Analisis Kelayakan Pengembangan Usaha Peternakan Sapi Perah KUNAK (Studi Kasus Usaha Ternak Kavling 176, Desa Pamijahan)

(1)

ANALISIS KELAYAKAN PENGEMBANGAN USAHA

PETERNAKAN SAPI PERAH KUNAK

(Studi Kasus Usaha Ternak Kavling 176, Desa Pamijahan)

NIKKI ARIESTA POETRI

DEPARTEMEN MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2013


(2)

(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Kelayakan Pengembangan Usaha Peternakan Sapi Perah Kunak (Studi Kasus Usaha Ternak Kavling 176, Desa Pamijahan) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, September 2013 Nikki Ariesta Poetri NIM H24090035


(4)

ABSTRAK

NIKKI ARIESTA POETRI. Analisis Kelayakan Pengembangan Usaha Peternakan Sapi Perah KUNAK (Studi Kasus Usaha Ternak Kavling 176, Desa pamijahan). Dibimbing oleh ABDUL BASITH dan NUR HADI WIJAYA.

Susu adalah salah satu komoditi peternakan dengan tingkat konsumsi tinggi. Namun, kesenjangan antara produksi dan konsumsi susu mengharuskan kita untuk melakukan import dari negara lain. Selanjutnya, pembangunan usaha diperlukan

untuk memenuhi kebutuhan konsumsi susu nasional. ‘Kavling 176’ adalah salah

satu peternakan yang membantu peningkatan produksi susu. Oleh karena itu,

dibutuhkan analisis kelayakan usaha pada ‘kavling 176’. Analisis kelayakan

digunakan menentukan (1) aspek non financial usaha; (2) potensi pengembanganusaha dari aspek financial; (3) analisis sensitivitas usaha. metode yang digunakandalam aspek finasial adalah Net Present Value (NPV), Internal rate of return (IRR), Net B/C Ratio, Payback Period (PBP) dan Break Event Point (BEP). Berdasarkan tujuan, hasil yang diperoleh adalah (1) usaha dinyatakan layak menurut aspek non financial; (2) pengembangan bisnis dapat dilakukan dengan nilai NPV Rp 292.514.822,00, IRR 25,93%, Net B/C Ratio 1,42, PBP 2.83 tahun, dan BEP Rp 225.155.564,00; (3) usaha dinyatakan sensitif pada penurunan produksi hingga 17% dan kondisi gabungan hingga 7%.

Kata kunci: analisis kelayakan, analisis sensitivitas, financial, non financial, susu

ABSTRACT

NIKKI ARIESTA POETRI. Feasibility Analysis of Developing Dairy Farm Business in KUNAK (Study Case Dairy Farm Kavling 176, Pamijahan Village). Supervised by ABDUL BASITH and NUR HADI WIJAYA.

Milk is one of farm commodities with high consumption level. But, the gap between production and consumption of milk requires us to import from the other country. Furthermore, business developments necessary in order to fulfill the

needs of national milk consumption. ‘Kavling 176’ is one of the farm that increases milk production. There for it needs feasibility analysis to ‘kavling 176’.

Feasibility analysis is used to determine (1) non financial aspect of the business; (2) business development opportunities of the financial aspect; (3) sensitivity analysis of business. The method used in the financial aspect are Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), Net B/C Ratio, Payback Period (PBP) and Break Event Point (BEP). Based on the objective, obtained the following result as : (1) business are feasible according to the non financial aspect; (2) business development can be carried out with value NPV Rp 292.514.822,00, IRR 25,93%, Net B/C Ratio 1,42, PBP 2.83 years, and BEP Rp 225.155.564,00; (3) business are sensitive in decrease production of 22% and conditions combined 63%.


(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi

pada

Departemen Manajemen

ANALISIS KELAYAKAN PENGEMBANGAN USAHA

PETERNAKAN SAPI PERAH KUNAK

(Studi Kasus Usaha Ternak Kavling 176, Desa Pamijahan)

NIKKI ARIESTA POETRI

DEPARTEMEN MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2013


(6)

(7)

Judul Skripsi : Analisis Kelayakan Pengembangan Usaha Peternakan Sapi Perah KUNAK (Studi Kasus Usaha Ternak Kavling 176, Desa

Pamijahan)

Nama : Nikki Ariesta Poetri NIM : H24090035

Disetujui oleh

Dr Ir Abdul Basith, MS Pembimbing I

Nur Hadi Wijaya, STP, MM Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr Ir Jono M Munandar, M.Sc Ketua Departemen


(8)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Penelitian ini dilaksanakan sejak bulan Mei sampai dengan Juli 2013. Tema yang dipilih dalam penelitian adalah pengembangan usaha, dengan judul Analisis Pengembangan Usaha Peternakan Sapi Perah KUNAK (Studi Kasus Usaha Ternak Kavling 176, Desa Pamijahan).

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Abdul Basith M.S selaku dosen pembimbing pertama dan bapak Nur Hadi Wijaya S.TP. MM selaku dosen pembimbing kedua. Di samping itu, ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Bapak Bintarso dari KPS Bogor, Bapak Tanto dari KPS KUNAK, serta Bapak Oman selaku pemilik usaha yang telah bersedia membagi informasi serta pengetahuan yang dibutuhkan dalam penelitian. Ungkapan terima kasih penulis sampaikan kepada kedua orang tua tercinta, Bapak Aries Subagio dan Ibu Sri Lestari yang selalu memberikat dukungan moral dan spiritual, saudaraku Vika Ariesta dan Vina Ariesta yang telah menjadi pendengar setia, nenek tercinta Mbah Uti yang selalu mendoakan saya, sahabat-sahabat tersayang Ni Luh Putu Eka, Putri Wahyuningrum, Hanna Septania, Mayer Fitria dan Albert atas segala bantuan dan dukungannya.

Penulis berharap karya ilmiah ini dapat memberikan manfaat dan pengetahuan bagi pembaca.

Bogor, September 2013 Nikki Ariesta Poetri


(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 4

Tujuan Penelitian 4

Manfaat Penelitian 4

Ruang Lingkup Penelitian 5

TINJAUAN PUSTAKA 5

Pengertian Studi Kelayakan Usaha 5

Aspek-aspek Studi Kelayakan Usaha 7

Break Event Point 8

Kriteria Investasi 9

Analisis Sensitivitas 9

METODE 9

Kerangka Pemikiran Penelitian 9

Lokasi dan Waktu Penelitian 11

Jenis dan Sumber Data 11

Metode Pengolahan Data 12

Analisis Nilai Pengganti (Switching Value Analysis) 14

HASIL DAN PEMBAHASAN 15

Sejarah Pembangunan KUNAK 15

Gambaran Usaha Ternak Kavling 176 di KUNAK 16

Kegiatan Produksi Susu Sapi Perah 16

Aspek Non Financial 17

Aspek Financial 24

Analisis Kriteria Investasi 29

Analisis Sensitivitas 31


(10)

SIMPULAN DAN SARAN 33

Simpulan 33

Saran 33

DAFTAR PUSTAKA 34

LAMPIRAN 35


(11)

DAFTAR TABEL

1 Perbandingan tingkat konsumsi dan produksi susu nasional 1 2 Perbandingan nilai produksi dan konsumsi susu di Pulau Jawa 1 3 Perkembangan produksi susu sapi perah di Bogor 3

4 Rincian peralatan usaha 20

5 Rincian biaya investasi kondisi saat ini 24

6 Rincian biaya variabel kondisi saat ini 25

7 Rincian biaya tetap kondisi saat ini 25

8 Penerimaan usaha ternak kondisi saat ini 26

9 Rincian biaya investasi kondisi pengembangan 27

10 Rincian biaya variabel kondisi pengembangan 27

11 Rincian biaya tetap kondisi pengembangan 28

12 Kebutuhan modal usaha kondisi pengembangan 28

13 Penerimaan usaha ternak kondisi pengembangan 29

14 Analisis kriteria investasi usaha 29

15 Analisis kriteria usaha pendekatan pengembangan gabungan 30

16 Analisis sensitivitas skenario pertama 31

17 Analisis sensitivitas skenario kedua 31

18 Analisis sensitivitas skenario ketiga 32

DAFTAR GAMBAR

1 Perkembangan produksi susu periode 2002-2011 3

2 Kerangka pemikiran penelitian 11

3 Alur produksi susu sapi perah 17

4 Alur pemasaran susu 18

5 Layout kandang 19

6 Struktur organisasi sederhana 23

DAFTAR LAMPIRAN

1 Kuesioner penelitian 35

2 Asumsi aspek financial 40

3 Laporan arus kas kondisi saat ini 41

4 Angsuran kredit investasi 42

5 Angsuran kredit modal kerja 45

6 Laporan arus kas kondisi pengembangan 46

7 Analisis sensitivitas pendekatan pengembangan gabungan 47

8 Analisis sensitivitas skenario 1 48

9 Analisis sensitivitas skenario 2 50


(12)

(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Susu merupakan salah satu komoditi hasil peternakan dengan tingkat konsumsi mencapai 11,09 liter per kapita pada tahun 2011 dan meningkat menjadi 14,6 liter per kapita pada tahun 2012. Tingkat konsumsi ini terus meningkat seiring dengan pertumbuhan jumlah penduduk, namun kenaikan tingkat konsumsi susu tidak diimbangi dengan kontribusi produksi susu domestik. Tahun 2012, susu domestik hanya mampu memenuhi 30% kebutuhan nasional, sedangkan sisanya dipenuhi melalui susu impor (Ditjen PKH 2012). Data pada tabel 1 menunjukan perbandingan antara tingkat konsumsi dengan produksi susu nasional pada tahun 2008-2012.

Tabel 1 Perbandingan tingkat konsumsi dan produksi susu nasional (000 ton)

Tingkat- Tahun

2008 2009 2010 2011 2012

Konsumsi 2.125,3 2.277,2 2506,4 2672,69 3.573,64

Produksi 647,0 827,2 909,5 974,7 1.017,9

Gap (1.478,3) (1450,0) (1596,9) (1697,99) (2555,74)

Sumber : Departemen Pertanian, Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (data diolah, 2013)

Kontribusi susu domestik dalam memenuhi kebutuhan susu nasional mayoritas berasal dari Pulau Jawa. Namun dengan jumlah penduduk yang tinggi, Pulau Jawa juga menjadi daerah dengan tingkat konsumsi susu tertinggi. Hal ini mengakibatkan terjadinya kesenjangan antara konsumsi dan produksi susu di setiap provinsi di Pulau Jawa. Data dari Departemen Pertanian menunjukan kesenjangan yang terjadi dalam kurun waktu tiga tahun. Data pada tabel 2 menunjukan gap antara produksi dan konsumsi di Pulau Jawa.

