Arsitektur Perakaran Tiga Jenis Meranti dan Hubungannya dengan Karakteristik Pertumbuhan

ARSITEKTUR PERAKARAN TIGA JENIS MERANTI DAN
HUBUNGANNYA DENGAN KARAKTERISTIK
PERTUMBUHAN

NIDYA NANDA HARAHAP

DEPARTEMEN SILVIKULTUR
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Arsitektur Perakaran
Tiga Jenis Meranti dan Hubungannya dengan Karakteristik Pertumbuhan adalah
benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan
dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari skripsi saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Februari 2014

Nidya Nanda Harahap
NIM E44090004

ABSTRAK
NIDYA NANDA HARAHAP. Arsitektur Perakaran Tiga Jenis Meranti (Shorea
stenoptera, Shorea palembanica, dan Shorea leprosula) dan Hubungannya
dengan Karakteristik Pertumbuhan. Dibimbing oleh ISKANDAR Z. SIREGAR.
Akar merupakan salah satu organ tumbuhan yang memiliki peranan penting
dalam pertumbuhan dan perkembangan tanaman yaitu untuk penjangkaran,
penyerapan air dan nutrisi dari dalam tanah, serta pendistribusiannya ke seluruh
bagian pohon. Penelitian ini menggunakan tiga jenis meranti, yaitu (Shorea
stenoptera, Shorea palembanica, dan Shorea leprosula), dengan tujuan untuk i)
mempelajari perbedaan bentuk arsitektur akar pada tiga jenis meranti di areal
konservasi ex-situ HPGW, ii) mempelajari pengaruh arsitektur akar dengan
karakteristik pertumbuhan (fenotipe) pada tiga jenis meranti, termasuk nilai
Indeks Jangkar Akar (IJA) dan Indeks Cengkeram Akar (ICA). Arsitektur

perakaran dikaji melalui pola pertumbuhan akar, morfologi akar, dan variabel
pertumbuhan akar. Hasil penelitian menunjukkan i) pola pertumbuhan akar ketiga
jenis meranti adalah sama yaitu termasuk dalam model Champagnat dengan ciri
pertumbuhan monopodial dan percabangan cenderung ortotrof, morfologi akar
relatif sama, sebaran variabel karakteristik akar memiliki nilai sebaran yang tidak
cukup berbeda, ii) Total panjang akar berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman
dan volume batang, serta kedalaman akar berpengaruh terhadap tinggi tanaman
dan diameter tajuk. S. stenoptera dan S. palembanica mempunyai nilai IJA
dengan kategori sedang, sedangkan nilai ICA termasuk dalam kategori rendah. S.
leprosula mempunyai nilai IJA dengan kategori tinggi dan nilai ICA dengan
kategori rendah.
Kata kunci: arsitektur akar, indeks cengkeram akar, indeks jangkar akar, meranti

ABSTRACT
NIDYA NANDA HARAHAP. Root Architecture of The Three Species of Shorea
(Shorea stenoptera, Shorea palembanica, dan Shorea leprosula) with Conduct to
Their Growth Characteristics. Supervised by ISKANDAR Z. SIREGAR.
Root is one of the important plant organ for supporting growth and
development. The root functions include plant anchoring, water & nutrition
absorption, and their distribution. Three species of Meranti were used in the

research, namely Shorea stenoptera, Shorea palembanica, and Shorea leprosula.
The aims of this research were i) to study the differences of root architecure
formation on three species at HPGW ex-situ conservation area, ii) to study the
relation of root architecture and phenotype (growth) characteristics of three
species, including to determine Index of Root Anchoring (IRA) and Index of Root
Binding (IRB). Root architecture was studied through root growth patterns, root
morphology, and root growth variables.The results showed that i) the root growth
patterns on three species were similar. That were classified into Champagnat
group model with monopodial typical growth and tended to form orthotrophic
branching. The root morphology was also similar, and the variance of root
characteristic variables was not significant between species. ii) Total of root
length significantly influenced height of plant and trunk volume, and the depth
root significantly influenced height of plant and the crown diameter. The IRA
values of S. stenoptera dan S. palembanica were categorized into medium group.
The IRB value were categorized into low group. The IRA value of S. leprosula
was categorized into high group, while and the IRB value was categorized into
low group.
Key words : root architecture, index of root binding, index of root anchoring,
Shorea


ARSITEKTUR PERAKARAN TIGA JENIS MERANTI
DAN HUBUNGANNYA DENGAN KARAKTERISTIK
PERTUMBUHAN

NIDYA NANDA HARAHAP

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan
pada
Departemen Silvikultur

DEPARTEMEN SILVIKULTUR
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Judul Skripsi : Arsitektur Perakaran Tiga Jenis Meranti dan Hubungannya dengan
Karakteristik Pertumbuhan

Nama
: Nidya Nanda Harahap
NIM
: E44090004

Disetujui oleh

Prof Dr Ir Iskandar Z. Siregar, MForSc
Pembimbing Tugas

Diketahui oleh

Prof Dr Ir Nurheni Wijayanto, MS
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

Judul Skripsi: Arsitektur Perakaran Tiga Jenis Meranti dan Hubungannya dengan
Karakteristik Pertumbuhan
: Nidya Nanda Harahap

Nama
: E44090004
NIM

Disetujui oleh

Prof Dr If Iskandar Z. Siregar, MForSc
Pembimbing Tugas

Diketahui oleh

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Adapun judul
yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Agustus 2013Oktober 2013 ini adalah Arsitektur Perakaran Tiga Jenis Meranti dan
Hubungannya dengan Karakteristik Pertumbuhan.
Terima kasih penulis ucapkan kepada:
1. Ibunda penulis (Ira Indira Siregar), Ayah penulis (Dr. Ir. Iman Yani

Harahap MS., dan Adik penulis (Serarifi Elagin Harahap) yang selalu
memberikan doa, dukungan, kasih sayang, kepercayaan, dan nasihat
dalam penyusunan skripsi.
2. Bapak Prof Dr Ir Iskandar Z. Siregar MForSc selaku dosen pembimbing
akademik yang telah memberikan arahan, bimbingan, motivasi, solusi,
dan seluruh bantuannya dalam penyelesaian skripsi.
3. Bapak Degi Harja Asmara dari International Centre for Research
Agroforestry (ICRAF) atas arahan dalam penelitian.
4. Reza Abdillah atas dukungan, kasih sayang, dan kesabaran yang tak
henti-hentidalam penyelesaian skripsi.
5. Teman satu angkatan di Silvikultur angkatan 46, teman-teman satu
bimbingan, serta sahabat penulis Vera Linda Purba, Nursiamdini, Khalid
Hafazallah, dan Mhd. Firdaus Imran atas motivasi dan bantuan yang
diberikan selama penelitian dan penyelesaian skripsi.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Februari 2014
Nidya Nanda Harahap

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1


Perumusan Masalah

2

Tujuan Penelitian

2

Manfaat Penelitian

2

Ruang Lingkup Penelitian

2

METODE

3


Lokasi dan Waktu Penelitian

3

Bahan dan Alat

3

Tahapan Penelitian

4

Prosedur Penelitian

5

Prosedur Analisis Data

8


HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum Lokasi Penelitian

9
9

Karakteristik Jenis Meranti (Shorea spp.)

