Potensi Dan Ketersediaan Limbah Pertanian Untuk Mendukung Budidaya Sapi Potong Di Kabupaten Cirebon

POTENSI DAN KETERSEDIAAN LIMBAH PERTANIAN
UNTUK MENDUKUNG BUDIDAYA SAPI POTONG
DI KABUPATEN CIREBON

DELVY WULANDARI

DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Potensi dan Ketersediaan
Limbah Pertanian untuk Mendukung Budidaya Sapi Potong di Kabupaten Cirebon
adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.

Bogor, Mei 2015

Delvy Wulandari
NIM D24110012

ABSTRAK
DELVY WULANDARI. Potensi dan Ketersediaan Limbah Pertanian untuk
Mendukung Budidaya Sapi Potong di Kabupaten Cirebon. Dibimbing oleh
ERIKA B. LACONI dan SRI MULATSIH
Kabupaten Cirebon salah satu kabupaten di Jawa Barat yang memiliki potensi
pertanian yang memproduksi hasil sampingan berupa limbah sebagai pakan ternak.
Tujuan penelitian adalah mengidentifikasi potensi dan ketersediian limbah
pertanian, menganalisis kualitas nutrien limbah pertanian, menentukan kecamatan
yang berpotensi untuk pengembangan sapi potong dengan indeks konsentrasi
produksi pakan (IKPP), dan menghitung estimasi penambahan populasi ternak sapi
potong. Penelitian ini dilakukan dengan pengumpulan data primer dengan metode
purposive sampling dan data sekunder diperoleh dari badan pusat statistik (BPS).
Hasil penelitian terdapat tiga macam limbah pertanian yang digunakan di

Kabupaten Cirebon diantaranya jerami padi, jerami jagung dan kulit pisang.
Kecamatan Babakan adalah kecamatan yang paling berpotensi untuk
pengembangan sapi potong di Kabupaten Cirebon. Penambahan populasi sapi
potong berdasarkan analisis KPPTR di Kabupaten Cirebon dapat ditingkatkan
sebanyak 1 877 ST bila menggunakan jerami padi dan 193 ST menggunakan selain
jerami padi sebagai sumber hijauan.
Kata Kunci: Kabupaten Cirebon, limbah pertanian, sapi potong.

ABSTRACT
DELVY WULANDARI. Potential and Availability of Agricultural By-product for
Cattle Raising Support in The Cirebon District. Supervised by ERIKA B. LACONI
and SRI MULATSIH.
Cirebon District is one of district in West Java which has a agricultural
potential produce by-product could be used as feed. The aims of this study were to
identified potential dan availablity the utility of agricultural by-product, analyzed
the nutrient quality agricultural by-product, determined the potential districts with
feed production concentration index (IKPP), and estimated number of beef cattle
population developed . This study runs by collect the primary data with purposive
sampling methode and secondary data with Central Statistics Agency (BPS). The
results showed Cirebon District used three commodities of potential agricultural as

feed they are rice straw, corn waste and banana waste. Babakan sub-district is the
highest potential for the development of beef cattle program in Cirebon District.
The population of beef cattle in Cirebon District could be increased up to 1 877 AU
when using rice straw and 193 AU using other straw as a source of forage.
Keywords: Agricultural by-product, beef cattle, Cirebon district.

POTENSI DAN KETERSEDIAAN LIMBAH PERTANIAN
UNTUK MENDUKUNG BUDIDAYA SAPI POTONG DI
KABUPATEN CIREBON

DELVY WULANDARI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Peternakan
pada
Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan

DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2015

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan karya ilmiah ini
dengan judul “Potensi dan Ketersediaan Limbah Pertanian untuk Mendukung
Budidaya Sapi Potong di Kabupaten Cirebon”.
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi limbah pertanian yang
digunakan sebagai pakan ternak sapi potong, menganalisis kandungan nutrien dari
limbah pertanian yang digunakan sebagai pakan di Kabupaten Cirebon, Jawa Barat,
menentukan kecamatan yang potensial untuk pengembangan ternak sapi potong
berdasarkan potensi limbah pertanian per kecamatan di Kabupaten Cirebon, dan
menghitung kapasitas penambahan populasi ternak ruminansia khususnya sapi
potong di Kabupaten Cirebon, Jawa Barat. Penelitian ini terlaksana dengan adanya
penelitian unggulan perguruan tinggi lintas fakultas dengan dana Badan
Operasional Perguruan Tinggi Negeri (BOPTN) 2014 dengan kode mata anggaran
2013.109.521213 atas nama Prof Dr Ir Erika B. Laconi, MS.
Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khsususnya dan bagi
pembaca pada umumnya.


Bogor, Mei 2015
Delvy Wulandari

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN

1

METODE PENELITIAN

2

Lokasi dan Waktu Penelitian
Pengumpulan Data dan Sampel
Analisis Data
Analisis Data Deskriptif
Evaluasi Kualitas Nutrien Bahan Pakan
Potensi Limbah Pertanian

Kapasitas Peningkatan Populasi Ternak Ruminansia (KPPTR)
HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambaran Umum Wilayah Kabupaten Cirebon
Karakteristik Peternak Sapi Potong
Potensi Pakan di Kabupaten Cirebon
Indeks Konsentrasi Produksi Pakan (IKPP)
Kapasitas Peningkatan Populasi Ternak Ruminansia (KPPTR)

2
2
2
2
2
2
5
5
5
6
8
10

11

SIMPULAN DAN SARAN

12

Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA

12
12
13

LAMPIRAN

15

RIWAYAT HIDUP


19

UCAPAN TERIMAKASIH

19

DAFTAR TABEL
1 Konversi Limbah Pertanian yang Dapat Dijadikan Pakan Ternak
2 Nilai Konversi Ternak Ruminansia
3 Struktur Ternak Ruminansia Kabupaten Cirebon
4 Kebutuhan Ternak Ruminasia per Hari
5 Keadaan Umum Peternak (Responden)
6 Pola Pemberian dan Ketersediaan Limbah Pertanian (Responden)
7 Kandungan Nutrien Hasil Sampingan Pertanian
8 Potensi Limbah Pertanian yang tersedia di Kabupaten Cirebon
9 Kecamatan untuk Pengembangan Sapi Potong
10 Nilai Produksi Nutrien Tersedia dari Limbah Pertanian
11 KPPTR total di Kecamatan Sentra Peternakan Kabupaten Cirebon

3

4
4
5
6
7
8
9
10
11
11

DAFTAR LAMPIRAN
1 Populasi Ternak Sapi Potong dan Penggunaan Limbah di Kabupaten
Cirebon
2 Produksi Limbah Pertanian berdasarkan Kandungan Nutrien Kabupaten
Cirebon
3 Nilai Indeks Konsentrasi Produksi Pakan (IKPP)
4 Kapasitas peningkatan populasi ternak ruminansia (KPPTR) Kabupaten
Cirebon


