Struktur Kalimat Bahasa Batak Toba Di Kabupaten Humbang Hasundutan Kecamatan Lintong Ni Huta Berdasarkan Hubungan Subjek Dan Predikat: Analisis Teori X-Bar

(1)

STRUKTUR KALIMAT BAHASA BATAK TOBA DI KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN KECAMATAN LINTONG NI HUTA BERDASARKAN HUBUNGAN SUBJEK DAN PREDIKAT: ANALISIS

TEORI X-BAR SKRIPSI

OLEH

RISNA D. M. ARITONANG 050701044

DEPARTEMEN SASTRA INDONESIA FAKULTAS SASTRA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

STRUKTUR KALIMAT BAHASA BATAK TOBA DI KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN KECAMATAN LINTONG NI HUTA BERDASARKAN HUBUNGAN SUBJEK DAN PREDIKAT: ANALISIS

TEORI X-BAR

Oleh

Risna D.M. Aritonang NIM 050701044

Skripsi ini diajukan untuk melengkapi persyaratan memperoleh gelar sarjana dan telah disetujui oleh

Pembimbing I Pembimbing II

Dra. Ida Basaria, M. Hum. Drs. Parlaungan Ritonga, M.Hum. NIP 19621111 198702 2002 NIP 19610721 198803 1 001

Departemen Sastra Indonesia Ketua

Dra. Nurhayati Harahap, M. Hum. NIP 19620419 198703 2 001


(3)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memeroleh gelar sarjana di perguruan tinggi dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang tertulis yang diacukan dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka. Apabila pernyataan yang saya perbuat ini tidak benar, saya bersedia menerima sanksi berupa pembatalan gelar sarjana yang saya peroleh.

Medan, September 2010

Penulis


(4)

STRUKTUR KALIMAT BAHASA BATAK TOBA DI KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN KECAMATAN LINTONG NI HUTA

BERDASARKAN HUBUNGAN SUBJEK DAN PREDIKAT: ANALISIS TEORI X-BAR

Oleh

Risna D.M. Aritonang

ABSTRAK

Penelitian struktur kalimat bahasa Batak Toba di Kabupaten Humbang Hasundutan Kecamatan Lintong ni Huta Berdasarkan hubungan subjek dan predikat analisis teori X-bar merupakan penelitian kualitatif yang menggunakan metode simak dan teknik catat dalam pengumpulan data serta teknik bagi unsur langsung yang dilanjutkan dengan teknik lesap, teknik ganti, teknik perluas, dan teknik balik. Kalimat bahasa Batak Toba berdasarkan predikat terbagi atas enam yaitu kalimat aktif, kalimat pasif, kalimat refleksif, kalimat resiprokal, kalimat antipasif, dan kalimat ekuasional. Dalam analisis teori X-bar, kalimat bahasa Bataka Toba memiliki infleksi dan modalitas. Infleksi yang dijumpai berupa waktu yang sedang berlangsung dan waktu lampau.

Kata kunci: struktur kalimat, bahasa Batak Toba, Kabupaten Humbang Hasundutan, subjek dan predikat, serta teori X-bar.


(5)

PRAKATA

Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat dan berkat-Nya penulis dapat menyelesaikan penelitian ini dalam bentuk skripsi sebagai syarat memperoleh gelar sarjana di Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara. Usaha dan kerja yang dilakukan penulis tidak akan berjalan sukses tanpa adanya bantuan dan dorongan dari berbagain pihak. Dalam kesempatan ini, dengan rasa tulus dan iklas penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih kepada orang tua tercinta, ayah Maniur Aritonang dan ibu Serta Silaban atas dukungan moral, materi, kasih sayang, dan doa yang selalu diberikan kepada penulis.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Syahron Lubis, M.A., sebagai Dekan Sastra Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Dra. Nurhayati Harahap, M.Hum., sebagai ketua Departemen Sastra Indonesia Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara yang telah mengesahkan skripsi ini.

3. Ibu Dra. Mascahaya, M.Hum., sebagai Sekretaris Departemen Sastra Indonesia Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan bantuan kepada penulis selama perkuliahan hingga skripsi ini selesai.


(6)

4. Ibu Dra. Ida Basaria, M.Hum., sebagai Dosen Pembimbing I yang telah memberikan bimbingan, semangat, dan dukungan kepada penulis selama menyelesaikan skripsi ini.

5. Bapak Drs. Parlaungan Ritonga, M.Hum., sebagai Dosen Pembimbing II yang telah banyak membantu penulis dalam memeriksa dan mengomentari penulis untuk menyempurnakan penelitian ini.

6. Bapak Drs. Amhar Kudadiri sebagai Dosen Wali penulis yang telah banyak memberikan nasihat akademik.

7. Bapak dan Ibu staf pengajar Departemen Sastra Indonesia Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan bimbingan dan pengajaran selama penulis mengikuti perkuliahan.

8. Kak Dedek yang telah banyak memberikan bantuan kepada penulis dalam menyelesaikan masalah administrasi.

9. Keluarga saya, Abang Sabam Aritonang dan istri, Abang Hartono dan istri, Abang Tongam Aritonang dan istri, Kak Regia dan suami, Kak Rasmi dan suami, Eki Lumban toruan, serta adikku Liddo Aritonang yang telah memberikan dukungan selama ini.

10.Bang Kamisman Manalu yang telah memberikan banyak motivasi kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

11.Teman-teman seperjuangan di Departemen Sastra Indonesia Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara stambuk 2005, khususnya Purnama Sari Siregar, Putri Sari Murni, S.S., Peri Irawati, Elvina Hasibuan, Sopia Rahmi, Rusliana, Eva Mizkat, S.S.


(7)

12.Teman-teman di tempat kerja yang selalu membrikan izin kepada saya tidak masuk kerja untuk menyelesaikan skripsi saya, khususnya July Fernando, S.S., Kak Osna, S.S., Daniel, S.S., Bang Justin S.Si., Bang Monang S.Si., dan Kak Merdina, S.Pd.

Akhir kata penulis menyadari bahwa penelitian ini masih belum sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik dari pembaca yang sifatnya membangun dan menyempurnakan skripsi ini.

Hormat saya,


(8)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

PRAKATA ... ii

Daftar Isi ... v

Singkatan ... viii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Masalah ... 4

1.3 Tujuan dan Manfaat Peneelitian ... 4

1.3.1 Tujuan Penelitian ... 4

1.3.2 Manfaat Penelitian ... 4

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1. Konsep ... 5

2.2 Landasan Teori ... 5

2.3 Tinjauan Pustaka ... 12

BAB III METODE PENELITIAN ... 14

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 14

3.1.1 Lokasi Penelitian ... 14

3.1.2 Waktu Penelitian ... 14

3.2. Populasi dan Sampel ... 14

3.2.1 Populasi ... 14


(9)

3.3 Metode dan Teknik Pengumpulan Data ... 15

3.4 Metode dan Teknik Pengkajian Data ... 16

3.5 Metode dan Teknik Penyajian Hasil Analisis Data ... 18

BAB IV PEMBAHASAN ... 21

4.1 Bentuk Kalimat Bahasa Batak Toba Berdasarkan Jenis Predikat ... 21

4.1.1 Kalimat Aktif ... 21

4.1.2 Kalimat Pasif ... 23

4.1.2.1 Pasif dengan afiks di-, ni-, dan –in- ... 23

4.1.2.2 Pasif dengan proklitik hu-,ta-, dan hami ... 24

4.1.2.3 Pasif dengan afiks tar- dan ha-an ... 24

4.1.2.4 Pasif dengan sufiks –on/ -an ... 25

4.1.2.5 Pasif dengan sufiks –an ... 26

4.1.2.6 Pasif dengan frase preposisi yang didahului tu ... 27

4.1.2.7 Pasif dengan menggunakan verba hona ... 28

4.1.2.8 Pasif dengan verba dapot dan jumpang ... 28

4.1.3 Kalimat Medial ... 29

4.1.4 Kalimat Resiprokal ... 30

4.1.5 Kalimat Antipasif ... 30

4.1.6 Kalimat Ekuasional ... 32

4.2 Struktur Kalimat Bahasa Batak Toba Berdasarkan Analisis Teori X-bar .. 35

4.2.1 Analisis Teori X-bar dalam Kalimat Aktif ... 35

4.2.2 Analisis Teori X-bar dalam Kalimat Pasif ... 37


(10)

4.2.4 Analisis Teori X-bar dalam Kalimat Resiprokal ... 43

4.2.5 Analisis Teori X-bar dalam Kalimat Antipasif ... 44

4.2.6 Analisis Teori X-bar dalam Kalimat Ekuasional ... 45

BAB V SIMPULAN DAN SARAN ... 49

5.1 Simpulan ... 49

5.2 Saran ... 50 DAFTAR PUSTAKA


(11)

Singkatan

AUX = Auxilari

BBT = bahasa Batak Toba Det = determinan

FN = frase nomina FV = frase verba FA = frase ajektiva FNum = frase numeralia FPrep = frase preposisi FR = frekuentitatif INFL = Infleksi M = modalitas N = nomina V = verba

SPOK = subjek-predikat-objek-keterangan → = terdiri atas

PR = partikel T = topik


(12)

STRUKTUR KALIMAT BAHASA BATAK TOBA DI KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN KECAMATAN LINTONG NI HUTA

BERDASARKAN HUBUNGAN SUBJEK DAN PREDIKAT: ANALISIS TEORI X-BAR

Oleh

Risna D.M. Aritonang

ABSTRAK

Penelitian struktur kalimat bahasa Batak Toba di Kabupaten Humbang Hasundutan Kecamatan Lintong ni Huta Berdasarkan hubungan subjek dan predikat analisis teori X-bar merupakan penelitian kualitatif yang menggunakan metode simak dan teknik catat dalam pengumpulan data serta teknik bagi unsur langsung yang dilanjutkan dengan teknik lesap, teknik ganti, teknik perluas, dan teknik balik. Kalimat bahasa Batak Toba berdasarkan predikat terbagi atas enam yaitu kalimat aktif, kalimat pasif, kalimat refleksif, kalimat resiprokal, kalimat antipasif, dan kalimat ekuasional. Dalam analisis teori X-bar, kalimat bahasa Bataka Toba memiliki infleksi dan modalitas. Infleksi yang dijumpai berupa waktu yang sedang berlangsung dan waktu lampau.

