Nilai Ekonomi Cadangan Karbon Tegakan Pohon di Hutan Pendidikan Universitas Sumatera Utara

(1)

NILAI EKONOMI CADANGAN KARBON TEGAKAN POHON

DI HUTAN PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

SKRIPSI

OLEH REHULINA

091201052

MANAJEMEN HUTAN

PROGRAM STUDI KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2013


(2)

NILAI EKONOMI CADANGAN KARBON TEGAKAN POHON

DI HUTAN PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

SKRIPSI

OLEH REHULINA

091201052

MANAJEMEN HUTAN

Skripsi sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana di Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara

PROGRAM STUDI KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2013


(3)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Penelitian : Nilai Ekonomi Cadangan Karbon Tegakan Pohon di Hutan Pendidikan Universitas Sumatera Utara Nama : Rehulina

NIM : 091201052

Program Studi : Manajemen Hutan

Disetujui Oleh : Komisi Pembimbing

Dr. Agus Purwoko, S.Hut., M.Si

NIP. 19740801 200003 1 001 NIP. 19710416 200112 2 001 Siti Latifah, S.Hut., M.Si., Ph.D

Ketua Anggota

Mengetahui :

NIP. 19710416 200112 2 001 Siti Latifah, S.Hut., M.Si., Ph.D

Ketua Program Studi Kehutanan


(4)

ABSTRACT

Rehulina (091201052). The Economic Value of Standing Tree Carbon Stock in Experimental Forest of North Sumatra University. Supevised by Dr. Agus Purwoko, S.Hut., M.Si. and Siti Latifah, S.Hut., M.Si., Ph.D.

This study aimed to determine the type of tree vegetation, carbon stocks, and its economic value in experimental forest of University of North Sumatra, Tongkoh, Karo District, North Sumatra. It was conducted from May to June 2013. The collection of data used path method, and the sampling technique used Purposive sampling with random start method. The plot size by 20m x 100 consifs of 10 plots categorized as large plot in observation of trees with diameter > 30 cms and there was small plot within by 5m x 40m to observe the tree with diamter 5cms to <30 cms. The collection of data performed by non-destructive method with biomass data analysis using allometric models with a carbon content of 46% of the biomass. The results of study shown that 73 species of trees derived from 31 families. Carbon content stored on observation plots 197.40 tons / ha, and estimation of total carbon stocks 261,549.31 tons. The economic value of carbon stocks in Experimental Forest of University of North Sumatra according to Van Beukering et. all. (2003) and, Saloh and Clough (2002) were Rp12.554.367.119,05 and Rp37.663.101.357,14 to Rp 50.217.468.476,19 respectively.


(5)

ABSTRAK

Rehulina (091201052). Nilai Ekonomi Cadangan Karbon Tegakan Pohon di Hutan Pendidikan Universitas Sumatera Utara. Dibimbing oleh Dr. Agus Purwoko, S.Hut., M.Si. dan Siti Latifah, S.Hut., M.Si., Ph.D.

Tujuan Penelitian ini adalah untuk mengetahui jenis vegetasi pohon, cadangan karbon, dan nilai ekonomi cadangan karbon tegakan pohon di Hutan Pendidikan Universitas Sumatera Utara, Tongkoh, Kabupaten Karo Provinsi Sumatera Utara. Penelitian ini telah dilaksanakan dari bulan Mei sampai Juni 2013. Pengumpulan data dilakukan dengan metode jalur dimana teknik pengambilan plot sampel dengan metode Purposive Sampling with random start. Ukuran plot 20m x100 m sebanyak 10 plot yang disebut plot besar untuk mengamati pohon dengan diameter ≥ 3 0 cm d an di d alam plot besar terd ap at subplot berukuran 5m x 40m yang disebut plot kecil untuk mengamati pohon dengan 5cm ≤ diameter <30cm, pengambilan data dilakukan dengan metode non-destructive dengan analisis data biomasa menggunakan model allometrik dengan kandungan karbon 46% dari biomassa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ditemukan 73 jenis pohon dari 31 Famili. Kandungan karbon tersimpan pada tegakan pada plot pengamatan 197,40 ton/ha, dengan jumlah total pendugaan cadangan karbon di Hutan Pendidikan USU sebesar 261.549,31 ton. Nilai ekonomi cadangan karbon tegakan pohon di Hutan Pendidikan Universitas Sumatera Utara menurut Van Beukering et. all. (2003) adalah Rp 12.554.367.119,05 dan menurut Saloh dan Clough (2002) berkisar Rp 37.663.101.357,14 – Rp 50.217.468.476,19.


(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Padang Bulan, Sumatera Utara pada tanggal 23 Maret 1991 sebagai anak ketiga dari tiga bersaudara dari ayah Tangkel Ginting dan ibu Terkena br Tarigan. Pendidikan Sekolah Dasar di SD N 017 Desa Pelambaian Riau tamat tahun 2003, pada tahun yang sama melanjutkan pendidikan ke SMP N 21 Medan dan tamat pada tahun 2006. Pada tahun yang sama penulis melanjukan pendidikan di SMA Swasta Katolik Santo Petrus Medan dan tamat pada tahun 2009. Tahun 2009 penulis lulus seleksi masuk Universitas Sumatera Utara (USU) melalui Ujian Masuk Bersama (UMB). Penulis memilih program studi Kehutanan, Fakultas pertanian. Pada Semester VII penulis memilih minat Manajemen Hutan.

Selama mengikuti perkuliahan penulis pernah menjadi asisten praktikum Hasil Hutan Non Kayu pada tahun 2011, asisten Dendrologi pada tahun 2012, asisten Praktik dan Pengenalan Pengelolaan Hutan (P2EH) pada tahun 2012, serta menjadi asisten Hidrologi pada tahun 2012. Penulis mengikuti kegiatan organisasi kemahasiswaan Himpunan Mahasiswa Sylva USU, Organisasi Ikatan Mahasiswa Katolik FP, dan organisasi Imka Mbuah Page FP. Penulis melaksanakan Praktik Pengenalan Ekosistem Hutan (P2EH) di Hutan Pendidikan USU, Tongkoh, Taman Hutan Raya Bukit Barisan, Kabupaten Karo, pada bulan Juni 2011. Penulis melaksanakan Praktik Kerja Lapangan (PKL) di PT. Sumatera Riang Lestari Sektor Sei Kebaro pada bulan Februari - Maret 2013. Penulis melaksanakan penelitian pada bulan Mei - Juni 2013 di kawasan Hutan Pendidikan Universitas Sumatera Utara, dengan judul penelitian “Nilai Ekonomi


(7)

KATA PENGANTAR

Penulis mengucapkan puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat dan rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Nilai Ekonomi Cadangan Karbon Tegakan Pohon di Hutan Pendidikan USU” yang bertujuan untuk mengetahui cadangan karbon tegakan pohon di Hutan Pendidikan USU dan nilai ekonominya di pasar karbon.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada orangtua penulis Terkena br Tarigan dan Tangkel Ginting yang telah mendidik dan memberikan semangat serta mendukung penulis untuk doa dan materil. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. Agus Purwoko, S.Hut, M.Si sebagai ketua komisi pembimbing dan kepada Ibu Siti Latifah S.Hut., M.Si., Ph.D. sebagai anggota komisi pembimbing atas bimbingan serta masukan bagi penulisan hasil skripsi ini, kepada Pegawai di Balai Tahura, kepada pendamping lapangan Bapak Joni Bukit dan Pak Bukit, kepada Abangda Jonathan Purba yang telah membantu pelaksanaan penelitian di lapangan, kepada pegawai Tata Usaha Prodi Kehutanan, serta teman-teman sekalian yang tidak dapat disebutkan namanya satu per satu.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih kurang sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi penyempurnaan skripsi ini.

Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca sekalian. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih.

Medan, September 2013


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRACT... i

ABSTRAK ... ii

RIWAYAT HIDUP ... iii

KATA PENGANTAR ...iv

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ...ix

BAB 1. PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 3

Manfaat Penelitian ... 3

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA Hutan ... 4

Keadaan Lokasi Penelitian (Hutan Pendidikan USU)... 5

Karbon ... 6

Pengukuran Biomassa dan Karbon ... 7

Protokol Kyoto ... 11

REDD dan REDD+ ... 12

Pendanaan Iklim ... 13

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian ... 15

Bahan dan Alat Penelitian ... 15

Metode Penelitian... 15

Pengumpulan Data ... 16

Analisis Data ... 19

Nilai Ekonomi Cadangan Karbon ... 21

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Jenis Pepohonan di Hutan Pendidikan USU ... 22

Cadangan Karbon di Hutan Pendidikan USU... 28


(9)

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan ... 42

Saran ... 42

DAFTAR PUSTAKA ... 44


(10)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1. Model Allometrik Penduga an Biomassa ... 17 Tabel 2. Pengukuran Biomassa Pohon ... 17 Tabel 3. Jenis Pohon yang Terdapat di Hutan Pendidikan USU ... 24 Tabel 4.Kandungan Biomassa pada Masing-Masing Jenis Spesies Pohon Di Hutan Pendidikan USU ... 28 Tabel 5. Jumlah Biomassa Pohon pada Masing-Masing Plot ... 32 Tabel 6. Nilai Ekonomi Cadangan Karbon di Huta Pendidikan USU ... 38


(11)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 1. Peta Hutan Pendidikan Universitas Sumatera Utara ... 6 Gambar 2. Kegiatan Pengambilan Data di Lapangan ... 17 Gambar 3. Jenis Pohon di Hutan Pendidikan USU ... 23


(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Berat Jenis Pohon ... 49

Lampiran 2. Perhitungan Biomassa Pohon pada Plot Besar ... 50

Lampiran 3. Perhitungan Biomassa Pohon pada Plot Kecil ... 59

Lampiran 4. Perkiraan Cadangan Karbon berdasarkan Tutupan Lahan ... 65

Lampiran 5. Model Allometrik Pendugaan Volume Pohon ... 65

Lampiran 6. Pendugaan Volume pada Masing-masing Plot ... 65

Lampiran 7. Perhitungan Volume Pohon Komersial ... 66


(13)

BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Hutan merupakan sumber daya alam yang sangat penting dan bermanfaat bagi hidup dan kehidupan baik secara langsung maupun tidak langsung. Manfaat langsung dari keberadaan hutan di antaranya adalah kayu, hasil hutan bukan kayu dan satwa. Sedangkan manfaat tidak langsungnya adalah berupa jasa lingkungan, baik sebagai pengatur tata air, fungsi estetika, maupun sebagai penyedia oksigen dan penyerap karbon. Penyerapan karbon sendiri terjadi didasarkan atas proses kimiawi dalam aktivitas fotosintesis tumbuhan yang menyerap CO2 dari atmosfer dan air dari tanah menghasilkan oksigen dan karbohidrat yang selanjutnya akan berakumulasi mejadi selulosa dan lignin sebagai cadangan karbon (Badan Litbang Kehutanan, 2010).

Berkaitan dengan kemampuan hutan dalam menyerap karbon, perdagangan emisi atau perdagangan karbon merupakan sebuah paradigma baru dalam sektor kehutanan dan dapat menjadi peluang bagi Indonesia yang merupakan negara berkembang untuk mendapatkan devisa melalui sektor ini. Reducing Emissions from Deforestation and Degradation (REDD) sebagai program pencegahan deforestasi dan degradasi dalam mengurangi emisi karbon untuk mencegah dan mengurangi perubahan iklim kemudian berkembang menjadi REDD plus (REDD+). Reducing Emissions from Deforestation and Degradation (REDD+) sedang dikembangkan sebagai mekanisme finansial untuk memberikan kompensasi bagi pemilik lahan, organisasi, maupun pemerintah senilai karbon yang disimpan di hutan, yang bila tidak akan terlepas ke atmosfer melalui


(14)

penggundulan hutan. REDD tidak hanya bisa digunakan untuk membayar perlindungan hutan, namun juga pelestarian keanekaragaman hayati serta pengurangan kemiskinan (Miles dan Kapos, 2008).

Permenhut No. P 30/Menhut-II/2009, menyebutkan insentif merupakan manfaat yang diperoleh dari kegiatan REDD+ berupa dukungan finansial dan atau transfer teknologi dan atau peningkatan kapasitas. Insentif ini ditujukan kepada para pihak yang terkait dalam kegiatan REDD+ mulai dari produsen sampai pembeli karbon. Permenhut No. P.36/Menhut-II/2009 ini membagi parapihak menjadi Pemerintah, Masyarakat dan Pengembang. Sementara Permenhut No. P 30/Menhut-II/2009 menyebutkan bahwa perimbangan keuangan atas penerimaan negara, tata cara pengenaan, pemungutun, penyetoran dan penggunaan yang bersumber dari pelaksanaan REDD+ diatur dengan peraturan perundang-undangan tersendiri (Ginoga, dkk., 2010).