15
16
17
18

1

PENDAHULUAN
Pengembangan ternak sapi potong di Indonesia merupakan upaya untuk
mencukupi kebutuhan daging. Salah satu faktor pendukung dalam pengembangan
ternak sapi potong adalah kebutuhan pakan. Pakan terdiri dari hijauan dan
konsentrat. Hijauan merupakan sumber pakan utama untuk ternak ruminansia.
Terdapat beberapa kendala dalam penggunaan hijauan makanan ternak yaitu
kurangnya lahan untuk budidaya, perubahan fungsi lahan menjadi kawasan industri
dan lahan pemukiman, serta musim. Pada musim kemarau produksi hijauan
makanan ternak menurun dan sebaliknya pada musim hujan jumlahnya berlimpah.
Melihat jumlah pakan hijauan yang semakin sulit diperoleh, maka pemanfaatan
hasil samping dari lahan pertanian dapat dijadikan salah satu peluang bagi
pemenuhan kebutuhan pakan hijauan. Limbah pertanian salah satu alternatif dalam
membantu mencukupi kebutuhan hijauan pakan ternak. Pemanfaatan limbah

pertanian dan perkebunan sebagai pakan ternak baru mencapai 30% dari potensi
yang tersedia saat ini, sehingga sebagian besar limbah tidak dimanfaatkan dengan
baik dan bahkan dibuang, dibakar atau digunakan untuk keperluan non-peternakan
(Indraningsih dan Sani 2011).
Kabupaten Cirebon merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Jawa Barat
yang memiliki potensi dalam bidang pertanian dan peternakan
(BPS Kabupaten Cirebon 2014). Faktor iklim di Kabupaten Cirebon cocok untuk
pengembangan peternakan khususnya sapi potong dan produksi pertanian. Budaya
masyarakat Kabupaten Cirebon yang dominan sebagai petani merupakan faktor
pendukung dalam pengembangan sapi potong berbasis limbah pertanian. Sapi
potong dapat memanfaatkan limbah pertanian seperti jerami padi, jerami jagung,
dan kulit pisang sebagai pakan. Pada tahun 2013 Dinas Pertanian dan peternakan
Cirebon melaporkan jenis ternak ruminansia yaitu sapi perah sebanyak 144 ST, sapi
potong 2 618 ST, domba 20 120 ST, dan kambing 840 ST. Populasi sapi potong di
Kabupaten Cirebon pada tahun 2013 meningkat sebesar 1.8% dari tahun
sebelumnya. Hal ini didukung dengan adanya program pemerintah terkait
swasembada daging sapi tahun 2014, sehingga sapi potong diasumsikan cocok
untuk dikembangkan. Selain itu, Kabupaten Cirebon juga memiliki produksi
komoditi pertanian yang cukup tinggi dengan produksi padi mencapai 620 788 ton,
jagung 24 956 ton, dan pisang 2 896 ton. Produksi komoditi pertanian yang tinggi
menghasilkan limbah pertanian yang tinggi pula. Shanahan et al. (2004)
menyatakan bahwa hasil dari limbah pertanian mempunyai keterbatasan dalam
penggunaannya sebagai pakan ternak, karena rendahnya kualitas yang dimiliki oleh
pakan ternak tersebut. Evaluasi tentang pakan harus dilakukan untuk menunjang
performa ternak.
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi limbah pertanian yang
digunakan sebagai pakan ternak sapi potong, menganalisis kandungan nutrien dari
limbah pertanian yang digunakan sebagai pakan di Kabupaten Cirebon, Jawa Barat,
menentukan kecamatan yang potensial untuk pengembangan ternak sapi potong
berdasarkan potensi limbah pertanian per kecamatan di Kabupaten Cirebon, dan
menghitung kapasitas penambahan populasi ternak ruminansia khususnya sapi
potong di Kabupaten Cirebon, Jawa Barat.

2

METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Greget, Talun dan Beber,
Kabupaten Cirebon, Provinsi Jawa Barat, pada bulan Agustus sampai Desember
2014. Analisis kandungan nutrien bahan pakan dilaksanakan di Laboratorium Ilmu
dan Teknologi Pakan, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas
Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
Pengumpulan Data dan Sampel
Data yang digunakan adalah data primer yang dikumpulkan dengan metode
purposive sampling dan data sekunder. Data primer diperoleh dari wawancara
terhadap 30 peternak responden, masing-masing 10 peternak di tiap kecamatan.
Pemilihan kecamatan berdasarkan populasi ternak terbanyak menggunakan data
Dinas Peternakan. Kecamatan yang terpilih merepresentasikan seluruh kecamatan
di Kabupaten Cirebon. Pengambilan sampel limbah pertanian dilakukan secara
acak dengan tiga kali ulangan pengambilan setiap komoditi yang digunakan untuk
evaluasi kualitas nutrien. Data sekunder diperoleh dari badan pusat statistik (BPS),
Dinas Pertanian, Dinas Peternakan dan Dinas Tanaman Pangan.
Analisis Data
Analisis Data Deskriptif
Data hasil observasi lapang melalui wawancara dianalisis secara deskriptif
(Mattjik dan Sumertajaya 2000). Data tersebut dikumpulkan, disusun, dan
digambarkan. Data dari kecamatan terpilih merepresentasikan seluruh kecamatan
yang ada di Kabupaten Cirebon.
Evaluasi Kualitas Nutrien Bahan Pakan
Kualitas limbah pertanian dilihat dari kandungan nutrien. Data kandungan
nutrien diperoleh dari analisis proksimat meliputi bahan kering (BK), protein kasar
(PK), serat kasar (SK), dan lemak kasar (LK) (AOAC 2005). Data total digestible
nutrient (TDN) diperoleh dengan perhitungan menggunakan persamaan 1 menurut
(Owens et al. 2010):
TDN (%) = 0.9918 x PK + 1.272 x LK + 0.0318 x SK + 0.8904 x BETN.............(1)
Potensi Limbah Pertanian
Produksi limbah dari komoditi pertanian dihitung berdasarkan produksi segar,
produksi bahan kering (BK), produksi protein kasar (PK) dan produksi total
digestible nutrient (TDN). Untuk menghitung produksi limbah dibutuhkan proporsi
untuk pangan dan pakan. Namun, data yang tersedia di BPS merupakan data
produksi tanaman dalam bentuk segar yang dapat digunakan untuk pangan, bukan

3

untuk limbah pertanian. Sehingga diperlukan konversi untuk menghitung bagian
yang dapat digunakan untuk pakan. Proporsi untuk pangan dan pakan, dapat
dihitung menggunakan persamaan sebagai berikut:
Proporsi untuk pangan =

Bobot bagian tanaman untuk pangan Kg

Bobot seluruh bagian tanaman hasil panen Kg

× 100%......(2)

Proporsi untuk pakan = 100% - proporsi untuk pangan (%).......................................(3)
Tabel 1 Konversi limbah pertanian sebagai pakan ternak
Tanaman
pangan
Padi
Jagung
Pisang*

Bagian pangan
Bulir
Tonggol Jagung
Buah

Bagian pakan
Selain bulir dan akar
Daun dan batang
Kulit buah

Proporsi (%)
Pangan
19.20
44.54
4.65

Pakan
80.80
55.46
4.35

Sumber: hasil penelitian; *sisa limbah tanaman pisang selain kulit buah tidak digunakan/dibuang.

