupaten Samosir.

Peta 048 yang menggambarkan bahwa sisik adalah kata yang dikenal di titik pengamatan 2, 3, 4, 5, 6, 7 dan hulikkuliŋ di titik pengamatan 1, 8. Itu berarti bahwa ada 2 varian leksikal untuk kata “kulit” dalam bahasa Batak Toba di Kabupaten Samosir.

Peta 049 yang menggambarkan bahwa sirabun adalah kata yang dikenal di titik pengamatan 2, 3, 4. Kata ɔrbukdi titik pengamatan 4, 6, 7 dan tippul di titik pengamatan 1, 8.Itu berarti bahwa ada 3 varian leksikal untuk kata “abu” dalam bahasa Batak Toba di Kabupaten Samosir.


(53)

Peta 050 yang menggambarkan bahwa dεŋgan adalah kata yang dikenal di titik pengamatan 1, 2, 4, 5, 6, 7, 8 dan burju di titik pengamatan 2, 3, 8. Itu berarti bahwa ada 2 varian leksikal untuk kata “baik” dalam bahasa Batak Toba di Kabupaten Samosir.

Peta 051 yang menggambarkan bahwa gɔdaŋ adalah kata yang dikenal di titik pengamatan 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8 dan gɔkdi titik pengamatan 2, 3. Itu berarti bahwa ada 2 varian leksikal untuk kata “banyak” dalam bahasa Batak Toba di Kabupaten Samosir.

Peta 052 yang menggambarkan bahwa butɔŋ adalah kata yang dikenal di titik pengamatan 1, 2, 3, 5, 6, 7, 8. Kata kabbaŋ di titik pengamatan 1, 4, 5, 6 dan boŋkakdi titik pengamatan 2.Itu berarti bahwa ada 3 varian leksikal untuk kata “bengkak” dalam bahasa Batak Toba di Kabupaten Samosir.

Peta 053 yang menggambarkan bahwa bɔrat adalah kata yang dikenal di titik pengamatan 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8 dan bɔttɔn di titik pengamatan 1, 3. Itu berarti bahwa ada 2 varian leksikal untuk kata “berat” dalam bahasa Batak Toba di Kabupaten Samosir.

Peta 054 yang menggambarkan bahwa pinahan adalah kata yang dikenal di titik pengamatan 4, 5, 6, 8. Kata dɔrbia di titik pengamatan 2, 3, 6, 7 dan binataŋ di titik pengamatan 1.Itu berarti bahwa ada 3 varian leksikal untuk kata “binatang” dalam bahasa Batak Toba di Kabupaten Samosir.

Peta 055 yang menggambarkan bahwa paias adalah kata yang dikenal di titik pengamatan 1, 4, 5, 6. Kata buri di titik pengamatan 4, 5, 6, 7 dan manussi di


(54)

titik pengamatan 2, 3, 8.Itu berarti bahwa ada 3 varian leksikal untuk kata “cuci” dalam bahasa Batak Toba di Kabupaten Samosir.

Peta 056 yang menggambarkan bahwa bεgεadalah kata yang dikenal di titik pengamatan 1, 2, 3, 4, 5, 8 dan taŋihɔn di titik pengamatan 5, 6, 7, 8. Itu berarti bahwa ada 2 varian leksikal untuk kata “dengar” dalam bahasa Batak Toba di Kabupaten Samosir.

Peta 057 yang menggambarkan bahwa garut adalah kata yang dikenal di titik pengamatan 1, 2, 3, 4, 5, 7, 8 dan haɔ di titik pengamatan 6. Itu berarti bahwa ada 2 varian leksikal untuk kata “garuk” dalam bahasa Batak Toba di Kabupaten Samosir.

Peta 058 yang menggambarkan bahwa jabbulan adalah kata yang dikenal di titik pengamatan 1, 2, 3, 4, 5, 7, 8 dan ɔbuk di titik pengamatan 4, 5, 6. Itu berarti bahwa ada 2 varian leksikal untuk kata “rambut” dalam bahasa Batak Toba di Kabupaten Samosir.

Peta 059 yang menggambarkan bahwa gɔkgɔs adalah kata yang dikenal di titik pengamatan 1, 2, 3, 8. Kata sasa di titik pengamatan 4, 5, 6 dan usa di titik pengamatan 5, 7. Itu berarti bahwa ada 3 varian leksikal untuk kata “gosok” dalam bahasa Batak Toba di Kabupaten Samosir.