Melihat fungsi hutan sebagai penyerap karbon, informasi mengenai jumlah karbon yang disimpan oleh suatu kawasan hutan (stok karbon) menjadi penting. Untuk mendapatkan nilai ekonomi dari cadangan karbon khususnya tegakan pohon di Hutan Pendidikan USU, maka terlebih dahulu harus diketahui jumlah karbon tersimpan pada lahan tersebut. Perhitungan jumlah karbon tersimpan dilakukan dengan perhitungan mengukur biomasa pohon dan nekromasa pada lahan tersebut. Biomassa berkolerasi dengan jumlah karbon tersimpan. Perhitungan dilakukan dengan menggunakan model alometrik dari beberapa penelitian sebelumnya. Dari total nilai karbon terimpan, maka akan diketahui nilai ekonominya dalam pasar karbon.


(15)

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui jenis vegetasi pohon yang terdapat di Hutan Pendidikan USU.

2. Untuk mengetahui jumlah karbon tersimpan pada tingkat pohon dalam Hutan Pendidikan USU.

3. Untuk mengetahui nilai ekonomi tegakan pohon di Hutan Pendidikan USU dalam pasar karbon pada REDD+.

Manfaat Penelitian

Manfaat dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan data:

1. Sebagai sumber informasi mengenai jenis flora yang terdapat di Hutan Pendidikan USU pohon bagi masyarakat umum.

2. Sebagai informasi bagi pihak-pihak yang membutuhkan khususnya bagi peneliti yang terkait dengan nilai ekonomi karbon tersimpan pada tegakan hutan.

3. Sebagai informasi bagi pihak pemerintah, swasta, maupun masyarakat mengenai nilai ekonomi yang terdapat dalam hutan tanpa harus menebang, melalui nilai jasa linkungan karbon tersimpan.


(16)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Hutan

Hutan secara konsepsional yuridis dirumuskan di dalam Pasal 1 ayat (1) undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan. Menurut Undang-undang tersebut, Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungan, yang satu dengan yang lainnya tidak dapat dipisahkan (Departemen Kehutanan dan Perkebunan, 1999).

Hutan merupakan penyanggah ekosistem di muka bumi ini, hal ini sangat erat kaitannya dengan Pemanasan global yang sedang menjadi isu sentral di wacana lingkungan dunia. Kurangnya hutan menyebabkan peningkatan suhu permukaan beberapa derajat per tahun sebagai dampak naiknya permukaan air laut beberapa centimeter. Kenaikan ini dipicu oleh mencairnya es di kutub utara dan selatan, yang diakibatkan oleh pemanasan global (Situmorang, 2011).

Hutan-hutan Indonesia menyimpan jumlah karbon yang sangat besar. Menurut FAO, jumlah total vegetasi hutan Indonesia meningkat lebih dari 14 miliar ton biomassa, jauh lebih tinggi dari negara-negara lain di Asia dan setara dengan 20% biomassa di seluruh hutan tropis di Afrika. Jumlah biomassa ini secara kasar menyimpan 3,5 miliar ton karbon (FWI, 2003).

Hairiah dan Rahayu (2007) menyatakan bahwa jumlah karbon tersimpan antar lahan berbeda-beda, tergantung pada keragaman dan kerapatan tumbuhan yang ada, jenis tanahnya serta cara pengelolaannya. Penyimpanan karbon suatu


(17)

lahan menjadi lebih besar bila kondisi kesuburan tanahnya baik, atau dengan kata lain jumlah karbon tersimpan di atas tanah (biomassa tanaman) ditentukan oleh besarnya jumlah karbon tersimpan di dalam tanah (bahan organik tanah, BOT). Untuk itu pengukuran banyaknya karbon yang ditimbun dalam setiap lahan perlu dilakukan.

Hutan alami merupakan penyimpan karbon (C) tertinggi bila dibandingkan dengan sistem penggunaan lahan (SPL) pertanian, dikarenakan keragaman pohonnya yang tinggi, dengan tumbuhan bawah dan seresah di permukaan tanah yang banyak (Hairiah dan Rahayu, 2007).

Fungsi hutan adalah (1) sebagai proses siklus air dan pengawetan tanah; (2) sebagai pengendali iklim; (3) perlu dalam proses kesuburan tanah; (4) tempat keanekaragaman hayati; (5) sebagai kekayaan sumberdaya alam; (6) sebagai objek wisata (Marit, 2008).

Keadaan Lokasi Penelitian (Hutan Pendidikan USU)

Berdasarkan Memorandum of Understanding (MoU) 2011 antara pihak USU dengan Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Utara, kawasan Hutan Pendidikan USU memiliki luas 1000 ha. Hutan Pendidikan USU merupakan bagian dari Tahura Bukit Barisan. Melalui penelitian Setiawan (2012), tentang pemetaan kawasan Hutan Pendidikan USU, diperoleh luas total 1325 ha. Luas ini dijadikan sebagai usulan peta Hutan Pendidikan.

Letak geografis Hutan Pendidikan USU berdasarkan penelitian Setiawan (2012) adalah 3013’ LU - 3011’ LU dan 98034’ BT - 98032’ BT, terletak pada jajaran Pegunungan Bukit Barisan yang meliputi dua kabupaten yaitu Kabupaten Deli Serdang dan Kabupaten Karo. Batas-batas Hutan Pendidikan USU antara


(18)

lain, di sebelah utara berbatasan dengan Desa Doulu dan Desa Bukum, di sebelah timur berbatasan dengan Desa Bukum dan Desa Tanjung Barus, di sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Tanjung Barus dan Desa Barus Julu, serta di sebelah Barat berbatasan dengan Desa Doulu dan Desa Barus Julu.

Gambar 1. Peta Hutan Pendidikan Universitas Sumatera Utara Karbon

Jumlah karbon yang tersimpan dalam hutan di seluruh dunia mencapai 830 milyar ton. Jumlah ini sama dengan kandungan karbon dalam atmosfir yang terikat dalam CO2. Secara kasar, sekitar 40% atau 330 milyar ton karbon tersimpan dalam bagian pohon dan bagian tumbuhan hutan lainnya di atas permukaan tanah, sedangkan sisanya sekitar 60% atau 500 milyar ton tersimpan dalam tanah hutan dan akar-akar tumbuhan di dalam tanah (Suhendang, 2002).


(19)

Panjang jangka penyimpanan karbon di dalam hutan sangat tergantung pada pengelolaan hutannya sendiri termasuk cara mengatasi gangguan yang mungkin terjadi. Hairiah dkk. (2001) menyatakan potensi penyerapan karbon ekosistem dunia tergantung pada tipe dan kondisi ekosistemnya yaitu komposisi jenis, struktur dan sebaran umur (khusus untuk hutan).

Karbon menyusun 40 sampai dengan 50 persen berat kering dari pertumbuhan. Sejak reaksi CO2 meningkat secara global di atmosfir akibat pembakaran bahan bakar fosil (minyak, gas, dan batu bara) sehingga diketahui sebagai masalah lingkungan, dan para ekolog tertarik untuk menghitung simpanan karbon di hutan. Hutan tropika mampu menyerap karbon dalam jumlah yang besar sehingga mengandung biomassa dalam jumlah besar pula. Selain pada pohon hidup, karbon juga tersimpan dalam bahan yang sudah mati seperti serasah, batang pohon yang jatuh ke permukaan tanah (Whitmore, 1985).

Pengukuran Biomassa dan Karbon

Biomassa didefinisikan sebagai total jumlah materi hidup di atas permukaan pada suatu pohon dan dinyatakan dengan satuan ton berat kering per satuan luas (ton/ha). Biomassa vegetasi merupakan berat bahan vegetasi hidup yang terdiri dari bagian atas dan bagian bawah permukaan tanah pada suatu waktu tertentu. Biomassa hutan dapat digunakan untuk menduga potensi serapan karbon yang tersimpan dalam vegetasi hutan, hal ini dapat dilakukan karena menurut (Brown, 1997) sekitar 50% biomassa tersusun oleh karbon, sedangkan menurut Hairiah dkk. (2007) biomassa tumbuhan 46% tersusun oleh karbon, dan dalam penelitian ini penulis mengacu pada Hariah dan Rahayu (2007).


(20)

Tumbuhan akan mengurangi karbon di atmosfer (CO2) melalui proses fotosintesis dan menyimpannya dalam jaringan tumbuhan. Sampai waktunya karbon tersebut tersikluskan kembali ke atmosfer, karbon tersebut akan menempati salah satu dari sejumlah kantong karbon. Semua komponen penyusun vegetasi baik pohon, semak, liana dan epifit merupakan bagian dari biomassa atas permukaan. Carbon dapat tersimpan dalam kantong karbon dalam periode yang lama atau hanya sebentar. Peningkatan jumlah karbon yang tersimpan dalam karbon pool ini mewakili jumlah carbon yang terserap dari atmosfer (Sutaryo, 2009).

Biomassa pohon merupakan fungsi dari volume kayu, (yakni diperoleh dari diameter dan tinggi) dan kerapatan kayu (berat kering dalam setiap unit volume kayu segar). Kerapatan bervariasi sesuai dengan spesies, cara hidup, dan factor lingkungan seperti topografi dan kemiringan lahan. Biomassa pohon dapat dihitung dengan metode langsung (pemanenan destructive) atau metode tidak langsung (model allometrik). Model allometrik diketahui dengan mengukur variabel diameter at breast height (DBH), tinggi total dan kerapatan kayu. Banyak studi menggunakan model allometrik dalam pendugaan biomassa di atas permukaan tanah (above ground biomass/ABG) karena pemanenan pohon bersifat merusak dan membutuhkan biaya yang besar (Vieira, dkk., 2008).

Menurut Hairah, dkk. (2011), pengukuran biomasa tanaman dapat dilakukan dengan cara:

1. Tanpa melakukan perusakan (metode non destructive ), jika jenis tanaman yang diukur sudah diketahui rumus allometriknya.


(21)

2. Melakukan perusakan (metode destructive). Metode ini dilakukan oleh peneliti untuk tujuan pengembangan rumus allometrik, terutama pada jenis-jenis pohon yang mempunyai pola percabangan spesifik yang belum diketahui persamaan allometriknya secara umum. Pengembangan allometrik dilakukan dengan menebang pohon dan mengukur diameter, panjang dan berat masanya. Metode juga dilakukan pada tumbuhan bawah, tanaman semusim dan perdu.

Menurut Chapman (1976) secara garis besar metode pendugaan biomassa di atas permukaasn tanah dapat dikelompokkan menjadi dua cara yaitu :

1. Metode Pendugaan Langsung (Destructive Sampling) a. Metode Pemanenan Individu Tanaman

Metode ini dapat digunakan pada tingkat kerapatan yang cukup rendah dan komunitas dengan jenis yang sedikit. Nilai total biomassa diperoleh dengan menjumlahkan biomassa seluruh individu dalam suatu unit area contoh.

b. Metode Pemanenan Kuadrat

Metode ini mengharuskan memanen semua individu dalam suatu unit area contoh dan menimbangnya. Nilai total biomassa diperoleh dengan mengkonversi berat bahan organik tumbuhan yang dipanen di dalam suatu unit area contoh. c. Metode Pemanenan Individu Pohon yang Mempunyai Luas Bidang Dasar

Rata-rata

Metode ini biasanya diterapkan pada tegakan yang memiliki ukuran individu seragam. Pohon yang ditebang ditentukan berdasarkan rata-rata diameternya dan kemudian menimbangnya. Nilai total biomassa diperoleh dengan menggandakan nilai berat rata-rata dari pohon contoh yang ditebang dengan jumlah individu pohon dalam suatu unit area tertentu atau jumlah berat dari semua


(22)

pohon contoh yang digandakan dengan rasio antara luas bidang dasar dari semua pohon dalam suatu unit area dengan jumlah luas bidang dasar dari semua pohon contoh.