Tabel 2 Perbandingan nilai produksi dan konsumsi susu di Pulau Jawa (ton)

Provinsi 2008 2009

Produksi Konsumsi Gap Produksi Konsumsi Gap

D.K.I Jakarta 6,388 252,714 (246,326) 5,723 294,706 (288,983) Jawa Barat 225,212 355,850 (130,638) 255,348 488,947 (233,599) Jawa Tengah 89,748 230,588 (140,840) 91,762 388,012 (296,250) D.I Yogyakarta 7,083 26,946 (19,863) 5,038 58,700 (53,662) Jawa Timur 312,270 401,929 (89,659) 461,880 502,780 (40,900)

Banten 0 86,509 (86,509) 0 212,739 (212,739)

Sumber : Departemen Pertanian, Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (data diolah, 2013)

Berdasarkan Tabel 2, nilai kesenjangan yang terjadi antara produksi dan konsumsi susu mengalami kenaikan tiap tahunnya. Di Provinsi Jawa Barat, gap yang terjadi selama 3 tahun terakhir, mengalami peningkatan yang signifikan. Hal ini menandakan belum terpenuhinya kebutuhan masyarakat dalam mengkonsumsi susu.


(14)

Lanjutan Tabel 2 Perbandingan nilai produksi dan konsumsi susu di Pulau Jawa (ton)

Sumber : Departemen Pertanian, Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (data diolah, 2013)

Konsekuensi akibat tingginya kesenjangan produksi dan konsumsi susu adalah ketergantungan terhadap impor dalam memenuhi permintaan susu dalam negeri. Hal yang dapat dilakukan untuk mengurangi ketergantungan impor, yaitu dengan menggiatkan produksi susu nasional melalui usaha sapi perah (Siregar 2004). Sudono dalam Adi (2005) menjelaskan beberapa keuntungan beternak sapi perah dibandingkan usaha ternak lainnya, yaitu : (1) usaha ternak sapi perah merupakan suatu usaha yang tetap; (2) jaminan pendapatan yang tetap; (3) penggunaan tenaga kerja yang tetap; (4) dapat menggunakan berbagai macam hijauan yang tersedia atau sisa hasil pertanian; (5) kesuburan tanah dapat dipertahankan. Menurut Yusdja (2005) struktur produksi sapi perah terdiri dari usaha skala besar (UB) dengan kepemilikan sapi lebih dari 100 ekor, usaha menengah (UM) dengan kepemilikan sapi sebanyak 30-100 ekor, usaha kecil (UK) dengan kepemilikan sapi sebanyak 10-30 ekor dan usaha rakyat (UR) dengan kepemilikan sapi sebanyak 1-9 ekor.

Nurtini (2011) menyatakan bahwa usaha peternakan sapi perah Indonesia dibedakan menjadi dua jenis : (1) Usaha peternakan sapi perah rakyat, yaitu usaha rakyat berskala keluarga yang tergabung dalam wadah koperasi unit desa (KUD) sebagai pengumpul susu. Usaha sapi perah rakyat merupakan pemasok utama bahan baku susu segar bagi industri pengolahan susu (IPS). Jumlah sapi yang dikelola usaha sapi perah rakyat sekitar 3 ekor/peternak; (2) Perusahaan peternakan sapi perah, yaitu sebuah perusahaan yang berlokasi di sekitar kota, memiliki izin usaha, merupakan pemasok utama konsumsi susu segar bagi masyarakat perkotaan, kepemilikan sapi sekurang-kurangnya 10 ekor dengan kepemilikan rata-rata sekitar 28 ekor/perusahaan.

Sebagian besar, susu yang diproduksi dalam negeri berasal dari usaha peternakan sapi perah rakyat. Kontribusi usaha sapi perah rakyat bagi produksi susu nasional adalah sebesar 90%. Jawa Barat sebagai provinsi yang menempati urutan kedua dalam produksi dan konsumsi susu memiliki potensi pengembangan usaha susu sapi yang cukup baik. Salah satu wilayah di Jawa Barat yang memiliki potensi dalam pengembangan usaha susu sapi adalah Bogor. Jumlah penduduk yang semakin bertambah serta struktur geografis yang didominasi oleh dataran tinggi memungkinkan terjadinya penggalian potensi daerah. Kabupaten Bogor memiliki potensi yang baik apabila dilihat dari perkembangan produksi susu sapi perah. Tabel 3 menunjukan perkembangan produksi susu dalam kurun waktu tujuh tahun.

Provinsi 2010

Produksi Konsumsi Gap

D.K.I Jakarta 6,346 276,178 (269,832)

Jawa Barat 262,177 715,350 (453,173)

Jawa Tengah 100,150 351,344 (251,194)

D.I Yogyakarta 4,989 50,915 (45,926)

Jawa Timur 528,100 508,781 19,319


(15)

Tabel 3 Perkembangan produksi susu sapi perah di Bogor (kg)

Wilayah Tahun

2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011

Kotamadya 3.508 2.263 1.432 1.782 1.965 2.059 2.072 1.813 Kabupaten 11.656 11.828 11.149 11.464 12.855 15.518 15.860 19.499 Jumlah 15.164 14.091 12.581 13.246 14.820 17.577 17.932 21.312

Sumber : Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (2013)

Adapun perkembangan produksi susu di Kotamadya dan Kabupaten Bogor dari tahun 2002-2011 dijelaskan pada Gambar 1 di bawah ini.

Gambar 1 Perkembangan produksi susu (kg) periode 2002-2011 (data diolah, 2013)

Berdasarkan Gambar 1, perkembangan produksi susu didominasi oleh Kabupaten Bogor. Peningkatan produksi di Kabupaten Bogor mengalami kenaikan yang signifikan dari tahun 2007-2011. Hal ini disebabkan oleh ketersediaan lahan yang cukup dibandingkan dengan Kotamadya. Salah satu daerah di Kabupaten Bogor yang merupakan kawasan peternakan adalah KUNAK. Kawasan usaha peternakan (KUNAK) sapi perah terletak di Kabupaten Bogor. Tepatnya di Kecamatan Cibungbulang di Desa Situ Udik, Desa Pamijahan, Desa Pasarean dan Desa Ciasihan. KUNAK memiliki lahan total dengan luas 121.06 hektar dengan total kavling sebanyak 181. Setiap kavling memiliki luas tanah rata-rata 5000 m2 yang terdiri dari rumah tipe 21 m2, kandang dengan kapasitas 12 ekor dan lahan untuk menanam rumput. KUNAK terbagi menjadi tiga lokasi, yaitu KUNAK I, KUNAK II dan KUNAK III. Daerah KUNAK III yang berupa lereng terjal dan curam menyebabkan daerah ini sulit diakses dan terbengkalai. Daerah yang masih bertahan yakni KUNAK I dan KUNAK II. Daerah KUNAK I, terletak di Desa Situ Udik, Kecamatan Cibungbulang dan sebagian lagi terletak di Desa Pasarean, Kecamatan Pamijahan. KUNAK I memiliki ketinggian 350-415 m dpl, suhu rata-rata 15-31˚C dan curah hujan sebesar 2000-3000 mm. Struktur daerah ini berupa perbukitan dengan produktivitas tanah cukup subur. Kelompok peternakan yang terdapat di daerah ini, yaitu kelompok tertib, kelompok segar dan

0 5000 10000 15000 20000 25000

2

0

0

2

2

0

0

3

2

0

0

4

2

0

0

5

2

0

0

6

2

0

0

7

2

0

0

8

2

0

0

9

2

0

1

0

2

0

1

1

P

ro

du

k

si

Su

su

(k

g

)

Tahun

Kabupaten Kotamadya


(16)

kelompok bersih. Sementara itu, KUNAK II, terletak di Desa Pamijahan, Kecamatan Pamijahan dan sebagian lagi berada di Desa Situ Udik, Kecamatan Cibungbulang. Daerah ini memiliki ketinggian 350-415 m dpl dengan suhu rata-rata 15-31˚C. Curah hujan sebesar 2000-3000 mm dengan struktur daerah berbukit yang subur. Kelompok peternak yang terdapat di KUNAK II, yaitu kelompok indah, kelompok aman dan kelompok mandiri. Salah satu peternak yang masih bertahan di kelompok mandiri adalah usaha ternak kavling 176. Usaha ini telah berdiri sejak awal peresmian daerah KUNAK. Peran studi kelayakan usaha menjadi faktor penting sebagai rekomendasi kepada pemilik usaha untuk menjaga keberlangsungan usaha. Studi kelayakan usaha menentukan kelayakan suatu usaha untuk dijalankan atau dikembangkan. Studi tersebut akan memberikan gambaran tentang manfaat, keuntungan, dan prospek usaha yang diperoleh. Pemaparan di atas menjadi dasar dilakukannya penelitian tentang studi kelayakan usaha ternak sapi perah kavling 176.

Perumusan Masalah

Usaha ternak kavling 176 yang terletak di Desa Pamijahan Kecamatan Pamijahan merupakan kawasan peternakan sapi perah di Kabupaten Bogor. Usaha ini memiliki prospek usaha di masa mendatang karena letaknya yang strategis yakni di dataran tinggi dengan iklim sejuk sesuai dengan kondisi untuk beternak sapi perah. Namun, lokasi yang strategis tidak menjadi aspek tunggal yang mempengaruhi keberhasilan suatu usaha. Beberapa aspek lainnya seperti aspek pasar, hukum, teknis, manajemen, ekonomi, sosial, lingkungan dan keuangan juga memiliki andil penting dalam keberhasilan usaha. Berdasarkan uraian tersebut dapat dirumuskan beberapa masalah yang menjadi latar belakang penelitian, yaitu :

1. Bagaimana kondisi saat ini dari usaha peternakan kavling 176 di Desa Pamijahan, Bogor dilihat dari aspek non financial?

2. Bagaimana pengembangan usaha yang mungkin dilakukan peternakan kavling 176 di Desa Pamijahan, Bogor dilihat dari aspek financial?

3. Bagaimana analisis sensitivitas usaha peternakan sapi perah terhadap kemungkinan terjadinya kenaikan harga input dan penurunan harga output?

Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah yang telah diuraikan, maka tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Menganalisis kondisi saat ini dari usaha peternakan kavling 176 di Desa Pamijahan, Bogor dilihat dari aspek non financial

2. Menganalisis pengembangan usaha yang mungkin dilakukan peternakan kavling 176 di Desa Pamijahan, Bogor dilihat dari aspek financial.

