Komposisi Hiu Paus Berdasarkan Jenis Kelamin dan Ukuran Serta Perilaku Kemunculannya di Kawasan Taman Nasional Teluk Cenderawasih

KOMPOSISI HIU PAUS BERDASARKAN JENIS KELAMIN
DAN UKURAN SERTA PERILAKU KEMUNCULANNYA DI
KAWASAN TAMAN NASIONAL TELUK CENDERAWASIH

MAHARDIKA RIZQI HIMAWAN

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Komposisi Hiu Paus
Berdasarkan Jenis Kelamin dan Ukuran Serta Perilaku Kemunculannya di
Kawasan Taman Nasional Teluk Cenderawasih adalah benar karya saya dengan
arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Januari 2014
Mahardika Rizqi Himawan
NIM C54090042

ABSTRAK
MAHARDIKA R HIMAWAN. Komposisi Hiu Paus Berdasarkan Jenis Kelamin
dan Ukuran Serta Perilaku Kemunculannya di Kawasan Taman Nasional Teluk
Cenderawasih. Dibimbing oleh HAWIS MADDUPPA dan BEGINER SUBHAN.
Ekologi dan tingkah laku hiu paus masih sangat jarang diketahui. Sejak Tahun
2011, keberadaan hiu paus di teluk cenderawasih menjadi daya tarik bagi wisatawan
karena hubungan hiu paus tersebut terhadap bagan nelayan. Penelitian bertujuan
untuk identifikasi individu hiu paus berdasarkan jenis kelamin dan ukuran serta
tingkah laku di permukaan di Teluk Cenderawasih. Survei Pengamatan dilakukan di
bagan nelayan dari April hingga Juli 2013 dengan mencatat tanggal, waktu, lokasi
dan jumlah hiu paus yang teramati setiap harinya. Selama pengamatan, teramati
36 hiu paus jantan dan 1 hiu paus betina. Ukuran hiu paus berkisar 3 – 6 meter
yang mengindikasikan kisaran ukuran belum dewasa. Aktifitas hiu paus di
permukaan tertinggi ditemukan di Perairan Sowa (76 kemunculan), diikuti

Perairan Kwatisore (51 Kemunculan) dan Perairan Yaur (7 kemunculan). Perilaku
hiu paus di permukaan perairan dekat bagan nelayan adalah perilaku untuk
mendapatkan makanan. Hal ini ditunjukkan dengan kemunculan hiu paus yang
berhubungan dengan hasil tangkapan nelayan bagan. Oleh karena itu, manajemen
yang baik terhadap operasi bagan nelayan dan aktivitas wisatawan sangat penting
diimplementasikan untuk menjaga hiu paus yang vital keberadaannya di Taman
Nasional Teluk Cenderawasih.

Kata kunci: hiu paus, tingkah laku, makan, ekologi, Teluk Cenderawasih

ABSTRACT
MAHARDIKA RIZQI HIMAWAN. Sex and Body Size Composition of Whale
Sharks and Their Appearance Behavior in Cenderawasih Bay National Park area.
Supervised by HAWIS MADDUPPA and BEGINER SUBHAN.
Ecology and behavior of whale sharks are rarely known. Since 2011,
whale sharks in Teluk Cenderawasih National Park (TCNP) have been a growing
popular attraction for tourists because of the sharks' regular association with lift
net fisheries (i.e., bagans). The research was aimed to identify sex and body size
of each whale shark individual and their surface behavior in Cendrawasih Bay.
The observation survey was conducted at bagan fishermen from April to July

2013 to document date, time, location, and number of whale sharks seen each day.
A total of 36 males and 1 female were recorded during study period. The size was
ranged between 3 to 6 meters, indicating that they were in immature age range.
The highest emergence activity of whale sharks was found in the Sowa (76 times),
followed by Kwatisore (51 times) and Yaur (7 times). It was indicated that the
surface presence of whale sharks near bagans as part of their feeding behavior.
This is indicated by the appearance of a whale shark was related to the number of
catches of fishermen. Therefore, a better management of bagan fishing operations
and tourist attractions are urgent to be implementing for ensuring the vitality of
whale sharks in Cenderawasih Bay National Park.
Keywords: whale sharks, behavior, eating, feeding ecology, Cenderawasih Bay

KOMPOSISI HIU PAUS BERDASARKAN JENIS KELAMIN
DAN UKURAN SERTA PERILAKU KEMUNCULANNYA DI
KAWASAN TAMAN NASIONAL TELUK CENDERAWASIH

MAHARDIKA RIZQI HIMAWAN

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Ilmu Kelautan
pada
Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Judul Skripsi : Komposisi Hiu Paus Berdasarkan Jenis Kelamin dan Ukuran Serta
Perilaku Kemunculannya di Kawasan Taman Nasional Teluk
Cenderawasih
Nama
: Mahardika Rizqi Himawan
NIM
: C54090042

Disetujui oleh


Dr. Hawis Madduppa, S.Pi, M.Si
Pembimbing I

Beginer Subhan, S.Pi, M.Si
Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr. Ir. I Wayan Nurjaya, M.Sc
Ketua Departemen

Tanggal Lulus: 24 Oktober 2013

Judul Skripsi: Komposisi Hiu Paus Berdasarkan Jenis Kelamin dan Ukuran Selia
Perilaku Kemunculannya di Kawasan Taman Nasional Te luk
Cenderawasih
Nama
: Mahardika Rizqi Himawan
: C54090042
NIM


Disetujl1i oleh

Dr. Hawis Madduw;. S.Pi. M.Si
Pembimbing I

Tanggal LuJus : 24 Oktober 2013

eginer Sl1bhan, S.Pi. M.Si
Pembimbing II

PRAKATA
Puja dan syukur ke hadirat Allah SWT penulis panjatkan karena dengan
rahmad dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan Skripsi dengan judul
Komposisi Hiu Paus Berdasarkan Jenis Kelamin dan Ukuran Serta Perilaku
Kemunculannya di Kawasan Taman Nasional Teluk Cenderawasih.
Skripsi merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ilmu
Kelautan pada Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan, Intitut Pertanian Bogor.
Dalam menyelesaikan skripsi ini, penulis banyak mendapat bantuan dan perhatian
dari berbagai pihak, oleh karena itu penulis menyampaikan rasa terima kasih yang

sebesar-besarnya kepada :
1.
Bapak Dr. Hawis Madduppa, M.Si dan Beginer Subhan, M.Si selaku dosen
pembimbing skripsi;
2.
Ibu Dr. Neviaty P Zamani, yang telah bersedia menjadi dosen penguji;
3.
Bapak Dr. Ir. Henry M. Manik, S.Pi, MT selaku ketua Komisi Pendidikan
S1;
4.
Kepala Balai Taman Nasional Teluk Cenderawasih, yang telah memberikan
izin penelitian;
5.
Bapak Anton Wijonarno, Marine Biodiversity and Program Monitoring
Manager – WWF Indonesia, atas kesempatannya menjadi internship dalam
program whale shark monitoring;
6.
Keluarga Besar WWF-Cenderawasih Bay Project, terutama kepada bapak
Beny Ahadian Nor selaku Project Leader dan Casandra Tania, M. Sc selaku
pembimbing lapang yang telah memberi pengetahuan dan pengalaman

