Potensi dan Kualitas Limbah Pertanian sebagai Pakan di Kabupaten Bandung dan Bogor untuk Pengembangan Budidaya Ternak Sapi Perah
POTENSI DAN KUALITAS LIMBAH PERTANIAN SEBAGAI
PAKAN DI KABUPATEN BANDUNG DAN BOGOR UNTUK
PENGEMBANGAN BUDIDAYA TERNAK SAPI PERAH
MEGA PRATIWI SARAGI
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Potensi dan Kualitas
Limbah Pertanian sebagai Pakan di Kabupaten Bandung dan Bogor untuk
Pengembangan Budidaya Ternak Sapi Perah adalah benar karya saya dengan
arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada
perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, 18 Juli 2014
Mega Pratiwi Saragi
NIM D251120101
RINGKASAN
MEGA PRATIWI SARAGI. Potensi dan Kualitas Limbah Pertanian sebagai
Pakan di Kabupaten Bandung dan Bogor untuk Pengembangan Budidaya Ternak
Sapi Perah. Dibimbing oleh ERIKA BUDIARTI LACONI dan SRI MULATSIH.
Limbah pertanian adalah pakan lokal yang potensial untuk mendukung
pengembangan peternakan sapi perah, terutama di daerah basis pertanian seperti
Kabupaten Bandung dan Bogor. Salah satu masalah yang dihadapi peternakan
rakyat untuk mengembangkan usaha peternakan sapi perahnya adalah pakan.
Potensi limbah pertanian sebagai pakan belum sepenuhnya dimanfaatkan, karena
kurangnya informasi terutama tentang kualitas dan kuantitas, serta berapa
penambahan populasi yang dapat didukung oleh pakan asal limbah pertanian.
Tujuan penelitian ini adalah untuk memberikan informasi tentang jenis limbah
pertanian yang banyak digunakan sebagai pakan, menganalisis kualitas nutrien,
mengestimasi produksi nutrien, dan juga menentukan kapasitas pengembangan
populasi sapi perah berdasarkan pakan dari limbah pertanian di Kabupaten
Bandung dan Bogor.
Kecamatan-kecamatan yang terpilih untuk mengembangkan peternakan
sapi perah di Kabupaten Bandung dan Bogor dalam penelitian ini adalah
kecamatan yang memiliki populasi sapi perah >100ST. Sehingga terpilihlah 11
kecamatan di Kabupaten Bandung, yaitu: Pangalengan, Pasirjambu, Kertasari,
Cilengkrang, Arjasari, Ciwidey, Cimenyan, Rancabali, Cileunyi, Cicalengka dan
Cangkuang dan 12 kecamatan di Kabupaten Bogor, yaitu: Cibungbulang, Cisarua,
Ciawi, Cijeruk, Pamijahan, Caringin, Cibinong, Megamendung, Kemang,
Dramaga, Sukaraja, dan Rumpin. Kabupaten Bandung memiliki 5 jenis limbah
pertanian utama yang berpotensi untuk dijadikan pakan, yaitu: jerami padi, jerami
jagung, limbah wortel, limbah kubis, dan limbah buncis. Peternak Kabupaten
Bogor biasa menggunakan 3 jenis limbah pertanian sebagai pakan, yaitu: jerami
padi, jerami jagung, dan daun dan tangkai singkong. Kualitas limbah pertanian di
kedua kabupaten ini cukup baik berdasarkan kandungan SK, PK, dan TDN karena
sebagian besar yang digunakan adalah limbah segar atau dilayukan kecuali jerami
padi yang dikeringkan.
Kecamatan-kecamatan yang terpilih untuk pengembangan sapi perah di
Kabupaten Bandung mampu memproduksi 256 420.04 ton tahun-1, 20 567.14 ton
tahun-1, dan 108 279.43 ton tahun-1 untuk BK, PK, dan TDN dari limbah pertanian.
Kabupaten Bogor dapat memproduksi 187 710 ton tahun-1, 9668.88 ton tahun-1,
dan 95 057.03 ton tahun-1 untuk BK, PK, dan TDN, berturut-turut. Kabupaten
Bandung diestimasi dapat menambah populasi sapi perah hingga 12 843.17 ST
atau 58.32% dari populasi sapi perah tahun 2012 dan Kabupaten Bogor hingga
1521.36 ST atau 22.56% dari populasi sapi perah tahun 2012. Sesuai dengan
status potensi ternak dan KPPTR, teridentifikasi kecamatan-kecamatan terpilih
yang belum mampu mengembangkan ternak sapi perah berbasis hijauan asal
limbah pertanian yaitu Kecamatan Cangkuang, Cicalengka, dan Cimenyan di
Kabupaten Bandung dan Kecamatan Rumpin untuk Kabupaten Bogor.
Pengembangan usaha peternakan sapi perah di Kabupaten Bandung dan
Bogor ditentukan dengan keberhasilan kabupaten tersebut dalam mengatasi
kendala teknis-ekonomis dan sosio-kultur serta kreatif dalam memanfaatkan
potensi pakan lokal. Kendala teknis-ekonomis dapat diatas dengan cara
peningkatan skala usaha ternak dan penerapan teknologi tepat guna. Kendala
kendala sosio-kultur diatasi dengan cara menjadikan usaha peternakan setara
dengan usaha pertanian, menciptakan peternak baru dari lulusan sekolah berbasis
peternakan dan merubah fungsi ternak bagi peternak. Kreatif dalam
memanfaatkan potensi pakan lokal yang ada disekitar termasuk limbah pertanian
merupakan salah satu solusi untuk mengembangkan usaha peternakan sapi perah.
Kata kunci: Bandung, Bogor, limbah pertanian, pakan, sapi perah
SUMMARY
MEGA PRATIWI SARAGI. Potentiality and Quality of Agriculture Residues as
Feedstuffs at Bandung and Bogor District, West Java, to Support Dairy Cattle
Program Development. Supervised by ERIKA BUDIARTI LACONI and SRI
MULATSIH.
The agricultural residues products are potential local feedstuffs to develop
Indonesian livestock, especially in the agriculture based region such as Bandung
and Bogor Districts. Built dairy cattle program based on feed from agriculture
waste were a sustainable agriculture program. This study was conducted by
gathered primary and secondary data, analyzed feed sample nutrient and estimated
carrying capacity of dairy cattle. Results showed, Bandung and Bogor Districts
had ability to add their dairy cattle population using agriculture residues as feed.
Bandung had 5 potential agriculture residues, they were; paddies straw, corn straw,
carrot residues, cabbage residues and string bean plant residues. Bogor farmers
usually used paddies straw, corn straw, and cassava residues as feed. Agriculture
residues in Bandung and Bogor contain CP 4.45-21.91% and TDN 37.65-65.32%.
The feed at Bandung produced: 256,420.04 ton year-1, 20,567.14 ton year-1,
108,279.43 ton year-1 for DM (dry matter), CP (crude protein), TDN (total
digestible nutrient), respectively. These numbers of nutrients could support dairy
cattle population expansion up to 12,843.17 AU or 58.32% from Bandung factual
dairy cattle population in 2012. Meanwhile, Bogor produced 189,710 ton year-1,
9668.88 ton year-1, and 95,057.03 ton year-1 for DM, CP, and TDN, respectively.
Bogor District could carry additional dairy cattle population up to 1,521.36 AU or
22.56% from Bogor factual dairy cattle population in 2012. Dairy cattle
development program in Bandung and Bogor Districts will determinable as the
districts can manage technique-economic, social-culture problems, and use
potential local feed. For technique-economic solutions: using appropriate
technology and increase the number of livestock possession. For social-culture
solutions: make farming and livestock inline, create new educational farmers and
increase livestock function for farmers. The last is using local feed such as
agricultural residues to support dairy cattle program development.
Keywords: agriculture waste, Bandung, Bogor, dairy cattle, feedstuffs
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
POTENSI DAN KUALITAS LIMBAH PERTANIAN SEBAGAI
PAKAN DI KABUPATEN BANDUNG DAN BOGOR UNTUK
PENGEMBANGAN BUDIDAYA TERNAK SAPI PERAH
MEGA PRATIWI SARAGI
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Ilmu Nutrisi dan Pakan
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
Penguji pada Ujian Tesis: Dr Ir Idat Galih Permana, MSc
Judul Tesis
:
Nama
NIM
:
:
Potensi dan Kualitas Limbah Pertanian sebagai Pakan
di Kabupaten Bandung dan Bogor untuk Pengembangan
Budidaya Ternak Sapi Perah
Mega Pratiwi Saragi
D251120101
Disetujui oleh
Komisi Pembimbing
Prof Dr Ir Erika Budiarti Laconi, MS
Ketua
Dr Ir Sri Mulatsih, MScAgr
Anggota
Diketahui oleh
Ketua Program Studi
Ilmu Nutrisi dan Pakan
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr Ir Dwierra Evvyernie A. MS MSc
Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr
Tanggal Ujian: 18 Agustus 2014
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Segala puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yesus Kristus yang telah
melimpahkan berkat dan hikmatNya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian
dan penyusunan tesis ini. Tesis yang berjudul Potensi dan Kualitas Limbah
Pertanian sebagai Pakan di Kabupaten Bandung dan Bogor untuk Pengembangan
Budidaya Ternak Sapi Perah ini mencoba memberikan informasi tentang potensi
yang dimiliki oleh Kabupaten Bandung dan Bogor untuk melakukan penambahan
populasi sapi perah.
Topik penelitian ini pernah penulis presentasikan di forum International
Students Conference of Ibaraki University ke-IX pada tanggal 1-3 Desember 2013
di Ibaraki, Jepang dalam program yang berkaitan dengan kegiatan Pascasarjana
winter course yang bekerja sama dengan Ibaraki University, Institut Pertanian
Bogor (IPB), Universitas Udayana (UNUD), dan Universitas Gajah Mada (UGM).
Dalam kesempatan tersebut Penulis mempresentasikan paper berjudul Potentiality
and Quality of Local Feedstuffs in Bandung Regency, West Java, for
Sustainaibility Beef and Dairy Cattle Development Program. Sebagian dari topik
tesis ini, berjudul Potentiality and Quality of Agriculture Residues as Feedstuffs at
Bandung District to Support Dairy Cattle Program Development sedang
menunggu penerbitan di Jurnal Media Peternakan, Fakultas Peternakan, IPB.
Semoga tesis ini dapat bermanfaat sebagai sumber informasi untuk mendukung
perkembangan peternakan di Kabupaten Bandung dan Bogor. Penulis mengucapkan
terima kasih kepada seluruh pihak yang telah ikut berperan serta sehingga tesis ini
dapat diselesaikan.
Bogor, 18 Juli 2014
Mega Pratiwi Saragi
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan
Keluaran
Hipotesis
2 METODE PENELITIAN
Metode Pengumpulan Data
Metode Analisis
Analisis Data Deskriptif
Identifikasi dan Kualitas Limbah Pertanian yang Berpotensi
Identifikasi dan Pengumpulan Sampel Pakan
Evaluasi Kualitas Nutrien Bahan Pakan
Kuantitas Produksi Nutrien Limbah Pertanian yang Berpotensi
sebagai Pakan
Potensi Komoditi Limbah Pertanian sebagai Pakan
Kapasitas Penambahan Populasi Ternak Ruminansia (KPPTR)
Berdasarkan Kebutuhan Nutrien Ternak
Analisis Location Quotient (LQ)
Peubah yang Diamati
3 HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambaran Umum
Kependudukan dan Geografis Kabupaten Bandung
Kependudukan dan Geografis Kabupaten Bogor
Pertanian dan Peternakan di Kabupaten Bandung dan Bogor
Daerah Potensial Pengembangan Peternakan Sapi Perah
Peternakan Rakyat Sapi Perah Kabupaten Bandung dan Bogor
Identifikasi Limbah Pertanian yang Berpotensi sebagai Pakan
Kualitas Limbah Pertanian yang Berpotensi sebagai Pakan
Produksi Nutrien Limbah Pertanian yang Berpotensi sebagai Pakan
Potensi Limbah Komoditi Pertanian sebagai Pakan
Kapasitas Penambahan Populasi Ternak Ruminansia (KPPTR) dan
Potensi Sapi Perah
Strategi Pengembangan Peternakan Sapi Perah di Kabupaten Bandung
dan Bogor
4 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP
UCAPAN TERIMAKASIH
xi
xi
xii
1
1
3
4
4
4
4
4
5
5
5
5
5
6
6
6
8
11
11
11
11
12
14
17
21
25
27
30
34
36
41
44
44
45
45
49
73
74
DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
Struktur ternak ruminansia Jawa Barat (%)
Kebutuhan nutrien harian ternak sapi perah (ekor hari-1)
Keragaan ternak ruminansia Kabupaten Bandung tahun 2012
Keragaan ternak ruminansia Kabupaten Bogor tahun 2012
Kepadatan sapi perah, kepadatan ruminansia dan kepadatan
penduduk berdasarkan wilayah tiap kecamatan terpilih di Kabupaten
Bandung
Kepadatan sapi perah, kepadatan ruminansia dan kepadatan
penduduk tiap kecamatan potensial di Kabupaten Bogor
Deskripsi umum peternak sapi perah responden
Deskripsi umum peternakan sapi perah Kabupaten Bandung dan
Bogor
Jenis limbah pertanian untuk pakan sapi perah tiap kecamatan
terpilih
Proporsi limbah tanaman pertanian yang dapat dijadikan pakan
ternak
Komposisi nutrien bahan pakan limbah pertanian (100%BK)
Estimasi produksi BK limbah pertanian di kecamatan terpilih di
Kabupaten Bandung
Estimasi produksi BK limbah pertanian di kecamatan terpilih di
Kabupaten Bogor
Estimasi produksi PK limbah pertanian di kecamatan yang cocok
untuk mengembangkan sapi perah di Kabupaten Bandung
Estimasi produksi PK limbah pertanian di kecamatan yang cocok
untuk mengembangkan sapi perah di Kabupaten Bogor
Estimasi produksi TDN limbah pertanian di kecamatan yang cocok
untuk mengembangkan sapi perah di Kabupaten Bandung
Estimasi produksi TDN limbah pertanian di kecamatan yang cocok
untuk mengembangkan sapi perah di Kabupaten Bogor
Potensi limbah komoditi pertanian sebagai pakan di Kabupaten
Bandung dan Bogor
Estimasi kapasitas penambahan populasi ternak ruminansia
(KPPTR) berdasarkan seluruh komoditi limbah yang digunakan di
Kabupaten Bandung dan Bogor
Nilai KPPTR efektif kecamatan terpilih dan kelebihan nutrien di
Kabupaten Bandung dan potensi ternak
Nilai KPPTR efektif kecamatan terpilih dan kelebihan nutrien di
Kabupaten Bogor dan potensi ternak
7
7
9
10
18
20
23
24
25
26
27
30
31
32
32
33
34
34
36
37
39
DAFTAR GAMBAR
1 Peta Kabupaten Bandung
2 Peta Kabupten Bogor
3 Perkembangan populasi ruminansia (ekor) Tahun 2007 s/d 2012
12
13
15
4
5
6
7
Pemeliharaan sapi peternak rakyat Kabupaten Bandung
Sampel jenis limbah pertanian yang digunakan sebagai pakan
Korespondensi KPPTR dan Potensi Ternak (LQ) Kabupaten Bandung
Korespondensi KPPTR dan Potensi Ternak (LQ) Kabupaten Bogor
22
28
40
41
DAFTAR LAMPIRAN
1 Borang kuisioner
2 Kepadatan sapi perah, kepadatan ruminansia dan kepadatan penduduk
tiap kecamatan di Kabupaten Bandung
3 Kepadatan sapi perah, kepadatan ruminansia dan kepadatan penduduk
tiap kecamatan di Kabupaten Bogor
4 Estimasi produksi BK limbah pertanian terpilih tiap kecamatan di
Kabupaten Bandung
5 Estimasi produksi BK limbah pertanian terpilih tiap kecamatan di
Kabupaten Bogor
6 Estimasi produksi PK limbah pertanian terpilih tiap kecamatan di
Kabupaten Bandung
7 Estimasi produksi PK limbah pertanian terpilih tiap kecamatan di
Kabupaten Bogor
8 Estimasi produksi TDN limbah pertanian terpilih tiap kecamatan di
Kabupaten Bandung
9 Estimasi produksi TDN limbah pertanian terpilih tiap kecamatan di
Kabupaten Bogor
10 Produksi tanaman pertanian Kabupaten Bandung
11 Produksi tanaman pertanian Kabupaten Bogor
12 Rincian KPPTR tiap kecamatan di Kabupaten Bandung berdasarkan
produksi BK
13 Rincian KPPTR tiap kecamatan di Kabupaten Bogor berdasarkan
produksi BK
14 Rincian KPPTR tiap kecamatan di Kabupaten Bandung berdasarkan
produksi PK
15 Rincian KPPTR tiap kecamatan di Kabupaten Bogor berdasarkan
produksi PK
16 Rincian KPPTR tiap kecamatan di Kabupaten Bandung berdasarkan
produksi TDN
17 Rincian KPPTR tiap kecamatan di Kabupaten Bogor berdasarkan
produksi TDN
49
54
55
56
57
58
59
60
61
62
63
65
66
67
69
70
71
1
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia merupakan negara agraris yang kaya, akan sumberdaya alam dan
sumberdaya manusia. Namun, potensi kekayaan tersebut belum dimanfaatkan
secara optimal untuk menciptakan kesejahteraan masyarakat. Salah satu
kendalanya adalah kurangnya informasi tentang sumberdaya ini. Sebagai Negara
Agraris, penduduk Indonesia sebagian besar bekerja pada bidang pertanian
dengan jenis komoditi pertanian yang beragam. Besarnya jumlah dan variasi
komoditi pertanian Indonesia juga akan menghasilkan sisa atau limbah pertanian
yang besar pula. Limbah pertanian adalah bahan pakan lokal yang potensial untuk
mendukung pengembangan peternakan Indonesia. Sektor peternakan mempunyai
peranan penting untuk mendukung pembangunan dan peningkatan kesejahteraan
masyarakat, dengan cara memenuhi kebutuhan protein hewani masyarakat serta
penyediaan lapangan kerja. Namun, tingginya kebutuhan protein hewani,
termasuk kebutuhan akan susu sapi dan hasil olahanya, tidak diikuti dengan
peningkatan produksi dan populasi sapi perah.