3. Menganalisis sensitivitas usaha peternakan sapi perah terhadap kemungkinan terjadinya kenaikan harga input dan penurunan harga output.

Manfaat Penelitian

Manfaat yang dapat diberikan dari penelitian studi kelayakan usaha pada usaha ternak kavling 176 di KUNAK II di Desa Pamijahan, yaitu :


(17)

Sebagai bahan evaluasi usaha dan bahan pertimbangan dalam upaya pengembangan usaha peternakan sapi perah kavling 176 di Desa Pamijahan. 2. Bagi peneliti

Sebagai media untuk melihat masalah yang terjadi pada usaha peternakan sapi perah.

3. Bagi akademisi

Sebagai informasi dan bahan rujukan penelitian bagi pihak-pihak yang berkepentingan.

Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian difokuskan pada studi pengembangan usaha dari aspek non financial dan financial pada usaha ternak sapi perah kavling 176 di daerah KUNAK II, Desa Pamijahan. Penelitian akan dilakukan terhadap pemilik usaha sekaligus peternak yang secara langsung terlibat dalam usahanya. Peternak yang dipilih, yaitu peternak dengan skala usaha besar dan dikategorikan sukses seperti usaha ternak sapi perah kavling 176 yang telah berdiri selama 16 tahun.

TINJAUAN PUSTAKA

Pengertian Studi Kelayakan Usaha

Studi kelayakan usaha (feasibility study) adalah suatu studi untuk melakukan penilaian terhadap instansi pada proyek tertentu yang sedang atau akan dilaksanakan. Studi ini digunakan untuk memberikan arahan apakah investasi pada proyek tertentu layak dilaksanakan atau tidak, atas dasar risk and uncertainty dimasa yang akan datang. Studi kelayakan usaha bersifat multidisipliner yang artinya untuk melakukan studi ini melibatkan teamwork dari berbagai disiplin ilmu seperti managerial skill, rekayasa teknologi, hukum, ekonomi, policy maker, akuntan, psikologi kesehatan dan ilmu-ilmu lain yang berkaitan dengan investasi proyek tertentu. Apabila feasibility study dilaksanakan pada investasi proyek dengan social oriented, maka akan dilakukan studi tentang layak atau tidaknya investasi tersebut secara sosial dengan pertimbangan benefit sosial ekonomis. Sementara itu, untuk investasi proyek dengan profit oriented, maka feasibility study dilakukan untuk penilaian layak atau tidaknya investasi proyek tersebut dengan pertimbangan benefit ekonomi (Primyastanto, 2011)

Studi kelayakan usaha ditujukan untuk mengidentifikasi kondisi dan situasi dari usaha yang akan dilaksanakan. Hasil kajian tersebut nantinya akan menjadi bahan masukan dan rekomendasi yang membantu dalam proses pengambilan keputusan. Iman Soeharto dalam Irham (2009) menyatakan bahwa studi kelayakan usaha adalah pengkajian yang bersifat menyeluruh dan mencoba menyoroti segala aspek kelayakan proyek atau investasi. Ibrahim (2009) menyatakan bahwa studi kelayakan usaha merupakan gambaran kegiatan usaha yang direncanakan sesuai dengan kondisi, potensi serta peluang yang tersedia dari berbagai aspek. Untuk memahami secara lebih dalam tentang studi kelayakan, dibutuhkan pemahaman


(18)

terhadap tujuan yang hendak dicapai dari dilakukannya studi kelayakan tersebut. Tujuan studi kelayakan tidak terlepas dari cita-cita dan harapan pihak-pihak berkepentingan. Kasmir dan Jakfar dalam Irham (2009) mengemukakan lima tujuan mengapa sebelum usaha atau proyek dijalankan perlu dilakukan studi kelayakan, yaitu : (1) menghindari risiko kerugian; (2) memudahkan perencanaan; (3) memudahkan pelaksanaan pekerjaan; (4) memudahkan pengawasan; dan (5) memudahkan pengendalian. Sementara itu, adapun beberapa pihak yang berkepentingan terhadap studi kelayakan usaha, yaitu :

1. Investor, merupakan pihak yang menempatkan sejumlah dana pada sebuah usaha dengan harapan akan memperoleh keuntungan, dengan begitu informasi yang diperoleh dari studi kelayakan dapat membantu investor dalam mengambil keputusan.

2. Kreditur, yaitu pihak yang memberikan pinjaman baik dalam bentuk uang (money), barang (goods), maupun jasa (service). Pihak kreditur melakukan pengecekan terhadap studi kelayakan usaha yang dilakukan calon debitur untuk mengetahui apakah pinjaman yang dilakukan dapat direalisasikan. Hal tersebut berkaitan dengan kemampuan debitur dalam mengembalikan pinjaman secara tepat waktu.

3. Pemasok (supplier), merupakan pihak yang menerima order untuk memasok setiap kebutuhan perusahaan mulai dari hal-hal kecil hingga besar yang dihitung dengan menggunakan skala financial. Tentunya dari setiap barang yang dipasok terdapat barang yang dibayar dimuka ataupun barang yang pelunasannya dibayar dalam kurun waktu tertentu. Hal ini meyebabkan pihak supplier merasa berkepentingan terhadap studi kelayakan usaha dalam memastikan kelancaran pembayaran yang dilakukan kemudian hari.

4. Asosiasi perdagangan, pihak asosiasi memiliki pengaruh dalam memberikan rekomendasi dan juga keputusan lainnya yang berhubungan dengan keberadaan usaha yang dijalankan. Oleh karena itu, studi kelayakan yang dibuat akan menjadi bahan pertimbangan bagi pihak asosiasi untuk menyetujui pengusaha sebagai anggota organisasi mereka.

5. Pihak akademis, yaitu pihak yang melakukan research terhadap sebuah usaha, sehingga kebutuhan akan studi kelayakan dapat dipercaya dan dipertanggungjawabkan.

6. Pemerintahan pusat dan daerah, yaitu pihak yang mempunyai hubungan kuat dengan kajian akan lahirnya peraturan daerah yang berkaitan dengan berbagai aspek seperti aspek lingkungan dan keuangan,

7. Organisasi internasional adalah pihak yang turut andil dalam usaha menciptakan tatanan dunia baru, seperti IMF, World bank, Asian Development Bank, ASEAN dan PBB. World bank pernah memberikan bantuan keuangan saat musibah tsunami Aceh 2004. Untuk membangun kembali tatanan kehidupan masyarakat dibutuhkan bantuan dana, salah satunya dalam bentuk bantuan dana bagi pengembangan usaha masyarakat.


(19)

Aspek-aspek Studi Kelayakan Usaha

Menurut Primyastanto (2011), studi kelayakan usaha dilakukan untuk evaluasi terhadap proyek. Namun dalam evaluasi proyek, aspek yang diteliti tidaklah seluruhnya. Adapun beberapa aspek utama yang harus diteliti adalah : Aspek Non Financial

1. Aspek Hukum

Aspek hukum mengkaji tentang legalitas usaha proyek yang akan dibangun atau yang sedang dilaksanakan. Hal ini menandakan bahwa proyek tersebut harus memenuhi peraturan dan hukum yang berlaku di wilayah tertentu. 2. Sosial Ekonomi

Aspek ekonomi adalah aspek yang menentukan besar atau kecilnya sumbangan suatu proyek terhadap pembangunan ekonomi secara keseluruhan seperti meningkatkan pendapatan masyarakat sekitar. Sedangkan aspek sosial mengkaji tentang dampak keberadaan proyek terhadap kehidupan masyarakat terutama masyarakat setempat dari sisi sosial seperti mengurangi pengangguran.

3. Aspek Pemasaran

Aspek pemasaran mengkaji tentang strategi pemasaran usaha seperti upaya yang dilakukan oleh calon investor atau pengusaha dalam mempengaruhi keputusan konsumen untuk melakukan pembelian hasil produksi.

4. Aspek Teknis

Aspek teknis merupakan aspek yang berkenaan dengan teknis dan pengoperasiannya setelah proyek tersebut selesai dibangun beberapa variabel yang perlu mendapat perhatian dalam penentuan aspek teknis adalah :

a. Ketersediaan bahan mentah b. Letak pasar yang dituju c. Tenaga listrik

d. Ketersediaan air e. Supply tenaga kerja

f. Fasilitas-fasilitas lain yang terkait. 5. Aspek Manajemen

Pada aspek manajemen terdapat beberapa fungsi, sebagai bagian dari proses manajemen, yaitu ;

a. Fungsi Perencanaan (Planning)

Fungsi ini merupakan tindakan untuk menentukan sasaran dan arah yang dipilih. Dalam perencanaan dituntut adanya kemampuan untuk meramalkan, mewujudkan, dan melihat ke depan dengan dilandasi tujuan-tujuan tertentu.

b. Fungsi Pengorganisasian (Organizing)

Fungsi ini merupakan tindakan membagi-bagi bidang pekerjaan antar kelompok yang ada serta menetapkan dan merinci hubungan-hubungan yang diperlukan.

c. Fungsi Penggerakan (Actuating)

Fungsi ini merupakan tindakan untuk merangsang anggota-anggota kelompok agar melaksanakan tugas yang telah dibebankan dengan baik dan antusias.


(20)

d. Fungsi pengawasan (Controlling)

Fungsi ini merupakan tindakan untuk mengawasi aktivitas agar dapat berjalan sesuai dengan rencana yang telah dibuat.

6. Aspek Dampak Lingkungan

Aspek lingkungan merupakan analisis yang paling dibutuhkan karena setiap proyek yang dijalankan akan sangat besar dampaknya terhadap lingkungan sekitar, baik terhadap darat, air, maupun udara yang pada akhirnya akan berdampak terhadap kehidupan manusia dan mahluk hidup lainnya. Pada usaha sapi perah, dibutuhkan pengelolaan limbah sapi berupa kotoran dan air seni untuk menjaga lingkungan.

Aspek Financial

Aspek financial adalah inti dari pembahasan keseluruhan aspek, karena studi kelayakan bertujuan untuk mengetahui potensi keuntungan dari usaha yang direncanakan. Aspek financial berkaitan dengan penentuan kebutuhan jumlah dana dan sekaligus pengalokasiannya serta mencari sumber dana yang bersangkutan secara efisien, sehingga memberikan tingkat keuntungan yang menjanjikan bagi investor. Aspek financial berkaitan dengan perbandingan antara pengeluaran uang dengan pemasukan uang (return) dalam suatu proyek. Penilaian aspek financial meliputi penilaian sumber-sumber pendanaan dan biaya investasi selama beberapa periode termasuk jenis-jenis dan jumlah biaya yang dikeluarkan selama umur investasi, proyeksi neraca dan laporan laba rugi untuk beberapa periode ke depan,kriteria penilaian investasi dan rasio keuangan yang digunakan untuk menilai kemampuan perusahaan.