selama di lapangan;
7.
Keluarga Besar Kalilemon Dive Resort, Pak Bram, Kak Rudi, Om Sakeus
sekeluarga, Om Yance sekeluarga, Om Agus sekeluarga, dan Om Loli yang
telah menganggap penulis bagian dari keluarga, saya rindu kalian;
8.
Kru Speed Boat Geelvink Bai, Om Oku, Om Tedi, dan teman-teman
sepelayaran, atas perjalanan laut yang tak terlupakan;
9.
Teman-teman Nelayan Bagan di Perairan Sowa dan Kwatisore, terutama
Bagan Alma Indah dan Bagan Wisata, atas tumpangan dan cerita-cerita
kehidupan yang diperbincangkan;
10. Kedua orang tua, Warsono dan Sri Hermawati dan kedua adik, Mahardyan
dan Khaerunnisa yang senantiasa mendoakan serta mendukung penulis
secara moral maupun materil;
11. Faiza Libby Shabira Lubis, S.Kpm, atas segala dukungan yang diberikan
kepada penulis dengan penuh kasih;
12. Teman-teman Mahasiswa Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan,
Institut Pertanian Bogor, terutama Crazier ITK 46 atas perjuangan yang
selalu dilakukan bersama;

Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan skripsi ini masih belum
sempurna, oleh karena itu penulis sangat memerlukan masukan dari semua pihak
demi perbaikan di kemudian. Akhirnya semoga informasi yang terkandung dalam
laporan ini bermanfaat bagi pembaca.
Bogor, Januari 2014
Mahardika Rizqi Himawan

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

PENDAHULUAN

1


Latar Belakang

1

Tujuan Penelitian

2

METODE

2

Waktu dan Lokasi Penelitian

2

Lingkungan Perairan

2


Identifikasi Hiu Paus

3

Penentuan Jenis Kelamin Hiu Paus

3

Penentuan Ukuran Hiu Paus

4

Perilaku dan Kemunculan Hiu Paus

4

Kemunculan Hiu Paus Terhadap Hasil Tangkapan

4

Perilaku dan Migrasi Lokal Hiu Paus

4

Persepsi Nelayan dan Interaksi Hiu Paus Terhadap Manusia

4

Analisis Data
HASIL DAN PEMBAHASAN

5
5

Lingkungan Perairan Teluk Cenderawasih

5

Identifikasi Hiu Paus

5

Komposisi Individu Hiu Paus Berdasarkan Jenis Kelamin

7

Komposisi Individu Hiu Paus Berdasarkan Ukuran

8

Perilaku dan Kemunculan Hiu Paus

10

Kemunculan Hiu Paus Terhadap Hasil Tangkapan

10

Perilaku dan Migrasi Lokal Hiu Paus

13

Persepsi Nelayan dan Interaksi Hiu Paus Terhadap Manusia

14

SIMPULAN DAN SARAN

15

Simpulan

15

Saran

15

DAFTAR PUSTAKA

16

LAMPIRAN

17

DAFTAR TABEL
1 Jumlah kemunculan hiu paus pada kawasan penelitian

6

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17

Lokasi Penelitian
Identifikasi totol putih sebagai pembeda antar individu
Jenis kelamin hiu paus
Bagan dan ikan dalam jaring
Sebaran temuan hiu paus pada perairan Sowa dan Kwatisoredan Yaur
Hiu paus, A. Hiu paus betina ukuran 4 meter. B. Hiu paus jantan ukuran
3.5 meter
Jumlah kemunculan hiu paus berdasarkan jenis kelamin
Jumlah kemunculan individu hiu paus berdasarkan ukuran
Beberapa luka yang ditemui pada hiu paus di lokasi penelitian
Frekuensi Luka Hiu Paus Yang teramati
Jumlah kemunculan hiu paus terhadap tangkapan di Perairan Sowa
Jumlah kemunculan hiu paus terhadap tangkapan di Perairan Kwatisore
Jumlah kemunculan hiu paus terhadap tangkapan di Perairan Yaur
Perilaku umum hiu paus di permukaan
Pola Pergerakanhiu paus di kawasan SPTN 1 Kwatisore, Taman Nasional
Teluk Cenderawasih pada bulan April – Juli 2013
Pemberian makan oleh nelayan
Interaksi hiu paus terhadap manusia

2
3
3
5
6
6
7
8
9
9
11
11
12
13
13
14
15

DAFTAR LAMPIRAN
18 Tabel Identifikasi Individu Hiu Paus Yang Dijumpai Selama Penelitian

17

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Hiu paus, Rhincodon typus merupakan salah satu mahluk hidup dari
kingdom animalia terbesar di dunia. Ukuran hiu paus dapat menjapai 18 meter
bahkan lebih dengan ukuran dewasa jantan rata-rata diperkirakan 7.05-10.26
meter dan betina 10.6 meter (Compagno, 2002). Hiu paus memiliki habitat di
perairan tropis hingga subtropis yang bersuhu hangat dan memakan plankton, krill,
karang dan telur ikan (Heyman et al., 2001).
Hiu paus merupakan hewan target tangkapan nelayan termasuk di
Indonesia. Namun sekarang megafauna tersebut telah berstatus daftar merah untuk
spesies terancam dalam IUCN (International Union for Conversation of Nature).
Pada tahun 2002, hiu paus telah ditempatkan dalam CITES (Convention on
International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora ) Appendix
II. Pertumbuhkembangan hiu paus yang lambat dengan tingkat dewasa yang
cukup lama membuat hewan ini rawan terhadap perburuan dan perusakan habitat
(Schmidt et al., 2009). Beberapa metode seperti survei udara, penandaan dan
identifikasi foto telah dilakukan hingga saat ini sehingga diketahui migrasi dan
kelimpahan hiu paus pada suatu wilayah. Data tersebut menjadi dasar perecanaan
tindakan-tindakan konservasi.
Meskipun teknologi penelitian terus berkembang, kehidupan hiu paus
masih menjadi teka teki. Hingga kini, masih tidak diketahui bagaimana hiu paus
melakukan perkawinan dan bereproduksi (Schmidt et al., 2010). Tingkah laku
makan di permukaan cukup banyak terteliti dengan komposisi utama juvenil
jantan. Dari penelitian yang pernah dilakukan, jumlah hiu paus betina yang
tertandai cukup tinggi yaitu 17 individu berada di perairan Ningaloo, Australia
yang berhadapan langsung dengan samudra Hindia (Sequeira et al., 2013). Dalam
kajian individu bedasarkan jenis kelamin dan usia, masih belum diketahui apakah
hiu paus melakukan perkawinan secara berpasangan atau dalam grup besar
(Schmidt et al., 2010).
Di Indonesia, salah satu wilayah dimana hiu paus dapat ditemui adalah di
perairan Teluk Cendrawasih yang masuk dalam kawasan Taman Nasional Teluk
Cendrawasih. Kawasan tersebut memiliki topografi pantai berbukit dan begunung
dengan sisi curam. Teluk Cendrawasih merupakan taman nasional perairan laut
terluas di Indonesia yang terdiri dari daratan dan pesisir pantai (0.9%), daratan
pulau-pulau (3.8%), terumbu karang (5.5%), dan perairan lautan (89.8%) (Balai
Taman Nasional Teluk Cenderawasih (BTNTC) , 2009). Taman Nasional Teluk
Cendrawasih ditetapkan Menteri Kehutanan sesuai SK No. 8009/Kpts-II/2002,
berada pada geografis 1°43’ - 3°22’ LS dan 134°06’ - 135°10’ BT dengan luas
1.453.500 hektar. (BTNTC – Wold Wildlife Fund (WWF), 2009). Taman Nasional
tersebut terletak di Kabupaten Manokwari Provinsi Papua Barat dan Kabupaten
Nabire Provinsi Papua.
Masih banyaknya pengetahuan yang belum diketahui menjadi kendala
dalam mempelajari kehidupan hiu paus. Salah satunya adalah bangaimana dan
dimana hiu paus berkembang biak. Padahal, pertanyaan ilmiah tersebut dapat
menjadi kunci konservasi yang sangat penting bagi kelangsungan hiu paus.