Peta 060 yang menggambarkan bahwa kira adalah kata yang dikenal di titik pengamatan 2, 3, 4, 6, 7, 8. Kata εtɔŋ di titik pengamatan 2, 4, 5, 6 dan bilaŋi di titik pengamatan 1, 6.Itu berarti bahwa ada 3 varian leksikal untuk kata “hitung” dalam bahasa Batak Toba di Kabupaten Samosir.


(55)

Peta 061 yang menggambarkan bahwa tapɔl adalah kata yang dikenal di titik pengamatan 4, 5, 7, 8. Kata sakkut di titik pengamatan 1, 2, 3 dan rahut di titik pengamatan 6.Itu berarti bahwa ada 3 varian leksikal untuk kata “ikat” dalam bahasa Batak Toba di Kabupaten Samosir.

Peta 062 yang menggambarkan bahwa niɔn adalah kata yang dikenal di titik pengamatan 1, 2, 3, 4, 5, 7, 8 dan ɔn di titik pengamatan 2, 6. Itu berarti bahwa ada 2 varian leksikal untuk kata “ini” dalam bahasa Batak Toba di Kabupaten Samosir.

Peta 063 yang menggambarkan bahwa nian adalah kata yang dikenal di titik pengamatan 1, 4, 5, 6, 7 dan niai di titik pengamatan 2, 3, 8. Itu berarti bahwa ada 2 varian leksikal untuk kata “itu” dalam bahasa Batak Toba di Kabupaten Samosir.

Peta 064 yang menggambarkan bahwa gɔlap adalah kata yang dikenal di titik pengamatan 2, 4, 5, 6, 8. Kata ɔbbun di titik pengamatan 1,7, kata haribbɔr di titik pengamatan 3 dan samɔn di lokasi 1. Itu berarti bahwa ada 4 varian leksikal untuk kata “kabut” dalam bahasa Batak Toba di Kabupaten Samosir.

Peta 065 yang menggambarkan bahwa ulu adalah kata yang dikenal di titik pengamatan 1, 2, 3, 4, 5, 6, 8 dan simanjujuŋ di titik pengamatan 5, 6, 7. Itu berarti bahwa ada 2 varian leksikal untuk kata “kepala” dalam bahasa Batak Toba di Kabupaten Samosir.

Peta 066 yang menggambarkan bahwa tippal adalah kata yang dikenal di titik pengamatan 2, 3, 4, 6, 7, 8. Kata gɔdap di titik pengamatan 4, 5, 6 dan daŋgur


(56)

di titik pengamatan 1.Itu berarti bahwa ada 3 varian leksikal untuk kata “lempar” dalam bahasa Batak Toba di Kabupaten Samosir.

Peta 067 yang menggambarkan bahwa duguldugul adalah kata yang dikenal di titik pengamatan 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7. Kata ulu ni pat di titik pengamatan 3 dan lutɔt di titik pengamatan 8. Itu berarti bahwa ada 3 varian leksikal untuk kata “lutut” dalam bahasa Batak Toba di Kabupaten Samosir.

Peta 068 yang menggambarkan bahwa nasida adalah kata yang dikenal di titik pengamatan 2, 3, 4, 5, 6, 7. Kata halakan di titik pengamatan 1, 3 dan halaki dititik pengamatan 8. Itu berarti bahwa ada 3 varian leksikal untuk kata “mereka” dalam bahasa Batak Toba di Kabupaten Samosir.

Peta 069 yang menggambarkan bahwa butuha adalah kata yang dikenal di titik pengamatan 2, 3, 4, 5, 6, 8 dan siubεɔn di titik pengamatan 1, 4, 5, 6, 7. Itu berarti bahwa ada 2 varian leksikal untuk kata “perut” dalam bahasa Batak Toba di Kabupaten Samosir.

Peta 070 yang menggambarkan bahwa pusɔk adalah kata yang dikenal di titik pengamatan 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8 dan husɔran di titik pengamatan 1. Itu berarti bahwa ada 2 varian leksikal untuk kata “pusar” dalam bahasa Batak Toba di Kabupaten Samosir.

Peta 071 yang menggambarkan bahwa sɔppit adalah kata yang dikenal di titik pengamatan 1, 2, 5, 6, 7, 8 dan pɔnjɔt di titik pengamatan 1, 3, 4, 5. Itu berarti bahwa ada 2 varian leksikal untuk kata “sempit” dalam bahasa Batak Toba di Kabupaten Samosir.