Untuk mendanai suatu kegiatan investasi biasanya diperlukan dana yang relatif besar. Perolehan dana dapat dicari dari berbagai sumber dana yang ada seperti modal sendiri, modal pinjaman atau keduanya. Modal sendiri adalah modal yang diperoleh dari pemilik perusahaan, salah satunya dengan menerbitkan saham secara tertutup maupun terbuka. Sedangkan modal pinjaman (modal asing) adalah modal yang diperoleh dari pihak luar perusahaan dan biasanya diperoleh melalui pinjaman. Pilihan apakah menggunakan modal sendiri atau pinjaman ataupun keduanya tergantung dari jumlah modal yang dibutuhkan dan kebijakan dari pemilik usaha (Primyastanto, 2011).

Break Event Point

Rita (2009) menyatakan bahwa break event point adalah titik pulang pokok dimana total revenue (TR) sama dengan total cost (TC). Apabila suatu usaha masih berada di bawah break event, maka perusahaan masih mengalami kerugian. Semakin lama mencapai titik pulang pokok, semakin besar saldo rugi karena keuntungan yang diterima masih menutupi segala biaya yang dikeluarkan. Adapun tujuan menggunakan analisis titik impas adalah sebagai berikut ;

1. Untuk mengetahui berapa jumlah produk minimal yang harus diproduksi agar usaha tidak merugi.

2. Untuk mengetahui berapa harga terendah yang harus ditetapkan agar usaha tidak rugi.


(21)

Kriteria Investasi

Studi kelayakan usaha pada dasarnya bertujuan untuk menentukan kelayakan usaha berdasarkan kriteria investasi. Beberapa kriteria tersebut diantaranya adalah nilai bersih kini (Net Present Value = NPV), rasio manfaat biaya (Gross Benefit Cost Ratio = Gross B/C; Net Benefit Cost Ratio = Net B/C), tingkat pengembalian internal (Internal Rate of Return = IRR), dan jangka waktu pengembalian modal investasi (Payback Period = PBP). Kriteria kelayakan usaha di atas dapat dipakai sebagai pertimbangan dalam menentukan apakah suatu usaha layak atau tidak untuk dilaksanakan. Selain itu, setiap kriteria kelayakan dapat dipakai untuk menentukan urutan-urutan berbagai alternatif usaha dari investasi yang sama (Rita 2009).

Analisis Sensitivitas

Analisis sensitivitas digunakan untuk melihat dampak dari suatu keadaan yang berubah-ubah terhadap hasil suatu analisis kelayakan. Tujuan analisis ini adalah untuk menilai apa yang akan terjadi dengan hasil analisis kelayakan suatu kegiatan investasi atau usaha apabila terjadi perubahan di dalam perhitungan biaya atau manfaat. Analisis sensitivitas dilakukan dengan cara mengubah besarnya variabel-variabel yang penting, kemudian dinilai seberapa besar sensitivitas perubahan variabel-variabel tersebut berdampak pada hasil kelayakan. Rita (2009) menyatakan bahwa perubahan-perubahan yang biasa terjadi dalam menjalankan usaha umumnya dikarenakan oleh : (1) Perubahan harga; (2) Keterlambatan pelaksanaan; (3) Kenaikan dalam biaya (cost over run); dan (4) Ketidaktepatan dan perkiraan hasil (produksi). Adapun teknik yang digunakan dalam melakukan analisis sensitivitas adalah :

1. Lakukan identifikasi faktor-faktor perubahan yang mungkin terjadi pada usaha.

2. Perubahan tersebut dianalisis seberapa besar pengaruhnya terhadap aliran kas perusahaan, apakah manfaat ataupun biayanya.

METODE

Kerangka Pemikiran Penelitian

Provinsi Jawa Barat merupakan pemasok susu terbesar untuk skala nasional. Produksi susu segar dari Jawa Barat per tahun mencapai 239 ribu ton, atau sekitar 41% dari total produksi susu se-Indonesia. Namun sebagian besar susu segar tersebut dihasilkan dari sapi perah di daerah Bandung (Willyanto 2011). Oleh karena itu, dibutuhkan pengembangan usaha sapi perah di daerah Jawa Barat lainnya agar pemenuhan permintaan dan distribusi susu segar bersifat merata. Salah satu wilayah yang memiliki potensi pengembangan usaha sapi perah, yaitu, Kabupaten Bogor yang memiliki kawasan peternakan sapi perah tersendiri.


(22)

Kawasan peternakan sapi perah KUNAK yang terletak di Kabupaten Bogor memiliki potensi untuk dikembangkan, terutama pengembangan pada KUNAK lokasi 1 dan lokasi 2. Penelitian difokuskan pada KUNAK lokasi 2 karena lokasi tersebut lebih aktif dibandingkan dengan lokasi 1. KUNAK II terletak di Kabupaten Bogor, tepatnya di Desa Pamijahan Kecamatan Pamijahan. Daerah KUNAK II memiliki prospek pengembangan usaha apabila dilihat dari lokasinya yang berada di dataran tinggi dengan suhu udara sejuk dan ketersediaan air langsung dari sumber mata air pegunungan, kawasan ini dapat dikatakan sesuai untuk pengembangan peternakan sapi perah. Daerah KUNAK II berpotensi untuk menjadi sentra usaha sapi perah di Bogor dalam rangka memenuhi kebutuhan konsumsi susu terutama masyarakat Bogor.

Pengembangan usaha di daerah KUNAK II dapat memberikan manfaat sosial bagi peternak sekitar, pengusaha dan masyarakat sekitar. Pengembangan usaha juga memberikan manfaat usaha kepada investor yang ingin melakukan pengembangan, yaitu berupa tingkat pengembalian yang menguntungkan. Usaha ternak kavling 176 yang merupakan bagian dari daerah KUNAK II memiliki peluang pengembangan usaha. Usaha ini dikatakan memiliki peluang pengembangan karena usaha ini merupakan salah satu peternakan yang masih bertahan di KUNAK sejak pertama kali lokasi ini didirikan tahun 1997. Usaha ternak kavling 176 telah menjadi usaha dengan skala besar yang membutuhkan penanganan yang lebih efektif dan efisien dalam kegiatan operasinya. Oleh karena itu, dibutuhkan suatu pengembangan usaha untuk membantu peternak dalam memajukan usahanya. Selain itu, pengembangan usaha yang dilakukan usaha ternak kavling 176 dapat dijadikan contoh dan motivasi bagi peternak sekitar untuk berkembang. Peternak sekitar dapat menjadikan usaha ternak kavling 176 sebagai contoh sukses dalam usaha peternakan sapi perah. Hal inilah yang mendasari perlunya pengkajian terhadap kelayakan usaha ternak sapi perah kavling 176.

Analisis akan dilakukan dengan mempertimbangkan aspek non financial seperti aspek pasar, teknis, manajemen, hukum, sosial, ekonomi dan lingkungan. Sedangkan analisis kelayakan usaha dilihat dari aspek financial akan dikaji melalui beberapa kriteria investasi diantaranya nilai bersih kini (NPV), rasio manfaat biaya (Net B/C), tingkat pengembalian internal (IRR), dan jangka waktu pengembalian modal investasi (PP). Hasil analisis akan menunjukan apakah usaha sapi perah memberikan manfaat dari segi non financial maupun financial.

Apabila hasil analisis menunjukan bahwa usaha pengembangan peternakan sapi perah memberikan keuntungan atau layak, maka akan dilakukan pengembangan usaha di masa mendatang, sebaliknya apabila hasil analisis menunjukan bahwa usaha penegmbangan peternakan sapi perah tidak memberikan keuntungan atau tidak layak, maka akan dilakukan kebijakan untuk mengatasi kerugian atau kekurangan yang ada. Alur kerangka pemikiran penelitian dijelaskan pada Gambar 2 di bawah ini.


(23)

Usaha peternakan sapi perah di daerah Kunak Analisis Pengembangan Usaha sapi perah

Aspek Non Finansial:

1. Aspek pasar dan pemasaran 2. Aspek teknis dan teknologi 3. Aspek manajemen dan SDM 4. Aspek hukum

5. Aspek sosial dan ekonomi 6. Aspek lingkungan

Layak Tidak

Pengembangan usaha Upaya perbaikan

Aspek Finansial:

1. Kriteria investasi (NPV, IRR, Net B/C, BEP, dan PP)

2. Analisis sensitivitas

Investor Peternak

Gambar 2 Kerangka pemikiran penelitian Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di kavling 176 kawasan sapi perah KUNAK II Desa Pamijahan, Kecamatan Pamijahan, Kabupaten Bogor. Waktu penelitian dilakukan pada bulan Mei hingga Juli 2013.

Jenis dan Sumber Data

Pengumpulan data primer dan data sekunder yang bersifat kualitatif maupun kuantitatif berasal dari beberapa metode, yaitu :

1. Data Primer

Data primer merupakan data yang diperoleh secara langsung dari sumber data. a. Wawancara

Kegiatan wawancara digunakan untuk memperoleh data yang bersifat kualitatif. Wawancara akan dilakukan kepada beberapa pihak yang berkaitan dengan usaha peternakan sapi perah seperti pemiliki usaha dan koperasi. Jenis wawancara yang digunakan oleh peneliti adalah wawancara terstruktur dengan menggunakan kuesioner.


(24)

b. Pengamatan Langsung (Observasi)

Pengamatan langsung dilakukan untuk memperoleh data yang bersifat kuantitatif. Peneliti akan melakukan pengamatan di beberapa peternakan sapi perah di kawasan Kunak II, khususnya di kavling 176.

2. Data Sekunder

Data sekunder diperoleh melalui studi pustaka melalui jurnal, buku, penelitian terdahulu serta catatan yang dimiliki oleh pemilik usaha.