10

Arsitektur perakaran

12

Hubungan dan Pengaruh Arsitektur Akar terhadap Variabel Pertumbuhan

19

Indeks Jangkar Akar (IJA) dan Indeks Cengkeram Akar (ICA)

23

SIMPULAN DAN SARAN

24

Simpulan

24

Saran

25

DAFTAR PUSTAKA

25

LAMPIRAN

27

DAFTAR TABEL
1 Klasifikasi nilai IJA dan ICA (Hairiah et al 2008)
2 Hasil pengukuran rata-rata variabel pertumbuhan pada tiap jenis
meranti
3 Korelasi antar variabel pertumbuhan Meranti
4 Pola pertumbuhan akar Meranti
5 Hasil pengukuran rata-rata variabel pertumbuhan akar pada Shorea spp.
6 Deskripsi statistik sebaran panjang dan diameter perakaran meranti
7 Korelasi variabel pertumbuhan akar dengan variabel pertumbuhan
tanaman
8 Hasil analisis sifat kimia tanah
9 Nilai Indeks Jangkar Akar (IJA) dan Indeks Cengkeram Akar (ICA)
pada Jenis Meranti

8
11
12
13
16
17
19
22
24

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22

Denah demplot 1 penanaman lima jenis Shorea spp. pada tahun 2004
Alat-alat penelitian
Diagram alir penelitian
Skema tahapan penggalian
Proses penandaan akar
Metode pengukuran orientasi akar
Perakaran meranti
S. leprosula
S. stenoptera
S. palembanica
Model regresi tinggi, diameter, dan volume meranti
Arsitektur akar tanaman Shorea stenoptera
Arsitektur akar tanaman Shorea palembanica .
Arsitektur akar tanaman Shorea leprosula
Sebaran normal panjang akar primer
Sebaran normal panjang akar sekunder
Sebaran normal diameter akar primer
Sebaran normal diameter akar sekunder
Model regresi total panjang akar primer, tinggi, dan volume
Model regresi total panjang akar sekunder, tinggi, dan volume
Model regresi total panjang akar , tinggi, dan volume
Model regresi kedalaman akar, tinggi, dan volume

3
4
4
6
7
7
9
10
11
11
12
14
14
15
17
18
18
19
20
21
21
22

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Shorea spp. (Meranti) merupakan jenis tanaman Indonesia penghasil kayu
yang memiliki nilai ekonomis yang tinggi. Sebagai anggota suku dipterocarpaceae,
meranti mendominasi hutan hujan dataran rendah di wilayah Indonesia bagian
barat dan merupakan marga terpenting yang paling banyak dieksploitasi di
kawasan hutan basah Asia. Di Kalimantan, diperkirakan 67% dari tegakan pohon
yang ada adalah marga Shorea (Sobari 2001).
Meranti memiliki banyak manfaat yang penting untuk memenuhi kebutuhan
hidup manusia, baik dari segi produksi ataupun segi ekologi (lingkungan). Kayu
yang berasal dari tanaman meranti, sering digunakan untuk konstruksi ringan
sampai konstruksi berat. Hasil hutan non kayu dari tanaman meranti berupa damar
dan tengkawang, dapat digunakan sebagai bahan dasar ataupun campuran dalam
bidang farmasi, kosmetik, ataupun makanan.
Manfaat beragam yang ditawarkan oleh berbagai jenis meranti,
menyebabkan masyarakat terdorong untuk melakukan eksploitasi. Eksploitasi
populasi meranti di hutan alam yang semakin meningkat akan menyebabkan
terjadinya penurunan populasi. Berdasarkan data dari International Union for
Conservation of Nature (IUCN) sebanyak 153 spesies meranti masuk dalam
daftar merah IUCN tersebut, dimana kebanyakan diantaranya masuk dalam
kriteria kritis. Melihat data tersebut dikhawatirkan spesies meranti akan
mengalami kepunahan jika tidak ada upaya konservasi jenis. Konservasi
merupakan suatu cara yang dapat dilakukan untuk menghindari terjadinya
kepunahan dalam suatu populasi. Konservasi dapat dilakukan secara in-situ
ataupun ex-situ. Konservasi in-situ adalah suatu kegiatan konservasi yang
dilakukan pada habitat aslinya. Sementara, konservasi ex-situ merupakan kegiatan
konservasi yang dilakukan diluar habitat aslinya. Hutan Pendidikan Gunung
Walat (HPGW) melakukan konservasi genetik ex-situ pada 5 jenis tanaman
meranti , yaitu Shorea palembanica, Shorea mecistopteryx, Shorea stenoptera,
Shorea pinanga, dan Shorea leprosula.
Penyediaan areal konservasi ex-situ saja dirasa belum cukup untuk
menjaga keberadaan spesies meranti. Karakteristik dari tiap jenis meranti pun
perlu dipelajari guna mengetahui perlakuan yang cocok untuk mendapatkan
tanaman dengan sifat yang baik.
Akar merupakan salah satu organ tumbuhan yang memiliki peranan penting
dalam pertumbuhan dan perkembangan tanaman yaitu untuk penjangkaran
tanaman, penyerapan air dan nutrisi dari dalam tanah, serta mendistribusi air dan
nutrisi ke seluruh bagian pohon. Namun, penelitian tentang akar masih sangat
sedikit jumlahnya dibandingkan dengan organ tumbuhan lainnya. Hal ini
dikarenakan kesulitan-kesulitan yang ditimbulkan oleh penelitian akar. Menurut
Lynch (1995) arsitektur akar merupakan sebuah aspek fundamental dari
produktivitas tanaman. Banyak peneliti yang menyambungkan antara arsitektur
akar dengan kekuatan jangkar pohon, atau dengan penyerapan nutrisi dan air.
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan umum untuk mempelajari arsitektur
perakaran tiga jenis meranti, dimana diuraikan dalam dua tujuan khusus yaitu

2

untuk i) mempelajari perbedaan bentuk arsitektur akar pada tiga jenis meranti di
areal konservasi ex-situ HPGW, ii) mempelajari pengaruh arsitektur akar dengan
karakteristik pertumbuhan (fenotipe) pada tiga jenis meranti, termasuk nilai
Indeks Jangkar Akar (IJA) dan Indeks Cengkeram Akar (ICA).
Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang, penulis membuat rumusan masalah penelitian
sebagai berikut:
1. Apakah terdapat variasi arsitektur akar pada tiap jenis Shorea yang
menjadi objek penelitian di areal konservasi ex-situ meranti Hutan
Pendidikan Gunung Walat?
2. Apakah terdapat hubungan antara arsitektur perakaran Shorea dengan
karakteristik pertumbuhannya?

Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Mempelajari perbedaan bentuk arsitektur akar pada tiga jenis meranti
(Shorea stenoptera, Shorea palembanica, dan Shorea leprosula) di
Hutan Pendidikan Gunung Walat.
2. Mempelajari pengaruh arsitektur akar dengan karakteristik pertumbuhan
(fenotipe) pada ketiga jenis meranti, termasuk nilai Indeks Jangkar Akar
(IJA) dan Indeks Cengkeram Akar (ICA).

Manfaat Penelitian
Manfaat ataupun output yang diperoleh dari penelitian ini adalah untuk
memberikan gambaran tentang arsitektur perakaran ketiga jenis meranti (Shorea
stenoptera, Shorea palembanica, dan Shorea leprosula) di areal konservasi ex-situ
Hutan Pendidikan Gunung Walat, serta hubungannya dengan karakteristik
pertumbuhan tanaman.

Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup dari penelitian ini adalah mengenai arsitektur perakaran
ketiga jenis meranti pada demplot konservasi ex-situ meranti Hutan Pendidikan
Gunung Walat, serta hubungannya terhadap karakteristik pertumbuhan tanaman.

