Pemanfaatan Limbah Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) dan Serbuk Kayu Mahoni sebagai Bahan Baku Biopelet

PEMANFAATAN LIMBAH KELAPA SAWIT
(Elaeis guineensis Jacq.) DAN SERBUK KAYU MAHONI SEBAGAI
BAHAN BAKU BIOPELET

WIHDATUL AZ-ZAUZIYAH SA’ADAH

DEPARTEMEN HASIL HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pemanfaatan Limbah
Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) dan Serbuk Kayu Mahoni sebagai Bahan
Baku Biopelet adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing
dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun.
Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun
tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan
dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Juli 2014
Wihdatul Az-zauziyah Sa’adah
NIM E24100040

ABSTRAK
WIHDATUL AZ-ZAUZIYAH SA’ADAH. Pemanfaatan Limbah Kelapa Sawit
(Elaeis guineensis Jacq.) dan Serbuk Kayu Mahoni sebagai Bahan Baku Biopelet.
Dibimbing oleh MUH YUSRAM MASSIJAYA dan GUSTAN PARI.
Limbah kelapa sawit memiliki potensi untuk dijadikan bahan bakar berupa
biopelet. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan karakteristik biopelet dari
kelapa sawit dan pengaruh penambahan serbuk kayu mahoni pada kualitas
biopelet. Bahan baku yang digunakan berupa batang kelapa sawit bagian luar,
batang kelapa sawit bagian dalam, pelepah, daun, dan bahan campuran berupa
serbuk kayu mahoni (0%, 15%, 30%, 50%). Pembuatan biopelet menggunakan
ukuran partikel 40-60 mesh, suhu pengempaan 200 ºC selama 15 menit. Pengujian
karakteristik biopelet menggunakan standar SNI 06-4369-1996 dan SNI 01-28911992. Hasil penelitian karakteristik biopelet diperoleh nilai kadar air 0.14 % - 2.34
%, kadar zat terbang 62.34% - 76.29%, kadar abu 1.12% - 13.32%, kerapatan 0.65
g/cm3 – 0.94 g/cm3, nilai kalor 4269.27 kal/g – 4729.99 kal/g, kandungan sulfur

0.012% - 0.038%, nitrogen 0.290% - 1.95%, dan klorin lebih kecil dari 0.01%.
Kata kunci: kelapa sawit, serbuk kayu, biopelet, nilai kalor

ABSTRACT
WIHDATUL AZ-ZAUZIYAH SA’ADAH. Utilization of Oil Palm Waste (Elaeis
guineensis Jacq.) and Mahoni Sawdust as Biopellet Materials. Supervised by
MUH YUSRAM MASSIJAYA and GUSTAN PARI.
Despite widely known for its use as food, palm’s wastes produced by the
plantation aren’t optimally used yet. Palm waste has potential to be made into
fuel, one of which is biopellet. This research aims to find out the biopellet’s
characteristic made from palm waste and examine the effect of augmenting
mahoni sawdust toward biopellet’s quality. Materials used are exterior part of
palm plant’s trunks, interior part of palm’s trunks, palm’s midrib, leaves, and
mixed materials such as mahoni sawdust (0%, 15%, 30%, 50%). Biopellet was
made using 40-60 mesh particle and compressed in 200 oC temperature for 15
minutes. Biopellet characteristics were examined using SNI 06-4369-1996 and
SNI 01-2891-1992 standard. Research results show that biopellet’s water content
is 0.14% - 2.34%, with volatile matter 62.34% - 76.29%, 1.12% - 13.32% ash
content, 0.65 g/cm3 – 0.94 g/cm3 density, calor value as much as 4269.27 cal/g –
4729.99 cal/g, sulphur content 0.012% - 0.038%, nitrogen 0.290% - 1.95%, and

chlorine content < 0.01%.
Keywords: oil palm, sawdust, biopellet, calor value

PEMANFAATAN LIMBAH KELAPA SAWIT
(Elaeis guineensis Jacq.) DAN SERBUK KAYU MAHONI
SEBAGAI BAHAN BAKU BIOPELET

WIHDATUL AZ-ZAUZIYAH SA’ADAH

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan pada
Departemen Hasil Hutan

DEPARTEMEN HASIL HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014


Judul Skripsi : Pemanfaatan Limbah Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) dan
Serbuk Kayu Mahoni sebagai Bahan Baku Biopelet
Nama
: Wihdatul Az-zauziyah Sa’adah
NIM
: E24100040

Disetujui oleh

Prof Dr Ir Muh. Yusram Massijaya, MS
Pembimbing I

Prof (R) Dr Gustan Pari, M.Si
Pembimbing II

Diketahui oleh

Prof Dr Ir Fauzi Febrianto, MS
Ketua Departemen


Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan ini adalah energi biomassa, dengan
judul Pemanfaatan Limbah Kelapa Sawit (Elaeis Guineensis Jacq.) dan Serbuk
Kayu Mahoni sebagai Bahan Baku Biopelet.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof Dr Ir Muh. Yusram
Massijaya, MS dan Prof (R) Dr Gustan Pari, M.Si selaku pembimbing yang telah
memberikan arahan, masukan, bimbingan kepada penulis selama pelaksanaan
penelitian. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Ibu Istie S. Rahayu,
S.Hut, M.Si selaku pembimbing akademik, Prof Dr Ir Fauzi Febrianto, MS dan Dr
Ir Bahruni, MS atas masukan-masukan yang diberikan untuk perbaikan skripsi ini.
Ungkapan terima kasih kepada Bapak Atin, Bapak Ali, Bapak Mahfudin,
Adi Setiadi, S.Hut dan teman-teman THH 47 yang telah banyak membantu dan
memberi masukan selama penelitian berlangsung. Terima kasih kepada Ahmad
Alkadri yang selalu menemani dan memberi semangat untuk menyelesaikan
skripsi ini. Ungkapan terima kasih juga tak lupa disampaikan kepada Umi, Abi,
Aa Iid, Aa Zia, Teteh Haqim, Teteh Oneng, Mas Fajar, Aini, Taqi, Lulu dan kedua

keponakan yang lucu (Jihad dan Jinan) serta seluruh keluarga atas segala
dukungan, doa dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor,

Juli 2014

Wihdatul Az-zauziyah Sa’adah

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan dan Pendekatan Masalah
Tujuan Penelitian

Manfaat Penelitian
METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Bahan
Alat
Prosedur Kerja
Analisis Data
HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Bahan Baku
Karakteristik Biopelet
Kadar Air
Kadar Zat Terbang
Kadar Abu
Kerapatan
Nilai Kalor
Kandungan Sulfur, Nitrogen, dan Klorin
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA

RIWAYAT HIDUP

vi
vii
vii
vii
1
1
2
2
2
2
2
2
2
3
6
6
6
7

8
9
9
10
10
11
12
12
12
12
15

DAFTAR TABEL
1 Karakteristik bahan baku limbah kelapa sawit dan serbuk mahoni
2 Hasil pengujian karakteristik biopelet
3 Standar kualitas biopelet
4 Hasil analisis kandungan nitrogen, sulfur, dan klorin pada biopelet

6
8

8
11

DAFTAR GAMBAR
1 Diagram alir pembuatan biopelet
2 Pembagian batang kelapa sawit
3 Sampel biopelet

3
3
7

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kebutuhan energi di Indonesia terus meningkat, namun ketersediaan
bahan baku semakin sedikit. Bahan baku energi yang banyak dikonsumsi adalah
batu bara untuk skala industri, sedangkan untuk skala rumah tangga adalah gas
dan minyak tanah. Berdasarkan data total cadangan energi fosil, diperkirakan

bahwa minyak bumi akan habis digunakan dalam waktu 43 tahun ke depan,
sedangkan gas alam akan habis digunakan selama 61 tahun, dan batu bara 148
tahun ke depan (Wahyudi 2011). Permintaan energi yang terus meningkat tanpa
adanya upaya pembaharuan mengakibatkan dalam beberapa tahun kedepan
Indonesia dapat menjadi pengimpor penuh bahan bakar minyak bumi. Oleh
karena itu, usaha untuk mencari bahan bakar alternatif yang dapat diperbaharui,
ramah lingkungan, dan bernilai ekonomis semakin banyak dilakukan.
Biomassa merupakan bahan organik yang berpotensi sebagai energi
alternatif. Menurut Dermibas (2006) dalam Telmo dan Lousada (2011)
menyatakan bahwa biomassa memiliki potensi untuk dijadikan energi yang
berkelanjutan dan dapat mengurangi gas rumah kaca. Pada umumnya, biomassa
digunakan untuk tujuan primer yaitu bahan pangan, serat, pakan ternak,
minyak/lemak, bahan bangunan, dan lain-lain. Namun, biomassa juga dapat
digunakan sebagai sumber energi (bahan bakar).
Menurut Sumaryono (2006), terdapat beberapa tanaman yang berpotensi
sebagai penghasil bioenergi yang salah satunya adalah kelapa sawit. Berdasarkan
penelitian Mulyani dan Las (2008), Potensi kelapa sawit dilihat dari luas lahan
pertanian di Indonesia sekitar 70.20 juta ha. Lahan yang telah dimanfaatkan
sebagai penghasil bioenergi sekitar 13.90 juta ha salah satu diantaranya adalah
kelapa sawit sekitar 6.30 juta ha. Tanaman ini merupakan jenis tanaman palm
yang banyak dimanfaatkan untuk komoditas pangan seperti pemanfaatan minyak.
Namun, tanaman tersebut belum banyak dimanfaatkan limbahnya seperti bagian
batang, pelepah, daun, tandan kosong dan cangkang (Subdit Pengelolaan
Lingkungan 2006).
Kelapa sawit merupakan tanaman yang memiliki umur produktif berkisar
25-30 tahun (Shaari 1991 dalam Balfas 2009). Tanaman kelapa sawit yang sudah
tidak produktif akan ditebang dan batangnya dibiarkan di lahan perkebunan.
Limbah yang dihasilkan dari perkebunan kelapa sawit yaitu berupa batang sekitar
200 m³/ha (Basiron et al. 2002 dalam Zamzami 2014). Berdasarkan hasil
penelitian Bakar et al. (1998) mengenai sifat dasar kelapa sawit, diketahui bahwa
batang kelapa sawit memiliki berat jenis yang rendah dan kadar air yang tinggi.
Berdasarkan sifat keawetan dan mekanis batang kelapa sawit tergolong rendah.
Selain itu ada kecenderungan penurunan berat jenis dari tepi kearah pusat batang.
Seperti halnya hasil penelitian Balfas (2009), tanaman sawit yang sudah tua terjadi
penurunan jumlah vaskular dari luar kedalam batang, dan penambahan jaringan
dari pangkal ke arah tajuk pohon.
Biopelet merupakan salah satu bahan bakar alternatif yang berasal dari
biomassa. Penggunaan biopelet telah berkembang pesat di negara-negara Amerika
dan Eropa (Peksa-Blanchard et al. 2007). Pada umumnya biopelet digunakan
sebagai bahan bakar boiler pada industri dan pemanas ruangan. Bahan baku
biopelet berasal dari limbah kehutanan dan pertanian. Menurut Larsson et al.

2
(2008) dalam Gil et al. (2010), biopelet dengan cepat menjadi sumber energi
terbarukan penting dari produksi energi. Peluang biopelet di Indonesia masih
terbuka lebar. Berdasarkan siaran pers nomor: S.108/PIK-1/2010 yang
dikeluarkan oleh Kepala Pusat Informasi Kehutanan (Masyhud 2010)
menyebutkan bahwa sampai tahun 2007 Indonesia baru mampu menghasilkan
pelet kayu 40.000 ton, sedangkan produksi dunia telah menembus angka 10 juta
ton. Jumlah ini belum memenuhi kebutuhan dunia pada tahun 2010 yang
diperkirakan mencapai 2.7 juta ton. Peluang pengembangan bahan bakar sawit
sangat terbuka luas mengingat limbah kelapa sawit yang sangat besar.
Perumusan dan Pendekatan Masalah
Berdasarkan uraian tersebut, dapat dirumuskan permasalahanpermasalahan sebagai berikut :
a) Apakah limbah kelapa sawit dapat dijadikan sebagai bahan baku
biopelet?
b) Bagaimana karakteristik biopelet dari limbah kelapa sawit?
c) Apakah penambahan serbuk kayu mahoni dapat mempengaruhi kualitas
biopelet?
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menentukan karakteristik biopelet dari
limbah kelapa sawit dan pengaruh penambahan serbuk kayu mahoni terhadap
kualitas biopelet.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai
karakteristik biopelet dari limbah kelapa sawit serta penambahan serbuk gergaji.
Selain itu dapat dijadikan pertimbangan bagi pemilik perkebunan kelapa sawit
untuk mengolah limbahnya menjadi bahan baku biopelet serta dapat berkontribusi
pada pengembangan ilmu pengetahuan mengenai energi yang terbarukan dan
ramah lingkungan.

METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Oktober 2013 hingga Januari 2014 di
Laboratorium Kimia Hasil Hutan, Laboratorium Biokomposit Departemen Hasil
Hutan IPB, Laboratorium Terpadu IPB, Laboratorium Kimia dan Energi
Biomassa dan Laboratorium Terpadu Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil
Hutan, dan Balai Penelitian Tanah, Badan Penelitian dan Pengembangan
Pertanian, Bogor.
Bahan
Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah limbah
perkebunan kelapa sawit (batang, pelepah, dan daun) dan serbuk kayu mahoni.
Bahan baku yang digunakan berasal dari perkebunan kelapa sawit, Jasinga, Bogor.
Serbuk kayu mahoni berasal dari industri penggergajian Cibeureum Petir,
Kecamatan Dramaga.
Alat
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah willey mill, mesin
biopelet kayu (hydraulic press), calorimeter combustion bomb, Spektrofotometer

3
Hitachi U2001, tanur, oven, cawan porselin, wadah, desikator, labu kjeldhal 100
ml, alat penyulingan, pemanas listrik dan neraca analitik.
Prosedur Kerja
Limbah Kelapa Sawit (Batang Luar,
Batang Dalam, Pelepah, dan Daun)

Pencacahan

Pengeringan

Penggilingan dengan
willey mill

Pencampuran serbuk
gergaji
(0%, 15%, 30%, 50%)

Pengayakan 40-60 mesh

Pengujian Karekteristik
bahan baku

Pembuatan biopelet dengan
mesin press hidrolik

Suhu 200 ºC, Tekanan
1500 Psi, lama
pengempaan 15 menit

Pengujian karakteristik biopelet
(kadar air, kadar zat terbang, kadar abu,
kerapatan, nilai kalor, kandungan nitrogen,
sulfur, dan klorin)

Gambar 1 Diagram alir pembuatan biopelet
Persiapan Bahan
Limbah kelapa sawit dicacah dan dikeringudarakan. Kemudian dilanjutkan
dengan penggilingan menggunakan willey mill dan disaring hingga diperoleh
ukuran 40-60 mesh. Serbuk disimpan dalam wadah tertutup. Sampel penelitian
terdiri dari 4 bahan baku utama yaitu batang kelapa sawit bagian luar, batang
kelapa sawit bagian dalam, pelepah, dan daun. Bahan baku tersebut dicampur
dengan serbuk kayu mahoni dengan presentase 0%, 15%, 30%, dan 50%.
Pembuatan biopelet menggunakan mesin hydraulic press. Suhu yang digunakan
200 oC dengan tekanan 1500 Psi selama 15 menit.

Batang Dalam (25 cm)
Batang Luar (5 cm)
Gambar 2 Pembagian batang kelapa sawit

4
Pengujian Karakteristik Bahan
Bahan baku limbah kelapa sawit dan serbuk gergaji dilakukan analisis
karakteristik bahan untuk mengetahui kadar lignin, selulosa, hemisolulosa, kadar
air, dan kadar abu. Analisis ini dilakukan sebagai pertimbangan dalam pemilihan
bahan baku biopelet.
Pengujian Karakteristik Biopelet
Kadar Air (SNI 06-4369-1996)
Penetapan kadar air dilakukan dengan meletakan sampel biopelet pada
cawan porselin yang bobotnya sudah diketahui. Kemudian dikeringkan dalam
oven pada suhu 103±2 ºC selama 24 jam hingga kadar air konstan. Kemudian
didinginkan kedalam desikator sampai kondisi stabil dan ditimbang. Kadar air
dapat dihitung dengan persamaan:

Keterangan:
KA : Kadar air (%)
BB : Berat sebelum dikeringkan dalam oven (g)
BKT : Berat setelah dikeringkan dalam oven (g)
Kadar Zat Terbang (SNI 06-4369-1996)
Prinsip penetapan kadar zat terbang adalah menguapkan bahan tanpa
oksigen pada suhu 950 ºC. Selisih berat dihitung sebagai zat yang hilang.
Penetapan kadar zat terbang dilakukan dengan meletakan satu buah sampel
biopelet dalam cawan porselin bertutup yang sudah diketahui bobotnya. Cawan
porselin dimasukan kedalam tanur pada suhu 950 ºC selama 10 menit. Setelah
penguapan selesai, cawan didingikan di dalam desikator dan selanjutnya
ditimbang. Kadar zat terbang dihitung menggunakan persamaan:

Keterangan:
KT: Kadar zat terbang (%)
Z1: Bobot awal (g)
Z2: Bobot akhir (g)
Kadar Abu (SNI 06-4369-1996)
Prinsip penetapan kadar abu adalah menentukan jumlah abu yang
tertinggal setelah pembakaran menggunakan energi panas. Penetapan kadar abu
dilakukan dengan memasukan cawan porselin, yang sudah berisi sampel dan
diketahui bobotnya, kedalam tanur pada suhu 650 ºC selama 4 jam. Kemudian
didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Kadar abu dihitung dengan
persamaan:

Keterangan:
KB: Kadar Abu (%)
Ya: Bobot abu (g)
Yb: Bobot sampel (g)

5
Kerapatan (SNI 06-4369-1996)
Penentuan kerapatan dinyatakan dalam hasil perbandingan antara berat dan
volume biopelet. Kerapatan dihitung menggunakan persamaan:
Keterangan:
m: massa (g)
V: volume (cm³)
Nilai Kalor (SNI 06-4369-1996)
Prinsip penetapan nilai kalor yaitu dengan membakar sejumlah contoh uji
dengan pengendalian kondisi dalam Oxygen Bomb Calorimeter. Contoh uji
sebanyak ± 1 gram ditempatkan pada cawan silika dan diikat dengan kawat nikel.
Contoh uji ini dimasukkan ke dalam tabung dan ditutup rapat. Tabung yang berisi
contoh uji dialiri oksigen selama 30 detik. Tabung dimasukkan ke dalam Oxygen
Bomb Calorimeter. Pembakaran dimulai pada saat suhu air sudah konstan.
Kenaikan suhu diamati setiap satu menit hingga mencapai suhu yang optimal.
Nilai kalor dapat dihitung dengan menggunakan persamaan :