Metode Pengolahan Data

Data kualitatif (aspek non financial) yang diperoleh akan dianalisis dengan metode deskriptif, sedangkan menurut Rita (2009), data yang bersifat kuantitatif (financial) dianalisis melalui beberapa pendekatan, yaitu sebagai berikut :

Net Present Value

Suatu usaha dapat dikatakan layak apabila jumlah manfaat yang diterima melebihi seluruh biaya yang dikeluarkan pada usaha tersebut. Selisih antara manfaat dan biaya disebut dengan manfaat bersih. Suatu usaha dikatakan layak jika NPV lebih besar dari nol yang artinya usaha memberikan keuntungan atau manfaat. Apabila suatu usaha memiliki nilai NPV lebih kecil dari nol, maka usaha tersebut tidak layak untuk dijalankan. Nilai yang dihasilkan oleh perhitungan NPV adalah dalam satuan mata uang (Rp). Berikut ini merupakan formulasi perhitungan NPV :

NPV =∑

………...(1)

Keterangan ;

Bt : manfaat pada tahun t Ct : biaya pada tahun t

t : tahun kegiatan usaha (t= 0, 1, 2, 3…, n), tahun awal bias tahun 0 atau tahun 1 bergantung pada karakteristik usahanya.

i : tingkat discount factor pada tahun ke-t

Net Benefit-Cost Ratio

Net B/C ratio adalah rasio antara manfaat bersih yang bernilai positif dengan manfaat bersih yang bernilai negatif. Artinya, manfaat bersih yang menguntungkan usaha yang dihasilkan terhadap setiap satu satuan kerugian dari usaha tersebut. Apabila ( Bt – Ct ) >0, maka usaha tersebut telah memenuhi kriteria kelayakan Net B/C ratio. Apabila ( Bt – Ct ) <0, maka usaha tersebut tidak memenuhi kriteria Net B/C ratio. Perhitungan Net B/C ratio dapat diformulasikan sebagai berikut.


(25)

Keterangan ;

Bt : manfaat pada tahun t Ct : biaya pada tahun t

t : tahun kegiatan usaha (t= 0, 1, 2, 3…, n), tahun awal bias tahun 0 atau tahun 1 bergantung pada karakteristik usahanya.

i : tingkat discount factor pada tahun ke-t

Internal Rate of Return

IRR menilai seberapa besar pengembalian usaha terhadap investasi yang ditanamkan. IRR adalah tingkat discount rate yang menghasilkan NPV sama dengan 0. Perhitungan IRR menghasilakn nilai dalam satuan persentase (%). Sebuah usaha dikatakan layak apabila memiliki IRR lebih besar dari opportunity cost of capital (DR). Perhitungan IRR umumnya menggunakan metode interpolasi di antara discount rate yang lebih rendah (menghasilkan NPV positif) dengan discount rate yang lebih tinggi (menghasilkan NPV negatih. Berikut ini merupakan formulasi perhitungan IRR.

IRR = i1 +

……….………….(3)

Keterangan :

i1 : discount rate yang menghasilkan NPV positif

i2 : discount rate yang menghasilakn NPV negatif

NPV1 : NPV yang bernilai positif

NPV2 : NPV yang bernilai negatif Payback Period

Metode payback period mencoba mengukur seberapa cepatnya investasi yang ditanamkan dapat kembali. Usaha dengan payback period singkat kemungkinan besar akan dipilih oleh investor untuk dikembangkan. Formulasi perhitungan payback period adalah sebagai berikut.

………..………(4)

Keterangan :

I : besarnya biaya investasi yang diperlukan

Ab : manfaat bersih yang diperoleh pada setiap tahunnya.

Break Event Point

Break event point atau dikenal juga sebagai titik pulang pokok merupakan alat analisis untuk mengetahui hubungan antar beberapa variabel di dalam kegiatan perusahaan, misalnya luas produksi atau tingkat produksi yang dilaksanakan, biaya yang dikeluarkan, serta pendapatan yang diterima perusahaan dari kegiatannya. Pendapatan perusahaan merupakan penerimaan yang dihasilkan dari kegiatan perusahaan sedangkan biaya operasinya merupakan pengeluaran akibat kegiatan perusahaan. biaya operasi terbagi atas biaya tetap, biaya variabel dan biaya semi variabel. Break event point dapat dianalisis dengan menggunakan persamaan regresi linier, yaitu :


(26)

Y = a + bx………(5)

Keterangan ;

Y : jumlah biaya semi variabel a : jumlah biaya tetap

b : biaya variabel per unit

x : luas produksi (tingkat produksi)

Keadaan pulang pokok merupakan keadaan dimana penerimaan pendapatan perusahaan (total revenue) sama dengan biaya yang ditanggungnya (total cost). Total revenue merupakan hasil perkalian antara jumlah unit barang terjual dengan harga satuannya, sedangkan total cost merupakan penjumlahan dari biaya tetap dan biaya variabel (Umar 2007). Berikut ini merupakan persamaan untuk mencari total cost yaitu :

TR = TC atau Q.P = a + bx………(6)

Keterangan :

Q : tingkat produksi (unit) P : harga jual per unit a ; biaya tetap

b : biaya variabel

Untuk mencari jumlah produk yang harus diproduksi agar mencapai titik impas digunakan rumus sebagai berikut.

X =

………(7)

Sedangkan untuk mencari total harga agar mencapai titik impas, maka rumus yang digunakan adalah sebagai berikut.

X . P =

………...………(8)

Analisis Nilai Pengganti (Switching Value Analysis)

Variasi pada analisis sensitivitas adalah nilai pengganti (switching value). Switching value merupakan perhitungan untuk mengukur perubahan maksimum dari perubahan suatu komponen inflow atau perubahan komponen outflow yang masih dapat ditoleransi agar bisnis yang dijalankan tetap layak. Peubah yang digunakan dalam penelitian, yaitu kenaikan harga pakan sapi perah dan penurunan harga jual susu (Rita 2009).


(27)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Sejarah Pembangunan KUNAK

Pada 27 September 1970, Koperasi Produksi Susu (KPS) Bogor terbentuk dengan beranggotakan 24 peternak yang berasal dari Kotamadya dan Kabupaten Bogor. Hal yang menjadi latar belakang berdirinya KPS antara lain : (1) Meningkatnya produksi susu yang belum diimbangi dengan permintaan pasar dan harga yang memadai; (2) Meningkatnya jumlah peternak sapi perah rakyat akibat adanya sapi perah impor; dan (3) Terjadi monopoli pemasaran susu dan sarana produksi oleh tengkulak susu. KPS Bogor berperan dalam membantu peternak dalam menyediakan sarana produksi dan pemasaran susu sapi perah. Kegiatan usaha yang dilakukan oleh KPS Bogor meliputi : (1) pengadaan bibit, pakan dan sarana peternakan (kegiatan pra produksi); (2) pelayanan kesehatan hewan, inseminasi buatan, pemeriksaan kualitas susu dan penyuluhan (kegiatan produksi); (3) pemasaran hasil produk (kegiatan pemasaran). Setelah memperoleh status sebagai badan hukum pada 20 Oktober 1970, keanggotaan KPS Bogor bertambah menjadi 600 peternak. Jumlah anggota yang banyak dan lokasi peternak yang berjauhan menyebabkan sulitnya dilakukan pembinaan dan pelayanan terhadap anggota koperasi.

Pada perkembangannya, lokasi peternakan rakyat sapi perah di Kotamadya maupun Kabupaten mulai terdesak oleh pemukiman sehingga tidak sesuai dengan Rencana Umum Tata Ruang (RUTR). Hal inilah yang menyebabkan pada tahun 1994 KPS Bogor dengan bantuan Pemerintahan Daerah Kabupaten Bogor mengajukan permohonan kepada Presiden Indonesia melalui Kementrian Sekretariat Negara berupa proposal pembangunan Kawasan Usaha Peternakan (KUNAK) Sapi Perah. Adapun sasaran pembangunan KUNAK Sapi Perah adalah :

1. Meningkatkan pendapatan peternak. 2. Memperluas kesempatan kerja.

3. Meningkatkan produksi susu untuk pemenuhan konsumsi dalam negeri. 4. Mengurangi ketergantungan impor susu.

5. Pelestarian sumber daya alam dan lingkungan hidup.

Pembangunan fisik KUNAK dimulai pada Agustus 1995 dan berakhir pada Desember 1996. Pembangunan KUNAK selesai pada tanggal 7 Januari 1997 dan diresmikan oleh Presiden Soeharto. Setelah pembangunan selesai, kavling yang dibangun dengan menggunakan dana Banpres mulai disalurkan. Peternak akan mengangsur selama 7 tahun mulai Januari 1999 sampai dengan Desember 2005 dengan beban angsuran sebesar Rp 540.000,00. Besarnya angsuran tiap kavling berbeda-beda tergantung luas area yang dimiliki. Pembayaran angsuran dilakukan dengan cara pemotongan langsung dari uang pembayaran penjualan susu sapi per peternak. Semenjak terjadinya krisis moneter 1998, pembayaran angsuran diperpanjang menjadi 14 tahun terhitung Januari 2000 hingga Desember 2013 dengan nominal sebesar Rp 240.000,00. Sejak tahun 1998 banyak kavling di KUNAK terbengkalai dan tidak terisi. KPS Bogor mulai mengalihkan kavling yang kosong kepada peternak lain. Hingga saat ini sudah banyak kavling yang


(28)

berpindah tangan kepada sesama peternak ataupun kepada peternak dari luar KUNAK.

Gambaran Usaha Ternak Kavling 176 di KUNAK

Usaha ternak kavling 176 terletak di KUNAK lokasi 2, tepatnya di kelompok ternak mandiri. Usaha ternak ini merupakan usaha ternak dengan skala besar. Usaha ini berdiri sejak 1997 hingga sekarang dan telah memiliki sapi perah sebanyak 54 ekor. Usaha ini terdiri dari kavling dengan luas tanah 4250 m2 yang didalamnya terdapat kandang berukuran 12x9 m, lahan rumput dan rumah tipe 21. Saat pertama berdiri, usaha ternak ini hanya memiliki 4 ekor sapi yang dibeli secara kredit. Jenis sapi perah yang dipelihara yaitu jenis Fries Holland (FH). Selama usaha berdiri, kandang telah diperluas sebesar 360 m2. Selain itu, pada tahun 2008 dibangun juga sebuah gudang sebagai tempat penyimpanan pakan ternak. Usaha yang telah berdiri selama 16 tahun ini merupakan usaha utama. Sedangkan, usaha sampingan yang dimiliki adalah usaha ampas tahu.

Sekitar tahun 90-an, pemilik diberikan kepercayaan untuk mengelola usaha sapi perah milik ayahnya di daerah Cisarua. Sampai akhirnya, pemilik memutuskan untuk membangun usahanya sendiri. Setelah mengetahui adanya program bantuan presiden (BANPRES) untuk daerah KUNAK. Pada Desember 1996, akhirnya pemilik memutuskan untuk membangun usahanya di KUNAK dengan oper kredit dari peternak sebelumnya.

