Perbandingan Pengetahuan Mahasiswa Kepaniteraan Klinik terhadap Anatomi Normal Rongga Mulut Ditinjau dari Radiografi Panoramik antara Salah Satu Fakultas Kedokteran Gigi di Padang dan Jakarta

(1)

Lampiran 1

KUISIONER

DEPARTEMEN RADIOLOGI DENTAL FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

PERBANDINGAN PENGETAHUAN MAHASISWA KEPANITERAAN

KLINIK TERHADAP ANATOMI NORMAL RONGGA MULUT

DITINJAU DARI RADIOGRAFI PANORAMIK PADA

SALAH SATU FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

DI PADANG DAN JAKARTA

No. Responden : Tanggal :

Usia :

Jenis kelamin : P / L

LINGKARI JAWABAN YANG BENAR MENURUT ANDA PADA PILIHAN JAWABAN YANG TERSEDIA BERDASARKAN GAMBAR YANG TERTERA!


(2)

1. Menurut anda anatomi apakah yang terdapat pada no.1? a. Fossa nasal

b. Prosesus palatinus c. Orbital

2. Menurut anda anatomi apakah yang terdapat pada no.2? a. Prosesus palatinus

b. Foramen insisivum c. Kavum nasal

3. Menurut anda anatomi apakah yang terdapat pada no.4? a. Septum nasal

b. Orbital

c. Sinus maksilaris

4. Menurut anda anatomi apakah yang terdapat pada no.9? a. Tuberositas maksilaris

b. Kondilus mandibular c. Prosesus koronoid

5. Menurut anda anatomi apakah yang terdapat pada no.11? a. Prosesus palatinus

b. Tuberositas maksilaris c. Arkus zigomatikus

6. Menurut anda apakah no.10 adalah prosesus koronoid mandibula?

a. Ya b. Tidak

7. Menurut anda apakah no.15 adalah prosesus styloid?

a. Ya b. Tidak

8. Menurut anda apakah no.18 adalah foramen mandibula?

a. Ya b. Tidak

9. Menurut anda apakah no.19 adalah foramen mandibula?

a. Ya b. Tidak

10. Menurut anda apakah no.20 adalah foramen mandibula?


(3)

Lampiran 2

LEMBARAN PENJELASAN KEPADA SUBJEK PENELITIAN

Kepada Yth : Saudara/Saudari ………

Bersama ini saya, Dessi Natalia (umur 21 tahun), yang sedang menjalani program pendidikan sarjana pada Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Sumatera Utara, memohon kesediaan Saudara/i untuk berpartisipasi sebagai subjek penelitian saya yang berjudul :

PERBANDINGAN PENGETAHUAN MAHASISWA KEPANITERAAN KLINIK TERHADAP ANATOMI NORMAL RONGGA MULUT DITINJAU DARI RADIOGRAFI PANORAMIK ANTARA SALAH SATU FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI DI PADANG DAN JAKARTA.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat pengetahuan mahasiswa kepaniteraan klinik terhadap anatomi normal rongga mulut dilihat dari foto rontgen seluruh rongga mulut dan kemampuan dalam mengartikan gambaran foto rontgen seluruh rongga mulut.

Penelitian ini bersifat deskriptif analitik dimana akan dilakukan survey pada subjek penelitian. Pada penelitian tersebut, Saudara/i sebagai subjek penelitian akan menerima kuisioner yang berisi 10 (sepuluh) pertanyaan yang akan dijawab oleh Saudara/i sebagai subjek penelitian dan diberi waktu ± 20 menit. Kemudian kuisioner tersebut akan dikumpulkan kembali kepada peneliti dan akan dikoreksi. Identitas Saudara/i sebagai subjek penelitian akan dirahasiakan

oleh peneliti.

Jika Saudara/i mengerti isi dari lembar penjelasan ini dan bersedia untuk menjadi subjek penelitian, maka mohon kiranya Saudara/i untuk mengisi dan menandatangani surat pernyataan persetujuan sebagai subjek penelitian yang terlampir pada lembar berikutnya. Saudara/i perlu mengetahui bahwa surat kesediaan tersebut tidak mengikat dan Saudara/i dapat mengundurkan diri dari penelitian ini bila Saudara/i merasa keberatan.

Demikian lembar penjelasan ini saya perbuat, semoga keterangan ini dapat dimengerti dan atas kesediaan Saudara/i untuk berpartisipasi dalam penelitian ini saya ucapkan terima kasih.

Medan, ……….. 2013 Dessi Natalia


(4)

Lampiran 3

SURAT PERNYATAAN PERSETUJUAN SUBJEK PENELITIAN (INFORMED CONSENT)

Saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama :

Umur :

Jenis kelamin : L / P

Alamat :

Menyatakan telah membaca lembar penjelasan kepada subjek penelitian dan sudah mengerti serta bersedia untuk turut serta sebagai subjek penelitian, dalam penelitian atas nama Dessi Natalia yang berjudul “ Perbandingan Pengetahuan Mahasiswa Kepaniteraan Klinik

Terhadap Anatomi Normal Rongga Mulut Ditinjau dari Radiografi Panoramik antara Salah Satu Fakultas Kedokteran Gigi di Padang dan Jakarta “ dan menyatakan tidak

keberatan maupun melakukan tuntutan di kemudian hari.

Demikian pernyataan ini saya perbuat dalam keadaan sehat dan tanpa paksaan dari pihak manapun.

Padang, Agustus 2013 Pembuat Pernyataan

(………) Tanda tangan dan Nama jelas


(5)

SURAT PERNYATAAN PERSETUJUAN SUBJEK PENELITIAN (INFORMED CONSENT)

Saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama :

Umur :

Jenis kelamin : L / P

Alamat :

Menyatakan telah membaca lembar penjelasan kepada subjek penelitian dan sudah mengerti serta bersedia untuk turut serta sebagai subjek penelitian, dalam penelitian atas nama Dessi Natalia yang berjudul “ Perbandingan Pengetahuan Mahasiswa Kepaniteraan Klinik

Terhadap Anatomi Normal Rongga Mulut Ditinjau dari Radiografi Panoramik antara Salah Satu Fakultas Kedokteran Gigi di Padang dan Jakarta “ dan menyatakan tidak

keberatan maupun melakukan tuntutan di kemudian hari.

Demikian pernyataan ini saya perbuat dalam keadaan sehat dan tanpa paksaan dari pihak manapun.

Jakarta, Agustus 2013 Pembuat Pernyataan

(………) Tanda tangan dan Nama jelas


(6)

(7)

Lampiran 5

Data Mahasiswa Kepaniteraan Klinik Fakultas Kedokteran Gigi pada salah satu universitas di Jakarta

no umur sex p1 p2 p3 p4 p5 p6 p7 p8 p9 p10 total skor

1 23 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 10

2 22 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 10

3 22 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 10

4 22 2 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 9

5 22 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 10

6 23 2 1 1 1 1 1 1 1 0 0 1 8

7 22 2 1 1 1 0 1 0 1 1 1 1 8

8 23 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 10

9 23 1 1 1 1 0 0 1 0 1 0 1 6

10 21 1 1 0 1 0 1 1 1 1 1 1 8

11 23 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 10

12 23 2 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 9

13 22 1 1 1 1 0 1 0 1 1 1 1 8


(8)

15 22 2 1 1 1 1 1 0 1 0 1 1 8

16 22 2 1 1 1 1 1 0 1 0 1 1 8

17 22 2 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 9

18 23 2 1 0 1 1 1 1 0 1 0 1 7

19 22 2 1 1 1 1 1 1 0 1 0 1 8

20 21 2 1 1 1 1 1 1 0 0 1 1 8

21 23 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 10

22 22 2 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 9

23 21 2 1 1 1 1 1 1 0 0 1 1 8

24 21 2 1 1 1 1 1 1 1 0 1 0 8

25 22 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 9

26 22 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 9

27 22 2 1 1 1 0 0 0 0 0 1 1 5

28 23 1 1 1 1 1 1 0 0 0 0 1 6

29 22 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 10

30 23 2 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 8


(9)

32 23 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 9

33 23 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 10

34 21 2 1 1 1 1 1 1 1 0 0 1 8

35 23 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 10

36 23 2 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 9

37 24 2 1 1 1 0 1 0 1 1 1 1 8

38 24 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 9

39 23 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 10

40 23 2 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 9

41 22 2 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 9

42 24 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 10

43 23 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 10

44 22 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 10

45 22 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 10

46 22 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 10

47 22 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 10


(10)

49 24 2 1 1 1 1 1 1 1 0 0 1 8

50 23 2 1 0 1 1 1 1 0 1 1 0 7

51 25 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 10

52 23 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 10

53 21 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 10

54 23 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 10

55 22 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 10

56 23 2 1 1 1 1 1 1 1 0 1 0 8

57 22 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 10

58 23 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 10

59 24 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 9

60 21 2 1 1 1 1 1 1 0 0 1 1 8

61 22 2 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 9

62 21 2 1 1 1 1 1 1 0 0 0 1 7

63 23 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 1 7

64 23 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 10


(11)

66 23 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 10

67 20 2 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 9

68 23 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 10

69 23 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 10

70 22 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 10

71 21 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 10

72 23 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 10

73 23 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 10

74 23 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 10

75 23 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 10

76 23 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 10

77 23 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 10

78 22 2 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 9

79 23 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 9


(12)

Data Mahasiswa Kepaniteraan Klinik Fakultas Kedokteran Gigi pada salah satu universitas di Padang

no umur sex P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8 P9 P10 Total skor

1 23 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 10

2 24 2 1 1 1 1 0 1 0 1 1 1 8

3 24 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 10

4 23 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 10

5 23 1 1 1 0 1 1 1 1 1 0 1 8

6 24 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 10

7 23 2 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 9

8 24 2 1 1 1 1 0 1 1 0 1 1 8

9 23 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 10

10 23 1 1 1 1 0 0 0 1 0 1 0 5

11 23 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 10

12 23 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 10

13 23 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 10


(13)

15 22 1 1 1 1 0 0 1 0 0 1 0 5

16 23 1 1 1 1 1 0 1 0 1 1 1 8

17 23 2 1 1 1 1 0 1 1 0 1 1 8

18 23 2 1 1 1 1 1 1 1 0 0 1 8

19 24 2 1 1 1 1 1 0 1 1 1 0 8

20 23 2 1 1 1 1 0 1 1 1 0 0 7

21 24 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 10

22 23 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 10

23 24 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 10

24 22 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 10

25 22 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 10

26 21 2 0 1 1 1 0 1 1 1 1 1 8

27 21 2 1 1 1 1 1 1 1 0 0 1 8

28 21 1 1 1 1 1 0 0 0 1 0 1 6

29 21 1 1 1 1 1 0 1 0 1 1 1 8

30 21 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 9


(14)

32 22 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 10

33 21 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 10

34 21 2 1 1 1 1 1 1 1 0 1 0 8

35 22 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 10

36 22 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 10

37 21 2 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 9

38 22 2 0 0 1 1 1 0 0 1 0 1 5

39 21 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 10

40 22 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 10

41 22 2 0 1 1 0 1 0 0 0 1 0 4

42 21 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 10

43 22 2 1 1 1 1 0 1 0 1 1 1 8

44 22 2 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 9

45 21 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 9

46 22 2 1 1 1 1 1 1 1 0 1 0 8

47 22 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 9


(15)

49 22 2 1 1 1 1 0 1 1 0 1 0 7

50 22 2 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 9

51 21 2 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 9

52 22 2 1 1 1 1 1 1 1 0 1 0 8

53 21 2 0 1 1 0 1 1 1 1 1 1 8

54 20 2 1 1 1 0 1 0 0 0 0 1 5

55 21 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 0 8


(16)

Frequency Table (MHS FKG UI) Usia

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid 20 tahun 1 1.3 1.3 1.3

21 tahun 9 11.3 11.3 12.5

22 tahun 26 32.5 32.5 45.0

23 tahun 37 46.3 46.3 91.3

24 tahun 6 7.5 7.5 98.8

25 tahun 1 1.3 1.3 100.0

Total 80 100.0 100.0

Jenis Kelamin

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid Laki-laki 18 22.5 22.5 22.5

Perempuan 62 77.5 77.5 100.0

Total 80 100.0 100.0

Anatomi apakah yang terdapat pada no.1?