2. Metode Pendugaan Tidak Langsung (Non Destructive Sampling) a. Metode Hubungan Allometrik

Persamaan alometrik dibuat dengan mencari korelasi yang paling baik antar dimensi pohon dengan biomassanya. Sebelum membuat persamaan tersebut, pohon-pohon yang mewakili sebaran kelas diameter ditebang dan ditimbang. Nilai total biomassa diperoleh dengan menjumlahkan semua berat individu pohon dari suatu unit area tertentu.

b. Metode Crop Meter

Pendugaan biomassa metode ini dengan cara menggunakan seperangkat peralatan elektroda listrik yang kedua kutubnya diletakkan di atas permukaan tanah pada jarak tertentu. Biomassa tumbuhan yang terletak antara dua elektroda dipantau dengan memperhatikan electrical capacitance yang dihasilkan alat tersebut.

Dalam inventarisasi karbon hutan, carbon pool yang diperhitungkan setidaknya ada 4 kantong karbon. Keempat kantong karbon tersebut adalah biomassa atas permukaan, biomassa bawah permukaan, bahan organik mati dan karbon organik tanah.

Biomassa atas permukaan adalah semua material hidup di atas permukaan. Termasuk bagian dari kantong karbon ini adalah batang, tunggul, cabang, kulit kayu, biji dan daun dari vegetasi baik dari strata pohon maupun dari strata tumbuhan bawah di lantai hutan (Sutaryo, 2009):


(23)

Biomassa bawah permukaan adalah semua biomassa dari akar tumbuhan yang hidup. Pengertian akar ini berlaku hingga ukuran diameter tertentu yang ditetapkan. Hal ini dilakukan sebab akar tumbuhan dengan diameter yang lebih kecil dari ketentuan cenderung sulit untuk dibedakan dengan bahan organik tanah dan serasah.

• Bahan organik mati meliputi kayu mati dan serasah. Serasah dinyatakan sebagai semua bahan organik mati dengan diameter yang lebih kecil dari diameter yang telah ditetapkan dengan berbagai tingkat dekomposisi yang terletak di permukaan tanah. Kayu mati adalah semua bahan organik mati yang tidak tercakup dalam serasah baik yang masih tegak maupun yang roboh di tanah, akar mati, dan tunggul dengan diameter lebih besar dari diameter yang telah ditetapkan.

• Karbon organik tanah mencakup karbon pada tanah mineral dan tanah organik termasuk gambut.

Protokol Kyoto

Tahun 1994, telah diberlakukan kesepakatan internasional yang ditandatangani oleh hampir seluruh negara di dunia untuk merespon perubahan iklim, kesepakatan ini disebut Konvensi Kerangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim (UNFCCC). Namun, dengan adanya kenyataan bahwa emisi gas rumah kaca terus meningkat di seluruh dunia, negara-negara penandatangan UNFCCC (disebut ‘Para Pihak’ dari UNFCCC) mulai melakukan negosiasi untuk menghasilkan sebuah “komitmen yang tegas dan mengikat dari negara-negara maju untuk mengurangi emisi.” Karena negosiasi tersebut dilaksanakan di Kyoto, Jepang, kesepakatan yang dicapai disebut Protokol Kyoto (Kyoto Protocol).


(24)

Sebagian besar ketetapan Protokol Kyoto berlaku terhadap negara-negara maju yangdisenaraikan dalam Annex I dalam UNFCCC. Yang dimaksud dengan Negara-negara Annex I adalah Negara-negara yang telahmengkontribusikan GRK (Gerakan Rumah Kaca) hasil kegiatan manusia(Anthropogenic) sejak revolusi industri tahun 1850-an. Sedangkan Negara-negara Non-Annex I adalah negara-negara selain Annex I, yang mengemisikanGRK jauh lebih sedikit serta memiliki pertumbuhan ekonomi yang jauh lebih rendah. Protokol Kyoto merupakan instrumen hukum (legal instrument) yang dirancang untuk mengimplementasikan konvensi perubahan iklim yang bertujuan untuk menstabilkan konsentrasi gas rumah kaca ke atmosfer pada tingkat tertentu sehingga tidak membahayakan sistem iklim bumi (Murdiyarso, 2003).

REDD dan REDD+

REDD adalah skema untuk memberikan insentif bagi negara-negara yang berhasil mengurangi emisi karbon dengan menekan tingkat kegiatan deforestasi dan degradasi hutan. Insentif ini dapat mendorong pengelolaan hutan yang lebih lestari dengan menyediakan aliran pendapatan yang berkelanjutan. Pengurangan emisi atau ‘deforestasi yang dihindari’ dapat diperhitungkan sebagai kredit karbon. Kredit tersebut selanjutnya dapat diserahkan ke lembaga pendanaan yang dibentuk untuk menyediakan kompensasi finansial bagi negara-negara peserta yang melindungi hutannya (Kementerian Kehutanan RI). REDD+ merupakan perluasan dari REDD, yang menambahkan areal peningkatan cadangan karbon hutan ke dalam cakupan awal strategi REDD berupa peranan konservasi, pengelolaan hutan secara lestari dan peningkatan cadangan karbon.


(25)

Mengurangi emisi dari deforestasi dan degradasi hutan (REDD) merupakan dua aktifitas yang mengurangi penambahan karbon di atmosfer. Peningkatan simpanan karbon (di dalam REDD+) mengacu pada sequestrasi karbon atau penghilangan karbon dari atmosfer. Ruang lingkup REDD+ dalam konteks yang luas, akan tetapi, juga memasukkan cadangan karbon karena hal ini mengacu pada konservasi hutan dan karbon yang disimpan di hutan yang masih utuh. Cadangan berbeda dengan emisi dimana cadangan tidak berarti sebuah perubahan dalam konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer dan oleh karena itu tidak diakui sebagai aktifitas mitigasi pengurangan perubahan iklim (Parker et all., 2009).

Menurut Humphreys (1996) dalam Siswoko (2008), deforestasi terjadi ketika areal hutan ditebang habis dan diganti dengan bentuk penggunaan lahan lainnya. Sedangkan degradasi hutan merupakan penurunan kualitas hutan, dan terjadi ketika diversitas dari spesies tertentu dan potensi biomassa mengalami penurunan yang signifikan dikarenakan sebab tertentu misalnya karena adanya pengelolaan dan pemanfaatan hutan yang tidak dilakukan secara lestari.

Pendanaan Iklim

Gagasan pokok yang melatari REDD+ ialah memberi imbalan berbasis kinerja, yaitu membayar pemilik dan pengguna hutan untuk mengurangi emisi dan meningkatkan upaya peniadaan emisi. Imbalan jasa lingkungan (PES) memiliki keunggulan sebagai berikut: memberikan insentif langsung yang mengikat kepada pemilik dan pengguna hutan untuk mengelola hutan dengan lebih baik dan mengurangi penebangan kawasan berhutan. PES akan sepenuhnya mengganti rugi pemegang hak atas karbon yang telah yakin bahwa melestarikan hutan lebih


(26)

menguntungkan daripada pilihan lainnya. Karbon hutan harus dipantau secara rutin sesuai luas kawasan yang diberi imbalan. Tatanan kelembagaan masyarakat dan pemerintah yang terlibat perlu ditetapkan untuk mengelola imbalan dan informasi, dan untuk mengaitkan sistem PES daerah dengan sistem REDD+ nasional (atau global) (Angelsen et all., 2010).

Pembiayaan untuk REDD dapat dikelompokkan ke dalam tiga kategori yaitu pendanaan sukarale, pasar langsung atau mekanisme hubungan pasar (Angelsen et all., 2010).

1. Dana sukarela dapat digunakan untuk skala nasional ataupun internasional. Official Development Assistance (ODA) seperti komitmen Norwegia untuk menyediakan $2.6 milyar, merupakan contoh pendanaan sukarela. 2. Di dalam mekanisme pasar langsung nilai kredit REDD akan

diperdagangkan bersamaan dengan pengurangan emisi bersertifikat (CERs) yang ada, dan dapat digunakan oleh perusahaan untuk memenuhi target emisi di sistem permodalan dan keuangan nasional mereka.

3. Pendekatan hubungan pasar dapat menghasilkan pembiayaan melalui beragam mekanisme. Bagian kunci dari proses pelelangan ini adalah bahwa pelelangan ini dapat menghasilkan pendapatan pada skala tertentu dan pengurangan emisi akan menambah komitmen yang sudah ada.


(27)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini telah dilaksanakan di Hutan Pendidikan USU Tongkoh, Kabupaten Karo, Provinsi Sumatera Utara pada bulan Mei sampai dengan Juni 2013.

Bahan dan Alat Penelitian

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tegakan pohon pada Hutan Pendidikan USU, Peta Kawasan Hutan Pendidikan USU, alkohol 70%, dan bagian-bagian pohon hasil koleksi pada plot penelitian.

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah GPS, meteran, tali rafia, tongkat kayu/bambu, pita ukur, parang, gunting tanaman, spidol, label nama, clinometer, blangko pengamatan, plastik sampel, timbangan, oven, desikator, alat tulis, dan kamera digital.

Metode Penelitian

Potensi karbon tersimpan ditentukan berdasarkan kandungan biomassa vegetasi dilakukan secara non-destruktif dengan menggunakan model Allometrik untuk pohon. Jumlah karbon tersimpan = 46% total biomassa (Brown, 1997; Hairiah dan Rahayu, 2007).

A. Pengumpulan Data

Data-data yang dikumpulkan adalah data primer dan data sekunder. Data primer adalah data-data yang diambil langsung dari lapangan yaitu data diameter, tinggi, spesimen tumbuhan, dan sampel kayu ukuran 2x2x2 cm3. Data sekunder adalah letak geografis lokasi penelitian dan tipe iklim.


(28)

Pengumpulan Data di Lapangan

Pelaksanaan penelitian ini dilakukan dengan metode jalur dengan teknik pengambilan sampel adalah metode Purposive Sampling with random start. Metode ini merupakan metode penentuan lokasi penelitian secara sengaja yang dianggap representatif. Penentuan blok pengamatan dengan menggunakan GPS yaitu untuk mengetahui posisi dan arah blok pengamatan.

Pohon yang diamati adalah pohon dan nekromasa berkayu yang berdiamaeter ≥5cm. Jumlah plot contoh pengamatan adalah 10 plot contoh. Proses pengambilan data di lapangan dapat dilihat pada Gambar 2. Besar plot contoh dan metode mengacu pada Hairiah dan Rahayu (2007) dengan ketentuan sebagai berikut.

1) Plot dengan ukuran 20 m x 100 m untuk mengamati pohon dan nekromasa berkayu dengan diameter > 30 cm yang disebut plot besar.

2) Plot dengan ukuran 5 m x 40 m untuk mengamati pohon dan nekromasa berkayu dengan diameter 5-30 cm yang disebut dengan plot kecil.

3) Plot dibagi menjadi 2 bagian, dengan memasang tali di bagian tengah untuk memudahkan pengamatan.

Skema pembuatan plot dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

Gambar 1. Plot penelitian Keterangan:

a. Plot pengukuran pohon Ф≥30 cm b. Plot pengukuran pohon Ф 5-30 cm


(29)

Data yang diambil pada plot adalah: 1) Tinggi dan diameter pohon;

2) Spesimen untuk identifikasi jenis; 3) Sampel kayu ukuran 2x2x2 cm3.

(a) (b)

(c) (d)

(e) (f)

Gambar 2. Kegiatan pengambilan data di lapangan Keterangan gambar:

(a) Pembuatan plot penelitian, (b) Pengambilan titik GPS, (c) Pengukuran diameter pohon, (d) Pengukuran tinggi pohon, (e) Pelebelan contoh spesimen pohon, dan (f) Penulisan data


(30)

Pengumpulan Data di Laboratorium

Pengamatan di laboratorium meliputi identifikasi jenis dan pengukuran berat jenis (BJ). Koleksi tumbuhan yang diperoleh dari plot contoh diherbariumkan dengan cara merendamnya dengan larutan alkohol 70% selama 2 hari, lalu dikering anginkan selama 1 hari. Identifikasi dilakukan dengan mencocokkan nama lokal spesies dengan buku yang memuat nama lokal spesies dan bagi spesimen yang nama lokalnya tidak ditemukan di buku, maka dilakukan identifikasi dengan mencocokkan spesimen dengan buku pengenalan jenis. Buku-buku yang digunakan untuk membantu pengenalan jenis adalah:

1) Buku Literatur Potensi Flora di Taman Nasional Gunung Leuser (Zulfan dkk., 2011);

2) Daftar Nama Pohon-pohonan Sumatera Utara (Tantra, dkk., 1973);

3) Pengenalan Jenis-jenis Pohon Penting (89 Jenis Pohon) (Prawira dan Tantra, 1973);

4) Pedoman Identifikasi Jenis Kayu di Lapangan (Mandang dan Pandit, 1997);

5) Tumbuhan Berguna Indonesia II (Heyne, 1981); 6) Tumbuhan Berguna Indonesia III (Heyne, 1981); 7) Tumbuhan Berguna Indonesia IV (Heyne, 1950).