Kata kunci: struktur kalimat, bahasa Batak Toba, Kabupaten Humbang Hasundutan, subjek dan predikat, serta teori X-bar.


(13)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kehidupan bangsa Indonesia tidak terlepas dari bahasa daerah yang masih tetap memegang peranan penting, terutama di desa-desa. Bahasa-bahasa daerah di Indonesia memunyai pengaruh dalam perkembangan bahasa Indonesia. Sebelum mengenal bahasa Indonesia sebagian besar bangsa Indonesia mempelajari dan menggunakan bahasa daerah dalam berinteraksi. Bahasa daerah juga merupakan salah satu sumber kekayaan bagi kosa kata bahasa Indonesia. Oleh karena itu, tidaklah berlebihan jika dikatakan bahwa bahasa daerah memunyai pengaruh yang tidak sedikit terhadap perkembangan bahasa Indonesia.

Pengetahuan tentang bahasa daerah perlu ditingkatkan dan usaha-usaha untuk membina, mengembangkan, serta memeliharanya perlu tetap dilaksanakan. Perhatian khusus perlu diberikan terhadap bahasa daerah atau ragam bahasa setempat yang banyak kaitannya dengan kehidupan dan penghidupan bangsa dan bahasa Indonesia sehari-hari.

Bangsa Indonesia memiiki beratus-ratus bahasa daerah. Bahasa-bahasa daerah itu hidup berdampingan dengan bahasa Indonesia. Semua bahasa daerah yang dibina dan dipakai penuturnya dilindungi undang-undang sesuai dengan penjelasan bab XV pasal 36 Undang-Undang Dasar 1945. Keanekaragaman bahasa daerah di Indonesia merupakan kekayaan budaya bangsa. Bahasa daerah sebagai kekayaan budaya perlu dilestarikan.


(14)

Fungsi bahasa daerah, misalnya, bahasa Sunda, Jawa, Bugis, Makasar, dan Batak ialah sebagai lambang identitas kebudayaan daerah, pendukung, dan alat komunikasi antarwarga suku dan bahasa pengantar pada tingkat permulaan sekolah dasar di daerah-daerah tertentu. Selain itu, bahasa daerah berfungsi sebagai pendukung bahasa nasional.

Bahasa daerah sebagai pendukung bahasa nasional sesuai dengan perumusan Kongres Bahasa Indonesia II tahun 1954 di Medan merupakaan sumber pembinaan bahasa Indonesia. Sumbangan bahasa daerah kepada bahasa Indonesia antara lain ialah bidang fonologi, morfologi, sintaksis, semantik, dan kosa kata. Demikian juga sebaliknya, bahasa Indonesia memengaruhi perkembangan bahasa daerah. Hubungan timbal balik antara bahasa Indonesia dan bahasa daerah saling melengkapi dalam perkembangannya.

Perkembangan bahasa Batak Toba dipengaruhi oleh jumlah penutur bahasa Batak Toba yang diperkirakan sekitar empat juta orang (Sibarani, 1997:3). Namun perlu dipertegas bahwa penutur bahasa Batak Toba adalah semua masyarakat subsuku Batak Toba dan masyarakat dari suku lain yang berbahasa Batak Toba. Selain itu, perkembangan pendidikan, perluasan lingkungan pemukiman, dan pengaruh bahasa asing sangat memengaruhi perkembangan bahasa Batak Toba.

Keempat kabupaten yang didiami oleh masyarakat penutur bahasa Batak Toba ini berbatasan dengan tujuh kabupaten Daerah Tingkat II di Provinsi Sumatera Utara dan satu Kabupaten Daerah Tingkat II di Provinsi D.I. Aceh. Di sebelah Utara, Kabupaten Daerah Tingkat II berbatasan dengan Kabupaten Daerah Tingkat II Dairi, Kabupaten Daerah Tingkat II Karo, Kabupaten Daerah


(15)

Tingkat II Simalungun; di sebelah Timur, berbatasan dengan Kabupaten Daerah tingkat II Asahan dan Kabupaten Daerah Tingkat II Labuhan Batu; di sebelah Selatan, berbatasan dengan Kabupaten Daerah Tingkat II Tapanuli Selatan; dan sebelah Barat, berbatasan dengan Kabupaten Daerah Tingkat II Aceh Selatan (Sibarani’ 1997:3). Namun, lokasi penelitian difokuskan di Kabupaten Humbang Hasundutan.

Kajian sintaksis terhadap bahasa Batak Toba, terutama menyangkut struktur frasa dan klausa bahkan kalimat masih terbatas. Jika dibandingkan dengan kajian fonologi dan morfologi, kajian sintaksis masih menempati urutan terendah (Sibarani, 1997:11).

Penelitian terdahulu tentang bahasa Batak Toba dilakukan oleh Silaban (1987) dalam skripsinya Frase Bahasa Batak Toba. Dia mengemukakan bahwa frase bahasa Batak Toba terdiri atas frase endosentrik dan frase eksosentrik.

Seperti halnya Silaban (1987), Siagian (2007) dalam skripsinya Struktur Frase Ajektiva Bahasa Batak Toba Analisis Teori X-bar membicarakan bahwa frase ajektiva bahasa Batak Toba terbentuk oleh ajektiva sebagai inti leksikal dan diikut i oleh specifier dan komplemen.

Penelitian terhadap struktur kalimat bahasa Batak Toba berdasarkan hubungan subjek dan predikat dengan menggunakan teori X-bar belum pernah dilakukan. Selain alasan di atas, peneliti juga tertarik meneliti topik ini karena struktur bahasa Batak Toba yang unik bila dibandingkan dengan bahasa Indonesia. Struktur atau pola kalimat bahasa Batak Toba pada umumnya berpola


(16)

VOS (verba- objek- subjek) atau lebih lengkapnya VOSK sedangkan struktur atau pola kalimat bahasa Indonesia pada umumnya berpola SVO atau SVOK.

1.2 Masalah

Dari uraian di atas, masalah yang ingin dikemukakan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut

1. Bagaimanakah bentuk kalimat bahasa Batak Toba berdasarkan jenis predikat?

2. Bagaimanakah struktur kalimat bahasa Batak Toba analisis teori X-bar? 1.3Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.3.1 Tujuan Penelitian

Penelitian ini memunyai dua tujuan yakni:

1. mendeskripsikan bentuk kalimat bahasa Batak Toba berdasarkan jenis predikat dan

2. mendeskripsikan serta merumuskan struktur kalimat bahasa Batak Toba berdasarkan analisis teori X-bar.

1.3.2 Manfaat Penelitan

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah:

1. Secara teoretis hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan dalam pengembangan kajian sintaksis bahasa Batak Toba khususnya yang berhubungan dengan kalimat dengan kajian teori X-bar. 2. Secara praktis model penelitian ini dapat dimanfaatkan oleh peneliti lain

untuk mengungkapkan berbagai jenis kalimat dalam bahasa-bahasa daerah terutama bahasa daerah yang ada di Sumatera Utara.


(17)

BAB II

KONSEP,LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

2.1Konsep

Struktur adalah perangkat unsur yang di antaranya ada hubungan yang bersifat ekstrinsik; unsur dan hubungan itu bersifat abstrak dan bebas dari isi yang bersifat intuitif; atau organisasi pelbagai unsur bahasa yang masing-masing merupakan pola bermakna (Kridalaksana, 1984:183).

Subjek adalah sesuatu yang dianggap berdiri sendiri dan yang tentangnya diberitakan sesuatu sedangkan predikat adalah bagian yang memberi keterangan tentang sesuatu yang berdiri sendiri atas subjek itu. Predikat merupakan konstituen pokok yang disertai konstituen subjek dan jika ada boleh diikuti konstituen objek, pelengkap, atau keterangan (Putrayasa 2007).

2.2 Landasan Teori

Sebuah penelitian perlu ada landasan teori yang mendasarinya karena landasan teori merupakan kerangka dasar sebuah penelitian. Landasan teori yang digunakan diharapkan mampu menjadi dasar tumpuan seluruh pembahasan. Penelitian ini menggunakan teori X-bar dan kalimat.

2.2.1 Kalimat

Moeliono dan Dardjowidjojo (2003:311) kalimat adalah bagian terkecil ujaran atau teks yang mengungkapkan pikiran yang utuh secara kebahasaan. Dalam wujud lisan kalimat diiringi oleh alunan titi nada, disela oleh jeda, diakhiri oleh intonasi selesai, dan diikuti oleh kesenyapan yang memustahilkan adanya


(18)

perpaduan atau asimilasi bunyi. Dalam wujud tulisan huruf latin, kalimat dimulai dengan huruf kapital dan diakhiri dengan tanda titik, tanda tanya, atau tanda seru. Sementara itu disertakan pula di dalamnya berbagai tanda baca yang berupa spasi atau ruang kosong; titik koma, titik dua atau sepasang garis pendek yang mengapit bentuk tertentu. Tanda titik (.), tanda tanya (?), dan tanda seru (!) sepadan dengan intonasi selesai. Sedangkan tanda baca lainnya sepadan dengan jeda. Adapun kesenyapan diwujudkan sebagai ruang kosong setelah tanda titik, tanda tanya, dan tanda perintah atau ruang kosong sebelum huruf kapital permulaan.