3

METODE
Lokasi dan Waktu Penelitian
Lokasi penelitian terdapat pada demplot 1 konservasi ex-situ meranti
(Shorea spp.) di Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW), Kecamatan
Cicantayan dan Kecamatan Cibadak, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat dengan
luasan lokasi penelitian ± 0.6 Ha (Gambar 1). Penelitian dilaksanakan pada bulan
Agustus – Oktober 2013.
Keterangan:
Merah :S.palembanica
Biru : S.mecistopteryx
Kuning: S.stenoptera
Hijau : S.leprosula
Putih : S. pinanga
: Jaringan jalan
Luas : 0.6 Ha

Gambar 1 Denah demplot 1 penanaman lima jenis Shorea spp. pada tahun 2004
(Skala : 1: 1000)
Sumber : http//:aunp.forst.uni-goettingen.de/outputs/papers/progress.pdf

Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi akar hidup tiga
individu tanaman dari tiap jenis Shorea stenoptera , Shorea palembanica , dan
Shorea leprosula demplot 1 konservasi ex situ Hutan Pendidikan Gunung Walat
(HPGW), data sekunder berupa data persentase hidup tanaman Shorea spp., data
kondisi umum lokasi penelitian, dan berbagai literatur yang berkaitan dengan
arsitektur akar.
Alat yang digunakan yaitu:
1. Perlengkapan lapang seperti buku identifikasi, tally sheet, cangkul, sekop kecil,
alat cungkil, kuas cat, pita meter, pita jahit, penggaris, kaliper, kompas,
kamera (Canon Eos 60D), tagging, haga hypsometer, pilox, papan jalan, dan
alat tulis.
2. Perangkat PC (Personal Computer) atau laptop ASUS A450C Series.
3. Software pendukung seperti Ms. Excel 2007, Notepad, SPSS 20.0, 3D Virtual
Branch 1.0.3, Photoscape, dan Ms. Office Picture Manager.

4

Gambar 2 Alat-alat penelitian

Tahapan Penelitian
Adapun penelitian ini dilaksanakan melalui beberapa tahapan, yang
disajikan pada Gambar 3.

Gambar 3 Diagram alir penelitian

5

Prosedur Penelitian
Pada penelitian ini dilakukan pengumpulan data terhadap data primer dan
data sekunder. Penelitian ini dilakukan pada beberapa tahap, yaitu:
1. Pemilihan sampel
Pemilihan tanaman meranti yang akan digunakan untuk pengambilan
sampel akar didasarkan pada metode purposive sampling pada areal
konservasi ex-situ meranti. Sampel akar diambil pada 9 tanaman hidup
umur 10 tahun yang memiliki fenotipe terbaik pada setiap jenisnya (batang
lurus, diameter, dan tinggi tanaman). Adapun jenis meranti yang dipilih
untuk penelitian ini adalah Shorea stenoptera , Shorea leprosula , dan
Shorea palembanica .
2. Pengukuran variabel pertumbuhan meranti
 Tinggi tanaman
Pengukuran tinggi tanaman dilakukan dengan menggunakan alat
pengukuran tinggi haga hypsometer yang dibidik pada pangkal dan
ujung tanaman.
 Diameter batang
Pengukuran diameter tanaman menggunakan pita ukur. Pengukuran
keliling untuk tanaman yang memiliki ketinggian lebih dari empat
meter dilakukan pada ketinggian 1.3 m dari permukaan tanah (DBH)
dan untuk tanaman yang memiliki ketinggian dibawah 4 meter diukur
kelilingnya pada ketinggian 30 cm dari permukaan tanah.
Diameter batang tanaman dihitung dengan menggunakan rumus:
keliling
Keterangan:
D = Diameter batang (cm)
= 3.14
 Diameter tajuk
Pengukuran diameter tajuk dilakukan menggunakan meteran. Panjang
tajuk dari utara ke selatan, dan panjang tajuk dari barat ke timur diukur
pada tiap individu objek penelitian.
Diameter tajuk dihitung dengan menggunakan rumus:
+



Keterangan:
Dt = Diameter tajuk (cm)
Ptus = Panjang tajuk dari utara ke selatan (cm)
Ptbt = Panjang tajuk dari barat ke timur (cm)
Volume batang
Volume batang meranti dapat dihitung dengan menggunakan rumus:

6

f
Keterangan:
V = Volume (m³)
3.
D = Diameter (m)
H = Tinggi (m)
f = Angka bentuk (0.7)
3. Penggalian akar
Penggalian akar harus dilakukan secara hati-hati untuk mencegah putusnya
akar, dan dilakukan secara bertahap yaitu penggalian sebelah barat terlebih
dahulu lalu dilanjutkan pada penggalian sebelah timur untuk mencegah
tumbangnya tanaman. Metode penggalian akar dilakukan dengan menggali
tanah pada jarak 50 cm dari tajuk terluar. Penggalian dilakukan sedikit
demi sedikit (tiap 10 cm) menggunakan bantuan sekop kecil dan kuas
hingga akar terbuka. (Gambar 4)

Gambar 4 Skema tahapan penggalian
akar

4. Arsitektur akar
Penggalian akar dilanjutkan oleh pengamatan dan pengukuran variabel akar.
Akar yang sudah terbuka, ditentukan arah utara, timur, selatan, dan barat,
lalu dibagi menjadi 4 kuadran. Pembagian kuadran dilakukan dengan
menarik garis lurus (dengan bantuan tali rafia) dari arah utara ke selatan,
dan dari arah barat ke timur. Setelah itu, dilanjutkan dengan
pengklasifikasian pada tiap jenis akar (akar primer, akar sekunder, dan akar
tersier) dengan menggunakan tali rafia yang berbeda warna. Tiap akar yang
sudah diberi rafia lalu dibuat titik-titik pengukuran dengan menggunakan
spidol hitam permanen. Titik-titik pengukuran dibuat setiap terjadinya
perubahan arah akar (Gambar 5). Semakin banyak titik yang dibuat, maka
pembuatan diagram akar 3D akan semakin mendekati aslinya.

7

Gambar 5 Proses penandaan akar. (a) Pembuatan kuadran; (b) Penandaan akar;
(c) Pembuatan tanda pengukuran





Panjang akar (cm)
Panjang akar diukur menggunakan meteran jahit, dari satu titik
pengukuran ke titik berikutnya.
Diameter akar (mm)
Pengukuran menggunakan alat bantu kaliper dimana dilakukan dua
kali pengukuran pada tiap titik ukur.
Kedalaman akar (z) (cm)
Pengukuran kedalaman akar dilakukan pada tiap titik pengukuran akar
terhadap permukaan tanah.
Orientasi akar
Referensi metode pengukuran orientasi berdasarkan Engels et al.
(2005) (Gambar 6). Sudut yang diukur dikategorikan menjadi sudut
vertikal dan horizontal. Sudut vertikal merupakan sudut yang tegak
lurus dengan batang utama dengan rentang 0° - 180°, sementara sudut
horizontal merupakan sudut yang menggunakan batang utama sebagai
titik acuan dengan rentang 0° - 360°. Pengukuran sudut (orientasi) akar
dilakukan menggunakan busur derajat.