Kabupaten Bandung dan Bogor di Jawa Barat merupakan daerah sentra
pertanian dan peternakan karena didukung oleh aspek agroklimat, pasar, dan
kultur masyarakat yang sesuai. Pertanian merupakan sektor unggulan di kedua
kabupaten ini. Pada tahun 2010, sebanyak 18.91% penduduk Kabupaten Bandung
bekerja di sektor pertanian. Dimana luas wilayah pertanian Kabupaten Bandung
sebesar 48.6% dari total seluruh wilayahnya (Bapeda Kab Bandung 2011).
Kabupaten Bandung merupakan salah satu pemasok utama komoditas beras dan
sayuran bagi daerah sekitarnya seperti Jakarta, Bogor, Tangerang, dan Bekasi
serta pasar lokal baik Kota Bandung, Kabupaten Bandung Barat maupun
Kabupaten Bandung sendiri. Kabupaten Bogor menitik-beratkan pengembangan
sektor pertaniannya pada komoditas padi. Pada tahun 2011, luas lahan untuk
sawah seluas 48 185 ha atau sekitar 20.93% dari total luas wilayah Kabupaten
Bogor (BPS Kab Bogor 2011). Selain mendukung pengembangan sektor
pertanian, kondisi agroklimat, dilihat dari rataan suhu dan curah hujan, juga
mendukung ternak untuk dapat berproduksi secara optimal. Ditambah pula
dukungan dari aspek pasar, program pemerintah dan kultur sosial masyarakatnya.
Berdasarkan alasan tersebut salah satu jenis ternak yang dapat
dikembangkan di kabupaten ini adalah sapi perah penghasil susu. Sebanyak 70%
dari kebutuhan susu nasional masih berasal dari impor. Ketergantungan akan
barang impor riskan terhadap inflasi nilai tukar dan berbagai fluktuasi negara asal
susu yang berpotensi merugikan. Oleh sebab itu, populasi sapi perah perlu
ditingkatkan untuk mengurangi ketergantungan terhadap impor susu.
Wilayah yang mempunyai potensi untuk pengembangan sapi perah adalah
daerah yang mempunyai suhu relatif rendah seperti daerah Jawa Barat. Hal ini
karena keterbatasan fisiologis sapi perah untuk beradaptasi dengan kondisi iklim
yang panas. Provinsi Jawa Barat memiliki kondisi agroklimat yang sesuai untuk
mendukung pemeliharaan sapi perah. Kecocokan agroklimat inilah yang
menjadikan Provinsi Jawa Barat sebagai sentra pengembangan sapi perah terbesar
kedua di Indonesia (Deptan 2013). Kabupaten-kabupaten di Jawa Barat bagian
2
Selatan dapat dikatakan sebagai sentra ternak ruminansia (BPS Jabar 2011),
diantaranya adalah Kabupaten Bandung dan Bogor. Kabupaten Bandung memiliki
populasi sapi perah sebesar 31 937 ekor atau sekitar 20 006 ST pada tahun 2012
(Dinas Peternakan dan Perikanan Kab Bandung 2013). Sementara, di Kabupaten
Bogor terdapat 9487 ekor sapi perah atau 6744 ST (Dinas Peternakan dan
Perikanan Kab Bogor 2013).
Salah satu permasalahan pengembangan peternakan sapi perah di daerah
adalah ketersediaan sumber pakan, terutama hijauan. Biaya pakan pada
peternakan ruminansia mencakup 65-80% dari total seluruh biaya produksi
(Devendra dan Sevilla 2002). Tidak hanya kuantitas pakan saja yang penting
diperhatikan namun kualitas dan kontinuitasnya juga harus dipertimbangkan
untuk menunjang keberhasilan suatu usaha peternakan. Secara umum,
ketersediaan pakan dan kandungan nutriennya adalah pembatas produksi
ruminansia di Asia (Devendra dan Sevilla 2002) termasuk Indonesia.
Ketersediaan hijauan adalah aspek penting yang harus dipertimbangkan dalam
pengembangan peternakan sapi perah di Indonesia dan sumber hijauan lokal
adalah salah satu solusinya. Limbah pertanian dapat dikatakan sebagai bahan
pakan hijauan lokal sumber serat. Bahan baku pakan lokal adalah setiap bahan
yang merupakan sumberdaya lokal Indonesia yang berpotensi untuk dimanfaatkan
sebagai pakan ternak (Sukria dan Krisnan 2009). Menurut Suparjo et al. (2012),
laju pertumbuhan dan produktivitas ternak sangat dipengaruhi oleh faktor pakan.
Hal ini mencakup imbangan kebutuhan protein/asam amino dan energi yang
terkandung dalam ransum ternak. Sehingga penting untuk mengetahui potensi
aktual bahan pakan lokal di Indonesia tidak hanya berpatokan pada total kuantitas
segar namun lebih tepatnya berdasarkan kualitas nutrien dalam total bahan kering
(BK), protein kasar (PK), dan total nutrien tercerna (TDN).
Kabupaten Bandung dan Bogor memiliki potensi untuk mensinergiskan
sektor pertanian dan peternakan berbasis agroekologi yang akan menghasilkan
nilai tambah pada kedua sektor. Menurut Devendra dan Thomas (2002), interaksi
positif antara bidang pertanian dan peternakan membawa ke sebuah sistem yang
berkelanjutan. Pemanfaatan limbah tanaman pertanian sebagai sumber serat bagi
sapi perah merupakan salah satu usaha untuk menciptakan pertanian berkelanjutan
di Kabupaten Bandung dan Bogor.
Perkembangan informasi yang sangat cepat saat ini memudahkan untuk
melakukan inovasi dan pengembangan di berbagai bidang, termasuk bidang
peternakan. Salah satu informasi yang dibutuhkan untuk percepatan
pengembangan peternakan adalah informasi tentang ketersediaan dan kualitas
bahan pakan. Ketersediaan dan variasi limbah pertanian di Indonesia sebenarnya
cukup melimpah. Tercatat limbah pertanian yang berpotensi digunakan untuk
sumber pakan ruminansia sebesar 51 546 297.3 ton BK atau 23 151 344.6 ton
TDN. Limbah pertanian ini dapat menyediakan pakan untuk 14 750 777.1 ST
ruminansia (Syamsu et al. 2003). Akan tetapi kenyataannya berbeda, potensi besar
ini belum dimanfaatkan secara optimal. Saat ini baru hanya sekitar 30-40% dari
limbah pertanian dan perkebunan yang sudah dimanfaatkan sebagai pakan
(Indraningsih et al. 2011). Lebih lanjut dijelaskan Indraningsih et al. (2011), salah
satu permasalahan dalam pemanfaatan limbah pertanian sebagai pakan adalah
terbatasnya pengetahuan peternak. Sehingga penting untuk membagi informasi
terkait ketersediaan bahan pakan asal limbah pertanian kepada peternak. Informasi
3
tentang potensi bahan pakan di Indonesia yang dapat dimanfaatkan bagi usaha
budidaya peternakan sangat penting untuk diketahui dan diakses oleh masyarakat
terutama masyarakat peternak. Ketersediaan informasi memungkinkan percepatan
pengembangan bidang peternakan dan akhirnya untuk tercapainya pemenuhan
kebutuhan susu sapi nasional untuk kesejahteraan masyarakat Indonesia.
Penelitian ini berupaya menyediakan informasi tentang kualitas dan kuantitas
nutrien pakan asal limbah pertanian yang potensial untuk digunakan sebagai
sumber serat dan mengestimasi kapasitas peningkatan populasi serta potensi
ternak sapi perah di Kabupaten Bandung dan Bogor. Penelitian ini juga
memaparkan strategi-strategi untuk mengatasi beberapa permasalahan yang ada di
peternakan rakyat sapi perah Kabupaten Bandung dan Bogor.
Perumusan Masalah
Sektor peternakan mempunyai peranan penting dalam mendukung
peningkatan taraf hidup masyarakat. Dilihat dari tingginya kebutuhan protein
hewani dan penyediaan lapangan kerja. Namun, sektor ini rentan terhadap
masalah ketersediaan pakan. Perlu adanya strategi untuk menciptakan ketahanan
pakan Indonesia untuk menciptakan ketahanan pangan terutama protein hewani.
Sehingga penting untuk mengetahui potensi bahan pakan lokal termasuk bahan
pakan dari sisa usaha pertanian di daerah. Pertanian adalah sektor andalan Jawa
Barat sehingga hasil sampingannya juga sudah pasti besar pula. Provinsi Jawa
Barat juga merupakan salah satu sentra pengembangan peternakan di Indonesia,
termasuk Kabupaten Bandung dan Bogor. Suhu lingkungan yang sejuk dan tanah
yang subur membuat sektor pertanian menjadi sektor unggulan di kabupaten ini.
Kondisi ini juga mampu mengoptimalkan produktivitas ternak sapi perah, karena
ternak berada pada kondisi fisiologis yang nyaman. Jadi dapat dikatakan, dengan
berbagai faktor pendukung yang dimiliki oleh kabupaten ini maka peternakan sapi
mempunyai potensi besar untuk dikembangkan lagi.
Percepatan pengembangan ternak sapi perah idealnya harus memanfaatkan
input berbasis sumberdaya lokal termasuk sumber pakan ternak. Namun,
optimalisasi penggunaan bahan baku domestik masih terganjal minimnya
informasi aktual tentang ketersediaan bahan tersebut. Adanya data akurat tentang
keberadaan bahan pakan dapat menjadi salah satu solusinya. Informasi yang
dimaksud bukan hanya sekedar mencakup kuantitas limbah pertanian saja, namun
juga tentang kualitas dan potensi pengembangan populasi ternak yang dapat
dilakukan. Kualitas nutrien dijelaskan dalam kandungan total BK, PK, dan TDN.
Hal ini juga dapat menjadi dasar pengembangan ternak sapi perah di Kabupaten
Bandung dan Bogor. Sehingga pengembangan budidaya sapi perah dapat
dijelaskan dengan melihat potensi wilayah Kabupaten Bandung dan Bogor untuk
menampung peningkatan ternak sapi perah berdasarkan ketersediaan BK, PK, dan
TDN bahan pakan asal limbah pertanian. Serta mengatasi berbagai kendala yang
terdapat di peternakan sapi perah rakyat di Kabupaten Bandung dan Bogor.
4
Tujuan
1.
2.
3.
4.
5.
Mengidentifikasi berbagai jenis limbah pertanian di Kabupaten Bandung dan
Bogor.
Menganalisis kualitas nutrien limbah pertanian yang potensial sebagai pakan.
Mengestimasi potensi produksi nutrien dari limbah pertanian di Kabupaten
Bandung dan Bogor.
Mengevaluasi kapasitas peningkatan populasi ternak ruminasia (KPPTR)
untuk sapi perah, berdasarkan sumbangan nutrien asal limbah pertanian
sebagai sumber hijauan yang terdapat di kecamatan-kecamatan potensial dan
yang mempunyai potensi ternak sapi perah di Kabupaten Bandung dan Bogor.
Merumuskan strategi pengembangan sapi perah di Kabupaten Bandung dan
Bogor.
Keluaran
1.
2.
Keluaran yang diharapkan dari penelitian ini:
Informasi potensi kualitas, kuantitas pakan dan analisis pengembangan ternak
sapi perah di Kabupaten Bandung dan Bogor.
Acuan pengembangan peternakan sapi perah di Kabupaten Bandung dan
Bogor.
Hipotesis
1.
2.
Kabupaten Bandung dan Bogor, sebagai daerah sentra pertanian yang
didukung agroklimat yang baik, mampu menyediakan pakan ternak asal
limbah pertanian yang cukup, baik kuantitas dan kualitasnya.
