Profitabilitas Usaha Pengolahan dan Nilai Tambah Produk Minyak Kelapa (Studi Kasus : Tiga Usaha Pengolahan Minyak Kelapa di Kabupaten Ciamis)

PROFITABILITAS USAHA PENGOLAHAN DAN
NILAI TAMBAH PRODUK MINYAK KELAPA
(Studi Kasus: Tiga Usaha Usaha Pengolahan Minyak Kelapa di
Kabupaten Ciamis)

DINAR MONITHA NURDIANI

DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

i

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA1
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Profitabilitas Usaha
Pengolahan dan Nilai Tambah Produk Minyak Kelapa (Studi Kasus: Tiga Usaha
Pengolahan Minyak Kelapa di Kabupaten Ciamis) adalah benar karya saya
dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun

kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip
dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Maret 2015
Dinar Monitha Nurdiani
NIM H34124002

1

Pelimpahan hak cipta atas karya tulis dari penelitian kerja sama dengan pihak luar IPB harus
didasarkan pada perjanjian kerjasama yang terkait

ABSTRAK
DINAR MONITHA NURDIANI. Profitabilitas Usaha Pengolahan dan Nilai
Tambah Produk Minyak Kelapa (Studi Kasus: Tiga Usaha Pengolahan Minyak
Kelapa di Kabupaten Ciamis). Dibimbing oleh AMZUL RIFIN.
Salah satu produk olahan dari buah kelapa yang sudah banyak dikenal

adalah minyak kelapa. Usaha pengolahan minyak kelapa ini terdapat di Kabupaten
Ciamis yang termasuk ke dalam usaha informal. Tujuan penelitian ini adalah
menganalisis profitabilitas dan nilai tambah dari usaha pengolahan minyak kelapa
yang menghasilkan 2 macam produk yaitu minyak kelapa dan galendo. Penelitian
dilakukan pada tiga usaha pengolahan minyak kelapa di Kabupaten Ciamis yang
memiliki kapasitas produksi yang berbeda. Hasil penelitian menunjukkan ketiga
usaha mampu menghasilkan laba. Usaha Bapak Nana dengan kapasitas produksi
sedang merupakan usaha yang paling menguntungkan. Sedangkan usaha yang
menghasilkan produk minyak kelapa dan galendo yang paling menguntungkan
adalah usaha Bapak Babas. Produk dengan profitabilitas yang tinggi dipengaruhi
oleh inovasi produk. Analisis nilai tambah menunjukkan produk minyak kelapa
curah Bapak Babas memiliki rasio nilai tambah tertinggi dan produk galendo 1,4
kg Bapak Nana memiliki rasio nilai tambah tertinggi.
Kata kunci: minyak kelapa, galendo, profitabilitas, nilai tambah

ABSTRACT
DINAR MONITHA NURDIANI. Profitability of Factory and Value Added of
Coconut Oil (Case Studi : Three Coconut Oil Factories in Ciamis). Supervised by
AMZUL RIFIN.
One of processed products from coconut fruit that already been known is

coconut oil. Coconut oil factory is located in Ciamis as an informal businesses.
The purpose of this research is to analyze profitability and value added of coconut
oil and its side product called galendo. Research was conducted at three coconut
oil factories in Ciamis which have different scale. The results of this research
show that all factories are profitable. Mr. Nana’s factory with medium scale
capacity is the most profitable business. But, factory that produces the most
profitable coconut oil and galendo is Mr. Babas’ factory. Highest profitability
product is influenced by product innovation. From value added analysis shows
Mr. Babas has the highest added value in coconut oil and Mr. Nana has the
highest added value in galendo.
Keywords:coconut oil, galendo, profitability, value-added

iii

PROFITABILITAS USAHA PENGOLAHAN DAN NILAI
TAMBAH PRODUK MINYAK KELAPA
(Studi Kasus: Tiga Usaha Pengolahan Minyak Kelapa di
Kabupaten Ciamis)

DINAR MONITHA NURDIANI


Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi
pada
Departemen Agribisnis

DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

v

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul skripsi
penelitian yang dilaksanakan sejak bulan September 2014 adalah Profitabilitas
Usaha Pengolahan dan Nilai Tambah Produk Minyak Kelapa (Studi Kasus: Tiga

Usaha Pengolahan Minyak Kelapa di Kabupaten Ciamis).
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Amzul Rifin, SP MA
sebagai dosen pembimbing, Ibu Tintin Sarianti, SP MM selaku dosen evaluator
kolokium, Ibu Dr Ir Netti Tinaprilla, MM sebagai dosen penguji utama dan Ibu Ir
Juniar Atmakusmuma MS sebagai dosen penguji akademik yang telah banyak
memberi saran serta kepada Ibu Dra Yusalina MSi sebagai pembimbing akademik
yang telah banyak memberi bimbingan dan arahan selama masa perkuliahan. Di
samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Ade, Bapak Nana dan
Bapak Babas yang telah bersedia menjadi responden untuk penulisan karya ilmiah
ini dan membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga
disampaikan kepada ayah, ibu, adik dan kakak, atas segala doa dan kasih
sayangnya.Penulis juga menyampaikan terimakasih untuk Nisya May Ulfia atas
semangat dan kerjasamanya selama melakukan bimbingan serta untuk seluruh
sahabat dan teman-teman seperjuangan dari Alih Jenis Agribisnis Angkatan 3.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Maret 2015
Dinar Monitha Nurdiani

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL
viii
DAFTAR GAMBAR
ix
DAFTAR LAMPIRAN
ix
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Perumusan Masalah
5
Tujuan Penelitian
8
Manfaat Penelitian
8
Ruang Lingkup
8
TINJAUAN PUSTAKA
9

Produk Bersama dan Produk Sampingan
9
Analisis Profitabilitas Usaha Pengolahan Produk Pertanian
10
Analisis Nilai Tambah Komoditas Olahan Produk Pertanian
12
KERANGKA PEMIKIRAN
13
Kerangka Pemikiran Teoritis
13
Konsep Biaya
13
Konsep Produksi Bersama dan Produksi Sampingan
14
Konsep Titik Impas/Pulang Pokok (Break Even Poin/BEP)
15
Konsep Profitabilitas
17
Konsep Nilai Tambah
17

Kerangka Pemikiran Operasional
18
METODE PENELITIAN
20
Lokasi dan Waktu Penelitian
20
Metode Penentuan Sampel
20
Jenis dan Sumber Data
20
Metode Pengambilan Data
20
Metode Analisis dan Pengolahan Data
21
Analisis Struktur Biaya
21
Analisis Profitabilitas
22
Analisis Nilai Tambah
23

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN USAHA PENGOLAHAN
MINYAK KELAPA
24
Keadaan Umum Kabupaten Ciamis
24
Kondisi Geografis
24
Kondisi Demografi
24
Ketenagakerjaaan
25
Pertanian
25
Keadaan Usaha Pengolahan Minyak Kelapa di Kabupaten Ciamis
25
Gambaran Umum Usaha Pengolahan Minyak Kelapa di Lokasi Penelitian 27
Pengadaan Bahan Baku dan Bahan Penolong
28
Peralatan
29

Proses Produksi
29
Pemasaran
33
Sejarah dan Latar Belakang Usaha Pengolahan Minyak Kelapa di Lokasi
Penelitian
34

HASIL DAN PEMBAHASAN
Struktur Biaya
Penerimaan Usaha Pengolahan Minyak Kelapa
Analisis Profitabilitas
Analisis Profitabilitas Usaha Keseluruhan
Analisis Nilai Tambah
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP


38
38
44
46
54
55
61
61
61
62
65
75

DAFTAR TABEL

1
2
3

4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19

Produksi, luas areal, dan produktivitas kelapa di Indonesia tahun 20092013
Perkembangan volume dan nilai ekspor-impor kelapa Indonesia tahun
2008-2012
Konsumsi rata-rata per kapita seminggu minyak goreng di Indonesia
pada tahun 2009-2013 berdasarkan hasil Survei sosial ekonomi nasional
(Susenas)
Luas areal, produksi dan produktivitas kelapa pada daerah sentra
penghasil di Jawa Barat Tahun 2012
Jumlah unit usaha, tenaga kerja, nilai investasi dan kapasitas produksi
usaha pengolahan minyak kelapa informal di Kabupaten Ciamis
Perkembangan harga rata-rata buah kelapa belum dikupas di Jawa Barat
tahun 2008-2012
Daftar sampel unit pengolahan minyak kelapa
Tahapan perhitungan nilai tambah Metode Hayami
Karakteristik umum usaha pengolahan minyak kelapa
Struktur biaya pada ketiga usaha pengolahan minyak kelapa dalam 1
tahun
Biaya rata-rata untuk setiap produk dan biaya rata-rata total per kg
output pada usaha pengolahan minyak kelapa
Penerimaan ketiga usaha pengolahan minyak kelapa dalam1 tahun
Kondisi titik impas dan profitabilitas produk minyak kelapa pada usaha
pengolahan minyak kelapa
Kondisi titik impas dan profitabilitas produk galendo pada usaha
pengolahan minyak kelapa
Lanjutan kondisi titik impas dan profitabilitas produk galendo pada
usaha pengolahan minyak kelapa
Kondisi profitabilitas secara keseluruhan pada usaha pengolahan
minyak kelapa
Analisis nilai tambah minyak kelapa pada ketiga usaha pengolahan
minyak kelapa
Analisis nilai tambah galendo pada ketiga usaha pengolahan minyak
kelapa
Lanjutan analisis nilai tambah galendo pada ketiga usaha pengolahan
minyak kelapa

1
2

3
4
6
7
20
23
27
39
44
45
46
47
47
54
58
59
60

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7

Analisis BEP secara grafis
Kerangka pemikiran operasional
Proses produksi minyak kelapa dan galendo
Bagan proses produksi minyak kelapa dan galendo
Produk minyak kelapa dan galendo Bapak Ade
Produk minyak kelapa dan galendo Bapak Nana
Aneka produk dan minyak kelapa Bapak Babas

16
19
31
33
35
36
37

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
8
9

10

11
12
13
14
15

Biaya penyusutan investasi dan peralatan Bapak Ade
Biaya penyusutan investasi dan peralatan Bapak Nana
Biaya penyusutan investasi dan peralatan Bapak Babas
Perhitungan rasio bersama untuk produk minyak kelapa dan galendo
pada usaha Bapak Ade dengan metode nilai pasar
Perhitungan rasio bersama untuk produk minyak kelapa dan galendo
pada usaha Bapak Nana dengan metode nilai pasar
Perhitungan rasio bersama untuk produk minyak kelapa dan galendo
pada usaha Bapak Babas dengan metode nilai pasar
Perhitungan rasio bersama dengan metode saturan fisik untuk
penyusutan mesin press galendo pada usaha Bapak Nana
Perhitungan rasio bersama dengan metode saturan fisik untuk
penyusutan sealer dan timbangan plastik pada usaha Bapak Nana
Perhitungan rasio biaya bersama dengan metode satuan fisik untuk
penyusutan sealer plastik, sealer foil, mesin vacum, timbangan bandul
dan timbangan plastik pada usaha Bapak Babas
Perhitungan rasio biaya bersama dengan metode satuan fisik untuk
penyusutan alat press galendo dan pemeliharaannya pada usaha Bapak
Babas
Perhitungan rasio biaya bersama dengan metode satuan fisik untuk
biaya upah tenaga kerja pengemasan pada usaha Bapak Babas
Rincian biaya bersama Bapak Ade
Rincian biaya bersama Bapak Nana
Rincian biaya bersama Bapak Babas
Komponen biaya variabel pada ketiga usaha

65
66
67
68
68
69
69
69

70

70
70
71
72
73
74

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia merupakan negara agraris dengan banyak komoditas yang
dihasilkan. Perkebunan merupakan salah salah subsektor pertanian yang menjadi
unggulan di Indonesia. Ini dapat dilihat dari kontribusi perkebunan sebagai
komoditas ekspor yang menghasilkan devisa. Berdasarkan Kementrian Pertanian
(2013), komoditas yang paling banyak diekspor pada sektor pertanian pada tahun
2012 berasal dari perkebunan sebanyak 97.24 persen dari keseluruhan ekspor
komoditas pertanian. Ekspor perkebunan juga mengalami pertumbuhan sebesar
7.02 persen pada periode 2011-2012. Ini menunjukkan bahwa subsektor
perkebunan memiliki potensi yang semakin baik untuk memberikan kontribusi
yang positif terhadap posisi sektor pertanian dalam perekonomian Indonesia.
Selain itu, produk-produk hasil perkebunan dapat digunakan sebagai bahan baku
dan bahan penolong bagi industri pengolahan. Hal ini memacu berkembangnya
industri pengolahan hasil produk pertanian (agroindustri) di Indonesia. Produk–
produk perkebunan yang biasa diolah lebih lanjut untuk menghasilkan nilai
tambah antara lain kelapa sawit, karet, kakao, dan kelapa.
Salah satu komoditas perkebunan yang memiliki banyak manfaat adalah
kelapa. Masyarakat mengenal kelapa sebagai pohon kehidupan karena setiap
bagian dari pohon kelapa dapat dimanfaatkan. Berdasarkan hal tersebut dapat
disimpulkan bahwa buah kelapa dan bagian pohonnya dapat diolah menjadi
berbagai macam produk. Selain itu, tanaman kelapa juga dikenal sebagai tanaman
sosial karena lebih dari 95 persen usahataninya dilakukan oleh petani
(Kementerian Pertanian 2013).
Kelapa merupakan tanaman tropis yang dapat tumbuh di daerah dataran
tinggi maupun dataran rendah. Oleh karena, kelapa dihasilkan di setiap provinsi di
Indonesia kecuali DKI Jakarta. Sentra produksi buah kelapa adalah Riau, Maluku
Utara, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Jawa Timur, Jawa Tengah dan Jawa
Barat. Produktivitas buah kelapa di Indonesia pada tahun 2009-2013 dalam Tabel
1 cenderung tidak stabil dan mengalami penurunan dengan nilai rata-rata
pertumbuhan sebesar - 0.86 persen. Penurunan produktivitas buah kelapa ini
disebabkan karena terjadinya penurunan luas area dan produksi perkebunan
kelapa pada tahun 2010 dan 2013.
Tabel 1 Produksi, luas areal, dan produktivitas kelapa di Indonesia tahun 20092013
Uraian

Satuan

Tahun

Rata-rata
pertumbuhan

2009

2010

2011

2012

2013

Produksi

Kg

3 257 970

3 166 666

3 174 378

3 189 897

3 067 980

-1.47 %

Luas Areal

Ha

3 779 124

3 739 350

3 767 704

3 781 649

3 653 574

-0.96 %

Kg/Ha
1 175
1 159
Sumber: Kementrian Pertanian, 2014 (diolah)