Keterangan :
NK
: Nilai Kalor (kal/g)
Δt
: perbedaan suhu sebelum dan sesudah pembakaran (ºC)
mbb : massa bahan bakar (g)
B
: koreksi panas pada kawat (kal/g)
Kandungan Sulfur (Eviati et al. 2005)
Penentuan kandungan sulfur pada biopelet menggunakan alat
Spektrofotometer Hitachi U2001 yang dilakukan di Balai Penelitian Tanah, Badan
Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian, Bogor.
Sebelumnya sampel dipersiapkan dengan diberikan perlakuan bahan kimia.
Sampel dihancurkan dan ditimbang 0.5 gram ke dalam erlenmeyer, ditambahkan 5
ml asam nitrat p.a, dan 1 ml asam perkhlorat p.a, dan biarkan selama satu malam.
Setelah itu sampel dipanaskan pada suhu 100 oC selama 1 jam 30 menit, suhu
ditingkatkan menjadi 130 oC selama 1 jam, kemudian suhu ditingkatkan lagi
menjadi 150 oC selama 2 jam 30 menit (sampai uap kuning habis, bila masih ada
uap kuning, waktu pemanasan ditambah lagi). Setelah uap kuning habis, suhu
ditingkatkan menjadi 170 oC selama 1 jam, kemudian suhu ditingkatkan lagi
menjadi 200 oC selama 1 jam (terbentuk uap putih). Destruksi selesai dengan
terbentuknya endapan putih. Ekstrak didinginkan kemudian diencerkan dengan air
bebas ion menjadi 10 ml, lalu dikocok hingga homogen. Pipet ekstrak tersebut
sebanyak 1 ml dan deret standar masing-masing kedalam tabung kimia.
Ditambahkan 7 ml asam campuran dan 2.5 ml larutan BaCl2 kemudian kocok
hingga homogen dan dibiarkan selama 30 menit. Kemudian sampel ukur dengan
spektrofotometer pada panjang gelombang 432 nm.
Kandungan Klorin dan Nitrogen (SNI 01-2891-1992)
Penetuan kandungan nitrogen dan klorin pada biopelet dilakukan di
Laboratorium Terpadu IPB, Baranangsiang. Analisis kandungan klorin
menggunakan asam asetat glasial, KI, Tio 0.01 atau 0.25 N dan Iodine 0.0282.

6
proses awal, persiapan sampel dengan membutuhkan volume tio 0.01 N antara 0.2
– 20 mL. kadar klorin 1 – 10 mg/L menggunakan 500 mL dan untuk kadar lebih
besar dari 10 mL digunakan volume sampel lebih kecil dari 500 mL. kemudan
ditambahkan 5 mL asam asetat glasial atau volume untuk membuat pH 3 – 4
dalam Erlenmeyer. Setelah itu ditambahkan KI sebanyak spatula dan dikocok
hingga rata. Sampel tersebut ditrasi dengan tio 0.01 N atau 0.025 N dengan sari
pati .
Prinsip dalam penentuan senyawa nitrogen dalam protein diubah menjadi
ammonium sulfat oleh H2SO4 pekat. Ammonium sulfat yang terbentuk diuraikan
dengan larutan NaOH pekat (sekitar 30% b/v). Amoniak yang dibebaskan diikat
dengan asam borat berlebihan, kemudian dititrasi dengan larutan HCl. Penentuan
kadar nitrogen dapat dihitung menggunakan persamaan berikut:

Keterangan:
V1 : volume HCl 0.01 N yang dipergunakan pada penitaran contoh (mL)
V2 : volume HCl 0.01 N yang digunakan pada penitaran blanko
N : normalitas HCl
fk : faktor konversi
fp : faktor pengenceran
Analisis Data
Pengolahan data penelitian ini menggunakan Microsoft Excel disajikan
dalam bentuk rata-rata dan standar deviasi. Data yang diperoleh dibandingkan
dengan standar biopelet dari negara Amerika (PFI) dan Prancis (ITEBE).

HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Bahan Baku
Bahan baku utama yang digunakan dalam pembuatan biopelet berasal dari
limbah kelapa sawit berupa batang bagian dalam, batang bagian luar, pelepah, dan
daun. Serbuk kayu mahoni sebagai bahan campuran biopelet. Pegujian
karakteristik bahan baku (Tabel 1) diperlukan untuk mengetahui kualitas limbah
kelapa sawit dan serbuk kayu mahoni yang digunakan.
Tabel 1 Karakteristik bahan baku limbah kelapa sawit dan serbuk mahoni
Limbah Kelapa Sawit
Serbuk
No
Parameter
Batang Batang
Daun Pelepah Mahoni
Luar
Dalam
1 Lignin (%)
24.42
23.42
33.99
19.41
26.36
2 Selulosa (%)
29.77
32.34
20.45
32.37
31.12
3 Hemiselulosa (%)
33.77
33.77
31.83
35.47
29.04
4 Kadar Air (%)
4.71
5.55
7.04
3.39
15.64
5 Kadar Abu (%)
2.44
1.62
10.39
2.36
0.58
Lignin merupakan komponen kimia pada kayu yang berfungsi sebagai
perekat dinding sel dan sebagai unsur struktural dari pohon serta tanaman
berlignoselulossa lainnya (Pari et al. 2006). Kandungan lignin pada biopelet
digunakan sebagai perekat alami. Berdasarkan hasil uji karakteristik bahan baku,

7
kandungan lignin batang kelapa sawit bagian luar lebih banyak daripada batang
kelapa sawit bagian dalam yaitu 24.42% dan 23.42%. Serbuk kayu mahoni
memiliki kandungan lignin 26.36 %. Sedangkan kandungan lignin pada pelepah
19.41% dan daun 33.99%.
Selulosa merupakan komponen utama dalam kayu. Selulosa yang terdapat
pada kayu sekitar 40% – 45% dan terdapat pada dinding sel sekunder (Sjöström
1998). Hasil pengujian kadar selulosa tertinggi terdapat pada pelepah kelapa sawit
sebesar 32.37%, sedangkan kadar selulosa terendah terdapat pada daun sawit
sebesar 20.45%. Pada batang kelapa sawit bagian dalam memiliki kandungan
selulosa lebih banyak daripada bagian luar yaitu 32.34% dan 29.77%. Kandungan
selulosa pada batang bagian dalam diduga terdapat banyak kandungan pati
dibandingkan selulosa pada batang bagian luar. Berdasarkan hasil penelitian
Bakar et al. (1998), batang kelapa sawit bagian tengah dan pusat memiliki
kandungan selulosa 42.16% dan 41.11% dengan kandungan pati sebesar 4.81%
dan 5.90%. Berdasarkan hasil penelitian Nuryawan et al. (2012) mengenai sifat
fisis ikatan pembuluh pada batang kelapa sawit yang dihasilkan dalam pemisahan
dengan parenkim secara manual diperoleh kandungan lignin sebesar 22.20% dan
kadar abu 2.01%.
Kadar air bahan baku yang paling tinggi adalah serbuk gergaji sebesar
15.64%. Bahan baku dari limbah kelapa sawit memililik kadar air kurang dari
10%. Bahan baku yang digunakan menghasilkan abu yang sedikit. Namun, untuk
bahan baku dari daun lebih banyak menghasilkan abu 10.39%. Serbuk kayu
mahohi yang dijadikan sebagai bahan campuran biopelet memiliki kadar abu yang
rendah yaitu 0.58%.
Karakteristik Biopelet
Dalam penelitian ini, biopelet yang dibuat berasal dari limbah kelapa sawit
dengan campuran serbuk gergaji memiliki diameter rata-rata 1.60 cm dengan
panjang rata-rata 2.40 cm. Selama proses pembuatan biopelet dari bahan baku
serbuk hingga menjadi produk biopelet menghasilkan rendemen sebesar 76.93%.