Kabupaten Bandung dan Bogor masih berpotensi untuk melakukan
pengembangan ternak sapi perah berdasarkan ketersediaan pakan berbasis
sumberdaya lokal.
2 METODE PENELITIAN
Metode Pengumpulan Data
Data primer diambil dari wawancara dan observasi. Wawancara
menggunakan kuisioner dengan 30 peternak sapi perah responden (Bailey; Gay
dalam Hasan 2002) masing-masing 3 kecamatan di Kabupaten Bandung dan 2
kecamatan di Kabupaten Bogor. Kecamatan sampel ditentukan berdasarkan
rekomendasi dari Dinas Peternakan setempat. Kabupaten Bandung diwakili
Kecamatan Ciwidey, Pasirjambu, dan Pangalengan. Sementara Kabupaten Bogor
diwakili Kecamatan Cibungbulang dan Cisarua. Sebanyak 30 responden di pilih
dari masing-masing kabupaten secara purposive sampling. Kriteria-kriteria
penentuan responden adalah:
5
1.
2.
Anggota kelompok peternak sapi perah rakyat.
Peternak yang telah menggunakan limbah tanaman pertanian sebagai pakan
ternak.
Penelitian dilakukan dari bulan Juni hingga November 2014, sementara
wawancara dilakukan dari bulan Juni sampai Juli 2013. Data sekunder diperoleh
dari instansi terkait seperti Bapeda, BPS, dan Dinas peternakan dan perikanan.
Jenis-jenis data yang dikumpulkan antara lain:
a. Informasi mengenai karakteristik daerah yang ada hubungannya dengan
topik, yaitu antara lain: jumlah penduduk, tipe iklim, suhu, kelembaban,
populasi ternak, jumlah limbah pertanian yang berpotensi untuk digunakan
sebagai pakan.
b. Informasi mengenai karakteristik responden yang ingin digali.
c. Manajemen peternakan, antara lain: jumlah dan jenis pakan yang diberikan
oleh peternak, mekanisme penyediaan dan pemberian pakan.
d. Analisis kualitas nutrien bahan pakan ternak berupa kandungan bahan kering
(BK), Abu, protein kasar (PK), serat kasar (SK), lemak kasar (LK), dan bahan
ekstrak tanpa nitrogen (BETN) serta total digestible nutrient TDN dengan
menggunakan perhitungan.
e. Data konversi bahan pakan potensial berdasarkan proporsi untuk digunakan
sebagai pangan dan sebagai pakan.
Metode Analisis
Analisis Data Deskriptif (Mattjik dan Sumertajaya 2000)
Penelitian ini menggunakan analisis deskriptif. Analisis ini digunakan untuk
menggambarkan kondisi peternakan, produksi limbah pertanian dan daya potensi
pengembangan populasi ternak sapi perah di Kabupaten Bandung dan Bogor
(Mattjik dan Sumertajaya 2000).
Identifikasi dan Kualitas Limbah Pertanian yang Berpotensi sebagai Pakan
Identifikasi dan Pengumpulan Sampel Pakan
Limbah tanaman pertanian yang potensial digunakan sebagai pakan
diidentifikasi berdasarkan sisa panen komoditi pertanian yang paling sering
digunakan sebagai pakan oleh peternak sapi perah di Kabupaten Bandung dan
Bogor. Bahan pakan ini diambil sebagai sampel kemudian ditimbang bobot segar
dan dikeringkan dalam oven suhu 60 oC. Sampel kering udara digiling untuk
analisis kualitas nutriennya.
Evaluasi Kualitas Nutrien Bahan Pakan (AOAC 2005)
Kualitas sampel pakan ternak diketahui dari hasil analisis kandungan BK,
Abu, PK, SK, dan LK dengan metode analisis proksimat (AOAC 2005) serta
BETN dengan perhitungan. Nilai TDN dihitung menggunakan persamaan 1 yang
dikembangkan oleh Owens et al. (2010).
TDN = (0.9918 x PK) + (1.272 x LK) + (0.0318 x SK) + (0.8940 x BETN)…(1)
6
Produksi Nutrien Limbah Pertanian yang Berpotensi sebagai Pakan
Nilai konversi limbah tanaman pertanian dari satu komoditi ditentukan
dengan menimbang bobot tanaman yang dapat dimanfaatkan (kecuali akar dan
batas sabit saat panen) kemudian dipisahkan antara bagian yang digunakan ternak
dan yang dapat digunakan oleh pangan dan lainnya. Bobot perbagian tanaman
dikonversi kedalam persen (%) bagian yang bermanfaat untuk dikonsumsi. Data
ini yang kemudian dipakai untuk menentukan besar produksi nutrien asal limbah
pertanian. Data sekunder produksi komoditi pertanian yang diperoleh dari BPS
adalah produksi segar bagian yang digunakan untuk pangan, sehingga harus
dikonversi untuk menentukan seberapa besar bagian yang dapat digunakan untuk
pakan ternak atau produksi limbah segar. Perhitungannya dengan menggunakan
persamaan 2.
..…(2)
Produksi limbah =
Produksi nutrien limbah pertanian dihitung berdasarkan produksi BK, PK,
dan TDN di suatu wilayah pada tahun tertentu dengan perhitungan pada
persamaan 3, 4, dan 5.
Produksi BK
Produksi PK
Produksi TDN
= produksi limbah segar x kandungan BK…………………....(3)
= produksi BK x kandungan PK………………….………..(4)
= produksi BK x kandungan TDN…………………………….(5)
Keterangan:
Produksi nutrien (BK/PK/TDN) dan limbah segar
Kandungan nutrien (BK/PK/TDN)
= ton tahun-1
= %
Potensi Komoditi Limbah Pertanian sebagai Pakan
Potensi tiap komoditi pertanian yang biasa dijadikan pakan di Kabupaten
Bandung dan Bogor berbeda tergantung jumlah produksi baik BK, PK, dan TDN.
Persamaan 6 berikut dapat digunakan untuk menentukan potensi tiap limbah
pertanian yang biasa digunakan sebagai pakan di tiap kabupaten.
……(6)
Potensi BK/PK/TDN limbah =
Keterangan:
Potensi BP/PK/TDN limbah
Produksi BK/PK/TDN
=%
= ton tahun-1
Kapasitas Peningkatan Populasi Ternak Ruminanasia (KPPTR)
Berdasarkan Kebutuhan Nutrien Ternak
Jumlah nutrien yang dibutuhkan dari limbah pertanian diasumsikan sebagai
jumlah nutrien yang harus dipenuhi dari sumber hijauan. Konsentrat sapi perah
diperlukan untuk memenuhi kebutuhan nutrien harian ternak sesuai rekomendasi
yang distandarkan SNI (2009). Persentase struktur dan kebutuhan nutrien sapi
perah dapat dilihat pada Tabel 1 dan 2, berturut-turut.
7
Tabel 1 Struktur ternak ruminansia Jawa Barata (%)
Jenis Ternak
Sapi Perah
Sapi Potong
Kambing
Domba
a
Sumber : BPS 2013
Anak
16.08
22.85
26.66
28.32
Muda
34.72
23.56
26.54
26.41
Dewasa
49.20
53.59
46.79
45.26
Limbah pertanian yang digunakan sebagai pakan baru mencapai 30% dari
total produksinya (Indraningsih et al. 2011) di Indonesia, sisanya sebesar 70%
inilah yang akan dihitung untuk menambahkan populasi sapi perah di daerah
tersebut. Kebutuhan nutrien asal hijauan yang digunakan pada penelitian ini
dipenuhi dari limbah pertanian dengan batasan untuk penggunaan jerami padi
sebesar 25% bagi ternak sapi perah (Drake et al. 2002). Pembatasan penggunaan
jerami padi dilakukan karena kandungan lignin dan silika yang terkandung dalam
bahan. Sementara untuk jenis limbah pertanian lainnya tidak dibatasi
penggunaannya. Proporsi hijauan:konsentrat yang digunakan adalah 70:30.
Nutrien yang mampu disuplai dari jerami padi berbeda tiap kabupaten sesuai
dengan kandungan nutrien jeraminya. Nutrien yang disediakan dari limbah lain
adalah kebutuhan nutrien yang harus dipenuhi dari hijauan dikurangi dari suplai
nutrien dari jerami.
Tabel 2 Kebutuhan nutrien harian ternak sapi perah (ekor hari-1)
Suplai Nutrien
Total kebutuhan nutrien pakana
Nutrien dari hijauan (kg)
Nutrien dari jerami (kg)
Nutrien dari limbah lainnya (kg)
Bandung
Bogor
Bandung
Bogor
BK
12.4 kg
8.68
3.10
3.10
5.58
5.58
PK
11.9%
0.78
0.21
0.14
0.58
0.64
TDN
68%
5.40
1.17
1.49
4.24
3.91
a
Sesuai NRC Dairy Cattle (2000); sapi FH bobot 454 kg (small breed cow) periode mid laktasi
dengan produksi susu 10 liter/hari
Nilai KPPTR digunakan untuk mengestimasi seberapa besar penambahan
populasi ternak sapi perah yang masih dapat dilakukan berdasarkan ketersediaan
nutrien dari limbah pertanian yang belum termanfaatkan sebagai pakan (70% dari
total produksi limbah pertanian). Perhitungan KPPTR menggunakan persamaan 7.
KPPTR (sapi perah)
Keterangan:
Kebutuhan nutrien
=
po ki
k
h nn
lim h p
i n
l hij
ni n
n n k
pi p
h
………..(7)
= kebutuhan BK/PK/TDN yang dipenuhi dari hijauan
untuk sapi perah dalam 1 tahun (ton tahun-1). Dibedakan
antara kebutuhan dari jerami dan limbah lainnya
KPPTR sapi perah
= dalam ST
Produksi BK/PK/TDN = ton tahun-1
8
Analisis Location Quotient (LQ) (Hendayana 2003)
Analisis potensi ternak ditentukan dengan Metode Location Quotient (LQ).
Metode ini digunakan untuk menunjukkan kecamatan basis ternak sapi perah di
Kabupaten Bandung dan Bogor. Daerah yang memiliki nilai LQ di atas 1
memiliki keunggulan komparatif baik dari sisi penawaran maupun permintaan.
Kecamaan yang mempunyai potensi sapi perah dapat ditentukan dengan rumus
sebagai berikut:
Keterangan:
Xi
= populasi sapi perah kecamatan
X
= populasi ternak ruminansia di suatu kecamatan
Yi
= populasi sapi perah kabupaten
Y
= populasi ternak ruminansia di kabupaten
LQ> 1 = kecamatan tersebut basis peternakan sapi perah di kabupaten
LQ< 1 = kecamatan tersebut non-basis peternakan sapi perah di kabupaten
Seluruh populasi ternak ruminansia harus dikonversi ke dalam satuan ternak
(ST) untuk menyama-ratakan satuan yang digunakan. Total populasi ruminansia
harus dikonversi ke dalam bentuk ST karena data yang diperoleh dari BPS masih
dalam satuan ekor. Struktur ternak ruminansia dapat dilihat pada Tabel 1.
Penghitungan populasi ruminansia dalam ST menggunakan rumus sebagai
berikut:
Populasi rumianasia (ST) = populasi (ekor) x struktur ternak x konversi ST
Keterangan:
Populasi (ekor)
Struktur ternak
Konversi ST
= sumber dari data BPS
= dalam % (sumber dari BPS; Tabel 1)
= Sapi anak 0.25 ST ekor-1; muda 0.5 ST ekor-1;
dewasa 1 ST ekor-1. Domba/Kambing anak 0.035 ST
ekor-1; muda 0.07 ST ekor-1; dewasa 0.14 ST ekor-1
Tabel 3 menunjukkan populasi ternak di Kabupaten Bandung pada tahun
2012. Terlihat bahwa ternak sapi perah merupakan komoditas peternakan
dominan di kabupaten ini. Populasi ternak sapi perah di Kabupaten Bandung
adalah yang terbesar dibandingkan dengan populasi ternak ruminansia lainnya.
Populasi ternak sapi perah Kabupaten Bandung yaitu sebesar 33.48% dari total
keseluruhan ternak ruminansia.
9
Tabel 3 Keragaan ternak ruminansia Kabupaten Bandung tahun 2012a
Kecamatan
Populasi Ternak (ST)
Sapi Perah
Sapi Potong
Kambing
Domba
Total
Ciwidey
786
42.35
82.63
554.89
1465.87
Rancabali
487
124.22
28.05
548.56
1187.83
Pasirjambu
3157
24.00
120.18
593.52
3894.71
9
299.97
84.89
570.12
963.98
10 346
214.56
44.42
626.74
11 231.73
3150
52.94
29.74
521.40
3754.07
Pacet
36
1080.58
86.68
1895.18
3098.44
Ibun
3
287.97
92.70
1706.70
2090.37
Paseh
13
109.40
476.22
1408.47
2007.09
Cikancung
41
12 620.41
68.42
317.50
13 047.33
Cicalengka
Cimaung
Pangalengan
Kertasari
185
137.63
77.55
598.39
998.57
Nagrek
3
119.99
48.19
628.12
799.29
Rancaekek
0
75.52
106.54
767.69
949.75
Majalaya
3
129.87
68.23
510.66
711.76
Solokanjeruk
3
146.10
29.74
959.93
1138.77
Ciparay
6
66.35
117.83
665.01
855.18
41
241.38
7.91
1590.99
1881.28
954
49.41
119.62
581.69
1704.71
Baleendah
Arjasari
Banjaran
3
97.40
50.63
454.23
605.26
104
80.46
48.75
217.39
450.60
Pameungpeuk
0
146.81
60.52
322.00
529.32
Ketapang
2
207.51
34.73
540.85
785.08
Soreang
1
134.81
122.44
1075.55
1333.81
Kutawaringin
8
113.63
92.89
910.84
1125.36
Margaasih
0
251.26
14.87
739.52
1005.65
Margahayu
0
98.11
20.33
239.50
357.94
Dayeuhkolot
2
104.46
18.63
57.81
182.90
Bojongsoang
3
46.58
17.98
294.01
361.57
395
34.58
53.74
363.29
846.61
1636
857.55
52.14
546.91
3092.59
Cangkuang
Cileunyi
Cilengkrang
Cimenyan
Total
a
629
1813.91
73.69
738.23
3254.83
22 006
19 809.69
2 350.90
21 545.68
65 712.26
Diolah dari data Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bandung (2013)
Sementara itu, komoditi sapi perah bukan merupakan komoditi dominan di
Kabupaten Bogor. Seperti dijelaskan Tabel 4, populasi sapi perah hanya 12.15%
dari total populasi ternak ruminansia di Kabupaten Bogor. Jumlah ruminansia
total di Kabupaten Bogor lebih kecil dari jumlah ruminansia total Kabupaten
Bandung.