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid Salah 1 1.3 1.3 1.3

Benar 79 98.8 98.8 100.0

Total 80 100.0 100.0

Anatomi apakah yang terdapat pada no.2?

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid Salah 4 5.0 5.0 5.0

Benar 76 95.0 95.0 100.0

Total 80 100.0 100.0

Anatomi apakah yang terdapat pada no.4?


(17)

Valid Salah 1 1.3 1.3 1.3

Benar 79 98.8 98.8 100.0

Total 80 100.0 100.0

Anatomi apakah yang terdapat pada no.9?

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid Salah 7 8.8 8.8 8.8

Benar 73 91.3 91.3 100.0

Total 80 100.0 100.0

Anatomi apakah yang terdapat pada no.11?

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid Salah 7 8.8 8.8 8.8

Benar 73 91.3 91.3 100.0

Total 80 100.0 100.0

Apakah no.10 adalah prosesus koronoid mandibula?

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid Salah 11 13.8 13.8 13.8

Benar 69 86.3 86.3 100.0

Total 80 100.0 100.0

Apakah no.15 adalah prosesus styloid?

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid Salah 17 21.3 21.3 21.3

Benar 63 78.8 78.8 100.0

Total 80 100.0 100.0

Apakah no.18 adalah foramen mandibula?

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent


(18)

Benar 64 80.0 80.0 100.0

Total 80 100.0 100.0

Apakah no.19 adalah foramen mandibula?

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid Salah 10 12.5 12.5 12.5

Benar 70 87.5 87.5 100.0

Total 80 100.0 100.0

Apakah no.20 adalah foramen mandibula?

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid Salah 4 5.0 5.0 5.0

Benar 76 95.0 95.0 100.0

Total 80 100.0 100.0

Frequency Table (MHS FKG UNAND) Usia

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid 20 tahun 1 1.8 1.8 1.8

21 tahun 16 28.6 28.6 30.4

22 tahun 17 30.4 30.4 60.7

23 tahun 15 26.8 26.8 87.5

24 tahun 7 12.5 12.5 100.0

Total 56 100.0 100.0

Jenis Kelamin

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid Laki-laki 11 19.6 19.6 19.6

Perempuan 45 80.4 80.4 100.0


(19)

Anatomi apakah yang terdapat pada no.1?

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid Salah 5 8.9 8.9 8.9

Benar 51 91.1 91.1 100.0

Total 56 100.0 100.0

Anatomi apakah yang terdapat pada no.2?

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid Salah 1 1.8 1.8 1.8

Benar 55 98.2 98.2 100.0

Total 56 100.0 100.0

Anatomi apakah yang terdapat pada no.4?

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid Salah 1 1.8 1.8 1.8

Benar 55 98.2 98.2 100.0

Total 56 100.0 100.0

Anatomi apakah yang terdapat pada no.9?

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid Salah 7 12.5 12.5 12.5

Benar 49 87.5 87.5 100.0

Total 56 100.0 100.0

Anatomi apakah yang terdapat pada no.11?

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid Salah 17 30.4 30.4 30.4

Benar 39 69.6 69.6 100.0

Total 56 100.0 100.0

Apakah no.10 adalah prosesus koronoid mandibula?


(20)

Valid Salah 6 10.7 10.7 10.7

Benar 50 89.3 89.3 100.0

Total 56 100.0 100.0

Apakah no.15 adalah prosesus styloid?

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid Salah 14 25.0 25.0 25.0

Benar 42 75.0 75.0 100.0

Total 56 100.0 100.0

Apakah no.18 adalah foramen mandibula?

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid Salah 14 25.0 25.0 25.0

Benar 42 75.0 75.0 100.0

Total 56 100.0 100.0

Apakah no.19 adalah foramen mandibula?

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid Salah 9 16.1 16.1 16.1

Benar 47 83.9 83.9 100.0

Total 56 100.0 100.0

Apakah no.20 adalah foramen mandibula?

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid Salah 12 21.4 21.4 21.4

Benar 44 78.6 78.6 100.0

Total 56 100.0 100.0

Pengetahuan (UI)

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent


(21)

Sedang 8 10.0 10.0 100.0

Total 80 100.0 100.0

Pengetahuan (UNAND)

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid Baik 45 80.4 80.4 80.4

Sedang 10 17.9 17.9 98.2

Kurang 1 1.8 1.8 100.0

Total 56 100.0 100.0

Tests of Normality

Kelompok

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig.

Pengetahuan FKG UNPAD .273 80 .054 .797 80 .057

FKG UNAND .191 56 .053 .842 56 .053


(22)

Lampiran 6

Data Personalia

Nama Lengkap : Dessi Natalia Jenis Kelamin : Perempuan

Tempat/Tanggal Lahir : Binjai/ 12 Desember 1992 Kewarganegaraan : Indonesia

Agama : Buddha

Status Perkawinan : Belum menikah

Alamat : Jl. Jendral Sudirman no. 24 C, Binjai

Telepon/HP : 081973151807

Email : des12_natalia@yahoo.com

Pendidikan

1998-2004 : SD Sekolah Methodist, Binjai 2004-2007 : SMP Sekolah Methodist, Binjai

2007-2010 : SMA Sutomo 1, Medan

2010-sekarang : Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara

Medan, Oktober 2013


(23)

41

DAFTAR PUSTAKA

1. White SC, Pharoah MJ. Oral Radiology Principles and Interpretation. 6th ed. Missouri: Mosby Elsevier, 2009: 109-205.

2. Am Dent Assoc. The Use Of Dental Radiography. September 2006.

3. Lannucci JM, Howerton LJ. Dental Radiography : Principles and Techniques. 3rd ed, Philadelphia: Saunders, 2006: 3, 141, 305, 376, 423-4.

4. Stafne, Edward G, ed. Stafne’s Oral Radiographic Diagnosis. Philadelphia: WB Saunders, 1985: 2-17.

5. Dong Gu. The Prevalence of Corelation of Carotid Artery Calcification on Panoramic Radiographs and Pheripheral Arterial Disease in a Population From the Republic of Korea. Dentomaxillofacial Radiology J 2012; 42: 2-6.

6. Jose M, Varghese J. Panoramic Radiograph a Valuable Diagnostic Tool in Dental Practice-Report of Three Cases. International Journal of Dental Clinics 2011; 3: 47-49.

7. Stheeman SE, Mileman PA. Room for Improvement? The Accuracy of Dental Practitioners Who Diagnose Bony Pathose With Radiograph. Oral Surg Oral Med Oral Pathol Oral Radiol Endod J 1996; 81(2): 251-4. (abstrak)

8. Suriasumantri YS. Dasar-dasar Pengetahuan. <http://www.staff..unila.ac.id>. (10 Juli 2013).

9. Aditya. Radiografi vs Fotografi.

2013.

10. Langland OE, Langlais RP, Preece JW. Principles of Dental Imaging. Philadelphia: Lippincott William & Wilkins, 2002: 201-13, 339.

11. Boel T. Dental Radiografi Prinsip dan Teknik. Medan: USU Press. 2011: 20-9,59. 12. Langland OE, Langlais RP, Morris CR. Principles and Practice of Panoramic


(24)

42

13. Whaites E. Radiography and Radiology for Dental Care Professionals. 2nd ed, Philadelphia: Elsevier, 2010: 151-70.

14. Marieb EN, Mallat J. Human Anatomy. 3rd ed, USA: Benjamin Cummings, 2001: 162-3.

15. Ludlow JB, Tyndall DA. Anatomy of the Panoramic Radiograph. Carolina: University of North Carolina School of Dentistry, 2003.

16. Epsilawati L, Firman RN. Diagnosa Kelainan Sendi Temporomandibular dengan Memanfaatkan Panoramik Foto. <http://pustaka.unpad.ac.id>. (10 Juli 2013). 17. Dixon AD. Anatomi Untuk Kedokteran Gigi. Alih Bahasa. Lilian Yuwono

Jakarta: Hipokrates, 1993: 247-55.

18. Dubrul EL. Sicher and Dubrul’s Oral Anatomy. 8th ed, Delhi: A.I.T.B.S., 2000: 42-3, 45, 50-1.

19. Berkovitz BKB, Holland GR, Moxham BJ. Oral Anatomy, Histology, and Embryology. 4th ed, Philadelphia: Elsevier, 2009: 8-11, 63.

20. Nelson SJ, Ash MM. Wheeler’s Dental anatomy, Physiology, and Occlusion. 9th ed, Missouri: Elsevier, 2010: 239-47.

21. Liebgott B. The Anatomical Basis of Dentistry. 3rd ed, Missouri: Elsevier, 2011: 180, 193, 210-3.


(25)

20

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif analitik dengan pendekatan cross sectional yang menggunakan kuisioner sebagai alat pengumpulan data.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di salah satu Fakultas Kedokteran Gigi Universitas yang bertempat di daerah Jakarta dan Padang. Penelitian dilakukan pada bulan Agustus 2013.

3.3 Populasi dan Sampel

3.3.1 Populasi

Populasi pada penelitian ini adalah seluruh mahasiswa kepaniteraan klinik Fakultas Kedokteran Gigi pada salah satu universitas di Jakarta dan Padang.

3.3.2 Sampel

Sampel dalam penelitian ini adalah mahasiswa kepaniteraan klinik Fakultas Kedokteran Gigi pada salah satu universitas di Padang dimana pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan metode total sampling sedangkan sampel pada universitas di Jakarta dipilih dengan menggunakan metode simple random sampling yang dimana besar sampel minimal penelitian diperoleh dengan perhitungan menggunakan rumus sebagai berikut :


(26)

21

Keterangan :

n1 = jumlah sampel salah satu universitas di Padang n2 = jumlah sampel salah satu universitas di Jakarta

= deviat baku alpha ditetapkan sebesar 5%, = 1,64 = deviat baku beta ditetapkan sebesar 20%, = 0,84 P= proporsi populasi total =

P1 = proporsi populasi (0,5)

P1-P2 = selisih proporsi yang dianggap bermakna, ditetapkan sebesar 0,2

P2 = P1 – 0,2 = 0,5 – 0,2 = 0,3

Q = 1 – P = 1 – 0,4 = 0,6

Dari rumus diatas maka didapat hasil sebagai berikut :

Berdasarkan perhitungan dengan rumus, maka jumlah sampel minimal yang diperlukan pada penelitian ini berjumlah 73 responden. Penelitian ini akan menggunakan 80 responden yang digenapkan dari hasil rumus sampel minimal untuk mempermudah perhitungan statistik. Oleh karena itu, peneliti akan mengambil 80 responden pada salah satu universitas di Jakarta sedangkan responden yang diambil pada salah satu universitas di Padang adalah seluruh populasi yang ada yaitu berjumlah 56 responden. Maka total sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah 136 responden yang diambil dari 2 universitas.


(27)

22

3.4 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional

Pengetahuan mahasiswa kepaniteraan klinik terhadap anatomi normal rongga mulut pada radiografi panoramik didefinisikan sebagai hasil pemikiran dan interpretasi mahasiswa kepaniteraan klinik terhadap gambaran anatomi normal rongga mulut yang terlihat pada radiografi panoramik. Pengetahuan mahasiswa kepaniteraan klinik terhadap anatomi normal pada radiografi panoramik diukur menggunakan kuisioner sebanyak 10 pertanyaan dengan skala ordinal. Jawaban yang benar bernilai 1 dan jawaban yang salah bernilai 0. Kriteria pengukuran adalah apabila 8-10 pertanyaan dalam kuisioner dijawab dengan benar maka pengetahuan mahasiswa kepaniteraan klinik dinilai baik. Apabila 5-7 pertanyaan dalam kuisioner dijawab dengan benar maka pengetahuan mahasiswa kepaniteraan klinik dinilai sedang. Kemudian apabila kurang dari 5 pertanyaan dalam kuisioner yang dijawab benar maka pengetahuan mahasiswa kepaniteraan klinik dinilai kurang.