Data proporsi pangan dan pakan yang diperoleh, digunakan untuk
menghitung jumlah produksi limbah segar. Persaaman yang digunakan sebagai
berikut:
PL (ton tahun-1) =

PKP ton tahun-

× Bagian pangan %

Bagian pakan %

.........................................(4)

Keterangan: PL: Produksi Limbah; PKP: Produksi Komoditi Pertanian
Produksi limbah pertanian dalam bentuk segar digunakan untuk menghitung
jumlah limbah pertanian yang telah digunakan dan belum digunakan. Perhitungan
limbah pertanian baik yang telah digunakan maupun belum digunakan dihitung
berdasarkan potensi yang ada di tiap kecamatan. Sehingga, diperlukan indeks
konsentrasi produksi pakan (IKPP) untuk melihat kecamatan yang berpotensi untuk
dijadikan sebagai daerah pengembangan sapi potong di Kabupaten Cirebon,
berdasarkan produksi limbah pertanian dimasing-masing kecamatan. IKPP
(Syamsu 2006) dihitung dengan persamaan sebagai berikut:
IKPP =

Produksi Limbah Pertanian Kecamatan ton tahun-

Rata-rata Produksi Limbah Tanaman Kabupaten ton tahun-

............................(5)

Keterangan:
Nilai IKPP ≥1.5

: wilayah yang memiliki produksi limbah pertanian untuk
pakan kategori tinggi.
Nilai IKPP 0.75 2

Sapi potong (ST)
0.25
0.50
1.00

BPS Indonesia (2013)

Tabel 3 Struktur Ternak Ruminansia Kabupaten Cirebona
Jenis Ternak
Sapi potong
a

Anak (%)
22.85

Muda (%)
23.56

Dewasa (%)
53.59

BPS Indonesia (2013)

Nilai konsumsi riil limbah pertanian dikonversi dalam bentuk persen, dari
produksi limbah pertanian yang diasumsikan telah digunakan. Adapun
perhitungannya menggunakan persamaan sebagai berikut:
(%) limbah termanfaatkan =

konsumsi riil ton ST - tahun-

produksi limbah yang telah digunakan ton tahun-

x

%

(8)

Nilai persentase dikonsumsi riil limbah pertanian di tiap kecamatan,
diasumsikan sebagai jumlah riil limbah pertanian yang mampu peternak peroleh
sesuai jumlah ternak yang dimiliki. Nilai tersebut digunakan untuk menghitung
jumlah pertanian yang dimanfaatkan, dalam menambah jumlah ternak sapi potong.
Limbah pertanian yang belum termanfaatkan untuk pakan ternak sebesar 70 % dari
total potensi yang tersedia (Indraningsih dan Sani 2011). Namun, hasil observasi
lapang menunjukkan tidak semua limbah diambil oleh peternak. Oleh sebab itu,
limbah pertanian itu merupakan limbah pertanian yang mampu diperoleh oleh
peternak secara riil. Limbah pertanian tersebut disebut limbah pertanian yang
tersedia. Adapun perhitungannya sebagai berikut:

5

Limbah pertanian yang tersedia =
-1

% A x B ton tahun-

................................................(9)

-1

PTBK (ton tahun ) = PL (ton tahun ) x kandungan BK (%)..........................(10)
PPK (ton tahun-1)
= PTBK (ton tahun-1) x kandungan PK (%).....................(11)
-1
PTDN (ton tahun ) = PTBK (ton tahun-1) x kandungan TDN(%).................. (12)
Keterangan:
A
: Limbah yang termanfaatkan
B
: Produksi limbah yang belum termanfaatkan
PL
: Produksi limbah
PTBK : Produksi bahan kering
PPK : Produksi protein kasar
PTDN : Produksi total digestible nutrient
Kapasitas Peningkatan Populasi Ternak Ruminansia (KPPTR)
Metode kapasitas peningkatan populasi ternak ruminansia (KPPTR)
digunakan untuk mengestimasi seberapa besar penambahan populasi ternak sapi
potong yang masih dapat dilakukan berdasarkan ketersediaan nutrien dari limbah
pertanian yang belum termanfaatkan sebagai pakan (70% dari total produksi limbah
pertanian). KPPTR dihitung dengan rumus:
KPPTR (ST) =
Ternak
ruminasia
Sapi
potong(1)
(1)NRC

Produksi nutrien limbah pertanian ton thn............................(13)
Kebutuhan nutrien Kg hijauan sapi potong

Tabel 4 Kebutuhan ternak ruminansia hari-1

Kebutuhan Ransum
(Kg)
BK

PK

TDN

8.90

1.12

6.23

Kebutuhan Hijauan (Kg)

(%)
H:K

40:60

Jerami padi

Limbah lain

BK

PK

TDN

BK

PK

TDN

2.92

0.14

1.40

0.64

0.44

0.76

(2000); H: hijauan, K: konsentrat, BK: bahan kering, PK: protein kasar, TDN: total digestible nutrient.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambaran Umum Wilayah Kabupaten Cirebon
Kabupaten Cirebon merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Jawa Barat
yang terletak di bagian Timur dan merupakan batas, sekaligus sebagai gerbang
Provinsi Jawa Timur. Dalam sektor pertanian Kabupaten Cirebon merupakan salah
satu daerah produsen beras yang terletak di jalur pantura. Secara geografis letak
Kabupaten Cirebon berada pada posisi 108°40’ sampai dengan 108°48’ Bujur
Timur (BT) dan 6°30’ sampai dengan 7°00’ Lintang Selatan (LS) dengan luas
wilayah 990.36 km2 (BPS Kabupaten Cirebon 2014).
Topografi wilayah di Kabupaten Cirebon sebagian besar dataran rendah
dengan ketinggian di atas permukaan laut bervariasi dari 0 m sampai 130 m,
sedangkan morfologinya beriklim tropis dengan curah hujan rata-rata sebanyak
1265.15 mm per tahun. Suhu lingkungan berkisar antara 24-33 °C (BPS Kabupaten
Cirebon 2014). Kondisi suhu tersebut sesuai dengan wilayah zona nyaman

6

pemeliharaan sapi potong. Soeprapto dan Abidin (2006) menyatakan bahwa suhu
lingkungan yang ideal untuk pertumbuhan dan perkembangan sapi potong di
Indonesia adalah 17-27 °C. Karena sapi potong membutuhkan temperatur
lingkungan yang nyaman untuk melancarkan fungsi dalam proses fisiologi ternak.
Kelembaban di Kabupaten Cirebon berkisar 48-93%. Pertumbuhan dan
perkembangan ternak sapi potong ideal dengan kelembaban 60-80%
(Gabriella et al. 2014), karena di atas angka itu populasi jamur dan parasit yang
potensial menjadi sumber penyakit cenderung akan meningkat. Sementara itu,
kelembaban yang terlalu rendah akan meningkatkan konsentrasi debu yang bisa
menjadi perantara beberapa penyakit menular, sekaligus menyebabkan gangguan
pernapasan (Soeprapto dan Abidin 2006).
Karakteristik Peternak Sapi Potong
Hasil survei menunjukkan bahwa sebagian besar peternak berumur 25-55
tahun dengan persentase 80%. Umur ini dikategorikan sebagai umur yang produktif,
karena pada saat umur produktif peternak memiliki kondisi fisik dan semangat yang
kuat, kemampuan berfikir yang dinamis, sehingga masih memungkinkan bagi
peternak untuk meningkatkan keterampilan dan pengetahuan dalam memelihara
sapi potong. Deskripsi peternak hasil observasi di Kabupaten Cirebon dapat dilihat
pada Tabel 5.
Tabel 5 Keadaan umum peternak (responden)
Parameter
Umur
Pendidikan
Peternakan
sebagai pekerjaan
Pengalaman beternak