10
Tabel 4 Keragaan ternak ruminansia Kabupaten Bogor tahun 2012a
Kecamatan
Sapi Perah
Populasi Ternak
Sapi Potong
Kambing
Domba
Total
Nanggung
17.06
12.70
618.97
1020.22
1668.95
Leuwiliang
0.00
9.18
281.09
503.96
794.22
Leuwisadeng
0.00
12.70
252.59
381.64
646.94
787.59
129.87
591.50
1280.55
2789.52
1109.60
48.70
351.71
929.38
2439.38
34.12
31.76
213.45
513.41
792.75
Tenjolaya
17.06
46.58
157.68
231.43
452.75
Dramaga
132.21
70.58
69.22
367.97
639.98
0.00
83.28
65.95
185.27
334.50
21.32
54.35
326.86
483.41
885.94
793.28
47.99
377.02
548.65
1766.95
39.10
33.88
376.00
762.46
1211.43
Caringin
499.71
215.97
199.44
622.15
1537.28
Ciawi
984.49
91.75
170.76
436.61
1683.62
Pamijahan
Cibungbulang
Ciampea
Ciomas
Taman Sari
Cijeruk
Cigombong
Cisarua
1089.69
14.82
476.88
789.16
2370.56
Megamendung
324.14
108.69
2.52
710.06
1145.41
Sukaraja
119.42
26.11
167.59
212.06
525.18
35.54
977.53
442.04
331.45
1786.56
Sukamakmur
1.42
1843.55
381.79
715.93
2942.69
Cariu
0.00
151.04
322.19
914.14
1387.37
Tanjungsari
3.55
1719.33
330.88
712.26
2766.02
Jonggol
0.00
1964.24
551.24
1210.90
3726.39
Cileungsi
1.42
3045.53
637.46
619.86
4304.27
Klapanunggal
0.00
719.92
401.50
379.26
1500.67
Gunung Putri
0.00
212.45
174.41
194.08
580.93
Citeureup
25.59
446.07
372.45
638.12
1482.22
Cibinong
Babakan Madang
326.27
368.43
249.04
189.12
1132.86
Bojonggede
41.23
184.21
239.70
218.58
683.72
Tajurhalang
35.54
475.71
282.77
117.55
911.57
143.59
184.21
142.92
159.30
630.03
Kemang
Rancabungur
0.00
302.79
164.32
223.72
690.82
Parung
13.51
201.15
83.61
60.93
359.20
Ciseeng
13.51
170.80
160.95
151.04
496.31
Gunung Sindur
17.77
630.28
419.81
175.91
1243.77
Rumpin
115.86
1923.31
717.24
730.34
3486.75
Cigudeg
0.00
59.29
269.04
399.54
727.86
Sukajaya
0.00
9.88
255.40
599.21
864.49
Jasinga
0.00
28.23
417.75
430.28
876.26
Tenjo
0.00
47.29
161.23
177.65
386.18
Parung Panjang
0.00
165.86
346.29
347.14
859.29
Total
6743.60
16 870.03
12 223.26
19 674.72
a
Diolah dari data Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor (2013)
55 511.61
11
Peubah yang Diamati
Variabel yang diamati dalam penelitian ini meliputi:
1. Jenis pakan dari limbah pertanian yang biasa digunakan di Kabupaten
Bandung dan Bogor.
2. Kualitas nutrien bahan baku pakan yang diperoleh dari poin 1.
3. Kuantitas nutrien dalam BK, PK, dan TDN limbah pertanian di kecamatan
terpilih.
4. Kapasitas daya tampung dan peningkatan populasi ternak sapi perah
berdasarkan ketersediaan nutrien PK dan TDN asal limbah pertanian dan
potensi ternak sapi perah pada level Kabupaten Bandung dan Bogor.
3 HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambaran Umum
Kependuduk dan Geografis Kabupaten Bandung
Kabupaten Bandung merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Jawa
Barat, Indonesia. Jumlah penduduk Kabupaten Bandung pada tahun 2012
sebanyak 3 351 048 jiwa terdiri dari 1 703 535 laki-laki dan 1 647 513
perempuan. Luas wilayah keseluruhan Kabupaten Bandung adalah 1762.40 km2,
dengan rata-rata kepadatan penduduk 3435.67 jiwa km-2 (BPS Kab Bandung
2013). Kondisi geografis wilayah Kabupaten Bandung yang terletak pada
koordinat 107o 22‟–108o 5‟ Bujur Timur dan 6o41‟–7o19‟ Lin ng S l n dan
kabupaten ini terletak di wilayah dataran tinggi. Wilayah Bandung berada di
antara bukit-bukit dan gunung-gunung yang mengelilingi Kabupaten Bandung,
seperti di sebelah utara terletak Bukit Tunggul dengan tinggi 2200 m, Gunung
Tangkuban Parahu dengan tinggi 2076 m yang berbatasan dengan Kabupaten
Bandung Barat dan Kabupaten Purwakarta dan di sebelah selatan terdapat Gunung
Patuha dengan tinggi 2334 m, Gunung Malabar dengan tinggi 2321 m, serta
Gunung Papandayan dengan tinggi 2262 m dan Gunung Guntur dengan tinggi
2249 m, keduanya berbatasan dengan Kabupaten Garut. Batas wilayah
administrasi pemerintahan Kabupaten Bandung adalah sebelah utara berbatasan
dengan Kabupaten Bandung Barat, Kota Bandung, dan Kabupaten Sumedang.
Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Sumedang dan Kabupaten Garut.
Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Garut dan Kabupaten Cianjur.
Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Bandung Barat, Kota Bandung dan
Kota Cimahi.
Kondisi Morfologi wilayah Kabupaten Bandung adalah pegunungan dengan
rata-rata kemiringan lereng 0–8%, 8–15% hingga di atas 45%. Kabupaten
Bandung beriklim tropis yang dipengaruhi oleh iklim muson dengan curah hujan
rata-rata 1500 mm sampai dengan 4000 mm per tahun. Suhu udara berkisar 12 oC
sampai 24 oC dengan kelembaban 78% pada musim hujan dan 70% pada musim
kemarau. Dampak dari kondisi morfologis, dan geografis Kabupaten Bandung
membuat potensi sumber daya air yang tersedia cukup melimpah, baik air bawah
12
tanah maupun air permukaan. Dengan aspek hidrologis seperti ini, Kabupaten
Bandung cukup potensial untuk dapat mengembangkan sektor pertanian, sektor
peternakan, sektor industri dan sektor-sektor lain yang sangat bergantung pada
suplai air (BPS Kab Bandung 2013).
Gambar 1 Peta Kabupten Bandung
Sumber: pn-balebandung.go.id
Kependuduk dan Geografis Kabupaten Bogor
Berdasarkan data BPS Kabupaten Bogor memiliki 40 kecamatan, 17
kelurahan, 413 desa, 3882 RW (rukun warga) dan 15 561 RT (rukun tetangga).
Kabupaten Bogor memiliki jumlah penduduk sebesar 5 077 210 jiwa yang terdiri
dari 2 604 870 pria dan 2 472 340 wanita pada tahun 2012. Luas wilayah
Kabupaten Bogor adalah 2663.82 km2, dengan rata-rata kepadatan penduduk yang
tinggi yaitu 2745.05 jiwa km-2. Terdapat 2 193 981 orang angkatan kerja dengan
1 995 032 mempunyai status bekerja dan sisanya menganggur. Sebanyak
1 012 098 orang bekerja sebagai buruh/karyawan/pegawai dan 204 468 rumah
tangga bekerja sebagai petani (BPS Kab Bogor 2013).
Kabupaten Bogor merupakan salah satu wilayah yang berbatasan langsung
dengan Jakarta dan secara geografis terletak antara 6.19o-6.47o LS (Lintang
Selatan) dan 106o1'-107o103' BT (Bujur Timur). Tipe morfologinya bervariasi,
dari daratan yang relatif rendah di bagian Utara hingga dataran tinggi di bagian
13
Selatan. Luas wilayah Kabupaten Bogor sekitar 5.19% dari luas seluruh Provinsi
Jawa Barat dengan batas wilayah yaitu:
Sebelah Utara
: Kota Depok
Sebelah Barat
: Kabupaten Lebak
Sebelah Barat Daya
: Kabupaten Tangerang
Sebelah Timur
: Kabupaten Purwakarta
Sebelah Timur Laut : Kabupaten Bekasi
Sebelah Selatan
: Kabupaten Sukabumi
Sebelah Tenggara
: Kabupaten Cianjur
Rataan suhu udara di Kabupaten Bogor pada tahun 2012 adalah 25.1-26.3
o
C, dengan suhu minimal 19 oC pada bulan September dan suhu tertinggi 35.4 oC
pada bulan Oktober. Rataan kelembaban udara 70% dengan curah hujan rata-rata
setiap tahun sekitar 3500–4000 mm dengan curah hujan terbesar pada bulan
Desember dan Januari (Pemerintah Prov Jabar 2013). Tingginya curah hujan di
Kabupaten Bogor membuat kabupaten ini terkenal dengan sebutan Kota Hujan.
Kabupaten Bogor menjadi daerah sentra pertanian didukung oleh ketersediaan
sumberdaya air yang cukup.
Gambar 2 Peta Kabupaten Bogor
Sumber: BPS Kab Bogor (2012)
14
Pertanian dan Peternakan di Kabupaten Bandung dan Bogor
Provinsi Jawa Barat dikenal sebagai daerah sentra pertanian dan peternakan.
Kabupaten Bandung dan Bogor memiliki potensi yang mendukung sektor
pertanian dan peternakan. Kabupaten ini mempunyai kekuatan SDA (Sumber
Daya Alam) dan SDM (Sumber Daya Manusia) di bidang pertanian yang
memadai, sehingga pertanian dianggap sebagai sektor andalannya (bussines core).
Sementara di bidang peternakan, terdapat daerah-daerah pengembangan sapi
perah yang utama di Provinsi Jawa Barat yaitu Pengalengan, Lembang, Garut,
Bogor, dan Sukabumi. Kabupaten Bandung dan Bogor dapat dikatakan sebagai
barometer perkembangan usahatani sapi perah di Jawa Barat (Siregar dan
Praharini 1993).
Upaya untuk meningkatkan nilai tambah dari usaha pertanian di Kabupaten
Bandung dan Bogor adalah dengan diterapkanya suatu sistem pertanian yang
berkelanjutan (sustainable), dengan meminimalkan limbah yang terbuang
percuma. Pemanfaatan limbah pertanian untuk pakan ternak adalah salah satu cara
untuk membangun sebuah sistem pertanian yang berkelanjutan. Menurut Jaleta et
al. (2013) penggunaan limbah pertanian untuk pupuk dan pakan untuk ternak
adalah 2 fungsi utama dalam program konservasi pertanian. Peternak tradisional
tidak bisa mengandalkan kebun rumput untuk memenuhi kebutuhan pakannya,
karena kepemilikan lahan yang terbatas dan rumput tidak tersedia sepanjang
tahun. Salah satu cara agar usaha peternakan rakyat tetap dapat bertahan adalah
dengan memanfaatkan limbah pertanian sebagai sumber hijauan pakannya.
Idealnya untuk tetap memenuhi kebutuhan hijauan pakan sapi di tengah semua
keterbatasan maka solusi terbaik adalah dengan cara “m mp ” pada lahan yang
tidak ditanami tanaman pertanian dan memanfaatkan bahan limbah pertanian
(crop residue). Namun, untuk kasus di Kabupaten Bandung dan Bogor yang
memiliki keterbatasan ketersediaan lahan untuk menggembala (grazing), maka
yang paling mungkin adalah dengan solusi penggunaan limbah pertanian sebagai
pakan. Sebenarnya, terdapat 4 sumber pakan yang berpotensi dimanfaatkan oleh
usaha peternakan skala kecil menurut Devendra dan Sevilla (2002), yaitu hijauan
pakan dari lahan pastura, limbah pertanian, hasil sampingan industri pertanian dan
pakan non-konvensional. Kabupaten Bandung dan Bogor dikenal sebagai daerah
sentra pertanian dengan potensi limbah pertanian yang besar pula, sehingga
pemanfaatan limbah pertanian sebagai sumber hijauan pakan merupakan solusi
terbaik. Solusi ini dapat mengatasi 3 permasalahan sekaligus, yaitu penyediaan
pakan, menekan kompetisi lahan untuk mendukung pertambahan populasi sapi
perah, dan menciptakan sistem pertanian berkelanjutan.
Potensi pertanian di Kabupaten Bandung dan Bogor seharusnya juga
mendukung usaha percepatan pengembangan peternakan di kabupaten ini, untuk
mendukung peningkatan produksi peternakan nasional. Namun tidak tersedianya
informasi yang cukup tentang nilai nutrien bahan tersebut dan potensi
pengembangan populasi ternak di masing-masing kecamatan potensial
mengakibatkan sumberdaya ini tidak termanfaatkan dengan optimal. Ternak juga
terkadang tidak mendapatkan nutrien yang cukup untuk produksi optimal.
Faktanya memang terdapat kecenderungan kekurangan nutrien pada ternak
ruminansia yang dipelihara di daerah Jawa Barat. Tawaf dan Daud (2010),
mengatakan bahwa studi kasus di Jawa Barat menunjukkan adanya keterbatasan
aksessibilitas usaha ternak ruminansia terhadap sumber pakan. Rata-rata ternak
15
ruminansia di daerah ini hanya mengkonsumsi BK sebesar 3 kg dan PK 20 gr
perharinya. Nilai ini jauh dari kebutuhan minimal persatuan ternak yang harus
dipenuhi dari hijauan yaitu 6.5 kg untuk BK dan 0.5 kg untuk PK perharinya
(McDonald et al. 2002). Hal ini ironis dengan potensi pakan asal limbah pertanian
yang melimpah di kedua kabupaten tersebut. Limbah pertanian dapat menjadi
salah satu solusi permasalahan hijauan di Jawa Barat dengan mempertimbangkan
ketersediaan (availability) dan daya akses (accessibility).
250,000
200,000
150,000
100,000
50,000
0
2007
2008
2009
2010
2011
2012
Sapi Perah
25,276
27,007
28,123
31,277
36,403
31,937
Sapi Potong
13,149
13,806
14,611
17,997
36,849
28,067
Domba
196,851
205,376
220,531
223,058
231,257
234,795
Kambing
20,644
19,793
20,321
20,542
23,579
24,980
Gambar 3 Populasi ruminansia (ekor) di Bandung Tahun 2007 s/d 2012
Sumber: Dinas Peternakan dan Perikanan Kab Bandung 2013
Gambar 3 menunjukkan bahwa populasi komoditi peternakan di Kabupaten
Bandung mengalami peningkatan dari tahun ke tahun, kecuali pada tahun 2012.