1 158

1 157

1 135

-0.86 %

Produktivitas

2

Dukungan pemerintah untuk meningkatkan produksi buah kelapa ini dapat
dengan adanya dukungan dari pemerintah yang melakukan peremajaan pohon
kelapa. Ini membuat pemerintah mentargetkan kenaikan produksi kelapa sebanyak
5 persen pada tahun 2015. Hal ini sudah terealisasi pada dengan terjadinya
peningkatan volume ekspor kelapa yang dipasarkan sampai Juni tahun 2014
mencapai 868 978 ton atau melebihi pencapaian total volume kelapa tahun 2013
sebesar 1 295 442 ton (Kementrian Perindustrian 2014).2 Adanya peningkatan
ekspor kelapa ini menunjukkan terjadi juga peningkatan produksi kelapa pada
tahun 2014.
Banyaknya manfaat yang dimiliki kelapa menjadikannya sebagai salah satu
komoditas yang diekspor. Selama periode tahun 2008-2012, volume ekspor
kelapa cenderung mengalami peningkatan dengan rata-rata pertumbuhan sebesar
4.88 persen (Tabel 2). Penurunan ekspor kelapa pada Tabel 2 terjadi pada Tahun
2009. Adanya penurunan ekspor ini dapat mengindikasikan adanya peningkatan
penggunaan kelapa di dalam negeri terutama untuk digunakan sebagai bahan baku
industri pengolahan. Walaupun ekspor kelapa menunjukkan peningkatan yang
baik, tetapi Indonesia masih melakukan impor kelapa. Peningkatan impor kelapa
ini juga walaupun kuantitasnya kecil tetapi menunjukkan peningkatan yang lebih
besar daripada ekspor.
Tabel 2 Perkembangan volume dan nilai ekspor-impor kelapa Indonesia tahun
2008-2012
Kelapa
Ekspor
Volume
Nilai
Impor
Volume
Nilai

Rata-rata
pertumbuhan

Satuan

2008

2009

2010

2011

2012

Ton
000 US $

1 080 981
900 917

957 517
489 885

1 045 960
703 239

1 200 206
1 189 240

1 519 353
1 192 334

4.88%
16.82%

ton
000 US $

2 761
1 676

3 867
2 296

2 512
1 815

1 360
1 234

2 898
3 036

18.06%
32.52%

Sumber : Kementrian Pertanian, 2013

Perdagangan kelapa di dunia didominasi oleh Indonesia dan Filipina
sebanyak 78.9 persen, tetapi nilai ekspor produk kelapa Indonesia (1 355 000
US$) masih lebih rendah dibandingkan dengan Filipina (1 544 000 US$). Hal ini
disebabkan karena ekspor produk Indonesia masih didominasi oleh produk segar
dan produk olahan kelapa yang memiliki nilai ekonomi yang rendah yaitu sebesar
80.34 persen.3 Adanya impor kelapa Indonesia dan nilai ekspor produk kelapa
Indonesia yang lebih rendah dibandingkan dengan Filipina menunjukkan produk
olahan kelapa yang bernilai tambah tinggi masih kurang dikembangkan di
Indonesia. Menurut Kementerian Perindustrian (2009), produk kelapa yang
dihasilkan di Indonesia terdiri dari belasan jenis saja, seperti bungkil (kopra),
coconut crude oil (CCO), tepung kelapa, kelapa parut, santan dalam kemasan,
virgin coconut oil, nata de coco, konsentrat air kelapa, arang batok, carbon active,
sabut dan lain-lain. Jenis produk olahan kelapa tersebut saat ini juga masih di
dominasi oleh produk setengah jadi yaitu kopra dan CCO. Hal ini berbeda dengan
2

http://agro.kemenperin.go.id/2230-Tahun-Ini-Prospek-Cerah-Kelapa-dan-Turunannya [diunduh
2014 Desember 20]
3
http://www.bisnis.online.com/industri/read/20140421/12/220920/ekspor-kelapa-ri-kalah-darifilipina [diunduh 2014 Desember 20]

3

negara Filipina yang memiliki 100 jenis produk olahan kelapa. Pengembangan
produk olahan kelapa dapat dilakukan dengan diversifikasi produk antara lain:
oleo kimia, virgin oil, coconut cream, tepung tempurung, coconut milk, desicated
coconut, serat kelapa, gas cair, dan biofuel.
Banyaknya produk olahan dari kelapa menunjukkan bahwa banyak terdapat
industri pengolahan dari kelapa yang dapat menghasilkan produk pangan dan non
pangan. Adanya kegiatan pengolahan kelapa ini akan memberikan banyak
manfaat yaitu meningkatnya pendapatan petani, menciptakan lapangan pekerjaan
dan menciptakan nilai tambah sehingga nilai ekonomi dari kelapa semakin
meningkat. Keberadaan industri pengolahan berbasis kelapa di Indonesia menurut
Kementrian Perindustrian pada tahun 2009 didominasi oleh industri minyak
goreng, industri kelapa parut dan industri karbon aktif.
Salah satu produk olahan dari buah kelapa yang sudah banyak dikenal
adalah minyak kelapa. Menurut Rumokoi dalam Kementerian Pertanian (2009),
minyak kelapa diperkirakan merupakan produk utama kelapa di Indonesia yang
diproduksi baik oleh industri kecil/rumah tangga, industri menengah dan industri
besar sampai abad ke-21. Minyak kelapa juga merupakan produk olahan kelapa
pertama yang dikembangkan di Indonesia.
Minyak kelapa biasanya digunakan oleh masyarakat sebagai minyak goreng.
Konsumsi minyak goreng nasional didominasi oleh minyak kelapa sawit (Tabel
3). Kontribusi minyak kelapa yang rendah dalam konsumsi minyak goreng
nasional dapat dilihat pada data konsumsinya yang semakin menurun sebesar 1.06
persen pada tahun 2009-2013. Menurut Regowo (2008), penurunan konsumsi
minyak kelapa ini disebabkan adanya penggunaan minyak kelapa sawit sebagai
bahan baku utama minyak goreng di Indonesia. Hal tersebut menyebabkan
minyak goreng kelapa sawit lebih banyak di pasar dan lebih mudah didapatkan
sehingga masyarakat lebih menyukai minyak kelapa sawit daripada minyak
kelapa. Hal ini dikarenakan ketersediaan minyak kelapa sawit lebih banyak di
pasar dan harganya lebih murah daripada minyak kelapa. Padahal, minyak kelapa
pada awalnya digunakan sebagai minyak goreng utama oleh masyarakat
Indonesia.
Tabel 3 Konsumsi rata-rata per kapita seminggu minyak goreng di Indonesia pada
tahun 2009-2013 berdasarkan hasil Survei sosial ekonomi nasional
(Susenas)
Tahun
Uraian
2009

2010

Minyak kelapa
0.03
0.039
Minyak goreng
lainnya (Minyak
0.157
0.154
kelapa sawit)
Sumber : Kementrian Pertanian, 2014

2011

2012

2013

Rata-rata
pertumbuhan (%)
2009-2013

0.036

0.025

0.026

-1.06

0.158

0.179

0.171

2.38

Ada beberapa jenis minyak kelapa yaitu minyak kopra kasar (crude coconut
oil), minyak kopra putih, minyak kelentik dan minyak dara (virgin coconut oil).
Minyak kelentik merupakan salah satu jenis minyak kelapa yang diproduksi
dengan cara basah tradisional. Keberadaan minyak kelentik sudah dikenal zaman