Menurut Robert Sibarani (1997:72) kalimat adalah satuan bahasa yang mengandung pikiran yang lengkap, yang didahului oleh kesenyapan atau yang mewakilinya, dan yang diakhiri oleh intonasi akhir atau yang mewakilinya. Batasan kalimat tersebut menyatakan bahwa sebuah kalimat yang mengandung makna, pesan, atau pikiran tertentu yang dapat dipahami tanpa atau dengan bantuan konteks tertentu. Kalimat pada umumnya diawali oleh kesenyapan dalam bentuk komunikasi lisan atau diwakili oleh ruang kosong dan tanda huruf kapital dalam bentuk komunikasi tulisan. Kalimat juga diakhiri oleh tanda intonasi akhir seperti tanda tititk (.), tanda tanya (?), dan tanda seru (!). Pesan yang berupa berita dan jawaban diakhiri dengan tanda titik, yang berupa pertanyaan diakhiri dengan tanda tanya, dan yang berupa seruan, perintah, salam, dan panggilan diakhiri dengan tanda seru. Jadi, setiap jenis kalimat dalam bentuk komunikasi tulisan diakhiri oleh salah satu tanda intonasi akhir itu.

Dari batasan kalimat di atas jelaslah bahwa sebuah kalimat tidak harus berupa klausa atau bahkan tidak mesti terdiri atas beberapa kata. Hanya kalimat tertentu


(19)

yang harus memunyai klausa dan terdiri atas beberapa kata. Hal itu bergantung pada tipe kalimatnya. Ada kalimat yang memunyai klausa dan ada juga yang tidak mempunyai klausa. Ada kalimat yang terdiri dari satu kata dan ada juga yang terdiri atas beberapa kata.

Unsur inti di dalam sebuah kalimat sempurna adalah subjek dan predikat. Kedua unsur itu harus hadir di dalam kalimat sempurna. Kalimat sempurna memainkan peranan yang sangat penting di dalam pemakaian bahasa sebagai alat komunikasi karena makna kalimat sempurna dapat diketahui dengan jelas tanpa bantuan konteks yang mendahului dan mengikutinya. Oleh karena pentingnya kalimat sempurna di dalam pemakaian bahasa sebagai alat komunikasi, yang memiliki subjek dan predikat sebagai unsur intinya tipe kalimat perlu dikaji berdasarkan hubungan subjek dan predikat.

Secara garis besar ada dua jenis predikat yaitu verba dan nonverba. Kalimat yang memiliki verba sebagai predikat dapat dipilah menjadi kalimat aktif, kalimat pasif, kalimat refleksif, kalimat resiprokal, dan kalimat antipasif. Kalimat yang memiliki nonverba sebagai predikat disebut kalimat ekuasional.

2. Kalimat Aktif

Kalimat aktif adalah kalimat yang subjeknya berperan sebagai pelaku dan objeknya berperan sebagai penderita. Predikat dalam kalimat aktif adalah verba transitif (Sibarani, 1997:155).

Contoh:


(20)

3. Kalimat Pasif

Kalimat pasif adalah kalimat yang subjeknya berperan sebagai penderita. Istilah penderita dimaksudkan untuk menyatakan bahwa subjek dikenai tindakan. Setelah membandingkan kalimat aktif dengan kalimat pasif, dapat diketahui bahwa kalimat pasif merupakan kebalikan dari kalimat aktif karena subjek dalam kalimat aktif melakukan tindakan sedangkan subjek kalimat pasif dikenai tindakan (Sibarani, 1997:157).

Contoh:

Pameran itu akan dibuka oleh bapak gubernur. 4. Kalimat Refleksif

Kalimat reflleksif adalah kalimat yang pelaku dan penderita mengacu pada orang atau makhluk yang sama. Kalimat medial ini dapat berkonstruksi aktif dan pasif. Dalam konstruksi kalimat aktif, subjeknya berperan sebagai pelaku dan objeknya sebagai penderita. Dalam kalimat pasif, subjeknya sebagai penderita dan objeknya sebagai pelaku. Perlu diperhatikan bahwa yang menderita hanya sebagian dari tubuh atau dirinya seperti kakinya, pipinya, dan tangannya (Sibarani, 1997:176).

Contoh:

Disombongkannya dirinya di hadapan orang banyak. 5. Kalimat Resiprokal

Kalimat resiprokal adalah kalimat yang pelakunya melakukan tindakan yang berbalas-balasan. Kalimat resiprokal memiliki dua atau lebih pelaku dan mereka melakukan tindakan yang berbalas-balasan. Berdasarkan fungsi sintaksisnya,


(21)

semua pelaku kalimat resiprokal berfungsi sebagai subjek. Ada dua kemungkinan pelaku yaitu dalam bentuk frase koordinatif seperti saya dan dia dan dalam bentuk pronomina jamak seperti kami, kita, dan mereka (Sibarani, 1997:177).

Mereka saling membentak. 5. Kalimat Antipasif

Kalimat antipasif adalah kalimat berpredikat verba yang tidak dapat dipasifkan. Verba dalam kalimat antipasif tidak berperan sebagai transit atau jembatan untuk menghubungkan subjek dengan objek. Verba seperti ini disebut verba intransitif. Kalimat yang memiliki verba intransitif itu tidak dapat dipasifkan atau diubah menjadi kalimat pasif karena kalimat itu tidak memiliki objek yang berperan sebagai penderita atau tidak memiliki verba yang membutuhkan objek sebagai penderita yang menerima tindakan yang dinyatakan oleh verba (Sibarani, 1997: 178).

Contoh:

Pancasila merupakan dasar negara kita. 6. Kalimat Ekuasional

Kalimat ekuasional adalah kalimat berpredikat nonverba yang identitas subjeknya diperkenalkan oleh predikat itu. Dalam kalimat ekuasional, subjek berkategori nomina atau pronomina dan predikat berkategori nomina, ajektiva, numeralia, atau adverbia (frase preposisional) (Sibarani, 1997: 180-181). Berdasarkan kategori predikat itu, kalimat ekuasional dapat dipilah sebagai berikut.


(22)

a. Kalimat nomina

Kalimat nomina adalah kalimat yang berpredikat nomina. Contoh:

Dia guru saya. b. Kalimat statif

Kalimat statif adalah kalimat yang berpredikat ajektiva. Contoh:

Pernyataan orang itu benar. c. Kalimat numeral

Kalimat numeral adalah kalimat yang berpredikat numeralia. Contoh:

Anaknya banyak. d. Kalimat spasial

Kalimat spasial adalah kalimat yang berpredikat frase preposisi yang menyatakan tempat. Kalimat ini juga disebut kalimat adverbia karena frase preposisi itu berfungsi sebagai keterangan.

Contoh: Ibu ke pasar. 2.2.2 Teori X-bar

Dalam teori X-bar kalimat mempunyai tiga konstituen langsung, yakni dua konstituen frase (NP dan VP) dan satu konstituen sebagai verba bantu (Haegeman, 1992:27-28).


(23)

Dalam sebuah kalimat, baik AUX yang overt maupun tidak , kala ditempatkan di bawah simpul terpisah dan dilabeli dengan INFL (infleksi). Infleksi mengganti AUX. Pada kalimat tanpa AUX yang overt, kala diusulkan sebagai sebuah kategori yang didominasi oleh INFL (Haegeman, 1992:28).

S

NP INFL VP (lampau)

Poirot -ed abandon the investigation

Pada diagram di atas, INFL ditetapkan untuk kala lampau yang mendominasi afiks -ed. VP merupakan sebuah konstituen terpisah dari kala lampau. INFL adalah sebuah simpul yang diperlukan untuk mendominasi semua infleksi verba, termasuk orang dan properti jumlah (Haegeman,1992:29).

Pengertian infleksi menurut Kridalaksana (2001:83) ada dua yaitu, pertama, infleksi adalah perubahan bentuk kata yang menunjukkan pelbagai hubungan gramatikal; mencakup deklinasi nomina, pronomina, dan ajektiva, konjungsi verba. Kedua, infleksi adalah unsur yang ditambahkan pada sebuah kata untuk menunjukkan suatu hubungan gramatikal.

Pengertian modalitas menurut Chaer (1994:262-263) adalah keterangan dalam kalimat yang menyatakan sikap pembicara terhadap hal yang dibicarakan, yaitu mengenai perbuatan, keadaan, dan peristiwa; atau juga sikap terhadap lawan


(24)

bicaranya. Sikap ini dapat berupa pernyataan kemungkinan, keinginan, atau juga keizinan. Dalam bahasa Indonesia dan sejumlah bahasa lain, modalitas ini dinyatakan secara leksikal. Umpamanya dengan kata-kata mungkin, barangkali, sebaiknya, seharusnya, tentu, pasti, boleh, mau, ingin, dan seyogyanya.

Pengertian komplemen menurut Kridalaksana (2001:114) ada dua yaitu, pertama, komplemen adalah kata atau frasa yang secara gramatikal melengkapi kata atau frasa lain dengan menjadi subordinat padanya; dalam arti yang luas mencakup objek langsung dan objek tak langsung; dalam arti yang sempit: hanya dipakai oleh ungkapan yang berfungsi sebagai keterangan untuk menyatakan waktu,cara, tujuan, dan sebagainya; kedua, komplemen adalah bagian dari frase verbal yang diperlukan untuk membuatnya jadi predikat yang lengkap dalam klausa; misalnya, guru adalah komplemen dalam ia menjadi guru, begitu pula patung yang bisu dalam Pak guru menganggap Tuti patung yang bisu.

2.3Tinjauan Pustaka

Suatu penelitian maupun hasil penelitian adalah bagian yang tidak terpisahkan dari unsur-unsur lainnya, baik yang berkaitan langsung maupun tidak langsung dengan permasalahan yang sedang dibahas oleh seorang peneliti atau penulis.