2
Dengan mengumpulkan informasi- informasi hiu paus secara berkala, diharapkan
pertanyaan-pertanyaan tersebut dapat terjawab.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk identifikasi individu serta mengetahui
komposisi jenis kelamin dan ukuran serta perilaku kemunculannya di Kawasan
Taman Nasional Teluk Cendrawasih.

METODE
Waktu dan Lokasi Penelitian
Pengambilan data dilakukan selama 50 hari pada bulan April – Juni 2013
bertempat di kawasan perairan Laut Soa, Kwatisore dan Yaur, yang masuk dalam
Seksi Pengelolaan Taman Nasional (SPTN) Wilayah 1 Kwatisore, Kawasan
Taman Nasional Teluk Cendrawasih. Kawasan tersebut masuk dalam Kabupaten
Nabire, Provinsi Papua. Lokasi penelitian ditunjukkan oleh Gambar 1. Penelitian
dilakukan dengan cara monitoring harian pada bagan nelayan yang berlokasi di
wilayah penelitian.

Perairan Yaur
Yaur
Perairan Kwatisore

Kwatisore
Perairan Sowa

Gambar 1 Lokasi Penelitian
Lingkungan Perairan
Pencatatan koordinat lokasi dan suhu permukaan dilakukan setiap
kunjungan bagan. Koordinat lokasi didapatkan dengan menggunakan Ground

3
Positioning System (GPS). Sedangkan suhu permukaan didapatkan dengan
menggunakan termometer celsius dengan 3 kali ulangan. Suhu permukaan adalah
salah satu informasi penting untuk mengetahui pengaruh suhu perairan terhadap
hiu paus.

Identifikasi Individu Hiu Paus
. Indentifikasi individu hiu paus dilakukan dengan metode Photographic
Identification (Photo ID) dengan perangkat lunak Interactive Individual
Identification System (I3S) (Pierce, 2007). Metode identifikasi ini menggunakan
pola totol putih pada bagian tubuh kanan dan kiri hiu paus setelah insang ke 5
hingga pangkal sirip pektoral sebagai pembeda antar individu. Bagian tubuh
tersebut diambil gambar dengan kamera seperti ditunjukkan oleh Gambar 2.
Penentuan individu dilakukan dengan perangkat lunak I3S.
.

Gambar 2 Identifikasi totol putih sebagai pembeda antar individu

Penentuan Jenis Kelamin Hiu Paus
Penentuan jenis kelamin dilakukan secara visual dengan melihat keberadaan
clasper yang terletak di sekitar anal hiu paus. Hiu paus jantan memiliki clasper
yang berbentuk memanjang sebanyak 2 buah pada sirip anal, sedangkan hiu paus
betina tidak memiliki clasper seperti ditunjukkan Gambar 3.

A
B
Gambar 3 Jenis kelamin hiu paus A. Betina B. Jantan

4
Penentuan Ukuran Hiu Paus
Penentuan ukuran hiu paus dilakukan dengan cara membandingkan ukuran
hiu paus dengan tinggi tubuh. Pembandingan ukuran tersebut dilakukan dengan
cara berenang tepat disamping hiu paus dan mencatat estimasi ukurannya.
Frekuensi luka-luka pada tubuh dicatat untuk mengetahui keadaaan umum
dari hiu paus. Setiap luka yang ditemukan pada hiu paus dilakukan pengambilan
gambar dan membaginya menjadi 3 bagian luka. 3 bagian luka tersebut adalah
bagian luka sirip, luka badan dan luka mulut. Apabila pada hiu paus tidak
ditemukan luka yang cukup besar maka digolongkan tidak ada luka.

Perilaku dan Kemunculan Hiu Paus
Kemunculan Hiu Paus Terhadap Hasil Tangkapan
Salah satu faktor yang mempengaruhi kemunculan hiu paus diduga adalah
hasil tangkapan nelayan bagan. Oleh karena itu, setiap kunjungan bagan nelayan
dilakukan pencatatan hasil tangkapan. Hasil tangkapan diketahui dengan
melakukan wawancara terhadap nelayan serta melihat banyak ikan dalam box
yang diangkut dari jaring. Selain itu informasi kemunculan hiu paus dari nelayan
ketika penulis tidak berada di tempat menjadi data tambahan yang dicatat.
Perilaku dan Migrasi Lokal Hiu Paus
Perilaku hiu paus didapatkan dengan melakukan pengamatan ketika berada
di permukaan. Dalam pengamatan dilakukan pencatatan tingkah laku hiu paus dan
merekam menggunakan kamera. Pengamatan dilakukan selama 30 menit.
Pergerakan atau migrasi hiu paus pada rentan waktu penelitian yaitu April
– Juni 2012 dapat terlihat dari monitoring harian yang dilakukan. Pencatatan
identitas hiu paus yang sama dimana muncul di permukaan pada hari dan bagan
yang berbeda memperlihatkan pergerakan hiu paus. Hal tersebut dapat dilihat dari
koodinat yang dicatat ketika individu hiu paus muncul di permukaan dengan
menggunakan GPS.
Persepsi Nelayan Bagan dan Interaksi Hiu Paus Terhadap Manusia
Persepsi nelayan dilakukan dengan wawancara yang dilakukan pada
seluruh bagan yang dikunjungi yaitu 31 bagan dengan tujuan mengetahui persepsi
nelayan mengenai tingkah laku hiu paus. Pertanyaan yang diberikan kepada setiap
bagan adalah nama bagan, hasil tangkapan nelayan bagan pada hari kunjung,
jumlah kemunculan hiu paus pada hari kunjung, faktor yang memengaruhi hiu
paus naik ke permukaan tingkah laku hiu paus ketika berada di permukaan serta
untung dan rugi nelayan bagan ketika hiu paus berada di permukaan.