4

dahulu. Minyak kelentik ini memiliki banyak manfaat. Menurut Balai Penelitian
Tanaman Aneka Kacang dan Umbi/Balitkabi (2012), minyak kelentik mempunyai
beragam manfaat untuk kesehatan, yaitu perawatan rambut alami dan kulit, terapi
jantung/kolesterol, meningkatkan kekebalan tubuh, penyembuhan infeksi,
memudahkan persalinan, mengobati gangguan percernaan, diabetes/penyakit gula
darah, hati/liver, dan pengganti mentega. Sebagai minyak yang digunakan untuk
menggoreng, minyak kelentik ini sangat baik karena tidak meresap ke dalam
makanan.4
Minyak kelentik ini pada zaman dahulu biasanya diproduksi sendiri oleh
masyarakat di pedesaan dan digunakan sendiri sebagai minyak makan. Banyaknya
minyak kelapa sawit yang beredar di pasar membuat masyarakat sudah jarang
membuat minyak kelentik ini. Walaupun begitu, minyak kelentik juga dapat
dijadikan sebagai komoditas yang diusahakan sebagai bisnis. Hal ini seperti
terdapat di Kabupaten Ciamis yang terdapat usaha pengolahan minyak kelentik
ini. Kabupaten Ciamis sudah dikenal sejak lama sebagai gudang buah kelapa di
Jawa Barat dan merupakan daerah penghasil buah kelapa terbesar di Jawa Barat
(Tabel 4). Ketersediaan buah kelapa di Ciamis yang melimpah menunjang
timbulnya kegiatan usaha pengolahan kelapa. Penggunaan buah kelapa sebagai
bahan baku agroindustri selain minyak kelentik sudah banyak dilakukan di
Ciamis.
Tabel 4 Luas areal, produksi dan produktivitas kelapa pada daerah sentra
penghasil di Jawa Barat Tahun 2012
Luas Areal
Produksi
Produktivitas
Daerah
(Ha)
(Ton)
(Ton/Ha)
Kabupaten Ciamis
67 914
37 890
0.56
Kabupaten Tasikmalaya
29 963
26 940
0.90
Kabupaten Sukabumi
10 783
3 024
0.28
Kabupaten Cianjur
8 102
4 133
0.51
Kabupaten Kuningan
7 076
3 798
0.54
Sumber : BPS Jawa Barat, 2013

Apabila dilihat dari beberapa jenis usaha pengolahan kelapa, keberadaan
usaha pengolahan minyak kelapa di Kabupaten Ciamis memiliki peran penting.
Peran penting tersebut berupa adanya keterkaitan terhadap kemampuan produksi
unit yaitu menyediakan bahan baku untuk industri pengolahan kelapa yang lain
yaitu industri pengolahan sabut, industri pengolahan tempurung dan industri nata
de coco. Hal ini dikarenakan usaha pengolahan kelapa menghasilkan produk
sampingan berupa sabut yang dapat digunakan untuk pengolahan sabut,
tempurung untuk arang, kerajinan dan perkakas rumah tangga serta air kelapa
untuk pengolahan nata de coco. Adanya beberapa industri olahan kelapa
menjadikan industri kelapa di Ciamis merupakan rangkaian agroindustri kelapa
yang terpadu.
Menurut Amin dan Prabandono (2009), pengolahan kelapa dapat berupa
usaha kecil yang hanya menghasilkan 1 atau 2 macam produk dan industri
pengolahan kelapa terpadu. Industri pengolahan kelapa terpadu merupakan bisnis
4

http://balitkabi.litbang.deptan.go.id/kilas-litbang/1078-minyak-klentik-warisan-orang-tua.html
[diunduh 2014 Mei 04]

5

yang menggabungkan beberapa kegiatan usaha produksi dari kelapa. Usaha
kelapa terpadu hanya dapat dilakukan oleh usaha menengah dan besar karena
membutuhkan investasi yang besar. Industri pengolahan komponen buah kelapa di
Indonesia pada umumnya berupa industri tradisional dengan kapasitas industri
yang sangat kecil. Hal ini juga berlaku untuk usaha pengolahan minyak kelapa di
Kabupaten Ciamis yang termasuk ke dalam usaha pengolahan kelapa usaha kecil
informal dengan cara produksi yang masih tradisional.
Ukuran yang seringkali dipakai untuk menilai berhasil atau tidaknya
manajemen suatu perusahaan adalah laba yang diperoleh. Laba terutama
dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu volume produk yang dijual, harga jual produk
dan biaya. Kemampuan suatu usaha untuk menghasilkan laba disebut dengan
profitabilitas. Tujuan setiap perusahaan adalah untuk memaksimalkan laba dan
mengefisienkan biaya. Untuk mencapai tujuannya tersebut, struktur biaya dan
profitabilitas menjadi informasi yang penting dalam keberlangsungan suatu usaha.
Suatu produk yang memiliki nilai tambah tinggi mengindikasikan bahwa
produk tersebut memiliki nilai ekonomi yang lebih tinggi daripada produk
primernya. Usaha pengolahan minyak kelapa akan memberikan nilai tambah
untuk kelapa. Dengan demikian, diperlukan informasi mengenai nilai tambah
yang dihasilkan dari minyak kelapa. Hal ini terkait dengan keberadaan usaha
pengolahan minyak kelapa di Kabupaten Ciamis yang mayoritas merupakan usaha
informal. Adanya informasi mengenai besarnya nilai tambah dari minyak kelapa
akan bermanfaat dalam pengembangan usaha pengolahan minyak kelapa.

Perumusan Masalah
Usaha pengolahan minyak kelapa di Kabupaten Ciamis merupakan usaha
yang sudah ada sejak lama di Kabupaten Ciamis. Minyak kelapa yang dihasilkan
di Kabupaten Ciamis ini disebut dengan minyak kelentik. Minyak kelentik ini
dikenal dengan sebutan minyak kampung karena dihasilkan dari proses
pengolahan yang tradisional dan tidak memiliki daya tahan yang lama. Hal ini
menyebabkan minyak kelentik ini kurang disukai dan memiliki nilai ekonomi
yang rendah. Akan tetapi, usaha pengolahan minyak kelapa di Kabupaten Ciamis
ini sudah bisa menghasilkan minyak kelentik yang bisa tahan lebih lama dari 4
bulan sampai 1 tahun.
Pengolahan minyak kelapa ini menghasilkan ampas minyak yang biasa
disebut galendo. Galendo merupakan makanan khas daerah Kabupaten Ciamis.
Oleh karena itu, usaha pengolahan buah kelapa ini menghasilkan 2 produk yaitu
minyak kelapa dan galendo. Pada awalnya, usaha pengolahan minyak kelapa
hanya mengandalkan penjualan minyak kelapa saja. Harga buah kelapa dari waktu
ke waktu semakin meningkat. Akan tetapi, harga minyak kelapa tidak bisa naik
terlalu tinggi dikarenakan konsumennya yang masih terbatas atau sedikit.
Kenaikan harga kelapa menyebabkan biaya produksi semakin meningkat. Hal ini
menyebabkan pendapatan usaha pengolahan minyak kelapa berkurang dan
beberapa usaha mengalami kerugian. Hal ini seperti terdapat dalam berita yang
dicantumkan dalam Okezone Economy pada tahun 2011, Pikiran Rakyat pada
tahun 2012, Tribunnews pada tahun 2013 dan Harapan Rakyat pada tahun 2014
yang menyebutkan bahwa beberapa usaha pengolahan minyak kelapa di