Ini menunjukkan bahwa Kabupaten Bandung fokus dalam mengembangkan sektor
peternakannya. Sektor peternakan Kabupaten Bandung memiliki populasi ternak
ruminansia pada tahun 2012 tercatat sebanyak 31 937 ekor sapi perah, 28 067
ekor sapi potong, 234 795 ekor domba, dan 24 979 ekor kambing. Sementara itu
untuk ternak kecil/unggas tercatat sebanyak ayam buras 1 863 970 ekor, ayam
petelur 414 930 ekor, ayam pedaging 2 443 390 ekor, dan itik 389 739 ekor
(Dinas Peternakan dan Perikanan Kab Bandung 2013). Peternakan ruminansia di
kabupaten ini didominasi oleh peternakan rakyat. Kabupaten Bandung masih terus
melakukan pengembangan di sektor peterna
PAKAN DI KABUPATEN BANDUNG DAN BOGOR UNTUK
PENGEMBANGAN BUDIDAYA TERNAK SAPI PERAH
MEGA PRATIWI SARAGI
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Potensi dan Kualitas
Limbah Pertanian sebagai Pakan di Kabupaten Bandung dan Bogor untuk
Pengembangan Budidaya Ternak Sapi Perah adalah benar karya saya dengan
arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada
perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, 18 Juli 2014
Mega Pratiwi Saragi
NIM D251120101
RINGKASAN
MEGA PRATIWI SARAGI. Potensi dan Kualitas Limbah Pertanian sebagai
Pakan di Kabupaten Bandung dan Bogor untuk Pengembangan Budidaya Ternak
Sapi Perah. Dibimbing oleh ERIKA BUDIARTI LACONI dan SRI MULATSIH.
Limbah pertanian adalah pakan lokal yang potensial untuk mendukung
pengembangan peternakan sapi perah, terutama di daerah basis pertanian seperti
Kabupaten Bandung dan Bogor. Salah satu masalah yang dihadapi peternakan
rakyat untuk mengembangkan usaha peternakan sapi perahnya adalah pakan.
Potensi limbah pertanian sebagai pakan belum sepenuhnya dimanfaatkan, karena
kurangnya informasi terutama tentang kualitas dan kuantitas, serta berapa
penambahan populasi yang dapat didukung oleh pakan asal limbah pertanian.
Tujuan penelitian ini adalah untuk memberikan informasi tentang jenis limbah
pertanian yang banyak digunakan sebagai pakan, menganalisis kualitas nutrien,
mengestimasi produksi nutrien, dan juga menentukan kapasitas pengembangan
populasi sapi perah berdasarkan pakan dari limbah pertanian di Kabupaten
Bandung dan Bogor.
Kecamatan-kecamatan yang terpilih untuk mengembangkan peternakan
sapi perah di Kabupaten Bandung dan Bogor dalam penelitian ini adalah
kecamatan yang memiliki populasi sapi perah >100ST. Sehingga terpilihlah 11
kecamatan di Kabupaten Bandung, yaitu: Pangalengan, Pasirjambu, Kertasari,
Cilengkrang, Arjasari, Ciwidey, Cimenyan, Rancabali, Cileunyi, Cicalengka dan
Cangkuang dan 12 kecamatan di Kabupaten Bogor, yaitu: Cibungbulang, Cisarua,
Ciawi, Cijeruk, Pamijahan, Caringin, Cibinong, Megamendung, Kemang,
Dramaga, Sukaraja, dan Rumpin. Kabupaten Bandung memiliki 5 jenis limbah
pertanian utama yang berpotensi untuk dijadikan pakan, yaitu: jerami padi, jerami
jagung, limbah wortel, limbah kubis, dan limbah buncis. Peternak Kabupaten
Bogor biasa menggunakan 3 jenis limbah pertanian sebagai pakan, yaitu: jerami
padi, jerami jagung, dan daun dan tangkai singkong. Kualitas limbah pertanian di
kedua kabupaten ini cukup baik berdasarkan kandungan SK, PK, dan TDN karena
sebagian besar yang digunakan adalah limbah segar atau dilayukan kecuali jerami
padi yang dikeringkan.
Kecamatan-kecamatan yang terpilih untuk pengembangan sapi perah di
Kabupaten Bandung mampu memproduksi 256 420.04 ton tahun-1, 20 567.14 ton
tahun-1, dan 108 279.43 ton tahun-1 untuk BK, PK, dan TDN dari limbah pertanian.
Kabupaten Bogor dapat memproduksi 187 710 ton tahun-1, 9668.88 ton tahun-1,
dan 95 057.03 ton tahun-1 untuk BK, PK, dan TDN, berturut-turut. Kabupaten
Bandung diestimasi dapat menambah populasi sapi perah hingga 12 843.17 ST
atau 58.32% dari populasi sapi perah tahun 2012 dan Kabupaten Bogor hingga
1521.36 ST atau 22.56% dari populasi sapi perah tahun 2012. Sesuai dengan
status potensi ternak dan KPPTR, teridentifikasi kecamatan-kecamatan terpilih
yang belum mampu mengembangkan ternak sapi perah berbasis hijauan asal
limbah pertanian yaitu Kecamatan Cangkuang, Cicalengka, dan Cimenyan di
Kabupaten Bandung dan Kecamatan Rumpin untuk Kabupaten Bogor.
Pengembangan usaha peternakan sapi perah di Kabupaten Bandung dan
Bogor ditentukan dengan keberhasilan kabupaten tersebut dalam mengatasi
kendala teknis-ekonomis dan sosio-kultur serta kreatif dalam memanfaatkan
potensi pakan lokal. Kendala teknis-ekonomis dapat diatas dengan cara
peningkatan skala usaha ternak dan penerapan teknologi tepat guna. Kendala
kendala sosio-kultur diatasi dengan cara menjadikan usaha peternakan setara
dengan usaha pertanian, menciptakan peternak baru dari lulusan sekolah berbasis
peternakan dan merubah fungsi ternak bagi peternak. Kreatif dalam
memanfaatkan potensi pakan lokal yang ada disekitar termasuk limbah pertanian
merupakan salah satu solusi untuk mengembangkan usaha peternakan sapi perah.
Kata kunci: Bandung, Bogor, limbah pertanian, pakan, sapi perah
SUMMARY
MEGA PRATIWI SARAGI. Potentiality and Quality of Agriculture Residues as
Feedstuffs at Bandung and Bogor District, West Java, to Support Dairy Cattle
Program Development. Supervised by ERIKA BUDIARTI LACONI and SRI
MULATSIH.
The agricultural residues products are potential local feedstuffs to develop
Indonesian livestock, especially in the agriculture based region such as Bandung
and Bogor Districts. Built dairy cattle program based on feed from agriculture
waste were a sustainable agriculture program. This study was conducted by
gathered primary and secondary data, analyzed feed sample nutrient and estimated
carrying capacity of dairy cattle. Results showed, Bandung and Bogor Districts
had ability to add their dairy cattle population using agriculture residues as feed.
Bandung had 5 potential agriculture residues, they were; paddies straw, corn straw,
carrot residues, cabbage residues and string bean plant residues. Bogor farmers
usually used paddies straw, corn straw, and cassava residues as feed. Agriculture
residues in Bandung and Bogor contain CP 4.45-21.91% and TDN 37.65-65.32%.
The feed at Bandung produced: 256,420.04 ton year-1, 20,567.14 ton year-1,
108,279.43 ton year-1 for DM (dry matter), CP (crude protein), TDN (total
digestible nutrient), respectively. These numbers of nutrients could support dairy
cattle population expansion up to 12,843.17 AU or 58.32% from Bandung factual
dairy cattle population in 2012. Meanwhile, Bogor produced 189,710 ton year-1,
9668.88 ton year-1, and 95,057.03 ton year-1 for DM, CP, and TDN, respectively.
Bogor District could carry additional dairy cattle population up to 1,521.36 AU or
22.56% from Bogor factual dairy cattle population in 2012. Dairy cattle
development program in Bandung and Bogor Districts will determinable as the
districts can manage technique-economic, social-culture problems, and use
potential local feed. For technique-economic solutions: using appropriate
technology and increase the number of livestock possession. For social-culture
solutions: make farming and livestock inline, create new educational farmers and
increase livestock function for farmers. The last is using local feed such as
agricultural residues to support dairy cattle program development.
Keywords: agriculture waste, Bandung, Bogor, dairy cattle, feedstuffs
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
POTENSI DAN KUALITAS LIMBAH PERTANIAN SEBAGAI
PAKAN DI KABUPATEN BANDUNG DAN BOGOR UNTUK
PENGEMBANGAN BUDIDAYA TERNAK SAPI PERAH
MEGA PRATIWI SARAGI
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Ilmu Nutrisi dan Pakan
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
Penguji pada Ujian Tesis: Dr Ir Idat Galih Permana, MSc
Judul Tesis
:
Nama
NIM
:
:
Potensi dan Kualitas Limbah Pertanian sebagai Pakan
di Kabupaten Bandung dan Bogor untuk Pengembangan
Budidaya Ternak Sapi Perah
Mega Pratiwi Saragi
D251120101
Disetujui oleh
Komisi Pembimbing
Prof Dr Ir Erika Budiarti Laconi, MS
Ketua
Dr Ir Sri Mulatsih, MScAgr
Anggota
Diketahui oleh
Ketua Program Studi
Ilmu Nutrisi dan Pakan
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr Ir Dwierra Evvyernie A. MS MSc
Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr
Tanggal Ujian: 18 Agustus 2014
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Segala puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yesus Kristus yang telah
melimpahkan berkat dan hikmatNya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian
dan penyusunan tesis ini. Tesis yang berjudul Potensi dan Kualitas Limbah
Pertanian sebagai Pakan di Kabupaten Bandung dan Bogor untuk Pengembangan
Budidaya Ternak Sapi Perah ini mencoba memberikan informasi tentang potensi
yang dimiliki oleh Kabupaten Bandung dan Bogor untuk melakukan penambahan
populasi sapi perah.
Topik penelitian ini pernah penulis presentasikan di forum International
Students Conference of Ibaraki University ke-IX pada tanggal 1-3 Desember 2013
di Ibaraki, Jepang dalam program yang berkaitan dengan kegiatan Pascasarjana
winter course yang bekerja sama dengan Ibaraki University, Institut Pertanian
Bogor (IPB), Universitas Udayana (UNUD), dan Universitas Gajah Mada (UGM).
Dalam kesempatan tersebut Penulis mempresentasikan paper berjudul Potentiality
and Quality of Local Feedstuffs in Bandung Regency, West Java, for
Sustainaibility Beef and Dairy Cattle Development Program. Sebagian dari topik
tesis ini, berjudul Potentiality and Quality of Agriculture Residues as Feedstuffs at
Bandung District to Support Dairy Cattle Program Development sedang
menunggu penerbitan di Jurnal Media Peternakan, Fakultas Peternakan, IPB.
Semoga tesis ini dapat bermanfaat sebagai sumber informasi untuk mendukung
perkembangan peternakan di Kabupaten Bandung dan Bogor. Penulis mengucapkan
terima kasih kepada seluruh pihak yang telah ikut berperan serta sehingga tesis ini
dapat diselesaikan.
Bogor, 18 Juli 2014
Mega Pratiwi Saragi
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan
Keluaran
Hipotesis
2 METODE PENELITIAN
Metode Pengumpulan Data
Metode Analisis
Analisis Data Deskriptif
Identifikasi dan Kualitas Limbah Pertanian yang Berpotensi
Identifikasi dan Pengumpulan Sampel Pakan
Evaluasi Kualitas Nutrien Bahan Pakan
Kuantitas Produksi Nutrien Limbah Pertanian yang Berpotensi
sebagai Pakan
Potensi Komoditi Limbah Pertanian sebagai Pakan
Kapasitas Penambahan Populasi Ternak Ruminansia (KPPTR)
Berdasarkan Kebutuhan Nutrien Ternak
Analisis Location Quotient (LQ)
Peubah yang Diamati
3 HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambaran Umum
Kependudukan dan Geografis Kabupaten Bandung
Kependudukan dan Geografis Kabupaten Bogor
Pertanian dan Peternakan di Kabupaten Bandung dan Bogor
Daerah Potensial Pengembangan Peternakan Sapi Perah
Peternakan Rakyat Sapi Perah Kabupaten Bandung dan Bogor
Identifikasi Limbah Pertanian yang Berpotensi sebagai Pakan
Kualitas Limbah Pertanian yang Berpotensi sebagai Pakan
Produksi Nutrien Limbah Pertanian yang Berpotensi sebagai Pakan
Potensi Limbah Komoditi Pertanian sebagai Pakan
Kapasitas Penambahan Populasi Ternak Ruminansia (KPPTR) dan
Potensi Sapi Perah
Strategi Pengembangan Peternakan Sapi Perah di Kabupaten Bandung
dan Bogor
4 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP
UCAPAN TERIMAKASIH
xi
xi
xii
1
1
3
4
4
4
4
4
5
5
5
5
5
6
6
6
8
11
11
11
11
12
14
17
21
25
27
30
34
36
41
44
44
45
45
49
73
74
DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
Struktur ternak ruminansia Jawa Barat (%)
Kebutuhan nutrien harian ternak sapi perah (ekor hari-1)
Keragaan ternak ruminansia Kabupaten Bandung tahun 2012
Keragaan ternak ruminansia Kabupaten Bogor tahun 2012
Kepadatan sapi perah, kepadatan ruminansia dan kepadatan
penduduk berdasarkan wilayah tiap kecamatan terpilih di Kabupaten
Bandung
Kepadatan sapi perah, kepadatan ruminansia dan kepadatan
penduduk tiap kecamatan potensial di Kabupaten Bogor
Deskripsi umum peternak sapi perah responden
Deskripsi umum peternakan sapi perah Kabupaten Bandung dan
Bogor
Jenis limbah pertanian untuk pakan sapi perah tiap kecamatan
terpilih
Proporsi limbah tanaman pertanian yang dapat dijadikan pakan
ternak
Komposisi nutrien bahan pakan limbah pertanian (100%BK)
Estimasi produksi BK limbah pertanian di kecamatan terpilih di
Kabupaten Bandung
Estimasi produksi BK limbah pertanian di kecamatan terpilih di
Kabupaten Bogor
Estimasi produksi PK limbah pertanian di kecamatan yang cocok
untuk mengembangkan sapi perah di Kabupaten Bandung
Estimasi produksi PK limbah pertanian di kecamatan yang cocok
untuk mengembangkan sapi perah di Kabupaten Bogor
Estimasi produksi TDN limbah pertanian di kecamatan yang cocok
untuk mengembangkan sapi perah di Kabupaten Bandung
Estimasi produksi TDN limbah pertanian di kecamatan yang cocok
untuk mengembangkan sapi perah di Kabupaten Bogor
Potensi limbah komoditi pertanian sebagai pakan di Kabupaten
Bandung dan Bogor
Estimasi kapasitas penambahan populasi ternak ruminansia
(KPPTR) berdasarkan seluruh komoditi limbah yang digunakan di
Kabupaten Bandung dan Bogor
Nilai KPPTR efektif kecamatan terpilih dan kelebihan nutrien di
Kabupaten Bandung dan potensi ternak
Nilai KPPTR efektif kecamatan terpilih dan kelebihan nutrien di
Kabupaten Bogor dan potensi ternak
7
7
9
10
18
20
23
24
25
26
27
30
31
32
32
33
34
34
36
37
39
DAFTAR GAMBAR
1 Peta Kabupaten Bandung
2 Peta Kabupten Bogor
3 Perkembangan populasi ruminansia (ekor) Tahun 2007 s/d 2012
12
13
15
4
5
6
7
Pemeliharaan sapi peternak rakyat Kabupaten Bandung
Sampel jenis limbah pertanian yang digunakan sebagai pakan
Korespondensi KPPTR dan Potensi Ternak (LQ) Kabupaten Bandung
Korespondensi KPPTR dan Potensi Ternak (LQ) Kabupaten Bogor
22
28
40
41
DAFTAR LAMPIRAN
1 Borang kuisioner
2 Kepadatan sapi perah, kepadatan ruminansia dan kepadatan penduduk
tiap kecamatan di Kabupaten Bandung
3 Kepadatan sapi perah, kepadatan ruminansia dan kepadatan penduduk
tiap kecamatan di Kabupaten Bogor
4 Estimasi produksi BK limbah pertanian terpilih tiap kecamatan di
Kabupaten Bandung
5 Estimasi produksi BK limbah pertanian terpilih tiap kecamatan di
Kabupaten Bogor
6 Estimasi produksi PK limbah pertanian terpilih tiap kecamatan di
Kabupaten Bandung
7 Estimasi produksi PK limbah pertanian terpilih tiap kecamatan di
Kabupaten Bogor
8 Estimasi produksi TDN limbah pertanian terpilih tiap kecamatan di
Kabupaten Bandung
9 Estimasi produksi TDN limbah pertanian terpilih tiap kecamatan di
Kabupaten Bogor
10 Produksi tanaman pertanian Kabupaten Bandung
11 Produksi tanaman pertanian Kabupaten Bogor
12 Rincian KPPTR tiap kecamatan di Kabupaten Bandung berdasarkan
produksi BK
13 Rincian KPPTR tiap kecamatan di Kabupaten Bogor berdasarkan
produksi BK
14 Rincian KPPTR tiap kecamatan di Kabupaten Bandung berdasarkan
produksi PK
15 Rincian KPPTR tiap kecamatan di Kabupaten Bogor berdasarkan
produksi PK
16 Rincian KPPTR tiap kecamatan di Kabupaten Bandung berdasarkan
produksi TDN
17 Rincian KPPTR tiap kecamatan di Kabupaten Bogor berdasarkan
produksi TDN
49
54
55
56
57
58
59
60
61
62
63
65
66
67
69
70
71
1
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia merupakan negara agraris yang kaya, akan sumberdaya alam dan
sumberdaya manusia. Namun, potensi kekayaan tersebut belum dimanfaatkan
secara optimal untuk menciptakan kesejahteraan masyarakat. Salah satu
kendalanya adalah kurangnya informasi tentang sumberdaya ini. Sebagai Negara
Agraris, penduduk Indonesia sebagian besar bekerja pada bidang pertanian
dengan jenis komoditi pertanian yang beragam. Besarnya jumlah dan variasi
komoditi pertanian Indonesia juga akan menghasilkan sisa atau limbah pertanian
yang besar pula. Limbah pertanian adalah bahan pakan lokal yang potensial untuk
mendukung pengembangan peternakan Indonesia. Sektor peternakan mempunyai
peranan penting untuk mendukung pembangunan dan peningkatan kesejahteraan
masyarakat, dengan cara memenuhi kebutuhan protein hewani masyarakat serta
penyediaan lapangan kerja. Namun, tingginya kebutuhan protein hewani,
termasuk kebutuhan akan susu sapi dan hasil olahanya, tidak diikuti dengan
peningkatan produksi dan populasi sapi perah.