Gambar 3 Sampel biopelet

8

Bahan

Batang
Luar

Batang
Dalam

Daun

Pelepah

0%

Tabel 2 Hasil pengujian karakteristik biopelet
Kadar Zat
Kerapatan
Kadar Air
Kadar Abu
Terbang
(g/cm³)
(%)
(%)
(%)
1.07±0.85 69.71±2.01 3.21±0.26 0.94±0.03

15%
30%
50%
0%
15%
30%
50%
0%
15%
30%
50%
0%
15%
30%
50%

0.20±0.13
0.14±0.08
0.38±0.12
0.22±0.13
0.17±0.10
0.51±0.16
0.54±0.15
0.25±0.17
0.15±0.06
0.24±0.26
0.25±0.03
0.41±0.14
2.34±0.135
0.96±1.21
0.23±0.21

Campuran

73.32±0.01 2.17±0.32 0.89±0.06
72.84±0.01 2.15±0.22 0.82±0.03
75.10±0.70 1.79±0.12 0.81±0.00
74.85±0.10 1.92±0.02 0.89±0.05
74.46±0.36 1.73±0.07 0.81±0.09
74.96±0.41 1.50±0.02 0.73±0.01
76.29±0.44 1.12±0.18 0.72±0.04
62.34±1.09 13.32±0.32 0.84±0.08
63.75±0.27 10.91±0.28 0.76±0.02
68.18±1.29 8.87±0.16 0.75±0.01
68.69±0.44 6.76±0.05 0.83±0.03
74.02±1.28 2.89±0.11 0.85±0.03
70.86±1.66 3.15±0.05 0.81±0.06
75.34±0.03 2.06±0.05 0.73±0.02
76.19±0.02 1.61±0.08 0.65±0.01

Nilai kalor
(kal/g)
4402.69±8.85
4533.91±92.54
4540.80±103.43
4642.73±49.49
4450.82±146.36
4557.54±77.63
4729.99±52.32
4536.33±74.82
4357.33±38.30
4361.11±62.14
4269.27±76.96
4581.48±31.71
4414.45±37.63
4519.33±111.24
4543.02±72.74
4401.49±63.93

Parameter
Diameter
Panjang

Tabel 3 Standar kualitas biopelet
Satuan
Amerika(a)
mm
6.35 – 7.94
mm
< 3.81

Kerapatan

g/cm3

> 0.64

> 1.15

Kadar Air
Kadar Abu

%
%

< 3 (standar) ; < 1 (premium)

≤ 15
≤6

Nilai Kalor

(kal/g)

> 4579.2

> 4056

Sulfur
%
Nitrogen
%
Klorin
%
< 0.03
Sumber : (a)Peksa-Blanchard (2007) ; (b)Douard (2007)

Prancis(b)
6 – 16
10 – 50

< 0.10
≤ 0.5
< 0.07

Kadar Air
Kadar air merupakan salah satu parameter penilaian karakteristik biopelet.
Menurut Ramsay (1982), kadar air berpengaruh terhadap nilai kalor pembakaran
pada bahan bakar biomassa. Kadar air yang tinggi dapat menurunkan nilai kalor
pembakaran dan memperlambat proses pembakaran. Selain itu, nilai kadar air
yang tinggi juga dapat meningkatan polusi udara karena banyak menimbulkan
asap pada saat pembakaran (Nurwigha 2012).

9
Berdasarkan hasil penelitian, nilai kadar air yang diperoleh pada biopelet
berkisar 0.14% - 2.34%. Kadar air terendah pada batang bagian luar dengan
campuran serbuk gergaji 30% dan teringgi pada pelepah dengan campuran serbuk
gergaji 15%. Semua jenis biopelet yang dihasilkan memiliki nilai kadar air kurang
dari 10%. Kadar air yang dihasilkan telah memenuhi standar biopelet dari negara
Prancis (ITEBE). Sedangkan strandar Amerika (PFI) tidak mensyaratkan nilai
kadar air pada biopelet.
Kadar air biopelet yang dihasilkan lebih rendah daripada kadar air bahan
baku biopelet. Penurunan kadar air terjadi karena proses pencetakan bahan baku
menjadi bentuk biopelet. Pada proses pencetakan, suhu yang digunakan yaitu 200
ºC dengan lama pengempaan 15 menit. Tingginya suhu pengempaan berdampak
pada penghilangan kandungan air pada bahan baku yang dikempa menjadi bentuk
biopelet. Kayu yang dipanaskan pada suhu 110-270 ºC mengalami proses
penguapan kadar air dan beberapa komponen kayu mulai terdekomposisi.
Kadar Zat Terbang
Zat terbang merupakan zat yang dapat menguap sebagai hasil dekomposisi
senyawa-senyawa di dalam suatu bahan selain air (Hendra 2012). Kandungan zat
yang mudah menguap pada biomassa terjadi pada pemanasan 950 oC (Purwitasari
2011 dalam Mulyasari 2013). Menurut Hansen (2009) dalam Saragih (2013),
kadar zat terbang yang tinggi dapat menurunkan efesiensi pembakaran dan
menimbulkan asap pada proses pembakaran.
Kadar zat terbang biopelet yang dihasilkan berkisar 62.34% - 76.29%.
Kadar zat terbang terbesar terdapat pada batang kelapa sawit bagian dalam dengan
campuran 50 %, sedangkan terendah pada daun kelapa sawit dengan campuran
0%. Daun kelapa sawit memiliki kadar zat terbang yang lebih rendah dari jenis
bahan lain dengan berbagai campuran berturut-turut 62.34%, 63.75%, 68.18%,
dan 68.69%. Penambahan serbuk mahoni dapat meningkatkan kadar zat terbang
pada biopelet.
Kadar Abu
Abu merupakan hasil sampingan dari proses pembakaran yang sudah tidak
memiliki unsur karbon. Abu memiliki unsur utama yaitu silika berpengaruh
terhadap nilai kalor pembakaran. Semakin banyak silika pada biopelet, maka
kualitas biopelet akan semakin rendah. Berdasarkan hasil penelitian Intara dan
Dyah (2012) menunjukkan bahwa limbah kelapa sawit (batang, pelepah, dan daun
sawit) memiliki kandungan silika yang cukup tinggi yaitu berkisar antara 1.60% 3.50%. Sedangkan kayu mahoni memiliki kandungan silika yang rendah yaitu
0.1% (Martawijaya et al. 1981). Kadar abu merupakan salah satu parameter yang
penting karena bahan bakar tanpa abu (seperti minyak dan gas) memiliki sifat
pembakaran yang lebih baik (White dan Paskett 1981 dalam Zamizar 2009).
Biopelet yang memiliki nilai kadar abu tertinggi yaitu pada daun kelapa
sawit dengan campuran 0% yaitu 13.32%. Kadar abu terendah pada batang kelapa
sawit bagian dalam dengan campuran 50% sebesar 1.12%. Penambahan serbuk
mahoni dapat menurunkan nilai kadar abu. Kadar abu pada daun kelapa sawit
dapat diturunkan hingga 6.76% pada komposisi campuran serbuk mahoni 50%.
Semakin tinggi kadar abu, maka kualitas biopelet semakin rendah. Hal ini akan
berpengaruh pada panas yang dihasilkan semakin rendah karena adanya
penumpukan abu yang tidak terbakar.