6

Kabupaten Ciamis mengalami kerugian dan berhenti berproduksi karena turunnya
harga minyak kelapa dan berkurangnya pasokan buah kelapa. Penurunan harga
minyak kelapa pada tahun 2011 mencapai harga Rp5 000/kg sampai Rp 6 000/kg,
pada tahun 2012 mencapai Rp6 500/kg dan pada tahun 2013 mencapai harga Rp7
500/kg5. Untuk mendapatkan tambahan pendapatan tambahan maka, para pelaku
usaha pengolahan minyak kelapa kemudian menjual galendo juga selain minyak
kelapa. Galendo yang semakin terkenal sebagai makanan khas Kabupaten Ciamis
membuat nilai ekonomis galendo semakin meningkat. Selain itu menurut Laporan
Potensi Industri Kabupaten Ciamis tahun 2013, galendo merupakan komoditas
makanan ringan unggulan di Kabupaten Ciamis. Hal ini membuat minyak kelapa
tidak menjadi produk yang utama lagi. Menurut Hongren et al. (2006), klasifikasi
produk-produk utama, produk gabungan atau produk sampingan dapat berubah
seiring dengan berlalu waktunya. Hal ini berlaku untuk galendo dan minyak
kelapa yang menjadi produk gabungan dari usaha pengolahan minyak kelapa.
Peluang untuk mengembalikan minat masyarakat terhadap minyak kelapa
dan galendo tidak mendukung perkembangan usaha pengolahan minyak kelapa di
Kabupaten Ciamis. Berdasarkan data dari Dinas Koperasi, Perindustrian dan
Perdagangan Kabupaten Ciamis, terjadi penurunan jumlah usaha pengolahan
minyak kelapa di Kabupaten Ciamis dari tahun 2012-2013 dari 46 usaha menjadi
20 usaha (Tabel 5). Berdasarkan wawancara dengan salah satu pemilik usaha
pengolahan minyak kelapa yang masih berproduksi, pemilik usaha pengolahan
minyak kelapa yang berhenti berproduksi biasanya menjadi tenaga kerja di usaha
pengolahan minyak kelapa yang lain dan ada pula yang menjadi tenaga kerja
bangunan. Berkurangnya usaha pengolahan minyak kelapa ini disebabkan
beberapa faktor yaitu tidak adanya generasi penerus dan terjadinya kendala dalam
usaha.
Tabel 5 Jumlah unit usaha, tenaga kerja, nilai investasi dan kapasitas produksi
usaha pengolahan minyak kelapa informal di Kabupaten Ciamis
Tahun
2009
2010
2011
2012
2013

Jumlah Unit Usaha
46
46
46
46
20

Tenaga
Kerja
(Orang)
138
138
138
138
53

Nilai Investasi
(Rp.000)
161 000
161 000
161 000
161 000
26 000

Kapasitas
Produksi /
Tahun
(Ton)
207
207
207
207
92

Sumber : Dinas Koperasi, Perindustrian, Perdagangan Kabupaten Ciamis, 2014

Kendala yang dialami oleh usaha pengolahan minyak kelapa adalah harga
bahan baku. Bahan baku merupakan salah satu faktor penting yang menunjang
keberlangsungan usaha pengolahan. Produksi buah kelapa dipengaruhi oleh
5

http://economy.okezone.com/read/2011/10/14/320/515481/harga-anjlok-perajin-minyak-kelapadi-ciamis-kolaps, http://www.harapanrakyat.com/2014/01/kelapa-langka-pengrajin-minyak-klentik
-di-ciamis-hentikan-produksi, http://www.tribunnews.com/bisnis/2013/08/20/harga-minyak-kelapa
-anjlok-hingga-rp-7500kg, http://www.pikiran- rakyat.com/node/210238 [diunduh 2014 Oktober
2)

7

musim. Oleh karena itu, ketersediaanya tidak selalu melimpah setiap saat. Saat
musim hujan, biasanya produksi buah kelapa berkurang. Permintaan buah kelapa
juga semakin meningkat tidak hanya untuk industri pengolahan tetapi untuk usaha
kuliner dan permintaan dari luar kota. Adanya pengaruh permintaan dan
ketersediaannya yang tidak menentu menyebabkan harga kelapa menjadi tidak
stabil dan cenderung meningkat. Tabel 6 menunjukkan perkembangan harga ratarata buah kelapa per butir yang belum dikupas di Jawa Barat pada tahun 20082012 meningkat sebesar 4.32 persen di tingkat produsen dan 6.13 persen di
tingkat konsumen pedesaan.
Tabel 6 Perkembangan harga rata-rata buah kelapa belum dikupas di Jawa Barat
tahun 2008-2012
Tahun
Uraian
Harga di Tingkat Produsen
Harga di Tingkan Konsumen Perdesaan
Sumber : Kementrian Pertanian, 2014

2008

2009

2010

2011

2012

Rata-rata
pertumbuhan
2008-2012

1543
2536

1675
2749

1727
2725

1743
3036

1824
3205

4.32
6.13

Kelapa merupakan bahan baku utama pengolahan minyak kelapa. Kenaikan
harga buah kelapa akan mempengaruhi besarnya biaya produksi. Besarnya biaya
produksi akan mempengaruhi keuntungan yang diperoleh suatu usaha. Kenaikan
harga output dipengarui oleh biaya produksi. Dengan demikian, harga minyak
kelapa dipengaruhi oleh harga kelapa. Akan tetapi, harga minyak kelapa yang
cenderung susah naik. Selain itu, biasanya pemilik usaha minyak kelapa
menyesuaikan harga minyak kelapa berdasarkan informasi dari pedagang yang
membeli minyak kelapanya.
Biaya produksi dan harga jual output akan mempengaruhi kemampuan suatu
usaha untuk menghasilkan laba. Harga jual output yang meningkat dapat
menyebabkan penurunan permintaan konsumen yang pada akhirnya dapat
menurunkan laba yang didapatkan oleh perusahaan. Kemampuan menghasilkan
laba (profitabilitas) yang dimiliki oleh setiap usaha minyak kelapa berbeda-beda.
Oleh karena itu, penelitian ini akan dilakukan pada usaha pengolahan minyak
yang memiliki kapasitas produksi yang berbeda-beda yaitu pada usaha Bapak Ade
dengan kapasitas produksi 250 butir kelapa per hari, Bapak Nana dengan
kapasitas produksi 300 butir kelapa per hari, dan usaha Bapak Babas Ade dengan
kapasitas produksi 550 butir kelapa per hari. Dengan membandingkan usaha yang
memiliki kapasitas produksi yang berbeda-beda maka, dapat diketahui usaha yang
memiliki biaya rata-rata yang lebih efisien dan yang lebih menguntungkan.
Proses pengolahan buah kelapa menjadi minyak kelapa dan galendo akan
memberikan pertambahan nilai berupa perubahan bentuk. Ketiga usaha
pengolahan minyak kelapa tersebut memiliki penanganan produk yang berbedabeda untuk produk minyak klentik dan galendo yang dihasilkannya terutama
untuk pengemasan. Nilai tambah terbentuk dengan adanya bahan baku dan
pengolahan. Adanya perbedaan dalam penanganan produk akan menghasilkan
nilai tambah dan balas jasa terhadap tenaga kerja dan pemilik usaha yang berbeda
untuk setiap produk minyak kelapa dan galendo. Pertambahan nilai yang terjadi
untuk produk minyak kelapa dan galendo belum diketahui secara pasti sehingga

8

diperlukan perhitungan nilai tambah dari pengolahan buah kelapa menjadi minyak
kelapa dan galendo. Selain itu, adanya perubahan komposisi produk dalam usaha
pengolahan minyak kelapa di mana produk galendo yang sebelumnya merupakan
produk sampingan kemudian menjadi produk gabungan dengan minyak kelapa.
Hal ini membuat nilai tambah pada usaha pengolahan minyak kelapa menjadi hal
yang menarik untuk dikaji.
Berdasarkan uraian di atas, maka perumusan masalah dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut.
1. Bagaimana tingkat profitabilitas yang diperoleh usaha pengolahan minyak
kelapa yang menjadi objek penelitian dari 2 macam produk yaitu minyak
kelapa dan galendo?
2. Berapa nilai tambah yang diperoleh dari pengolahan buah kelapa menjadi
minyak kelapa dan galendo dari masing-masing usaha yang menjadi objek
penelitian?