Kabupaten Bandung dan Bogor di Jawa Barat merupakan daerah sentra
pertanian dan peternakan karena didukung oleh aspek agroklimat, pasar, dan
kultur masyarakat yang sesuai. Pertanian merupakan sektor unggulan di kedua
kabupaten ini. Pada tahun 2010, sebanyak 18.91% penduduk Kabupaten Bandung
bekerja di sektor pertanian. Dimana luas wilayah pertanian Kabupaten Bandung
sebesar 48.6% dari total seluruh wilayahnya (Bapeda Kab Bandung 2011).
Kabupaten Bandung merupakan salah satu pemasok utama komoditas beras dan
sayuran bagi daerah sekitarnya seperti Jakarta, Bogor, Tangerang, dan Bekasi
serta pasar lokal baik Kota Bandung, Kabupaten Bandung Barat maupun
Kabupaten Bandung sendiri. Kabupaten Bogor menitik-beratkan pengembangan
sektor pertaniannya pada komoditas padi. Pada tahun 2011, luas lahan untuk
sawah seluas 48 185 ha atau sekitar 20.93% dari total luas wilayah Kabupaten
Bogor (BPS Kab Bogor 2011). Selain mendukung pengembangan sektor
pertanian, kondisi agroklimat, dilihat dari rataan suhu dan curah hujan, juga
mendukung ternak untuk dapat berproduksi secara optimal. Ditambah pula
dukungan dari aspek pasar, program pemerintah dan kultur sosial masyarakatnya.
Berdasarkan alasan tersebut salah satu jenis ternak yang dapat
dikembangkan di kabupaten ini adalah sapi perah penghasil susu. Sebanyak 70%
dari kebutuhan susu nasional masih berasal dari impor. Ketergantungan akan
barang impor riskan terhadap inflasi nilai tukar dan berbagai fluktuasi negara asal
susu yang berpotensi merugikan. Oleh sebab itu, populasi sapi perah perlu
ditingkatkan untuk mengurangi ketergantungan terhadap impor susu.
Wilayah yang mempunyai potensi untuk pengembangan sapi perah adalah
daerah yang mempunyai suhu relatif rendah seperti daerah Jawa Barat. Hal ini
karena keterbatasan fisiologis sapi perah untuk beradaptasi dengan kondisi iklim
yang panas. Provinsi Jawa Barat memiliki kondisi agroklimat yang sesuai untuk
mendukung pemeliharaan sapi perah. Kecocokan agroklimat inilah yang
menjadikan Provinsi Jawa Barat sebagai sentra pengembangan sapi perah terbesar
kedua di Indonesia (Deptan 2013). Kabupaten-kabupaten di Jawa Barat bagian
2
Selatan dapat dikatakan sebagai sentra ternak ruminansia (BPS Jabar 2011),
diantaranya adalah Kabupaten Bandung dan Bogor. Kabupaten Bandung memiliki
populasi sapi perah sebesar 31 937 ekor atau sekitar 20 006 ST pada tahun 2012
(Dinas Peternakan dan Perikanan Kab Bandung 2013). Sementara, di Kabupaten
Bogor terdapat 9487 ekor sapi perah atau 6744 ST (Dinas Peternakan dan
Perikanan Kab Bogor 2013).
Salah satu permasalahan pengembangan peternakan sapi perah di daerah
adalah ketersediaan sumber pakan, terutama hijauan. Biaya pakan pada
peternakan ruminansia mencakup 65-80% dari total seluruh biaya produksi
(Devendra dan Sevilla 2002). Tidak hanya kuantitas pakan saja yang penting
diperhatikan namun kualitas dan kontinuitasnya juga harus dipertimbangkan
untuk menunjang keberhasilan suatu usaha peternakan. Secara umum,
ketersediaan pakan dan kandungan nutriennya adalah pembatas produksi
ruminansia di Asia (Devendra dan Sevilla 2002) termasuk Indonesia.
Ketersediaan hijauan adalah aspek penting yang harus dipertimbangkan dalam
pengembangan peternakan sapi perah di Indonesia dan sumber hijauan lokal
adalah salah satu solusinya. Limbah pertanian dapat dikatakan sebagai bahan
pakan hijauan lokal sumber serat. Bahan baku pakan lokal adalah setiap bahan
yang merupakan sumberdaya lokal Indonesia yang berpotensi untuk dimanfaatkan
sebagai pakan ternak (Sukria dan Krisnan 2009). Menurut Suparjo et al. (2012),
laju pertumbuhan dan produktivitas ternak sangat dipengaruhi oleh faktor pakan.
Hal ini mencakup imbangan kebutuhan protein/asam amino dan energi yang
terkandung dalam ransum ternak. Sehingga penting untuk mengetahui potensi
aktual bahan pakan lokal di Indonesia tidak hanya berpatokan pada total kuantitas
segar namun lebih tepatnya berdasarkan kualitas nutrien dalam total bahan kering
(BK), protein kasar (PK), dan total nutrien tercerna (TDN).
Kabupaten Bandung dan Bogor memiliki potensi untuk mensinergiskan
sektor pertanian dan peternakan berbasis agroekologi yang akan menghasilkan
nilai tambah pada kedua sektor. Menurut Devendra dan Thomas (2002), interaksi
positif antara bidang pertanian dan peternakan membawa ke sebuah sistem yang
berkelanjutan. Pemanfaatan limbah tanaman pertanian sebagai sumber serat bagi
sapi perah merupakan salah satu usaha untuk menciptakan pertanian berkelanjutan
di Kabupaten Bandung dan Bogor.
Perkembangan informasi yang sangat cepat saat ini memudahkan untuk
melakukan inovasi dan pengembangan di berbagai bidang, termasuk bidang
peternakan. Salah satu informasi yang dibutuhkan untuk percepatan
pengembangan peternakan adalah informasi tentang ketersediaan dan kualitas
bahan pakan. Ketersediaan dan variasi limbah pertanian di Indonesia sebenarnya
cukup melimpah. Tercatat limbah pertanian yang berpotensi digunakan untuk
sumber pakan ruminansia sebesar 51 546 297.3 ton BK atau 23 151 344.6 ton
TDN. Limbah pertanian ini dapat menyediakan pakan untuk 14 750 777.1 ST
ruminansia (Syamsu et al. 2003). Akan tetapi kenyataannya berbeda, potensi besar
ini belum dimanfaatkan secara optimal. Saat ini baru hanya sekitar 30-40% dari
limbah pertanian dan perkebunan yang sudah dimanfaatkan sebagai pakan
(Indraningsih et al. 2011). Lebih lanjut dijelaskan Indraningsih et al. (2011), salah
satu permasalahan dalam pemanfaatan limbah pertanian sebagai pakan adalah
terbatasnya pengetahuan peternak. Sehingga penting untuk membagi informasi
terkait ketersediaan bahan pakan asal limbah pertanian kepada peternak. Informasi
3
tentang potensi bahan pakan di Indonesia yang dapat dimanfaatkan bagi usaha
budidaya peternakan sangat penting untuk diketahui dan diakses oleh masyarakat
terutama masyarakat peternak. Ketersediaan informasi memungkinkan percepatan
pengembangan bidang peternakan dan akhirnya untuk tercapainya pemenuhan
kebutuhan susu sapi nasional untuk kesejahteraan masyarakat Indonesia.
Penelitian ini berupaya menyediakan informasi tentang kualitas dan kuantitas
nutrien pakan asal limbah pertanian yang potensial untuk digunakan sebagai
sumber serat dan mengestimasi kapasitas peningkatan populasi serta potensi
ternak sapi perah di Kabupaten Bandung dan Bogor. Penelitian ini juga
memaparkan strategi-strategi untuk mengatasi beberapa permasalahan yang ada di
peternakan rakyat sapi perah Kabupaten Bandung dan Bogor.
Perumusan Masalah
Sektor peternakan mempunyai peranan penting dalam mendukung
peningkatan taraf hidup masyarakat. Dilihat dari tingginya kebutuhan protein
hewani dan penyediaan lapangan kerja. Namun, sektor ini rentan terhadap
masalah ketersediaan pakan. Perlu adanya strategi untuk menciptakan ketahanan
pakan Indonesia untuk menciptakan ketahanan pangan terutama protein hewani.
Sehingga penting untuk mengetahui potensi bahan pakan lokal termasuk bahan
pakan dari sisa usaha pertanian di daerah. Pertanian adalah sektor andalan Jawa
Barat sehingga hasil sampingannya juga sudah pasti besar pula. Provinsi Jawa
Barat juga merupakan salah satu sentra pengembangan peternakan di Indonesia,
termasuk Kabupaten Bandung dan Bogor. Suhu lingkungan yang sejuk dan tanah
yang subur membuat sektor pertanian menjadi sektor unggulan di kabupaten ini.
Kondisi ini juga mampu mengoptimalkan produktivitas ternak sapi perah, karena
ternak berada pada kondisi fisiologis yang nyaman. Jadi dapat dikatakan, dengan
berbagai faktor pendukung yang dimiliki oleh kabupaten ini maka peternakan sapi
mempunyai potensi besar untuk dikembangkan lagi.
Percepatan pengembangan ternak sapi perah idealnya harus memanfaatkan
input berbasis sumberdaya lokal termasuk sumber pakan ternak. Namun,
optimalisasi penggunaan bahan baku domestik masih terganjal minimnya
informasi aktual tentang ketersediaan bahan tersebut. Adanya data akurat tentang
keberadaan bahan pakan dapat menjadi salah satu solusinya. Informasi yang
dimaksud bukan hanya sekedar mencakup kuantitas limbah pertanian saja, namun
juga tentang kualitas dan potensi pengembangan populasi ternak yang dapat
dilakukan. Kualitas nutrien dijelaskan dalam kandungan total BK, PK, dan TDN.
Hal ini juga dapat menjadi dasar pengembangan ternak sapi perah di Kabupaten
Bandung dan Bogor. Sehingga pengembangan budidaya sapi perah dapat
dijelaskan dengan melihat potensi wilayah Kabupaten Bandung dan Bogor untuk
menampung peningkatan ternak sapi perah berdasarkan ketersediaan BK, PK, dan
TDN bahan pakan asal limbah pertanian. Serta mengatasi berbagai kendala yang
terdapat di peternakan sapi perah rakyat di Kabupaten Bandung dan Bogor.
4
Tujuan
1.
2.
3.
4.
5.
Mengidentifikasi berbagai jenis limbah pertanian di Kabupaten Bandung dan
Bogor.
Menganalisis kualitas nutrien limbah pertanian yang potensial sebagai pakan.
Mengestimasi potensi produksi nutrien dari limbah pertanian di Kabupaten
Bandung dan Bogor.
Mengevaluasi kapasitas peningkatan populasi ternak ruminasia (KPPTR)
untuk sapi perah, berdasarkan sumbangan nutrien asal limbah pertanian
sebagai sumber hijauan yang terdapat di kecamatan-kecamatan potensial dan
yang mempunyai potensi ternak sapi perah di Kabupaten Bandung dan Bogor.
Merumuskan strategi pengembangan sapi perah di Kabupaten Bandung dan
Bogor.
Keluaran
1.
2.
Keluaran yang diharapkan dari penelitian ini:
Informasi potensi kualitas, kuantitas pakan dan analisis pengembangan ternak
sapi perah di Kabupaten Bandung dan Bogor.
Acuan pengembangan peternakan sapi perah di Kabupaten Bandung dan
Bogor.
Hipotesis
1.
2.
Kabupaten Bandung dan Bogor, sebagai daerah sentra pertanian yang
didukung agroklimat yang baik, mampu menyediakan pakan ternak asal
limbah pertanian yang cukup, baik kuantitas dan kualitasnya.
Kabupaten Bandung dan Bogor masih berpotensi untuk melakukan
pengembangan ternak sapi perah berdasarkan ketersediaan pakan berbasis
sumberdaya lokal.