Gambar 6 Metode pengukuran orientasi akar
Sumber : Engels et al. 2005

8



Foto akar
Akar yang telah terbuka, difoto pada tiap sisi. Foto akar ini akan
digunakan untuk menganalisis pola pertumbuhan dan morfologi akar.
5. Indeks Jangkar Akar (IJA) dan Indeks Cengkeram Akar (ICA)
Diameter akar vertikal dan diameter akar horizontal dihitung pada tiap akar.
Adapun formula untuk menghitung IJA dan ICA adalah sebagai berikut :
IJA = ∑

ICA=∑

Keterangan :
IJA
= Indeks Jangkar Akar
ICA
= Indeks Cengkeram Akar
dv
= Diameter Vertikal
dh
= Diameter Horizontal
db
= Diameter Batang
Tabel 1 Klasifikasi nilai IJA dan ICA (Hairiah et al. 2008)
Kelas
Rendah
Sedang
Tinggi

IJA
< 0.1
0.1 - 1.0
> 1.0

ICA
< 1.5
1.5 - 3.5
>3.5

6. Pengambilan sampel tanah
Sampel tanah diambil pada tiap tempat tumbuh ketiga jenis meranti
dengan kedalaman 0 – 30 cm. Sifat kimia tanah didapatkan pada tanah yang
terusik (Sukartono 2008). Pengambilan sampel dilakukan pada 3 titik
berbeda pada satu individu, lalu dicampur menjadi satu (komposit).
Metode yang digunakan dalam penelitian ini merupakan metode manual
yang didasarkan oleh metode penggalian yang dilakukan oleh Reubens et al.
(2007). Banyak metode yang lebih praktis dapat digunakan dalam penelitian
arsitektur akar, salah satunya adalah menggunakan Ground Penetrating Radar
(GPR). Ground Penetrating Radar (GPR) merupakan suatu alat yang digunakan
untuk proses deteksi benda–benda yang terkubur di bawah tanah dengan tingkat
kedalaman tertentu, dengan menggunakan gelombang radio.

Prosedur Analisis Data
Arsitektur Akar
Data-data perakaran yang diambil dari lapangan, dimasukkan ke dalam Ms.
Excel 2007 dan notepad kemudian diolah dengan menggunakan software 3D
Virtual Branch 1.0.3, dan diperjelas dengan menggunakan Photoscape. Foto akar
yang diambil dari lapangan diperjelas dengan menggunakan Ms. Office Picture
Manager. Selanjutnya diagram 3D perakaran tiap jenis meranti dan hasil foto

9

perakaran tiap jenis meranti dianalisis untuk mengetahui pola pertumbuhan akar,
morfologi akar, dan karakteristik penciri akar.
Adapun perakaran meranti secara umum dapat dilihat pada Gambar 7.

Gambar 7 Perakaran meranti
Sumber :http://www.fao.org/docrep/006/ad229e/AD229E02.htm
Hubungan Arsitektur Akar dan Karakteristik Pertumbuhan
Hubungan antara arsitektur akar dan karakteristik pertumbuhan dapat
diprediksi melalui suatu model korelasi, dan untuk pengaruhnya dapat diprediksi
melalui suatu model regresi. Data-data perakaran dan karakteristik pertumbuhan
diolah dengan menggunakan software Ms. Excel 2007 dan SPSS 20.0.
Analisis Tanah
Analisis pada sampel tanah dilakukan di Laboratorium Pengaruh Hutan
Fakultas Kehutanan IPB. Adapun analisis sifat kimia tanah meliputi pH, Corganik, KTK, dan tekstur tanah.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum Lokasi Penelitian
Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW) secara geografis terletak pada 6°5 ’ 3”LS sampai -6°55’35”LS dan 06° 8’ 7”BT ampai 06°50’ 9”BT,
dengan luas kawasan mencapai 359 Ha dan terletak pada ketinggian 460-715 m
dpl. Kawasan ini, bila dilihat dari batas administrasinya termasuk dalam wilayah
Kecamatan Cicantayan dan Cibadak, Kabupaten Sukabumi,Propinsi Jawa Barat.
Topografi areal ini bervariasi dari agak curam (15 -25 %) hingga sangat
curam (> 40 %). Bagian selatan merupakan daerah yang bergelombang mengikuti
punggung-punggung bukit. Menurut klasifikasi iklim Schmidt dan Fergusson
(1951), iklim areal HPGW termasuk dalam tipe iklim B, dengan nilai Q = 14,3% 33% dan banyaknya curah hujan tahunan berkisar antara 1600-4400 mm.

10

Vegetasi di areal HPGW didominasi oleh jenis tanaman pinus (Pinus
merkusii), damar (Agathis lauranthifolia), puspa (Schima wallichii), sengon
(Paraserianthes falcataria), mahoni (Swietenia macrophylla), dan jenis lainnya
seperti kayu afrika (Maesopsis eminii), rasamala (Altingia excelsa), Shorea spp,
dan akasia (Acacia mangium). Pada tahun 2005 ditemukan 44 jenis tumbuhan
potensial termasuk 2 jenis rotan dan 13 jenis bambu (HPGW 2009). Adapun
lokasi HPGW disajikan pada Lampiran 1.
Karakteristik Jenis Meranti (Shorea spp.)
Meranti termasuk ke dalam famili Dipterocarpaceae, terdiri dari 194 jenis
dengan empat kelompok besar yaitu meranti merah, meranti putih, meranti kuning,
dan meranti balau (Mulyana dan Asmarahman 2010). Pada penelitian ini,
digunakan 3 jenis tanaman meranti merah yaitu Shorea leprosula (meranti
tembaga) untuk mewakili jenis dengan pertumbuhan tinggi, Shorea stenoptera
(tengkawang tajau) untuk mewakili jenis dengan pertumbuhan sedang, dan Shorea
palembanica (tengkawang majan) untuk mewakili jenis dengan pertumbuhan
rendah.
Karakter morfologi dari S. leprosula (meranti tembaga) (Gambar 8) yaitu
perawakan pohon besar, dapat mencapai tinggi 60 m, tinggi bebas cabang
mencapai 35 m, diameter batang dapat mencapai 1 m. Kulit coklat keabu-abuan,
daun lonjong sampai bulat telur, panjang daun berkisar antara 8-14 cm, dan lebar
daun berkisar antara 3.5-4.5 cm. Permukaan daun bagian bawah bersisik.

(a)

(b)

Gambar 8 (a) Individu S. leprosula ; (b) Daun S. leprosula
Karakter morfologi dari S. stenoptera (tengkawang tajau) (Gambar 9)
yaitu pohon dapat mencapai tinggi 30 m, dengan diameter mencapai 60 cm.
Batang tegak lurus, tidak berbanir. Permukaan batang berwarna abu-abu serta
berbercak. Daun tunggal, tebal, kaku, besar, bulat panjang. Pembungaan terdapat
pada ujung ranting atau ketiak daun.

11

(a)

(b)

Gambar 9 (a) Individu S. stenoptera ; (b) Daun S. stenoptera
Karakter morfologi dari S. palembanica (tengkawang majan) (Gambar 10) yaitu
perawakan pohon kecil, diameter dapat mencapai 130 cm, batang sering
berbonggol dan terpilin, tajuk besar, rapat, hijau tua.

(a)
(b)
Gambar 10 (a) Individu S. palembanica ; (b) Daun S. palembanica
Pada penelitian ini dilakukan pengukuran terhadap variabel pertumbuhan
dari masing-masing jenis meranti yang diamati (Lampiran 2). Hasil yang
didapatkan dari pengukuran langsung di lapangan dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2 Hasil pengukuran rata-rata variabel pertumbuhan pada tiap jenis meranti

Variabel
T (m)
θ (cm)
θ j (cm)
V (m³)

S. stenoptera
12.33a ± 1.30
9.24 ab ± 1.10
642.5a ± 68.25
0.06a ± 0.02

(T) Tinggi; (θ) iame er; (θ j)
Duncan pada taraf 5%

iame er aj k; ( )

Nama jenis
S. palembanica
9.17b ± 0.67
8.81b ± 0.65
651.67a ± 41.67
0.04a ± 0.01
ol me;

(a) (b) (ab)