Informasi berat jenis kayu dari spesies yang ditemui di lapangan diperoleh dari buku-buku yang memuat informasi berat jenis pohon, dan untuk jenis-jenis yang tidak diketahui informasi BJ-nya, maka dilakukan pengukuran berat jenis kayu, dengan mengambil sampel kayu ukuran 2x2x2 cm³ lalu dimasukkan ke


(31)

dalam oven, pada suhu 100 ◦C selama 48 jam dan timbang berat keringnya. Berat Jenis (BJ) kayu dari pohon dihitung dengan:

�� (���ˉ3) =����������� (�)

������ (��³)

Keterangan:

Volume (cm3) = R2 T

R = Jari-jari potongan kayu = ½ x Diameter (cm) T = Panjang kayu (cm)

Sumber yang digunakan untuk mengetahui berat jenis kayu yang telah diteliti yaitu:

1) Sambungan kayu pintu jendela (Puspantoro, 1992);

2) Pengenalan Jenis-Jenis Pohon Penting (98 Jenis Pohon) (Prawira dan Tantra, 1973); dan

3) Jurnal dan literatur.

B. Analisis Data

Pengolahan data dilakukan untuk mengetahui kandungan biomassa, karbon, dan nilai ekonomi cadangan karbon. Untuk beberapa jenis pohon yang telah diteliti oleh peneliti sebelumnya, estimasi biomassa pohon menggunakan persamaan alometrik yang telah ada. Dan untuk jenis-jenis yang belum mempunyai model allometrik namun memiliki informasi berat jenis (BJ) kayu maka digunakan model alometrik umum, yaitu model allometrik untuk pohon bercabang dan tidak bercabang, dan untuk jenis yang tidak diketahui informasi BJ-nya digunakan model alometrik umum untuk kayu campuran. Model allometrik untuk estimasi biomassa dapat dilihat pada Tabel 1 di bawah ini.


(32)

Tabel 1. Model Allometrik Pendugaan Biomassa

No. Jenis pohon Estimasi Biomasa pohon Sumber

1. Campuran BBA = 0,0639D2,3903 Thojib et al, 2002

2. Pohon bercabang BK = 0,11ρD2.62 Ketterings, 2001

3.

Pohon tidak

bercabang BK = ∏ρH D2/40 Hairiah dkk., 1999

4. Dalbergia latifolia

BBA = 0,7458 (D2H)0,6394 BPKH Wil. XI & MFP II, 2009 5. Dipterocarpus

sp.

lnBBA = -1,232+2,178 lnD Krisnawati dkk., 2012 6. Ficus sp. lnBBA = 2,59+2,6 ln D Krisnawati dkk., 2012 7. Geunsia

pentandra

lnBBA = -2,89+2,62 lnD Krisnawati dkk., 2012 8. Hopea sp. lnBBA = -1,813+2,339 lnD Krisnawati dkk., 2012 9. Intsia sp. logBBA = -0,762+2,51 logD Maulana dan Pandu, 2011a 10. Palaqium sp. lnBBA = -1,098+2,142 lnD Krisnawati dkk., 2012 11. Paraserianthes

falcataria

BBA = -6,7+1,442D-3,16H Krisnawati dkk., 2012 12. Pinus merkusii BBA = 0,094 D2,432 Krisnawati dkk., 2012 13. Pometia sp. logBBA = 0,8406+2,572+logD Maulana dan Pandu, 2011b 14. Schima wallicii BBA = 0,459 D1,364 Salim, 2005

15. Shorea leprosula BBA = 0,032 D2,7808 Heriansyah et al, 2009 16. Shorea sp. lnBBA = -2,193+2,371 lnD Krisnawati dkk., 2012

Keterangan:

BBA= berat bagian atas; BK = berat kering; D = diameter pohon (cm); H = tinggi pohon

(m, kec. model no. 3 dalam cm); ρ= BJ kayu (kg m-3

, kec. model no 2 dan 3 dalam g cm-3)

Hasil pengamatan di lapangan di masukkan ke dalam tally shet untuk memudahkan pengolahan data. Tally shet yang dimaksud dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 2. Pengukuran Biomassa Pohon

No. Nama Lokal Nama Botanis Percabangan D (cm) H (m) Ρ (gcm-3)

Kondisi Pohon Biomassa

Ya Tidak Hidup Nekromasa kg/pohon

1. 2. 3. 4. .... 35.

Keterangan: D= dbh (cm), H= tinggi pohon (m), ρ= BJ Kayu (g cmˉ³)

Konsentrasi C dalam bahan organik berkisar 46% (Hariah dan Rahayu 2007), oleh karena itu estimasi jumlah C tersimpan per luasan lahan dapat


(33)

dihitung dengan mengalikan total berat masanya dengan konsentrasi C, sebagai berikut:

C(kg ha-1)= Berat kering (kg ha-1) x 0.46 C total= C(kg ha-1) x 1325 ha

C. Nilai Ekonomi Cadangan Karbon

Menurut Van Beukering et. al. (2003), nilai karbon dalam perdagangan karbon adalah US$ 5 per ton karbon yang terserap dan menurut Saloh dan Clough (2002) nilai karbon dalam perdagangan karbon adalah US$15-20US$ per ton karbon yang terserap . Sehingga nilai ekonomi cadangan karbon tegakan pohon di Hutan Pendidikan USU dapat dihutung dengan rumus:

Nilai ekonomi Karbon = ∑C (ton) X US$ 5 dan Nilai ekonomi Karbon = ∑C (ton) X US$ (15-20)


(34)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Jenis Pepohonan di Hutan Pendidikan USU

Hasil penelitian dari 10 plot dengan ukuran masing-masing plot 100m x 20m dengan luas total pengamatan 2 Ha diperoleh 73 jenis pohon dengan 31 Famili. Diantaranya Bucklandia tricuspis Hall.f. (Kapas-kapas), Castanopsis

tungurrut A. DC (Kecing ndiket), Cryptocarya tomentosa Bl (Belo-belo), Knema

mandarahan (Kulit labang), Evodia robusta Hook.f. (Sitelubulung), Toona sureni Merr.

(Limperah), Pinus merkusii (Tusam), Altingia excelsa (Tulasan), dan Cratoxylon

arborescens Bl (Sudu-sudu). Beberapa koleksi daun dari jenis pohon yang terdapat

di Hutan Pendidikan USU dapat dilihat pada Gambar 2.

(a) (b)


(35)

(e) (f)

(g) (h)

(i) (j)

(k) (l)

Gambar 3. Jenis Pohon di Hutan Pendidikan USU

Keterangan: (a) Prunus acuminata Hook, (b) Dysoxylum alliaceum Bl, (c) Litsea cubeba Pers, (d)

Evodia robusta Hook.f, (e) Macaranga rhizinoides, (f) Vernonia arborea Ham, (g) Tarrietia javanica, (h) Turpinia ssphaerocarpa Hassk, (i) Toona sureni Merr, (j) Platea excelsa Bl, (k) Manglietia glauca,


(36)

Beberapa jenis pohon yang terdapat di Hutan Pendidikan USU berasal dari Famili pohon yang sama. Lima (5) Famili dengan jenis spesies pohon terbanyak diantaranya Lauraceae memiliki 9 spesies yaitu Cinnamomun parthenoxylon Neissn, Cryptocarya tomentosa Bl, Litsea cubeba Pers, Litsea firma Hook. F, Litsea tomentosa Bl, Phoebe opaca Bl, Phoebe sp. 1, Phoebe sp. 2, dan Phoebe sp. 3, Meliaceae 7 spesies yaitu Aglaia sp., Celtis wightii Planch, Dysoxylum alliaceum Bl., Dysoxylum densiflorum, Dysoxylum excelsum, Dysoxylum sp., dan Toona sureni Merr., Myrtaceae 6 spesies yaitu Eugenia sp. 1, Eugenia sp. 2, Eugenia sp. 3, Eugenia sp. 4, Eugenia sp. 5, dan Eugenia sp. 6, Fagaceae 5 spesies yaitu Castanopsis sp., Castanopsis tungurrut A.D.C., Castanopsis tungurrut Bl., Querous javensis Miq., Querous subsericea A.Camus dan Guttiferae, Moraceae, dan Sapotaceae masing-masing 4 spesies yaitu Guttiferae meliputi Calluphilum fuccerinum, Cratoxylon arborescens Bl, Garcinia rostrata T.et B, dan Garsinia dioica Bl, Moraceae meliputi Ficus benjamina, Ficus fistulosa Reinw, Ficus Grossularioides Burm, dan Ficus racemosa, dan Sapotaceae meliputi Meliosma nitida BI., Madhuca cuneata, Palaqium hexandrum, dan Payena Leerii. Untuk lebih jelasnya, nama jenis dan famili pohon yang terdapat di Hutan Pendidikan USU Tahura dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Jenis Pohon yang Terdapat di Hutan Pendidikan USU

No. Nama Latin Nama Lokal Family

1 Aglaia sp. Tualah-tualah Meliaceae

2 Altingia excelsa Tulasan Hamamelidaceae

3 Brassaiopsis sp. Padan-padan Araliaceae 4 Brassaiopsis speciosa Tipang-tipang Araliaceae 5 Bucklandia tricuspis Hall.f. Kapas-kapas Hamamelidaceae 6 Calluphilum fuccerinum Lintanggur Guttiferae 7 Castanopsis sp. Kecing merah/ K.

Kedep

Fagaceae 8 Castanopsis tungurrut A. DC. Kecing ndiket Fagaceae


(37)

10 Celtis wightii Planch Pia-pia Meliaceae 11 Cinnamomun parthenoxylon Neissn Jambu-jambu Lauraceae 12 Cratoxylon arborescens Bl Sudu-sudu Guttiferae 13 Cryptocarya tomentosa Bl Belo-belo Lauraceae 14 Dysoxylum alliaceum Bl. Bakir Meliaceae 15 Dysoxylum densiflorum Ngaskas Meliaceae 16 Dysoxylum excelsum Damar-damar Meliaceae

17 Dysoxylum sp. Tuba lalat Meliaceae

18 Elaeccarpus stipularis Bl.var Gara tartar Elaeocarpaceae 19 Endospermum malaccensa Meull.Arg Ndulpak Euphorbiaceae

20 Eugenia sp. 1 Ndeleng Myrtaceae

21 Eugenia sp. 2 Ndeleng api-api Myrtaceae 22 Eugenia sp. 3 Ndeleng bunga Myrtaceae 23 Eugenia sp. 4 Ndeleng jambu Myrtaceae 24 Eugenia sp. 5 Ndeleng merah Myrtaceae 25 Eugenia sp. 6 Ndeleng tanduk Myrtaceae 26 Eurya acuminata A.P.DC Kedep-kedep Theaceae 27 Evodia robusta Hook.f Sitelu bulung Rutaceae 28 Ficus benjamina Bunga/ Ficus Moraceae 29 Ficus fistulosa Reinw Ober/ dendeng Moraceae 30 Ficus Grossularioides Burm Mbetung Moraceae

31 Ficus racemosa Rubai Moraceae

32 Garcinia rostrata T.et B Gersing duruh Guttiferae 33 Garsinia dioica Bl. Kandis Guttiferae 34 Ilex bogoriensis Loes Ngalkal Caesalpiniaceae 35 Knema mandarahan Kulit labang Myristicaceae

36 Litsea cubeba Pers Karnea Lauraceae

37 Litsea firma Hook. F Sangketen pakpak Lauraceae 38 Litsea tomentosa Bl Butbutan Lauraceae 39 Macaranga rhizinoides Tampu Euphorbiaceae

40 Macropanax sp. Nggersap Araliaceae

41 Madhuca cuneata Mayang bunga Sapotaceae 42 Manglietia glauca Kayu jatuh Magnoliaceae 43 Manglietia glauca Bl Lau-lau Magnoliaceae 44 Meliosma nitida BI. Kabung-kabung Sabiaceae 45 Nyssa javanica Wang Kalibambang Nyssaceae 46 Palaqium hexandrum Mayang susu Sapotaceae 47 Payena Leerii Mayang batu Sapotaceae