2 METODE PENELITIAN
Metode Pengumpulan Data
Data primer diambil dari wawancara dan observasi. Wawancara
menggunakan kuisioner dengan 30 peternak sapi perah responden (Bailey; Gay
dalam Hasan 2002) masing-masing 3 kecamatan di Kabupaten Bandung dan 2
kecamatan di Kabupaten Bogor. Kecamatan sampel ditentukan berdasarkan
rekomendasi dari Dinas Peternakan setempat. Kabupaten Bandung diwakili
Kecamatan Ciwidey, Pasirjambu, dan Pangalengan. Sementara Kabupaten Bogor
diwakili Kecamatan Cibungbulang dan Cisarua. Sebanyak 30 responden di pilih
dari masing-masing kabupaten secara purposive sampling. Kriteria-kriteria
penentuan responden adalah:
5
1.
2.
Anggota kelompok peternak sapi perah rakyat.
Peternak yang telah menggunakan limbah tanaman pertanian sebagai pakan
ternak.
Penelitian dilakukan dari bulan Juni hingga November 2014, sementara
wawancara dilakukan dari bulan Juni sampai Juli 2013. Data sekunder diperoleh
dari instansi terkait seperti Bapeda, BPS, dan Dinas peternakan dan perikanan.
Jenis-jenis data yang dikumpulkan antara lain:
a. Informasi mengenai karakteristik daerah yang ada hubungannya dengan
topik, yaitu antara lain: jumlah penduduk, tipe iklim, suhu, kelembaban,
populasi ternak, jumlah limbah pertanian yang berpotensi untuk digunakan
sebagai pakan.
b. Informasi mengenai karakteristik responden yang ingin digali.
c. Manajemen peternakan, antara lain: jumlah dan jenis pakan yang diberikan
oleh peternak, mekanisme penyediaan dan pemberian pakan.
d. Analisis kualitas nutrien bahan pakan ternak berupa kandungan bahan kering
(BK), Abu, protein kasar (PK), serat kasar (SK), lemak kasar (LK), dan bahan
ekstrak tanpa nitrogen (BETN) serta total digestible nutrient TDN dengan
menggunakan perhitungan.
e. Data konversi bahan pakan potensial berdasarkan proporsi untuk digunakan
sebagai pangan dan sebagai pakan.
Metode Analisis
Analisis Data Deskriptif (Mattjik dan Sumertajaya 2000)
Penelitian ini menggunakan analisis deskriptif. Analisis ini digunakan untuk
menggambarkan kondisi peternakan, produksi limbah pertanian dan daya potensi
pengembangan populasi ternak sapi perah di Kabupaten Bandung dan Bogor
(Mattjik dan Sumertajaya 2000).
Identifikasi dan Kualitas Limbah Pertanian yang Berpotensi sebagai Pakan
Identifikasi dan Pengumpulan Sampel Pakan
Limbah tanaman pertanian yang potensial digunakan sebagai pakan
diidentifikasi berdasarkan sisa panen komoditi pertanian yang paling sering
digunakan sebagai pakan oleh peternak sapi perah di Kabupaten Bandung dan
Bogor. Bahan pakan ini diambil sebagai sampel kemudian ditimbang bobot segar
dan dikeringkan dalam oven suhu 60 oC. Sampel kering udara digiling untuk
analisis kualitas nutriennya.
Evaluasi Kualitas Nutrien Bahan Pakan (AOAC 2005)
Kualitas sampel pakan ternak diketahui dari hasil analisis kandungan BK,
Abu, PK, SK, dan LK dengan metode analisis proksimat (AOAC 2005) serta
BETN dengan perhitungan. Nilai TDN dihitung menggunakan persamaan 1 yang
dikembangkan oleh Owens et al. (2010).
TDN = (0.9918 x PK) + (1.272 x LK) + (0.0318 x SK) + (0.8940 x BETN)…(1)
6
Produksi Nutrien Limbah Pertanian yang Berpotensi sebagai Pakan
Nilai konversi limbah tanaman pertanian dari satu komoditi ditentukan
dengan menimbang bobot tanaman yang dapat dimanfaatkan (kecuali akar dan
batas sabit saat panen) kemudian dipisahkan antara bagian yang digunakan ternak
dan yang dapat digunakan oleh pangan dan lainnya. Bobot perbagian tanaman
dikonversi kedalam persen (%) bagian yang bermanfaat untuk dikonsumsi. Data
ini yang kemudian dipakai untuk menentukan besar produksi nutrien asal limbah
pertanian. Data sekunder produksi komoditi pertanian yang diperoleh dari BPS
adalah produksi segar bagian yang digunakan untuk pangan, sehingga harus
dikonversi untuk menentukan seberapa besar bagian yang dapat digunakan untuk
pakan ternak atau produksi limbah segar. Perhitungannya dengan menggunakan
persamaan 2.
..…(2)
Produksi limbah =
Produksi nutrien limbah pertanian dihitung berdasarkan produksi BK, PK,
dan TDN di suatu wilayah pada tahun tertentu dengan perhitungan pada
persamaan 3, 4, dan 5.
Produksi BK
Produksi PK
Produksi TDN
= produksi limbah segar x kandungan BK…………………....(3)
= produksi BK x kandungan PK………………….………..(4)
= produksi BK x kandungan TDN…………………………….(5)
Keterangan:
Produksi nutrien (BK/PK/TDN) dan limbah segar
Kandungan nutrien (BK/PK/TDN)
= ton tahun-1
= %
Potensi Komoditi Limbah Pertanian sebagai Pakan
Potensi tiap komoditi pertanian yang biasa dijadikan pakan di Kabupaten
Bandung dan Bogor berbeda tergantung jumlah produksi baik BK, PK, dan TDN.
Persamaan 6 berikut dapat digunakan untuk menentukan potensi tiap limbah
pertanian yang biasa digunakan sebagai pakan di tiap kabupaten.
……(6)
Potensi BK/PK/TDN limbah =
Keterangan:
Potensi BP/PK/TDN limbah
Produksi BK/PK/TDN
=%
= ton tahun-1
Kapasitas Peningkatan Populasi Ternak Ruminanasia (KPPTR)
Berdasarkan Kebutuhan Nutrien Ternak
Jumlah nutrien yang dibutuhkan dari limbah pertanian diasumsikan sebagai
jumlah nutrien yang harus dipenuhi dari sumber hijauan. Konsentrat sapi perah
diperlukan untuk memenuhi kebutuhan nutrien harian ternak sesuai rekomendasi
yang distandarkan SNI (2009). Persentase struktur dan kebutuhan nutrien sapi
perah dapat dilihat pada Tabel 1 dan 2, berturut-turut.
7
Tabel 1 Struktur ternak ruminansia Jawa Barata (%)
Jenis Ternak
Sapi Perah
Sapi Potong
Kambing
Domba
a
Sumber : BPS 2013
Anak
16.08
22.85
26.66
28.32
Muda
34.72
23.56
26.54
26.41
Dewasa
49.20
53.59
46.79
45.26
Limbah pertanian yang digunakan sebagai pakan baru mencapai 30% dari
total produksinya (Indraningsih et al. 2011) di Indonesia, sisanya sebesar 70%
inilah yang akan dihitung untuk menambahkan populasi sapi perah di daerah
tersebut. Kebutuhan nutrien asal hijauan yang digunakan pada penelitian ini
dipenuhi dari limbah pertanian dengan batasan untuk penggunaan jerami padi
sebesar 25% bagi ternak sapi perah (Drake et al. 2002). Pembatasan penggunaan
jerami padi dilakukan karena kandungan lignin dan silika yang terkandung dalam
bahan. Sementara untuk jenis limbah pertanian lainnya tidak dibatasi
penggunaannya. Proporsi hijauan:konsentrat yang digunakan adalah 70:30.
Nutrien yang mampu disuplai dari jerami padi berbeda tiap kabupaten sesuai
dengan kandungan nutrien jeraminya. Nutrien yang disediakan dari limbah lain
adalah kebutuhan nutrien yang harus dipenuhi dari hijauan dikurangi dari suplai
nutrien dari jerami.
Tabel 2 Kebutuhan nutrien harian ternak sapi perah (ekor hari-1)
Suplai Nutrien
Total kebutuhan nutrien pakana
Nutrien dari hijauan (kg)
Nutrien dari jerami (kg)
Nutrien dari limbah lainnya (kg)
Bandung
Bogor
Bandung
Bogor
BK
12.4 kg
8.68
3.10
3.10
5.58
5.58
PK
11.9%
0.78
0.21
0.14
0.58
0.64
TDN
68%
5.40
1.17
1.49
4.24
3.91
a
Sesuai NRC Dairy Cattle (2000); sapi FH bobot 454 kg (small breed cow) periode mid laktasi
dengan produksi susu 10 liter/hari
Nilai KPPTR digunakan untuk mengestimasi seberapa besar penambahan
populasi ternak sapi perah yang masih dapat dilakukan berdasarkan ketersediaan
nutrien dari limbah pertanian yang belum termanfaatkan sebagai pakan (70% dari
total produksi limbah pertanian). Perhitungan KPPTR menggunakan persamaan 7.
KPPTR (sapi perah)
Keterangan:
Kebutuhan nutrien
=
po ki
k
h nn
lim h p
i n
l hij
ni n
n n k
pi p
h
………..(7)
= kebutuhan BK/PK/TDN yang dipenuhi dari hijauan
untuk sapi perah dalam 1 tahun (ton tahun-1). Dibedakan
antara kebutuhan dari jerami dan limbah lainnya
KPPTR sapi perah
= dalam ST
Produksi BK/PK/TDN = ton tahun-1
8
Analisis Location Quotient (LQ) (Hendayana 2003)
Analisis potensi ternak ditentukan dengan Metode Location Quotient (LQ).
Metode ini digunakan untuk menunjukkan kecamatan basis ternak sapi perah di
Kabupaten Bandung dan Bogor. Daerah yang memiliki nilai LQ di atas 1
memiliki keunggulan komparatif baik dari sisi penawaran maupun permintaan.
Kecamaan yang mempunyai potensi sapi perah dapat ditentukan dengan rumus
sebagai berikut:
Keterangan:
Xi
= populasi sapi perah kecamatan
X
= populasi ternak ruminansia di suatu kecamatan
Yi
= populasi sapi perah kabupaten
Y
= populasi ternak ruminansia di kabupaten
LQ> 1 = kecamatan tersebut basis peternakan sapi perah di kabupaten
LQ< 1 = kecamatan tersebut non-basis peternakan sapi perah di kabupaten
Seluruh populasi ternak ruminansia harus dikonversi ke dalam satuan ternak
(ST) untuk menyama-ratakan satuan yang digunakan. Total populasi ruminansia
harus dikonversi ke dalam bentuk ST karena data yang diperoleh dari BPS masih
dalam satuan ekor. Struktur ternak ruminansia dapat dilihat pada Tabel 1.
Penghitungan populasi ruminansia dalam ST menggunakan rumus sebagai
berikut:
Populasi rumianasia (ST) = populasi (ekor) x struktur ternak x konversi ST
Keterangan:
Populasi (ekor)
Struktur ternak
Konversi ST
= sumber dari data BPS
= dalam % (sumber dari BPS; Tabel 1)
= Sapi anak 0.25 ST ekor-1; muda 0.5 ST ekor-1;
dewasa 1 ST ekor-1. Domba/Kambing anak 0.035 ST
ekor-1; muda 0.07 ST ekor-1; dewasa 0.14 ST ekor-1
Tabel 3 menunjukkan populasi ternak di Kabupaten Bandung pada tahun
2012. Terlihat bahwa ternak sapi perah merupakan komoditas peternakan
dominan di kabupaten ini. Populasi ternak sapi perah di Kabupaten Bandung
adalah yang terbesar dibandingkan dengan populasi ternak ruminansia lainnya.
Populasi ternak sapi perah Kabupaten Bandung yaitu sebesar 33.48% dari total
keseluruhan ternak ruminansia.
9
Tabel 3 Keragaan ternak ruminansia Kabupaten Bandung tahun 2012a
Kecamatan
Populasi Ternak (ST)
Sapi Perah
Sapi Potong
Kambing
Domba
Total
Ciwidey
786
42.35
82.63
554.89
1465.87
Rancabali
487
124.22
28.05
548.56
1187.83
Pasirjambu
3157
24.00
120.18
593.52
3894.71
9
299.97
84.89
570.12
963.98
10 346
214.56
44.42
626.74
11 231.73
3150
52.94
29.74
521.40
3754.07
Pacet
36
1080.58
86.68
1895.18
3098.44
Ibun
3
287.97
92.70
1706.70
2090.37
Paseh
13
109.40
476.22
1408.47
2007.09
Cikancung
41
12 620.41
68.42
317.50
13 047.33
Cicalengka
Cimaung
Pangalengan
Kertasari
185
137.63
77.55
598.39
998.57
Nagrek
3
119.99
48.19
628.12
799.29
Rancaekek
0
75.52
106.54
767.69
949.75
Majalaya
3
129.87
68.23
510.66
711.76
Solokanjeruk
3
146.10
29.74
959.93
1138.77
Ciparay
6
66.35
117.83
665.01
855.18
41
241.38
7.91
1590.99
1881.28
954
49.41
119.62
581.69
1704.71
Baleendah
Arjasari
Banjaran
3
97.40
50.63
454.23
605.26
104
80.46
48.75
217.39
450.60
Pameungpeuk
0
146.81
60.52
322.00
529.32
Ketapang
2
207.51
34.73
540.85
785.08
Soreang
1
134.81
122.44
1075.55
1333.81
Kutawaringin
8
113.63
92.89
910.84
1125.36
Margaasih
0
251.26
14.87
739.52
1005.65
Margahayu
0
98.11
20.33
239.50
357.94
Dayeuhkolot
2
104.46
18.63
57.81
182.90
Bojongsoang
3
46.58
17.98
294.01
361.57
395
34.58
53.74
363.29
846.61
1636
857.55
52.14
546.91
3092.59
Cangkuang
Cileunyi
Cilengkrang
Cimenyan
Total
a
629
1813.91
73.69
738.23
3254.83
22 006
19 809.69
2 350.90
21 545.68
65 712.26
Diolah dari data Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bandung (2013)
Sementara itu, komoditi sapi perah bukan merupakan komoditi dominan di
Kabupaten Bogor. Seperti dijelaskan Tabel 4, populasi sapi perah hanya 12.15%
dari total populasi ternak ruminansia di Kabupaten Bogor. Jumlah ruminansia
total di Kabupaten Bogor lebih kecil dari jumlah ruminansia total Kabupaten
Bandung.