5
Analisis Data
Analisis data dilakukan dengan perangkat lunak Ms. Excel untuk membuat
perbandingan antara kemunculan hiu paus dengan hasil tangkapan bagan selama
penelitian. Perangkat lunak ArcView GIS 3.3 digunakan untuk membuat peta baik
peta sebaran dan migrasi lokal hiu paus.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Lingkungan Perairan Teluk Cenderawasih
Perairan Teluk Cenderawasih berada pada lintang 1°43’ - 3°22’ LS dan
bujur 134°06’ - 135°10’ BT yang termasuk dalam iklim tropis. Perairan wilayah
penelitian, yaitu perairan Kwatisore, Yaur dan Sowa memiliki kisaran suhu
permukaan antara 28° – 32° C. Suhu terendah pada kisaran pukul 2.00 WIT pagi
dan tertinggi pada kisaran pukul 14.00 WIT siang. Dari Penelitian dengan
penanda satelit yang pernah dilakukan di Teluk California (Eckert and Stewart,
1996), hiu paus banyak menghabiskan waktu di daerah bersuhu permukaan laut
antara 20° – 32° C walaupun sering juga berada di kedalaman dimana suhu
mencapai 0° C. Hal ini menunjukkan bahwa hiu paus cukup nyaman berada di
perairan Teluk Cenderawasih dengan iklim tropis yang hangat.

Identifikasi Individu Hiu Paus
Selama penelitian, dijumpai hiu paus berjumlah 37 individu dimana 36
individu berkelamin jantan dan 1 individu berkelamin betina. Dalam pengamatan,
hiu paus muncul ke permukaan dikarenakan keberadaan bagan yang terdapat ikan
– ikan kecil hasi tangkapan yang berada dalam jaring seperti yang ditunjukkan
pada Gambar 4.

Gambar 4 Bagan dan ikan dalam jaring
Sebaran temuan hiu paus selama penelitian cukup tinggi pada perairan sowa.
Hal ini dikarenakan bagan nelayan cukup banyak di perairan Sowa dibandingkan
dengan Perairan Kwatisore dan Yaur. Selain itu, hasil tangkapan yang didominasi
ikan kecil seperti ikan teri membuat hiu paus terkonsentrasi cukup banyak pada

6
perairan sowa. Banyaknya hiu paus yang naik ke permukaan selama penelitian
dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Jumlah kemunculan hiu paus pada kawasan penelitian
Wilayah Perairan

Jumlah Kemunculan Hiu Paus

Yaur
Kwatisore
Sowa

7 kali
51 kali
76 kali

Sebaran pertemuan dan informasi dari nelayan bagan terhadap hiu paus
selama penelitian cukup merata pada bagian perairan wilayah perairan Sowa,
Yaur maupun Kwatisore. Sebaran hiu paus tersebut dapat dilihat pada Gambar 10.

Gambar 5 Sebaran temuan hiu paus pada perairan Sowa dan Kwatisore
dan Yaur
Hiu paus yang ditemui di kawasan SPTN wilayah 1 Kwatisore, TNTC
memiliki kisaran ukuran terkecil 3 meter dan terbesar 6 meter. Ukuran hiu paus
rata- rata di lokasi penelitian yaitu sekitar 3.5 meter. Hiu paus betina dan jantan
dapat dilihat pada Gambar 6.

A
B
Gambar 6 Hiu paus, A. Hiu paus betina ukuran 4 meter. B. Hiu paus jantan
ukuran 3.5 meter

7
Komposisi Hiu Paus Berdasarkan Jenis Kelamin

Jumlah Kemunculan Individu

Hiu paus jantan lebih banyak ditemukan dibandingkan betina pada perairan
SPTN Kwatisore. Jantan memiliki presentase tinggi untuk kemunculan di
permukaan yang mencapai 36 ekor dari 37 ekor. Sementara betina hanya terlihat
satu individu dalam penelitian. Hal ini menjelaskan bahwa hiu paus di wilayah
Teluk Cenderawasih memiliki kecenderungan dominasi jantan. Frekuensi
kemunculan hiu paus di perairan Sowa, Kwatisore dan Yaur didominasi cukup
tinggi oleh jantan. Frekuensi kemunculan jantan di perairan Sowa menjadi yang
tertinggi mencapai 74 kali. Perairan Kwatisore memiliki frekuensi kemunculan
jantan adalah 51 kali. Perairan Yaur menjadi yang terendah yaitu hanya berjumlah
7 kali. Frekuensi kemunculan betina selama penelitian sangat sedikit, yaitu hanya
2 kali muncul di permukaan. Kemunculan hiu paus betina tersebut hanya pada
perairan Sowa. Hal ini menunjukkan bahwa hiu paus yang aktif di permukaan
wilayah perairan Sowa, Kwatisore dan Yaur didominasi oleh jantan seperti
ditunjukan Gambar 7.
80
70
60
50
40

jantan

30

betina
20
10
0

Sowa

Kwatisore
Wilayah Perairan

Yaur

Gambar 7. Jumlah kemunculan hiu paus berdasarkan jenis kelamin
World Widelife Fund Indonesia mencatat hanya ada dua hiu paus betina
yang ditemukan di perairan Teluk Cenderawasih hingga kini. Hal ini
menunjukkan bahwa perairan tersebut memiliki jumlah betina yang sangat rendah.
Penelitian Eckert dan Stewart (2001) menunjukkan bahwa jumlah hiu paus betina
yang tertandai cukup tinggi pada wilayah samudra pasifik dan Indo-pasifik adalah
7 individu di Teluk California hingga Laut Cortez.

8
Komposisi Individu Hiu Paus Berdasarkan Ukuran
Perairan sowa yang merupakan perairan dengan frekuensi kemunculan
tertinggi memiliki ukuran rata-rata hiu paus 3 – 3.9 meter dengan nilai kesalahan
50 Cm. Frekuensi kemunculan hiu paus dengan ukuran tersebut mencapai 31 kali
sepanjang penelitian. Sementara hiu paus dengan ukuran 4-4.9 meter memiliki
jumlah kemunculan yang sama antara perairan Sowa dan Kwatisore yaitu 11 kali.
Hiu paus dengan ukuran terbesar yang ditemui selama penelitian yaitu kisaran 66.9 meter mucul sebanyak 7 kali ditemukan di perairan sowa dan 1 kali di perairan
Kwatisore. Kelompok ukuran 5-5.9 meter memliki frekuensi kemunculan yang
terendah yang hanya 1 kali di sowa dan 2 kali di perairan Kwatisore.
Perairan Yaur merupakan perairan dengan frekuensi yang cukup rendah
yaitu ukuran 3-3.9 hanya 1 kali dan ukuran 4-4.9 muncul sebanyak 7 kali. Hal ini
dikarenakan perairan Yaur merupakan perairan yang paling jarang dilakukan
pengamatan. Frekuensi kemunculan hiu paus berdasarkan ukuran di wilayah
penelitian dapat dilihat pada Gambar 8.