Sebuah karya ilmiah mutlak membutuhkan referensi atau acuan yang menopang penelitian yang sedang dikerjakan. Sejauh yang peneliti ketahui, belum ada penelitian yang meneliti Struktur Kalimat Bahasa Batak Toba Berdasarkan Hubungan Subjek dan Predikat Analisis Teori X-Bar. Pembicaraan tentang struktur kalimat sudah banyak, tetapi penelitian terdahulu tentang struktur kalimat selama ini masih menggunakan teori tradisional. Misalnya, Tresiya (1981) dalam


(25)

skripsinya Analisis Kata dan Kalimat Berdasarkan Tata Bahasa Tradisional mengemukakan bahwa kalimat hanya terdiri atas subjek, predikat, objek, dan keterangan. Subjek dijelaskan sebagai hal atau sesuatu yang menjadi pokok pembicaraan; predikat dijelaskan sebagai unsur kalimat yang membicarakan subjek; objek dijelaskan sebagai unsur kalimat yang menderita akibat tindakan pada predikat; dan keterangan dijelaskan sebagai unsur kalimat yang memberi keterangan pada predikat.

Selain Tresiya (1981), Situngkir (1986) dalam skripsinya Analisis Kalimat Berdasarkan Tinjauan Struktural membicarakan kalimat dari segi fungsi, kategori, dan makna. Fungsi adalah peran sebuah unsur dalam satuan sintaksis yang lebih luas; misalnya, nomina yang berfungsi sebagai subjek atau objek. Kategori merupakan kelas kata dari satuan sintaksis tersebut, misalnya subjek kalimat tersebut berkelas kata verba atau nomina.

Zega (1988) dalam skripsinya Transformasi Kalimat Bahasa Nias membicarakan bahwa kalimat bahasa Nias terbagi atas struktur dalam dan struktur luar sebuah kalimat. Kalimat aktif dapat ditransformasikan menjadi kalimat pasif. Transformasi kalimat dapat mengalami proses penambahan (addition), penghilangan (deletion), permutasi (permutation,rearrangement), dan pergantian (subtitution).

Seperti halnya Zega (1988), Maria (1991) dalam skiripsinya Transformasi Kalimat Bahasa Angkola juga membicarakan bahwa kalimat bahasa Angkola juga terbentuk atas struktur dalam dan struktur luar. Misalnya, struktur dalam sebuah kalimat orang itu berkedai maka struktur luarnya adalah pemilik kedai itu.


(26)

Boru karo (1987) juga dalam skripsinya Sintaksis Bahasa Batak Karo Dialek Karo Gugung hanya menjelaskan tentang pengertian frase, kalimat tunggal, dan kalimat majemuk beserta jenis-jenisnya. Meskipun demikian, penelitian tersebut telah memberikan sumbangan yang berarti dalam sintaksis bahasa Indonesia.


(27)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.1.1Lokasi Penelitian

Lokasi adalah letak atau tempat (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2005:680). Lokasi penelitian penulis adalah Desa Lobutua, Kecamatan Lintong Ni Huta, Humbang Hasundutan. Lokasi ini merupakan penuturnya mayoritas asli bahasa Batak Toba. Dalam penyusunan skripsi ini penulis memeroleh data dari lapangan dan kepustakaan. Sumber data tersebut berbentuk lisan dan tulisan. Data lisan diperoleh dari penutur asli bahasa Batak Toba sedangkan data tulisan diperoleh dari buku-buku yang berhubungan dengan bahasa Batak Toba.

3.1.2Waktu Penelitian

Penulis melakukan penelitian struktur kalimat bahasa Batak Toba selama dua minggu.

3.2 Populasi dan Sampel 3.2.1Populasi

Populasi bukan diartikan sebagai penduduk seperti halnya dalam studi kependudukan. Populasi adalah sekumpulan unsur atau elemen yang menjadi objek penelitian. Populasi dapat berupa kumpulan: semua kota di Indonesia, semua wanita di daerah pedesaan, semua perusahaan yang jumlah buruhnya kurang dari lima ribu, dan sebagainya. Pada dasarnya populasi adalah himpunan


(28)

semua hal yang ingin diketahui maka populasi bisa berupa lembaga, individu, kelompok, dokumen, atau konsep (Manase Malo, 1985: 149).

Populasi adalah keseluruhan objek penelitian yang terdiri atas manusia, benda, hewan, tumbuhan, gejala, nilai test, atau peristiwa sebagai sumber data yang memiliki karakteristik tertentu dalam suatu penelitian.

Selain itu, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005:889) populasi adalah sekelompok orang, benda, atau hal yang menjadi sumber pengambilan sample; suatu kumpulan yang memenuhi syarat tertentu yang berkaitan dengan masalah penelitian. Oleh sebab itu, yang menjadi populasi penelitian adalah masyarakat yang bertempat tinggal di Desa Lobutua, Kecamatan Lintong Ni Huta, Humbang Hasundutan yang jumlah penduduknya 685 orang.

3.2.2Sampel

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005:991) sample adalah sesuatu yang digunakan untuk menunjukkan sifat suatu kelompok yang lebih besar, bagian kecil yang mewakili kelompok atau keseluruhan yang lebih besar. Sampel adalah bagian dari populasi yang menjadi data sebenarnya dalam suatu penelitian. Penentuan sampel dilakukan dengan cara memilih beberapa orang dari masyrakat Desa Lobutua, Kecamatan Lintong Ni Huta, Humbang Hasundutan yang jumlahnya sepuluh orang dari populasi yang ada.

3.3 Metode dan Teknik Pengumpulan Data

Dalam pengumpulan data lisan digunakan metode wawancara. Pengumpulan data lisan dilakukan di Desa Lobutua, Kecamatan Lintong Ni Huta, Humbang Hasundutan. Dengan menggunakan metode ini, peneliti terlibat langsung dengan


(29)

narasumber (penutur bahasa Batak Toba). Pemilihan narasumber didasarkan pada persyaratan-persyaratan berikut:

1. Berusia antara 25-65 tahun;

2. Lahir dan besar di daerah penelitian;

3. Berpendidikan maksimal tamat pendidikan dasar (SD-SLTP); 4. memiliki kemampuan menggunakan bahasa daerahnya; 5. Dapat berbahasa Indonesia;

6. Sehat jasmani (tidak cacat berbahasa dan memiliki pendengaran yang baik) dan sehat rohani (tidak gila atau pikun) (Mahsun, 1995).

Untuk mendapatkan data tulis digunakan metode simak (Sudaryanto, 1993: 133, 135) yang didukung oleh teknik catat. Metode simak merupakan penyimakan: dilakukan dengan menyimak, yaitu menyimak penggunaan bahasa. Kegiatan ini pertama-tama dilakukan dengan berpartisipasi sambil menyimak- berpartisipasi dalam pembicaraan dan menyimak pembicaraan. Jadi, peneliti terlibat langsung dengan dialog. Data tulis bersumber dari buku Sintaksis Bahasa Batak Toba (Sibarani, 1997) dan Tata Bahasa Batak Toba (Sinaga, 2002).

3.4 Metode dan Teknik Pengkajian Data

Pada tahapan pengkajian data digunakan metode agih dengan teknik dasar berupa teknik bagi unsur langsung dan teknik lanjutan berupa teknik lesap, teknik ganti, teknik perluas, dan teknik balik (Sudaryanto, 1995:55). Sebagai contoh terlihat pada kalimat di bawah ini.

Mangingani jabu i ibana. menempati rumah itu dia


(30)

‘Dia menempati rumah itu.’

Teknik lesap digunakan untuk melesapkan unsur tertentu agar diketahui kadar keintian unsur yang dilesapkan. Hasil pelesapan itu ada dua, yaitu berupa tuturan yang dapat diterima oleh para penutur, dapat pula tidak. Bila dapat diterima berarti tuturan itu gramatikal; bila tidak berarti tidak gramatikal. Misalnya, pada kalimat Mangingani jabu i ibana. Jika unsur mangingani ‘menempati’ dilesapkan menjadi jabu i ibana ‘Dia rumah itu.’ Kalimat di atas menjadi tidak gramatikal dan bila dilihat dari bentuknya kalimat tersebut bukan kalimat sempurna.

Teknik perluas dilaksanakan dengan memperluas satuan lingual yang bersangkutan dengan menggunakan unsur tertentu. Pada kalimat mangingani jabu i ibana ‘Dia menempati rumah itu’ dapat diperluas dengan frase adverbia nunga leleng ‘sudah lama’ menjadi Nunga leleng mangingani jabu i ibana ‘Sudah lama dia menempati rumah itu.’ Struktur seperti ini dapat diterima secara sintaksis dan semantik dalam bahasa Batak Toba. Teknik ini digunakan untuk mengetahui komplemen dalam kalimat tersebut. Dari kalimat di atas frase nunga leleng ‘sudah lama’ merupakan komplemen dalam kalimat Nunga leleng mangingani jabu i ibana ‘Sudah lama dia menempati rumah itu.’

Teknik balik dilakukan dengan membalik satuan lingual data. Jika penggunaannya berupa tuturan gramatikal, informasi yang dihasilkan tidak berubah. Misalnya, kalimat Mago hepengna ‘Hilang uangnya’. Kalimat tersebut dapat diubah letaknya menjadi Hepengna mago ‘Uangnya hilang’ dengan informasi yang tidak berubah. Teknik ini digunakan untuk melihat bentuk atau


(31)

pola kalimat yang paling tepat. Sebab kalimat bahasa Batak Toba pada umumnya berpola VOSK.

Teknik ganti dilakukan dengan mengganti satuan lingual yang menjadi pokok perhatian dengan satuan lingual pengganti, misalnya, nomina ibana pada kalimat Mangingani jabu i ibana dapat diganti menjadi Mangingani jabu i nasida ‘Mereka menempati rumah itu.’ Bentuk dari kalimat di atas gramatikal karena dapat diterima secara sintaksis dan semantis. Dengan melakukan teknik ganti dapat diketahui apakah kalimat tersebut masih gramatikal atau tidak.