(57)

Peta 072 yang menggambarkan bahwa hapal adalah kata yang dikenal di titik pengamatan 1, 4, 5, 6, 7, 8 dan tɔbal di titik pengamatan 2, 3. Itu berarti bahwa ada 2 varian leksikal untuk kata “tebal” dalam bahasa Batak Toba di Kabupaten Samosir.

Peta 073 yang menggambarkan bahwa majɔl adalah kata yang dikenal di titik pengamatan 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7 dan tajul di titik pengamatan 5, 8. Itu berarti bahwa ada 2 varian leksikal untuk kata “tumpul” dalam bahasa Batak Toba di Kabupaten Samosir.

Peta 074 yang menggambarkan bahwa landit adalah kata yang dikenal di titik pengamatan 1, 2, 3, 4, 5, 7, 8 dan tipak di titik pengamatan 6. Itu berarti bahwa ada 2 varian leksikal untuk kata “licin” dalam bahasa Batak Toba di Kabupaten Samosir.

Peta 075yang menggambarkan bahwa addɔraadalah kata yang dikenal di titik pengamatan 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8. Itu berarti hanya ada 1 varian leksikal untuk kata “dada” dalam bahasa Batak Toba di Kabupaten Samosir.

Peta 076yang menggambarkan bahwa gεllεŋ adalah kata yang dikenal di titik pengamatan 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8 dan ianakhɔn di titik pengamatan3, 5. Itu berarti bahwa ada 2 varian leksikal untuk kata “anak” dalam bahasa Batak Toba di Kabupaten Samosir.

Peta 077yang menggambarkan bahwa tarup adalah kata yang dikenal di titik pengamatan 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8. Itu berarti hanya ada 1 varian leksikal untuk kata “atap” dalam bahasa Batak Toba di Kabupaten Samosir.


(58)

Peta 078yang menggambarkan bahwa tatariŋ adalah kata yang dikenal di titik pengamatan 1, 2, 3, 4, 5, 7, 6, 8. Itu berarti hanya ada 1 varian leksikal untuk kata “tungku” dalam bahasa Batak Toba di Kabupaten Samosir.

Peta 079yang menggambarkan bahwa bɔni adalah kata yang dikenal di titik pengamatan 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8. Itu berarti hanya ada 1 varian leksikal untuk kata “benih” dalam bahasa Batak Toba di Kabupaten Samosir.

Peta 080yang menggambarkan bahwa bɔtari adalah kata yang dikenal di titik pengamatan1, 2, 3, ,4 , 5, 6, 7, 8. Itu berarti hanya ada 1 varian leksikal untuk kata “sore” dalam bahasa Batak Toba di Kabupaten Samosir.

Peta 081yang menggambarkan bahwa rihit adalah kata yang dikenal di titik pengamatan 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8. Itu berarti hanya ada 1 varian leksikal untuk kata “pasir” dalam bahasa Batak Toba di Kabupaten Samosir.

Peta 082yang menggambarkan bahwa sisilɔn adalah kata yang dikenal di titik pengamatan 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8. Itu berarti hanya ada 1 varian leksikal untuk kata “kuku” dalam bahasa Batak Toba di Kabupaten Samosir.

Peta 083yang menggambarkan bahwa aŋgi adalah kata yang dikenal di titik pengamatan 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8. Itu berarti hanya ada 1 varian leksikal untuk kata “adik” dalam bahasa Batak Toba di Kabupaten Samosir.

Peta 084yang menggambarkan bahwa tutuŋ adalah kata yang dikenal di titik pengamatan 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8. Itu berarti hanya ada 1 varian leksikal untuk kata “bakar” dalam bahasa Batak Toba di Kabupaten Samosir.


(59)

Peta 085yang menggambarkan bahwa rukkuŋ adalah kata yang dikenal di titik pengamatan 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8. Itu berarti hanya ada 1 varian leksikal untuk kata “leher” dalam bahasa Batak Toba di Kabupaten Samosir.

Peta 086yang menggambarkan bahwa tiddaŋ adalah kata yang dikenal di titik pengamatan1, 2, 3, 4, 5, 8. Kata jɔnjɔŋdi titik pengamatan 4, 5, 6, 7 dan hehe di titik pengamatan 6, 7.Itu berarti bahwa ada 3 varian leksikal untuk kata “bangun dari duduk” dalam bahasa Batak Toba di Kabupaten Samosir.