Jumlah kemunculan Individu

35
30
25
20

Sowa
15

Kwatisore

10

Yaur

5
0

3-3.9

4-4.9
5-5.9
Panjang Total Hiu Paus (m)

6-6.9

Gambar 8. Jumlah kemunculan individu hiu paus berdasarkan ukuran
Hiu paus dengan ukuran 3-3.9 meter memiliki aktifitas muncul ke
permukaan tertinggi dibandingkan dengan hiu paus dengan ukuran- ukuran
lainnya. Sementara hiu paus betina tercatat hanya satu individu dengan ukuran 4
meter. Hal ini dapat menunjukkan bahwa hiu paus dengan ukuran 3-3.9 meter dan
berjenis kelamin jantan memiliki tingkah laku di permukaan yang tertinggi di
perairan kawasan SPTN 1 Kwatisore, Taman Nasional Teluk Cenderawasih.
Ukuran saat lahir dari hiu paus berkisar 55 dan 64 cm. Hiu paus berada
pada masa belum matang pada ukuran 2.99 meter atau kurang hingga remaja pada
ukuran 3.90-5.40 meter dan masa dewasa ketika berukuran 7.05-10.26 meter.
Sedangkan hiu paus betina mengalami masa belum matang ketika berukuran 3.40
– 7.60 meter dan masa dewasa ketika berukuran sekitar 12 meter (Compagno,
2002). Hal tersebut menunjukkan bahwa hiu paus di perairan Sowa, Kwatisore da

9
Yaur merupakan hiu paus usia belum matang gonad baik yang berkelamin jantan
maupun betina.
Hiu paus pada perairan Teluk Cenderawasih memiliki kondisi tubuh
dengan luka yang cukup beragam. Rata-rata hiu paus yang ditemui memiliki luka.
Luka luka tersebut disebabkan diantaranya karena tertabrak kapal, menabrak
bagan nelayan dan disebabkan oleh manusia dengan senjata tajam seperti tombak
seperti yang ditunjukkan Gambar 9.

Gambar 9 Beberapa luka yang ditemui pada hiu paus di lokasi penelitian
Individu hiu paus yang tercatat dalam penelitian yaitu sebanyak 37 individu
memiliki luka- luka yang berbeda. Namun ada pula yang tidak memiliki luka.
Frekuensi luka yang dimiliki hiu paus yang teramati dapat dilihat pada Gambar 10.
60%

Frekuensi luka

50%
40%
30%
20%
10%
0%

luka sirip

luka badan
luka mulut
Keterangan luka

tidak ada luka

Gambar 10 Frekuensi Luka Hiu Paus Yang teramati
Dari pengamatan, hiu paus yang tidak memiliki luka memiliki presentase
cukup besar yaitu 54.05%. Hal ini dikarenakan hiu paus di wilayah penelitian
memiliki ukuran rata-rata kecil dan berusia muda bila dibandingkan usia dewasa,
sehingga belum memiliki luka yang cukup banyak. Sedangkan hiu paus dengan
luka di bagian sirip, baik sirip dorsal, pektoral maupun kaudal memiliki
presentase 21.62%. Hiu paus dengan luka di bagian badan termasuk insang
bernilai 24.32% dan luka di bagian mulut bernilai 18.91%.
Hiu paus yang teramati di wilayah penelitian memiliki luka badan dengan
frekuensi lebih tinggi dibandingkan luka di sirip maupun di mulut. Luka badan
terjadi karena ukuran hiu paus yang besar dan memiliki pergerakan yang lambat

10
membuat badan hiu paus rentan bertabrakan dengan benda keras seperti bagan
ataupun kapal. Terdapat pula luka yang disebabkan oleh manusia seperti tombak
maupun pukulan benda keras yang dimaksudkan untuk mengusir hiu paus yang
mengganggu aktifitas bagan. Luka di daerah sirip dan mulut banyak disebabkan
oleh lilitan pancing nelayan yang mengenai hiu paus.beberapa luka mulut hiu paus
luka disebabkan oleh tingkah laku hiu paus yang sering menyedot jaring bagan
yang terbuat dari tali tambang.

Perilaku dan Kemunculan Hiu Paus
Kemunculan Hiu Paus Terhadap Hasil Tangkapan
Selama penelitian yang dilaksanakan selama 50 hari, terjadi pertemuan hiu
paus secara langsung sebanyak 25 hari. Sementara apabila dijumlahkan dari
informasi nelayan bagan, kemunculan hiu paus mencapai 35 hari selama
penelitian. Hal ini menunjukkan bahwa pada bulan april hingga juni hiu paus
menetap pada Perairan Sowa dan Kwatosore serta Yaur, Teluk cendrawasih.
Dapat diindikasikan bahwa hiu paus memiliki ketertarikan terhadap jumlah ikan
kecil di perairan Teluk Cenderawasih yang dibuktikan dari hasil tangkapan
nelayan bagan. Selain itu, perilaku naik ke permukaan karena adanya ikan kecil di
jaring bagan dapat menjadi faktor hiu paus tetap berasa pada perairan Sowa dan
Kwatisore serta Yaur.
Aktifitas kemunculan hiu paus terhadap hasil bagan pada perairan Sowa,
Kwatisore dan Yaur cukup beragam. Data tersebut didapatkan dengan dua cara.
Cara pertama adalah dengan pengamatan langsung dan informasi nelayan bagan.
Dari data yang didapatkan, terlihat bahwa frekuensi kemunculan hiu paus cukup
fluktuatif dengan kemunculan tertinggi mecapai 14 ekor pada satu harinya.
Selama 50 hari penelitian, 35 hari hiu teramati berada di permukaan. Hal ini
menunjukkan bahwa hiu paus di kawasan kwatisore sangat aktif untuk berada di
permukaan.
Hasil tangkapan cukup dipengaruhi oleh bulan, dimana hasil tangkapan
pada bulan – bulan terang memiliki hasil yang lebih sedikit dibandingkan dengan
bulan gelap. Hal tersebut dikarenakan nelayan bagan memanfaatkan cahaya lampu
untuk menarik ikan-ikan masuk ke dalam areal jaring. Pada bulan terang, cahaya
bulan membuat lingkungan cukup terang sehingga pengaruh lampu bagan tidak
seoptimal ketika bulan gelap. Pada bulan-bulan gelap, hasil tangkapan nelayan
selalu ada di jaring setiap harinya yang membuat jumlah hiu paus yang naik ke
permukaan cukup tinggi dan konsisten tiap harinya dibandingkan pada bulan
terang. Namun hal tersebut tidak selalu terjadi karena terdapat faktor lain seperti
mendung dan hujan. Kondisi hujan maupun awan mendung, akan menutupi
cahaya pantulan matahari dari bulan sehingga lampu bagan akan tetap
mempengaruhi ketertarikan dari ikan. Perairan sowa merupakan perairan yang
meiliki jumlah keberadaan bagan yang lebih banyak dibandingkan dengan
perairan lainnya. Hal ini membuat hiu paus cukup banyak ditemukan muncul ke
permukaan. Jumlah kemunculan hiu paus terhadap hasil tangkapan di perairan
Sowa dapat dilihat pada Gambar 11.