10
Kadar abu yang dihasilkan pada penelitian ini memenuhi standar Amerika
yang mensyaratkan kadar abu lebih kecil dari 3% dan standar Prancis yang
mensyaratkan kadar abu biopelet lebih kecil dari 6%. Namun biopelet dari daun
kelapa sawit dengan berbagai campuran serbuk mahoni belum memenuhi standar
Amerika maupun Prancis karena memiliki kadar abu yang lebih dari 6%.
Kerapatan
Kerapatan merupakan perbandingan antara massa kayu dengan volume
kayu (Haygreen dan Bowyer 1996). Nilai kerapatan biopelet yang tinggi dapat
memudahkan dalam hal penyimpanan, penanganan, dan transportasi biopelet
(Adapa et al. 2007 dalam Nurwigha 2012). Tinggi-rendahnya kerapatan pada
biopelet dipengaruhi oleh tekanan pada saat pengempaan. Nilai kerapatan yang
dihasilkan berkisar 0.65 g/cm3 - 0.94 g/cm3. Kerapatan tertinggi pada biopelet dari
batang kelapa sawit dengan campuran serbuk gergaji 0%. Sedangkan kerapatan
terendah pada biopelet dari pelepah kelapa sawit dengan campuran serbuk mahoni
50%. Kerapatan yang dihasilkan belum memenuhi standar biopelet Prancis
(ITEBE). Namun, kerapatan hasil penelitian ini memenuhi standar Amerika (PFI)
yang mensyaratkan nilai kerapatan lebih dari 0.64 g/cm3.
Biopelet dari batang kelapa sawit bagian luar, batang kelapa sawit bagian
dalam dan pelepah sawit terjadi penurunan nilai kerapatan dari campuran 0%
hingga 50%. Biopelet dari daun kelapa sawit mengalami penurunan kerapatan
pada campuran serbuk mahoni 15% dan 30%. Namun kerapatan biopelet dari
daun kelapa sawit meningkat pada campuran 50%. Pencampuran serbuk mahoni
dapat menurunkan nilai kerapatan. Semakin tinggi presentase pencampuran
serbuk mahoni, tingkat homogenitas biopelet semakin redah dan nilai
kerapatannya semakin kecil. Menurut Stelte et al. (2011) biopelet memiliki
struktur yang lebih homogen dan memungkinkan terjadi pembakaran yang
kontinyu dalam sistem boiler. Selain itu campuran pada biopelet merupakan jenis
kayu yang berbeda dengan jenis bahan bakunya (limbah kelapa sawit) sehingga
permukaan partikelnya berbeda.
Nilai Kalor
Parameter utama dalam menentukan kualitas bahan bakar biopelet adalah
nilai kalor pembakaran. Pengujian nilai kalor bertujuan untuk mengetahui nilai
panas pembakaran biopelet. Faktor yang mempegaruhi nilai kalor yaitu kadar air,
karbon terikat, zat terbang, dan abu (Basu 2012 dalam Mulyasari 2013).
Berdasarkan data hasil pengujian nilai kalor (Tabel 2), nilai kalor biopelet dari
limbah kelapa sawit berkisar antara 4269.47 kal/g – 4729.99 kal/g. Biopelet dari
limbah kelapa sawit memiliki nilai kalor yang lebih tinggi daripada biopelet dari
bahan sekam padi dengan nilai kalor 3590.82 kal/g (Rahman 2011).
Nilai kalor terendah terdapat pada daun kelapa sawit dengan campuran
30% dan tertinggi pada batang kelapa sawit bagian dalam dengan campuran 30%.
Batang kelapa sawit bagian luar memiliki nilai kalor 4402.69 kal/g – 4642.73
kal/g. Nilai kalor ini meningkat seiring dengan penambahan serbuk mahoni. Pada
batang sawit bagian dalam dan pelepah sawit, nilai kalor meningkat hingga
pencampuran 30% dan menurun ketika komposisi campuran 50%. Nilai kalor
yang dihasilkan memenuhi standar Prancis. Sedangkan untuk biopelet batang luar
(50%), batang dalam (30%), dan daun (50 %) telah memenuhi standar Amerika.