Uraian
25-55
56-75
SD
SMP
SMA
Utama
Sampingan
0-5 tahun
6-10 tahun

Peternak (%)
80.00
20.00
60.00
33.33
6.67
9.68
90.32
10.00
90.00

Sumber: hasil wawancara peternak 30 responden

Sebagian besar peternak di Kabupaten Cirebon tingkat pendidikannya adalah
lulusan SD dengan persentase sebesar 60%. Pendidikan yang rendah
mengakibatkan peternak sulit memperoleh masukan mengenai teknologi karena
pemahaman yang kurang, latar belakang pendidikan mempengaruhi kemampuan
dalam beternak. Sarwono (2001) menyatakan bahwa semakin tinggi pendidikan
yang dimiliki oleh peternak maka peternak cenderung mudah untuk menerima
informasi dan teknologi baru dalam beternak, sehingga perlu ada dampingan untuk
meningkatkan pengetahuan para peternak. Adanya pendampingan tersebut
diharapkan para peternak dapat beternak dengan baik dan berkualitas. Usaha
peternakan dijadikan sebagai pekerjaan sampingan, sehingga ternak kurang
diperhatikan dan peternak tidak fokus dalam mengerjakan peternakannya. Hal ini
berdampak juga pada pemberian pakan yang tidak sesuai dengan kebutuhan ternak
tersebut. Pada umumnya peternak menjadikan sapi sebagai tabungan untuk
keperluan-keperluan khusus seperti untuk biaya sekolah anak, biaya pesta,

7

kehidupan pokok dan lain sebagainya. Berdasarkan tingkat pengalaman beternak,
hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar peternak memiliki pengalaman
beternak 6-10 tahun. Pengalaman yang lama dapat membantu peternak dalam
menjalankan usaha ternaknya. Edwina et al. (2006) menyatakan bahwa semakin
lama seseorang memiliki pengalaman beternak semakin mudah peternak untuk
mengatasi kesulitan.
Karakteristik pemeliharan ternak di Kabupaten Cirebon masih menggunakan
sistem tradisional tanpa menggunakan teknologi inovasi. Ternak dipelihara secara
intensif yaitu ternak tersebut dikandangkan setiap hari. Sapi tersebut diberi pakan
sebanyak dan sebaik mungkin agar mampu meningkatkan pertumbuhan bobot
badan secara cepat. Alasan peternak melakukan pemeliharaan secara intensif yaitu
agar pemantauan terhadap ternak lebih mudah, mempermudah pemberian pakan
dan perawatan ternak, mengurangi resiko pencurian serta mengatasi permasalahan
lahan. Pakan bagi ternak digunakan untuk memenuhi kebutuhan ternak diantaranya
sebagai kebutuhan untuk hidup pokok, pertumbuhan dan reproduksi. Namun sistem
pemberian pakan setiap peternak menggunakan sistem tradisional seperti keranjang,
ikat dan bakul.
Berdasarkan survei terhadap 30 responden di tiga kecamatan meliputi
Kecamatan Greget, Talun dan Beber jenis pakan yang diberikan menunjukkan
bahwa setengah dari responden memberikan pakan dengan kombinasi rumput
lapang dan limbah tanaman pertanian. Pola pemberian pakan dan ketersediaan
limbah pertanian di Kabupaten Cirebon dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6 Pola pemberian dan ketersediaan limbah pertanian (responden)
Parameter
Pemberian makanan

Asal limbah pertanian
Ketersediaan
limbah pertanian
Perolehan limbah pertanian

Deskripsi ternak
2 kali
3 kali
ad-libitum
kebun sendiri
beli dan dikebun sendiri
kebun milik orang lain
Kurang
Cukup
Banyak
lingkungan sekitar
luar kampung
luar kecamatan

Jumlah (%)
3.33
93.33
3.33
66.67
16.67
6.67
16.67
80.00
3.33
70.00
13.33
16.67

Hasil survei menunjukkan seluruh ternak di Kabupaten Cirebon tiap harinya
diberi makan 3 kali sehari. Sebagian besar makanan ternak yang diberikan berasal
dari kebun sendiri sebanyak (66.67%) dan ketersediaanya cukup (80%).
Ketersediaan pakan merupakan modal dasar pengembangan ternak di suatu daerah,
karena pemeliharaan ternak ruminansia tidak bisa dipisahkan dari hijauan sebagai
pakan ternak. Hijauan merupakan makanan pokok ternak yang harus tersedia, baik
itu dalam bentuk segar maupun bentuk setelah mengalami proses pengolahan serta
pengawetan. Hijauan yang biasa diberikan peternak yaitu rumput lapang, namun
pemberiannya tidak selalu diberikan, dilihat dari ketersediaan rumput tersebut.
Ketersediaan hijauan segar pada saat turun lapang kurang, sehingga untuk

8

memenuhi kebutuhan ternak, para peternak menggunakan limbah pertanian yang
terdapat di daerah tersebut serta penggunaan konsentrat. Konsentrat merupakan
pakan yang kaya sumber protein dan sumber energi, sehingga mampu memacu
pertumbuhan ternak.
Potensi Pakan di Kabupaten Cirebon
Limbah yang digunakan pada penelitian ini yaitu limbah petanian. Limbah
pertanian yang biasa digunakan peternak di Kabupaten Cirebon untuk pakan sapi
potong diantaranya jerami padi, jerami jagung dan kulit pisang. Hasil analisa
kandungan nutrien limbah pertanian (Tabel 7) menunjukkan bahwa limbah
pertanian tersebut merupakan sumber serat yang baik bagi sapi pedaging karena
memiliki kandungan serat kasar >18% (Sukria dan Krisnan 2009). Kandungan serat
pakan sangat penting bagi ternak ruminansia sebagai sumber energi utama yang
dicerna oleh mikroba dalam sistem pencernaan.
Tabel 7 Kandungan nutrien limbah pertaniana
Jenis bahan
Jerami padi
Jerami jagung
Kulit pisang

BK
62.03
34.21
15.45

Kandungan nutrien (100% BK)
Abu
PK
LK
SK
BETN
19.79 4.99 1.45 28.71 45.06
8.19
5.77 2.32 38.00 45.72
16.32 7.52 4.11 23.39 48.67

TDN
47.99
50.76
56.93

aHasil

Analisa Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan, IPB (2014); BK: bahan kering, PK: protein kasar, LK:
lemak kasar, SK: serat kasar, BETN: bahan ekstrak tanpa nitrogen, TDN: total digestible nutrient.