3.5 Metode Pengumpulan Data dan Prosedur Penelitian

3.5.1 Metode Pengumpulan Data

a. Peneliti meminta ijin kepada Dekan Fakultas Kedokteran Gigi salah satu universitas di Padang dan Jakarta, dan Ketua dari tiap-tiap Departemen untuk melakukan penelitian.

b. Peneliti menyebarkan kuisioner kepada mahasiswa kepaniteraan klinik fakultas kedokteran gigi di salah satu universitas di Padang dan Jakarta.

c. Mahasiswa kepaniteraan klinik Fakultas Kedokteran Gigi salah satu universitas di Padang dan Jakarta mengisi kuisioner yang telah diberikan sesuai dengan petunjuk.

d. Kuisioner yang telah diisi, kemudian dikumpulkan dan diperiksa kelengkapannya oleh peneliti kemudian dilakukan analisa dan pengolahan data secara komputerisasi.


(28)

23

3.5.2 Prosedur Penelitian

Pembuatan kuisioner

Populasi mahasiswa FKG salah satu universitas di Jakarta dan Padang

Analisis dan perbandingan data dari kedua universitas yang telah dipilih untuk penelitian ini

Perhitungan data kuisioner berdasarkan kriteria skor yang telah ditetapkan sebelumnya

Responden menjawab kuisioner dalam waktu ± 20 menit Pendekatan dan persetujuan menjadi sampel dimana dipilih

80 responden pada salah satu universitas di Jakarta dan 56 responden pada salah satu universitas di Padang

Pembagian satu lembar kuisioner pada setiap responden

Kuisioner dikembalikan pada peneliti setelah seluruh pertanyaan telah dijawab


(29)

24

3.6 Pengolahan Data dan Analisis Data

3.6.1 Pengolahan Data

Pengukuran pengetahuan mahasiswa kepaniteraan klinik dilakukan dengan memberikan total skor terhadap kuisioner yang telah diberi bobot. Jumlah pertanyaan 10, dimana setiap pertanyaan memiliki skor 1 untuk jawaban yang benar dan skor 0 untuk jawaban yang salah dengan total skor maksimal adalah 10, maka tingkat pengetahuan mahasiswa kepaniteraan klinik diklasifikasikan dalam 3 kategori, yaitu:

a. Tingkat pengetahuan baik, apabila total skor berada diantara 8-10 ( >80% dari total skor maksimal)

b. Tingkat pengetahuan sedang, apabila total skor berada diantara 5-7 ( 50% - 79% dari skor maksimal)

c. Tingkat pengetahuan kurang, apabila total skor berada diantara <5 (<50% dari skor maksimal)

Data yang telah dikumpulkan dikelompokkan melalui proses:

a. Editing yaitu memeriksa kembali apakah data yang terkumpul sudah

lengkap, terbaca dengan jelas dan tidak meragukan serta apakah ada kesalahan dan sebagainya.

b. Membuat lembaran kode yaitu membuat kode pada lembaran kuisioner yang tujuannya untuk memberi nomor responden, memberi bobot kepada setiap jawaban yang diberikan responden untuk lebih mudah dalam pengolahan dan perhitungan total skor dari semua pertanyaan.

c. Memasukan data yaitu memasukan data ke dalam kolom-kolom yang telah disesuaikan dengan jawaban masing pertanyaan dan bobot dari masing-masing jawaban.

d. Tabulasi yaitu membuat tabel- tabel data sesuai dengan tujuan penelitian. Pengolahan data dilakukan dengan komputerisasi untuk mengetahui pengetahuan dari mahasiswa kepaniteraan klinik masing-masing universitas dan hasil tersebut akan dibandingkan melalui analisis data.


(30)

25

3.6.2 Analisis Data

Data hasil penelitian dianalisis dengan menggunakan uji T independent yaitu menghitung perbandingan pengetahuan antara dua kelompok mahasiswa kepaniteraan klinik tersebut.

3.7 Etika Penelitian

Penelitian ini telah mendapatkan persetujuan dari komisi etik (Health Research Ethical Committee of North Sumatera) dengan nomor surat 347/KOMET/FK USU/2013 dengan judul, Perbandingan Pengetahuan Mahasiswa Kepaniteraan Klinik Terhadap Anatomi Normal Rongga Mulut Ditinjau dari Radiografi Panoramik antara Salah Satu Fakultas Kedokteran Gigi di Padang dan Jakarta. Sebelum penelitian berjalan, responden telah diberikan penjelasan mengenai manfaat dan resiko dari penelitian.


(31)

26

BAB 4

HASIL PENELITIAN

4.1 Responden Berdasarkan Usia

Sampel dalam penelitian ini berjumlah 136 orang yaitu 80 orang mahasiswa kepaniteraan klinik pada salah satu universitas di Jakarta dan 56 orang mahasiswa kepaniteraan klinik pada salah satu universitas di Padang.

Tabel 1. Frekuensi Responden Berdasarkan Usia

Jakarta Padang

Usia Frekuensi Persentase Frekuensi Persentase

20 tahun 1 1,3 1 1,8

21 tahun 9 11,3 16 28,6

22 tahun 26 32,5 17 30,4

23 tahun 37 46,3 15 26,8

24 tahun 6 7,5 7 12,5

25 tahun 1 1,3 - -

Total 80 100,0 56 100,0

Dari Tabel 1. dapat disimpulkan bahwa umur responden pada salah satu universitas di Jakarta lebih banyak pada umur 22 dan 23 tahun sedangkan umur responden pada salah satu universitas di Padang lebih banyak pada umur 21, 22, dan 23 tahun. Selain itu, dapat juga dilihat bahwa umur maksimum responden pada salah universitas di Jakarta adalah 25 tahun dan umur minimum responden adalah 20 tahun. Responden pada salah satu universitas di Padang memiliki umur maksimum 24 tahun dan umur minimum 20 tahun.


(32)

27

4.2 Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

Tabel 2. Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

Jakarta Padang

Jenis Kelamin Frekuensi Persentase Frekuensi Persentase

Laki-laki 18 22,5 11 19,6

Perempuan 62 77,5 45 80,4

Total 80 100,0 56 100,0

Tabel 2. menunjukkan bahwa jumlah responden perempuan lebih banyak dibandingkan dengan jumlah responden laki-laki baik pada salah satu universitas di Jakarta maupun di Padang yaitu 77,5% di Jakarta dan 80,4% di Padang.

4.3 Pengetahuan tentang Anatomi Rongga Orbita

Tabel 3. Frekuensi Pengetahuan Mahasiswa Kepaniteraan Klinik tentang Anatomi Rongga Orbita

Jakarta Padang

Frekuensi Persentase Frekuensi Persentase

Benar 79 98,8 51 91,1

Salah 1 1,3 5 8,9

Total 80 100,0 56 100,0

Dari Tabel 3. dapat dilihat bahwa jumlah mahasiswa kepaniteraan klinik yang tidak mengetahui rongga orbita pada salah satu universitas di Jakarta sebanyak 1 orang atau 1,3% sedangkan yang terdapat pada salah satu universitas di Padang yaitu sebanyak 5 orang atau 8,9%.

4.4 Pengetahuan tentang Anatomi Kavum Nasal

Tabel 4. Frekuensi Pengetahuan Mahasiswa Kepaniteraan Klinik tentang Anatomi Kavum Nasal

Jakarta Padang

Frekuensi Persentase Frekuensi Persentase

Benar 76 95,0 55 98,2

Salah 4 5,0 1 1,8


(33)

28

Pada Tabel 4. dapat dilihat bahwa jumlah mahasiswa yang tidak mengetahui tentang kavum nasal pada salah satu universitas di Jakarta adalah 5 orang atau 5% dan 1 orang pada salah satu universitas di Padang atau 1,8%.

4.5 Pengetahuan tentang Anatomi Sinus Maksila

Tabel 5. Frekuensi Pengetahuan Mahasiswa Kepaniteraan Klinik tentang Anatomi Sinus Maksila

Jakarta Padang

Frekuensi Persentase Frekuensi Persentase

Benar 79 98,8 55 98,2

Salah 1 1,3 1 1,8

Total 80 100,0 56 100,0

Tabel 5. menunjukkan bahwa jumlah mahasiswa yang tidak mengetahui tentang sinus maksila pada kedua universitas baik yang di Jakarta dan Padang adalah sama yaitu sebanyak 1 orang.

4.6 Pengetahuan tentang Anatomi Kondilus

Tabel 6. Frekuensi Pengetahuan Mahasiswa Kepaniteraan Klinik tentang Anatomi Kondilus

Jakarta Padang

Frekuensi Persentase Frekuensi Persentase

Benar 73 91,3 49 87,5

Salah 7 8,8 7 12,5

Total 80 100,0 56 100,0

Tabel 6. menunjukkan bahwa jumlah mahasiswa yang tidak mengetahui tentang kondilus adalah sama pada kedua universitas yaitu sebanyak 7 orang.


(34)

29

4.7 Pengetahuan tentang Anatomi Tuberositas Maksila

Tabel 7. Frekuensi Pengetahuan Mahasiswa Kepaniteraan Klinik tentang Anatomi Tuberositas Maksila

Jakarta Padang

Frekuensi Persentase Frekuensi Persentase

Benar 73 91,3 39 69,6

Salah 7 8,8 17 30,4

Total 80 100,0 56 100,0

Pada Tabel 7. dilihat bahwa mahasiswa yang tidak mengetahui tentang tuberositas maksila pada salah satu universitas di Jakarta berjumlah 7 orang (8,8%) dan yang terdapat pada salah satu universitas di Padang sebanyak 17 orang (30,4%).

4.8 Pengetahuan tentang Anatomi Prosesus Koronoid Mandibula

Tabel 8. Frekuensi Pengetahuan Mahasiswa Kepaniteraan Klinik tentang Anatomi Prosesus Koronoid Mandibula

Jakarta Padang

Frekuensi Persentase Frekuensi Persentase

Benar 69 86,3 50 89,3

Salah 11 13,8 6 10,7

Total 80 100,0 56 100,0

Dari Tabel 8. dapat dilihat bahwa jumlah mahasiswa yang tidak mengetahui tentang prosesus koronoid mandibula terdapat pada salah satu universitas di Jakarta yaitu sebanyak 11 orang (13,8%) sedangkan pada salah satu universitas di Padang terdapat 6 orang (10,7%) yang tidak mengetahui tentang prosesus koronoid mandibula.


(35)

30

4.9 Pengetahuan tentang Anatomi Prosesus Styloid

Tabel 9. Frekuensi Pengetahuan Mahasiswa Kepaniteraan Klinik tentang Anatomi Prosesus Styloid

Jakarta Padang

Frekuensi Persentase Frekuensi Persentase

Benar 63 78,8 42 75,0

Salah 17 21,3 14 25,0

Total 80 100,0 56 100,0

Pada Tabel 9. dapat dilihat bahwa jumlah mahasiswa yang tidak mengetahui tentang prosesus styloid pada salah satu universitas di Jakarta adalah 21,3% sedangkan pada salah satu universitas di Padang adalah 25%.

4.10 Pengetahuan tentang Anatomi Foramen Mandibula

Tabel 10. Frekuensi Pengetahuan Mahasiswa Kepaniteraan Klinik tentang Anatomi Foramen Mandibula

Jakarta Padang

Frekuensi Persentase Frekuensi Persentase

Benar 64 80,0 42 75,0

Salah 16 20,0 14 25,0

Total 80 100,0 56 100,0

Tabel 10. menunjukkan bahwa persentase mahasiswa yang tidak mengetahui tentang foramen mandibula pada salah satu universitas di Jakarta adalah 20% dan pada salah satu universitas di Padang adalah 25%.