S. leprosula
9.33b ± 0.88
10.36a ± 0.87
450b ± 51.07
0.06a ± 0.01
Hasil uji jarak berganda

12

Hasil pengukuran variabel pertumbuhan menunjukkan bahwa jenis S. stenoptera
memiliki nilai rata-rata tinggi yang tertinggi dibandingkan dengan jenis meranti
lainnya, yaitu sebesar 12.33 m. Rata-rata diameter tertinggi adalah pada jenis S.
leprosula, sebesar 10.36 cm. S. palembanica merupakan jenis yang memiliki
rata-rata tinggi dan rata- rata diameter terendah, yatu sebesar 9.17 m dan 8.81 cm.
Diameter tajuk tertinggi terdapat pada jenis S. palembanica yaitu sebesar 651.67
cm, dan diameter tajuk terendah terdapat pada jenis S. leprosula yaitu sebesar 450
cm.
IFSP (2002) menyatakan bahwa S. leprosula merupakan jenis meranti
yang mempunyai pertumbuhan yang paling cepat sampai umur 20 tahun bila
dibandingkan dengan jenis meranti lainnya. Namun berdasarkan hasil pengukuran,
jenis S. stenoptera memiliki rata-rata tertinggi untuk variabel tinggi tanaman. Hal
ini dikarenakan kerapatan tegakan pada plot tanaman S. leprosula lebih rendah
(lebih terbuka) bila dibandingkan dengan kerapatan tegakan pada plot tanaman S.
stenoptera . Rismunandar (1990) menyatakan bahwa kerapatan tanaman akan
berpengaruh pada pertumbuhan tanaman. Hal ini dikarenakan kerapatan tanaman
dapat berpengaruh terhadap penerimaan cahaya ataupun kompetisi antar tanaman.
Hubungan dan pengaruh antar variabel pertumbuhan Meranti
Pencarian hubungan dan pengaruh antar variabel pertumbuhan meranti
dapat dilakukan dengan melakukan uji korelasi (Tabel 3) dan atau melalui model
regresi pada tahap uji nyata 5% (Gambar 11)
Tabel 3 Korelasi antar variabel pertumbuhan Meranti
T-θ
.229

Pearson correlation

T-θj
.394

θ-θj
.186

T-V
.740*

θ -V
.812*

θj-V
.391

(T) Tinggi; (θ) iame er; (θ j) iame er aj k; ( ) ol me; (*) Berpengar h nya a

0.12
0.10
0.08
0.06
0.04
0.02
0.00

y = 0.007x - 0.026
R² = 0.547

0.00

5.00

10.00 15.00
Tinggi (m)

Volume (m³)

Volume (m³)

Hasil dari Pearson correlation menunjukkan bahwa hubungan antara
tinggi dengan volume, dan hubungan antara diameter dengan volume dapat
dinyatakan berpengaruh nyata (Tabel 3). Nilai 0.740 menyatakan tinggi
berkorelasi nyata dengan volume sebesar 74.0%, dan nilai 0.812 menyatakan
diameter berkorelasi nyata dengan volume sebesar 81.2%.
Pencarian hubungan dengan model regresi menunjukkan nilai koefisien
determinasi sebesar 54.7% pada hubungan dan pengaruh antara tinggi dan volume,
serta sebesar 88.5% pada hubungan dan pengaruh antara diameter dan volume
(Gambar 11).

20.00

0.12
0.10
0.08
0.06
0.04
0.02
0.00

y = 0.007x + 0.014
R² = 0.885

0

5
Diameter (cm)

10

Arsitektur perakaran
(b)
(a)
Gambar 11 Model regresi (a) Tinggi dan volume Shorea; (b) Diameter dan
volume Shorea

13

Men r Lynch ( 995) i ilah “root architecture” elah anyak dig nakan
untuk menyatakan bentuk-bentuk atau tipe-tipe sistem perakaran yang merupakan
aspek genetik dari tiap jenis tumbuhan. Arsitektur akar sendiri merupakan bentuk
apresiasi morfologis akar sebagai hasil dari pertumbuhan yang dilakukan oleh
meristem pikal yang terdapat pada ujung akar.
Arsitektur akar perlu dikaji lebih lanjut karena akar merupakan organ
tumbuhan yang memiliki peran sangat penting dalam pertumbuhan, yaitu sebagai
jangkar penguat tanaman, penyerapan air dan mineral dari dalam tanah, serta
menyerap dan mendistribusi nutrisi ke seluruh bagian pohon (Barness et al. 1998).
Arsitektur perakaran dapat dilihat dari hasil pengamatan pola pertumbuhan,
morfologi, dan variabel pertumbuhan akar.
Pola pertumbuhan akar
Pola pertumbuhan akar meranti dapat diketahui dengan cara mengamati
secara langsung sifat pertumbuhan, pola percabangan, dan orientasi aksis akar
(Tabel 4).

Nama jenis
S. stenoptera
S. leprosula
S. palembanica

Tabel 4 Pola pertumbuhan akar Meranti
Sifat
Pola percabangan
pertumbuhan
aksis
Monopodial
Lateral
Monopodial
Lateral
Monopodial
Lateral

Orientasi
aksis
Ortotrof
Ortotrof
Ortotrof

Dilihat dari pola pertumbuhan akar (Tabel 4), tidak ada perbedaan diantara
ketiga jenis meranti, yaitu memiliki suatu modul berupa unit cabang monopodial
dengan orientasi aksis ortotrof. Model arsitektur yang memiliki ciri di atas adalah
model Champagnat. Menurut Halle et al. (1978), model Champagnat merupakan
tipe arsitektur yang memiliki sifat pertumbuhan pseudo-monopodial yang disusun
oleh campuran aksis yang sebagian besar orientasinya ortotrof. Pembentukan
cabang terjadi pada bagian distal, dan beberapa aksis tumbuh secara plagiotrof.
Morfologi akar
Morfologi akar merupakan bentuk luar akar yang dapat diamati secara langsung
(Gambar 12,13,14). Menurut Lynch (1995) morfologi akar mengacu pada
permukaan dan percabangan akar sebagai suatu organ, termasuk karakteristik
epidermis akar.

14

Gambar 12 Arsitektur akar tanaman Shorea stenoptera . (a) Perakaran
tanaman; (b) Diagram 3D perakaran tanaman tampak
samping; (c) Diagram 3D perakaran tanaman tampak atas.
Karakter morfologi dari akar S. stenoptera (Gambar 12) yaitu, permukaan
akar relatif keras, licin, dan memiliki rambut akar yang sedikit. Warna akar 7,5
YR 8/2 (Munsell color standards), dengan percabangan yang tampak jelas. Sistem
perakaran berkembang secara vertikal, dengan ukuran diameter akar proximal
primer cukup besar.

Gambar 13 Arsitektur akar tanaman Shorea palembanica. (a)
Perakaran tanaman; (b) Diagram 3D perakaran
tanaman tampak samping; (c) Diagram 3D perakaran
tanaman tampak atas.
Karakter morfologi dari akar S. palembanica (Gambar 13) yaitu, permukaan
akar relatif keras, licin, memiliki rambut akar pada permukaannya. Warna akar 7,5
YR 7/2 (Munsell color standards), dengan percabangan yang lebih rumit. Sistem

15

perakaran berkembang secara vertikal, dengan ukuran diameter akar paling kecil
bila dibandingkan jenis lainnya.