Kebutuhan protein kasar untuk sapi potong 10.4-12.7% (Wahyono dan
Hardianto 2004). Hasil penelitian menunjukan limbah pertanian yang digunakan
memiliki kandungan protein kasar 4-7%, jika limbah pertanian diberikan kepada
sapi potong, maka untuk memenuhi kebutuhannya perlu diberikan pakan tambahan
berupa konsentrat atau kombinasi dengan leguminosa. TDN limbah pertanian
memiliki nilai kisaran 47-56%. Komoditi limbah pertanian yang memiliki
kandungan TDN paling rendah adalah jerami padi. TDN komoditi limbah pertanian
belum sesuai dengan standar TDN yang baik digunakan sebagai pakan yaitu 5865% (Indraningsih et al. 2011).
Menurut Departemen Pertanian (2007) jerami padi memiliki kandungan
bahan kering 60%, abu 11.87%, protein kasar 2.4%, dan TDN 59%. Jerami jagung
memiliki kandungan nutrien limbah jagung BK 28%, PK 8.2%, dan TDN 48%
(Sukria dan Krisna 2009). Kulit pisang memiliki kandungan nutrien LK 1.70% dan
SK 31.70% (Anhwange et al. 2009). Hal ini menunjukkan bahwa kandungan
nutrien jerami padi, limbah jagung, dan limbah kulit pisang pada penelitian ini
masuk dalam standar. Wanapat et al. (2009) menyatakan bahwa kandungan nutrien
bahan pakan sangat beragam karena bergantung pada varietas, kondisi tanah, pupuk,
iklim, lama penyimpanan, waktu panen dan pola tanam.
Kualitas limbah pertanian mempengaruhi besarnya potensi pengembangan
budidaya sapi potong di Kabupaten Cirebon. Tabel 8 menunjukkan potensi limbah
pertanian yang dihasilkan di Kabupaten Cirebon berdasarkan tahun 2013.

9

Tabel 8 Potensi limbah pertanian yang tersedia di Kabupaten Cirebona
Komoditi
Jerami padi
Jerami jagung
Kulit pisang
Total

Segar
(ton tahun-1)
15 607.46
2 100.87
1 669.25
19 377.58

BK
PK
(ton tahun-1) (ton tahun-1)
5 581.23
278.50
718.71
41.47
257.90
19.39
6 557.83
339.37

TDN
(ton tahun-1)
2 678.43
364.82
146.82
3 190.07

aDiolah

dari BPS Kabupaten Cirebon 2013; BK: bahan kering, PK: protein kasar, LK: lemak kasar, SK: serat
kasar, BETN: bahan ekstrak tanpa nitrogen, TDN: total digestible nutrient.

Total bahan kering pada limbah pertanian memiliki nilai sebesar
6 557.83 ton tahun-1, sedangkan total protein kasar pada limbah pertanian memiliki
nilai sebesar 339.37 ton tahun-1. Produksi protein kasar yang rendah mempengaruhi
pemanfaatan limbah tanaman pertanian sebagai sumber pakan sehingga akan
mengalami kendala dalam hal ketersediaan protein kasar bagi ternak sapi potong
(Syamsu 2006). Keadaan lingkungan sekitar, pola tanam dan luas lahan juga
mempengaruhi hasil dari produksi tanaman. Febriana dan Liana (2008) menyatakan
bahwa ketersediaan limbah pertanian sangat dipengaruhi oleh pola pertanian
tanaman pangan di suatu wilayah.
Produksi limbah pertanian tertinggi adalah jerami berdasarkan produksi segar,
bahan kering, protein kasar, serta total nutrien tercerna. Produksi bahan kering
jerami padi mencapai 5 581.23 ton tahun-1. Produksi terendah dari limbah pertanian
yang digunakan oleh peternak adalah kulit pisang dengan produksi bahan kering
mencapai 2 557.90 ton tahun-1. Produksi padi yang tinggi disebabkan padi
merupakan produk pertanian utama untuk memenuhi kebutuhan makan pokok
penduduk Indonesia, ini merupakan faktor pendukung tingginya produksi jerami
padi. Produksi jerami padi yang tinggi membuat semua peternak dapat
menggunakan limbah tersebut sebagai pakan untuk mengembangkan ternak sapi
potong. Berbeda dengan jerami jagung dan kulit pisang memiliki nilai produksi
limbah yang tergolong rendah, sehingga limbah tersebut masih sulit untuk
digunakan. Tidak semua peternak menggunakan limbah pertanian tersebut karena
ketersediaannya tidak selalu ada bergantung pada musim. Potensi limbah pertanian
tersebut dapat digunakan untuk meningkatkan jumlah ternak sapi potong.
Jerami padi diberikan untuk pengganti rumput saat musim kemarau, namun
kualitasnya sangat rendah karena tingginya silika, lignin, dan rendahnya protein,
sehingga pemberian jerami padi dibatasi 2% dari bobot badan berdasarkan bahan
kering. Prasetyono et al. (2007) menyatakan bahwa jerami padi memiliki kualitas
yang rendah, terutama kandungan protein, sehingga mengganggu keseimbangan
kebutuhan energi protein sapi. Selain itu, silika dan lignin yang tinggi memperkuat
dan memperkeras dinding sel tanaman, sehingga membuat dinding sel tersebut
tidak dapat dicerna oleh mikroba rumen. Jerami padi juga memiliki residu yang
berbahaya yaitu pestisida. Ternak yang keracunan pestisida terlihat gejalanya
seperti hiperemia mata, eksudasi cairan mukus dari mata, hipersaliva, diare, sesah
nafas dan berakhir dengan kematian. Hal ini muncul setelah sapi mengkonsumsi
pakan hijauan terkontaminasi oleh pestisida (Sani dan Indraningsih 2005).
Banyaknya dampak yang disebabkan oleh jerami padi, diperlukan inovasi
teknologi seperti pengolahan fisik, biologi, kimia. Proses fermentasi merupakan
salah satu pendekatan secara biologis untuk meningkatkan kualitas pakan jerami
padi. Proses ini menggunakan biostarter untuk mempercepat peningkatan kualitas