4.11 Pengetahuan tentang Anatomi Kanal Mandibula

Tabel 11. Frekuensi Pengetahuan Mahasiswa Kepaniteraan Klinik tentang Anatomi Kanal Mandibula

Jakarta Padang

Frekuensi Persentase Frekuensi Persentase

Benar 70 87,5 47 83,9

Salah 10 12,5 9 16,1


(36)

31

Pada Tabel 11. terlihat bahwa persentase mahasiswa yang tidak mengetahui tentang kanal mandibula adalah 12,5% pada salah satu universitas di Jakarta dan 16,1% pada salah satu universitas di Padang.

4.12 Pengetahuan tentang Anatomi Foramen Mental

Tabel 12. Frekuensi Pengetahuan Mahasiswa Kepaniteraan Klinik tentang Anatomi Foramen Mental

Jakarta Padang

Frekuensi Persentase Frekuensi Persentase

Benar 76 95,0 44 78,6

Salah 4 5,0 12 21,4

Total 80 100,0 56 100,0

Dari Tabel 12. dapat dilihat bahwa mahasiswa yang tidak mengetahui tentang foramen mental pada salah satu universitas di Jakarta adalah sebesar 5% dan 21,4% pada salah satu universitas di Padang.

4.13 Tingkat Pengetahuan Mahasiswa Kepaniteraan Klinik tentang Anatomi Normal Rongga Mulut Ditinjau dari Radiografi Panoramik

Tabel 13. Tingkat Pengetahuan Mahasiswa Kepaniteraan Klinik tentang Anatomi Normal Rongga Mulut Ditinjau dari Radiografi Panoramik

Jakarta Padang

Frekuensi Persentase Frekuensi Persentase

Baik 72 90,0 45 80,4

Sedang 8 10,0 10 17,9

Kurang - - 1 1,8

Total 80 100,0 56 100,0

Pada Tabel 13. dapat dilihat bahwa tingkat pengetahuan mahasiswa pada salah satu universitas di Jakarta yang termasuk dalam kategori baik sebesar 90% dan yang termasuk kategori sedang sebesar 10% dan tidak terdapat mahasiswa dengan tingkat pengetahuan kurang. Tabel 13. menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan pada


(37)

32

salah satu universitas di Padang yang termasuk dalam kategori baik sebesar 80,4%, kategori sedang sebesar 17,9% dan kategori kurang sebesar 1,8%.

4.14 Perbandingan Pengetahuan Mahasiswa Kepaniteraan Klinik Fakultas Kedokteran Gigi pada Salah Satu Universitas di Jakarta dan di Padang

Tabel 14. Perbandingan Rerata Pengetahuan Mahasiswa Kepaniteraan Klinik Mahasiswa Rerata Standard Deviasi P

Pengetahuan FKG di Jakarta 9,03 1,169

0,026

FKG di Padang 8,46 1,584

Pada Tabel 14. dapat diketahui bahwa rerata pengetahuan mahasiswa kepaniteraan klinik pada salah satu universitas di Jakarta adalah 9,03 sedangkan rerata pada mahasiswa kepaniteraan klinik yang terdapat pada salah satu universitas di Padang adalah 8,46. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa secara deskriptif kedua kelompok tersebut terdapat perbedaan rerata namun kedua rerata kelompok termasuk dalam kategori baik. Selain itu, dapat dilihat juga bahwa nilai P < 0,05 sehingga dapat dikatakan bahwa pengetahuan kedua kelompok berbeda secara bermakna.


(38)

33

BAB 5 PEMBAHASAN

Radiografi panoramik adalah sebuah teknik yang menghasilkan gambaran tomograf dari seluruh struktur fasial yaitu mandibula, maksila dan struktur pendukungnya. Radiografi panoramik juga sangat bermanfaat secara klinis dalam menegakkan diagnosis yang memerlukan gambaran seluruh rahang rongga mulut.1

Penelitian ini dilakukan dengan pengambilan sampel pada mahasiswa kepaniteraan klinik Fakultas Kedokteran Gigi pada salah satu universitas di Jakarta dan Padang. Pengumpulan data dilakukan dengan cara membagikan kuisioner pada setiap responden yang kemudian diberikan waktu untuk mengisi kuisioner tersebut. Jumlah sampel pada penelitian ini adalah 136 orang dimana sampel pada salah satu universitas di Jakarta berjumlah 80 orang dan sampel pada salah satu universitas di Padang berjumlah 56 orang.

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan (Tabel 1.) diketahui bahwa pada salah satu universitas di Jakarta terdapat 32,5% yang berumur 22 tahun dan 46,3% yang berumur 23 tahun. Selain itu, terdapat 1,3% responden yang berumur 20 tahun, hal ini menunjukkan kemungkinan adanya mahasiswa yang lebih cepat memulai pendidikannya atau lebih cepat dalam menyelesaikan pendidikan sarjananya. Hasil penelitian juga menunjukkan adanya 1,3% mahasiswa yang berumur 25 tahun, hal ini dapat disebabkan karena adanya faktor keterlambatan dalam menyelesaikan pendidikan sarjananya. Pada salah satu universitas di Padang dapat diketahui juga bahwa terdapat paling banyak mahasiswa dengan umur 22 tahun yaitu 30,4% dan hanya terdapat sedikit mahasiswa dengan umur 20 tahun yaitu sebesar 1,8%.

Frekuensi responden berdasarkan jenis kelamin (Tabel 2.) dinyatakan jumlah responden dengan jenis kelamin perempuan lebih banyak daripada laki-laki yaitu terdapat 22,5% laki-laki dan 77,5% perempuan pada salah satu universitas di Jakarta sedangkan di Padang terdapat 19,6% laki-laki dan 80,4% perempuan. Oleh karena itu, dapat juga disimpulkan bahwa mahasiswa fakultas kedokteran gigi pada salah


(39)

34

satu universitas baik di Jakarta maupun Padang lebih banyak perempuan daripada laki-laki.

Pengetahuan responden tentang anatomi rongga orbita ditinjau dari radiografi panoramik (Tabel 3.) dapat dikategorikan baik karena jumlah mahasiswa yang menjawab salah pada salah satu universitas di Jakarta maupun Padang memiliki persentase yang kecil yaitu sebesar 1,3% di Jakarta dan 8,9% di Padang. Beberapa responden melakukan kesalahan karena menjawab anatomi rongga orbita sebagai fossa nasal yang dimana kedua rongga ini memang terletak berdekatan dan tampak radiolusen pada radiograf panoramik.

Rongga orbita adalah rongga yang melindungi bola mata. Pada radiograf panoramik rongga orbita akan terlihat radiolusen di atas rongga hidung. Rongga mata, atau orbita dapat digambarkan sebagai piramida empat sisi yang sedikit tidak teratur. Rongga orbita terdiri atas bola mata dengan otot, pembuluh darah dan saraf, terletak diantara regio cranialis dan facialis kranium dan terpisah satu sama lain oleh bagian atas facies orbitalis kavum nasal.17,18

Pengetahuan responden tentang anatomi kavum nasal ditinjau dari radiografi panoramik (Tabel 4.) termasuk dalam kategori baik yaitu terdapat sebesar 5% mahasiswa kepaniteraan klinik pada salah satu universitas di Jakarta yang menjawab salah dan terdapat sebesar 1,8% mahasiswa kepaniteraan klinik pada salah satu universitas di Padang yang menjawab salah.

Kavum nasal merupakan suatu rongga radiolusen yang terletak tepat di atas rongga mulut dan berdekatan dengan gigi insisivum rahang atas sehingga beberapa mahasiswa menjawab kavum nasal sebagai foramen insisivum. Kavum nasal terletak antara ruang orbita dan sinus maksila pada sisi kanan dan kiri. Tiap kavum dipisahkan dari kavum lainnya oleh septum nasal. Tulang septum terdiri dari bidang vertikal tulang ethmoid dan vomer. Lantai kavum nasal halus dan cekung dalam arah melintang. Sinus frontalis, maksilaris, ethmoidalis, sphenoidalis dan duktus lacrimal bermuara ke tiap kavum ini.17,18

Responden yang menjawab salah tentang anatomi sinus maksila (Tabel 5.) pada universitas di Jakarta dan Padang hanya sebanyak 1 orang, hal ini menunjukkan


(40)

35

bahwa pengetahuan mahasiswa kepaniteraan klinik tentang sinus maksila pada salah satu universitas di Jakarta maupun di Padang termasuk dalam kategori baik.

Sinus maksila adalah sinus paranasal yang terbesar dan terletak di maksila. Sinus ini berbentuk piramida. Dasar sinus berhubungan erat dengan apeks gigi-gigi molar permanen pada individu dewasa. Akar gigi yang paling dekat dengan sinus maksila adalah akar gigi permanen molar kedua rahang atas, terutama puncak akar palatalnya. Dimensi sinus rata-rata adalah lebar 25 mm, panjang (dari depan ke belakang) 30 mm, dan tinggi 35 mm. Rongga ini terlihat jelas dan radiolusen pada radiograf panoramik.17,19

Frekuensi mahasiswa yang menjawab salah tentang anatomi kondilus (Tabel 6.) adalah sebanyak 8,8% pada salah satu universitas di Jakarta dan 12,5% pada salah satu universitas di Padang. Secara keseluruhan, pengetahuan mahasiswa kedua universitas tentang anatomi kondilus dapat dikategorikan baik. Responden melakukan kesalahan dengan menjawab kondilus sebagai prosesus koronoid karena letaknya yang berdekatan yaitu pada bagian ramus mandibula dan kedua anatomi tersebut memberikan gambaran yang radiopak pada radiograf panoramik.

Kondilus termasuk bagian dari mandibula yang terbentuk dari prosesus kondilar. Kondilus mandibula merupakan tulang berbentuk cembung pada seluruh permukaannya dan terletak di bagian posterior ramus mandibula. Kondilus berbentuk cembung pada bagian atas. Kondilus mandibula sangat bervariasi. Dimensi anteroposteriornya sekitar setengah dari dimensi mediolateral. Aspek medialnya lebih lebar dari lateral19,20

Pengetahuan responden tentang anatomi tuberositas maksila (Tabel 7.) dimana jumlah responden yang menjawab dengan salah pada salah satu universitas di Jakarta sebanyak 8,8% sedangkan jumlah responden yang menjawab dengan salah pada salah satu universitas di Padang sebanyak 30,4%. Secara keseluruhan, pengetahuan responden tentang tuberositas maksila pada salah satu universitas di Jakarta termasuk dalam kategori baik sedangkan pengetahuan pada salah satu universitas di Padang termasuk kategori sedang. Dari hasil penelitian, banyak responden yang menjawab tuberositas maksila sebagai arkus zigomatikus. Hal ini


(41)

36

disebabkan karena tuberositas maksila dan arkus zigomatikus memberikan gambaran yang radiopak dan terletak berdekatan pada radiograf panoramik.

Konveksitas permukaan posterior infratemporal disebut tuberositas maksila. Tuberositas maksila memiliki permukaan bagian inferior yang lebih menonjol dimana terdapat akar molar ketiga. Tuberositas maksila dibentuk oleh prosesus alveolar maksila dan berbentuk berupa lekukan membulat pada posterior kedua sisi maksila. Tuberositas ini dibatasi oleh tepi yang tajam dan tidak teratur yang berhubungan dengan prosesus piramidal dari tulang palatina. Tuberositas maksila adalah pangkal dari beberapa serat otot pterygoideus medial.10,19,20

Berdasarkan hasil penelitian, persentase responden yang tidak tahu tentang prosesus koronoid mandibula (Tabel 8.) adalah sebesar 13,8% pada salah satu universitas di Jakarta dan 10,7% pada salah satu universitas di Padang. Secara keseluruhan, pengetahuan kedua kelompok tersebut dapat dikategorikan baik.