Tujuan Penelitian
1.

2.

Menganalisis profitabilitas yang diperoleh usaha pengolahan minyak kelapa
yang menjadi objek penelitian dari 2 macam produk yaitu minyak kelapa dan
galendo
Menganalisis nilai tambah yang diperoleh dari pengolahan buah kelapa
menjadi minyak kelapa dan galendo dari masing-masing usaha yang menjadi
objek penelitian

Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaatbagi :
1. Pengusaha pengolahan minyak kelapa sebagai informasi dan masukan
dalam menjalankan usaha pengolahan minyak kelapa
2. Pemerintah Kabupaten Ciamis untuk dijadikan sebagai bahan
pertimbangan dalam perencanaan pengembangan usaha minyak kelapa di
Kabupaten Ciamis
3. Pembaca sebagai bahan informasi untuk menambah pengetahuan dan
referensi untuk melakukan penelitian lanjutan

Ruang Lingkup
Ruang lingkup penelitian ini dilakukan analisis profitabilitas dan nilai
tambah pada produk setiap produk minyak kelapa dan galendo yang diproduksi
pada setiap usaha pengolahan minyak kelapa. Analisis profitabilitas yang
dilakukan meliputi analisis struktur biaya, titik impas, profitabilitas dan degree of
leverage (DOL).

9

TINJAUAN PUSTAKA
Produk Bersama dan Produk Sampingan
Produk bersama merupakan beberapa produk yang dihasilkan dari satu
proses produksi yang sama. Biaya untuk masing-masing produk bersama sulit
diidentifikasi. Oleh karena itu diperlukan pengalokasian biaya bersama untuk
dapat diketahui besarnya biaya untuk masing-masing produk yang dihasilkan.
Penelitian terdahulu mengenai produk bersama dilakukan oleh Fitri (2014) untuk
produk tahu, Rompis (2014) untuk produk minuman dan Moniaga et al. (2014)
untuk produk furniture dari kayu pohon kelapa.
Penelitian Rompis (2014) dan Moniaga et al. (2014) melakukan
pengalokasian biaya bersama dengan menggunakan metode harga pasar. Metode
alokasi biaya bersama dengan metode harga pasar ini dipilih karena untuk produk
roti, aneka minuman dan furniture dari kayu pohon kelapa masih memerlukan
proses pengolahan tambahan setelah titik pisah. Adanya proses pengolahan
setelah titik pisah ini akan menimbulkan biaya pengolahan lanjutan. Oleh karena
itu, pada saat produk bersama terpisah belum memiliki nilai jual. Selain itu pada
penelitian Moniaga et al. (2014), pemilihan metode harga pasar ini didasarkan
adanya hubungan harga pokok dengan harga jual dari suatu produk. Harga jual
suatu produk akan sangat ditentukan oleh harga pokok untuk memproduksi
produk tersebut (Moniaga et al. 2014).
Pengalokasian biaya bersama dengan metode yang berbeda terdapat pada
penelitian Fitri (2014). Penelitian yang dilakukan oleh Fitri (2014) melakukan
pengalokasian biaya bersama untuk produk olahan tahu dengan metode satuan
fisik. Produk tahu yang dihasilkan memiliki ukuran yang berbeda yaitu 4 dan 5
cm. Penggunaan metode ini disebabkan karena jenis produk yang dihasilkan sama
yaitu 70 kg kedelai untuk tahu ukuran 4 cm dan 50 kg kedelai untuk tahu ukuran 5
cm. Proporsi penggunaan bahan baku tersebut menghasilkan proporsi biaya
bersama untuk tahu 4 cm adalah sebesar 58 persen dan untuk tahu 5 cm adalah 42
persen (Fitri 2014).
Metode yang digunakan untuk pengalokasian biaya bersama pada penelitian
terdahulu adalah menggunakan metode harga pasar pada penelitian Rompis
(2014), dan Moniaga et al. (2014) serta penelitian Fitri (2014) menggunakan
metode satuan fisik. Penelitian yang dilakukan menggunakan metode harga pasar
untuk mengalokasikan biaya bersama pada produk minyak kelapa dan galendo.
Hal ini didasarkan pada pertimbangan pada adanya proses pengolahan lebih lanjut
pada minyak kelapa dan galendo setelah titik pisah.
Proses produksi akan menghasilkan limbah sebagai produk sampingan
selain produk utama. Seringkali produk sampingan yang dihasilkan tersebut masih
memiliki nilai ekonomi sehingga masih bisa dijual atau dimanfaatkan oleh pihak
lain. Hal ini merupakan hal yang menguntungkan bagi suatu usaha karena
pendapatan dari penjualan produk sampingan tersebut dapat meningkatkan
keuntungan usaha tersebut. Adanya pendapatan dari produk sampingan ini
memerlukan perlakuan khusus untuk pencatatannya pada laporan keuangan.
Penelitian terdahulu mengenai perlakuan akuntasi terhadap produk sampingan
dilakukan oleh Yasinta et al. (2012) pada usaha penggilingan padi untuk sekam

10

dan dedak, Setiawan dan Hastoni (2008) pada usaha pengolahan tahu untuk
produk oncom, Runtuwene et al. (2014) pada usaha pengolahan ikan untuk sisa
tulang ikan cangkalang, dan Nur dan Rochmawati (2012) pada usaha pengolahan
kayu untuk pada usaha pengolahan kayu untuk produk scrap.
Penelitian Yasinta et al. (2012), Setiawan dan Hastoni (2008) dan
Runtuwene et al. (2014) menggunakan metode tanpa harga pokok untuk
perlakuan pendapatan produk sampingan. Penelitian Yasinta et al. (2012)
melakukan perlakuan untuk produk sampingan dari usaha penggilingan beras
berupa dedak dan sekam sebagai pendapatan di luar usaha atau di luar pendapatan
utama. Hal ini dikarenakan terdapat alokasi biaya bersama yaitu biaya produksi
yang terdiri dari biaya bahan baku, biaya tenaga kerja dan biaya overhead pabrik
yang dikeluarkan oleh perusahaan dalam memproduksi produk sampingan dan
produk utama jumlahnya sama (Yasinta et al. 2014).
Penelitian Setiawan dan Hastoni (2008) dan Runtuwene et al. (2014)
memperlakukan pendapatan dari produk sampingan sebagai tambahan pendapatan
produk utama. Kelebihan dari perlakuan ini, secara langsung akan menambah
total penjualan, selain itu laba kotor serta laba operasi akan meningkat
(Runtuwene et al. 2014).
Metode untuk memperlakukan produk sampingan adalah dengan metode
harga pokok yang terdiri dari metode biaya pengganti dan metode biaya pasar.
Penelitian Nur dan Rochmawati (2012) menggunakan metode perlakuan
pendapatan produk sampingan berupa produk rusak yang bernilai ekonomis
dengan metode harga pokok yang membandingkan antara metode biaya pengganti
dan metode biaya pasar. Hasil penelitiannya menunjukkan metode biaya
pengganti lebih direkomendasikan untuk diterapkan di perusahaan sebagai metode
perhitungan harga pokok produk sampingan karena menghasilkan rasio
(pengaruh) harga pokok produk sampingan terhadap harga produk utama yang
lebih besar.
Metode yang digunakan pada penelitian ini dalam memperlakukan
pendapatan produk sampingan dari usaha pengolahan minyak kelapa berupa
tempurung, ampas kelapa, air kelapa dan abu sama dengan penelitian Setiawan
dan Hastoni (2008) dan Runtuwene et al. (2014) yang memperlakukan pendapatan
dari produk sampingan sebagai tambahan pendapatan produk utama. Hal ini
dimaksudkan untuk mempermudah dalam perhitungan profitabilitas yang akan
dihitung untuk masing-masing produk utama yang dihasilkan dalam usaha
pengolahan minyak kelapa.