10

pakan dan untuk penyimpanan jangka panjang. Bahan biostarter yang umum
digunakan adalah mikroorganisme (bakteri asam laktat) dan jamur (Aspergillus
niger) (Haryanto 2003). Teknik pengolahan biologis dan kimiawi dapat
meningkatkan kecernaan bahan pakan ( Kuswandi dan Inounu 2009), sedangkan
pengolahan secara fisik seperti dipotong-potong, direbus, direndam, dan digiling,
dapat merombak dinding sel seperti lignin dan memperluas permukaan partikel
makanan sehingga mikroorganisme rumen dapat langsung mencerna selulosa.
Kecepatan fermentasi akan meningkat, waktu retensi makanan akan menurun dan
konsumsi pakan meningkat (Bulo dan Munier 2008). Pemberian limbah pertanian
pada sapi potong tidak dapat diberikan secara tunggal, tetapi perlu campuran dari
limbah pertanian lainnya.
Indeks Konsentrasi Produksi Pakan (IKPP)
Kabupaten Cirebon memiliki 40 kecamatan, namun tidak semua kecamatan
dinilai memiliki potensi untuk pengembangan sapi potong. Terdapat 8 kecamatan
yang merupakan daerah yang berpotensi berdasarkan potensi limbah pertanian
untuk pengembangan sapi potong (IKPP ≥1.5). Kecamatan tersebut adalah Babakan,
Pabedilan, Gebang, Gunungjati, Pangenan, Talun, Ciledug, dan Pabuaran dapat
dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9 Indeks konsentrasi produksi pakan limbah pertanian Tahun 2013
Kecamatan
Babakan
Pabedilan
Gebang
Gunungjati
Pangenan
Talun
Ciledug
Pabuaran

IKPP
5.43
3.06
2.54
1.99
1.90
1.88
1.62
1.57

Produksi (ton tahun-1)
limbah selain jerami
Jerami padi
padi*
1 144.18
2 350.02
1 169.61
795.17
161.03
1 471.41
1 199.27
80.86
72.04
1 151.77
1 165.37
42.73
406.82
631.83
275.45
732.33

*Limbah selain jerami padi (gabungan jerami jagung dan kulit pisang), IKPP: Indeks Konsentrasi
Produksi Pakan

Data di atas menunjukkan kecamatan yang memiliki potensi yang paling
tinggi adalah Kecamatan Babakan. Hal tersebut disebabkan karena daerah tersebut
memiliki areal panen yang tinggi sehingga limbah pertanian yang diperoleh juga
tinggi. Syamsu (2006) menyatakan bahwa semakin tinggi luas areal tanaman suatu
komoditi tanaman pertanian, jumlah produksi limbah pertanian yang dihasilkan
lebih banyak. Dengan demikian, nilai produksi nutrien yang tersedia dari limbah
pertanian perlu ditinjau di kecamatan yang indeks konsentrasi produksi pakannya
memiliki nilai IKPP ≥ 1.5. Nilai produksi nutrien yang tersedia dari limbah
pertanian dapat dilihat pada Tabel 10.

11

Tabel 10 Nilai produksi nutrien tersedia dari limbah pertanian
Kecamatan
Babakan
Pabedilan
Gebang
Gunungjati
Pangenan
Talun
Ciledug
Pabuaran
Total

Jerami padi (ton tahun-1)
BK
409.16
418.25
57.59
428.86
25.76
416.74
145.48
98.50
2 000.33

PK
20.42
20.87
2.87
21.40
1.29
20.80
7.26
4.92
99.82

TDN
196.36
200.72
27.64
205.81
12.36
199.99
69.82
47.27
959.96

Limbah selain jerami padi
(ton tahun-1)
BK
PK
TDN
125.70
7.63
65.12
128.50
7.79
66.57
17.69
1.07
9.16
22.29
1.68
12.69
7.91
0.48
4.10
128.03
7.77
66.32
44.69
2.71
23.15
30.26
1.84
15.68
505.08 30.96
262.79

BK: bahan kering, PK: protein kasar, TDN: total digestible nutrient

Produksi limbah pertanian berdasarkan BK, PK, dan TDN digunakan untuk
menghitung jumlah penambahan sapi potong yang dapat di tambahkan di
Kabupaten Cirebon. Total suplai bahan kering, protein kasar dan total nutrien
tercerna jerami padi dari seluruh kecamatan terpilih masing-masing adalah 2 003.33,
99.82, dan 959.96 ton tahun-1. Total suplai bahan kering, protein kasar dan total
nutrien tercerna limbah pertanian selain jerami padi dari seluruh kecamatan terpilih
masing-masing adalah 505.08, 30.96, dan 262.78 ton tahun-1. Produksi nutrien dari
limbah pertanian tersebut merupakan produksi yang telah mempertimbangkan
kemampuan jangkauan peternak untuk menggunakan sebagai pakan ternak. Jumlah
limbah pertanian tersebut merupakan limbah pertanian yang diasumsikan belum
digunakan sebagai sumber hijauan pakan.
Kapasitas Peningkatan Populasi Ternak Ruminansia (KPPTR) Sapi Potong
di Kabupaten Cirebon
Pengembangan sapi potong di Kabupaten Cirebon, perlu memperhatikan
jumlah kebutuhan nutrien dari sapi potong yang ada di daerah tersebut. Nilai
produksi yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan ternak sapi potong, diperoleh
jumlah ternak sapi potong yang dapat ditambahkan. Jumlah ternak yang dapat
ditambahkan ditunjukkan oleh nilai KPPTR sapi potong. Kapasitas peningkatan
populasi ternak ruminansia (KPTTR) total di kecamatan terpilih di Kabupaten
Cirebon, dapat dilihat pada Tabel 11.

12

Tabel 11 KPPTR total di kecamatan sentra peternakan Kabupaten Cirebona
KPPTR limbah selain
KPPTR jerami padi (ST)
jerami padi (ST)
Kecamatan
BK
PK
TDN
BK
PK
TDN
Babakan
384
400
384
538
47
235
Pabedilan
392
408
393
550
49
240
Gebang
54
56
54
76
7
33
Gunungjati
402
419
403
95
10
46
Talun
24
25
24
34
3
15
Pangenan
391
407
391
548
48
239
Susukan
136
142
137
191
17
83
Beber
92
96
93
130
11
57
Total
1 877
1 953
1 879
2 162
193
947
aDiolah

dari BPS Kabupaten Cirebon 2013

Kapasitas peningkatan populasi sapi potong berdasarkan bahan kering,
protein, dan total nutrien tercerna. Kecamatan yang memiliki potensi tertinggi
dalam penambahan populasi sapi potong adalah Kecamatan Babakan. KPPTR yang
digunakan adalah KPTTR efektif. KPPTR efektif merupakan nilai dari suplai
nutrien limbah pertanian paling rendah yang dapat memenuhi kebutuhan ternak sapi
potong. Nutrien paling rendah merupakan nutrien pembatas didaerah tersebut.
Jumlah pengembangan ternak yang paling efektif berdasarkan ketersediian BK
1 877 ST untuk jerami padi, dan PK 193 ST untuk limbah selain jerami padi. Faktor
lain yang perlu diperhatikan untuk menambahkan KPPTR di kecamatan yang
terpilih yaitu sumber daya manusia sebagai pengelola, sumber daya lahan sebagai
tempat kehidupan ternak dan hijauan pakan, serta transportasi dalam pengangkutan
pakan.