Prosesus koronoid mandibula adalah prosesus anterosuperior ramus yang tajam, berbentuk seperti pisau, runcing, pipih, dan ujung yang tidak rata sebagai tempat melekatnya otot temporal. Prosesus koronoid mandibula adalah salah satu dari dua prosesus yang membentuk perbatasan superior ramus. Prosesus koronoid mandibula memberikan gambaran radiopak dan terletak pada ramus mandibula dekat dengan kondilus pada radiograf panoramik. Dalam keadaan oklusi, ujung dari prosesus koronoid mandibula akan tertutupi oleh lengkung zigomatikum.19,20,21

Pengetahuan responden tentang anatomi prosesus styloid (Tabel 9.) pada kedua universitas di Jakarta dan Padang termasuk dalam kategori sedang karena terdapat 21,3% mahasiswa yang tidak tahu tentang anatomi prosesus styloid pada salah satu universitas di Jakarta dan terdapat 25% mahasiswa yang tidak tahu tentang anatomi prosesus styloid pada salah satu universitas di Padang.

Prosesus styloid merupakan prosesus yang panjang, ramping dan meruncing ke bawah dan ke depan. Prosesus styloid memberikan gambaran radiopak pada radiograf panoramik. Prosesus ini dihubungkan dengan tonjolan kecil dari tulang hyoid oleh ligamentum stylohyoid. Prosesus styloid juga merupakan tempat melekatnya otot-otot.15,21


(42)

37

Frekuensi responden yang tidak tahu tentang anatomi foramen mandibula (Tabel 10.) adalah sebesar 20% pada salah satu universitas di Jakarta dan sebesar 25% pada salah satu universitas di Padang. Secara keseluruhan, pengetahuan mahasiswa pada salah satu universitas di Jakarta tentang foramen mandibula dapat dikategorikan baik sedangkan pengetahuan mahasiswa pada salah satu universitas di Padang dapat dikategorikan sedang.

Foramen mandibula merupakan sebuah rongga yang terletak pada titik tengah ramus mandibula antara mandibula notch dan sudut rahang. Foramen mandibula adalah tempat masuknya pembuluh darah dan saraf yang terlihat radiolusen pada pertengahan ramus mandibula. Jika bidang oklusal gigi mandibula diperpanjang ke posterior maka foramen mandibula akan terletak beberapa milimeter di bawah garis ini. Kanalis mandibula dimulai pada titik ini, memanjang ke bawah dan ke depan secara horizontal.19,20,21

Pengetahuan responden tentang anatomi kanal mandibula (Tabel 11.) pada kedua universitas baik yang terdapat di Jakarta dan Padang termasuk dalam kategori baik yaitu hanya terdapat sebesar 12,5% mahasiswa pada salah satu universitas di Jakarta yang tidak tahu tentang anatomi kanal mandibula dan 16,1% mahasiswa pada salah satu universitas di Padang yang tidak tahu tentang kanal mandibula.

Kanal mandibula terdapat pada sepanjang inferior ramus dan body mandibula, tepat di bawah akar gigi mandibula dan berakhir di garis tengah. Kanal mandibula mentransmisikan saraf alveolar inferior, pembuluh darah arteri dan vena yang bermula dari foramen mandibula dan meluas ke daerah gigi premolar. Gambaran dari kanal mandibula pada radiograf panoramik adalah radiolusen dengan batas linear yang radiopak.19,21

Frekuensi responden yang tidak tahu tentang anatomi foramen mental (Tabel 12.) pada salah satu universitas di Jakarta adalah sebesar 5% sedangkan pada salah satu universitas di Padang terdapat sebesar 21,4% mahasiswa yang tidak tahu tentang anatomi foramen mental. Secara keseluruhan, pengetahuan mahasiswa pada salah satu universitas di Jakarta termasuk dalam kategori baik dan pengetahuan mahasiswa kepaniteraan klinik pada salah satu universitas di Padang dapat dikategorikan sedang.


(43)

38

Foramen mental biasanya terletak di tengah antara perbatasan superior dan inferior dari body mandibula, dan paling sering terletak sedikit di bawah puncak akar gigi premolar kedua. Foramen ini merupakan tempat lewatnya saraf dan pembuluh darah. Posisi foramen ini tidak konstan, dan mungkin dapat terletak antara gigi premolar pertama dan premolar kedua. Foramen mental memiliki gambaran yang radiolusen pada radiograf panoramik. Posisi yang paling umum untuk foramen mental adalah pada garis vertikal yang melewati gigi premolar kedua mandibula.19,20

Berdasarkan hasil penelitian tersebut maka dapat diketahui bahwa mahasiswa kepaniteraan klinik pada salah satu universitas di Jakarta mampu membedakan antara anatomi foramen mandibula, kanal mandibula, dan foramen mental pada radiografi panoramik sedangkan mahasiswa kepaniteraan klinik pada salah satu universitas di Padang masih banyak melakukan kesalahan dalam membedakan foramen mandibula dengan foramen mental.

Tingkat pengetahuan mahasiswa kepaniteraan klinik tentang anatomi normal rongga mulut ditinjau dari radiografi panoramik (Tabel 13.) pada salah satu universitas di Jakarta terdapat 90,0% dengan kategori baik dan 10,0% dengan kategori sedang. Frekuensi mahasiswa pada salah satu universitas di Padang dengan tingkat pengetahuan baik sebesar 80,4%, kategori sedang sebesar 17,9%, dan kategori kurang sebesar 1,8%. Pengetahuan kedua kelompok mahasiswa kepaniteraan klinik dapat dikategorikan baik karena selama pendidikan sarjana kedokteran gigi, kedua kelompok mahasiswa mendapatkan pembelajaran yang baik tentang radiologi dental terutama anatomi normal rongga mulut ditinjau dari radiografi panoramik

Perbandingan pengetahuan mahasiswa kepaniteraan klinik antara salah satu universitas di Jakarta dan Padang (Tabel 14.) menunjukkan bahwa terdapat perbedaan rerata antara kedua kelompok yang dibandingkan. Data kedua kelompok secara deskriptif memiliki rerata yang berbeda yaitu 9,03±1,169 pada mahasiswa salah satu universitas di Jakarta dan 8,46±1,584 pada mahasiswa salah satu universitas di Padang. Data yang telah dikumpulkan sebelumnya telah dilakukan uji normalitas terlebih dahulu yang dimana hasil uji Kolmogorov-Smirnov (lampiran 5) diperoleh nilai p = 0,054 atau p > 0,05 untuk kelompok mahasiswa kepaniteraan klinik di


(44)

39

Jakarta dan p = 0,053 atau p > 0,05 untuk kelompok mahasiswa kepaniteraan klinik di Padang sehingga dapat dikatakan data kedua kelompok adalah normal. Data kedua kelompok kemudian dibandingkan dengan uji T independent dan diperoleh nilai p = 0,026 atau p < 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan tingkat pengetahuan mahasiswa kepaniteraan klinik Fakultas Kedokteran Gigi yang bermakna antara salah satu universitas di Jakarta dan Padang tentang anatomi normal rongga mulut ditinjau dari radiografi panoramik. Perbedaan tingkat pengetahuan ini dapat disebabkan karena adanya perbedaan kurikulum dalam pembelajaran pada kedua universitas yang dimana diketahui bahwa Fakultas Kedokteran Gigi pada salah satu universitas di Jakarta telah lebih lama berdiri dibandingkan dengan Fakultas Kedokteran Gigi pada salah satu universitas di Padang.


(45)

40

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

1. Pengetahuan mahasiswa kepaniteraan klinik tentang anatomi normal rongga mulut ditinjau dari radiografi panoramik di Padang dengan kategori baik terdapat sebanyak 80,4%.

2. Pengetahuan mahasiswa kepaniteraan klinik tentang anatomi normal rongga mulut ditinjau dari radiografi panoramik di Jakarta dengan kategori baik terdapat sebanyak 90,0%.

3. Terdapat perbedaan tingkat pengetahuan yang bermakna antara mahasiswa kepaniteraan klinik di Padang dan Jakarta tentang anatomi normal rongga mulut ditinjau dari radiografi panoramik dimana didapat nilai p = 0,026 (p < 0,05).

6.2 Saran

Saran untuk bagian radiologi dental berdasarkan hasil penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Perlu ditingkatkannya pengetahuan mahasiswa tentang anatomi normal rongga mulut ditinjau dari radiografi panoramik terutama mengenai tuberositas maksila pada Fakultas Kedokteran Gigi salah satu universitas di Padang.

2. Perlu ditingkatkannya pengetahuan mahasiswa tentang anatomi normal rongga mulut yang ditinjau dari radiografi panoramik terutama tentang prosesus styloid pada Fakultas Kedokteran Gigi salah satu universitas di Jakarta.

3. Kedua universitas dapat terus meningkatkan pengetahuan mahasiswa tentang anatomi normal rongga mulut yang ditinjau dari radiografi panoramik sehingga dalam praktiknya mahasiswa mampu menginterpretasi gambaran radiografi panoramik dengan baik dan mampu menegakkan diagnosis dengan tepat.


(46)

5

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengetahuan

Menurut Gibson et al., kemampuan seseorang dapat dipengaruhi oleh pengetahuan dan keterampilan, sedangkan pengetahuan dapat diperoleh melalui latihan, pengalaman kerja maupun pendidikan, dan keterampilan dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor diantaranya jenis pendidikan, kurikulum, pengalaman praktik dan latihan. Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden.8

2.2 Radiografi

Radiografi adalah seni dan ilmu pengetahuan tentang pembuatan radiograf dengan menggunakan sebuah film yang dipaparkan ke sinar-X.3 Perbedaan penghitaman pada radiograf terjadi akibat sensitivitas (banyak sedikitnya) sinar-X yang menembus bahan. Intensitas sinar-X tersebut dipengaruhi oleh tenaga sinar-X, ketebalan bahan yang ditembus, kerapatan bahan yang ditembus, dan nomor atom dari bahan/objek. Objeknya adalah bagian tubuh manusia bagian dalam. Proses pembentukan gambaran radiografi yaitu sinar-X menembus objek, lalu ditangkap oleh bahan yang sensitif terhadap sinar-X atau cahaya tampak (emulsi film). Hasilnya berupa bayangan negatif (radiograf).9

Radiografi merupakan salah satu alat yang digunakan dalam menegakkan diagnosis dan rencana pengobatan penyakit, baik penyakit umum maupun penyakit mulut tertentu. Radiografi dapat menimbulkan efek biologis. Meskipun dosis radiasi dalam radiografi rendah, bila memungkinkan paparan radiasi harus diminimalkan. Dokter harus mempertimbangkan manfaat dari radiografi terhadap meningkatnya konsekuensi paparan radiasi terhadap pasien, efek yang terakumulasi dari beberapa


(47)

6

sumber dari waktu ke waktu. Dokter harus mengikuti prinsip-prinsip untuk meminimalkan paparan radiasi.1,2

2.3 Radiografi Kedokteran Gigi

Radiografi kedokteran gigi adalah seni dan ilmu pengetahuan tentang pembuatan gambar gigi dan struktur sekitarnya. Radiograf kedokteran gigi adalah sebuah gambar bayang dari gigi dan stuktur sekitarnya.10

Dalam kedokteran gigi, radiografi dapat membantu dalam mengidentifikasi berbagai keadaan yang mungkin tidak dapat terdeteksi secara klinis. Dengan menggunakan radiografi kedokteran gigi maka akan didapat informasi yang lebih banyak tentang gigi dan tulang pendukungnya. Banyak penyakit mulut dan kondisi mulut yang tidak memiliki tanda maupun simptom klinis dan hanya dapat terdeteksi melalui radiograf kedokteran gigi.3

Manfaat radiografi kedokteran gigi :3

1. Untuk mendeteksi lesi, penyakit, dan kondisi gigi serta jaringan sekitarnya yang dimana tidak dapat diidentifikasi secara klinis.