3.5 Metode dan Teknik Penyajian Hasil Analisis Data

Hasil analisis data disajikan secara formal dan informal. Penyajian secara informal adalah dengan kata-kata biasa; sedangkan penyajian formal adalah dengan menggunakan diagram pohon/ skema yang merupakan salah satu ciri sintaksis generatif yang dikembangkan Chomsky. Kalimat Mangingani jabu i ibana ‘Ibana menempati rumah itu’ dalam aplikasi teori X-bar akan membentuk skema seperti terlihat di bawah ini.


(32)

1. Ibana mangingani jabu i. Dia menempati rumah itu ‘Dia menempati rumah itu.’

K

FN INFL FV

FV FN

N N Det

Ibana ma-i ingan jabu i Dia me-i tempat rumah itu

‘Dia menempati rumah itu.’

Data di atas menjelaskan bahwa struktur kalimat terbagi atas tiga konstituen FN+ INFL + FV. INFL mendominasi afiks ma-i ‘me-i’, frase verba mangingani berubah menjadi nomina ingan ‘tempat’setelah afiks ma-i dipisahkan, dan FN dibentuk inti leksikal ibana ‘dia’


(33)

2. Nunga lao nasida tu hauma. Sudah pergi mereka ke sawah ‘Mereka sudah pergi ke sawah.’

K

FV M FN

V FN FPrep

N FPrep

Lao nunga nasida tu hauma

pergi sudah mereka ke sawah ‘Mereka sudah pergi ke sawah.’

K→ FV + M + FN. FV dibentuk oleh inti leksikal lao ‘pergi’, modalitas

dalam kalimat di atas adalah nunga ‘sudah’, dan FN dibentuk oleh inti leksikal nasida ‘mereka’ yang diikuti oleh frase preposisi tu hauma ‘ke sawah’.


(34)

BAB IV PEMBAHASAN

4.1Bentuk Kalimat Bahasa Batak Toba Berdasarkan Jenis Predikat

Secara garis besar ada dua jenis predikat yaitu predikat verba dan predikat nonverba. Kalimat yang memiliki verba sebagai predikat dapat dipilah menjadi kalimat aktif, kalimat pasif, kalimat medial, kalimat resiprokal, dan kalimat antipasif. Kalimat yang memiliki nonverba sebagai predikat disebut kalimat ekuasional

4.1.1Kalimat Aktif

Kalimat aktif adalah kalimat yang subjeknya berperan sebagai pelaku dan objeknya berperan sebagai penderita. Predikat dalam kalimat aktif adalah verba transitif. Dalam BBT, ada dua jenis verba transitif sehubungan dengan kalimat aktif. Pertama, verba transitif umum yakni verba yang dapat digunakan di dalam semua jenis kalimat berdasarkan tanggapan yang diharapkan baik dalam kalimat berita, kalimat tanya, dan kalimat perintah. Verba transitif itu adalah adalah verba yang menggunakan afiks di bawah ini:

maN- → mambarbar ‘mangurangi (kayu)’

maN- → manaruhon ‘mengantarkan’

maN-i → manggotili ‘mencubiti’

masi → masiboan ‘saling membawa’

masi-hon → masipeakhon ‘saling meletakkan’


(35)

pa-hon → paginjanghon ‘meningggikan’

mangha-i → manghaholongi ‘mencintai’

mampar-hon → mamparrohahon ‘memperhatikan’

-um → sumuru ‘menyuruh’

-um-i →sumombai ‘menyembah-nyembah’

Predikat kalimat yang memiliki verba dengan menggunakan afiks di atas akan memperlihatkan subjek sebagai pelaku dan objek sebagai penderita seperti contoh di bawah ini.

Manaruhon boni ahu tu hauma. mengantarkan benih saya ke sawah ‘Saya mengantarkan benih ke sawah.’

Kalimat di atas menunjukkan ahu sebagai pelaku atau sebagai ssubjek dan boni menderita atau sebagai objek.

Kedua, verba transitif terbatas yakni verba transitif yang hanya bisa digunakan di dalam kalimat perintah. Verba transitif terbatas terbagi atas dua bagian yaitu verba transitif terbatas berupa verba dasar seperti kata tiop ‘pegang’, tali ‘ikat’, dan tanom ‘tanam’ serta verba transitif yang menggunakan afiks seperti terlihat berikut ini.

par-hon parrohahon ‘perhatikan

parha- parhaseang ‘maanfaatkan’

-i dongani ‘temani’

tar-hon taridahon ‘tunjukkan’


(36)

Verba transitif yang menggunakan afiks dapat kita lihat dalam kalimat berikut. Unang parsigundal horbo i!

jangan menunggang kerbau itu ‘Jangan tunggangi kerbau itu!’

Verba transitif kalimat tersebut parsigundal ‘menunggang’ dari verba dasar gundal ’tunggang’ dalam bentuk kalimat perintah.s

Verba transitif terbatas tersebut hanya bisa digunakan dalam kalimat aktif berupa perintah seperti terlihat berikut ini.

Tali horbonta i tu bona ni bulu i! ikat kerbau kita itu ke batang T bambu itu! ‘Ikat kerbau kita itu ke batang bambu itu!’ 4.1.2 Kalimat Pasif

Kalimat pasif adalah kalimat yang subjeknya berperan sebagai penderita. Istilah penderita dimaksudkan untuk menyatakan bahwa subjek dikenai tindakan. Kalimat pasif dapat dinyatakan dengan berbagai cara.

4.1.2.1 Pasif dengan afiks di-, ni-, dan –in-

Prefiks di- bisa digunakan baik jika pelaku tindakan itu tidak disebutkan maupun jika pelaku itu disebutkan. Prefiks ni- dan infiks –in- dapat digunakan dalam kalimat pasif yang tidak menyebutkan pelakunya. Akan tetapi, meskipun pelakunya tidak disebutkan, pelakunya tersirat.

Contoh:

1.Nialap pe nasida annon botari. dijemput T mereka nanti sore


(37)

‘Mereka akan dijemput (oleh saya) nanti sore.’

2. Dipaias ibana ma hudon tano i mansai ias. Dibersihkan dia T periuk tanah itu sampai bersih. ‘Periuk (tanah) itu dibersihkan oleh dia menjadi sangat bersih. 3. Tinogihon ma sada dongan laho tu huta ni datu i. Diajak T satu teman pergi ke kampung M dukun itu

‘Seorang teman diajak (oleh kami/ saya) untuk pergi ke kampung dukun itu.’ 4.1.2.2 Pasif dengan proklitik hu-,ta-, dan hami

Pronominal yang memiliki proklitik hanya pronominal I yaitu hu- ‘ku’ untuk pertama tunggal, ta- ‘kita’ untuk pertama jamak, dan hu- ,hami, ‘ku-, kami’ untuk pertama jamak. Pelaku kalimat pasif dengan menggunakan proklitik harus muncul karena proklitik itu yang menjadi pelakunya. Sebagai contoh

1. Huparenta pe sude ugasan ni ompung i. kuatur T semua harta M kakek itu ‘Semua harta kakek itu akan kuatur.’

4.1.2.3 Pasif dengan afiks tar- dan ha-an

Kalimat pasif dapat dibentuk dengan dengan menggunakan prefiks tar- ‘ter’ dan konfiks ha-an ‘ke-an’. Kalimat pasif dengan afiks tar- memiliki dan menyatakan tiga makna yaitu (1) sesuatu yang dapat dilakukan, (2) yang telah dan sedang dilakukan, dan (3) yang dikenai tindakan secara tidak sengaja. Contoh kalimat dengan menggunakan afiks tar-

1. Dang tardungdung (ni) ibana parbue ni botik i. Tidak terjangkau oleh dia buah M papaya itu


(38)

‘Buah papaya itu tidak terjangkaunya.’ 2. Tardegena pathu.

Terpijaknya kakiku ‘Kakiku terpijaknya.’

3. Tarsonggot ibana dibahen ronggur.

Terkejut dia karena petir ‘Dia terkejut karena petir.’

4. Taralo ibana do dua halak dolidoli. Sanggup melawan dia dua orang laki-laki ‘Dia sanggup melawan dua orang pemuda.’

Kalimat pasif dengan konfiks ha-an menyatakan dua makna yaitu sesuatu yang dapat dilakukan dan sesuatu yang dikenai tindakan yang tidak diharapkan. Sebagai contoh

1. Hatakkoan do jabu ni tulang na di bulan na salpu. Kecurian T rumah M paman yang di bulan yang lampau ‘Rumah paman kecurian pada bulan yang lalu.’

2.Hadungoan dope i, baru pe modom. Dibangunkan bisa dia baru T tidur

‘Ia masih dapat dibangunkan karena baru saja tidur.’ 4.1.2.4 Pasif dengan sufiks –on/ -an

Kalimat pasif dengan menggunakan sufiks –on/-an menyatakan sesuatu yang akan dilakukan. Sufiks –on digunakan untuk bentuk dasar verba transitif baik


(39)

verba transitif terbatas maupun verba transitif umum. Penggimbuhan sufiks –on pada verba transitif.

a. Pengimbuhan sufiks –on pada verba transitif terbatas

lean ‘beri’ leanon ‘akan diberikan’

suan ‘tanam’ suanon ‘akan ditanam’

parhhatutu‘iakan’ parhatutuon ‘akan diiakan’

taringothon ‘ingatkan’ taringothonon ‘akan diingatkan’ contoh dalam kalimat:

Parhatutuon nami do na nidokmi ai so dibereng hami i. Akan diiakan kami T yang dikatakanmu itu karena tidak dilihat kami itu ‘Perkataanmu itu akan kami iakan karena itu tidak kami lihat.’

b. Pengimbuhan sufiks –on pada verba transitif umum

pabalga ‘perbesar’ → pabalgaon ‘akan dibesarkan’

padengganhon ‘memperbaiki’ → padengganhonon ‘akan diperbaiki’

Prefiks –on bervariasi menjadi –an jika bentuk dasar yang dilekatinya berkategori nontransitif. Dalam hal ini, sufiks –on akan menjadi –an jika bentuk dasarnya berupa nomina (n) dan ajektiva (a) seperti contoh berikut

dongan (n) ‘teman’ → donganan ‘akan ditemani’

muruk (a) ‘marah’ → muruhan ‘akan dimarahi’

dalan (n) ‘jalan’ → dalanan ‘akan dijalani’

angguk (n) ‘jeritan’ → angguhan ‘akan ditangisi’


(40)

kasihan pikiranku melihat anak-anak yang dimarahimu itu. ‘Hatiku sedih melihat anak-anak yang kau marahi itu.’