Gambar 14 Arsitektur akar tanaman Shorea leprosula. (a) Perakaran
tanaman; (b) Diagram 3D perakaran tanaman tampak
samping; (c) Diagram 3D perakaran tanaman tampak atas.
Karakter morfologi dari akar S. leprosula (Gambar 14) yaitu, permukaan
akar relatif keras, licin, memiliki rambut akar pada bagian distal. Warna akar 7,5
YR 7/2 (Munsell color standards), dengan percabangan yang jelas. Sistem
perakaran berkembang secara vertikal.
Pola arsitektur akar meranti dimulai dari pertumbuhan akar utama secara
ortotrof ke dalam tanah (A1). Selanjutnya, terjadi pola percabangan pertama yang
tumbuh secara monopodial (A2). Berikutnya, dari pola percabangan pertama
terbentuklah pola percabangan kedua (A3) dan seterusnya, sehingga terbentuklah
akar lateral. Pada subsitem akar tunjang (bagian perakaran lateral) masing-masing
unit cabang berfungsi sebagai akar penyerapan air dan zat hara, juga berfungsi
untuk penjangkaran.
Jangkauan akar yang terbentuk pada setiap jenis meranti memiliki pola yang
tidak berbentuk lingkaran (circle). Hal ini dikarenakan adanya keragaman struktur
tanah dalam lingkungan tumbuh tanaman. Keragaman struktur tanah sendiri
disebabkan oleh adanya perbedaan bahan organik tanah, kadar lengas tanah, sifat
tekstur tanah yaitu proporsi kandungan pasir, liat, dan debu, juga bisa disebabkan
oleh pengaruh eksternal, misalnya pemadatan tanah.
Berdasarkan hasil pengamatan, diketahui bahwa pola pertumbuhan dan
morfologi akar setiap jenis meranti yang menjadi objek penelitian adalah relatif
sama. Hal ini diperkuat oleh pernyataan Tomlison (1983) yaitu, bentuk
mencirikan penampilan dari suatu kelompok biologi, artinya (dalam hal ini) akar
yang berada pada kelompok biologi yang sama cenderung memiliki kesamaan
dalam bentuk dan pola arsitekturnya.

16

Variabel pertumbuhan akar
Variabel pertumbuhan akar meranti dapat diketahui dengan melakukan
pengukuran langsung terhadap panjang akar (primer, sekunder, total), diameter
akar (primer, sekunder), jumlah akar (primer, sekunder, tersier), dan kedalaman
akar pada tiap jenis dan ulangannya (Tabel 5).
Tabel 5 Hasil pengukuran rata-rata variabel pertumbuhan akar pada Shorea spp.
Variabel
∑ individ
∑A
∑ AS
∑ AT
Tp.AP (m)
Tp. AS (m)
Total panjang akar (m)
θ A (cm)
θ AS (cm)
Kedalaman akar (cm)

Nama jenis
S. stenoptera

S. palembanica

S. leprosula

3
6.67 ± 1.67
15.00b ± 3.51
18.33c ± 4.41
11.33a ± 3.38
24.11a ± 9.15
35.45a ± 12.39
1.36 ± 0.14
0.93a ± 0.05
49a ± 1.53

3
9.00 ± 0.00
21.33a ± 6.39
104.00 a ± 52.00
5.84b ± 1.20
10.46b ± 3.49
16.3 b ± 4.41
1.27 ± 0.18
0.74b ± 0.05
43.33b ± 1.33

3
6.33 ± 1.67
18.33b ± 4.18
50.00b ± 1.00
6.21b ± 1.38
11.44b ± 1.82
17.6 b ± 2.33
1.25 ± 0.50
0.7b ± 0.22
40.67b ± 0.33

b

a

b

Tp AP) Total akar primer; (Tp AS) Total akar sekunder; (θ A ) iame er akar primer; (θ AS)
iame er akar ek nder; (∑ A ) J mlah akar primer; (∑ AS) J mlah akar ek nder; (∑ AT)
Jumlah akar tersier; (a) (b) Hasil uji jarak berganda Duncan pada taraf 5%

Hasil pengukuran (Tabel 5) menunjukkan bahwa S. stenoptera memiliki
nilai rata-rata total panjang akar tertinggi yaitu sebesar 35.45 m, sementara nilai
rata-rata total panjang akar terendah terdapat pada jenis S. palembanica, sebesar
16.30 m. Rata- rata diameter akar primer, rata-rata diameter akar sekunder, dan
kedalaman akar tertinggi terdapat pada jenis S. stenoptera, yaitu sebesar 1.36 cm,
0.93 cm, dan 49 cm. Untuk jumlah akar, jenis S. palembanica memiliki nilai ratarata tertinggi, yaitu sebanyak 9 buah akar primer, 21 buah akar sekunder, dan 104
buah akar tersier.
Selain mengetahui keragaman yang terbentuk antara variabel-variabel
pertumbuhan akar, perlu diketahui pula sebaran dari panjang masing-masing akar
serta sebaran diameter pada tiap jenisnya. Hal ini dapat dianalisis dengan
menggunakan deskripsi statistik (Tabel 6).

17

Tabel 6 Deskripsi statistik sebaran panjang dan diameter perakaran meranti
Nama jenis
S. stenoptera

S. palembanica

S. leprosula

Variabel

N

Mean ± SD

CV (%)

Skewness

Panjang AP (cm)

20

110.50 ± 65.07

58.88

0.37

Panjang AS (cm)

45

86.74 ± 45.61

52.58

0.89

Diameter AP (cm)

20

1.44 ± 0.86

59.75

0.18

Diameter AS (cm)

45

0.922 ± 0.64

69.22

0.87

Panjang AP (cm)

28

62.68 ± 32.32

51.56

0.45

Panjang AS (cm)

62

46.81 ± 28.96

61.87

1.54

Diameter AP(cm)

28

1.27 ± 0.66

51.94

1.01

Diameter AS (cm)

62

0.72 ± 0.45

62.26

3.18

Panjang AP (cm)

18

100.01 ± 49.35

49.30

-0.25

Panjang AS (cm)

50

72.11 ± 35.72

49.53

1.46

Diameter AP (cm)

18

1.14 ± 0.88

77.26

0.46

Diameter AS (cm)

50

0.76 ± 0.57

75.32

2.09

Berdasarkan hasil (Tabel 6), didapatkan bahwa tiap-tiap sebaran variabel memiliki
nilai yang cukup berbeda. Sebaran tiap variabel dalam bentuk histogram disajikan
pada Gambar 15, 16, 17, dan 18

(S. stenoptera)

(S. palembanica)

(S. leprosula)

Gambar 15 Sebaran normal panjang akar primer

18

(S. stenoptera)

S. palembanica)

(S. leprosula)

Gambar 16 Sebaran normal panjang akar sekunder
Sebaran panjang akar primer dan akar sekunder secara berurutan dari yang
terbesar dilihat dari nilai tengahnya yaitu S. stenoptera, S. leprosula, dan S.
palembanica. Nilai koefisien keragaman tertinggi berada pada panjang akar
primer S. stenoptera (58.88%), sedangkan keragaman tertinggi untuk panjang akar
sekunder terdapat pada jenis S. palembanica (61.87%). Semakin besar koefisien
keragaman menunjukkan semakin bervariasi panjang akar meranti tersebut.
Berdasarkan analisis uji normal pada taraf nyata 5% , didapatkan bahwa panjang
akar primer dan akar sekunder ketiga jenis meranti tersebut menyebar normal (-2
≤ Skewne ≤ ) (Gambar 15, Gambar 16)

(S. stenoptera)

(S. palembanica)

(S. leprosula)

Gambar 17 Sebaran normal diameter akar primer

19

(S. stenoptera)

(S. palembanica)

(S. leprosula)

