meninggal setiap tahunnya akibat pneumonia, atau rata-rata 1 anak balita Indonesia
meninggal akibat pneumonia setiap 5 menit Wahyuni, 2008. Tingginya angka kejadian ISPA pada bayi di Indonesia, salah satunya disebabkan oleh
pengetahuan ibu yang sangat kurang tentang ISPA. Pengetahuan adalah hasil ‘tahu’, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu sehingga
dari pengetahuan tersebut dapat mempengaruhi tindakan ibu terhadap penyakit ISPA. Dengan meningkatnya pengetahuan ibu tentang ISPA maka akan langsung berhubungan
dalam menurukan angka kejadian ISPA Notoatmodjo, 2007. Ibu memiliki peranan yang cukup penting dalam usaha untuk meningkatkan kesehatan
bagi anaknya. Pengetahuan ibu mengenai penyakit ISPA, yang merupakan salah satu penyebab kematian tersering, sangat diperlukan. Oleh karena itu, untuk mengetahui
tingkat pemahaman pada ibu-ibu tentang penyakit ISPA, maka perlu diketahui bagaimana pengetahuan, sikap dan perilaku ibu terhadap segala sesuatu yang ada
kaitannya dengan penyakit ISPA ini Purnomo, 2001. Berdasarkan uraian diatas maka penulis akan membuat suatu penelitian tentang
gambaran pengetahuan ibu tentang ISPA pada anak di Kelurahan Medan Denai tahun 2010.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas, maka yang menjadi masalah adalah:
“Bagaimana pengetahuan ibu tentang Infeksi Saluran Pernapasan Akut di Kelurahan Denai tahun 2010?”
1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui pengetahuan ibu tentang ISPA pada anak umur 5-10 tahun.
Universitas Sumatera Utara
1.3.2. Tujuan Khusus
Untuk mengetahui gambaran pengetahaun ibu tentang ISPA pada anak umur 5-10 tahun di Puskesmas Medan Denai.
1.4. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat: 1.
Sebagai bahan informasi kepada ibu tentang ISPA pada anak, agar dapat terhindar dari penyakit ISPA,sehingga yang dapat membantu menurunkan prevalensi ISPA
pada anak. 2.
Sebagai bahan informasi kepada Kelurahan Medan Denai tentang penyakit infeksi ini, agar di Kelurahan Medan Denai penularan ISPA dapat menurun.
3. Sebagai wawasan dan informasi tentang ISPA bagi masyarakat luas dan dapat
dikembangkan menjadi data-data untuk penelitian lanjutan bagi para peneliti. 4.
Sebagai wadah aplikasi ilmu penulis selama menempuh studi di Fakultas Kedokteran USU.
Universitas Sumatera Utara
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1. ISPA 2.1.1. Definisi ISPA
Menurut Depkes 2004 infeksi Saluran Pernafasan Akut ISPA merupakan istilah yang diadaptasi dari istilah bahasa inggris Acute Respiratory Infections
ARI. Istilah ISPA meliputi tiga unsur penting yaitu infeksi, saluran pernafasan, dan akut. Dengan pengertian sebagai berikut: Infeksi adalah masuknya kuman
atau mikroorganisme ke dalam tubuh manusia dan berkembang biak sehingga menimbulkan gejala penyakit. Saluran pernafasan adalah organ mulai dari hidung
hingga alveoli beserta organ adneksanya seperti sinus-sinus, rongga telinga tengah dan pleura. Infeksi akut adalah infeksi yang berlangsung sampai 14 hari.
Batas 14 hari diambil untuk menunjukkan proses akut meskipun untuk beberapa penyakit yang dapat digolongkan dalam ISPA proses ini dapat berlangsung lebih
dari 14 hari. Berdasarkan pengertian diatas, maka ISPA adalah infeksi saluran pernafasan
yang berlangsung selama 14 hari. Saluran nafas yang dimaksud adalah organ mulai dari hidung sampai alveoli paru beserta organ adneksanya seperti sinus,
ruang telinga tengah, dan pleura Habeahan, 2009. Menurut Depkes RI 1996 istilah ISPA mengandung tiga unsur, yaitu infeksi,
saluran pernafasan dan akut. Pengertian atau batasan masing-masing unsur adalah sebagai berikut:
1. Infeksi adalah masuknya kuman atau mikroorganisme ke dalam tubuh
manusia dan berkembang biak sehingga menimbulkan gejala penyakit. 2.
Saluran pernapasan adalah organ yang mulai dari hidung hingga alveoli beserta organ adneksanya seperti sinus-sinus, rongga telinga tengah dan
pleura. Dengan demikian ISPA secara otomatis mencakup saluran pernafasan bagian atas, saluran pernafasan bagian bawah termasuk jaringan paru-paru
dan organ adneksa saluran pernafasan. Dengan batasan ini maka jaringan paru- paru termasuk dalam saluran pernafasan respiratory tract.