11

Bulan Purnama

Bulan Purnama

08-Jun-13

04-Jun-13

06-Jun-13

02-Jun-13

29-Mei-13

31-Mei-13

27-Mei-13

23-Mei-13

25-Mei-13

21-Mei-13

17-Mei-13

19-Mei-13

15-Mei-13

11-Mei-13

13-Mei-13

09-Mei-13

05-Mei-13

07-Mei-13

01-Mei-13

03-Mei-13

27-Apr-13

29-Apr-13

25-Apr-13

21-Apr-13

23-Apr-13

Jumlahn Individu

Hasil Tangkapan (Kg)

Waktu Pengamatan
Gambar 11 Jumlah kemunculan hiu paus terhadap tangkapan di Perairan Sowa
Wilayah Perairan Sowa memiliki aktifitas hiu paus di permukaan yang
tertinggi apabila dibandingkan dengan wilayah perairan lainnya. Aktifitas
kemunculan hiu paus mencapai 76 kali selama penelitian. Dalam satu harinya, hiu
paus terbanyak muncul di permukaan adalah 14 ekor yaitu tanggal 14 Mei 2013.
Hasil tangkapan bagan pada wilayah ini cukup fluktuatif dengan nilai hasil
tangkapan terbesar 365 Kg pada tanggal 9 Mei 2013. Bulan terang pertama tidak
mempengaruhi hasil tangkapan karena mendung sedangkan bulan terang kedua
hasil tangkapan cukup rendah secara stabil. Jumlah kemunculan hiu paus terhadap
hasil tangkapan di perairan Kwatisore dapat dilihat pada Gambar 12.
Bulan Purnama

Bulan Purnama

05-Jun-13

03-Jun-13

30-Mei-13

01-Jun-13

28-Mei-13

26-Mei-13

22-Mei-13

24-Mei-13

20-Mei-13

18-Mei-13

16-Mei-13

14-Mei-13

12-Mei-13

08-Mei-13

10-Mei-13

06-Mei-13

04-Mei-13

02-Mei-13

28-Apr-13

30-Apr-13

26-Apr-13

24-Apr-13

22-Apr-13

Jumlahn Individu

Hasil Tangkapan (Kg)

Waktu Pengamatan
Gambar 12 Jumlah Kemunculan hiu paus terhadap tangkapan di Perairan
Kwatisore.

12
Wilayah Perairan Kwatisore memiliki aktifitas hiu paus di permukaan
yang lebih rendah apabila dibandingkan dengan wilayah perairan Sowa. Aktifitas
kemunculan hiu paus adalah sebesar 51 kali selama penelitian. Dalam satu harinya,
hiu paus terbanyak muncul di permukaan adalah 7 ekor yaitu tanggal 23 April
2013. Sebagian besar hiu paus yang terdata muncul di permukaan didapatkan dari
nelayan bagan dibandingkan pengamatan langsung. Hasil tangkapan bagan pada
wilayah ini cukup fluktuatif dengan nilai hasil tangkapan terbesar 155 Kg yaitu
pada tanggal 17 Mei 2013. Bulan terang pertama tidak mempengaruhi hasil
tangkapan karena mendung sedangkan bulan terang kedua hasil tangkapan cukup
rendah dibandingkan dengan bulan terang pertama
Perairan Yaur menjadi perairan yang memiliki aktifitas hiu paus di
permukaan yang terendah. Aktifitas kemunculan hiu paus hanya 7 kali selama
penelitian. Hal ini dikarenakan pengamatan pada wilayah ini hanya dilakukan
selama 2 kali karena wilayah yang cukup jauh dari penginapan. Jumlah
kemunculan hiu paus terhadap hasil tangkapan di perairan Yaur dapat dilihat pada
Gambar 14.

09-Jun-13

08-Jun-13

07-Jun -13

06-Jun-13

05-Jun-13

04-Jun-13

03-Jun-13

02-Jun-13

01-Jun-13

31-Mei-13

30-Mei-13

29-Mei-13

28-Mei-13

27-Mei-13

26-Mei-13

25-Mei-13

24-Mei-13

23-Mei-13

22-Mei-13

21-Mei-13

Jumlah Individu

Hasil Tangkapan (Kg)

Bulan Purnama

Waktu Pengamatan
Gambar 13 Jumlah kemunculan hiu paus terhadap tangkapan di Perairan
Yaur.
Wilayah Perairan Yaur dalam satu harinya teramati hiu paus terbanyak muncul di
permukaan adalah 4 ekor yaitu tanggal 21 mei 2013. Pada pengamatan selanjutnya yaitu
tanggal 9 juni 2013 teramati 3 hiu paus naik ke permukaan. Hasil tangkapan bagan pada
wilayah ini cukup fluktuatif dengan nilai hasil tangkapan terbesar 80 Kg yaitu pada
tanggal 9 Juni 2013.
Dari data yang didapatkan dari ketiga wilaya perairan tersebut, didapatkan bahwa
hasil tangkapa cukup besar pada bulan gelap apabila dibandingkan dengan hasil
tangkapan pada bulan terang. Hasil tangkapan yang tinggi pada bulan bulan gelap
tersebut cukup mempengaruhi kemunculan hiu paus di permukaan. Kemunculan hiu
paus cukup tinggi pada kisaran tanggal bulan gelap, meskipun hiu paus muncul juga
pada kisaran bulan terang dengan jumlah yang lebih kecil. Hasil tangkapan nelayan
berupa ikan maupun sotong dan cumi yang berada di jaring menjadi faktor utama
kemunculan hiu paus ke permukaan pada perairan Teluk Cenderawasih.