Gambar 18 Sebaran normal diameter akar sekunder
Sebaran diameter akar primer secara berurutan dari yang terbesar dilihat dari nilai
tengahnya yaitu S. stenoptera, S. palembanica, dan S. leprosula. Nilai koefisien
keragaman tertinggi terdapat pada diameter akar primer jenis S. leprosula
(77.26%).
Sebaran diameter akar sekunder secara berurutan dari yang terbesar dilihat
dari nilai tengahnya yaitu S. stenoptera, S. leprosula, dan S. palembanica. Nilai
koefisien keragaman tertinggi terdapat pada jenis S. stenoptera (75.32%).
Berdasarkan analisis uji normal pada taraf nyata 5% , didapatkan bahwa
diameter akar primer ketiga jenis meranti tersebut menyebar normal (- ≤
Skewne ≤ ), edangkan n k diame er akar ek nder jeni S. stenoptera
menyebar normal, sementara untuk jenis S. palembanica dan S. leprosula
memiliki distribusi miring ke kanan distribusi normal (Gambar 17, Gambar 18).
Hubungan dan Pengaruh Arsitektur Akar terhadap Karakteristik
Pertumbuhan
Arsitektur akar, seperti halnya arsitektur pohon merupakan bentuk respon
pertumbuhan dari berbagai faktor, baik faktor genetik, faktor lingkungan, maupun
faktor eksternal. Akar - akar pohon, sebagaimana fungsinya untuk mendukung
proses mekanis dan proses metabolisme tanaman, merupakan salah satu faktor
yang berperan dalam pertumbuhan tanaman. Hubungan dan pengaruh arsitektur
akar terhadap karakteristik pertumbuhan dapat diketahui melalui suatu model
korelasi (Pearson correlation) (Tabel 7) dan atau model regresi pada tahap uji
nyata 5%.

20

Tabel 7

Korelasi variabel pertumbuhan akar dengan variabel pertumbuhan
tanaman
Variabel pertumbuhan tanaman
θ (cm)
θ j (cm)
V (m³)

Variabel akar

T (m)

∑A
∑ AS

.016
-.534

-.438
.077

-.011
.207

-.270
-.235

-.513
.778*
.608*
.670*

.082
.199
.333
.301

.312
.473
.589
.568

-.190
.661*
.642*
.661*

∑ AT
Tp.AP (cm)
Tp. AS (cm)
Total panjang akar

θ A (cm)
-.230
.362
.378
.076
θ AS (cm)
.258
.305
.432
.314
*
*
Kedalaman akar (cm)
.753
.026
.671
.456
*) berkorelasi nyata pada α = 5%
Berdasarkan hasil (Tabel 7) dapat dilihat bahwa total panjang akar primer,
total panjang akar sekunder, dan total panjang akar keseluruhan berpengaruh
nyata terhadap tinggi dan volume tanaman. Nilai korelasi tertinggi terdapat pada
hubungan antara total panjang akar primer dengan tinggi tanaman, yaitu sebesar
77.8%. Di samping itu, kedalaman akar juga berpengaruh nyata terhadap tinggi
tanaman sebesar 75.3%, dan diameter tajuk sebesar 67.1 %. Nilai korelasi positif
menunjukkan bahwa setiap kenaikan total panjang akar primer, diikuti dengan
kenaikan tinggi tanaman. Begitu pula dengan korelasi antara total panjang akar
primer dan volume.
Tinggi (m)

15.00

Volume (m³)

y = 0.390x + 7.235
R² = 0.605

20.00
10.00
5.00
0.00
0

10
Total panjang akar primer (m)

(a)

20

0.12
0.10
0.08
0.06
0.04
0.02
0.00

y = 0.003x + 0.025
R² = 0.440

0

5
10
15
20
Total panjang akar primer (m)

(b)

Gambar 19 Model regresi. (a) Total panjang akar primer dan tinggi; (b)
Total panjang akar primer dan volume
Berdasarkan pencarian hubungan dengan model regresi pada tahap uji
nyata 5% (Gambar 19), terdapat hubungan yang sedang antara total panjang akar
primer dan tinggi (r2 = 60.5%) serta terdapat hubungan yang rendah antara total
panjang akar primer dan volume (r2 = 44.0%). Total panjang akar berpengaruh
terhadap volume akar. Volume akar berhubungan dengan sifat lengas tanah
(Notohadiprawiro 2000). Semakin besar volume akar, maka potensi akar untuk
memanfaatkan air semakin besar.

21

20.00
Volume (m³)

Tinggi (m)

15.00

y = 0.119x + 8.442
R² = 0.369

10.00
5.00
0.00

0.12
0.10
0.08
0.06
0.04
0.02
0.00

y = 0.001x + 0.031
R² = 0.432

0

0
20
40
60
Total panjang akar sekunder (m)

20

40

60

Total panjang akar sekunder (m)

(a)

(b)

Gambar 20 Model regresi. (a) Total panjang akar sekunder dan tinggi; (b)
Total panjang akar sekunder dan volume
Hasil menunjukkan bahwa total panjang akar sekunder berpengaruh nyata
dengan tinggi tanaman sebesar 60.8 %, dan dengan volume sebesar 64.2% (Tabel
7). Nilai korelasi positif, dengan begitu setiap kenaikan total panjang akar
sekunder akan diikuti oleh kenaikan tinggi dan volume. Berdasarkan pencarian
hubungan dengan model regresi pada tahap uji nyata 5%, terdapat hubungan
antara total panjang akar sekunder dan tinggi (r2 = 36.9%) serta terdapat hubungan
antara total panjang akar sekunder dan volume (r2 = 43.2%) (Gambar 20).
y = 0.096x + 8.043
R² = 0.448

15.00

Volume (m³)

Tinggi (m)

20.00

10.00
5.00
0.00
0

50
Total panjang akar (m)

(a)

100

0.12
0.10
0.08
0.06
0.04
0.02
0.00

y = 0.001x + 0.029
R² = 0.452

0

50

100

Total panjang akar (m)

(b)

Gambar 21 Model Regresi. (a) Total panjang akar dan tinggi; (b) Total
panjang akar dan volume.
Hasil menunjukkan bahwa total panjang akar berpengaruh nyata terhadap
tinggi tanaman sebesar 67%, dan terhadap volume sebesar 66.1% (Tabel 7). Nilai
korelasi positif, dengan begitu setiap kenaikan total panjang akar maka akan
diikuti oleh kenaikan tinggi tanaman dan juga volume.
Koefisien determinasi antara total panjang akar dan tinggi tanaman adalah
sebesar 44.8%, sedangkan untuk total panjang akar dan volume memiliki nilai
koefisien determinasi sebesar 45.2%. Nilai koefisien determinasi ini tergolong
rendah, namun hubungan diantara masing-masing variabel masih dapat dikatakan
terkait satu sama lainnya. Berdasarkan pencarian hubungan dengan model regresi
pada tahap uji nyata 5%, terdapat hubungan antara total panjang akar dan tinggi
(r2 = 44.8%) serta terdapat hubungan antara total panjang akar dan volume (r2 =
45.2%) (Gambar 21).

22

Tinggi (m)

20.00

Diameter tajuk (cm)

S. stenoptera merupakan jenis meranti dengan nilai total panjang akar
tertinggi, sehingga jenis ini memiliki nilai rata-rata tinggi tanaman tertinggi
dibandingkan jenis lainnya. Sebaliknya, S. palembanica memiliki nilai total
panjang akar terendah, yang berimplikasi terhadap nilai rata-rata tinggi yang
paling rendah jika dibandingkan dengan jenis lainnya.
Panjang akar merupakan hasil perpanjangan sel - sel meristem ujung. Sel sel baru dari meristem ujung akar dibagi ke pelebaran akar atau ke pembaruan
tudung akar. Tudung akar menghasilkan asam absisat, yaitu suatu bahan yang
digunakan untuk pertumbuhan tanaman (Milthorpe dan Moorby 1974).
Pertumbuhan panjang akar sendiri, seperti yang telah dijelaskan di atas dapat
dpengaruhi oleh berbagai faktor, seperti faktor genetik ataupun faktor lingkungan.
y = 0.393x - 7.146
R² = 0.566

15.00
10.00
5.00
0.00
38

40

42

44

46

48

Kedalaman akar (cm)