Kegiatan Produksi Susu Sapi Perah

Usaha ternak kavling 176 memiliki 54 ekor sapi yang terdiri dari 19 ekor sapi laktasi, 14 ekor sapi jantan, 7 ekor dara, dan 14 ekor pedet. Dalam mengelola usahanya, terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan seperti proses pemerahan susu dari 19 ekor sapi laktasi. Salah satu hal yang harus diperhatikan saat proses pemerahan adalah kualitas susu yang tetap terjaga. Kualitas susu sapi perah akan mempengaruhi harga yang diterima oleh peternak secara langsung. Selain itu, kualitas susu juga mempengaruhi permintaan susu oleh IPS yang kemudian akan diolah menjadi produk jadi yang dikonsumsi oleh konsumen. Kualitas susu yang sampai ke tangan konsumen dipengaruhi oleh beberapa hal, antara lain : jenis ternak, pakan yang diberikan, kesehatan ternak, penanganan, kebersihan dan kesehatan peternakan atau perusahaan susu. Selain itu, berbagai persiapan juga dilakukan sebelum kegiatan pemerahan dilakukan. Persiapan yang dilakukan sebelum memerah susu adalah : (1) persiapan hewan ternak yang akan diperah; (2) persiapan terhadap alat-alat yang digunakan; dan (3) persiapan yang dilakukan oleh pemerah. Oleh karena itu, peternak pada usaha ternak kavling berusaha menjaga kualitas dengan melakukan penyaringan serta pengujian kualitas susu di koperasi pengumpul susu. Adapun tahapan yang dilakukan pada usaha ternak kavling 176 mulai dari tahap persiapan hingga pasca panen dipaparkan pada Gambar 3 di bawah ini.


(29)

Pengiriman susu ke KPS

Proses pendinginan dengan cooling unit

Proses pemanasan Mencuci ambing dengan air

Memberikan krim pada ambing

Proses pemerahan

Membersihkan puting sapi

Penyaringan susu dengan kain bersih Membersihkan alat-alat pemerah

Membersihkan tangan pemerah Membersihkan kandang

Mencuci daerah lipatan paha

Memberi konsetrat

Gambar 3 Alur produksi susu sapi perah Aspek Non Financial

Aspek Hukum

Undang-undang yang mengatur pembiayaan pendirian KUNAK menjadi aspek hukum yang terkait dengan usaha di kavling 176. Kepemilikan kavling 176 dimulai dengan adanya dana BANPRES untuk memberikan kredit lahan peternakan. Pengajuan dana BANPRES dilakukan oleh pihak KPS Bogor melalui


(30)

Peternak (kavling

176)

Konsumen Industri

Pengolahan Susu Koperasi

Produksi Susu

proposal pembangunan kawasan usaha KUNAK. Pada Agustus 1994 KPS Bogor mendapatkan persetujuan pinjaman kredit dana BANPRES melalui Kepres Nomor 064/B/1994 Tgl. 8 November 1994 dan Kepres Nomor 069/B/1994 Tgl. 21 Desember 1994. Bantuan tersebut didapat sebagai bentuk usaha pembangunan tata ruang dan percontohan peternakan sapi perah rakyat. Pengajuan dana BANPRES bukanlah tanpa kendala. Pada masa pembangunan KUNAK, terdapat kendala pembebasan lahan akibat biaya yang terlalu tinggi. Namun hal tersebut dapat diatasi dengan terbentuknya kepengurusan yang baru pada tahun 1994. Pengurus baru berusaha mencari lokasi lain yang sesuai dengan persyaratan untuk beternak sapi perah sampai akhirnya pinjaman kredit diberikan.

Peternak yang berada di KUNAK pada umumnya belum memiliki izin usaha sendiri dan berupa peternakan rakyat. Begitu pula dengan usaha ternak kavling 176 yang belum memiliki status badan usaha. Namun usaha ini tergabung dalam keorganisasian koperasi, yaitu Koperasi Produksi Susu (KPS) Bogor. Koperasi tersebut telah memiliki legalitas, sehingga peternak yang terhimpun di dalamnya memiliki kedudukan yang kuat secara hukum. KPS Bogor mendapat status badan hukum pada tanggal 20 Oktober 1970 nomor 4654/BH/I176-9 1970. Hal ini memudahkan KPS Bogor dalam menjamin perkembangan usaha ternak secara hukum, misalnya dalam mengajukan kredit untuk bantuan kepemilikan ternak ataupun lahan.

Aspek Pasar dan Pemasaran

Aspek pasar usaha ternak sapi perah dikatakan masih tinggi. Hal tersebut dapat dilihat dari pemenuhan susu nasional melalui impor sebanyak 70%. Usaha ternak kavling 176 yang terletak di Kabupaten masih memiliki peluang untuk memenuhi kebutuhan daerah Kotamadya Bogor. Kesenjangan yang berada di daerah kota merupakan kesempatan bagi usaha ternak kavling 176 untuk memasarkan produknya. Namun saat ini pemasaran yang dilakukan terbatas di KPS dan daerah sekitar. Pemasaran yang dilakukan usaha ternak kavling 176 dimulai dari pengumpulan produksi susu ke koperasi. Distribusi dari peternak ke KPS dapat dilakukan dengan dua cara, pertama peternak mengantar hasil susu secara langsung ke KPS, kedua peternak menunggu petugas KPS yang datang untuk mengambil susu. Susu yang sudah disetor ke KPS akan melalui tahap pengujian untuk menentukan kualitas susu di kavling 176. kualitas susu mempengaruhi harga susu tiap liternya. Fungsi koperasi disini yaitu sebagai wadah yang mengumpulkan hasil produksi susu untuk dijual ke industri pengolahan susu (IPS). Beberapa industri yang bekerja sama dengan KPS Bogor, yaitu Cimory, Frisian Flag, dan Unican. Pada akhirnya berbagai produk olahan susu disalurkan ke masyarakat.


(31)

Aspek Teknis dan Produksi Lokasi Usaha

Usaha peternakan kavling 176 terletak di KUNAK yang secara geografis termasuk ke dalam dataran tinggi dengan ketinggian 350-415 mdpl. Lokasi peternakan yang berada di dataran tinggi serta iklim yang sejuk, menjadikan lokasi tersebut sesuai untuk usaha peternakan. Penentuan lokasi usaha juga dipengaruhi oleh Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten Bogor No. 19 tahun 2008. Peraturan tersebut membahas tentang tata ruang wilayah. Peternakan sebagai subsektor pertanian termasuk ke dalam kawasan budidaya di luar hutan. Kecamatan yang ditunjuk sebagai kawasan sapi perah diantaranya adalah Kecamatan Pamijahan dan Cibungbulang. Kecamatan tersebut merupakan lokasi KUNAK lokasi 1 dan 2 berada. Daerah KUNAK terletak jauh dari pemukiman padat penduduk dengan ketersedian lahan tanam yang luas. Ketersediaan lahan yang luas merupakan faktor yang diperhitungkan dalam usaha ternak sapi perah. Lahan yang luas akan memberikan kemudahan pada peternak dalam menanam rumput. Lokasi yang berada di dataran tinggi memudahkan peternak dalam memperoleh sumber air bersih. Selain itu, letak KUNAK yang jauh dari pemukiman bertujuan untuk mengurangi pencemaran lingkungan yang mungkin terjadi. Tiap kavling di KUNAK terletak saling berjauhan, sehingga cemaran melalui udara dapat dihindari. Letak kandang dari rumah juga tidak terlalu rapat. Layout Produksi

Kandang yang dimiliki oleh usaha ternak kavling 176 terdiri dari satu kandang asli yang telah diperbesar dan 2 kandang baru yang dibangun oleh pemilik. Posisi sapi di kandang saling membelakangi sehingga limbah dapat langsung dialirkan melaluin saluran yang berada di tengah-tengah kandang. Di depan kandang terdapat 2 buah bak penampungan air. Penampungan ini dibuat untuk mencegah habisnya air untuk memberi minum, memandikan, ataupun membersihkan kandang. Sapi betina dan sapi jantan ditempatkan secara terpisah. Sapi betina ditempatkan di kandang tengah, sedangkan sapi jantan ditempatkan di kandang paling pinggir. Gambar 5 menunjukan posisi layout di kavling 176.


(32)

Keterangan :

1 : kandang 6 : garasi

2 : kandang 7 : ruang istirahat pekerja 3 : kandang 8 : gudang

4 : rumah pemilik 9 : lahan tanam 5 : tanaman obat

Fasilitas dan Teknologi Produksi

Pada usaha ternak kavling 176 terdapat fasilitas-fasilitas produksi yang mendukung berjalannya usaha. Kavling 176 memiliki fasilitas berupa kandang dengan ukuran 12x9 m. Kandang tersebut mampu menampung 12 ekor sapi dengan besar ruang sekitar 1,5x5 m untuk setiap ekor. Selain itu, kandang di kavling 176 memiliki kemiringan sebesar 5˚, sehingga limbah berupa kotoran sapi dapat dialirkan dan tidak menggenang. Peralatan yang dimiliki usaha ternak kavling 176 pada umumnya juga dimilik oleh peternak lainnya di daerah KUNAK.

Teknologi yang digunakan pada usaha ternak kavling 176 tergolong sederhana. Proses pemerahan dilakukan secara manual yaitu dengan menggunakan tenaga manusia. Pemerahan dengan menggunakan alat pemerah susu belum dilakukan karena tidak adanya ketersediaan alat dan modal. Teknologi pengolahan limbah menjadi biogas juga belum digunakan pada usaha ternak ini. Tabel 4 menunjukan jenis-jenis peralatan yang digunakan oleh usaha ternak kavling 176 dalam menjalankan usahanya.