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Limbah pertanian yang banyak digunakan peternak adalah jerami padi, jerami
jagung, dan kulit pisang. Limbah jerami padi memiliki produksi paling tinggi
dibandingkan komoditi lain di Kabupaten Cirebon. Kecamatan yang terpilih
sebagai daerah sangat berpotensi sebagai pemusatan pemanfaatan limbah pertanian
dengan kategori produksi tinggi adalah Kecamatan Babakan. KPPTR yang efektif
untuk penambahan populasi sapi potong di Kabupaten Cirebon berdasarkan potensi
bahan kering jerami padi dan protein kasar limbah selain jerami padi. Kualitas
nutrien pada setiap limbah pertanian berpotensi untuk dijadikan sebagai sumber
pakan sapi potong.
Saran
Perlu adanya kegiatan penyuluhan dan sosialisasi kepada peternak. Melihat
kecamatan yang memiliki produksi limbah padi yang tinggi, sehingga perlu adanya
pengolahan dan sentuhan teknologi agar limbah pertanian dapat digunakan secara

13

optimal, serta ketersediaan hijauan dapat diatasi. Selain itu, saran yang dapat
diberikan yaitu tidak semua kecamatan memiliki potensi untuk pengembangan sapi
potong sehingga disarankan untuk setiap kecamatan yang ada di Kabupaten
Cirebon melakukan pengembangan ternak sesuai dengan potensi pakan dan ternak
yang sesuai.

DAFTAR PUSTAKA
Anhwange B, Ugye T, T Nyiaatagher. 2009. Chemical Composition of Musa
Sapientum (Banana) Peels. J.EAFChe. 8(6): 437-442.
[AOAC] Association of Official Analytical Chemists. 2005. Official Methods of
Analysis. Washington DC (US): Association of Official Analytical
Chemists.
[BPS] Badan Pusat Statistik Indonesia. 2013. Statistik Peternakan dan Kesehatan
Hewan 2013. Jakarta (ID): Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan
Hewan Kemenentrian RI.
[BPS] Badan Pusat Statistik Kabupaten Cirebon. 2014. Kabupaten Cirebon dalam
Angka 2014. Cirebon (ID): Badan Pusat Statistik Kabupaten Cirebon.
Bulo D, Munier F. 2008, Petunjuk Teknis Teknologi Pendukung Pengembangan
Agribisnis Di Desa P4mi (Pengolahan Jerami Padi Sebagai Pakan
Ternak). Sulawesi Tengah (ID): Badan Penelitian Dan Pengembangan
Pertanian Balai Pengkajian Teknologi Pertanian.
Edwina S, Cepriadi, Zainina. 2006. Analisis Pendapatan Peternak Ayam Broiler
Pola Kemitraan di Kota Pekanbaru. J.Pet. 3(1): 1-9.
Gabriella K, Waleleng POV, Lainawa J, Mokoagouw DR. 2014. Analisis potensi
sumberdaya alam, tenaga kerja, pertanian dan perkebunan terhadap
pengembangan peternakan sapi potong di Kecamatan Eris, Kabupaten
Minahasa. J.Zootek. 34: ISSN 0852-2626.
Haryanto B. 2003. Jerami padi fermentasi sebagai ransum dasar ternak ruminansia.
WLP. 25(3): 1–3.
Indraningsih R, Widiastuti, Sani Y. 2011. Limbah pertanian dan perkebunan
sebagai pakan ternak: kendala dan prospeknya. Lokakarya Nasional
Ketersediaan IPTEK dalam Pengendalian Penyakit Strategis pada Ternak
Ruminansia Besar. [Waktu dan tempat pertemuan tidak diketahui]. Bogor
(ID): Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. 4(3): 99-115.
Kuswandi, Inounu I. 2009. Teknologi Pengayaan Pakan Sapi Reintegrasi dengan
Tanaman Kakao. Bogor (ID): Pusat Penelitian dan Pengembangan
Peternakan.
Mattjik AA, Sumertajaya M.2000. Perancangan Percobaan. Jilid I. Bogor (ID):
IPB Press.
[NRC] National Research Council. 2000. National Research Council Requirements
of Beef Cattle. Washington DC (US): The National Academy of Sciences.
Owens FN, Sapienza DA, Hassen AT. 2010. Effect of nutrient composition of feeds
on digestibility of organic matter by cattle. J.Anim Sci. 88:E151-E169.

14

Prasetyono BWHE, Suryahadi, Toharmat T, Syarief R. 2007. Strategi suplementasi
protein ransum sapi potong berbasis jerami dan dedak padi. Med.Pet.
30(3): 207-217.
Priyanti A, Soejana TD, Handayani SW, Ludgate PJ. 1989. Karakteristik peternak
berpenampilan tata laksana tinggi dan rendah dalam usaha ternak
domba/kambing di Kabupaten Bogor Jawa Barat. Bogor (ID): Badan
Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian.
Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan. 2007. Ransum seimbang, Strategi
pakan pada sapi potong. Jakarta (ID): Departemen Pertanian.
Sani Y, Indraningsih. 2005. Kasus keracunan pestisida golongan organofosfat pada
sapi peranakan ongole di Sukamandi. Jawa Barat. JITV. 10(3): 242-251.
Sarwono B. 2001. Lebah Madu. Jakarta (ID): Agro Media Pustaka.
Shanahan JF, Smith DH, Stanton TL, Hom BE. 2004. Crop Residues for Livestock
Feed. New York (US): Colorado State University.
Siregar AR, Thalib C. 1992. Teknologi Penggemukan Sapi di Sulawesi Tengah.
Sulawesi (ID): Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian,
Departemen Pertanian Propinsi Sulawesi Tengah dan Sulawesi Tenggara.
Soeprapto H, Abidin Z. 2006. Cara Tepat Penggemukan Sapi Potong. Jakarta (ID):
Agro Media Pustaka.
Sukria HA, Krisnan R. 2009. Sumber dan Ketersediaan Bahan Baku Pakan di
Indonesia. Bogor (ID): IPB Press.
Syamsu JA. 2006. Analisis potensi limbah tanaman pangan sebagai sumber pakan
ternak ruminansia di Sulawesi Selatan [disertasi]. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor.
Wahyono D E, Hardianto R. 2004. Pemanfaatan Sumber Daya Pakan Lokal Untuk
Pengembangan Usaha Sapi Potong. Lokakarya Sapi Potong. [Waktu dan
tempat pertemuan tidak diketahui]. Pasuruan (ID): Balai Pengkajian
Teknologi Pertanian Jawa Timur.
Wanapat M, Polyorach S, Boonnop K, Mapato C, Cherdthong A. 2009. Effect of
trading rice straw with urea or urea and calcium hydroxide pon intake,
digestibility, rumen fermentation and milk yield of dairy obs. Livestock Sci.
125:238-243.
Webster C C, Wilson PN. 1980. Agriculture in Tropics. London (GB): The English
Languange Book Society and Longman Group.