Universitas Sumatera Utara
3. Infeksi akut adalah infeksi yang berlangsung sampai dengan 14 hari ini. Batas
14 hari ini diambil untuk menunjukkan proses akut meskipun untuk beberapa penyakit yang dapat digolongakan ISPA proses ini dapat berlangsung lebih
dari 14 hari Suhandayani, 2007.
2.1.2. Epidemiologi
Pada akhir tahun 2000, ISPA mencapai enam kasus di antara 1000 bayi dan balita. Tahun 2003 kasus kesakitan balita akibat ISPA sebanyak lima dari 1000
balita Oktaviani, 2009. Setiap anak balita diperkirakan mengalami 3-6 episode ISPA setiap tahunnya dan proporsi kematian yang disebabkan ISPA mencakup
20-30 Suhandayani, 2007. Untuk meningkatkan upaya perbaikan kesehatan
masyarakat, Departemen Kesehatan RI menetapkan 10 program prioritas masalah kesehatan yang ditemukan di masyarakat guna mencapai tujuan Indonesia Sehat
2010, dimana salah satu diantaranya adalah Program Pencegahan Penyakit Menular termasuk penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut Depkes RI, 2002.
Kota medan merupakan kota terbesar ketiga yang saat ini berkembang menjadi kota Metropolitan, Data profil kesehatan kota Medan berdasarkan kunjungan di
Puskesmas tahun 2003 sebesar 765.763 orang, sedangkan sampai Juni 2004 sebesar 473.539 orang, dimana penyakit ISPA masih berada pada urutan pertama
yaitu sebanyak 225.494 pasien 47,62. Angka tertinggi terdapat di Kecamatan Medan Perjuangan yaitu sebanyak 1.293 kasus 3,3. Di Kabupaten Deli
Serdang pada 2004, diketahui angka morbiditas kasus ISPA sebanyak 12.871 kasus 31,7 dengan rincian 6.638 terjadi pada kelompok umur bayi 51,5
dan 6.233 kasus pada usia 1-4 tahun 48,5 Agustama, 2005.
2.1.3. Faktor Risiko
Berdasarkan hasil penelitian, ISPA yang terjadi pada ibu dan anak berhubungan dengan penggunaan bahan bakar untuk memasak dan kepadatan penghuni rumah,
demikian pula terdapat pengaruh pencemaran di dalam rumah terhadap ISPA pada anak dan orang dewasa. Pembakaran pada kegiatan rumah tangga dapat
menghasilkan bahan pencemar antara lain asap, debu, grid pasir halus dan gas CO dan NO. Demikian pula pembakaran obat nyamuk, membakar kayu di
dapur mempunyai efek terhadap kesehatan manusia terutama Balita baik yang
Universitas Sumatera Utara
bersifat akut maupun kronis. Gangguan akut misalnya iritasi saluran pernafasan dan iritasimata.
Faktor lingkungan rumah seperti ventilasi juga berperan dalam penularan ISPA, dimana ventilasi dapat memelihara kondisi atmosphere yang menyenangkan dan
menyehatkan bagi manusia. Suatu studi melaporkan bahwa upaya penurunan angka kesakitan ISPA berat dan sedang dapat dilakukan di antaranya dengan
membuat ventilasi yang cukup untuk mengurangi polusi asap dapur dan mengurangi polusi udara lainnya termasuk asap rokok. Anak yang tinggal di
rumah yang padat 10m2orang akan mendapatkan risiko ISPA sebesar 1,75 kali dibandingkan dengan anak yang tinggal dirumah yang tidak padat Achmadi,
1993 dalam
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, 2004
. Faktor lain yang berperan dalam penanggulangan ISPA adalah masih buruknya
manajemen program penanggulangan ISPA seperti masih lemahnya deteksi dini kasus ISPA terutama pneumoni, lemahnya manajemen kasus oleh petugas
kesehatan, serta pengetahuan yang kurang dari masyarakat akan gejala dan upaya penanggulangannya, sehingga banyaknya kasus ISPA yang datang ke sarana
pelayanan kesehatan sudah dalam kategori berat
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, 2004
.
2.1.4. Patogenesis
Menurut Baum 1980, saluran pernapasan selama hidup selalu terpapar dengan dunia luar sehingga guna mengatasinya dibutuhkan suatu sistem pertahanan yang
efektif dan efisien. Ketahanan saluran pernapasan terhadap infeksi mauapun partikel dan gas yang ada di udara amat tergantung pada tiga unsur alami yang
selalu terdapat pada orang sehat, yaitu: 1.