Tabel 4 Rincian peralatan usaha No. Peralatan Umur

Ekonomis Jumlah

Harga/Unit

(Rp) Total (Rp)

1 Milk can 20 6 750,000 4,500,000

2 Cangkul 7 2 50,000 100,000

3 Garpu 7 2 50,000 100,000

4 Ember 1 16 8,000 128,000

5 Arit 2 6 40,000 240,000

6 Pompa air 15 1 250,000 250,000

7 Karpet 5 30 550,000 16,500,000

8 Sepatu boot 1 3 80,000 240,000

9 Saringan kain 1 8 5,000 40,000

10 Sikat 1 4 5,000 20,000

11 Drum plastik 3 2 100,000 200,000

12 Selang 3 1 100,000 100,000

Total 22,418,000

Milk can yang digunakan berasal dari KPS setempat dan dibeli sejak pertama kali usaha ini berdiri. Saat ini, KPS sudah tidak lagi menjual milk can, sehingga peternak harus membelinya diluar. Pembelian milk can juga dapat dilakukan dengan membeli milk can dari peternak yang sudah tidak aktif dalam usahanya. Sementara itu, pompa air digunakana untuk menarik air yang berada pada bak penampungan. Air ini digunakan untuk memberi minum dan memandikan ternak.


(33)

Bahan Pakan Ternak

Bahan pakan yang digunakan pada usaha ternak ini terdiri dari berbagai jenis, yaitu hijauan, konsentrat, ampas tahu, dan jerami. Hijauan yang digunakan adalah jenis rumput gajah. Hijauan yang dikonsumsi tiap ekor sapi per hari yaitu sebanyak 1 ikat dengan berat 14 kg. Hijauan diperoleh dari lahan tanam yang dimiliki juga dari hasil mengarit di lingkungan sekitar. Seluruh hijauan diperoleh secara gratis dengan cara mengarit. Konsentrat merupakan pakan yang kaya akan vitamin dan mineral. Jumlah konsentrat yang digunakan setiap hari per ekor adalah 33 kg. Sedangkan ampas tahu yang digunakan yaitu sebanyak ½ karung tiap hari per ekor. Pakan jerami digunakan sebagai pakan tambahan, sehingga komposisinya tidak terlalu banyak bila dibandingkan dengan yang lain, yaitu sebanyak 11 kg per ekor setiap harinya.

Proses Produksi

Proses produksi susu bermula dari ketersediaan sapi dara siap kawin. Sapi dara yang telah siap kawin akan diberikan inseminasi buatan (IB) oleh petugas medis KPS. Permohonan inseminasi buatan dilakukan secara langsung oleh pemilik kepada pihak KPS. Oleh karena itu, dibutuhkan pengamatan ekstra dari petugas kandang ataupun pemilik pada saat sapi ingin kawin agar dapat langsung diinseminasi. Sapi yang telah melahirkan baru dapat diperah pada hari keempat. Pada bulan pertama produksi masih rendah, kemudian meningkat hingga mencapai puncaknya pada bulan ketiga. Produksi susu mulai menurun setelah 3 bulan hingga memasuki tahap kering kandang. Susu yang telah diperah akan disetor ke KPS kemudian melalui tahapan pengujian kualitas susu. Susu yang telah diuji akan dimasukan ke dalam cooling unit dan kemudian akan mengalami proses sterilisasi. Tahap berikutnya adalah penjualan susu kepada Industri Pengolahan Susu (IPS) yang selanjutnya akan mengolah susu tersebut dan memasarkannya kepada konsumen akhir.

Jumlah dan Mutu Produksi

Jumlah produksi per hari yang dihasilkan oleh 19 ekor sapi lakstasi pada usaha kavling 176 sebesar ±200 liter. Pemerahan dilakukan sebanyak 2 kali dalam sehari dengan jumlah ±120 liter saat pagi dan ±80 liter pada sore hari. Mutu susu segar di kavling ini selalu dijaga dengan dilakukannya penyaringan menggunakan kain. Penyaringan dilakukan sebelum susu dikirim ke KPS dengan tujuan menghilangkan kotoran seperti rumput yang masuk saat proses pemerahan. Selain itu, kavling ini tidak pernah mencampur susu dengan air untuk menambah volume produksi. Sebelum melakukan pemerahan, sebelumnya kandang akan dibersihkan dari kotoran yang ada dengan tujuan susu yang diperah tidak tercemar oleh kotoran sapi. Mutu susu juga dijaga oleh pihak KPS. Hal ini ditandai dengan adanya pengujian kualitas susu melaui uji fisik, uji alkohol 70 persen, uji berat jenis, uji kadar lemak, dan uji bakteri. Pada uji bakteri, susu yang mengandung bakteri lebih dari 2 juta akan dikategorikan berkualitas rendah sehingga mempengaruhi harga per liter susu yang diterima peternak.

Kendala Produksi

Kendala produksi yang dialami oleh kavling 176 adalah harga susu. Harga susu yang berkisar antara Rp 3.300,00-Rp 3.400,00 dinilai terlalu rendah oleh


(34)

pemilik usaha. Sedangkan susu yang dijual di pasaran dapat mencapai harga Rp 8.000,00 per liter. Harga yang ada dianggap tidak sebanding dengan pengeluaran operasional usaha yang rata-rata sebesar 21 juta rupiah per bulan. Hal ini yang menyebabkan kavling 176 membuka usaha sampingan untuk meperoleh pendapatan. Kavling ini juga menjual susu segar ke sekolah terdekat sebanyak 4-5 liter sehari dengan harga Rp 5.000,00 per liter. Faktor yang menyebabkan harga susu rendah diantaranya pasar yang bersifat monopoli, kualitas susu, bentuk produk yang merupakan bahan mentah industri. Kendala lain yang dirasakan oleh kavling 176 adalah kualitas pakan ternak. Pakan ternak yang berupa konsentrat memiliki kualitas rendah. Usaha ternak ini mengalami kesulitan dalam memperoleh pakan dengan kualitas baik, padahal kualitas pakan menentukan kualitas susu yang dihasilkan. Selain itu, usaha ternak kavling 176 juga mengalami kesulitan dalam memperoleh hijauan karena jumlah ternaknya yang banyak sehingga persediaan rumput gajah yang ditanah di lahan pribadi sudah tidak dapat mencukupi kebutuhan pakan ternak. Tenaga kerja juga menjadi kendala dalam usaha ternak kavling 176. Tenaga kerja yang tersedia memiliki disiplin rendah dan kurang tekun dalam merawat sapi, padahal sapi yang dipelihara dengan baik akan terhindar dari stres dan secara langsung mempengaruhi jumlah produksi susu.

Aspek Manajemen, Organisasi dan SDM

Sistem manajemen yang diterapkan dala usaha ternak kavling 176 masih sederhana. Hal tersebut dikarenakan belum ada pembagian khusus untuk bagian-bagian seperti keuangan, produksi, maupun pemasaran secara terpisah. Pemilik usaha bertindak sebagai pengelola secara langsung dan menangani bagian keuangan, tenaga produksi dan pemasaran. Hal ini dilakukan untuk mengurangi biaya yang timbul akibat penggunaan tenaga kerja. Selain pemilik, pihak yang terlibat dalam usaha ternak sapi perah adalah peternak kandang. Secara umum, satu orang petugas kandang mampu mengurus 10-12 ekor sapi perah. Pada kasus kavling 176 tenaga kerja yang digunakan yaitu sebanyak 3 orang. Ketiga pekerja tersebut merawat sapi secara bersama-sama tanpa adanya pembagian tanggung jawab akan banyaknya sapi yang dirawat per pekerja. Sementara itu, keorganisasian yang diikuti oleh kavling ini yaitu keanggotaan KPS. Keberadaan KPS bertujuan mempermudah peternak dalam memasarkan produknya.

Usaha ternak kavling 176 memiliki 3 orang pekerja dengan gaji per orang tiap bulan sebesar Rp 1.000.000,00. Di kavling 176, pekerja memiliki tugas ganda, yaitu sebagai pekerja kandang dan pakan. Adapun tugas yang dilakukan oleh pekerja kandang antara lain adalah membersihkan kandang, memandikan ternak, memberik makan ternak, dan memerah susu. Sementara itu, tugas yang dilakukan oleh pekerja pakan adalah mencari rumput gajah dengan cara mengarit di lingkungan sekitar. Kemampuan pekerja sangat berpengaruh terhadap produksi susu. Pekerja yang tekun dalam merawat akan meningkatkan produksi susu. Pekerja yang memiliki sikap yang baik seringkali mendapatkan bonus sebagai kompensasi atas kerja kerasnya.


(1)

Lampiran 8 Analisis sensitivitas skenario 1 (penurunan 17% dan 18%)

Uraian Tahun

0 1 2 3 4 5

(Rp) (Rp) (Rp) (Rp) (Rp) (Rp)

Arus Masuk

1.Total

Penjualan

350,492,400

389,436,000 389,436,000

389,436,000

389,436,000

2. Kredit:

a. Investasi

490,000,000

b.Modal Kerja

10,438,163

3.Modal

Sendiri

a. Investasi

210,000,000

b.Modal Kerja

4,473,498

4.Nilai Sisa

Proyek 130,816,327

Total Arus Masuk

700,000,000

365,404,061

389,436,000 389,436,000

389,436,000

520,252,327 Arus Masuk

Untuk IRR

-

350,492,400

389,436,000 389,436,000

389,436,000

520,252,327

Arus Keluar

1.Biaya Investasi

700,000,000

2.Biaya

Variabel

146,133,933

146,133,933 146,133,933

146,133,933

146,133,933 3.Biaya Tetap

39,906,000

39,906,000 39,906,000

39,906,000

39,906,000 4.Angsuran

Pokok

108,438,163

98,000,000 98,000,000

98,000,000

98,000,000 5.Angsuran

Bunga

58,050,827

56,840,000 56,840,000

56,840,000

56,840,000 6. Pajak

15,222,635

21,238,988 21,238,988

21,238,988

21,238,988

Total Arus Keluar

700,000,000

367,751,558

362,118,921 362,118,921

362,118,921

362,118,921

Arus Keluar Untuk IRR

700,000,000

201,262,568

207,278,921 207,278,921

207,278,921

207,278,921

Arus Bersih

-

(2,347,496)

27,317,079 27,317,079

27,317,079

158,133,405

CASH FLOW

(700,000,000)

149,229,832

182,157,079 182,157,079

182,157,079

312,973,405

Cummulative Cash Flow

(700,000,000)

(550,770,168)

(368,613,089) (186,456,010)

(4,298,932)

308,674,474 Discount

Factor (11.6%)

1.0000

0.8961

0.8029 0.7195

0.6447

0.5777 Present Value

(700,000,000)

133,718,488

146,257,338 131,054,962

117,432,762

180,795,019

Cummulative PV

(700,000,000)

(566,281,512)

(420,024,175) (288,969,213)

(171,536,451)

9,258,568 NPV (11.6%)

Rp

9,258,568

IRR 12.08%

Net B/C

1.01

PBP


(2)