13

Perilaku dan Migrasi Lokal Hiu Paus
Pengamatan yang dilakukan oleh Clark dan Nelson (1997) menunjukkan
bahwa hiu paus akan mengubah perilaku renangnya menuju ke perairan dengan
konsentrasi plankton yang tinggi meskipun faktor lain seperti konsentrasi kimia,
bioelektrik stimuli atau faktor lainnya tidak diketahui.
Perilaku umum hiu paus di permukaan perairan teluk Cenderawasih
adalah berenang mengitari bagan dan terkadang menyedot perairan. Faktor yang
membuat hiu paus naik ke permukaan adalah ikan yang ada di dalam bagan. Hal
tersebut membuat hiu paus akan naik ke permukaan di sekitar bagan nelayan. Hiu
paus akan terus mengarah ke jaring bagan dan menyedot jaring sebagai reaksi atas
stimulun ikan- ikan di dalam jaring. Di perairan Teluk Cenderawasih, hiu paus
naik ke permukaan sebagai tingkah laku makan. Tingkah laku hiu paus selama di
permukaan dapat dilihat pada Gambar 14.

A
B
C
Gambar 14 Perilaku umum hiu paus di permukaan, A. Menyedot jaring
bangan, B. Berenang mengitari bagan, C. Menyedot perairan
Dalam penelitian, tercatat beberapa hiu paus yang melakukan pergerakan
secara regional. Pergerakan ini tercatat ketika hiu paus dalam individu yang sama
naik ke permukaan pada sekitar bagan yang berbeda pada hari yang berbeda pula.
Pola pergerakan hiu paus dapat dilihat pada Gambar 15.

Gambar 15 Pola pergerakan hiu paus di kawasan SPTN 1 Kwatisore, Taman
Nasional Teluk Cenderawasih pada bulan April – Juli 2013

14
Dari pola migrasi tersebut terlihat bahwa hiu paus lebih aktif pada
kawasan sowa dengan sesekali menuju perairan kawanan kwatisore-yaur. Hal ini
disebabkan oleh keberadaan bagan yang terkonsentrasi pada perairan sowa dengan
hasil tangkapan ikan kecil yang cukup banyak. Hal ini yang membuat hiu paus
cenderung bergerak aktif di perairan sowa. Pergerakan beberapa hiu paus menuju
perairan kwatisore-yaur bagian utara terjadi karena pada awal bulan juni bagan
nelayan di perairan sowa dan keatisore-yaur bagian selatan berkurang karena
melakukan kegiatan perbaikan bagan. Kondisi tersebut membuat hiu paus
bergerak hingga ke wilayah yaur dimana beberapa bagan cukup banyak pada
waktu itu.
Persepsi Nelayan dan Interaksi Hiu Paus Terhadap Manusia
Persepsi nelayan bagan terhadap keberadaan hiu paus adalah karena
keberadaan hasil tangkapan. Hasil tangkapan yang berada pada jaring membuat
hiu paus terpancing untuk naik ke permukaan. Keberadaan hiu paus oleh nelayan
terkadang menguntungkan. Karena pergerakan hiu paus akan diikuti oleh ikan
bernilai ekonomi seperti ekor kuning yang dapat meningkatkan pendapatan
nelayan. Namun terkadang hiu paus merugikan karena whale shark akan mengusir
ikan yang menjadi target jaring ketika beroperasi di malam hari. Sehingga hasil
tangkapan akan berkurang. Namun, hiu paus juga diperlakukan sebagai sahabat
oleh nelayan. Ketika hasil jaring melimpah, terkadang nelayan memberi makanan
beupa ikan-ikan kecil atau bangkai ikan kepada hiu paus seperti ditunjukkan
Gambar 16. Perilaku inilah yang membuat hiu paus tetap bertahan pada perairan
sekitar bagan.

Gambar 16 Pemberian makan oleh nelayan
Interaksi dengan manusia, hiu paus cenderung tidak memberikan reaksi
dan tidak mempedulikan. Hal tersebut dikarenakan hiu paus memiliki fokus
terhadap makanan. Sentuhan bagian tubuh hiu paus tidak memberikan reaksi pula
apabila terdapat makanan. Hiu paus akan tetap fokus kepada makanan dan tidak
menghiraukan interaksi manusia seperti yang ditunjukkan Gambar 17.

15

Gambar 17 Interaksi hiu paus terhadap manusia
Namun apabila dalam keadaan tidak ada makanan. Hiu paus akan
memberikan respon terhadap interaksi tersebut. Hiu paus akan cenderung
berenang menghindar terutama ketika memegang bagian sirip.

KESIMPULAN
Simpulan
Hiu paus di perairan Teluk Cenderawasih didominasi jantan dengan
ukuran antara 3- 6 meter dimana belum usia dewasa. Hiu paus yang ditemukan
sebagian besar tidak memiliki luka mengingat usia dan ukuran yang terbilang
kecil dibandingkan usia dewasanya.. Hiu paus di perairan Teluk Cenderawasih
naik ke permukaan sebagai tingkah laku makan. Tingkah laku tersebut sangat
bergantung dengan hasil tangkapan nelayan bagan berupa ikan yang berada pada
jaring. Ikan-ikan dalam jaring tersebut menarik hiu paus untuk naik ke permukaan.
Oleh karena itu, hiu paus di Teluk Cenderawasih tidak akan jauh dari nelayan
bagan ketika berada di permukaan.

Saran
Dalam melakukan survey pengamatan perlu dipersiapkan moda
transportasi, dalam hal ini kapal yang sesuai dengan jarak yang akan ditempuh.
Dengan kapal yang sesuai, pengamatan dari bagan ke bagan tidak mengalami
kesulitan. Selain itu, pengamatan dengan menggunakan Photo ID memiliki
kesulitan dalam pemotretan tubuh hiu paus terutama ketika perairan keruh.
Penggunaan alat bantu penerangan atau kualitas kamera yang baik akan
membantu kesulitan pemotretan tersebut.

.