48 Phoebe opaca Bl Sangketen Lauraceae

49 Phoebe sp. 1 Sangketen beras Lauraceae 50 Phoebe sp. 2 Sangketen gepor Lauraceae 51 Phoebe sp. 3 Sangketen sanggar Lauraceae

52 Pinus merkusii Tusam Pinacea


(38)

54 Polyosma sp. Si uban-uban Saxfragaceae 55 Prunus Acuminta Hook Kacihe Rosaceae 56 Querous javensis Miq Kecing beras Fagaceae 57 Querous subsericea A.Camus Kecing batu Fagaceae 58 Saurauia sp. 1 Cepen-cepen Saurauiaceae 59 Saurauia sp. 2 Kecepen indet Saurauiaceae 60 Saurauia sp. 3 Cepen perling Saurauiaceae

61 Schima wallichi Martelu Theaceae

62 Sloanea sigun Szysz Beka kayu Elaecocarpaceae

63 Styrax benzoin Kemenyan Styracaceae

64 Symplocos fasciculata Zoll Pipi udan Symplocaceae 65 Tarrietia javanica Rahu Sterculiaceae 66 Toona sureni Merr. Limprah Meliaceae 67 Trema orientalis Bl Nderung Ulmaceae 68 Turpinia sphaerocarpa Hassk. Mei-mei Staphyeaceae 69 Urena lubata LINN Tebu-tebu/ Sampe lulut Malvaceae 70 Vernonia arborea Ham Sibernaik Compositae 71 Villebrunea rubescens Nderasi Urticaceae

72 Anonim spesies 1 Mbarinau -

73 Anonim spesies 2 Rasi -

Hasil penelitian ini menemukan bahwa di Hutan Pendidikan USU terdapat 73 jenis pohon dengan 31 Famili. Hasil ini memiliki perbedaan dengan penelitian-penelitian analisis vegetasi dari peneliti-peneliti sebelumnya di daerah yang sama. Diantaranya penelitian Karo (2011) yang bertempat di Taman Hutan Raya Bukit Barisan khususnya di Kabupaten Karo menemukan 59 jenis dan 29 famili pada

tingkat pohon, 55 jenis dan 25 famili pada tingkat pertumbuhan tiang, dan 77 jenis

dan 34 famili pada tingkat pertumbuhan pancang, dan secara total terdapat 120 jenis spesies dari 42 Famili. Sedangkan penelitian Tampubolon (2011) di lokasi yang sama dengan penelitian ini, yaitu Hutan Pendidikan USU menemukan vegetasi pada tingkat semai 12 jenis, tingkat pancang 13 jenis, tingkat tiang 13 jenis, dan tingkat pohon 13 jenis, dan secara total terdapat 19 jenis spesies dari 13 Famili. Jumlah Spesies yang ditemukan pada penelitian ini lebih besar dibandingkan Tampubolon yang hanya menemukan 19 jenis spesies dari 13


(39)

famili, namun lebih kecil dari Karo (2011) yang menemukan 120 spesies dari 42 famili. Perbedaan ini disebabkan oleh perbedaan kreteria objek yang diamati dan penempatan plot contoh yang berbeda. Objek yang diamati dimana dalam penelitian ini hanya mengidentifikasi pohon berukuran ≥5cm, sedangkan Karo (2011) dan Tampubolon (2011) mengamati pohon mulai dari tingkat semai, pancang, tiang dan pohon.

Jenis-jenis pohon yang ditemukan di lokasi penelitian beberapa merupakan jenis komersial. Jenis-jenis pohon yang termasuk jenis komersial adalah Litsea Firma (Sangketen pakpak), Palaquium hexandrum (Mayang Susu), Calluphilum fuccerinum (Lintanggur), Payena Leerii (Mayang batu), Altingea Excelsa (Tulasan), Cinnamomum parthenoxylon Neissn (Jambu-jambu), Castanopsis tungurrut A. DC. (Kecing ndiket), Castanopsis sp. (Kecing bunga), Schima wallichii (Martelu) dan Toona Sureni (Limperah). Jenis-jenis pohon yang dilindungi menurut SK Menteri Pertanian No. 54/Kpts/Um/2/1972 Tanggal 5 Pebruari 1972 adalah Styrac sp.

Suatu komunitas dikatakan memiliki keanekaragaman spesies yang tinggi jika komunitas itu disusun oleh banyak spesies, dan sebaliknya suatu komunitas dikatakan memiliki keanekaragaman spesies yang rendah jika komunitasnya itu disusun oleh sedikit spesies dan jika hanya ada sedikit saja spesies yang dominan (Indriyanto,2006).

Tinggi dan rendahnya jumlah spesies pada suatu hutan selain dipengaruhi oleh kondisi habitat dan faktor lingkungan juga tingkat gangguan baik dari hewan dan terutama akibat kegiatan manusia. Kegiatan manusia yang mengeksploitasi hutan dengan menebang pohon menyebabkan dampak yang tidak menguntungkan


(40)

bagi kelestarian jenis, terutama apabila kemoditi yang ditebang seringkali terdiri atas jenis yang sudah langka.

Cadangan Karbon di Hutan Pendidikan USU

Hariah dan Rahayu (2007) menyatakan konsentrasi C dalam bahan organik berkisar 46% dari berat keringnya (biomassa). Perhitungan biomassa pohon dilakukan dengan menggunakan rumus-rumus allometrik dari peneliti-peneliti sebelumnya, semakin spesifik model allometrik yang digunakan (allometrik untuk pohon tertentu) maka hasil pendugaan karbon diharapka lebih akurat.

Jumlah biomassa pada masing-masing spesies pohon berbeda, hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, seperti menurut Badan Litbang Kehutanan (2010) yang menyatakan bahwa besarnya kandungan biomassa tergantung pada jenis dan umur pohon, tipe tanah dan topografi. Pohon yang berbeda memiliki berat jenis yang berbeda, semakin tinggi nilai berat jenis suatu pohon maka kandungan biomassanya semakin besar. Diameter dan berat jenis berbanding lurus dengan biomassa. Kandungan biomassa masing-masing jenis pohon dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Kandungan Biomassa pada Masing-masing Jenis Spesies Pohon di Hutan Pendidikan USU

No. Nama Latin

Jumlah Individu Biomassa Total

Plot Besar

Plot Kecil

Plot Besar

Plot

Kecil Individu Biomassa

1 Aglaia sp. 4 2 0,47 1,01 6 1,48

2 Altingia excelsa 66 8 104,88 9,69 74 114,56 3 Brassaiopsis sp. 4 1 0,57 0,34 5 0,91 4 Brassaiopsis speciosa - 3 - 0,17 3 0,17 5 Bucklandia tricuspis

Hall.f.

1 - 2,48 - 1 2,48

6 Calluphilum fuccerinum


(41)

8 Castanopsis tungurrut A. DC.

5 1 11,58 0,09 6 11,67

9 Castanopsis tungurrut Bl

21 7 37,31 4,57 28 41,88

10 Celtis wightii Planch 2 - 1,26 - 2 1,26 11 Cinnamomun

parthenoxylon Neissn

- 5 - 0,53 5 0,53

12 Cratoxylon arborescens Bl

2 1 0,72 0,01 3 0,73

13 Cryptocarya tomentosa Bl

- 1 - 0,02 1 0,02

14 Dysoxylum alliaceum Bl.

- 2 - 0,08 2 0,08

15 Dysoxylum densiflorum

7 1 7,93 0,59 8 8,52

16 Dysoxylum excelsum 5 3 1,43 1,93 8 3,36

17 Dysoxylum sp. 1 - 0,13 - 1 0,13

18 Elaeccarpus stipularis Bl.var

11 2 6,11 1,56 13 7,67

19 Endospermum malaccensa

Meull.Arg

- 1 - 0,11 1 0,11

20 Eugenia sp. 1 5 4 2,11 0,64 9 2,75

21 Eugenia sp. 2 2 - 0,87 - 2 0,87

22 Eugenia sp. 3 4 - 0,73 - 4 0,73

23 Eugenia sp. 4 7 3 2,12 0,92 10 3,04

24 Eugenia sp. 5 1 - 0,20 - 1 0,20

25 Eugenia sp. 6 4 1 1,25 0,02 5 1,27

26 Eurya acuminata

A.P.DC

- 1 - 0,11 1 0,11

27 Evodia robusta

Hook.f

28 9 10,55 5,79 37 16,34

28 Ficus benjamina 1 - 11,17 - 1 11,17

29 Ficus fistulosa Reinw - 16 - 2,16 16 2,16 30 Ficus

Grossularioides

Burm

- 1 - 0,79 1 0,79

31 Ficus racemosa - 4 - 0,65 4 0,65

32 Garcinia rostrata

T.et B

1 - 11,30 - 1 11,30

33 Garsinia dioica Bl. 1 - 1,24 - 1 1,24 34 Ilex bogoriensis Loes 2 6 4,17 0,71 8 4,88

35 Knema mandarahan - 1 - 0,02 1 0,02

36 Litsea cubeba Pers 6 1 2,19 0,09 7 2,28 37 Litsea firma

Hook. F

4 2 2,22 0,08 6 2,30

38 Litsea tomentosa Bl

4 5 1,49 1,25 9 2,74

39 Macaranga rhizinoides

9 5 2,99 3,14 14 6,13

40 Macropanax sp. 14 6 3,39 2,50 20 5,89 41 Madhuca cuneata 7 3 8,34 0,27 10 8,61


(42)

42 Manglietia glauca 15 1 9,87 0,05 16 9,92 43 Manglietia

glauca Bl

- 2 - 0,63 2 0,63

44 Meliosma nitida BI.

2 9 0,78 0,72 11 1,50

45 Nyssa javanica Wang 1 - 0,25 - 1 0,25 46 Palaqium hexandrum 2 3 1,22 1,68 5 2,91

47 Payena Leerii 6 1 4,56 0,10 7 4,65

48 Phoebe opaca Bl 9 2 4,04 0,28 11 4,32

49 Phoebe sp. 1 1 2 0,14 0,09 3 0,23

50 Phoebe sp. 2 - 2 - 0,22 2 0,22

51 Phoebe sp. 3 1 1 0,13 0,02 2 0,16

52 Pinus merkusii 6 - 9,93 - 6 9,93

53 Platea excelsa Bl 5 - 3,17 - 5 3,17

54 Polyosma sp. - 5 - 0,22 5 0,22

55 Prunus Acuminta

Hook

17 18 8,12 8,72 35 16,85

56 Querous javensis Miq 7 - 12,39 - 7 12,39 57 Querous subsericea

A.Camus

7 - 10,31 - 7 10,31

58 Saurauia sp. 1 - 2 - 0,26 2 0,26

59 Saurauia sp. 2 1 5 0,16 0,27 6 0,44

60 Saurauia sp. 3 - 1 - 0,08 1 0,08

61 Schima wallichi 6 - 0,20 - 6 0,20

62 Sloanea sigun Szysz 4 - 2,25 - 4 2,25 63 Styrax benzoin 9 17 5,55 6,71 26 12,26 64 Symplocos

fasciculata Zoll

1 21 0,30 2,63 22 2,93

65 Tarrietia javanica 10 1 19,83 0,34 11 20,17 66 Toona sureni Merr. 2 - 3,50 - 2 3,50 67 Trema orientalis Bl 11 - 8,25 - 11 8,25 68 Turpinia

sphaerocarpa Hassk.

13 9 7,17 2,42 22 9,59

69 Urena lubata LINN 1 3 0,12 0,10 4 0,21 70 Vernonia

arborea Ham

5 4 1,40 0,19 9 1,59

71 Villebrunea sp. - 19 - 1,87 19 1,87

72 Anonim spesies 1 - 9 - 0,39 9 0,39

73 Anonim spesies 2 - 5 - 0,24 5 0,24

Total 630 429,12

Tabel 4 menunjukkan bahwa spesies yang memberikan kontribusi cadangan karbon terbesar adalah spesies Altingea excelsa dengan cadangan karbon sebesar114,56 ton/ha dengan jumlah 77 individu, dan spesies yang memberikan kontribusi cadangan karbon terkecil adalah spesies Knema


(43)

mandarahan dan Cryptocarya tomentosa Bl dengan cadangan karbon masing-masing sebesar 0,02 ton/ha dengan jumlah individu pohon masing-masing-masing-masing 1. Berat jenis, jumlah individu, dan diameter pohon menentukan kandungan carbon pohon. Seperti dapat dilihat pada Tabel 4, Tarrietia javanica dan Trema orientalis Bl memiliki jumlah individu yang sama, namun kandungan karbonnya berbeda, yaitu 20,17 ton/ha dan 8,25 ton/ha, hal ini terjadi karena berat jenis Tarrietia javanica(0,74 gr/cm³) lebih besar dibandingan Trema orientalis Bl (0,42 gr/cm³).