4.1.2.5 Pasif dengan sufiks –an

Kalimat pasif yang bermakna “akan” dapat dibentuk dengan menggunakan sufiks –an. Akan tetapi, berbeda dengan bentuk pasif yang meenggunakan sufiks –on/ -an, pasif yang menggunakan sufiks –an lebih menekankan pada aspek frekuentitatif yakni kejadian yang dilakukan berulang-ulang. Bentuk pasif dengan menggunakan sufiks –an ini boleh menggunakan pelaku secara manasuka. Pelakunya boleh berbentuk enklitik untuk semua pronomina. Contoh

Suanannami ma gadong di pollak ni ompung i. FR-ditanami kami T ubi di kebun M kakek itu ‘Ubi akan kami tanami di kebun kakek itu.’

4.1.2.6 Pasif dengan frase preposisi yang didahului tu

Bentuk pasif dengan menggunakan frase preposisi yang didahului tu menyatakan maakna “dilakukan seperti yang dinyatakan oleh nominanya”. Bentuk pasif ini tidak banyak jumlahnya, tetapi sering digunakan dalam pemakaian bahasa. Gaabungan preposisi tu dengan nomina yang membentuk frase preposisi tersebut adalah

tu + tano → tu tano

ke tanah dikubur/ dikebumikan

tu + hamatean → tu hamatean

ke + kematian dimatikan


(41)

ke penjualan dijual

Kalimat pasif dengan menggunakan frase preposisi ini tidak bisa memiliki pelaku. Contoh

1. Tu beangan ma na rintik i ala jotjot mangamuk. ke pasungan T yang gila itu karena selalu mengamuk ‘Orang gila itu dipasung karena sering mengamuk.’ 2.Dang olo hami tu tali holan ala ni pangalahom. Tidak mau kami ke tali hanya karena M kelakuanmu ‘Kami tidak mau dihukum hanya karena kelakuanmu.’ 4.1.2.7 Pasif dengan menggunakan verba hona

Bentuk pasif dengan menggunakan verba intransitif hona ‘kena’ juga penting dibicarakan. Untuk membentuk kalimat pasif, verba intransitif hona dapat diikuti oleh verba transitif dasar seperti garar ‘bayar, lean ‘beri’, dan suan ‘tanam’ atau oleh nomina tertentu seperti hata ‘kata’, sapata ‘sumpah’, udan ‘hujan’ dan lain-lain. Makna kalimat pasif dengan menggunakan verba hona ini adalah “dikenai “ seperti yang dinyatakan bentuk dasar yang didahuluinya. Jika hona mendahului verba transitif dasar garar ‘bayar’ artinya dibayar.

1. Nunga hona suan sude hauma nami sudah kena tanam semua sawah kami ‘Semua sawah kami telah ditanami (padi).’ 2. Hona udan hami sadari manipat nantoari. kena hujan kami sehari penuh kemarin ‘Kami kehujanan seharian kemarin.’


(42)

4.1.2.8 Pasif dengan verba dapot dan jumpang

BBT memiliki bentuk passif khusus untuk menyatakan “didapat, didapatkan, ditemui, atau diketemukan”. Kalimat pasif itu dibentuk dengan verba dapot ‘dapat’ dan jumpang ‘jumpa’. Kalimat pasif ini lebih sering menggunakan pelaku dan pelakunya bisa berupa enklitik pada semua pronominal.

1. Jumpang ni ibana dope ahu di jabu nantuari sada. jumpa M dia masih aku di rumah kemarin satu

‘Saya masih sempat dijumpai oleh dia di rumah kemarin dulu.’

2. Alus ni sungkun-sungkunmi ma na so dapothu sahat tu sadarion. Jawab M pertanyaanmu itu T yang tidak didapatku sampai ke hari ini ‘Jawaban atas pertanyaanmu itulah yang belum saya temukan hingga saat ini.’ 4.1.3 Kalimat Medial

Kalimat medial adalah kalimat yang pelaku dan penderita mengacu pada orang atau makhluk yang sama. Kalimat medial ini dapat berkonstruksi aktif dan pasif. Dalam konstruksi kalimat aktif, subjeknya berperan sebagai pelaku dan objeknya sebagai penderita. Dalam kalimat pasif, subjeknya sebagai penderita dan objeknya sebagai pelaku. Perlu diperhatikan bahwa yang menderita hanya sebagian dari tubuh atau dirinya seperti kakinya, pipinya, dan tangannya (Sibarani, 1997:176).

Dalam bahasa Batak Toba yang menderita hanya sebagian dari tubuh atau dirinya seperti kakinya, pipinya, dan tangannya. Bagian tubuh itu dirangkaikan dengan enklitik yang sesuai dengan pelaku.


(43)

1. Dipaginjang ibana rohana di jolo ni natorop. dipertinggi dia pikirannya di depan M orang banyak ‘Disombongkannya dirinya di hadapan orang banyak.’

2. Huapus andoranghu ala so tardok ahu manang aha. Kuhapus dadaku karena tidak terkatakan aku entah apa ‘Kulapangkan dadaku karenaa saya tidak dapat berbuat apa-apa.’ 4.1.4 Kalimat Resiprokal

Kalimat resiprokal adalah kalimat yang pelakunya melakukan tindakan yang berbalas-balasan. Berdasarkan fungsi sintaksisnya, semua pelaku kalimat resiprokal bahasa Batak Toba berfungsi sebagai subjek. Ada dua kemungkinan pelaku yaitu dalam bentuk frase koordinatif seperti ahu dohot ibana ‘saya dan dia’ dan dalam bentuk pronomina jamak seperti hami ‘kami’, hita ’kita’, hamu ’kamu’, dan nasida ‘mereka’.

Dalam membentuk kalimat resiprokal bahasa Batak Toba digunakan verba intransitif yang memiliki konfiks masi-an.

Contoh:

1. Masionggahan ma ibana dohot alona i. Saling membentak T dia dan lawannya itu ‘Dia dan lawannya itu saling membentak.'

2. Unang sai masiogosan hamu sotung gabe parbadaan. jangan bergesekan kalian nanti jadi pertengkaran


(44)

4.1.5 Kalimat Antipasif

Kalimat antipasif adalah kalimat berpredikat verba yang tidak dapat dipasifkan. Verba dalam kalimat antipasif tidak berperan sebagai transit atau jembatan untuk menghubungkan subjek dengan objek. Verba seperti ini disebut verba intransitif. Kalimat yang memiliki verba intransitif itu tidak dapat dipasifkan atau diubah menjadi kalimat pasif karena kalimat itu tidak memiliki objek yang berperan sebagai penderita atau tidak memiliki verba yang membutuhkan objek sebagai penderita yang menerima tindakan yang dinyatakan oleh verba (Sibarani, 1997: 178).

Bahasa Batak Toba mengenal verba intransitif dasar dan verba intransitif kompleks atau verba intransitif yang tidak mendapat imbuhan dan verba intransitif yang telah mendapat imbuhan.

Beberapa verba intransitif dasar

laho ‘pergi’

morot ‘bergeser’

ro ‘datang’

sahat ‘sampai’

jongjong ‘berdiri’

dungo ‘bangun’

hundul ‘duduk’

habang ‘terbang’

so ‘berhenti’


(45)

ngongong ‘bengong’

tangis ‘menangis’

contoh dalam kalimat:

1. Ai tu dia habang lali i? PR ke mana terbang elang itu? ‘Ke mana burung elang itu terbang.’ 2. Nunga rumpak hau i na bodari. Sudah tumbang pohon itu tadi malam. ‘Pohon itu sudah tumbang tadi malam.’ Afiks pembentuk verba intransitif

maN- → maningkot ‘bunuh diri’

ma- → maponggol ‘patah’

ha- → haruar ‘keluar’

mani- → manisio ‘berlindung’

masi- → masihepeng ‘mencari uang’

Semua jenis verba intransitif dapat digunakan sebagai predikat dalam kalimat antipasif. Contoh:

Nunga maponggol tali ni panggumi. sudah patah tali M cangkulmu itu ‘Gagang cangkulmu itu sudah patah.’ 4.1.6 Kalimat Ekuasional

Kalimat ekuasional adalah kalimat berpredikat nonverba yang identitas subjeknya diperkenalkan oleh predikat itu. Dalam kalimat ekuasional, subjek


(46)

berkategori nomina atau pronomina dan predikat berkategori nomina, ajektiva, numeralia, atau adverbia (frase preposisional) (Sibarani, 1997: 180-181). Berdasarkan kategori predikat itu, kalimat ekuasional dapat dipilah sebagai berikut.

4.1.6.1 Kalimat nominal

Dalam bahasa Indonesia, ada jenis kalimat yang predikatnya terdiri atas nomina (pronomina) atau frasa nomina. Dengan demikian, kedua nomina atau frasa nomina yang disejajarkan dapat membentuk kalimat asalkan syarat untuk subjek dan predikat (Putrayasa, 2006:1).

Contoh:

Jabuna do i. Rumahnya T itu

‘Itu (adalah) rumahnya.’ 4.1.6.2 Kalimat statif

Predikat dalam bahasa Indonesia maupun bahasa Batak Toba dapat pula berupa adjektiva atau frasa adjektiva. Kalimat yang predikatnya adjektiva sering juga dinamakan kalimat statif (Putrayasa, 2006:15).