10
Tabel 4 Keragaan ternak ruminansia Kabupaten Bogor tahun 2012a
Kecamatan
Sapi Perah
Populasi Ternak
Sapi Potong
Kambing
Domba
Total
Nanggung
17.06
12.70
618.97
1020.22
1668.95
Leuwiliang
0.00
9.18
281.09
503.96
794.22
Leuwisadeng
0.00
12.70
252.59
381.64
646.94
787.59
129.87
591.50
1280.55
2789.52
1109.60
48.70
351.71
929.38
2439.38
34.12
31.76
213.45
513.41
792.75
Tenjolaya
17.06
46.58
157.68
231.43
452.75
Dramaga
132.21
70.58
69.22
367.97
639.98
0.00
83.28
65.95
185.27
334.50
21.32
54.35
326.86
483.41
885.94
793.28
47.99
377.02
548.65
1766.95
39.10
33.88
376.00
762.46
1211.43
Caringin
499.71
215.97
199.44
622.15
1537.28
Ciawi
984.49
91.75
170.76
436.61
1683.62
Pamijahan
Cibungbulang
Ciampea
Ciomas
Taman Sari
Cijeruk
Cigombong
Cisarua
1089.69
14.82
476.88
789.16
2370.56
Megamendung
324.14
108.69
2.52
710.06
1145.41
Sukaraja
119.42
26.11
167.59
212.06
525.18
35.54
977.53
442.04
331.45
1786.56
Sukamakmur
1.42
1843.55
381.79
715.93
2942.69
Cariu
0.00
151.04
322.19
914.14
1387.37
Tanjungsari
3.55
1719.33
330.88
712.26
2766.02
Jonggol
0.00
1964.24
551.24
1210.90
3726.39
Cileungsi
1.42
3045.53
637.46
619.86
4304.27
Klapanunggal
0.00
719.92
401.50
379.26
1500.67
Gunung Putri
0.00
212.45
174.41
194.08
580.93
Citeureup
25.59
446.07
372.45
638.12
1482.22
Cibinong
Babakan Madang
326.27
368.43
249.04
189.12
1132.86
Bojonggede
41.23
184.21
239.70
218.58
683.72
Tajurhalang
35.54
475.71
282.77
117.55
911.57
143.59
184.21
142.92
159.30
630.03
Kemang
Rancabungur
0.00
302.79
164.32
223.72
690.82
Parung
13.51
201.15
83.61
60.93
359.20
Ciseeng
13.51
170.80
160.95
151.04
496.31
Gunung Sindur
17.77
630.28
419.81
175.91
1243.77
Rumpin
115.86
1923.31
717.24
730.34
3486.75
Cigudeg
0.00
59.29
269.04
399.54
727.86
Sukajaya
0.00
9.88
255.40
599.21
864.49
Jasinga
0.00
28.23
417.75
430.28
876.26
Tenjo
0.00
47.29
161.23
177.65
386.18
Parung Panjang
0.00
165.86
346.29
347.14
859.29
Total
6743.60
16 870.03
12 223.26
19 674.72
a
Diolah dari data Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor (2013)
55 511.61
11
Peubah yang Diamati
Variabel yang diamati dalam penelitian ini meliputi:
1. Jenis pakan dari limbah pertanian yang biasa digunakan di Kabupaten
Bandung dan Bogor.
2. Kualitas nutrien bahan baku pakan yang diperoleh dari poin 1.
3. Kuantitas nutrien dalam BK, PK, dan TDN limbah pertanian di kecamatan
terpilih.
4. Kapasitas daya tampung dan peningkatan populasi ternak sapi perah
berdasarkan ketersediaan nutrien PK dan TDN asal limbah pertanian dan
potensi ternak sapi perah pada level Kabupaten Bandung dan Bogor.
3 HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambaran Umum
Kependuduk dan Geografis Kabupaten Bandung
Kabupaten Bandung merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Jawa
Barat, Indonesia. Jumlah penduduk Kabupaten Bandung pada tahun 2012
sebanyak 3 351 048 jiwa terdiri dari 1 703 535 laki-laki dan 1 647 513
perempuan. Luas wilayah keseluruhan Kabupaten Bandung adalah 1762.40 km2,
dengan rata-rata kepadatan penduduk 3435.67 jiwa km-2 (BPS Kab Bandung
2013). Kondisi geografis wilayah Kabupaten Bandung yang terletak pada
koordinat 107o 22‟–108o 5‟ Bujur Timur dan 6o41‟–7o19‟ Lin ng S l n dan
kabupaten ini terletak di wilayah dataran tinggi. Wilayah Bandung berada di
antara bukit-bukit dan gunung-gunung yang mengelilingi Kabupaten Bandung,
seperti di sebelah utara terletak Bukit Tunggul dengan tinggi 2200 m, Gunung
Tangkuban Parahu dengan tinggi 2076 m yang berbatasan dengan Kabupaten
Bandung Barat dan Kabupaten Purwakarta dan di sebelah selatan terdapat Gunung
Patuha dengan tinggi 2334 m, Gunung Malabar dengan tinggi 2321 m, serta
Gunung Papandayan dengan tinggi 2262 m dan Gunung Guntur dengan tinggi
2249 m, keduanya berbatasan dengan Kabupaten Garut. Batas wilayah
administrasi pemerintahan Kabupaten Bandung adalah sebelah utara berbatasan
dengan Kabupaten Bandung Barat, Kota Bandung, dan Kabupaten Sumedang.
Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Sumedang dan Kabupaten Garut.
Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Garut dan Kabupaten Cianjur.
Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Bandung Barat, Kota Bandung dan
Kota Cimahi.
Kondisi Morfologi wilayah Kabupaten Bandung adalah pegunungan dengan
rata-rata kemiringan lereng 0–8%, 8–15% hingga di atas 45%. Kabupaten
Bandung beriklim tropis yang dipengaruhi oleh iklim muson dengan curah hujan
rata-rata 1500 mm sampai dengan 4000 mm per tahun. Suhu udara berkisar 12 oC
sampai 24 oC dengan kelembaban 78% pada musim hujan dan 70% pada musim
kemarau. Dampak dari kondisi morfologis, dan geografis Kabupaten Bandung
membuat potensi sumber daya air yang tersedia cukup melimpah, baik air bawah
12
tanah maupun air permukaan. Dengan aspek hidrologis seperti ini, Kabupaten
Bandung cukup potensial untuk dapat mengembangkan sektor pertanian, sektor
peternakan, sektor industri dan sektor-sektor lain yang sangat bergantung pada
suplai air (BPS Kab Bandung 2013).
Gambar 1 Peta Kabupten Bandung
Sumber: pn-balebandung.go.id
Kependuduk dan Geografis Kabupaten Bogor
Berdasarkan data BPS Kabupaten Bogor memiliki 40 kecamatan, 17
kelurahan, 413 desa, 3882 RW (rukun warga) dan 15 561 RT (rukun tetangga).
Kabupaten Bogor memiliki jumlah penduduk sebesar 5 077 210 jiwa yang terdiri
dari 2 604 870 pria dan 2 472 340 wanita pada tahun 2012. Luas wilayah
Kabupaten Bogor adalah 2663.82 km2, dengan rata-rata kepadatan penduduk yang
tinggi yaitu 2745.05 jiwa km-2. Terdapat 2 193 981 orang angkatan kerja dengan
1 995 032 mempunyai status bekerja dan sisanya menganggur. Sebanyak
1 012 098 orang bekerja sebagai buruh/karyawan/pegawai dan 204 468 rumah
tangga bekerja sebagai petani (BPS Kab Bogor 2013).
Kabupaten Bogor merupakan salah satu wilayah yang berbatasan langsung
dengan Jakarta dan secara geografis terletak antara 6.19o-6.47o LS (Lintang
Selatan) dan 106o1'-107o103' BT (Bujur Timur). Tipe morfologinya bervariasi,
dari daratan yang relatif rendah di bagian Utara hingga dataran tinggi di bagian
13
Selatan. Luas wilayah Kabupaten Bogor sekitar 5.19% dari luas seluruh Provinsi
Jawa Barat dengan batas wilayah yaitu:
Sebelah Utara
: Kota Depok
Sebelah Barat
: Kabupaten Lebak
Sebelah Barat Daya
: Kabupaten Tangerang
Sebelah Timur
: Kabupaten Purwakarta
Sebelah Timur Laut : Kabupaten Bekasi
Sebelah Selatan
: Kabupaten Sukabumi
Sebelah Tenggara
: Kabupaten Cianjur
Rataan suhu udara di Kabupaten Bogor pada tahun 2012 adalah 25.1-26.3
o
C, dengan suhu minimal 19 oC pada bulan September dan suhu tertinggi 35.4 oC
pada bulan Oktober. Rataan kelembaban udara 70% dengan curah hujan rata-rata
setiap tahun sekitar 3500–4000 mm dengan curah hujan terbesar pada bulan
Desember dan Januari (Pemerintah Prov Jabar 2013). Tingginya curah hujan di
Kabupaten Bogor membuat kabupaten ini terkenal dengan sebutan Kota Hujan.
Kabupaten Bogor menjadi daerah sentra pertanian didukung oleh ketersediaan
sumberdaya air yang cukup.
Gambar 2 Peta Kabupaten Bogor
Sumber: BPS Kab Bogor (2012)
14
Pertanian dan Peternakan di Kabupaten Bandung dan Bogor
Provinsi Jawa Barat dikenal sebagai daerah sentra pertanian dan peternakan.
Kabupaten Bandung dan Bogor memiliki potensi yang mendukung sektor
pertanian dan peternakan. Kabupaten ini mempunyai kekuatan SDA (Sumber
Daya Alam) dan SDM (Sumber Daya Manusia) di bidang pertanian yang
memadai, sehingga pertanian dianggap sebagai sektor andalannya (bussines core).
Sementara di bidang peternakan, terdapat daerah-daerah pengembangan sapi
perah yang utama di Provinsi Jawa Barat yaitu Pengalengan, Lembang, Garut,
Bogor, dan Sukabumi. Kabupaten Bandung dan Bogor dapat dikatakan sebagai
barometer perkembangan usahatani sapi perah di Jawa Barat (Siregar dan
Praharini 1993).
Upaya untuk meningkatkan nilai tambah dari usaha pertanian di Kabupaten
Bandung dan Bogor adalah dengan diterapkanya suatu sistem pertanian yang
berkelanjutan (sustainable), dengan meminimalkan limbah yang terbuang
percuma. Pemanfaatan limbah pertanian untuk pakan ternak adalah salah satu cara
untuk membangun sebuah sistem pertanian yang berkelanjutan. Menurut Jaleta et
al. (2013) penggunaan limbah pertanian untuk pupuk dan pakan untuk ternak
adalah 2 fungsi utama dalam program konservasi pertanian. Peternak tradisional
tidak bisa mengandalkan kebun rumput untuk memenuhi kebutuhan pakannya,
karena kepemilikan lahan yang terbatas dan rumput tidak tersedia sepanjang
tahun. Salah satu cara agar usaha peternakan rakyat tetap dapat bertahan adalah
dengan memanfaatkan limbah pertanian sebagai sumber hijauan pakannya.
Idealnya untuk tetap memenuhi kebutuhan hijauan pakan sapi di tengah semua
keterbatasan maka solusi terbaik adalah dengan cara “m mp ” pada lahan yang
tidak ditanami tanaman pertanian dan memanfaatkan bahan limbah pertanian
(crop residue). Namun, untuk kasus di Kabupaten Bandung dan Bogor yang
memiliki keterbatasan ketersediaan lahan untuk menggembala (grazing), maka
yang paling mungkin adalah dengan solusi penggunaan limbah pertanian sebagai
pakan. Sebenarnya, terdapat 4 sumber pakan yang berpotensi dimanfaatkan oleh
usaha peternakan skala kecil menurut Devendra dan Sevilla (2002), yaitu hijauan
pakan dari lahan pastura, limbah pertanian, hasil sampingan industri pertanian dan
pakan non-konvensional. Kabupaten Bandung dan Bogor dikenal sebagai daerah
sentra pertanian dengan potensi limbah pertanian yang besar pula, sehingga
pemanfaatan limbah pertanian sebagai sumber hijauan pakan merupakan solusi
terbaik. Solusi ini dapat mengatasi 3 permasalahan sekaligus, yaitu penyediaan
pakan, menekan kompetisi lahan untuk mendukung pertambahan populasi sapi
perah, dan menciptakan sistem pertanian berkelanjutan.
Potensi pertanian di Kabupaten Bandung dan Bogor seharusnya juga
mendukung usaha percepatan pengembangan peternakan di kabupaten ini, untuk
mendukung peningkatan produksi peternakan nasional. Namun tidak tersedianya
informasi yang cukup tentang nilai nutrien bahan tersebut dan potensi
pengembangan populasi ternak di masing-masing kecamatan potensial
mengakibatkan sumberdaya ini tidak termanfaatkan dengan optimal. Ternak juga
terkadang tidak mendapatkan nutrien yang cukup untuk produksi optimal.
Faktanya memang terdapat kecenderungan kekurangan nutrien pada ternak
ruminansia yang dipelihara di daerah Jawa Barat. Tawaf dan Daud (2010),
mengatakan bahwa studi kasus di Jawa Barat menunjukkan adanya keterbatasan
aksessibilitas usaha ternak ruminansia terhadap sumber pakan. Rata-rata ternak
15
ruminansia di daerah ini hanya mengkonsumsi BK sebesar 3 kg dan PK 20 gr
perharinya. Nilai ini jauh dari kebutuhan minimal persatuan ternak yang harus
dipenuhi dari hijauan yaitu 6.5 kg untuk BK dan 0.5 kg untuk PK perharinya
(McDonald et al. 2002). Hal ini ironis dengan potensi pakan asal limbah pertanian
yang melimpah di kedua kabupaten tersebut. Limbah pertanian dapat menjadi
salah satu solusi permasalahan hijauan di Jawa Barat dengan mempertimbangkan
ketersediaan (availability) dan daya akses (accessibility).
250,000
200,000
150,000
100,000
50,000
0
2007
2008
2009
2010
2011
2012
Sapi Perah
25,276
27,007
28,123
31,277
36,403
31,937
Sapi Potong
13,149
13,806
14,611
17,997
36,849
28,067
Domba
196,851
205,376
220,531
223,058
231,257
234,795
Kambing
20,644
19,793
20,321
20,542
23,579
24,980
Gambar 3 Populasi ruminansia (ekor) di Bandung Tahun 2007 s/d 2012
Sumber: Dinas Peternakan dan Perikanan Kab Bandung 2013
Gambar 3 menunjukkan bahwa populasi komoditi peternakan di Kabupaten
Bandung mengalami peningkatan dari tahun ke tahun, kecuali pada tahun 2012.
Ini menunjukkan bahwa Kabupaten Bandung fokus dalam mengembangkan sektor
peternakannya. Sektor peternakan Kabupaten Bandung memiliki populasi ternak
ruminansia pada tahun 2012 tercatat sebanyak 31 937 ekor sapi perah, 28 067
ekor sapi potong, 234 795 ekor domba, dan 24 979 ekor kambing. Sementara itu
untuk ternak kecil/unggas tercatat sebanyak ayam buras 1 863 970 ekor, ayam
petelur 414 930 ekor, ayam pedaging 2 443 390 ekor, dan itik 389 739 ekor
(Dinas Peternakan dan Perikanan Kab Bandung 2013). Peternakan ruminansia di
kabupaten ini didominasi oleh peternakan rakyat. Kabupaten Bandung masih terus
melakukan pengembangan di sektor peterna