15

LAMPIRAN
Lampiran 1 Populasi ternak sapi potong di Kabupaten Cirebon Tahun 2013
Kecamatan
Babakan
Pabedilan
Gebang
Gunungjati
Pangenan
Talun
Ciledug
Pabuaran
Beber
Pasaleman
Gempol
Waled
Susukan
Arjawinangun
Kaliwedi
Dukupuntang
Sumber
Tengah Tani
Jamblang
Susukan Lebak
Karangwareng
Greged
Lemahabang
Plered
Mundu
Losari
Sedong
Plumbon
Palimanan
Weru
Depok
Kedawung
Gegesik
Karangsembung
Suraneggala
Pangurangan
Astanajapura
Klangenan
Kapetakan
Ciwaringin
Total

ST (Satuan Ternak)

Sapi Potong
(ekor)
270
276
38
283
17
275
96
65
221
131
197
128
51
105
155
133
115
124
108
73
98
78
26
79
63
27
66
43
70
60
19
54
38
35
10
12
13
15
8
8
3683

Anak
(ST)
15
16
2
16
1
16
5
4
13
7
11
7
3
6
9
8
7
7
6
4
6
4
1
5
4
2
4
2
4
3
1
3
2
2
1
1
1
1
0
0
210

Muda
(ST)
32
33
4
33
2
32
11
8
26
15
23
15
6
12
18
16
14
15
13
9
12
9
3
9
7
3
8
5
8
7
2
6
4
4
1
1
2
2
1
1
434

Dewasa
(ST)
145
148
20
152
9
147
51
35
118
70
106
69
27
56
83
71
62
66
58
39
53
42
14
42
34
14
35
23
38
32
10
29
20
19
5
6
7
8
4
4
1974

Total (ST)
192
196
27
201
12
195
68
46
157
93
140
91
36
75
110
95
82
88
77
52
70
55
18
56
45
19
47
31
50
43
14
38
27
25
7
9
9
11
6
6
2618

16

Lampiran 2 Produksi limbah pertanian berdasarkan kandungan nutrien Kabupaten
Cirebon
Kecamatan
Babakan
Pabedilan
Gebang
Gunungjati
Pangenan
Talun
Ciledug
Pabuaran
Beber
Pasaleman
Gempol
Waled
Susukan
Arjawinangun
Kaliwedi
Dukupuntang
Sumber
Tengah Tani
Jamblang
Susukan Lebak
Karangwareng
Greged
Lemahabang
Plered
Mundu
Losari
Sedong
Plumbon
Palimanan
Weru
Depok
Kedawung
Gegesik
Karangsembung
Suraneggala
Pangurangan
Astanajapura
Klangenan
Kapetakan
Ciwaringin
Total

Jerami Padi (ton tahun -1)
BK
409.16
418.25
57.59
428.86
25.76
416.74
145.48
98.50
334.90
198.52
298.53
193.97
77.29
159.12
234.89
201.55
174.27
187.91
163.66
110.62
148.51
118.20
39.40
119.72
95.47
40.92
100.02
65.16
106.08
90.92
28.79
81.83
57.59
53.04
15.15
18.18
19.70
22.73
12.12
12.12
5 581.23

PK
20.42
20.87
2.87
21.40
1.29
20.80
7.26
4.92
16.71
9.91
14.90
9.68
3.86
7.94
11.72
10.06
8.70
9.38
8.17
5.52
7.41
5.90
1.97
5.97
4.76
2.04
4.99
3.25
5.29
4.54
1.44
4.08
2.87
2.65
0.76
0.91
0.98
1.13
0.60
0.60
278.50

TDN
196.36
200.72
27.64
205.81
12.36
199.99
69.82
47.27
160.72
95.27
143.27
93.09
37.09
76.36
112.72
96.72
83.63
90.18
78.54
53.09
71.27
56.72
18.91
57.45
45.82
19.64
48.00
31.27
50.91
43.63
13.82
39.27
27.64
25.45
7.27
8.73
9.45
10.91
5.82
5.82
2 678.43

Selain Jerami Padi*
(ton tahun -1)
BK
PK
TDN
125.70
7.63
65.12
128.50
7.79
66.57
17.69
1.07
9.16
22.29
1.68
12.69
7.91
0.48
4.10
128.03
7.77
66.32
44.69
2.71
23.15
30.26
1.84
15.68
17.40
1.31
9.91
60.99
3.70
31.59
0.00
0.00
0.00
59.59
3.61
30.87
4.02
0.30
2.29
8.27
0.62
4.71
12.21
0.92
6.95
10.47
0.79
5.96
9.06
0.68
5.16
57.73
3.50
29.91
50.28
3.05
26.05
33.99
2.06
17.61
37.91
2.19
19.24
6.14
0.46
3.50
12.10
0.73
6.27
6.22
0.47
3.54
29.33
1.78
15.19
12.57
0.76
6.51
5.20
0.39
2.96
3.39
0.25
1.93
0.00
0.00
0.00
4.72
0.36
2.69
1.50
0.11
0.85
4.25
0.32
2.42
2.99
0.23
1.70
13.54
0.78
6.87
0.79
0.06
0.45
0.94
0.07
0.54
1.02
0.08
0.58
1.18
0.09
0.67
0.63
0.05
0.36
3.09
0.18
1.57
976.61
60.86 511.64

BK: bahan kering, PK: protein kasar, TDN: total digestible nutrient, (*selain jerami padi; jerami
jagung dan kulit pisang)

17

Lampiran 3 Nilai Indeks Konsentrasi Produksi Pakan (IKPP)
Kecamatan
Babakan
Pabedilan
Gebang
Gunungjati
Pangenan
Talun
Ciledug
Pabuaran
Beber
Pasaleman
Gempol
Waled
Susukan
Arjawinangun
Kaliwedi
Dukupuntang
Sumber
Tengah Tani
Jamblang
Susukan Lebak
Karangwareng
Greged
Lemahabang
Plered
Mundu
Losari
Sedong
Plumbon
Palimanan
Weru
Depok
Kedawung
Gegesik
Karangsembung
Suraneggala
Pangurangan
Astanajapura
Klangenan
Kapetakan
Ciwaringin

Produksi segar seluruh
limbah (ton tahun-1)
3 494.20
1 964.78
1 632.44
1 280.13
1 223.81
1 208.10
1 038.65
1 007.78
960.33
938.60
834.83
752.40
735.29
705.46
687.20
678.66
594.75
593.00
473.30
462.53
418.23
345.94
343.97
336.69
332.10
319.10
308.14
296.95
296.64
257.35
249.96
236.39
178.90
166.88
76.19
72.91
70.89
64.96
49.16
35.53

IKPP
5.43
3.06
2.54
1.99
1.90
1.88
1.62
1.57
1.49
1.46
1.30
1.17
1.14
1.10
1.07
1.06
0.92
0.92
0.74
0.72
0.65
0.54
0.53
0.52
0.52
0.50
0.48
0.46
0.46
0.40
0.39
0.37
0.28
0.26
0.12
0.11
0.11
0.10
0.08
0.06

Kategori
Tinggi
Tinggi
Tinggi
Tinggi
Tinggi
Tinggi
Tinggi
Tinggi
Sedang
Sedang
Sedang
Sedang
Sedang
Sedang
Sedang
Sedang
Sedang
Sedang
Rendah
Rendah
Rendah
Rendah
Rendah
Rendah
Rendah
Rendah
Rendah
Rendah
Rendah
Rendah
Rendah
Rendah
Rendah
Rendah
Rendah
Rendah
Rendah
Rendah
Rendah
Rendah

Keterangan : IKPP ≥1.5; kategori tinggi, IKPP 0.75 -