11
Kandungan Sulfur, Nitrogen, dan Klorin
Pengujian kandungan sulfur, nitrogen, dan klorin bertujuan untuk
mengetahui kandungan unsur tersebut pada biopelet dan emisi yang diakibatkan
dari proses pembakaran biopelet. Menurut McKendry (2001) dalam Nurwigha
(2012), komponen utama dalam biomassa berupa karbon (C) oksigen (O), dan
Hidrogen (H). Namun beberapa biomassa juga mengandung sebagian kecil
nitrogen, belerang, klor, dan abu. Menurut Pastre (2002) dalam Sultana dan
Kumar (2012), jerami memiliki kandungan nitrogen, klorin, dan sulfur lebih
banyak dari pada kayu. Pada proses pembakaran, komponen ini keluar dalam
bentuk gas yang dapat menjadi polutan atmosfer seperti Nitrogen Oksida (NO,
NO2), Sulfur Dioksida (SO2), Hidrogen Klorida (HCl), dan Hidrokarbon
Terklorinasi. Bahan bakar mengandung nitrogen dapat menyebabkan emisi NOx.
Pada proses pembakaran, bahan bakar yang mengandung sulfur akan
menimbulkan polutan SOx dan meyebabkan iritasi pada saluran pernafasan.
Kandungan klorin pada saat pembakaran dapat menyebabkan korosi. Namun
kandungan sulfur dan klorin pada kayu sangat rendah.
Kandungan sulfur, nitrogen, dan klorin rata-rata (Tabel 4) yang terdapat
pada biopelet dari limbah kelapa sawit yaitu 0.012% - 0.038% ; 0.29% - 1.965%
dan lebih kecil dari 0.010 %. Kandungan sulfur dan klorin sesuai dengan standar
biopelet dari negara Prancis (ITEBE). Sedangkan negara Amerika tidak
mensyaratkan kandungan unsur tersebut pada biopelet. Kandungan nitrogen yang
tidak memenuhi standar yaitu biopelet dari daun kelapa sawit (0%, 15%, 30%,
50%), batang bagian luar (0% dan 15%), dan batang bagian dalam (30%).
Tabel 4 Hasil analisis kadar nitrogen, sulfur, dan klorin pada biopelet
Bahan
Campuran
Nitrogen (%)
Sulfur (%)
Klorin (%)
0%
0.505±0.007 0.038±0.001
< 0.010
< 0.010
15%
0.675±0.007 0.022±0.000
Batang Luar
< 0.010
30%
0.330±0.000 0.017±0.001
< 0.010
50%
0.465±0.007 0.012±0.001
< 0.010
0%
0.440±0.000 0.023±0.001
< 0.010
15%
0.325±0.000 0.015±0.000
Batang Dalam
< 0.010
30%
0.590±0.007 0.017±0.001
< 0.010
50%
0.380±0.000 0.015±0.002
< 0.010
0%
1.965±0.078 0.023±0.001
< 0.010
15%
1.605±0.007 0.029±0.001
Daun
< 0.010
30%
1.190±0.014 0.022±0.001
< 0.010
50%
0.805±0.007 0.015±0.001
< 0.010
0%
0.290±0.000 0.016±0.003
< 0.010
15%
0.425±0.007 0.015±0.001
Pelepah
< 0.010
30%
0.300±0.000 0.016±0.001
< 0.010
50%
0.460±0.000 0.014±0.002
Bahan baku yang memiliki kandungan nitrogen tertinggi adalah daun
kelapa sawit dengan campuran 0% sebesar 1.956%. Limbah kelapa sawit yang
memiliki kandungan sulfur tertinggi pada biopelet dari batang bagian luar dengan
campuran 0% sebesar 0.0375%. Pencampuran serbuk mahoni memberikan

12
pengaruh terhadap kandungan nitrogen. Pencampuran serbuk mahoni dapat
mengurangi kandungan sulfur dan nitrogen pada biopelet.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Limbah kelapa sawit dan serbuk kayu mahoni dapat dimanfaatkan sebagai
bahan baku biopelet. Pencampuran serbuk mahoni dapat meningkatkan nilai kalor
biopelet. Selain itu, pencampuran serbuk mahoni juga dapat menurunkan
kerapatan, kadar abu, nitrogen, dan sulfur pada biopelet. Biopelet dari batang
kelapa sawit (bagian luar dan dalam) dan pelepah baik untuk dijadikan sebagai
bahan baku biopelet karena memiliki kadar abu dan nilai kalor yang sesuai dengan
standar biopelet dari Prancis (ITEBE) dan Amerika (PFI). Daun kelapa sawit
kurang baik sebagai bahan bakar biopelet karena memiliki nilai kadar abu lebih
besar dari 6%, kadar nitrogen lebih besar dari 0.8% dan tidak memenuhi standar
biopelet dari Prancis dan Amerika.
Saran
Saran untuk penelitian selanjutnya adalah perlu dilakukan uji ketahanan
dan pembakaran biopelet pada bahan baku dari batang kelapa sawit dan pelepah
agar penggunaan biopelet dapat maksimal. Selain itu perlu adanya penelitian lebih
lanjut mengenai biopelet dari daun kelapa sawit dengan pencampuran bahan lain
yang dapat mengurangi nilai kadar abu.
DAFTAR PUSTAKA
Bakar ES, Rachman O, Hermawan D, Karlina L, Rosdiana N. 1998. Pemanfaatan
batang kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) sebagai bahan bangunan dan
furniture (I): Sifat fisis, kimia, dan keawetan alami kayu kelapa sawit. JTHH 11
(1): 1-12
Balfas J. 2009. Karakteristik kayu kelapa sawit tua. Jurnal Penelitian Hasil Hutan
27 (3): 1-15
Douard F. 2007. Challenges in Expanding French Pellet Market. ITEBE Pellet
Conference. Wels, Austria.
Eviati, Sulaeman, Suparto. 2005. Petunjuk teknis analisis kimia tanah, tanaman,
air, dan pupuk. Bogor (ID): Balai Penelitian Tanah, Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian.
Gil MV, Oulego P, Casal MD, Pevida C, Pis JJ, Rubiera F. 2010. Mechanical
durability and combustion characteristics of biopelets from biomass blends.
Bioresource Technology 101 (2010): 8859-8867.
Haygreen JG, Bowyer JL. 1996. Hasil Hutan dan Ilmu Kayu. Sutjipto AH,
penerjemah; Soenardi P, editor. Yogyakarta (ID): Gajah Mada University
Press. Terjemahan dari: Forest Product and Wood Science, an Introduction.
Hendra D. 2012. Rekayasa pembuatan mesin pellet kayu dan pengujian hasilnya.
Jurnal Penelitian Hasil Hutan 30 (2): 144 – 154.
Intara YI dan Dyah B. (2012). Studi sifat fisik dan mekanik parenkhim pelepah
daun kelapa sawit untuk pemanfaatan sebagai bahan anyaman. AGROINTEK
1(6) : 36 - 44.