16
DAFTAR PUSTAKA
Balai Taman Nasional Teluk Cenderawasih. 2009. Rencana Pengelolaan Taman
Nasional Teluk Cenderawasih. BTNTC: Papua
Balai Taman Nasional Teluk Cenderawasih, WWF- Indonesia. 2009. Zonasi
Taman Nasional Teluk Cenderawasi. Penerbit Andi : Yogyakarta
Carrier JC, Pratt HL, Martin LK. 1994. Group reproductive behaviors in freeliving nurse sharks, Ginglymostoma cirratum. Copeia 646–656
Clark, E., Nelson, D.R., 1997. Young whale sharks, Rhincodon typus, feeding on a
copepod bloom near La Paz Mexico. Environ. Biol. Fishes 50, 63–73.
Compagno L. 2002. Sharks of the world: an annotated and illustrated catalogue
of shark species known to date. Bullhead, mackerel and carpet sharks
(Heterodontiformes, Lamniformes, and Orectolobiformes), Vol 2. Food
and Agriculture Organization of the United Nations: Rome
Eckert, S.A., B. Stewart. 1996. Migration and movements of the whale shark
(Rhincodon typus) in the Sea of Cortez as determined by satellite telemetry.
Hubbs-Sea World Res. Inst., Tech. Rep., 96-269, pp. 1-22, figs 1-10, tabs
1-2, app. 1-3.
Eckert, S. A.., Stewart, B. S. (2001). Telemetry and satellite tracking of whale
sharks, Rhincodon typus, in the Sea of Cortez (Mexico) and the north
Pacific Ocean. Environmental Biology of Fishes 60, 299–308.
Heyman WD, Graham RT, Kjerfve B, Johannes RE.2001. Whale sharks
Rhincodon typus aggregate to feed on fish spawn in Belize. Mar Ecol Prog
Ser 215:275–282
Pierce J Simon. 2007. Processing Photographic Identification of Whale Shark
Using the Interactive Individual Identification System (I3S). Draft Data
Collection Protocol, Version 1.1
Ramirez-Macias D, Vazquez-Juarez R, Galvan-Magana F, Munguia-Vega A.
2007. Variations of the mitochondrial control region sequence in whale
sharks (Rhincodon typus) from the Gulf of California, Mexico. Fish Res
84: 87–95
Schmidt JV, Schmidt CL, Ozer F, Ernst RE, Feldheim KA, Ashley MV, Levine M.
2009. Low genetic differentiation across three major ocean populations of
the whale shark, Rhincodon typus. PLoS ONE 4:e4988
Schmidt JV, CC Chen, SI Sheikh, MG Meekan, BM Norman and SJ Joung. 2010.
Paternity analysis in a litter of whale shark embryos. Endangered Species
Research 12, pp. 117–124.
Sequeira, A, C Mellin, MG Meekan, DW Sims, CJA Bradshaw. 2013. Inferred
global connectivity of whale shark Rhincodon typus populations. Journal
of Fish Biology doi:10.1111/jfb.12017

17

LAMPIRAN

18
Lampiran 1 Identifikasi Individu Hiu Paus Yang Dijumpai Selama Penelitian
ID
03

Gambar

Jenis Kelamin
Jantan

Ukuran
3.5 M

Keterangan Luka
Sirip kaudal putus, baw ah
mulut gores dan atas mulut
dompel

New 1

Jantan

4M

Tidak ada

New 2

Jantan

3.5 M

Tidak ada

New 3

Jantan

5M

Sirip kaudal baw ah robek,
badan ekor bagian kanan
gores, mulut baw ah gores dan
dorsal tidak rata

26

Jantan

5M

Sirip dorsal tidak rata, bagian
atas mulut dompel dan kepala
atas tergores

New 4

Jantan

4M

Bagian atas mulut bagian
tengah dompel dan kaudal
atas tergores

47

Jantan

3.5 M

Tidak ada

11

Jantan

3M

Tidak ada

40

Jantan

3M

Tidak ada

17

Jantan

4,5 M

Sirip kaudal atas luka dan
insan ke 4 kiri sobek

09

Jantan

3.5 M

Tidak ada

19
LANJUTAN
10

Jantan

3.5 m

Luka gores bagian atas kepala

02

Jantan

6M

Sirip pektoral kanan putus

01

Jantan

4M

Sirip pektoral kiri robek, sirip
kaudal baw ah terlilit dan sirip
pektoral kanan robek

21

Jantan

3M

Bagian kepala depan luka

New 5

Jantan

3M

Tidak ada

13

Jantan

3.5 M

Bagian atas kepala gores

62

Jantan

4M

Tidak ada

17

Jantan

4M

Insan ke 2 kiri robek

New 6

Jantan

3.5 M

insang ke 4 kanan sedikit obek

14

Jantan

6M

Tidak ada

06

Jantan

3.5 M

Tidak ada

20
LANJUTAN
New 7

Jantan

3.5 M

Tidak ada

New 8

Jantan

3M

Tidak ada

New 9

Jantan

3M

Tidak ada

37

Jantan

4.5 M

Tidak ada

48

Jantan

5M

Tidak ada

15

Jantan

3.5 M

Tidak ada

44

Jantan

4M

Tidak ada

18

Jantan

4M

Bagian mulut depan luka

05

Jantan

4.5 M

Sirip dorsal luka

New
10

Jantan

3.5 M

Bagian badan atas luka luka
seperti tertombak dan sirip
kaudal baw ah luka

New
11

Jantan

3.5

Bagian mulu atas luka

21
LANJUTAN
06

Jantan

6M

Tidak ada

New
12

Jantan

4M

Tidak ada

31

Betina

4M

Bagian mulut penuh luka
gores

51

Jantan

4M

Tidak ada

22
RIWAYAT HIDUP
Mahardika Rizqi Himawan lahir di Kendal, 29 Mei 1991, anak
pertama dari tiga bersaudara dari Ayah Warsono dan Ibu Sri
Hermawati. Penulis lulus dari SMA N 1 Kendal pada tahun
2009 dan masuk ke Institut Pertanian Bogor di Departemen
Ilmu dan Teknologi Kelautan melalui jalur USMI pada tahun
yang sama. Selama kuliah, penulis aktif di Himpunan
Mahasiswa Ilmu dan Teknologi Kelautan (HIMITEKA)
sebagai Wakil Ketua Umum pada tahun 2011, Ketua Umum
pada tahun 2012 dan Dewan Penasihat pada tahun 2013. Pada
tahun 2013, penulis mengikuti Latihan Kader I, Himpunan Mahasiswa Islam
(HMI) Komisariat Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan – IPB dan menjadi
anggota pada tahun yang sama. Penulis aktif di Himpunan Mahasiswa Ilmu dan
Teknologi Kelautan Indonesia (HIMITEKINDO) dengan mengikuti Musyawarah
Nasional di Makassar dan Musyawarah Kerja Nasional di Malang tahun 2012.
Penulis merupakan Pelaksana “Refleksi HIMITEKINDO, di Bogor yang
dilaksanakan tahun 2013.
Penulis merupakan penerima beasiswa TOYOTA-ASTRA periode 2012. Penulis
sempat menerima dana hibah PKM-P yang berjudul “Konservasi Lamun: Aspek
Rehabilitasi Habitat dan Persepsi Masyarakat di Pulau Pramuka, Kabupaten
Administrasi Kepulauan Seribu, Jakarta”. Pada tahun 2013, penulis menjadi kru
pembuatan film “Jurnal dari Pulau-Pulau Terluar Indonesia” edisi Pulau
Nusakambangan dan Pulau Maratua, yang dilaksanakan oleh Indonesia Maritime
Institut (IMI) yang bekerjasama dengan Kementerian Kelautan Perikanan RI dan
TNI Angkatan Laut.
Penulis menjadi Internship di World Wild Life Fund Indonesia – Cenderawasih
Bay Project dalam program whale shark Monitoring pada tahun 2013. Dari
penelitian melalui program pengamatan tersebut, penulis menyelesaikan skripsi
sebagai syarat mendapatkan gelar sarjana pada program studi Ilmu dan Teknologi
Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor dengan
judul “Komposisi Hiu Paus Berdasarkan Jenis Kelamin dan Ukuran Serta Perilaku
Kemunculannya di Kawasan Taman Nasional Teluk Cenderawasih”.