Contoh:

1.Na gogoan ibana puang. PR kuatan dia kawan ‘Dia sangat kuat.’ 2.Banggar ibotom. Demam saudarimu


(47)

‘Saudara perempuanmu demam.’ 4.1.6.3 Kalimat numeral

Kalimat numeral adalah kalimat yang berpredikat numeralia. Contoh:

Opat do horbo nasida. Empat T kerbau mereka ‘Kerbau mereka empat.’ 4.1.6.4 Kalimat spasial

Kalimat spasial adalah kalimat yang berpredikat frase preposisi yang menyatakan tempat. Kalimat ini juga disebut kalimat adverbia karena frase preposisi itu berfungsi sebagai keterangan.

Contoh:

Di jabu do among nuaeng. Di rumah T ayah sekarang ‘Ayah di rumah sekarang.’

4.2 Struktur Kalimat Bahasa Batak Toba Berdasarkan Analisis Teori X-bar Struktur kalimat bahasa Batak Toba berdasarkan analisis teori X-bar adalah membuat diagram dari jenis kalimat berdasarkan predikat. Diagram tersebut akan menunjukkan apakah dalam kalimat itu dijumpai modalitas ataupun infleksi.


(48)

4.2.1 Analisis teori X-bar dalam kalimat aktif Manaruhon boni ahu tu hauma

K

FV INFL FN

FV FN FN Fprep

V N N

Taru boni maN-han ahu tu hauma. Antar benih meN-kan saya ke sawah.

‘Saya mengantarkan benih ke sawah.’.

Data di atas menjelaskan bahwa struktur kalimat terbagi atas tiga konstituen yaitu FV + INFL + FN. Infleksi mendominasi afiks maN-han ‘meN-kan’ yang menyatakan waktu kini atau sedang berlangsung. Frase verba dibentuk oleh inti leksikal taru ‘antar’ yang diikuti oleh frase nomina boni ‘benih’ sedangkan frase nomina dibentuk oleh inti leksikal ahu ‘saya’ yang diikuti oleh frase preposisi tu hauma ‘ke sawah’.


(49)

Tali horbonta i tu bona ni bulu i

FV FN

FN FFrep

Tali horbonta tu bona ni bulu i. ikat kerbau kita itu ke batang bambu itu

‘Ikat kerbau kita itu ke batang bambu itu!’

Dalam kalimat tersebut tidak ditemukan infleksi ataupun modalitas. Struktur kalimat itu hanya terdiri dari dua konstituen yaitu FV+FN. Frase verba dibentuk oleh inti leksikal tali ‘ikat’ dalam bentuk kalimat perintah sedangkan frase nomina didominasi oleh inti leksikal horbo ‘kerbau’ yang diikuti frase preposisi tu bona ni bulu i ‘ke batang bambu itu’.


(50)

4.2.2 Analisis teori X-bar dalam kalimat pasif

Bentuk diagram dari kalimat pasif tidak jauh berbeda dengan bentuk diagram dari kalimat aktif. Yang membedakan bentuk digram tersebut dalah infleksi pada kalimat tersebut.

Huparenta pe sude ugasan ni ompung i

K

FV M FN

FN FV N

N V

Hu parenta pe sude ugasan ni ompung i ku atur akan semua harta kakek itu

‘Semua harta kakek itu akan kuatur.’

Data tersebut menjelaskan bahwa ada tiga konstituen dalam kalimat tersebut yaitu FV + M + FN. Frase verba didominasi oleh inti leksikal parenta ‘atur’ sedangakan frase nomina dalam kalimat tersebut adalah sude ugasan ni ompung i ‘semua harta kakek itu’. Dalam kalimat di atas terdapat modalitas pe ‘akan’ yang menyatakan waktu yang sedang berlangsung.


(51)

Dang tardungdung ibana parbue ni botik i K

FV M FN INFL

FV FN

V N

Dungdung ibana dang parbue ni botik i tar-

jangkau dia tidak buah pepaya itu

ter-

‘Buah pepaya itu tidak terjangkaunya.’

Data tersebut menjelaskan bahwa ada tiga konstituen dalam kalimat tersebut yaitu FV + M + INFL + FN. Frase verba didominasi oleh inti leksikal dungdung ‘jangkau’ yang diikuti oleh frase nomina ibana ‘dia’ sedangkan frase nomina oleh inti leksikal parbue ‘buah’. Infleksi dalam benttuk tar- ‘ter-‘ dalam bentuk pasif menyatakan waktu lampau. Dalam kalimat ini juga ditemukan modalitas dang ‘tidak’.


(52)

Hatakkoan jabu ni tulang na di bulan na salpu K

FV INFL FN

V FN Fadv

Takko ha-an jabu ni tulang na di bulan na salpu curi ke-an rumah paman yang di bulan yang lampau

‘Rumah paman kecurian pada bulan yang lalu.’

Kalimat di atas terdiri atas FV+INFL+FN. Frase verba didominasi oleh inti leksikal takko ‘curi’ dan frase nomina didominasi oleh inti leksikal jabu ‘rumah’ yang diikuti oleh inti frase adverbia na di bulan na salpu ‘ pada bulan yang lalu’. Infleksi yang terdapat dalam kalimat tersebut adalah ha-an ‘ke-an’ dalam bentuk kala lampau atau menyatakan hal yang sudah terjadi.


(53)

Suanannami gadong di pollak ni ompung i K

FV INFL FN

FV FV FN FFrep

V N N

Suan nami -an gadong di pollak ni ompung i tanam kami -i ubi di kebun T kakek itu

‘Ubi kami tanami di kebun kakek itu.’

Kalimat di atas terdiri atas FV+INFL+FN. Frase verba didominasi oleh inti leksikal suan ‘tanam’ yang diikuti oleh pronomina nami ‘kami’ dan frase nomina didominasi oleh inti leksikal gadong ‘ubi’ yang diikuti oleh frase preposisi di pollak ni ompung i ‘di kebun kakek itu’. Infleksi yang terdapat dalam kalimat tersebut adalah -an ‘-i’ dalam bentuk kala kini atau menyatakan hal sedang terjadi.


(54)

Nunga hona suan sude haumanami

FV M FN

Hona suan nunga sude haumanami kena tanam sudah semua sawah kami

‘Semua sawah kami telah ditanami.’

Data tersebut menjelaskan bahwa ada tiga konstituen dalam kalimat tersebut yaitu FV + M + INFL + FN. Frase verba dalam kalimat tersebut adalah hona suan ‘kena tanam’ sedangkan frase nomina dalam kalimat tersebut adalah sude haumanami ‘semua sawah kami’. Dalam kalimat ini terdapat modalitas nunga ‘sudah’.


(55)

4.2.3 Analisis teori X-bar dalam kalimat medial

Dipaginjang ibana rohana di jolo ni natorop K

FV INFL FN

FAdj FN FN Fprep

Adj N N

Ginjang ibana dipa- rohana di jolo ni natorop. tinggi dia diper- hatinya di depan M orang banyak

‘Disombongkannya dirinya di depan orang banyak.’

Kalimat di atas terdiri atas FV+INFL+FN. Frase verba berubah menjadi adjektif setelah dipa- dipisahkan. Frase adjektif didominasi oleh inti leksikal ginjang ‘tinggi’ yang diikuti oleh pronomina ibana ‘dia’ dan frase nomina didominasi oleh inti leksikal rohana ‘hatinya’ yang diikuti oleh frase preposisi di jolo ni natorop ‘di depan orang banyak’. Infleksi yang terdapat dalam kalimat tersebut adalah dipa-‘diper-’ dalam bentuk kala kini atau menyatakan hal sedang terjadi.


(56)

4.2.4 Analisis teori X-bar dalam kalimat resiprokal

Masionggahan ma ibana dohot alona i K

FV INFL FN

V

Onggah masi-an ibana dohot alona i. bentak saling meN- dia dan lawannya itu ‘Dia dan lawannya saling membentak.’

Data tersebut menjelaskan bahwa ada tiga konstituen dalam kalimat tersebut yaitu FV + INFL + FN. Frase verba dalam kalimat tersebut didominasiboleh inti leksikal onggah ‘bentak’ sedangkan frase nomina dalam kalimat tersebut adalah ibana dohot alona i ‘dia dan lawannya itu’. Dalam kalimat ini terdapat infleksi masi-an ‘saling meN-’yang menyatakan waktu yang sedang berlangsung atau kala kini.


(57)

4.2.5 Analisis teori X-bar dalam kalimat antipasif

Nunga maponggol tali ni panggumi. K

FV M FN

V

Maponggol nunga tali ni panggum i. patah sudah tali M cangkulmu itu ‘Gagang cangkulmu itu sudah patah.’

Data di atas menjelaskan bahwa kalimat tersebut terdiri dari tiga konstituen, yaitu FV+M+FN. Frase verba didominasi oleh inti leksikal maponggol ‘patah’ sedangkan frase nominadalam kalimat tersebut adalah tali ni panggum i ‘gagang cangkulmu itu’. Infleksi yang terdapat dalam kalimat tersebut adalah -an ‘-i’ dalam bentuk kala kini atau menyatakan hal sedang terjadi.


(58)

4.2.6 Analisis teori X-bar dalam kalimat ekuasional

Bentuk diagram kalimat ekuasional berbeda dengan bentuk diagram kalimat aktif, pasif, medial, antipasif, maaupun resiprokal. Bentuk diagram kalimat ekuasional lebih sederhana karena hanya terdiri dari dua konstituen.

Jabuna do i K

FN FN

N

Jabuna i

Rumahnya itu

‘Itu (adalah) rumahnya.’

Dalam data tersebut hanya ada dua konstituen, yaitu FN+FN. Dalama data tersebut tidak dijumpai infleksi maupun modalitas. Frase nomina didominasi oleh inti leksikal jabuna ‘rumahnya’ dan frase nomina yang kedua didominasi oleh inti leksikal i‘itu’ yang berupa kata ganti penunjuk.