Peta 087yang menggambarkan bahwa jarum adalah kata yang dikenal di titik pengamatan 2, 3, 4, 5, 6, 8 dan mandukkap di titik pengamatan1, 7. Itu berarti bahwa ada 2 varian leksikal untuk kata “jahit” dalam bahasa Batak Toba di Kabupaten Samosir.

Peta 088yang menggambarkan bahwa dɔlɔk adalah kata yang dikenal di titik pengamatan 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8 . Itu berarti hanya ada 1 varian leksikal untuk kata “gunung” dalam bahasa Batak Toba di Kabupaten Samosir.

Peta 089yang menggambarkan bahwa pardɔpahan adalah kata yang dikenal di titik pengamatan 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8. Itu berarti hanya ada 1 varian leksikal untuk kata “dahi” dalam bahasa Batak Toba di Kabupaten Samosir.

Peta 090yang menggambarkan bahwa timus adalah kata yang dikenal di titik pengamatan 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8. Itu berarti hanya ada 1 varian leksikal untuk kata “asap” dalam bahasa Batak Toba di Kabupaten Samosir.


(60)

Peta 091yang menggambarkan bahwa tukkɔt adalah kata yang dikenal di titik pengamatan 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8. Itu berarti hanya ada 1 varian leksikal untuk kata “tongkat” dalam bahasa Batak Toba di Kabupaten Samosir.

Peta 092yang menggambarkan bahwa lɔsuŋ adalah kata yang dikenal di titik pengamatan 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8. Itu berarti hanya ada 1 varian leksikal untuk kata “lesung” dalam bahasa Batak Toba di Kabupaten Samosir.

Peta 093yang menggambarkan bahwa alɔgɔ adalah kata yang dikenal di titik pengamatan 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8. Itu berarti hanya ada 1 varian leksikal untuk kata “angin” dalam bahasa Batak Toba di Kabupaten Samosir.

Peta 094 yang menggambarkan bahwa bilut adalah kata yang dikenal di titik pengamatan 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8. Itu berarti hanya ada 1 varian leksikal untuk kata “kamar” dalam bahasa Batak Toba di Kabupaten Samosir.

Peta 095yang menggambarkan bahwa tudu adalah kata yang dikenal di titik pengamatan1, 2, 3,4, 5, 6, 7, 8. Itu berarti hanya ada 1 varian leksikal untuk kata “tunjuk” dalam bahasa Batak Toba di Kabupaten Samosir.

Peta 096yang menggambarkan bahwa dakka adalah kata yang dikenal di titik pengamatan 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8. Itu berarti hanya ada 1 varian leksikal untuk kata “ranting” dalam bahasa Batak Toba di Kabupaten Samosir.

Peta 097yang menggambarkan bahwa baguduŋ adalah kata yang dikenal di titik pengamatan 1, 4, 5, 6, 7dan mossi di titik pengamatan2, 3, 4, 5, 7, 8. Itu berarti bahwa ada 2 varian leksikal untuk kata “tikus” dalam bahasa Batak Toba di Kabupaten Samosir.


(61)

Peta 098yang menggambarkan bahwa harabbir adalah kata yang dikenal di titik pengamatan 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8. Itu berarti hanya ada 1 varian leksikal untuk kata “kelapa” dalam bahasa Batak Toba di Kabupaten Samosir.

Peta 099yang menggambarkan bahwa hɔsa adalah kata yang dikenal di titik pengamatan 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8. Itu berarti hanya ada 1 varian leksikal untuk kata “napas” dalam bahasa Batak Toba di Kabupaten Samosir.

Peta 100yang menggambarkan bahwa rɔa adalah kata yang dikenal di titik pengamatan1, 2, 4, 5, 6, 7dan bajan di titik pengamatan3, 8. Itu berarti bahwa ada 2 varian leksikal untuk kata “buruk” dalam bahasa Batak Toba di Kabupaten Samosir.

Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa ada kata yang penyebarannya luas dan ada yang terbatas. Kata-kata yang mencakup 8 titik penelitian berjumlah 21 kata, yang mencakup 7 titik penelitian berjumlah 15 kata, yang mencakup 6 titik penelitian berjumlah 24 kata, yang mencakup 5 titik penelitian berjumlah 14 kata, yang mencakup 4 titik penelitian berjumlah 23 kata, yang berjumlah 3 titik penelitian berjumlah 30 kata, yang mencakup 2 titik penelitian berjumlah 40 kata, dan yang mencakup 1 titik penelitian berjumlah 31 kata.