13
Martawijaya A, Iding K, Kasasi K, dan Soewanda AP. 1981. Atlas Kayu
Indonesia Jilid I. Bogor (ID): Balai Penelitian Hasil Hutan, Badan Penelitian
dan Pegembangan Pertanian.
Masyhud. 2010. Wood Pellet sumber energi dari limbah kayu. [internet]. [diunduh
2013
Mei
22].
Tersedia
pada:
http://www.dephut.go.id/index.php?q=id/node/6179
Mulyani A, Las I. 2008. Poetensi sumber daya lahan dan optimalisasi
pengembangan komoditas penghasil bioenergi Indonesia. Jurnal Litbang
Pertanian 27 (1): 31-41.
Mulyasari T. 2013. Karakteristik beberapa jenis kayu sebagai bahan baku 13nergy
biomassa [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Nurwigha R. 2012. Pembuatan biopelet dari cangkang kelapa sawit dengan
penambahan arang cangkang sawit dan serabut sawit sebagai bahan bakar
alternatif terbarukan [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Nuryawan A, Dalimunthe A, Saragih RN. 2012. Sifat fisik dan kimia ikatan
pembuluh pada batang kelapa sawit. FORESTA, Indonesian Journal of
Forestry 1(2):34 – 40.
Telmo G, Lousada J. 2011. Heating value of wood biopelets from different
species. Biomass and Bioenergy 35 (2011): 2634-2639.
Pari G, Sofyan K, Syafii W, Buchari. Kajian struktur arang dari lignin. 2006.
Jurnal Penelitian Hasil Hutan 24(1): 1-16.
Peksa-Blanchard M, Dolzan P, Grassi A, Heinimo J, Junginger M, Ranta T,
Walter A. 2007. Gloobal wood pellet market and industry: polcy drivers,
market status and raw material potential. IEA Bioenergy. [Internet]. [diunduh
2013 Desember 8]. Tersedia pada: http://www.bioenergytrade.org/
Rahman. 2011. Uji keragaman biopelet dari biomassa limbah sekam padi (Oryza
sativa sp.) sebagai bahan bakar alternatif terbarukan [skripsi]. Bogor (ID):
Institut Pertanian Bogor.
Ramsay WS. 1982. Energy from Forest Biomass. New York (US): Academis
Press, Inc.
Saragih AE. 2013. Karakteristik biopelet dari campuran cangkang sawit dan kayu
sengon sebagai bahan bakar alternative terbarukan [skripsi]. Bogor (ID):
Institut Pertanian Bogor.
Sjöström E. 1998. Kimia Kayu, Dasar-Dasar dan Penggunaan. Harjono S,
penerjemah; Soenardi P, editor. Yogyakarta (ID): Gajah mada University
Press. Terjemahan dari: Wood Chemistry, Fundamental and Application. Ed-2.
Stelte W, Holm JK, Sanadi AR, Barsberg S, Ahrenfeldt J, Henriksen UB. 2011. A
study of bonding and failure mechanisms in fuel pellets from different biomass
resources. Biomass and Bioenergy. 35 (2011): 910-918.
Subdit Pengelolaan Lingkungan. 2006. Pedoman Pengolahan Limbah Industri
Kelapa Sawit. Jakarta (ID): Direktorat Pengolahan Hasil Pertanian,
Departemen Pertanian.
Sultana A, Kumar A. 2012. Ranking of biomass pellets by integration of
economic, environmental and technical factors. Biomass and Bioenergy
30(2012): 1-12.
Sumaryono W. 2006. Kajian Komprehensif dan Teknologi Pengembangan
Bioetanol sebagai Bahan Bakar Nabati (BBN). Makalah disampaikan pada

14
Seminar Bioenergi: Prospek bisnis dan peluang investasi. Badan Pengkajian
dan Penerapan Teknologi, Jakarta.
Wahyudi Sugeng. 2011. Energi fosil dan persebarannya di dunia. Majalah 1000
guru
[Internet].
[diunduh
2014
April
30].
Tersedia
pada:
http://majalah1000guru.net/2011/09/energi-fosil-persebarannya-dunia/
Zamirza F. 2009. Pembuatan biopelet dari bungkil jarak pagar (Jathropa curcas
L.) dengan penambahan sludge dan perekat tapioka [skripsi]. Bogor (ID) :
Institut Pertanian Bogor.
Zamzami HR. 2014. Kualitas papan komposit plastik dari limbah kelapa sawit
(Elaeis guineensis Jacq.) dan polipropilena (PP) daur ulang [skripsi]. Bogor
(ID) : Institut Pertanian Bogor

15

RIWAYAT HIDUP
Penulis lahir di Jakarta pada tanggal 9 Desember 1992. Anak ke-4 dari
pasangan M. Mir Purnama dan Diah Sutarsih serta memiliki tiga orang kakak dan
tiga orang adik. Penulis tinggal dan tumbuh besar di Bekasi, Jawa Barat.
Penulis menempuh pendidikan dasar di SDN Jatisari II Bekasi, dilanjutkan
dengan pendidikan pesantren di Madrasah Tsanawiyah Al-Hamid, Jakarta Timur.
Lulus dari MTs, penulis meneruskan jenjang pendidikannya di SMA Negri 105
Jakarta. Setelah lulus dari SMA pada tahun 2010, penulis melanjutkan studinya di
Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI).
Selama menempuh pendidikan sarjana, penulis mengikuti beberapa praktek
lapang yang diadakan oleh Fakultas Kehutanan yaitu PPEH (Praktek Pengenalan
Eksositem Hutan) di Sancang Barat dan Kamojang, PPH (Praktek Pengelolaan
Hutan) di Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW), dan PKL (Praktek Kerja
Lapang) di KBM Industri Kayu Brumbung, Perum Perhutani Regional I Jawa
Tengah. Selain itu, penulis juga aktif dalam berbagai kegiatan organisasi dan
kepanitiaan di IPB. Organisasi dan kepanitiaan yang diikuti penulis yaitu Unit
Kegiatan Mahasiswa (UKM) Pramuka IPB tahun 2010 sebagai anggota, Badan
Eksekutif Mahasiswa Keluarga Mahasiswa (BEM KM) periode 2011-2012
sebagai staf Kementerian Lingkungan Hidup, Himpunan Mahasiswa Hasil Hutan
(Himasiltan) tahun 2012-2013 sebagai anggotan divisi eksternal, UKM
Agreemove IPB sebagai ketua program Bank Sampah Asrama TPB IPB, Ketua
panitia kegiatan Himasiltan Care 2013, dan ketua divisi konsumsi pada kegiatan
Malam Penganugerahan Rimbawan 2012.
Selain kepanitian dan organisai, penulis juga aktif dalam kegiatan sosial dan
lingkungan. Kegiatan sosial dan lingkungan yang diikuti diantaranya menjadi
pengajar di Rumah Sahabat (program paguyuban Karya Salemba Empat IPB), tim
pendiri komunitas lingkungan yaitu Rumah Kembara, pendiri program Saung
Briket di Desa Hegarmanah, Sukabumi. Penulis juga mendapatkan dana hibah
pada Pekan Kreativitas Mahasiswa tahun 2011 dengan program Bank Sampah
Sengked yang dibimbing oleh Prof Dr Clara M. Kushantoro, M.Sc. Penulis pernah
memenangkan juara harapan 1 tingkat nasional dalam kegiatan Young
Entrepreneurship Spirit Competition 2013. Saat skripsi ini disusun, penulis
bekerja paruh-waktu sebagai pemandu di IPB Agroedutourism, pengajar privat
SD, dan mengisi pelatihan-pelatihan mengenai pengolahan sampah.
Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Kehutanan, Institut
Pertanian Bogor, penulis melaksanakan penelitian dan menyelesaikan skripsi
dengan judul “Pemanfaatan Limbak Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) dan
Serbuk Kayu Mahoni sebagai Bahan Baku Biopelet” dibawah bimbingan Prof Dr
Ir Muh. Yusram Massijaya, MS dan Prof (R) Dr Gustan Pari, M.Si.

2