Analisis Profitabilitas Usaha Pengolahan Produk Pertanian
Penelitian terdahulu mengenai analisis profitabilitas pada usaha pengolahan
produk pertanian dilakukan pada tepung tapioka, tahu dan tempe, tepung ubi jalar,
virgin coconut oil (VCO), gula aren, dan sate bandeng. Profitabilitas usaha
pengolahan produk pertanian dipengaruhi oleh penggunaan biaya dan penerimaan.
Penggunaan biaya terbesar pada usaha pengolahan produk pertanian yaitu tepung
tapioka, tahu dan tempe, serta virgin coconut oil (VCO) dialokasikan untuk bahan
baku dan upah tenaga kerja (Asfia 2013, Tunggadewi, 2009, Nursyam et al.
2013). Ini berarti dapat disimpulkan bahwa struktur biaya pada industri kecil

11

pengolahan produk pertanian mayoritas dialokasikan untuk biaya bahan baku dan
upah tenaga kerja. Oleh karena itu, jika harga bahan baku murah maka
keuntungan yang didapat pengusaha industri kecil menjadi lebih tinggi.
Sedangkan untuk upah tenaga kerja dalam struktur biaya dialokasikan cukup
tinggi. Hal ini dapat dilihat dari kecenderungan industri kecil yang menggunakan
teknologi sederhana akan membutuhkan tenaga kerja lebih banyak.
Profitabilitas juga dapat diukur dengan analisis titik pulang pokok/titik
impas/break even point (BEP). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh
Nursyam et al. (2013) pada usaha VCO, Tunggadewi (2009) pada usaha tahu dan
tempe, Asfia (2013) pada usaha tepung tapioka, Puspitasari (2014) pada usaha
sate bandeng dan Sukiyono et al. (2012) pada usaha gula aren menunjukkan
bahwa usaha pengolahan yang dilakukan sudah dapat berproduksi melebihi titik
impasnya. Hal ini menunjukkan bahwa penerimaan dari usaha pengolahan yang
dilakukan sudah dapat menutupi biaya dan dapat menghasilkan keuntungan.
Tidak semua usaha pengolahan produk pertanian dapat berproduksi
mencapai titik impasnya. Hal ini dibuktikan dengan penelitian yang dilakukan
oleh Susanto (2013) pada usaha pengolahan ubi jalar menjadi tepung ubi jalar.
Penelitiannya menunjukkan bahwa produksi tepung ubi jalar dari bahan baku ubi
jalar segar dan sawut kering belum mencapai titik impas. Ini menunjukkan bahwa
usaha pengolahan tepung ubi jalar masih mengalami kerugian.
Selain dengan menggunakan titik impas, kemampuan menghasilkan laba
diukur dengan menggunakan indeks profitabilitas. Penelitian Tunggadewi (2009)
dan Puspitasari (2014) menunjukkan bahwa usaha pengolahan sudah mampu
menghasilkan laba dengan indeks profitabilitas yang terukur. Indeks profitabilitas
pada penelitian Tunggadewi (2009) untuk pengolahan tahu sebesar 37 persen dan
pengolahan tempe sebesar 26 persen. Sedangkan pada penelitian Puspitasari
(2014) indeks profitabilitas usaha sate bandeng pada kedua UKM di Kota Serang
adalah 29.1 persen dan 27.8 persen. Penelitian Tunggadewi (2009) dan Puspitasari
(2014) menunjukkan bahwa indeks profitabilitas dipengaruhi oleh struktur biaya
pada usaha yang dilakukan. Usaha dengan struktur biaya yang lebih efisien
memiliki nilai profitabilitas yang lebih tinggi.
Usaha pengolahan yang dilakukan tidak selalu mendapatkan keuntungan.
Hal ini terdapat pada penelitian yang dilakukan Susanto (2013) untuk komoditas
tepung ubi jalar. Penelitian Susanto (2013) menunjukkan bahwa usaha pengolahan
yang produksinya lebih rendah daripada titik impasnya, belum mampu
menghasilkan laba sehingga indeks profitabilitasnya tidak terukur.
Metode yang dilakukan pada penelitian terdahulu untuk melakukan
analisis profitabilitas adalah dengan menggunakan perhitungan titik impas/BEP
yag dilakukan oleh Nursyam et al. (2013), Sukiyono (2012) dan Asfia (2013).
Sementara penelitian yang dilakukan oleh Susanto (2013), Puspitasari (2014) dan
Tunggadewi (2009) menggunakan metode analisis titik impas, Margin of Safety
(MOS) dan Marginal Income Rate (MIR). Selain itu juga penelitian Puspitasari
(2014) juga menggunakan DOL (Degree of Operating Leverage). Penelitian yang
dilakukan menggunakan metode yang sama untuk analisis profitabilitas dengan
penelitian terdahulu yaitu menggunakan analisis titik impas (BEP), MOS, MIR,
profitabilitas, dan DOL. Sedangkan perbedaannya penelitian ini dengan penelitian
lain yang terdahulu terdapat pada pemilihan komoditas. Komoditas dalam
penelitian ini adalah minyak kelapa dan galendo.