Hal di atas sesuai dengan pernyataan Rahayu dkk. (2007) yang menyatakan cadangan karbon pada suatu sistem penggunaan lahan dipengaruhi oleh jenis vegetasinya. Suatu sistem penggunaan lahan yang terdiri dari pohon dengan spesies yang mempunyai nilai kerapatan kayu tinggi, biomasanya akan lebih tinggi bila dibandingkan dengan lahan yang mempunyai spesies dengan nilai kerapatan kayu rendah. Daftar berat jenis untuk masing-masing jenis pohon dapat dilihat pada Lampiran 1, dan perhitungan cadangan karbon masing-masing individu pohon dalam plot besar dan kecil dapat dilihat pada Lampiran 2 dan Lampiran 3.

Semakin membaiknya komposisi dan struktur vegetasi, seperti kerapatan vegetasi yang semakin rapat berpengaruh terhadap kemampuan vegetasi tersebut dalam menyerap CO2 di atmosfir, pertambahan diameter pohon yang semakin meningkat dengan semakin bertambahnya usia pohon. Pertambahan diameter yang semakin meningkat mengakibatkan biomassa yang tersimpan dalam pohon tersebut juga akan semakin meningkat, dengan demikian cadangan kerbon yang tersimpan juga akan semakin meningkat. Menurut Johson et all. (2001) yang


(44)

diacu dalam Junaedi (2007) menyatakan kandungan karbon di atas permukaan tanah pada hutan primer dan sekunder dapat bervariasi berdasarkan umur tegakan.

Terjadinya degradasi hutan akibat kegiatan penebangan cenderung akan memperbesar jumlah nekromasa pohon di hutan. Hal ini menunjukan bahwa biomasa yang hilang dari hutan akan semakin menurun dengan adanya kegiatan penebangan. Pada penelitian ini jumlah nekromasa pohon di hutan primer yang mengalami degradasi ringan (pohon tumbang akibat tua, kena angin besar, penyakit, dsb.) yakni sebesar 11,737 ton/ha. Jumlah tersebut relatif lebih kecil dibanding dengan jumlah nekromasa hutan bekas tebangan tahun 1998 sebesar 116,676 ton/ha dan hutan bekas tebangan tahun 2000, yaitu sebesar 119,129 ton/ha. Dari data tersebut dapat dikatakan bahwa biomasa yang hilang dari hutan berkisar antara 11,737 – 119,129 ton/ha (Tresnawan dan Rosalina, 2002).

Whitten et al (1984) menyatakan bahwa pembukaan hutan dan perubahan dalam penggunaan lahan yang disebabkan oleh kegiatan pemanenan akan mengakibatkan pengurangan biomasa dalam jumlah yang sangat besar, yaitu 100 ton/ha di hutan dataran rendah. Semakin menurunnya jumlah biomasa tersebut akan membawa dampak negatif terhadap kelangsungan ekosistem hutan terutama dalam ketersediaan unsur hara dan kesuburan tanah. Hal ini juga berpengaruh terhadap siklus karbon di atmosfer karena hampir 50% biomasa tumbuhan terdiri dari unsur karbon dan unsur tersebut dapat lepas ke atmosfer apabila hutan mengalami gangguan/ degradasi.

Biomasa pohon di hutan primer, hutan bekas tebangan tahun 2000, dan hutan bekas tebangan tahun 1998 memiliki persentase paling besar dibandingkan dengan komponen lainnya (nekromasa, tumbuhan bawah, serasah kasar, dan


(45)

serasah halus). Persentase biomasa pohon tersebut bervariasi antara 60,12 – 94,84% dari total biomasa di atas tanah. Hal ini disebabkan karena jumlah individu dan ukuran individu pohon jauh lebih besar dibandingkan dengan komponen lainnya (Tresnawan dan Rosalina, 2002).

Jumlah plot pengamatan pada penelitian ini adalah 10 plot. Masing-masing plot memiliki kandungan biomassa yang berbeda. Kandungan biomassa pohon pada masing-masing plot penelitian dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Jumlah Biomassa Pohon pada Masing-masing Plot

No

Jenis Plot Jenis Plot Jumlah

Besar (kg/0,2 ha)

Kecil (kg/0,02 ha)

Besar (ton/ha)

Kecil

(ton/ha) (ton/ha)

1. 48.205,23 1.144,85 241,03 57,24 298,27

2. 69.431,18 1.143,03 347,16 57,15 404,31

3. 84.168,69 1.882,09 420,84 94,10 514,95

4. 19.114,80 1.734,56 95,57 86,73 182,30

5. 111.758,03 1.516,95 558,79 75,85 634,64

6. 117.898,98 1.255,49 589,49 62,77 652,27

7. 51.343,54 830,70 256,72 41,53 298,25

8. 88.023,03 2.003,44 440,12 100,17 540,29

9. 79.682,58 1.231,85 398,41 61,59 460,01

10. 49.941,35 1.124,52 249,71 56,23 305,93

Rata-rata 71956,74 1386,75 359,78 69,34 429,12

Cadangan Karbon (Ton/Ha) 197,40

Cadangan Karbon Total (Ton) 261.549,31

Jumlah biomassa pada masing-masing wilayah plot penelitian berbeda, hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, Badan Litbang Kehutanan (2010) menyatakan bahwa besarnya kandungan biomassa tergantung pada jenis dan umur pohon, tipe tanah dan topografi.

Tabel 4 menunjukkan rata-rata biomassa yang terkandung di Hutan Pendidikan USU adalah 429,12 ton/ha. Besaran biomassa tersebut diperoleh dari pohon besar 359,78 ton/ha dan pohon kecil 69,34 ton/ha.


(46)

Hutan alam memiliki potensi cadangan biomassa paling tinggi dibandingkan di areal bekas tebangan. Pada penelitian ini cadangan biomassa Hutan Pendidikan USU sejumlah 429,12 ton/ha, sedangkan pada areal bekas tebangan menurut hasil penelitian Junaedi (2007) pada umur areal bekas tebang 0-4 tahun (ABT 0-4) memiliki cadangan biomassa 173,57 ton/ha. Kondisi ini dikarenakan hutan primer khususnya Hutan Pendidikan USU adalah hutan konservasi masih memiliki keutuhan dan tidak terganggu oleh kegiatan pemanenan dan perlakuan silvikultur serta kegiatan kehutanan lainnya, sehingga cadangan biomassa yang berada di dalam hutan tidak hilang. Besarnya biomassa vegetasi di atas permukaan tanah jumlahnya bervariasi dari 210-650 ton/ha sesuai dengan tipe hutannya (Junaedi, 2007).

Perhitungan kandungan karbon tersimpan, dilakukan dengan memperkirakan bahwa biomassa tegakan mengandung 46% karbon. Hal ini sesuai dengan pernyataan Hairiah et all, (2001) yang mengatakan bahwa bahan organik mengandung 46% karbon. Jumlah stok Karbon di Hutan Pendidikan USU dapat dilihat pada Tabel 5.

Nilai cadangan karbon pohon di Hutan Pendidikan USU berkisar 197,40 ton/ha. Nilai cadangan karbon ini memiliki kesesuaian dengan kreteria jumlah cadangan karbon di hutan alam menurut penelitian dari Badan Litbang Kehutanan (2010) yang menyatakan cadangan karbon pada berbagai kelas penutupan lahan di hutan alam berkisar antara 7,5 – 264,70 ton C/ha.

Nilai cadangan karbon pada hutan pendidikan USU yang berkisar 197,40 ton/ha berbeda dengan penelitian-penelitian sebelumnya di hutan alam, bahkan pada lokasi yang sama yaitu penelitian Karo (2011) dan Tampubolon (2011),


(47)

Karo (2011) menyatakan kawasan TAHURA Bukit Barisan Kabupaten Karo Provinsi Sumatera Utara terdapat karbon tersimpan sebesar 485,01 ton/ha, dan Tampubolon (2011) menyatakan 58,56 ton/Ha, sedangkan penelitian carbon di hutan alam di tempat yang berbeda seperti Bakri (2009) menyatakan bahwa kawasan hutan Taman Wisata Alam Taman Eden memiliki potensi karbon tersimpan sebesar 95,82 ton/ha, Bako (2009) yang menyatakan bahwa di Hutan Lindung Kabupaten Pakpak Barat sebesar 143,7 ton/ha, Tresnawan dan Rosalina (2002) menyatakan besarnya biomasa hutan primer di Hutan Dusun Aro Jambi berkisar348,02 ton/ha dan Noor’an (2007) yang menyatakan karbon tersimpan di hutan lindung berkisar 211,86 ton/ha.

Nilai cadangan karbon dari penelitian-penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa nilai cadangan karbon di Hutan Pendidikan USU tidak yang paling tinggi dan tidak yang paling rendah. Namun, Hutan pendidikan USU yang merupakan kawasan hutan lindung memiliki cadangan karbon termasuk tinggi yaitu 197,60 ton/ha, bila dibandingkan dengan penelitian Samsoedin dkk. (2009) yang menyatakan hutan alam primer dataran tinggi memiliki cadangan karbon berkisar berkisar 103,16 Ton/Ha. Hutan Pendidikan USU termasuk dalam klasifikasi tutupan lahan Hutan Kerapatan Tinggi, hal ini sesuai dengan klasifikasi pendugaan karbon berdasarkan tutupan lahan menurut Golden Agri-Resources and SMART (2012), dimana perkiraan karbon untuk tutupan/penggunaan lahan Hutan Kerapatan Tinggi adalah 192±81. Klasifikasi pendugaan karbon berdasarkan tutupan lahan menurut

Golden Agri-Resources and SMART (2012) dapat dilihat pada Lampiran 4.

Perbedaan jumlah cadangan karbon pada setiap lokasi penelitian disebabkan karena perbedaan kerapatan tumbuhan pada setiap lokasi. Cadangan karbon pada suatu sistem penggunaan lahan dipengaruhi oleh jenis vegetasinya. Seperti menurut Hairiah dan Rahayu (2007) bahwa suatu sistem penggunaan


(48)

lahan yang terdiri dari pohon dengan spesies yang mempunyai nilai kerapatan kayu tinggi, biomassanya akan lebih tinggi bila dibandingkan dengan lahan yang mempunyai spesies dengan nilai kerapatan kayu rendah.

Secara umum pada hutan lahan kering primer mampu menyimpan karbon dalam jumlah lebih besar dibandingkan dengan hutan lahan kering sekunder karena pada hutan sekunder telah terjadi gangguan terhadap tegakannya. Kebakaran, ekstraksi kayu, pemanfaatan lahan untuk bercocok tanam dan kejadian atau aktivitas lainnya di kawasan hutan yang menyebabkan berkurangnya potensi biomassa yang berindikasi langsung terhadap kemampuannya menyimpan karbon. Pola tersebut juga terjadi pada hutan rawa primer dan hutan rawa sekunder.

Selanjutnya pada hutan lahan kering relatif memiliki kemampuan menyimpan karbon dalam jumlah lebih besar daripada hutan rawa dan mangrove karena kemampuannya dalam membangun tegakan yang tinggi dan berdiameter besar sebagai tempat menyimpan karbon.

Pohon berumur panjang yang tumbuh di hutan merupakan tempat penimbunan atau penyimpanan CO2 yang jauh lebih besar dari pada tanaman semusim. Oleh karena itu, hutan alami dengan keragaman jenis pepohonan berumur panjang dan serasah yang banyak merupakan gudang penyimpanan CO2. Hutan juga melepaskan CO2 ke udara lewat respirasi dan dekomposisi (pelapukan) serasah, namun pelepasannya terjadi secara bertahap, tidak sebesar bila ada pembakaran yang melepaskan CO2 sekaligus dalam jumlah yang besar.

Hutan merupakan penyerap karbon terbesar dan memainkan peranan yang penting dalam siklus karbon global, seperti menurut Holdgate (1995) dalam Badan Litbang Kehutanan (2010) menyatakan hutan


(49)

dapat menyimpan karbon sekurang kurangnya 10 kali lebih besar dibandingkan dengan tipe vegetasi lain seperti padang rumput, tanaman semusim dan tundra.

Kemampuan hutan dalam menyerap dan menyimpan karbon tidak sama. Baik di hutan alam, hutan tanaman, hutan payau, hutan rawa maupun di hutan rakyat tergantung pada jenis pohon, tipe tanah dan topografi (Badan Litbang Kehutanan, 2010).