2. Untuk memastikan suatu penyakit yang dicurigai. 3. Untuk melihat lokasi lesi maupun benda-benda asing.

4. Untuk memberikan informasi selama prosedur perawatan, contohnya perawatan saluran akar.

5. Untuk mengevaluasi pertumbuhan dan perkembangan. 6. Sebagai rekam medis pasien.

2.3.1 Radiografi Intraoral

Radiografi intraoral adalah pemeriksaan gigi dan jaringan sekitarnya dengan radiografi yang dimana film yang digunakan diletakkan di dalam mulut pasien. Pemeriksaan intraoral merupakan pokok dari radiografi kedokteran gigi.3 Radiografi intraoral terdiri atas beberapa jenis, yaitu:1


(48)

7

a. Radiografi periapikal

Radiografi periapikal adalah radiografi yang berguna untuk melihat gigi geligi secara individual mulai dari keseluruhan mahkota, akar gigi dan jaringan pendukungnya. Indikasi penggunaan radiografi antara lain untuk melihat infeksi pada apikal, status periodontal, lesi-lesi pada periapikal dan lainnya.1,11

Radiografi periapikal dibagi menjadi dua teknik yaitu paralleling dan bisecting.Pada teknik paralleling, film diletakkan pada pegangan film (film holder) dan diposisikan sejajar dengan sumbu gigi. Pada teknik bisekting tidak menggunakan pegangan film (film holder) tetapi menggunakan jari tangan pasien untuk memposisikan film dalam rongga mulut.

Teknik radiografi periapikal paralleling dan bisekting memiliki kelebihan dan kekurangan yaitu teknik bisekting dianggap lebih mudah dan praktis dalam pelaksanaannya dibandingkan dengan teknik paralleling (kesejajaran). Keuntungan teknik bisekting yaitu teknik ini dapat digunakan tanpa film holder. Kerugian teknik bisekting yaitu distorsi mudah terjadi dan masalah angulasi (banyak angulasi yang harus diperhatikan).

Keuntungan teknik paralleling yaitu tidak ada distorsi, gambar yang dihasilkan sangat representative dengan gigi sesungguhnya, mudah dipelajari dan digunakan serta mempunyai validitas yang tinggi. Kerugian teknik paralleling yaitu pemakaian film holder mengenai jaringan sekitar sehingga mengurangi kenyamanan serta kesulitan meletakkan film holder di dalam rongga mulut terutama pada anak-anak dan pasien yang mempunyai rongga mulut yang kecil.1

b. Radiografi bitewing

Radiografi bitewing adalah radiografi yang digunakan untuk melihat permukaan gigi yang meliputi mahkota gigi, interproksimal dan puncak alveolar pada maksila dan mandibula daerah anterior maupun posterior dalam satu film khusus. Radiografi ini juga dapat digunakan untuk mengetahui status jaringan periodontal dan efektif untuk melihat kalkulus pada interproksimal. Pada teknik radiografi bitewing tidak menggunakan pegangan film (film holder) melainkan dengan cara pasien menggigit sayap film untuk stabilisasi film di dalam rongga mulut. Radiografi


(49)

8

bitewing lebih akurat menunjukkan tingkat kerusakan tulang dari pada radiografi periapikal.1,11

Radiografi bitewing memiliki kelemahan yaitu periapikal dan ujung akar tidak terlihat serta pasien sulit mengoklusikan maksila dan mandibula sehingga mulut tetap terbuka. Selain itu, radiografi bitewing juga memiliki kelebihan yaitu dapat mendeteksi karies dini, puncak tulang alveolar terlihat jelas dan memudahkan pasien yang memiliki refleks muntah yang tinggi.1

c. Radiografi oklusal

Radiografi oklusal adalah radiografi yang digunakan untuk melihat anatomi tulang maksila maupun mandibula dengan area yang luas dalam satu film. Radiografi oklusal juga dapat mendeteksi adanya fraktur, celah di langit-langit, sialolit pada duktus Stenson dan kelainan yang terjadi pada area luas. Film yang digunakan adalah film oklusal. Teknik yang digunakan untuk pengambilan radiografi yaitu instruksikan pasien untuk mengoklusikan atau menggigit bagian film.1

2.3.2 Radiografi Ekstraoral

Radiografi ekstraoral adalah pemeriksaan radiografi yang digunakan untuk melihat area yang luas pada tengkorak kepala dan rahang. Pada radiografi ekstraoral film yang digunakan diletakkan di luar rongga mulut. Radiografi ekstraoral terdiri atas radiografi panoramik, lateral jaw, lateral cephalometric, posterior-anterior, submentovertec, Waters, dan sebagainya.1

2.4 Radiografi Panoramik

Radiografi panoramik adalah sebuah teknik untuk menghasilkan sebuah gambaran tomografi yang memperlihatkan struktur fasial mencakup maksila dan mandibula beserta struktur pendukungnya dengan distorsi dan overlap minimal dari detail anatomi pada sisi kontralateral. Radiografi panoramik adalah sebuah teknik dimana gambaran seluruh jaringan gigi ditemukan dalam satu film.

Radiografi panoramik dikenal juga dengan panorex dan menjadi sangat populer di kedokteran gigi karena teknik yang sederhana dan gambaran mencakup


(50)

9

seluruh gigi dan rahang dengan dosis radiasi yang rendah. Foto panoramik dapat menunjukkan hasil yang tidak baik apabila terjadi kesalahan posisi pasien yang dapat menyebabkan distorsi.1,3,12

Beberapa keuntungan dari radiografi panoramik, yaitu:10,12

1. Dapat memberi gambaran yang lebih luas dari lengkung gigi dan struktur pendukungnya.

2. Menghasilkan gambar anatomi yang secara relatif tidak distorsi. 3. Dapat menurunkan dosis radiasi pada pasien.

4. Prosedur yang sederhana dan cepat.

5. Mengurangi superimposisi dari struktur anatomi rongga mulut. 6. Prosedur kontrol infeksi yang minimal.

7. Mampu mendeteksi karies, penyakit periodontal, dan kelainan periapikal yang berhubungan dengan pulpa.

Beberapa kekurangan dari radiografi panoramik, yaitu:13

1.

Bayangan jaringan lunak dan udara dapat menimpa struktur jaringan keras yang diperlukan.

2.

Teknik ini tidak cocok untuk anak-anak berusia di bawah 5 tahun atau pada pasien cacat karena panjangnya siklus paparan.

3.

Gerakan pasien selama paparan dapat menimbulkan kesulitan dalam interpretasi radiograf.

2.4.1 Indikasi Radiografi Panoramik

Indikasi panoramik sangat luas, meliputi evaluasi umum untuk:1,13 a. Medical Record.

b. Evaluasi awal kelainan periodontal. c. Penilaian perawatan ortodonti.

d. Membandingkan gambaran radiografi sisi kiri dan kanan (sinus maksila, TMJ, dan lain-lain).

e. Perluasan lesi atau kelainan di rahang (kista, tumor, kelainan sistemik, dan tumbuh kembang).


(51)

10

f. Pertumbuhan benih gigi tetap dan susunan gigi geligi.

g. Fraktur kompleks, gigi impaksi, sinus maksila, dan kasus-kasus bedah mulut lainnya.

h. Kondisi (kualitas dan kuantitas) tulang rahang dan termasuk juga perawatan implan.

2.4.2 Prinsip Radiografi Panoramik

Prinsip pembuatan radiografi panoramik pertama kali ditemukan oleh Numata dan Paatero dengan prinsip kerja alat adalah pada saat pemotretan posisi tabung akan bergerak mengelilingi kepala pasien. Posisi film-pasien-tabung sinar-X akan selalu sejajar dan berotasi di sekeliling kepala pasien. Pada saat bergerak tabung sinar-X akan memancarkan sinarnya secara terus-menerus, menembus ke setiap bagian kepala, dan sinar tersebut selanjutnya akan mengenai film panoramik (berbentuk panjang ukuran 18x30 cm). Pada saat dikenai sinar, film juga akan berotasi secara simultan, sehingga setiap berkas sinar yang menembus bagian-bagian kepala akan terpaparkan secara bertahap pada daerah film.1

Selain itu, sistem kerja dari pesawat panoramik menurut Olaf E Langland (1982), prinsipnya adalah sama dengan tomogram, yang dimana tube dan film selama pemaparan berputar mengelilingi pasien, dengan tiga pusat sumbu rotasi, satu sumbu rotasi konsentris untuk regio anterior rahang dan dua sumbu eksentris untuk bagian samping rahang (tepatnya di belakang molar tiga). Untuk menghasilkan gambaran yang baik sewaktu film dan tube berputar, posisi kepala harus dalam keadaan fiksasi, waktu berputar tube dan film biasanya diatur oleh pabrik dan operator/radiografer hanya menekan tombol timer yang ada, sehingga perputaran film dan tube selama pemaparan dapat menggambarkan keseluruhan gigi geligi dari gigi molar paling kiri (molar tiga kiri) sampai gigi molar paling kanan (molar tiga kanan).10


(52)

11

Gambar 1. Prinsip kerja radiografi panoramik13

2.4.3 Gambaran Radiografi Panoramik

Gambar yang dihasilkan dari radiografi panoramik disebut juga dengan radiograf panoramik. Beberapa kriteria yang harus dimiliki oleh hasil radiografi panoramik, yaitu:13

1. Semua gigi geligi rahang atas dan bawah dan tulang alveolar harus terlihat dengan jelas.

2. Seluruh bagian mandibula harus terlihat pada radiograf. 3. Pembesaran di bidang vertikal dan horizontal harus sama.

4. Gigi molar kanan dan kiri harus sejajar dalam dimensi mesiodistal.

5. Kegelapan gambar harus seragam tanpa adanya bayangan udara di atas lidah yang dapat menimbulkan gambaran radiolusen (hitam) pada akar gigi rahang atas.


(53)

12

6. Gambaran palatum keras harus terlihat di atas apeks dari gigi rahang atas.

7. Ghost shadow sudut kontralateral dari mandibula dan tulang belakang

leher tidak boleh terlihat dengan jelas.

8. Tidak boleh ada bayangan artefactual akibat dari gigi palsu, anting-anting, dan perhiasan lainnya.

9. Label identifikasi pasien tidak boleh membuat kriteria-kriteria di atas menjadi kabur/samar.

10. Hasil radiografi harus diberi label yang jelas yang mencantumkan nama pasien dan tanggal pemeriksaan.

11. Hasil radiografi harus ditandai huruf Right dan / atau Left dengan jelas.

Gambar 2. Gambar radiografi panoramik

2.4.4 Kesalahan dalam Radiografi Panoramik

Kesalahan dalam radiografi panoramik dapat menghasilkan gambaran yang tidak baik dimana nantinya dapat mengakibatkan kesulitan dalam menginterpretasikan hasil dari radiografi tersebut. Kesalahan dalam radiografi panoramik, terdiri dari:13


(54)

13

1. Kesalahan persiapan pasien yaitu tidak melepas perhiasan seperti anting-anting, kalung, dan tindikan, tidak melepas gigi palsu, tidak melepas peralatan ortodontik, tidak melepas kacamata, dan penggunaan apron yang tidak tepat.

2. Kesalahan posisi pasien dapat mencakup tidak memastikan bahwa tulang belakang pasien lurus (ghosting shadow error), tidak memastikan bahwa gigi insisivus menggigit gigitan-pasak secara edge-to-edge (kesalahan anteroposterior), tidak menggunakan penanda berkas cahaya untuk memastikan bahwa bidang midsagital vertikal dan kepala tidak diputar (kesalahan horizontal), tidak menggunakan penanda berkas cahaya untuk memastikan bidang Frankfort adalah horizontal (kesalahan vertikal), tidak menginstruksikan pasien untuk menekan lidah ke langit-langit mulut (air shadow error), dan tidak menginstruksikan pasien untuk tetap diam selama exposure (kesalahan gerakan).

3. Kesalahan posisi peralatan yaitu tidak mengatur penyesuaian tinggi dengan benar, tidak memilih pengaturan exposure yang tepat, dan tidak menggunakan kaset dengan benar.