(62)

4.3 Pemetaan Variasi Isolek Bahasa Batak Toba

Setelah seluruh variasi leksikal yang terdapat pada daerah penelitian disusun yaitu pada tabel 1, maka variasi leksikal tersebut kemudian disusun kembali dalam bentuk peta bahasa untuk melihat perbedaan tingkat bahasa yang terjadi di daerah penelitian. Perbedaan tingkat bahasa tersebut dapat digambarkan pada pemetaan unsur-unsur bahasa berikut:


(63)

(64)

(65)

(66)

(67)

(68)

(69)

(70)

(71)

(72)

(73)

(74)

(75)

(76)

(77)

(78)

(79)

(80)

(81)

(82)

(83)

(84)

(85)

(86)

(87)

(88)

(89)

(90)

(91)

(92)

(93)

(94)

(95)

(96)

(97)

(98)

(99)

(100)

(1)

(2)

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan

Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan dalam penelitian ini maka dapat disimpulan bahwa:

1. Terdapat 74 variasi leksikal dari 100 kosa kata yang digunakan di tiga kecamatan di kabupaten Samosir.

2. Dari 100 kosa kata yang diteliti didapatlah 74 variasi leksikal dan dideskripsikan pada peta bahasa serta garis isoglosnya. Garis isoglos terbanyak berada pada titik pengamatan 1-2, 2-3, dan 3-4.

3. Bahasa Batak Toba di 3 kecamatan di kabupaten Samosir memiliki 3 kategori perbedaan yaitu perbedaan subdialek berada pada titik pengamatan 1-2, 1-8, 3-5, 3-6, 4-8, dan 5-7, perbedaan wicara berada pada titik pengamatan 1-4, 2-4, 3-4, 5-8, dan 7-8, dan tidak ada perbedaan berada pada titik pengamatan 3, 2-4, 4-5, 5-6, dan 6-7.

5.2 Saran

1. Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, peneliti menyarankan agar dilakukan penelitian yang lebih mendalam tentang geografi dialek bahasa Batak Toba di kabupaten Samosir karena penelitian ini hanya dibatasi pada lingkup leksikon saja dengan jumlah leksikon yang relatif sedikit yaitu hanya 200 kata. Begitu juga harus dilakukan pengujian ulang terhadap data yang didapat kepada penutur asli untuk mengetahui keakuratan data.


(3)

2. Kepada masyarakat kabupaten Samosir tetap melestarikan kebudayaan bahasa Batak Toba dan tetap menggunakannya sebagai bahasa komunikasi dalam kehidupan sehari-hari.

3. Kepada peneliti selanjutnya, semoga penelitian ini dapat bermanfaat sebagai acuan untuk melakukan penelitian kembali tentang Geografi bahasa Batak Toba di kabupaten Samosir.

4. Kepada pembaca, semoga dapat menambah pengetahuan tentang adanya variasi bahasa yang terjadi di kabupaten Samosir.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Alwi, Hasan. 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Ayatrohaedi. 1983. Dialektologi Sebuah Pengantar. Jakarta: Pusat Pembinaan dan

Pengembangan Bahasa.

Chaer, Abdul. 2006. Tata Bahasa Praktis Bahasa Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta

Kaban, Koramil. 2000. Geografi Dialek Bahasa Karo Kecamatan Simpang Empat Kabupaten Karo. Medan: Universitas Sumatera Utara.

Keraf, Gorys. 1984. Linguistik Bandingan Historis. Jakarta: Gramedia. Keraf, Gorys. 1984. Tata Bahasa Indonesia. Flores: Nusa Indah. Kridalaksana, Harimurti, 1984. Kamus Linguistik. Jakarta: Gramedia.

Mahsun. 1995. Dialektologi Diakronis. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Nasution, Riswani. 2001. Geografi Dialek Bahasa Mandailing di Kecamatan Lembah Melintang. Medan: Universitas Sumatera Utara.

Sabariyanto dkk. 1983. Geografi Dialek Bahasa Jawa Kabupaten Pati. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.

Sabariyanto dkk. 1985. Geografi Dialek Bahasa Jawa Kabupaten Jepara. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.

Sibarani, Robert. 1997. Sintaksis Bahasa Batak Toba. Medan: Universitas Sumatera Utara Press (USU PRESS).


(5)

Sudaryanto. 1993. Metode dan Aneka Teknik Analisis Bahasa. Yogyakarta: Duta Wacana University Press.

Internet:

diakses pada tanggal 26 Oktober 2012.

april 2013.

pada tanggal 17 April 2013


(6)

Lampiran 1

PETA KABUPATEN SAMOSIR