Nilai karbon tersimpan menyatakan banyaknya karbon yang mampu diserap oleh tumbuhan dalam bentuk biomassa. Jumlah karbon yang semakin meningkat pada saat ini harus diimbangi dengan jumlah serapannya oleh tumbuhan guna menghindari pemanasan global. Dengan demikian dapat diramalkan berapa banyak tumbuhan yang harus ditanam pada suatu lahan untuk mengimbangi jumlah karbon yang ada di udara.

Nilai Ekonomi Cadangan Karbon di Hutan Pendidikan USU

Nilai ekonomi adalah nilai barang dan jasa yang dapat diperjualbelikan, sehingga memberikan pendapatan. Dari konsep ekonomi bahwa kegunaan, kepuasan atau kesenangan yang diperoleh individu atau masyarakat tidak terbatas kepada barang dan jasa yang diperoleh melalui jual beli (transaksi) saja, tetapi semua barang dan jasa yang memberikan manfaat akan memberikan kesejahteraan bagi individu atau masyarakat. Barang dan jasa yang dapat diperjualbelikan menyangkut sifat barang dan jasa tersebut, yaitu memiliki kegunaan, bersifat langka dan kepemilikan yang jelas (Lidiawati, 2003).

Langkah akhir dalam mendefiniskan kerangka kerja proposal REDD+ adalah mengetahui dari mana dana berasal. Sumber pembiayaan yang dibahas di modul ini mengacu secara jelas pada pendapatan yang akan digunakan untuk


(50)

memberikan insentif terhadap pengurangan emisi melalui mekanisme REDD seperti yang ditentang oleh mekanisme pendanaan lainnya yang mungkin ditujukan untuk peningkatan kapasitas atau konservasi cadangan karbon (Parker et all., 2009).

Mekanisme yang berkaitan dengan pasar, seperti memasukkan kredit REDD+ ke dalam pasar karbon, melelang izin emisi, dan/atau biaya tambahan lain dan pajak transaksi jual beli karbon, merupakan peluang pendapatan untuk mengumpulkan semua biaya atau dana yang dibutuhkan untuk mengembangkan potensi REDD+.

Transaksi jual beli karbon merupakan salah satu sumber pendanaan REDD+. Harga karbon di pasaran berbeda menurut berbagai sumber, diantaranya yaitu menurut Van Beukering et. al. (2003), nilai karbon dalam perdagangan karbon adalah US$ 5 per ton karbon yang terserap, menurut Saloh dan Clough (2002) nilai karbon dalam perdagangan karbon adalah US$15-20US$ per ton karbon yang terserap. Dengan asumsi harga US$ 1 setara dengan Rp 9.600, maka nilai ekonomi cadangan karbon di Hutan Pendidikan USU dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Nilai Ekonomi Cadangan Karbon di Hutan Pendidikan USU

No

Harga Karbon

Sumber Total

Karbon

Nilai Ekonomi (per

Ton) US$ IDR

1. US$15-20US$

Saloh dan Clough (2002)

261.549,31 3.923.239,72-5.230.986,30

37.663.101.357,14-50.217.468.476,19 2. US$5 Van Beukering et.

al. (2003)


(51)

Nilai ekonomi total suatu areal hutan tergantung pada harga per satuan. Dimana harga karbon per satuan dalam ton berbeda-beda menurut sumber berbeda. Menurut Van Beukering et. al. (2003), harga karbon di Indonesia 50% lebih rendah harganya dibandingkan yang lain, yang mana nilainya berkisar Rp50.000 atau US$5 perton karbon.

Manfaat hutan selain melalui potensi karbon, dapat pula dilihat dari nilai hasil hutan kayu. Nilai ekonomi tegakan pohon di Hutan Pendidikan USU apabila dalam bentuk log kayu dapat diketahui dengan menduga jumlah volume pohon per hektar (ton) pada Hutan Pendidikan USU. Pohon yang yang diukur volumenya adalah pohon dengan Ф (diameter) ≥ 50 cm. Ketentuan ini mengacu pada sistem silvikultur TPI/TPTI pada hutan alam daratan (tanah kering) yang menyatakan batas diameter terkecil pohon jenis komersil yang boleh ditebang adalah 50 cm untuk Hutan Produksi (Tetap) dan 60 cm untuk Hutan Produksi Terbatas.

Pendugaan jumlah volume tegakan pohon di Hutan Pendidikan USU dihitung dengan menggunakan model allometrik volume pohon. Model-model allometrik yang digunakan dalam pendugaan volume ini, volume tegakan pohon pada masing-masing plot, dan pendugaan volume pada masing-masing individu dapat dilihat pada Lampiran 5, 6, dan 7. Dari lampiran 6 dapat diketahui pendugaan volume pohon layak tebang di Hutan Pendidikan USU adalah 205,35 ton/ha. Dengan luasan Hutan Pendidikan USU seluas 1325 Ha, maka dapat diketahui total pendugaan volume kayu pada lahan terseut adalah 272.093,41. Harga kayu Sembarang Keras (SK) Hutan adalah menurut Sitorus (2009) adalah Rp 4.250.000,00. Dengan asumsi jenis kayu di Hutan Pendidikan USU adalah


(52)

kayu Sembarang Keras (SK) Hutan, maka nilai tegakan pohon di lahan tersebut dari manfaat hasil kayunya adalah Rp 1.156.397.004.876,79.

Nilai ekonomi tegakan pohon di Hutan Pendidikan USU jika dijadikan log yaitu senilai Rp Rp 1.156.397.004.876,79 jumlah yang lebih besar jika dibandingkan dengan nilai cadangan karbonnya yaitu senilai Rp 12.554.367.119,05 menurut Van Beukering et. al. (2003) dan berkisar Rp 37.663.101.357,14 – Rp 50.217.468.476,19 menurut Saloh dan Clough (2002).

Sumberdaya hutan (SDH) menghasilkan manfaat yang menyeluruh baik manfaat tangible maupun manfaat intangible. Manfaat tangible terdiri atas manfaat nyata yang terukur, dapat berupa hasil hutan kayu, hasil hutan non kayu seperti rotan, bambu, damar dan lain-lain, serta manfaat tidak terukur (intangible) berupa manfaat perlindungan lingkungan, keragaman genetik, pengaturan tata air, rekreasi, pendidikan, kenyamanan lingkungan, dan lain-lain (Darusman, 1990 dalam Afandi dan Patana, 1990).

Manfaat perlindungan lingkungan misalnya, Chomitz dan Kumari (1998) dalam Bahruni (2008) melaporkan hasil penilaian pencegahan erosi yang menurunkan manfaat bendungan sebesar $US 2.000/ha (Rp 18.500.000/ha); perlindungan dari hutan cadangan Hulu Langat Malaysia $US 1.356/ha (Rp 13.017.600). Jika pencegahan erosi yang menurunkan manfaat bendungan sebesar $US 2.000/ha (Rp 19.200.000/ha), maka manfaat penilaian pencegahan erosi Hutan Pendidikan USU sejumlah Rp 25.440.000.000. Jika manfaat perlindungan dari hutan adalah $US 1.356/ha (Rp 13.017.600), maka manfaat perlindungan Hutan dari Pendidika USU adalah 17.248.320.000. Jumlah nilai ekonomi log kayu jauh lebih kecil dibandingkan dengan nilai intangible hutan, apalagi dilakukan


(53)

penilaian total nilai intangible hutan baik nilai keberadaan, derajat nilai guna flora, rekreasi, dan sebagainya. Secara keseluruhan, Hutan Pendidikan USU memiliki nilai ekonomi hasil hutan kayu Rp 1.156.397.004.876,79 dan manfaat jasa lingkungan Rp 55.242.687.119,05 - Rp92.905.788.476,19.

Pembiayaan untuk REDD dapat dikelompokkan ke dalam tiga kategori yaitu pendanaan sukarale, pasar langsung atau mekanisme hubungan pasar (Angelsen et all., 2010), namun hingga kini belum ada standar yang mengatur standar pembiayaan yang digunakan. Penelitian ini menilai dengan pembiayaan pasar langsung, hal ini sesuai dengan pernyataan Davis dan Johnson (1987) dalan Afandi dan Patana (2004) menyatakan bahwa selama terjadi informasi pasar, maka sumber penilaian yang dianggap paling baik atau paling kuat adalah nilai pasar. Nilai pasar adalah harga barang dan jasa yang ditetapkan oleh penjual dan pembeli tanpa intervensi pihak lain atau dalam keadaan kompetisi sempurna.

Reducing Emissions from Deforestation and Degradation (REDD+) sedang dikembangkan sebagai mekanisme finansial untuk memberikan kompensasi bagi pemilik lahan, organisasi, maupun pemerintah senilai karbon yang disimpan di hutan, yang bila tidak akan terlepas ke atmosfer melalui penggundulan hutan. REDD tidak hanya bisa digunakan untuk membayar perlindungan hutan, namun juga pelestarian keanekaragaman hayati serta pengurangan kemiskinan (Miles dan Kapos, 2008).


(54)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Hutan Pendidikan USU memiliki 73 jenis pohon dari 31 Famili,dimana 5

Famili dengan jenis pohon terbanyak adalah Lauraceae memiliki 9 spesies,

Meliaceae 7 spesies, Myrtaceae 6 spesies, Fagaceae 5 spesies, dan Guttiferae, Moraceae, serta Sapotaceae masing-masing 4 spesies.

2. Cadangan karbon pada hutan pendidikan USU berkisar 197,40 Ton/Ha, dengan jumlah total pendugaan cadangan karbon di Hutan Pendidikan USU sebesar 261.549,31 ton.

3. Nilai ekonomi cadangan karbon di Hutan Pendidikan Universitas Sumatera Utara menurut Van Beukering et. al. (2003) adalah Rp 12.554.367.119,05 dan menurut Saloh dan Clough (2002) berkisar Rp 37.663.101.357,14 – Rp 50.217.468.476,19.

Saran

Adapun saran yang dapat diberikan dari penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Cadangan karbon di Hutan Pendidikan Universitas Sumatera Utara cukup tinggi dibandingkan cadangan carbon di hutan alam lainnya, sehingga pengelola diharapkan dapat menjaga kelestarian Hutan Pendidikan Universitas Sumatera Utara demi kelestarian ekosistem dan kemampuan dalam menyerap karbon.


(55)

2. Perlu diadakannya penelitian karbon pada lokasi penelitian ini untuk kategori tumbuhan bawah, serasah, dan kandungan organik tanah agar diperoleh nilai cadangan karbon total dari lahan Hutan Pendidikan USU.


(56)

DAFTAR PUSTAKA

Afandi, O. dan P. Patana. 2004. Perhitungan Ekonomi Pemanfaatan Hasil Hutan Non-Marketable Oleh Masyarakat Desa Sekitar Hutan (Studi Kasus Cagar Alam Dolok Sibual-Buali) Kec. Sipirok Tapanuli Selatan. USU Digital Library. Medan.

Angelsen, A. dengan M. Brockhaus, M. Kanninen, E. Sills, W.D. Sunderlin, dan S. Wertz-Kanounnikoff (ed.) 2010. Mewujudkan REDD+: Strategi nasional dan berbagai pilihan kebijakan. CIFOR. Bogor.

Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. 2010. Cadangan Karbon pada berbagai Tipe Hutan dan Jenis Tanaman di Indonesia. Kementerian Kehutanan. Bogor.

Bako, I. 2009. Komposisi Tegakan dan Pendugaan Karbon Tersimpan pada Tegakan di Hutan Lindung Kabupaten Pak Pak Barat. Tesis. Sekolah PascasarjanaUniversitas Sumatera Utara. Medan.

Bahruni. 2008. Pendekatan Sistem dalam Pendugaan Nilai Ekonomi Total Ekosistem Hutan: Studi Kasus Hutan Alam Produksi Bekas Tebangan. Tesis. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Bakri. 2009. Analisis Vegetasi dan Pendugaan Cadangan Karbon Tersimpan pada Pohon di Hutan Taman Wisata Alam Taman Eden Desa Sionggang Utara Kecamatan Lumban Julu Kabaupaten Toba Samosir. Tesis. Program Studi Biologi Pascasarjana Universitas Sumatera Utara. Medan.

BPKH Wilayah XI Jawa-Madura dan MFP II. 2009. Alometrik Berbagai Jenis Pohon untuk Menaksir Kandungan Biomassa dan Karbon di Hutan Rakyat. Laporan BPKH Wilayah XI Jawa-Madura dan MFP II. Yogyakarta.