12

Analisis Nilai Tambah Komoditas Olahan Produk Pertanian
Proses pengolahan input akan memberikan nilai tambah untuk output yang
dihasilkannya. Produk pertanian dikenal memiliki sifat yang tidak tahan lama dan
mudah rusak sehingga dengan dilakukan pengolahan akan meningkatkan nilai
tambah. Penelitian mengenai nilai tambah sudah dilakukan pada beberapa produk
pertanian yaitu tepung tapioka kasar, tepung ubi jalar, tahu, dan kelanting.
Penelitian mengenai nilai tambah yang dilakukan oleh Asfia (2013), Hawarto
(2014), Susanto (2013) dan Sagala et al. (2011), kegiatan pengolahan yang
dilakukan dapat memberikan nilai tambah dengan kisaran 13.99 persen-58 persen.
Masing-masing rasio nilai tambah pada produk pertanian yang diteliti adalah
tepung tapioka kasar pada usaha skala besar 18,39 persen dan pada skala usaha
kecil 13.99 persen (Hawarto 2014), tepung ubi jalar dari ubi jalar segar 38 persen
dan dari sawut kering 58 persen (Susanto 2013), tepung tapioka 17,09 persen
(Asfia 2013), dan kelanting 34,7 persen (Sagala et al. 2011).
Perhitungan nilai tambah dengan Metode Hayami juga akan diperoleh
informasi mengenai imbalan informasi mengenai persentase balas jasa untuk
tenaga kerja dan balas jasa untuk penggunaan modal berupa keuntungan.
Penelitian Sagala et al. (2011) dan Asfia (2013) menunjukkan bahwa persentase
balas jasa untuk keuntungan lebih besar daripada balas jasa untuk tenaga kerja.
Hal ini menunjukkan kegiatan pengolahan yang dilakukan merupakan usaha yang
padat modal sehingga penggunaan tenaga kerjanya tidak terlalu banyak.
Sedangkan penelitian Susanto (2013) dan Hawarto (2014) menunjukkan bahwa
persentase balas jasa untuk tenaga kerja lebih besar daripada persentase balas jasa
keuntungan. Berdasarkan penelitian Susanto (2013), pengolahan tepung ubi jalar
dengan menggunakan bahan baku ubi jalar segar menghasilkan imbalan tenaga
kerja lebih besar daripada keuntungan. Sedangkan pada penelitian Hawarto (2014)
menunjukkan pengolahan tepung tapioka kasar menghasilkan imbalan tenaga
kerja yang lebih besar daripada Hal ini menunjukkan kegiatan pengolahan yang
dilakukan merupakan usaha yang padat kerja dengan jumlah tenaga kerja yang
cukup banyak.
Penelitian yang dilakukan oleh Hawarto (2014) menunjukkan bahwa skala
usaha dapat mempengaruhi besarnya nilai tambah dari kegiatan pengolahan yang
dilakukan. Nilai tambah padat unit pengolahan penggilingan kasar ubi kayu skala
besar lebih besar dibandingkan dengan unit pengolahan penggilingan kasar ubi
kayu skala kecil. Penggunaan tenaga kerja berpengaruh pada besarnya nilai
tambah. Penggunaan tenaga kerja yang lebih sedikit jumlahnya pada penggilingan
kasar ubi kayu skala besar menghasilkan nilai tambah yang lebih besar
dibandingkan dengan penggilingan kasar ubi kayu skala kecil.
Keuntungan yang diperoleh unit pengolahan dipengaruhi oleh penggunaan
input (Hawarto 2014; Susanto 2013). Penelitian yang dilakukan oleh Susanto
membuktikan bahwa penggunaan bahan baku dari bahan setengah jadi dapat
memberikan nilai tambah dan keuntungan yang lebih besar dibandingkan dengan
penggunaan bahan baku dari bahan baku segar. Penggunaan bahan baku dari
bahan setengah jadi dapat mempersingkat waktu pengolahan dan tenaga kerja
yang lebih sedikit jika dibandingkan dengan penggunaan bahan baku segar.
Penggunaan input yang lebih efisien akan memberikan keuntungan yang lebih
besar. Input yang digunakan meliputi bahan baku, tenaga kerja dan input lainnya.

13

Penelitian-penelitian yang dilakukan mengenai pendapatan dan nilai tambah
menunjukkan bahwa penggunaan input, tenaga kerja dan output dapat
mempengaruhi besarnya nilai tambah. Penelitian mengenai nilai tambah dari
usaha pengolahan minyak kelapa di Kabupaten Ciamis belum dilakukan.
Berdasarkan penelitian yang sudah dilakukan sebelumnya penulis akan
melakukan analisis terhadap pertambahan nilai tambah dari pengolahan kelapa
menjadi minyak kelapa dan galendo.

KERANGKA PEMIKIRAN
Kerangka Pemikiran Teoritis
Konsep Biaya
Biaya menurut Warindrani (2006) adalah kas atau nilai ekuivalen kas yang
dikorbankan untuk mendapatkan barang atau jasa yang diharapkan memberi
manfaat saat ini atau di masa datang bagi perusahaan. Informasi biaya inilah yang
digunakan sebagai dasar untuk penyajian dalam laporan laba rugi maupun neraca
yang digunakan untuk kepentingan pihak luar (akuntansi keuangan) maupun
laporan khusus untuk kepentingan manajemen (akuntansi manajemen). Oleh
karena itu, informasi biaya yang teliti untuk pihak luar dan informasi biaya yang
akurat dan relevan untuk keputusan tertentu merupakan informasi yang sangat
penting bagi manajemen untuk pengambilan keputusan.
Menurut Warindrani (2006), biaya dapat diklasifikasikan berdasarkan
kepentingan untuk perhitungan harga pokok persediaan dan untuk memenuhi
kepentingan manajemen. Pada umumnya perusahaan mengklasiikasikan biaya
sebagai dasar penetapan harga pokok produksi menjadi dua yaitu biaya produksi
dan non produksi sedangkan klasifikasi biaya untuk memenuhi kepentingan
manajemen dalam perencanaan, pengendalian dan pengambilan keputusan
diklasifikasikan menjadi biaya variabel, biaya tetap, biaya langsung dan tak
langsung, biaya terkendali dan biaya tak terkendali, biaya diferensial atau biaya
incramental dan biaya kesempatan. Berikut ini adalah pengertian beberapa jenis
biaya berdasarkan klasifikasinya. Klasifikasi biaya untuk menghitung harga pokok
persediaan berdasarkan Warindrani (2006) adalah sebagai berikut:
a. Biaya produksi, terdiri dari biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung
dan biaya overhead. Biaya bahan baku termasuk di dalamnya bahan
penolong. Biaya tenaga kerja langsung merupakan tenaga yang terlibat
langsung dalam proses pengolahan bahan baku menjadi barang jadi. Biaya
overhead pabrik merupakan biaya yang terjadi di pabrik dan berkaitan
dengan proses produksi, diluar bahan baku dan tenaga kerja langsung.
b. Biaya non produksi, yaitu biaya pemasaran dan biaya administrasi umum
mengingat bahwa kondisi sekarang bisnis dikendalikan oleh konsumen
(business driven by consumer) sehingga komposisi biaya perusahaan lebih
banyak pada biaya administrasi dan pemasaran daripada biaya produksi.

14

Klasifikasi biaya untuk memenuhi kepentingan manajemen berdasarkan
Warindrani (2006) adalah sebagai berikut:
a. Biaya variabel : total biaya yang berubah secara proporsional dengan total
volume kegiaan tertentu dalam periode tertentu.
b. Biaya total : total biaya yang tidak dipengaruhi oleh volume kegiatan.
c. Biaya langsung dan biaya tak langsung : biaya yang langsung dapat
ditelusuri dan biaya tak langsung yaitu biaya yang secara fisik sulit
ditelusuri sehingga biasanya digunakan metode hubungan sebab akibat dan
pengalokasian.
d. Biaya terkendali dan tidak terkendali. Contoh biaya iklan pada departemen
penjualan merupakan biaya terkendali bagi manajer pemasaran tetapi tidak
terkendali bagi manajer produksi yang tidak mempunyai wewenang apaapa.
e. Biaya diferensial atau biaya incremental. Dalam pengambilan keputusan
manajemen harus membandingkan biaya masing-masing alternatif yang
biasa dipilih. Perbedaan biaya antara masing-masing alternatif disebut
biaya alternatif.
f. Biaya kesempatan: keuntungan yang tidak jadi diperoleh dari satu
alternatif karena mengambil a