(59)

Banggar ibotom

FAdj FN

Adj N

Banggar ibotom

Demam saudarimu

‘Saudara perempuan demam.’

Dalam data tersebut hanya ada dua konstituen, yaitu Fadj+FN. Dalam data tersebut tidak dijumpai infleksi maupun modalitas.frase adjektif didominasi oleh inti leksikal banggar ‘demam’ sedangkan frase nomina didominasi oleh inti leksikal ibotom ‘saudarimu’.


(60)

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan

Berdasarkan pembahasan bab sebelumnya dapat disimpulkan jenis kalimat bahasa Batak Toba berdasarkan hubungan subjek dan predikat ada enam jenis,yaitu:

1. kalimat aktif 2. kalimat pasif 3. kalimat medial 4. kalimat resiprokal 5. kalimat antipasif 6. kalimat ekuasional

Dalam struktur kalimat bahasa Batak Toba terdapat modalitas dan infleksi. Modalitas yang dijumpai seperti nunga ‘sudah’ dan daong ‘tidak’ sedangkan infleksi hanya ada dua bentuk yaitu kala lampau atau kejadian yang telah lewat seperti ha-an ‘ke-an’, tar- ‘ter’ dan kala kini atau yang sedang terjadi seperti maN-han ‘meN-kan, -an ‘-i’, dipa- ‘diper-‘, dan masi-an ‘meN-‘.

Berdasarkan diagram pada bab sebelumnya dapat disimpulkan bahwa kalimat bahasa Batak Toba berdasarkan hubungan subjek dan predikat tidak semuanya memiliki modalitas dan infleksi. Kalimat bahasa Batak Toba sebagian hanya terdiri atas dua konstituen seperti pada kalimat ekuasional.


(61)

5.2 Saran

Penelitian tentang bahasa daerah khusunya bahasa Batak Toba sudah mulai berkurang. Padahal bahasa daerah bahasa yang seharusnya terus kita lestarikan. Dalam penelitian ini, penulis mendeskripsikan struktur kalimat bahasa Batak Toba berdasarkan hubungan subjek dan predikat dan sekaligus memberikan informasi kepada pembaca tentang struktur kalimat bahasa Batak Toba. Namun, informasi yang dapat penulis berikan dalam penelitian ini masih terbatas. Oleh karena itu, penulis berharap penelitian ini tidak sampai di sini saja, harus ada penelitian selanjutnya mengenai struktur kalimat bahasa Batak Toba agar ilmu pengetahuan tetap berkembang dan informasi yang diberikan pun bertambah banyak.


(62)

DAFTAR PUSTAKA

Alwi, Hasan dkk. 2003. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Cahyono, Bambang Yudi. 1995. Kristal-kristal Ilmu Bahasa. Surabaya: Airlangga University Press.

Chaer, Abdul. 1994. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta.

Haegeman,L. 1992. Introduction to Government and Binding Theory. Oxford: Blackwell.

Kridalaksana, Harimurti. 2001. Kamus Linguistik. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Malo, Manase dkk. 1985. Metode Penelitian Sosial. Jakarta: Karunika Jakarta Universitas Terbuka.

Putrayasa, Ida Bagus. 2006. Tata Kalimat Bahasa Indonesia. Bandung: Refika Aditama.

Putrayasa, Ida Bagus. 2007. Analisis Kalimat. Bandung: Refika Aditama.s Sibarani, Robert.1997. Sintaksis Bahasa Batak Toba. Medan: USU Press.

Sinaga, anicetus B. 2002. Tata Bahasa Batak Toba: Meresapkan Jiwa dan Darah Batak. Medan: Bina Media.

Sudaryanto. 1993. Metode dan Aneka Teknik Analisis Bahasa. Yogyakarta: Duta Wacana University Press.

Kamus

Alwi, hasan. 2003. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: balai Pustaka.

Kridalaksana, Harimurti. 2001. Kamus Linguistik. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Skripsi

Boru Karo, Saten. 1987. Sintaksis Bahasa Batak Karo Dialek Karo Gugung (skripsi). Fakultas Sastra USU.

Siagian, July Fernando. 2007. Struktur Frase Ajektiva Bahasa Batak Toba Analisis Teori X-bar (skripsi). Fakultas Sastra USU.


(63)

Situngkir, Hormina. 1986. Analisis Kalimat Berdasarkan Tinjauan Struktural (skripsi). Fakultas Sastra USU,

Tresiya. 1986. Analisis Kata dan Kalimat Berdasakan Tata Bahasa Tradisional (skripsi). Fakultas Sastra USU.

Zega, Tema Zaro. 1988. Transformasi Kalimat Bahasa Nias (skripsi). Fakultas Sastra USU.


(1)

4.2.6 Analisis teori X-bar dalam kalimat ekuasional

Bentuk diagram kalimat ekuasional berbeda dengan bentuk diagram

kalimat aktif, pasif, medial, antipasif, maaupun resiprokal. Bentuk diagram

kalimat ekuasional lebih sederhana karena hanya terdiri dari dua konstituen.

Jabuna do i

K

FN FN

N

Jabuna i

Rumahnya itu

‘Itu (adalah) rumahnya.’

Dalam data tersebut hanya ada dua konstituen, yaitu FN+FN. Dalama data

tersebut tidak dijumpai infleksi maupun modalitas. Frase nomina didominasi oleh

inti leksikal jabuna ‘rumahnya’ dan frase nomina yang kedua didominasi oleh inti


(2)

Banggar ibotom

FAdj FN

Adj N

Banggar ibotom

Demam saudarimu

‘Saudara perempuan demam.’

Dalam data tersebut hanya ada dua konstituen, yaitu Fadj+FN. Dalam data

tersebut tidak dijumpai infleksi maupun modalitas.frase adjektif didominasi oleh

inti leksikal banggar ‘demam’ sedangkan frase nomina didominasi oleh inti


(3)

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan

Berdasarkan pembahasan bab sebelumnya dapat disimpulkan jenis kalimat

bahasa Batak Toba berdasarkan hubungan subjek dan predikat ada enam

jenis,yaitu:

1. kalimat aktif

2. kalimat pasif

3. kalimat medial

4. kalimat resiprokal

5. kalimat antipasif

6. kalimat ekuasional

Dalam struktur kalimat bahasa Batak Toba terdapat modalitas dan infleksi.

Modalitas yang dijumpai seperti nunga ‘sudah’ dan daong ‘tidak’ sedangkan

infleksi hanya ada dua bentuk yaitu kala lampau atau kejadian yang telah lewat

seperti ha-an ‘ke-an’, tar- ‘ter’ dan kala kini atau yang sedang terjadi seperti

maN-han ‘meN-kan, -an ‘-i’, dipa- ‘diper-‘, dan masi-an ‘meN-‘.

Berdasarkan diagram pada bab sebelumnya dapat disimpulkan bahwa kalimat

bahasa Batak Toba berdasarkan hubungan subjek dan predikat tidak semuanya

memiliki modalitas dan infleksi. Kalimat bahasa Batak Toba sebagian hanya


(4)

5.2 Saran

Penelitian tentang bahasa daerah khusunya bahasa Batak Toba sudah

mulai berkurang. Padahal bahasa daerah bahasa yang seharusnya terus kita

lestarikan. Dalam penelitian ini, penulis mendeskripsikan struktur kalimat bahasa

Batak Toba berdasarkan hubungan subjek dan predikat dan sekaligus memberikan

informasi kepada pembaca tentang struktur kalimat bahasa Batak Toba. Namun,

informasi yang dapat penulis berikan dalam penelitian ini masih terbatas. Oleh

karena itu, penulis berharap penelitian ini tidak sampai di sini saja, harus ada

penelitian selanjutnya mengenai struktur kalimat bahasa Batak Toba agar ilmu

pengetahuan tetap berkembang dan informasi yang diberikan pun bertambah


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Alwi, Hasan dkk. 2003. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Cahyono, Bambang Yudi. 1995. Kristal-kristal Ilmu Bahasa. Surabaya: Airlangga University Press.

Chaer, Abdul. 1994. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta.

Haegeman,L. 1992. Introduction to Government and Binding Theory. Oxford: Blackwell.

Kridalaksana, Harimurti. 2001. Kamus Linguistik. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Malo, Manase dkk. 1985. Metode Penelitian Sosial. Jakarta: Karunika Jakarta Universitas Terbuka.

Putrayasa, Ida Bagus. 2006. Tata Kalimat Bahasa Indonesia. Bandung: Refika Aditama.

Putrayasa, Ida Bagus. 2007. Analisis Kalimat. Bandung: Refika Aditama.s Sibarani, Robert.1997. Sintaksis Bahasa Batak Toba. Medan: USU Press.

Sinaga, anicetus B. 2002. Tata Bahasa Batak Toba: Meresapkan Jiwa dan Darah Batak. Medan: Bina Media.

Sudaryanto. 1993. Metode dan Aneka Teknik Analisis Bahasa. Yogyakarta: Duta Wacana University Press.

Kamus

Alwi, hasan. 2003. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: balai Pustaka.

Kridalaksana, Harimurti. 2001. Kamus Linguistik. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Skripsi

Boru Karo, Saten. 1987. Sintaksis Bahasa Batak Karo Dialek Karo Gugung

(skripsi). Fakultas Sastra USU.

Siagian, July Fernando. 2007. Struktur Frase Ajektiva Bahasa Batak Toba Analisis Teori X-bar (skripsi). Fakultas Sastra USU.


(6)

Situngkir, Hormina. 1986. Analisis Kalimat Berdasarkan Tinjauan Struktural

(skripsi). Fakultas Sastra USU,

Tresiya. 1986. Analisis Kata dan Kalimat Berdasakan Tata Bahasa Tradisional

(skripsi). Fakultas Sastra USU.

Zega, Tema Zaro. 1988. Transformasi Kalimat Bahasa Nias (skripsi). Fakultas Sastra USU.