2.5 Anatomi Normal Rongga Mulut

Keadaan normal pada radiograf panoramik tidak boleh disalah-artikan sebagai suatu kondisi patologis, atau sebaliknya suatu keadaan patologis disalah-artikan sebagai keadaan normal karena hal ini akan mengganggu dalam membuat diagnosis. Oleh karena itu, penting bagi dokter gigi untuk mengenali tiap-tiap bagian radiograf panoramik yang merupakan keadaan yang normal. Mengetahui keadaan anatomi normal rongga mulut bukan hanya sebatas mengenali jaringan dan organ saja, akan tetapi dalam menginterpretasi radiograf juga harus dapat mengetahui gambaran radiopak dan radiolusen dari jaringan dan organ tersebut. Dengan demikian, kelainan yang ada dapat dideteksi dan dipertimbangkan dalam membuat diagnosis yang pasti serta penanganan yang tepat. Gambaran anatomi yang luas dari rongga mulut dapat terlihat melalui radiografi panoramik.1,3


(55)

14

Gambar 3. Anatomi normal radiografi panoramik11

Keterangan : 1. Rongga orbita, 2. Rongga hidung, 3. Septum nasi, 4. Sinus maksilaris, 5. Prosesus palatinus, 6. Kanal insisivum, 7. Arkus zigomatikus, 8. Spina angular, 9. Prosesus kondilus mandibula, 10. Prosesus koronoid mandibula, 11. Tuberositas maksila, 12. Lateral pterygoid plate with superimposition of the coronoid process of mandible and zygomatic arc, 13. Coronoid notch, 14. Fossa glenoidalis, 15. Prosesus styloid, 16. Prosesus mastoid, 17. Oblique ridge of the mandible, 18. Foramen mandibula, 19. Kanal mandibula inferior, 20. Foramen mentalis, 21. Tuberkel genial, 22. Inferior border of the mandible, 23. Sudut mandibula, 24. Panorex chin rest. 2.5.1 Kanal Mandibula

Kanal mandibula lebih sering dapat terlihat pada gambaran radiografi daripada kanal maksila karena ukurannya yang lebih besar. Gambaran kanal mandibula sangat bervariasi baik dari ukuran maupun lokasinya terhadap akar gigi. Kanal ini sering terletak dekat bahkan berkontak dengan akar gigi molar ketiga. Gambaran radiografi dari kanal mandibula adalah bayangan gelap dengan linear radiopak perbatasan superior dan inferior tipis dibentuk oleh lamela tulang yang membatasi kanal. Kadang-kadang perbatasan terlihat hanya sebagian atau tidak sama sekali. Lebar kanal antar pasien kadang-kadang bervariasi tetapi biasanya tetap


(56)

15

berada pada anterior regio gigi molar ketiga. Daerah kanal mungkin jelas terlihat pada daerah antara foramen mandibula dan foramen mental.1,4

Hubungan kanal gigi molar dengan akar gigi rahang bawah dapat bervariasi, dimana dapat ada kontak dekat dengan semua gigi molar dan premolar kedua dan bisa juga dimana kanal tidak memiliki kontak dekat dengan salah satu gigi posterior. Akan tetapi, pada gambar radiografi biasanya kanal berkontak dengan apeks molar ketiga, dan jarak antara kanal dan akar gigi lainnya akan meningkat karena perkembangan kanal terjadi ke arah anterior. Ketika akar dari molar diproyeksikan maka pada lamina dura mungkin akan terjadi overexposed, sehingga dapat memberikan kesan lamina dura hilang atau ruang ligamen periodontal menebal yang dimana tampak lebih radiolusen daripada gambaran normal pada pasien. Untuk memastikan ketepatan gambar maka prosedur pengujian klinis lainnya harus dilakukan. Oleh karena kanal biasanya hanya terletak di bawah dari akar gigi posterior maka mengubah sudut vertikal dalam pengambilan foto radiograf kedua tidak mungkin dapat memisahkan gambaran apeks dan kanal.1,4

2.5.2 Foramen Mental

Foramen mental yang dimana terdapat saraf mentalis dan pembuluh darah terlihat seperti sebuah daerah berbentuk bulat atau oval yang radiolusen pada regio premolar mandibula. Lokasinya bervariasi tergantung pada akar dari gigi premolar dan gambarannya dapat terlihat baik di atas atau bawah ataupun sejajar dengan apeks akar gigi. Gambarannya dapat terletak di atas atau menindih apeks akar gigi yang dimana hal ini dapat terlihat seperti lesi periapikal. Gambaran foramen mental tidak selalu terlihat di radiograf. Sweet memperkirakan bahwa gambaran foramen mental terdapat pada 50% pemeriksaan radiografi rutin dan lebih sering terlihat pada mandibula yang telah edentulous. Jika tulang alveolar telah mengalami resorpsi dan atrofi maka foramen mental biasanya akan terlihat pada daerah dekat di bawah tepi linggir.1,4


(57)

16

2.5.3 Foramen Mandibula

Foramen mandibula terletak pada pertengahan permukaan setiap ramus mandibula yang dimana merupakan tempat lewatnya saraf menuju body mandibula dan mensuplai akar gigi rahang bawah.14 Foramen mandibula terlihat berupa lingkaran yang radiolusen dengan batasan yang radiopak.

2.5.4 Prosesus Koronoid Mandibula

Gambaran prosesus koronoid mandibula biasanya dapat terlihat melalui radiografi periapikal pada regio molar maksila. Ketika membuka mulut maka prosesus ini akan bergerak maju, oleh sebab itu, prosesus ini dapat terlihat ketika rongga mulut terbuka maksimal saat dilakukan penyinaran. Gambarannya berupa daerah radiopak yang berbentuk lonjong atau segitiga dan terkadang superimposisi pada gigi molar mandibula dan maksila yaitu pada daerah molar ketiga. Pada beberapa kasus terutama ketika bayangan yang dihasilkan padat dan homogen, prosesus koronoid disalahinterpretasikan oleh dokter gigi sebagai suatu fragmen akar. Bayangan yang benar dapat dengan mudah dibuktikan dengan melakukan dua radiografi dengan kondisi mulut dalam posisi yang berbeda dan mencatat perubahan posisi bayangan yang dicurigai.1,4

2.5.5 Prosesus Styloid

Prosesus styloid adalah proyeksi tulang berbentuk runcing yang menonjol dari tulang temporal. Prosesus styloid terletak pada dasar prosesus mastoid dan memanjang ke bawah menuju sudut mandibula. Prosesus styloid berfungsi sebagai tempat perlekatan otot yang penting dimana kedua ligamentum stylohyoid dan ligamentum stylomandibula terletak pada prosesus styloid, melekat pada tulang hyoid dan sudut rahang bawah. Prosesus ini memiliki gambaran yang radiopak pada radiografi panoramik.15


(58)

17

2.5.6 Sinus Maksila

Sinus maksila merupakan salah satu sinus paranasal dan hanya sinus maksila yang disebut sebagai antrum. Antrum adalah rongga berisi udara yang terhubung dengan lekukan lubang hidung melalui ostium sinus maksila yaitu rongga (lubang) yang tidak terlihat dalam radiografi periapikal. Bagian bawah dari sinus maksila terlihat pada radiograf sebagai bayangan gelap. Margin rongga adalah lapisan tipis tulang padat yang muncul sebagai garis putih. Garis ini cenderung tidak teratur dan memiliki tekstur permukaan kasar. Meskipun tidak selalu terlihat seperti itu pada radiograf, biasanya terdapat lamina dura sekitar apeks akar yang berbatasan langsung ke lantai sinus kecuali terdapat keadaan patologis. Antrum yang tepat kadang-kadang memanjang ke bawah antara akar gigi posterior rahang atas, terutama akar lingual dan bukal dari gigi geraham pertama rahang atas yang dapat memberikan kesan bahwa satu atau lebih akar menonjol ke antrum.1,4

2.5.7 Tuberositas Maksila

Prosesus alveolar rahang atas berperan dalam membentuk kurva yang memanjang ke tuberositas maksila yaitu peninggian yang membulat pada daerah posterior kedua regio rahang atas. Saraf alveolar posterior superior biasanya melewati permukaan belakang tuberositas maksila. Saraf alveolar superior adalah saraf yang menyebabkan seseorang memiliki sensasi pada gigi molar kedua dan ketiga, serta pada sebagian besar akar gigi molar pertama. Tuberositas penting dalam retensi gigitiruan. Pada gambaran radiografi tuberositas maksila terlihat seperti tonjolan radiopak di daerah distal gigi molar.10

2.5.8 Kondilus

Kondilus mandibula adalah tulang dengan struktur elipsoid melekat pada ramus mandibula. Berbentuk cembung pada seluruh permukaan, walaupun sedikit terlihat datar pada permukaan bagian posterior, dan berbentuk seperti tombol lebih lebar pada daerah mediolateral daripada anteroposterior. Kondilus berbentuk lonjong


(59)

18

dan mempunyai poros yang berorientasi mediolateral. Permukaan tulang artikular terdiri atas cekungan fossa artikular dan bagian dari eminensia artikular. Kondilus mandibula dibentuk oleh pertumbuhan bagian posterior prosesus kondilus yang dimana arah pertumbuhannya adalah ke atas.14,16

Gambaran radiografi kondilus adalah radiopak yaitu berupa tulang yang cembung tampak halus dan bersih. Gambaran radiografi panoramik memberikan gambaran kondilus, ramus, dan badan mandibula dalam satu radiograf. Gambaran ini biasanya penting untuk mengevaluasi kondilus yang mengalami erosi tulang yang luas, pertumbuhan atau patahan dari fraktur. Selain itu, di dalam radiograf panoramik terlihat regio prosesus kondilaris dan subkondilaris pada kedua sisi sehingga bisa langsung dilakukan perbandingan antara kondilus kanan dan kiri. Hal ini sangat bermanfaat untuk mendiagnosis fraktur kondilus.15,16

2.5.9 Septum Nasal

Septum nasal merupakan bagian dari hidung yang membatasi rongga hidung kanan dan kiri. Septum nasal berfungsi sebagai penopang batang hidung (dorsum nasi). Septum nasal dibagi atas dua daerah anatomi antara lain bagian anterior, yang tersusun dari tulang rawan, dan bagian posterior yang tersusun dari lamina perpendikularis os ethmoidalis dan vomer. Gambaran radiografi dari nasal septum adalah radiopak yang berbentuk vertikal yang membagi rongga hidung. Septum nasal dapat mengalami superimposisi dengan sutura mediana palatina.3

2.5.10 Rongga Hidung

Rongga hidung atau disebut juga nasal fossa adalah bagian dari tulang yang berbentuk seperti buah pir dan terletak di atas maksila. Bagian bawah atau dasar dari rongga hidung terbentuk dari prosesus maksila dan bagian horizontal dari tulang palatina. Dinding lateral dari rongga hidung dibentuk oleh tulang etmoid dan maksila. Rongga hidung dibagi menjadi dua oleh bagian tulang yang disebut septum nasal. Pada gambaran radiografi, rongga hidung terlihat seperti suatu daerah radiolusen yang besar dan terletak di atas gigi insisivus rahang atas.3


(60)

19

2.6 Kerangka Konsep

Pengetahuan mahasiswa kepaniteraan klinik

Radiografi dental

Radiografi ekstraoral (panoramik) Radiografi intraoral

Anatomi rongga mulut

Kondilus

Tuberositas maksila

Sinus maksila Prosesus

styloid

Prosesus koronoid Foramen

mandibula Foramen

mental

Kanal mandibula

Septum nasal Rongga

hidung Mahasiswa kepaniteraan klinik FKG salah satu universitas di Jakarta

Mahasiswa kepaniteraan klinik FKG salah satu universitas di Padang


(61)

1

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Penelitian

Radiografi kedokteran gigi adalah alat yang sangat bermanfaat dan penting dalam menegakkan diagnosis dan menentukan rencana perawatan. Radiografi harus digunakan ketika seorang dokter gigi ingin mendapatkan informasi diagnostik yang akan mempengaruhi rencana perawatan. Beberapa tanda klinis dan rekam medis memerlukan pemeriksaan radiografi. Informasi klinis digunakan untuk menentukan tipe radiografi yang akan digunakan yang kemudian dapat membantu dalam menginterpretasikan gambar radiografi.1,2