50

1000

y = 21.03x - 351.0
R² = 0.449

800
600
400
200
0
38

40

42

44

46

48

50

Kedalaman akar (cm)

(a)
(b)
Gambar 22 Model regresi. (a) Kedalaman akar dan tinggi; (b) Kedalaman
akar dan volume
Hasil menunjukkan bahwa kedalaman akar berpengaruh nyata terhadap
tinggi tanaman sebesar 75.3%, juga berpengaruh nyata terhadap diameter tajuk
sebesar 67.1% (Tabel 7). Berdasarkan pencarian hubungan dengan model regresi
pada tahap uji nyata 5% terdapat hubungan antara kedalaman akar dan tinggi (r2 =
56.6%) serta terdapat hubungan antara kedalaman akar dan diameter tajuk (r2 =
44.9%) (Gambar 22).
Arsitektur akar dari Shorea stenoptera ,Shorea palembanica , dan Shorea
leprosula , memiliki kemiripan dalam pola pertumbuhan akar, dan morfologi
akarnya. Namun, ketiga jenis tersebut tetap memiliki sifat penciri. Hal ini bisa
disebabkan oleh faktor genetik ataupun faktor lingkungan.Tanah merupakan salah
satu faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi pertumbuhan akar. Taiz
(1991:101) menyatakan bahwa aspek penting dari pertumbuhan dan
perkembangan akar sangat bergantung dengan kondisi tanah. Adapun hasil
analisis sifat tanah pada tiap spesies disajikan pada tabel 8.

23

Tabel 8 Hasil analisis sifat kimia tanah
Sifat kimia
S. stenoptera
4.90 T
pH 1:1
0.95 R
C-organik (%)
12.70 R
KTK (cmol/kg)
halus
Tekstur
(T) tinggi; (S) sedang; (R) rendah

Nama jenis
S. palembanica
S

6.00
1.24 R
19.32 S
sedang

S. leprosula

4.80T
1.20 R
14.28 R
halus

Hasil analisis sifat kimia tanah menunjukkan bahwa terdapat perbedaan
kualitas tanah tempat tumbuh antara ketiga jenis meranti (Lampiran 3). Kualitas
terbaik terdapat pada tanah tempat tumbuh S. palembanica, disusul oleh S.
leprosula, dan S. stenoptera.
Kualitas tanah tempat tumbuh yang berbeda merupakan salah satu faktor
yang dapat mempengaruhi arsitektur akar dari tiap jenis meranti.
S. stenoptera memiliki perakaran yang lebih panjang bila dibandingkan
dengan dua jenis meranti lainnya. Hal ini dipengaruhi oleh kondisi tanah tempat
tumbuhnya yang memiliki tingkat kesuburan paling rendah sehingga memacu
terjadinya intersepsi akar. Akar-akar tanaman yang tumbuh akan terus memanjang
menuju tempat-tempat yang lebih jauh di dalam tanah sehingga menemukan
unsur-unsur hara dalam larutan tanah di tempat-tempat tersebut (Hardjowigeno
2007). Nilai pH tanah dapat digunakan untuk menentukan mudah tidaknya unsurunsur hara diserap oleh tanaman (Hardjowigeno 2007).
S. palembanica memiliki karakteristik penciri berupa sistem perakaran
yang paling pendek dibandingkan dua jenis meranti lainnya. Tidak seperti jenis
lainnya, S. palembanica memiliki bentuk akar yang tidak lurus. Berdasarkan hasil
analisis sifat kimia tanah, dapat diketahui bahwa tanah tempat tumbuh S.
palembanica masih termasuk dalam kategori tanah yang kurang subur. Sistem
perakaran yang pendek, menyulitkan untuk mendapatkan air dan unsur hara dari
dalam tanah. Seperti yang telah kita ketahui, S. palembanica memiliki perawakan
fisik yang kecil (Newman et al. 1999). Hal ini bisa disebabkan oleh sistem
perakaran yang pendek, ataupun pengaruh dari faktor genetik.
S. leprosula memiliki karakteristik penciri berupa perakaran terpanjang
kedua setelah S. stenoptera. Bentuk akar lurus, dan memiliki rambut akar pada
bagian ujung akar untuk membantu proses penyerapan air dan nutrisi dari dalam
tanah. Kondisi lingkungan tempat tumbuh S. leprosula memiliki kerapatan yang
lebih rendah bila dibandingkan lingkungan tempat tumbuh jenis meranti lainnya,
sehingga jumlah cahaya matahari yang diterima tumbuhan lebih besar.
Indeks Jangkar Akar (IJA) dan Indeks Cengkeram Akar (ICA)
IJA (Index of Root Anchoring) merupakan perbandingan diameter akar-akar
vertikal dan diameter batang, sedangkan ICA (Index of Root Binding) adalah
perbandingan antara diameter akar-akar horizontal dengan diameter batang
(Hairiah dan Subekti 2008). Nilai IJA dan ICA bisa digunakan untuk

24

menggambarkan distribusi perakaran suatu tanaman. Nilai IJA dan ICA pada
masing-masing jenis meranti akan disajikan pada Tabel 9.
Tabel 9 Nilai Indeks Jangkar Akar (IJA) dan Indeks Cengkeram Akar (ICA) pada
Jenis Meranti
Nama jenis
S. stenoptera
S. palembanica
S. leprosula

Rata-rata
0.35
0.66
1.36

IJA
Kategori*
Sedang
Sedang
Tinggi

Rata-rata
1.46
0.76
0.77

ICA
Kategori*
Rendah
Rendah
Rendah

Kekokohan
133.44
104.09
90.06

(*) Sumber : Hairiah et al (2008)
Tabel 9 menunjukkan bahwa pada jenis S. stenoptera dan S. palembanica
nilai IJA termasuk dalam kategori sedang, sedangkan nilai ICA termasuk dalam
kategori rendah. Hal ini menunjukkan bahwa kedua jenis meranti ini cukup
mampu untuk menopang tegaknya tanaman, namun daya cengkeram tanaman
terhadap tanah kurang baik. S. leprosula mempunyai nilai IJA dengan kategori
tinggi, sedangkan nilai ICA termasuk dalam kategori rendah. Hal ini
menunjukkan bahwa S. leprosula memiliki penjangkaran akar yang kuat, namun
seperti dua jenis lainnya daya cengkeram akar ke tanah masih kurang baik. Ketiga
jenis meranti tersebut belum memiliki perakaran yang kuat, sehingga tanaman
rawan tumbang ketika mendapatkan gangguan. Abe dan Ziemer (1991)
menjelaskan bahwa akar-akar horizontal yang menyebar di lapisan permukaan
tanah akan mencengkeram tanah dan akar-akar vertikal sebagai jangkar akan
menopang tegaknya pohon sehingga tidak mudah tumbang oleh adanya
pergerakan massa tanah. Kekokohan tanaman merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi daya sintas suatu spesies tanaman. Tingkat kekokohan tanaman
dapat diketahui dengan cara membagi tinggi tanaman dengan diameter tanaman
(Jayusman 2005). Nilai kekokohan yang tinggi akan menunjukkan kemampuan
hidup yang rendah karena tidak seimbang perbandingan antara tinggi dan
diameternya. Adapun S. stenoptera merupakan jenis yang memiliki nilai
kekokohan tertinggi, lalu diikuti oleh jenis S. palembanica dan S. leprosula. Nilai
kekokohan yang tinggi akan menunjukkan kemampuan hidup yang rendah karena
tidak seimbang perbandingan antara tinggi dan diameternya. Hal ini menunjukkan
bahwa tanaman yang memiliki nilai IJA dan ICA dalam kategori yang kurang
baik, juga memiliki kriteria kekokohan