Keutuhan epitel mukosa dan gerak mukosilia. 2.
Makrofag alveoli terjadi. 3.
Antibodi setempat. Sudah menjadi suatu kecenderungan bahwa infeksi bakteri mudah terjadi pada
saluran napas yang sel-sel epitel mukosanya rusak, akibat infeksi terdahulu. Selain itu, hal-hal yang dapat menggangu keutuhan lapisan mukosa dan gerak sila
adalah:
Universitas Sumatera Utara
1. Asap rokok dan gas SO₂ yang merupakan polutan utama dalam pencemaran
udara. 2.
Sindrom immotil. 3.
Pengobatan dengan O₂ konsentrasi tinggi 25 atau lebih. Makrofag banyak terdapat di alveolus dan akan dimobilisasikan ke tempat lain
bila terjadi infeksi. Asap rokok dapat menurunkan kemampuan makrofag membunuh bakteri, sedangkan alkohol akan menurunkan mobilitas sel-sel ini
Baum,1980. Antibodi setempat yang ada pada saluran pernapasan ialah imunoglobulin A
IgA. Antibodi ini banyak terdapat di mukosa. Kekurangan antibodi ini akan memudahkan terjadinya infeksi saluran pernapasan, seperti yang sering terjadi
pada anak. Mereka dengan defisiensi IgA akan mengalami hal yang serupa dengan penderita yang mengalami imunodefisiensi lain, seperti penderita yang
mendapat terapi sitostatik atau radiasi, penderita dengan neoplasma yang ganas dan lain-lain immunocompromised host Baum,1980.Menurut Baum 1980
gambaran klinik radang yang disebabkan oleh infeksi sangat tergantung Pada: 1.
Karakteristik inokulum meliputi ukuran aerosol, jumlah dan tingkat virulensi jasad renik yang masuk.
2. Daya tahan tubuh seseorang tergantung pada utuhnya sel epitel mukosa, gerak
mukosilia, makrofag alveoli dan IgA. 3.
Umur mempunyai pengaruh besar. ISPA yang terjadi pada anak dan bayi akan memberikan gambaran klinis yang lebih buruk bila dibandingkan dengan
orang dewasa. Gambaran klinis yang buruk dan tampak lebih berat tersebut terutama disebabkan oleh infeksi virus pada bayi dan anak yang belum
memperoleh kekebalan alamiah.
2.1.5 Gejala Klinis
Penyakit saluran pernapasan atas dapat memberikan gejala klinik yang beragam, antara lain:
1. Gejala koriza coryzal syndrome, yaitu penegeluaran cairan discharge nasal
yang berlebihan, bersin, obstruksi nasal, mata berair, konjungtivitis ringan. Sakit tenggorokan sore throat, rasa kering pada bagian posterior palatum
Universitas Sumatera Utara
mole dan uvula, sakit kepala, malaise, nyeri otot, lesu serta rasa kedinginan chilliness, demam jarang terjadi.
2. Gejala faringeal, yaitu sakit tenggorokan yang ringan sampai berat.
Peradangan pada faring, tonsil dan pembesaran kelenjar adenoid yang dapat menyebabkan obstruksi nasal, batuk sering terjadi, tetapi gejala koriza jarang.
Gejala umum seperti rasa kedinginan, malaise, rasa sakit di seluruh badan, sakit kepala, demam ringan, dan parau hoarseness.
3. Gejala faringokonjungtival yang merupakan varian dari gejala faringeal.
Gejala faringeal sering disusul oleh konjungtivitis yang disertai fotofobia dan sering pula disertai rasa sakit pada bola mata. Kadang-kadang konjungtivitis
timbul terlebih dahulu dan hilang setelah seminggu sampai dua minggu, dan setelah gejala lain hilang, sering terjadi epidemi.
4. Gejala influenza yang dapat merupakan kondisi sakit yang berat. Demam,
menggigil, lesu, sakit kepala, nyeri otot menyeluruh, malaise, anoreksia yang timbul tiba-tiba, batuk, sakit tenggorokan, dan nyeri retrosternal. Keadaan ini
dapat menjadi berat. Dapat terjadi pandemi yang hebat dan ditumpangi oleh infeksi bakterial.
5. Gejala herpangina yang sering menyerang anak-anak, yaitu sakit beberapa hari
yang disebabkan oleh virus Coxsackie A. Sering menimbulkan vesikel faringeal, oral dan gingival yang berubah menjadi ulkus.
6. Gejala obstruksi laringotrakeobronkitis akut cruop, yaitu suatu kondisi serius
yang mengenai anak-anak ditandai dengan batuk, dispnea, dan stridor inspirasi yang disertai sianosis Djojodibroto, 2009.
2.2. Penatalaksanaan