Dalam menegakkan diagnosis pada penyakit mulut dan maksilofasial, data-data klinis dan radiologi sangat penting. Dalam hal ini, hanya diagnosis klinis yang baik dan disertai dengan pemeriksaan radiografi akan menuntun kepada suatu diagnosis yang benar. Diagnosis yang benar dan evaluasi pemeriksaan klinis pada umumnya tergantung pada pengetahuan yang mendalam tentang anatomi normal yang ada. Penggunaan radiografi telah lama dikenal sebagai suatu alat dalam bidang kedokteran umum dan kedokteran gigi yang sangat membantu dalam menegakkan diagnosis dan untuk menentukan rencana perawatan. Gambaran yang dihasilkan radiografi panoramik atau periapikal seorang pasien bagi seorang dokter gigi sangat penting terutama untuk melihat adanya kelainan–kelainan yang tidak tampak sehingga dapat diketahui secara jelas, hal ini akan sangat membantu seorang dokter gigi dalam hal menentukan diagnosis serta rencana perawatan.1,3,4

Radiografi yang dapat dilakukan dalam kedokteran gigi terbagi atas dua yaitu radiografi intraoral dan radiografi ekstraoral. Jenis radiografi intraoral yang paling sering dilakukan adalah radiografi periapikal dan jenis radiografi ekstraoral yang paling sering dilakukan adalah radiografi panoramik. Radiografi panoramik dapat menunjukkan gambaran yang luas dari mandibula dan maksila dalam satu radiograf.3 Selain melihat anatomi normal, dapat juga dilihat kelainan berupa kalsifikasi arteri


(62)

2

karotis yang berbentuk vertikolinear yang terletak diantara C3 dan C4 melalui radiografi panoramik.5 Radiografi panoramik secara klinis sangat bermanfaat untuk pasien-pasien yang membutuhkan gambaran yang luas dari rahang, seperti untuk mengevaluasi trauma, penyakit gigi secara meluas atau penyakit tulang, untuk melihat lesi yang luas/besar, lokasi dari molar ketiga, evaluasi gigi yang hilang, status perkembangan gigi dan erupsi gigi, sisa gigi atau akar gigi pada pasien edentulous, kelainan pada sinus maksila dan sendi temporomandibula dan perkembangan anomali seperti prognati dan retrognati. Radiografi panoramik sering digunakan sebagai gambaran evaluasi awal yang dapat memberikan informasi dalam menentukan keperluan untuk proyeksi lain.6

Untuk menginterpretasikan radiografi maka seorang praktisi klinis harus memiliki pengetahuan tentang kondisi normal dan menyadari bahwa terdapat banyak variasi dari struktur normal anatomi rongga mulut. Praktisi klinis harus terbiasa dalam mengenali anatomi normal rongga mulut sehingga mereka dapat mengidentifikasi dan menginterpretasi dengan benar.4 Survei menunjukkan jumlah yang tinggi dari kesalahan diagnosis disebabkan karena pembacaan radiografi yang salah, sehingga perlu ditingkatkan pemahaman dalam menginterpretasikan gambaran radiografi di kedokteran gigi. Sebuah survey yang dilakukan oleh Stheeman dkk (1996) menyatakan bahwa dokter gigi dapat mengidentifikasi 81% keadaan yang abnormal pada radiograf dan kemudian dapat mendiagnosis 59% dari semua kondisi abnormal. Akan tetapi, dokter gigi melakukan kesalahan dalam mengidentifikasi 55% lesi pada radiograf yang dimana sebenarnya tidak terdapat keadaan yang abnormal pada radiograf tersebut (false negative).7 Dengan dilatarbelakangi oleh hal tersebut maka peneliti ingin melakukan survey pengetahuan mahasiswa kepaniteraan klinik terhadap anatomi normal rongga mulut yang ditinjau dari radiografi panoramik.


(1)

vi

DAFTAR ISI

Halaman HALAMAN JUDUL ...

HALAMAN PERSETUJUAN ... HALAMAN TIM PENGUJI ... KATA PENGANTAR ...

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 3

1.3 Tujuan Penelitian ... 3

1.4 Hipotesis ... 4

1.5 Manfaat Penelitian ... 4

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengetahuan ... 5

2.2 Radiografi ... 5

2.3 Radiografi Dental ... 6

2.3.1 Radiografi Intraoral ... 6

2.3.2 Radiografi Ekstroral ... 8

2.4 Radiografi Panoramik ... 8

2.4.1 Indikasi Radiografi Panoramik ... 9

2.4.2 Prinsip Radiografi Panoramik ... 10

2.4.3 Gambaran Radiografi Panoramik ... 11

2.4.4 Kesalahan Dalam Radiografi Panoramik ... 12

2.5 Anatomi Normal Rongga Mulut ... 13

2.5.1 Kanal Mandibula ... 14


(2)

vii

2.5.3 Foramen Mandibula ... 16

2.5.4 Prosesus Koronoid Mandibula ... 16

2.5.5 Prosesus Styloid... 16

2.5.6 Sinus Maksila ... 17

2.5.7 Tuberositas Maksila ... 17

2.5.8 Kondilus ... 17

2.5.9 Septum Nasal ... 18

2.5.10 Rongga Hidung ... 18

2.6 Kerangka Konsep ... 19

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian ... 20

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 20

3.3 Populasi dan Sampel... 20

3.3.1 Populasi ... 20

3.3.2 Sampel ... 20

3.4 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ... 22

3.5 Metode Pengumpulan Data dan Prosedur Penelitian ... 22

3.5.1 Metode Pengumpulan Data ... 22

3.5.2 Prosedur Penelitian ... 23

3.6 Pengolahan Data dan Analisis Data ... 24

3.6.1 Pengolahan Data ... 24

3.6.2 Analisis Data ... 25

3.7 Etika Penelitian ... 25

BAB 4 HASIL PENELITIAN 4.1 Responden Berdasarkan Usia ... 26

4.2 Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 27

4.3 Pengetahuan tentang Anatomi Rongga Orbita ... 27

4.4 Pengetahuan tentang Anatomi Kavum Nasal ... 27

4.5 Pengetahuan tentang Anatomi Sinus Maksila ... 28

4.6 Pengetahuan tentang Anatomi Kondilus ... 28

4.7 Pengetahuan tentang Anatomi Tuberositas Maksila ... 29

4.8 Pengetahuan tentang Anatomi Prosesus Koronoid Mandibula .. 29

4.9 Pengetahuan tentang Anatomi Prosesus Styloid ... 30

4.10 Pengetahuan tentang Anatomi Foramen Mandibula ... 30

4.11 Pengetahuan tentang Anatomi Kanal Mandibula ... 30

4.12 Pengetahuan tentang Anatomi Foramen Mental ... 31

4.13 Tingkat Pengetahuan Mahasiswa Kepaniteraan Klinik tentang Anatomi Normal Rongga Mulut Ditinjau dari Radiografi Panoramik ... 31

4.14 Perbandingan Pengetahuan Mahasiswa Kepaniteraan Klinik Fakultas Kedokteran Gigi pada Salah Satu Universitas di Jakarta dan di Padang ... 32


(3)

viii

BAB 5 PEMBAHASAN ... 33 BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ...

6.1 Kesimpulan ... 40 6.2 Saran ... 40

DAFTAR PUSTAKA ... 41 LAMPIRAN


(4)

ix

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1 Frekuensi responden berdasarkan usia ... 26 2 Frekuensi responden berdasarkan jenis kelamin ... 27 3 Frekuensi pengetahuan mahasiswa kepaniteraan klinik tentang

anatomi rongga orbita ... 27 4. Frekuensi pengetahuan mahasiswa kepaniteraan klinik tentang

anatomi kavum nasal ... 27 5. Frekuensi pengetahuan mahasiswa kepaniteraan klinik tentang

anatomi sinus maksila ... 28 6. Frekuensi pengetahuan mahasiswa kepaniteraan klinik tentang

anatomi kondilus ... 28 7. Frekuensi pengetahuan mahasiswa kepaniteraan klinik tentang

anatomi tuberositas maksila ... 29 8. Frekuensi pengetahuan mahasiswa kepaniteraan klinik tentang

anatomi prosesus koronoid mandibula ... 29 9. Frekuensi pengetahuan mahasiswa kepaniteraan klinik tentang

anatomi prosesus styloid ... 30 10. Frekuensi pengetahuan mahasiswa kepaniteraan klinik tentang

anatomi foramen mandibula ... 30 11. Frekuensi pengetahuan mahasiswa kepaniteraan klinik tentang

anatomi kanal mandibula ... 30 12. Frekuensi pengetahuan mahasiswa kepaniteraan klinik tentang

anatomi foramen mental ... 31 13. Tingkat pengetahuan mahasiswa kepaniteraan klinik tentang

anatomi normal rongga mulut ditinjau dari radiografi panoramik ... 31 14. Perbandingan rerata pengetahuan mahasiswa kepaniteraan klinik ... 32


(5)

x

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1 Prinsip kerja radiografi panoramik ... 11 2 Radiografi panoramik ... 12 3 Anatomi normal radiografi panoramik ... 14


(6)

xi

DAFTAR LAMPIRAN

1. Kuisioner

2. Lembar Penjelasan kepada Calon Subjek Penelitian 3. Lembar Persetujuan

4. Lembar Persetujuan Komisi Etik 5. Hasil Perhitungan Statistik 6. Data Personalia


Dokumen yang terkait

Pengetahuan Mahasiswa Kepaniteraan Klinik tentang Anatomi Normal Rongga Mulut Di Tinjau dari Radiografi Panoramik Pada Salah Satu Fakultas Kedokteran Gigi Di Jakarta

9 130 51

Pengetahuan Mahasiswa Kepaniteraan Klinik Terhadap Anatomi Normal Rongga Mulut Ditinjau Dari Radiografi Panoramik Pada Salah Satu Fakultas Kedokteran Gigi

1 66 58

Perbandingan Pengetahuan Mahasiswa Kepaniteraan Klinik terhadap Anatomi Normal Rongga Mulut Ditinjau dari Radiografi Panoramik antara Salah Satu Fakultas Kedokteran Gigi di Padang dan Jakarta

0 0 14

Perbandingan Pengetahuan Mahasiswa Kepaniteraan Klinik terhadap Anatomi Normal Rongga Mulut Ditinjau dari Radiografi Panoramik antara Salah Satu Fakultas Kedokteran Gigi di Padang dan Jakarta

0 0 2

Perbandingan Pengetahuan Mahasiswa Kepaniteraan Klinik terhadap Anatomi Normal Rongga Mulut Ditinjau dari Radiografi Panoramik antara Salah Satu Fakultas Kedokteran Gigi di Padang dan Jakarta

0 0 4

Perbandingan Pengetahuan Mahasiswa Kepaniteraan Klinik terhadap Anatomi Normal Rongga Mulut Ditinjau dari Radiografi Panoramik antara Salah Satu Fakultas Kedokteran Gigi di Padang dan Jakarta

0 2 15

Perbandingan Pengetahuan Mahasiswa Kepaniteraan Klinik terhadap Anatomi Normal Rongga Mulut Ditinjau dari Radiografi Panoramik antara Salah Satu Fakultas Kedokteran Gigi di Padang dan Jakarta

0 0 2

Perbandingan Pengetahuan Mahasiswa Kepaniteraan Klinik terhadap Anatomi Normal Rongga Mulut Ditinjau dari Radiografi Panoramik antara Salah Satu Fakultas Kedokteran Gigi di Padang dan Jakarta

0 0 22

Pengetahuan Mahasiswa Kepaniteraan Klinik Terhadap Anatomi Normal Rongga Mulut Ditinjau Dari Radiografi Panoramik Pada Salah Satu Fakultas Kedokteran Gigi

0 0 17

Pengetahuan Mahasiswa Kepaniteraan Klinik Terhadap Anatomi Normal Rongga Mulut Ditinjau Dari Radiografi Panoramik Pada Salah Satu Fakultas Kedokteran Gigi

0 0 12