Brown, S. 1997. Estimating Biomass and Biomass Change of Tropical Forest. A Primer. FAO. USA. FAO Forestry Paper No.134.

Chapman S.B. 1976. Production Ecology and Nutrient Budgets. Di dalam: Chapman, S.B, editor. Methods in Plant Ecology. Ed ke-2. Oxford: Blackwell Scientific Publisher. hlm 157-228.

Davis, L.S. and K.N. Johnson. 1987. Forest Management. McGraw Hill Book Company. New York.

Departemen Kehutanan dan Perkebunan. 1999. Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan.

Direktorat Inventarisasi Hutan. 1990a. Tabel Volume Pohon Beberapa Jenis Kayu untuk Propinsi Maluku. Laporan No.14/Inhut-III/90.


(1)

Lampiran 4. Perkiraan Cadangan Karbon berdasarkan Tutupan Lahan

No.

Tutupan/Penggunaan Lahan

Perkiraan karbon (ton/ha)

1

Hutan Kerapatan Tinggi

192±81

2

Hutan Kerapatan Sedang

166±51

3

Hutan Kerapatan Rendah

107±11

4

Belukar tua

60±7

5

Belukar muda

27±6

6

Lahan terbuka

17±6

Lampiran 5. Model Allometrik Pendugaan Volume Pohon

No

Jenis Pohon

Allometrik volume

Sumber

1

Campuran

0,000128

1,644

Krisnawati dkk., 2012

2

Non Dipterocarpaceae

0,000168 D

2,507

Dictorat Inventarisasi

Hutan, 1990

3

Altingea Excelsa

0,000108094D

2,1740

H

0,5269

Krisnawati dkk., 2012

4

Callopyllum sp.

0,000290D

2,3108

Krisnawati dkk., 2012

5

Palaqium spp.

0,000281838D

2,32

Krisnawati dkk., 2012

6

Pinus Merkusi

0,0000305D

1,642

H

1,356

Soemarna dan

Sudiono, 1972

7

Querus, Captanopsis,

Engelbadtia

0,0000297D

2

H

0,9753

Krisnawati dkk., 2012

8

Schima walichii

0,000093D

2,505

Krisnawati dkk., 2012

9

Toona suren

0,000013D

2,5017

Dictorat Inventarisasi

Hutan 1990

Lampiran 6. Pendugaan Volume Pada Masing-masing Plot

No. Plot Volume Volume Volume (m³/0,2ha) (ton/m²) (ton/ha)

1 53,82 0,019 190,03

2 70,28 0,025 248,17

3 90,90 0,032 320,97

4 4,98 0,002 17,58

5 101,89 0,036 359,77

6 92,50 0,033 326,61

7 22,03 0,008 77,78

8 36,02 0,013 127,19

9 70,11 0,025 247,58

10 39,04 0,014 137,84

Total 581,56 0,205 2.053,54 Rata-rata 58,16 0,021 205,35


(2)

Lampiran 7. Perhitungan Volume Pohon Komersial

No. Nama Latin Nama Lokal D (cm) H (m) Volume m³/pohon

1 Altingia excelsa Rasamala 50,00 30,00 3,20

2 Altingia excelsa Rasamala 51,20 20,10 2,73

3 Altingia excelsa Rasamala 51,30 31,30 3,46

4 Altingia excelsa Rasamala 51,70 32,00 3,56

5 Altingia excelsa Rasamala 52,70 30,00 3,59

6 Altingia excelsa Rasamala 52,80 29,50 3,57

7 Altingia excelsa Rasamala 53,70 30,30 3,76

8 Altingia excelsa Rasamala 53,70 30,00 3,74

9 Altingia excelsa Rasamala 56,00 30,00 4,10

10 Altingia excelsa Rasamala 57,40 30,00 4,32

11 Altingia excelsa Rasamala 58,60 25,00 4,11

12 Altingia excelsa Rasamala 60,70 28,60 4,76

13 Altingia excelsa Rasamala 62,50 29,40 5,15

14 Altingia excelsa Rasamala 63,70 30,10 5,43

15 Altingia excelsa Rasamala 66,40 29,50 5,88

16 Altingia excelsa Rasamala 71,30 32,10 7,18

17 Altingia excelsa Rasamala 72,00 30,50 7,14

18 Altingia excelsa Rasamala 73,30 30,10 7,37

19 Altingia excelsa Rasamala 73,90 30,30 7,53

20 Altingia excelsa Rasamala 51,00 30,20 3,36

21 Altingia excelsa Rasamala 53,50 29,50 3,68

22 Altingia excelsa Rasamala 54,00 34,00 4,05

23 Altingia excelsa Rasamala 54,70 30,00 3,89

24 Altingia excelsa Rasamala 55,20 32,10 4,12

25 Altingia excelsa Rasamala 58,90 30,10 4,58

26 Altingia excelsa Rasamala 59,60 30,30 4,72

27 Altingia excelsa Rasamala 60,30 33,20 5,08

28 Altingia excelsa Rasamala 60,40 26,50 4,53

29 Altingia excelsa Rasamala 62,00 30,80 5,19

30 Altingia excelsa Rasamala 67,60 27,00 5,84

31 Altingia excelsa Rasamala 78,60 30,20 8,60

32 Altingia excelsa Rasamala 78,70 30,00 8,59

33 Altingia excelsa Rasamala 79,60 30,00 8,80

34 Altingia excelsa Rasamala 79,80 29,20 8,73

35 Altingia excelsa Rasamala 81,70 26,70 8,76

36 Bucklandia tricuspis Hall.f. Kapas-kapas 63,60 28,00 5,58

37 Castanopsis sp.

Kecing merah/ K.

Kedep 61,60 25,00 2,60

38 Castanopsis sp. Kecing kerahkah 50,90 29,20 2,07

39 Castanopsis tungurrut A. DC. Kecing ndiket 64,00 30,00 3,36

40 Castanopsis tungurrut A. DC. Kecing ndiket 73,90 31,00 4,62


(3)

42 Castanopsis tungurrut A. DC. Kecing ndiket 88,90 12,30 2,71

43 Castanopsis tungurrut Bl Kecing bunga 53,10 32,20 2,47

44 Castanopsis tungurrut Bl Kecing bunga 57,30 26,70 2,40

45 Castanopsis tungurrut Bl Kecing bunga 66,60 31,80 3,85

46 Castanopsis tungurrut Bl Kecing bunga 54,10 23,20 1,87

47 Castanopsis tungurrut Bl Kecing bunga 66,40 23,00 2,79

48 Castanopsis tungurrut Bl Kecing bunga 70,20 23,30 3,16

49 Castanopsis tungurrut Bl Kecing bunga 71,20 23,70 3,30

50 Castanopsis tungurrut Bl Kecing bunga 110,80 25,10 8,45

51 Castanopsis tungurrut Bl Kecing bunga 70,40 24,20 3,29

52 Castanopsis tungurrut Bl Kecing bunga 67,80 23,00 2,91

53 Dysoxylum densiflorum Ngaskas 85,30 29,80 11,65

54 Elaeccarpus stipularis Bl.var Gara tartar 65,30 22,50 5,96

55 Eugenia sp. 1 Ndeleng 58,40 34,00 4,51

56 Eugenia sp. 1 Ndeleng 59,60 28,00 4,74

57 Eugenia sp. 1 Ndeleng 58,50 29,30 4,52

58 Eugenia sp. 2 Ndeleng api-api 67,00 22,30 6,36

59 Eugenia sp. 4 Ndeleng jambu 56,20 25,10 4,09

60 Eugenia sp. 4 Ndeleng jambu 53,20 22,30 3,57

61 Eugenia sp. 6 Ndeleng tanduk 52,00 29,00 3,37

62 Eugenia sp. 6 Ndeleng tanduk 56,50 24,80 4,15

63 Evodia robusta Hook.f Sitelu bulung 52,40 20,10 3,43

64 Evodia robusta Hook.f Sitelu bulung 51,40 22,10 3,27

65 Evodia robusta Hook.f. Sitelu bulung 57,90 18,80 4,41

66 Garcinia rostrata T.et B Gersing duruh 132,10 26,10 34,87

67 Garsinia dioica Bl. Kandis 53,50 30,80 3,62

68 Ilex bogoriensis Loes Ngalkal 84,80 28,00 11,48

69 Litsea cubeba pers Karnea 50,20 25,30 3,08

70 Litsea firma Hook. f Sangketen pakpak 53,40 23,40 3,60

71 Macropanax sp. Nggersap 57,80 25,00 4,39

72 Madhuca cuneata Mayang bunga 80,10 6,90 9,95

73 Madhuca cuneata Mayang bunga 54,30 26,10 3,75

74 Manglietia glauca Kayu jatuh 56,80 24,50 4,20

75 Manglietia glauca Kayu jatuh 63,30 26,00 5,51

76 Manglietia glauca Kayu jatuh 64,60 22,00 5,80

77 Manglietia glauca Kayu jatuh 51,00 22,50 3,21

78 Manglietia glauca Kayu jatuh 61,50 23,50 5,13

79 Manglietia glauca Kayu Jatuh 61,60 26,10 5,15

80 Manglietia glauca Kayu jatuh 50,20 23,70 3,08

81 Manglietia glauca Kayu jatuh 58,20 23,10 4,47

82 Palaqium hexandrum Mayang susu 50,30 30,10 2,50

83 Payena Leerii Mayang batu 52,80 24,50 3,50

84 Phoebe opaca Bl Sangketen 50,40 21,30 3,11


(4)

86 Pinus merkusii Tusam 62,30 30,00 2,72

87 Pinus merkusii Tusam 91,60 45,00 8,86

88 Pinus merkusii Tusam 98,10 30,00 5,72

89 Pinus merkusii Tusam 58,10 36,20 3,12

90 Pinus merkusii Tusam 52,50 35,60 2,59

91 Platea excelsa Bl Kurung tendi 56,20 26,00 4,09

92 Platea excelsa Bl Kurung tendi 51,80 28,10 3,34

93 Platea excelsa Bl Kurung tendi 59,20 25,20 4,66

94 Prunus acuminta Hook Kacihe 56,10 12,30 4,07

95 Querous javensis Miq Kecing beras 59,60 27,90 2,71

96 Querous javensis Miq Kecing beras 67,80 18,20 2,31

97 Querous javensis Miq Kecing beras 62,30 20,80 2,22

98 Querous javensis Miq Kecing beras 63,60 23,40 2,60

99 Querous subsericea A.Camus Kecing batu 50,60 27,80 1,95

100 Querous subsericea A.Camus Kecing batu 70,30 24,20 3,28

101 Querous subsericea A.Camus Kecing batu 73,30 28,50 4,19

102 Schima wallici Martelu 51,70 26,00 1,82

103 Sloanea sigun Szysz Beka kayu 56,80 28,00 4,20

104 Tarrietia javanica Rahu 57,50 30,00 4,33

105 Tarrietia javanica Rahu 60,30 24,00 4,88

106 Tarrietia javanica Rahu 62,50 30,00 5,34

107 Tarrietia javanica Rahu 51,60 28,90 3,30

108 Tarrietia javanica Rahu 55,20 28,00 3,91

109 Tarrietia javanica Rahu 60,40 30,70 4,90

110 Tarrietia javanica Rahu 70,10 28,00 7,12

111 Tarrietia javanica Rahu 77,00 26,00 9,01

112 Tarrietia javanica Rahu 70,20 30,80 7,15

113 Toona sureni Merr. Limprah 61,20 30,10 3,84

114 Toona sureni Merr. Limprah 84,30 32,50 8,55

115 Trema orientalis Bl Nderung 57,60 28,00 4,35

116 Trema orientalis Bl Nderung 63,60 19,00 5,58

117 Turpinia sphaerocarpa

Hassk. Mei-mei 67,30 26,00 6,43

118 Turpinia sphaerocarpa

Hassk. Mei-mei 68,20 22,00 6,65

119 Turpinia sphaerocarpa


(5)

Lampiran 8. Dokumentasi Lapangan

Lokasi Penelitian

Pengukuran Diameter

Identifikasi jenis kayu dari pepagan dalam

Penggulungan tali pembatas plot

Sub plot ukuran 5 m x 40 m

Pelebelan spesimen pohon


(6)

Pendamping lapangan di lokasi penelitian

Palaqium hexandrum

Eugenia sp. 3

Celtis walichi

Vernonia arborea Ham

Macropanax sp.

Tarrietia javanica

Celtis wightii Planch