Lanjutan lampiran 8

Uraian Tahun

0 1 2 3 4 5

(Rp) (Rp) (Rp) (Rp) (Rp) (Rp)

Arus Masuk

1.Total

Penjualan

346,269,600

384,744,000

384,744,000

384,744,000

384,744,000

2. Kredit:

a. Investasi

490,000,000

b. Modal Kerja

10,438,163

3.Modal

Sendiri

a. Investasi

210,000,000

b. Modal Kerja

4,473,498

4.Nilai Sisa

Proyek 130,816,327

Total Arus Masuk

700,000,000

361,181,261

384,744,000

384,744,000

384,744,000

515,560,327 Arus Masuk

Untuk IRR

-

346,269,600

384,744,000

384,744,000

384,744,000

515,560,327

Arus Keluar

1.Biaya Investasi

700,000,000

2.Biaya

Variabel

146,133,933

146,133,933

146,133,933

146,133,933

146,133,933 3. Biaya Tetap

39,906,000

39,906,000

39,906,000

39,906,000

39,906,000 4.Angsuran

Pokok

108,438,163

98,000,000

98,000,000

98,000,000

98,000,000 5.Angsuran

Bunga

58,050,827

56,840,000

56,840,000

56,840,000

56,840,000

6. Pajak

15,222,635

21,238,988

21,238,988

21,238,988

21,238,988

Total Arus Keluar

700,000,000

367,751,558

362,118,921

362,118,921

362,118,921

362,118,921

Arus Keluar Untuk IRR

700,000,000

201,262,568

207,278,921

207,278,921

207,278,921

207,278,921

Arus Bersih

-

(6,570,296)

22,625,079

22,625,079

22,625,079

153,441,405

CASH FLOW

(700,000,000)

145,007,032

177,465,079

177,465,079

177,465,079

308,281,405

Cummulative Cash Flow

(700,000,000)

(554,992,968)

(377,527,889) (200,062,810)

(22,597,732)

285,683,674 Discount

Factor (11.6%)

1.0000

0.8961

0.8029

0.7195

0.6447

0.5777 Present Value

(700,000,000)

129,934,617

142,490,043

127,679,250

114,407,930

178,084,597

Cummulative PV

(700,000,000)

(570,065,383)

(427,575,341) (299,896,091)

(185,488,161)

(7,403,564) NPV (11.6%)

Rp

(7,403,564)

IRR 11.22%

Net B/C

0.99

PBP


(3)

Lampiran 9 Analisis sensitivitas skenario 2 (penggunaan UMR)

Uraian Tahun

0 1 2 3 4 5

(Rp) (Rp) (Rp) (Rp) (Rp) (Rp)

Arus Masuk

1. Total Penjualan

422,280,000

469,200,000

469,200,000

469,200,000

469,200,000

2. Kredit:

a. Investasi

490,000,000

b. Modal Kerja

10,438,163

3. Modal Sendiri

a. Investasi

210,000,000

b. Modal Kerja

4,473,498

4.Nilai Sisa

Proyek 130,816,327

Total Arus

Masuk

700,000,000

437,191,661

469,200,000

469,200,000

469,200,000

600,016,327 Arus Masuk

Untuk IRR

-

422,280,000

469,200,000

469,200,000

469,200,000

600,016,327

Arus Keluar

1. Biaya Investasi

700,000,000 -

- -

-

- 2. Biaya Variabel

190,437,933

190,437,933

190,437,933

190,437,933

190,437,933 3. Biaya Tetap

39,906,000

39,906,000

39,906,000

39,906,000

39,906,000 4.Angsuran Pokok

108,438,163

98,000,000

98,000,000

98,000,000

98,000,000 5.Angsuran Bunga

58,050,827

56,840,000

56,840,000

56,840,000

56,840,000

6. Pajak

15,222,635

21,238,988

21,238,988

21,238,988

21,238,988

Total Arus

Keluar

700,000,000

412,055,558

406,422,921

406,422,921

406,422,921

406,422,921

Arus Keluar Untuk IRR

700,000,000

245,566,568

251,582,921

251,582,921

251,582,921

251,582,921

Arus Bersih

-

25,136,104

62,777,079

62,777,079

62,777,079

193,593,405

CASH FLOW

(700,000,000)

176,713,432

217,617,079

217,617,079

217,617,079

348,433,405

Cummulative Cash Flow

(700,000,000)

(523,286,568)

(305,669,489)

(88,052,410)

129,564,668

477,998,074 Discount Factor

(11.6%)

1.0000

0.8961

0.8029

0.7195

0.6447

0.5777 Present Value

(700,000,000)

158,345,369

174,728,837

156,567,058

140,293,063

201,279,160

Cummulative PV

(700,000,000)

(541,654,631)

(366,925,793) (210,358,735)

(70,065,672)

131,213,489 NPV (11.6%)

Rp

131,213,489

IRR 18.17%

Net B/C

1.19

PBP


(4)

Lampiran 10 Analisis sensitivitas skenario 3 (skenario gabungan)

Uraian Tahun

0 1 2 3 4 5

(Rp) (Rp) (Rp) (Rp) (Rp) (Rp)

Arus Masuk

1.Total

Penjualan

392,720,400

436,356,000

436,356,000

436,356,000

436,356,000

2. Kredit:

a. Investasi

490,000,000

b. Modal Kerja

10,438,163

3. Modal

Sendiri

a. Investasi

210,000,000

b. Modal Kerja

4,473,498

4. Nilai Sisa

Proyek 130,816,327

Total Arus Masuk

700,000,000

407,632,061

436,356,000

436,356,000

436,356,000

567,172,327 Arus Masuk

Untuk IRR

-

392,720,400

436,356,000

436,356,000

436,356,000

567,172,327

Arus Keluar

1.Biaya Investasi

700,000,000 -

- - -

- 2.Biaya

Variabel

190,437,933

190,437,933

190,437,933

190,437,933

190,437,933 3. Biaya Tetap

39,906,000

39,906,000

39,906,000

39,906,000

39,906,000 4.Angsuran

Pokok

108,438,163

98,000,000

98,000,000

98,000,000

98,000,000 5.Angsuran

Bunga

58,050,827

56,840,000

56,840,000

56,840,000

56,840,000

6. Pajak

15,222,635

21,238,988

21,238,988

21,238,988

21,238,988

Total Arus Keluar

700,000,000

412,055,558

406,422,921

406,422,921

406,422,921

406,422,921

Arus Keluar Untuk IRR

700,000,000

245,566,568

251,582,921

251,582,921

251,582,921

251,582,921

Arus Bersih

-

(4,423,496)

29,933,079

29,933,079

29,933,079

160,749,405

CASH FLOW

(700,000,000)

147,153,832

184,773,079

184,773,079

184,773,079

315,589,405

Cummulative Cash Flow

(700,000,000)

(552,846,168)

(368,073,089) (183,300,010)

1,473,068

317,062,474 Discount Factor

(11.6%)

1.0000

0.8961

0.8029

0.7195

0.6447

0.5777 Present Value

(700,000,000)

131,858,272

148,357,773

132,937,073

119,119,241

182,306,201

Cummulative PV

(700,000,000)

(568,141,728)

(419,783,954) (286,846,882) (167,727,641)

14,578,561 NPV (11.6%)

Rp

14,578,561

IRR 12.35%

Net B/C

1.02

PBP


(5)

Lanjutan Lampiran 10

Uraian Tahun

0 1 2 3 4 5

(Rp) (Rp) (Rp) (Rp) (Rp) (Rp)

Arus Masuk

1.Total

Penjualan

388,497,600

431,664,000

431,664,000

431,664,000 431,664,000

2. Kredit:

a. Investasi

490,000,000

b. Modal Kerja

10,438,163

3.Modal

Sendiri

a. Investasi

210,000,000

b. Modal Kerja

4,473,498

4.Nilai Sisa

Proyek 130,816,327

Total Arus Masuk

700,000,000

403,409,261

431,664,000

431,664,000

431,664,000 562,480,327 Arus Masuk

Untuk IRR

-

388,497,600

431,664,000

431,664,000

431,664,000 562,480,327

Arus Keluar

1.Biaya Investasi

700,000,000 -

- - - - 2.Biaya

Variabel

190,437,933

190,437,933

190,437,933

190,437,933 190,437,933 3. Biaya Tetap

39,906,000

39,906,000

39,906,000

39,906,000 39,906,000 4.Angsuran

Pokok

108,438,163

98,000,000

98,000,000

98,000,000 98,000,000 5.Angsuran

Bunga

58,050,827

56,840,000

56,840,000

56,840,000 56,840,000

6. Pajak

15,222,635

21,238,988

21,238,988

21,238,988 21,238,988

Total Arus Keluar

700,000,000

412,055,558

406,422,921

406,422,921

406,422,921 406,422,921

Arus Keluar Untuk IRR

700,000,000

245,566,568

251,582,921

251,582,921

251,582,921 251,582,921

Arus Bersih

-

(8,646,296)

25,241,079

25,241,079

25,241,079 156,057,405

CASH FLOW

(700,000,000)

142,931,032

180,081,079

180,081,079

180,081,079 310,897,405

Cummulative Cash Flow

(700,000,000)

(557,068,968)

(376,987,889) (196,906,810)

(16,825,732) 294,071,674 Discount Factor

(11.6%)

1.0000

0.8961

0.8029

0.7195

0.6447 0.5777 Present Value

(700,000,000)

128,074,402

144,590,478

129,561,360

116,094,409 179,595,779

Cummulative PV

(700,000,000)

(571,925,598)

(427,335,120) (297,773,760) (181,679,351) (2,083,572) NPV (11.6%)

Rp

(2,083,572)

IRR 11.49%

Net B/C

1.00

PBP


(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Nikki Ariesta Poetri dilahirkan di Pematang Siantar, 30

Mei 1991. Penulis merupakan anak terakhir dari tiga bersaudara pasangan Bapak

Aries Subagio dan Ibu Sri Lestari. Penulis menempuh pendidikan formal di

Sekolah Dasar Negeri Pengadilan 3 Bogor pada tahun 1997 hinga 2003. Penulis

kemudian melanjutkan pendidikannya di Sekolah Menengah Pertama Negeri 2

Bogor pada tahun 2003 hingga 2006. Pada tahun 2006, penulis diterima di

Sekolah Menengah Atas Negeri 2 Bogor dan lulus pada tahun 2009. Penulis

kemudian diterima menjadi mahasiswa di Institut Pertanian Bogor melalui jalur

Undangan Seleksi Masuk (USMI). Penulis diterima menjadi mahasiswa di

Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen.