Pendugaan Simpanan Karbon Organik Ekosistem Mangrove Di Areal Perangkap Sedimen-Pesisir Cagar Alam Pulau Dua Banten

PENDUGAAN SIMPANAN KARBON ORGANIK EKOSISTEM
MANGROVE DI AREAL PERANGKAP SEDIMEN-PESISIR
CAGAR ALAM PULAU DUA BANTEN

TYAS AYU LESTARI

SEKOLAH PASCA SARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Pendugaan Simpanan
Karbon Organik Ekosistem Mangrove di Areal Perangkap Sedimen-Pesisir Cagar
Alam Pulau Dua Banten adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dan karya tulis saya kepada

Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Maret 2016
Tyas Ayu Lestari
NIM P052130211

* Pelimpahan hak cipta atas karya tulis dari penelitian kerja sama dengan
pihak luar IPB harus didasarkan pada perjanjian kerja sama yang terkait.

RINGKASAN
TYAS AYU LESTARI. Pendugaan Simpanan Karbon Organik Ekosistem
Mangrove di Areal Perangkap Sedimen-Pesisir Cagar Alam Pulau Dua Banten.
Dibimbing oleh M. YANUAR J. PURWANTO dan IETJE WIENTARSIH.
Cagar Alam Pulau Dua (CAPD) merupakan kawasan lindung yang tengah
dipertahankan keberadaannya. Sejak terjadinya perubahan iklim, ancaman
kenaikan muka air laut mulai terjadi di kawasan pesisir CAPD. Tahun 2009,
masyarakat dan LSM/ NGO disana melakukan upaya perlindungan pesisir dengan
memasang perangkap sedimen dari jaring ikan. Upaya tersebut mengalami
beberapa kali pemasangan dengan bentuk perangkap yang berbeda, yaitu jaring
ikan, pagar bambu, dan terakhir karung yang berisi pasir ditumpuk menyerupai
benteng. Upaya pemasangan perangkap sedimen berhasil melindungi pesisir dan

hutan mangrove CAPD dari ancaman kenaikan muka air laut dan abrasi.
Keuntungan lain yang dirasakan dari pemasangan perangkap sedimen
adalah terbentuknya tanah timbul yang kemudian ditumbuhi vegetasi mangrove
jenis Avicennia marina secara alami. Kondisi tanah timbul yang semakin stabil
berpotensi menyimpan sejumlah karbon organik pada tanah timbul yang berupa
sedimen maupun pada vegetasi mangrove yang tumbuh di sana. Karbon yang
tersimpan pada sedimen dan vegetasi mangrove di sana dapat membantu
menurunkan laju emisi gas rumah kaca (GRK) dalam rangka mengurangi
pemanasan global akibat perubahan iklim. Berdasarkan fakta tersebut, tujuan
penelitian adalah 1) menghitung jumlah total simpanan karbon (karbon vegetasi
Avicennia marina dan sedimen) di area perangkap sedimen; 2) menentukan
persamaan alometrik untuk menduga biomassa dan massa karbon Avicennia marina
yang tumbuh di area perangkap sedimen; dan 3) menentukan strategi pengelolaan
perangkap sedimen agar sedimen dan vegetasi mangrovenya tetap terjaga.
Pengambilan sampel di lakukan di Pesisir CAPD, Kota Serang, Provinsi
Banten sedangkan proses analisis sampel dilakukan di Laboratorium Kimia Kayu
Fakultas Kehutanan IPB dan Laboratorium Kimia Balittanah-Cimanggu Bogor.
Penelitian dilakukan selama 8 bulan, yaitu sejak bulan Februari sampai September
2015. Proses pengambilan sampel sedimen dengan pengeboran berdasarkan
gradien kedalaman, yaitu 0-10 cm, 10-50 cm, 50-100 cm, 100-200 cm, 200-300

cm, dan 300-400 cm di 12 titik sampling. Sampel vegetasi diambil secara
destruktif (mencabut seluruh bagian pohon) berdasarkan gradien ketinggian
(tinggi total pohon), yaitu 0-100 cm, 101-200 cm, 201-300 cm, dan 301-400 cm
sebanyak 30 pohon. Seluruh sampel sedimen dianalisis dengan melakukan
serangkaian uji, yaitu uji penentuan Bulk Density (BD), kadar C-organik tanah (%
C-organik), dan berat kering sampel. Seluruh sampel vegetasi dianalisis dengan
melakukan serangkaian uji, yaitu penentuan kadar air, berat kering tanur (BKT)
atau biomassa, kadar zat terbang, kadar abu, dan % C-organik. Seluruh informasi
yang diperoleh digunakan untuk memperoleh nilai simpanan karbon. Informasi
nilai biomassa dan massa karbon dari vegetasi Avicennia marina yang diperoleh
dari hasil perhitungan aktual di laboratorium selanjutnya digunakan untuk
mencari model persamaan alometriknya. Model yang dibangun terdiri dari dua
jenis, yaitu model regresi linier sederhana ( Y = a+ bx) dan model logaritmik
linier (log Y = a + b Log x) dengan satu dan dua variabel. Variabel yang

dimaksud adalah tinggi total (Tt) sebagai x1 dan diameter setinggi dada/ DBH
sebagai x2. Model persamaan alometrik yang dibangun sebanyak 40 model, 20
model dalam bentuk regresi linier sederhana dan 20 model lainnya merupakan
model dalam bentuk logaritmik linier untuk menduga biomassa. Model persamaan
allometrik untuk menduga massa karbon dikerjakan sama seperti mencari model

persamaan allometrik untuk biomassa. Analisis terakhir dalam penelitian ini
adalah mencari strategi pengelolaan perangkap sedimen di lokasi tersebut
menggunakan teknik strentghs, weaknesses, opportunities, and threats atau
SWOT. Teknik tersebut pada dasarnya mencari faktor dan faktor eksternal yang
kemudian dilakukan pembobotan dan rating untuk memperoleh skor atau total
nilai dari masing-masing faktor. Hasil akhirnya akan diketahui kondisi eksisting
di lokasi penelitian serta strategi yang tepat untuk mengelola perangkap sedimen
disana.
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa ekosistem mangrove yang
berada di areal yang dipasang perangkap sedimen mampu menyimpan karbon
total sebanyak 158.55 ton C atau 180.17 ton C/ha. Vegetasi mangrove menyimpan
sebesar 31.52 ton C atau 35.82 ton C/ha dan dari sedimen menyimpan sebesar
127.03 ton C atau 144.35 ton C/ha. Total emisi karbondioksida (CO2) yang dapat
diserap sebanyak 581.88 ton CO2 atau 661.22 ton CO2/ha. Persamaan alometrik
terpilih untuk menduga biomassa Avicennia marina yang memiliki tinggi total 0500 cm dan diameter batang ≤ 5 cm adalah Log Y = -7.42 + 1.79 (Log Tt) + 0.264
(Log DBH). Persamaan terpilih untuk menduga biomassa akar, batang, cabang,
dan daun, yaitu Log Yakar = -8.37 + 1.94 (Log Tt), Log Ybatang = -8.83 + 1.99 (Log
Tt) + 0.419 (Log DBH), Log Ycabang = -8.63 + 2.01 (Log Tt), dan Log Ydaun = 7.73 + 1.63 (Log Tt). Persamaan alometrik terpilih untuk menduga massa karbon
Avicennia marina yang memiliki tinggi total 0-500 cm dan diameter batang ≤ 5
cm adalah Log Y = -8.20 + 1.92 (Log Tt) + 0.327 (Log DBH). Persamaan

alometrik untuk massa karbon akar, batang, cabang, dan daun adalah Log Yakar = 9.11 + 2.04 (Log Tt), Log Ybatang = -8.89 +2.06 (Log Tt) + 0.467 (Log DBH), Log
Ycabang = -9.41 + 2.13 (Log Tt), dan Log Ydaun = -8.46 + 1.64 (Log Tt).
Posisi pengelolaan perangkap sedimen saat ini berada pada kuadran IV,
yaitu pada kondisi stabilitas (hati-hati). Kondisi ini menunjukkan bahwa strategi
pemasangan perangkap sedimen di lokasi penelitian sudah tepat untuk meredam
bencana (abrasi, gelombang tinggi, dan rhob) seperti tujuan awal pemasangannya.
Namun, masih diperlukan upaya penguatan dengan cara meminimalkan
kelemahan yang ada untuk mengurangi ancaman yang muncul. Penguatan tersebut
tertuang dalam strategi pengelolaan Weaknesses-Threats (W-T) melalui
pembuatan tata aturan yang jelas tentang batasan wilayah tanah timbul hasil
pemasangan perangkap sedimen, kebijakan pengelolaan ekosistem mangrove di
lokasi penelitian, serta peningkatan kesadaran masyarakat akan pentingnya
ekosistem pesisir dalam meredam berbagai bencana.
Kata kunci: Avicennia marina, akresi sedimen, biomassa karbon, model
alometrik, strategi stabilitas

SUMMARY
TYAS AYU LESTARI. Estimation of The Ecosystem Mangrove Carbon
Organic Storage in Sediment Trap Area-Pulau Dua Nature Reserve Banten.
Superviseds by M.YANUAR J. PURWANTO and IETJE WIENTARSIH.

Pulau Dua Nature Reserve (CAPD) is a protected area that is the center
maintained. Several years since the threat of sea level rise due to climate change
began to occur in coastal CAPD. In 2009, society and non gouverment
organisation (NGO) there efforts coastal protection by installing sediment traps
from fishing nets. Sediment traps undergone several modification, that is fishing
nets, bamboo fence, and the sack filled with sands stacked to resempble a fortress.
These efforts succeeded protecting coastal CAPD and mangrove forest from the
threat sea level rise and abrasion.
Another advantages of sediment traps is formed accretion area. The
accretion area overgrown Avicennia marina naturally. Accretion area (sediment)
and mangrove vegetation (Avicennia marina) potentially save carbon storage.
Carbon storage at the sediment and mangrove vegetation can help lower emisis
the greenhouse (GHG) to reduce global warming due to climate change. Based on
the fact, the research has been done with the aims to 1) calculate the total carbon
storage from vegetation mangrove Avicennia marina and sediment in the sediment
traps area; 2) determine the allometric equations model for estimating biomass
and carbon mass Avicennia marina in the sediment traps area; and 3) determine
the sediment traps management strategies based on research result.
The research was conducted at the coastal CAPD and sample analysis was
conducted at the Laboratory Kimia Kayu Forestry Faculty of Bogor Agricultural

University and Laboratory Kimia Tanah-Cimanggu Bogor from February to
September 2015. Sediment sample taken by drilled based on depth gradient,
which is 0-10 cm, 10-50 cm, 50-100 cm, 100-200 cm, 200-300 cm, and 300-400
cm at 12 sampling points. Avicennia marina sample taken by destructive sampling
(removing all parts of tree) based height gradient, which is 0-100 cm, 101-200 cm,
201-300 cm, 301-400 cm, and 401-500 cm. Vegetation sample taken as many as
30 trees. The sediment samples were analyzed by several test, which is the
determination of bulk density (BD) test, determination of soil organic (% Corganic), and dry weight of the samples. The vegetation samples were analyzed by
several tests, which is determination of moisture content, dry weight or biomass,
volatile matter content, ash content, and % C-organic. All the information then
analyzed to obtained the value of carbon storage both in sediments and mangrove
vegetation. The information of biomass and carbon mass of vegetation Avicennia
marina obtained from laboratory then used to find of allometric equation models.
Allometric equation models were constructed consisting of two types models, that
is linier regression models (Y = a + bx) and logarithmic linier models (Log Y = a
+ b Log x) with one or two variables. The variables is total height (Tt) as x1 and
diameter breast hight (DBH) as x2. Allometric equation models were built as
many as 40 models, 20 models of simple linier regression models and 20 others
are logarithmic linier models for estimating biomass. Allometric equation models
to estimate the carbon mass did same as looking for biomass models. Having

known all the information about carbon storage and allometric equation models,

then analyzed to look for sediment traps management strategies. Analysis was
performed using strength, weaknesses, opportunities, and threats techcnique or
SWOT. The technique is basically looking for internal (strengths and weaknesses)
and external factors (opportunities and threats). After further the internal and
external factor were known to be weight and ratting to got score or total value of
each factors. The last will be known the best of strategies to manage the mangrove
ecosystem at the sediment trap.
The research result revealed that: 1) mangrove ecosystems at the sediment
traps can stored as much total carbon 158.55 tons C or 180.17 tons C/ha.
Mangrove vegetation can stored 31.52 tons C or 35.82 tons C/ha and sediment
can stored 127.03 tons C or 144.35 tons C /ha. Total emissions of carbon dioxide
(CO2) which can be absorbed as much as 581.88 tons of CO2 or 661.22 tons of
CO2/ha. Allometric equations for estimating biomass elected Avicennia marina
which has a total of 0-500 cm height and trunk diameter ≤ 5 cm is Log Y = -7.42
+ 1.79 (Log Tt) + 0.264 (Log DBH). The equation was chosen to estimate the
biomass of roots, trunk, branches, and leaves are Log Yroots = -8.37 + 1.94 (Log
Tt), Log Ytrunk = -8.83 + 1.99 (Log Tt) + 0.419 (Log DBH), Log Ybranches = -8.63 +
2.01 (Log Tt), and Log Yleaves = -7.73 + 1.63 (Log Tt). Allometric equation was

chosen to estimate the mass of carbon Avicennia marina which has a total of 0500 cm height and trunk diameter ≤ 5cm is Log Y = -8.20 + 1.92 (Log Tt) + 0.327
(Log DBH). Allometric equations for the carbon mass of roots, trunk, branches
and leaves are Log Yroots= -9.11 + 2:04 (Log Tt), Log Ytrunk = -8.89 +2.06 (Log Tt)
+ 0467 (Log DBH), Log Ybranches = -9.41 + 2.13 (Log Tt), and Log Yleaves = -8.46
+ 1.64 (Log DBH).
Now, the position of the management of sediment traps are in quadrant IV,
namely the stability condition (be careful). This condition indicates that the
strategy of trapping sediment in the study site was appropriate for reducing
disasters (abrasion, high waves, and rhob) as the original purpose of installation.
However, it still needs strengthening in a way to minimize the weaknesses that
exist to mitigate emerging threats. Strengthening is contained in management
strategies Weaknesses-Threats (W-T) through the creation of system clear rules
on the restriction of land arising results trapping sediment, policy management of
mangrove ecosystems in the study site, as well as increased public awareness of
the importance of coastal ecosystems in reducing disasters.
Keywords : Avicennia marina, accretion of sediment, carbon biomass, allometric
models, strategies stability

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa
mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk
kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan
laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan
tersebut tidak merugikan kepentingan IPB,
Dilarang menggunakan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya
tulis ini dalam bentuk apap pun tanpa izin IPB.

PENDUGAAN SIMPANAN KARBON ORGANIK EKOSISTEM
MANGROVE DI AREAL PERANGKAP SEDIMEN PESISIR
CAGAR ALAM PULAU DUA BANTEN

TYAS AYU LESTARI

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan


SEKOLAH PASCA SARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Ir Widiatmaka, DEA.

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Alloh SWT atas rahmat dan
ridho-Nya maka pelaksanaan penelitian serta penulisan karya ilmiah yang
berjudul Simpanan Karbon Ekosistem Mangrove di Areal Perangkap Sedimen
Pesisir Cagar Alam Pulau Dua Banten dapat diselesaikan dengan baik.
Penulis menyampaikan penghargaan dan terima kasih kepada:
1. Dr. Ir. M. Yanuar J. Purwanto, M.S dan Prof. Dr. Dra. Ietje Wientarsih,
Apt. M.Sc selaku komisi pembimbing atas semua arahan, bimbingan, dan
segala bentuk dukungannya kepada penulis.
2. Dr. Ir. Widiatmaka, DEA selaku penguji luar komisi dan Prof. Dr. Ir.
Erliza Noor selaku perwakilan dari Prodi Pengelolaan Sumberdaya Alam
dan Lingkungan (PSL) dan juga selaku pimpinan sidang ujian tesis atas
saran dan masukan bagi penulis dan perbaikan karya ilmiah ini.
3. Seluruh dosen dan staf Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Daya
Alam dan Lingkungan Sekolah Pascasarjana IPB atas semua dukungan
dan bantuannya selama penulis melaksanakan studi.
4. Direktur Wetlands International Indonesia (WII), Bapak I Nyoman
Suryadiputra atas ijin dan bantuannya untuk pelaksanaan penelitian di
lokasi kerja WII.
5. Kedua orang tua dan mertua: Ayahanda Ujang Sukanta dan Ibunda
Nuryati, Ayahanda Asep Rahmat dan Ibunda Wawat Suparti, Adinda
Irmayanti serta seluruh keluarga yang turut membantu dukungan moril
dalam penyelesaian karya ilmiah ini.
6. Suami Aswin Rahadian, dan ananda Ashagiselva Tasmira Rahadian atas
segala doa, bantuan, dan semangat selama penyusunan karya ilmiah dari
awal sampai akhir.
7. Sahabat-sahabat seperjuangan PSL IPB angkatan 2013 atas segala
kebersamaan, kekompakan, persahabatan, dan kekeluargaannya.
8. Pihak-pihak lainnya yang telah membantu pelaksanaan studi, penelitian,
dan penulisan karya ilmiah ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu per
satu.
Penulis menyadari bahwa tesis ini masih banyak kekurangan dan jauh dari
sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat
diharapkan. Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat dan dipergunakan
sebagaimana mestinya.

Bogor, Maret 2016
Tyas Ayu Lestari

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

xii

DAFTAR GAMBAR

xiii

DAFTAR LAMPIRAN

xiii

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian

1
1
3
4
5
5

2 TINJAUAN PUSTAKA
Mangrove
Mangrove Jenis Avicennia marina
Sedimen
Perangkap Sedimen
Biomassa dan Massa Karbon Mangrove
Persamaan Alometrik untuk Menduga Biomassa dan Massa Karbon pada
Mangrove

6
6
7
8
9
11
12

3 METODE
Waktu dan Lokasi Penelitian
Alat dan Bahan
Metode Pengumpulan Data
Metode Analisis Data

13
13
14
15
16

4 GAMBARAN UMUM
Kondisi Umum
Sejarah Tanah Timbul

23
23
29

5 HASIL DAN PEMBAHASAN
Simpanan Karbon Vegetasi Avicennia marina
Simpanan Karbon pada Sedimen
Strategi Pengelolaan Perangkap Sedimen

30
30
46
51

6 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

60
60
60

DAFTAR PUSTAKA

61

LAMPIRAN

67

RIWAYAT HIDUP

81

DAFTAR TABEL

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22

Berbagai persamaan alometrik untuk menduga biomassa vegetasi
mangrove
Contoh tabel IFAS/ EFAS dalam analisis swot
Matriks analisis SWOT untuk strategi pengelolaan perangkap sedimen
Hasil analisis kualitas air secara in-situ di sekitar lokasi penelitian
Jumlah vegetasi Avicennia marina dan luasannya di lokasi penelitian
Kadar air Avicennia marina di lokasi penelitian
Biomassa Avicennia marina dalam satu pohon
Kadar zat terbang Avicennia marina a di lokasi penelitian
Kadar abu Avicennia marina di lokasi penelitian
Kadar C-organik Avicennia marina di lokasi penelitian
Massa karbon Avicennia marina dalam satu pohon
Hasil perhitungan biomassa Avicennia marina menggunakan
persamaan alometrik terpilih
Hasil perhitungan biomassa Avicennia marina a menggunakan
berbagai persamaan alometrik
Perbandingan hasil biomassa dengan berbagai persamaan
alometrik berdasarkan selang ketinggian
Perbandingan hasil biomassa dengan berbagai persamaan
alometrik berdasarkan setiap bagian Avicennia marina
Hasil perhitungan massa karbon Avicennia marina menggunakan
persamaan alometrik terpilih
Hasil perhitungan massa karbon Avicennia marina menggunakan
berbagai persamaan alometrik
Perbandingan hasil massa karbon dengan berbagai persamaan
alometrik berdasarkan selang ketinggian
Perbandingan hasil massa karbon dengan berbagai persamaan
alometrik berdasarkan setiap bagian Avicennia marina
Hasil analisis bulk density, % C-organik, dan massa karbon sedimen
di lokasi penelitian
Matriks faktor internal strategi pengelolaan perangkap sedimen
Matriks faktor eksternal strategi pengelolaan perangkap sedimen

13
22
23
28
32
33
33
36
36
38
38
44
44
44
44
45
45
46
46
48
52
55

DAFTAR GAMBAR

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24

Kerangka pikir penelitian
Contoh perangkap sedimen dengan struktur keras
Penjerapan sedimen menggunakan perangkap sedimen berstruktur
Perangkap sedimen dari jaring ikan
Perangkap sedimen dari pagar bambu
Perangkap sedimen dari karung berisi pasir
Peta sebaran titik pengambilan sampel sedimen
Matriks internal-eksternal
Lokasi penelitian berupa tanah timbul hasil perangkap sedimen
Foto udara area perangkap sedimen yang ditumbuhi Avicennia marina
Hamparan pantai berlumpur hasil perangkap sedimen di pesisir CAPD
Pola arus permukaan wilayah Teluk Banten
Material sedimen yang terangkut oleh arus sejajar pantai
Peta distribusi kelas tinggi vegetasi Avicennia marina
Biomassa total Avicennia marina yang tumbuh di lokasi penelitian
Massa karbon total Avicennia marina yang tumbuh di lokasi penelitian
Hubungan tinggi total dengan biomassa total
Hubungan tinggi total dengan massa karbon total
Hubungan DBH dengan biomassa total
Hubungan dDBH dengan massa karbon total
Peta penyebaran sedimen yang terperangkap berdasarkan kelas
Simpanan karbon pada sedimen di lokasi penelitian
Hasil analisis matriks internal-eksternal (IE matrix)
Strategi yang dipakai dalam pengelolaan ekosistem mangrove di area

5
10
10
14
14
15
16
22
24
25
26
26
27
32
34
38
40
41
41
41
47
51
57
58

DAFTAR LAMPIRAN

1 Perangkap sedimen di lokasi penelitian dari tahun 2011-2014
2 Persamaan alometrik untuk menduga biomassa Avicennia marina
berdasarkan kelas ketinggian
3 Persamaan alometrik untuk menduga biomassa Avicennia marina
berdasarkan bagian tumbuhan
4 Persamaan alometrik untuk menduga massa karbon
Avicennia marina berdasarkan kelas ketinggian
5 Persamaan alometrik untuk menduga massa karbon
Avicennia marina berdasarkan bagian tumbuhan
6 Matriks W-T (Weaknessess-Threats) strategi pengelolaan perangkap
sedimen di lokasi penelitian
7 Data dan hasil analisis bagian akar dari Avicennia marina
8 Data dan hasil analisis bagian batang dari Avicennia marina
9 Data dan hasil analisis bagian cabang dari Avicennia marina
10 Data dan hasil analisis bagian daun dari Avicennia marina
11 Hasil analisis biomassa. massa karbon, dan serapan karbondiokasida (CO2)
12 Data dan informasi sedimen/ substrat lumpur
13 Hasil analisis bulk density (BD) dan % c-organik sedimen/ substrat lumpur
14 Pengambilan sampel sedimen dan vegetasi Avicennia marina
15 Analisis sampel di laboratorium

1

68
68
69
69
70
71
72
72
73
74
75
75
77
78
79

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang
Perubahan iklim menjadi isu yang berkembang dengan cepat dan
mempengaruhi kebijakan global dunia, tidak terkecuali di Indonesia. Perubahan
iklim merupakan perubahan pada unsur-unsur iklim, baik karena variabilitas alam
atau akibat aktifitas manusia dalam kurun waktu yang panjang (IPCC 2001).
Perubahan iklim disebabkan oleh parameter iklim yang berubah, khususnya suhu
udara dan curah hujan yang terjadi antara jangka waktu lima puluh sampai seratus
tahun. Perubahan tersebut disebabkan oleh kegiatan antropogenik melalui
pemakaian bahan bakar fosil dan alih fungsi lahan. Perubahan iklim menyebabkan
kenaikan suhu rata-rata permukaan bumi yang dipicu oleh kenaikan konsentrasi
gas rumah kaca (GRK) di atmosfer seperti karbondioksida (CO2) dan metana
(CH4) sehingga terjadi pemanasan global. Pemanasan global terjadi akibat adanya
efek rumah kaca karena menyerap cahaya infra-merah yang dipantulkan balik
oleh bumi dari matahari. Panas yang terperangkap ini selanjutnya menyebabkan
peningkatan suhu bumi (Widiatmaka 2013).
Robert (2011) dalam Widiatmaka (2013) menyatakan bahwa gas CO2
memberikan kontribusi yang paling besar terhadap efek rumah kaca. Konsentrasi
CO2 di atmosfer ditambah dengan kemampuan memanaskannya maka CO2
memberikan sumbangan sekitar 55%. Komponen GRK lain yang mengisi
atmosfer adalah metana sebanyak 17%, nitrat oksida 7%, dan gas-gas lain
termasuk chlorofluorocarbon (CFC) sebesar 21%. Karbondiokasida juga memiliki
peranan penting dalam kaitannya dengan siklus karbon. Karbon di atmosfer
digunakan dalam proses fotosintesis untuk membuat bahan makanan baru bagi
tanaman. Secara global. Hal tersebut merupakan transfer karbon secara besarbesaran dari atmosfer ke bagian lain, yaitu tanaman. Proses fotosintesis ini dapat
menyerat 120 PG C/tahun dari atmosfer dan kurang lebih 610 PGC dapat
disimpan dalam tanaman dalam kurun waktu tertentu. Selain dalam proses
fotosintesis, karbon di dunia juga tersimpan dalam beberapa kantong karbon
(carbon pool), diantaranya kerak bumi, laut, atmosfer, dan ekosistem darat
(terestrial). Karbon di atmosfer merupakan kantong karbon yang memiliki peran
paling penting dalam menjaga kestabilan suhu bumi karena karbon di atmosfer
sangat peka terhadap perubahan. Kepekaan tersebut akan berimbas pada efek
rumah kaca dan perubahan iklim. Karbon yang tersimpan di atmosfer sebanyak
750 PGC sedangkan karbon yang tersimpan pada kerak bumi, laut, dan ekosistem
darat berturut-turut sebesar 1x108 PGC, 3.8x104 PGC, dan 1.5x103 PGC. Selain di
atmosfer, simpanan karbon yang tak kalah penting berada pada ekosistem darat
karena akan mempengaruhi laju percepatan emisi karbon ke atmosfer jika tidak
dijaga dengan baik. Perubahan sedikit saja terutama jumlah yang diemisikan lebih
besar dibandingkan yang tersimpan akan mempengaruhi suhu permukaan bumi
dan pada akhirnya kebijakan global juga akan berubah. Berbeda dengan karbon
pada kerak bumi dan lautan yang lebih banyak tersimpan di bagian dasar sehingga
potensi penyimpanannya lebih besar dibandingkan pelepasannya karena berada
pada kedalaman yang tinggi (dasar kerak bumi dan lautan).
Terkait hal tersebut pada pertemuan COP (Conferences of The Parties) 15

2

UNFCC (United Nation Framework Convention on Climate Change) di
Copenhagen pada Desember 2009, Indonesia mengumumkan komitmennya untuk
mengurangi emisi karbon hingga 26% sampai tahun 2020 dengan upaya sendiri
atau 41% dengan bantuan internasional. Komitmen Indonesia tersebut tertuang
dalam Pepres Nomor 61 Tahun 2011 Tentang Rencana Aksi Nasional Penurunan
Emisi Gas Rumah Kaca (GRK) dan Perpres Nomor 71 Tahun 2011 Tentang
Penyelenggaraan Inventarisasi GRK Nasional. Pertimbangan untuk menurunkan
GRK didasarkan kepada posisi geografis Indonesia yang sangat rentan terhadap
berbagai bencana diantaranya diakibatkan oleh perubahan iklim. Berbagai
bencana tersebut sudah dirasakan oleh masyarakat yang berada di daerah pesisir
terutama kenaikan muka air laut. Kenaikan muka air laut merupakan ancaman
yang paling berbahaya karena menyebabkan peningkatan potensi banjir rhob dan
erosi pantai.
Cagar Alam Pulau Dua (CAPD) merupakan kawasan lindung seluas 30 ha
dan sebagian besar wilayahnya merupakan hutan mangrove. Ancaman paling
tinggi bagi keberadaan hutan mangrove disana adalah kenaikan muka air laut.
Hasil analisis Sualia (2011) menunjukkan bahwa pada kenaikan air laut setinggi
50 cm maka kawasan CAPD akan terendam kurang lebih seluas 10 ha. Ancaman
kenaikan muka air laut akan sangat dirasakan ketika musim angin barat (sekitar
bulan Januari-Maret) karena kawasan pesisir CAPD akan mengalami
penggerusan dan luasannya sedikit demi sedikit berkurang. Padahal, hutan
mangrove disana memberikan banyak manfaat bagi kesatuan ekosistem
mangrove, diantaranya sebagai benteng pertahanan pesisir dan habitat berbagai
keanekaragaman hayati, khususnya burung air. Jika keberadaan ekosistem
mangrove di CAPD terganggu maka ketahanan pesisir terhadap berbagai bencana
perubahan iklim akan berkurang.
Berdasarkan pengalaman yang terjadi hampir setiap tahun, pada tahun
2011, masyarakat dan Kelompok Pecinta Alam Pesisir Pulau Dua (KPAPPD)
bekerja sama dengan Wetlands International Indonesia (WII) dan Yayasan Lahan
Basah Indonesia (YLBI) mulai membuat perangkap sedimen untuk melindungi
keberadaan ekosistem mangrove di CAPD dari ancaman kenaikan muka air laut.
Perangkap dibuat untuk melindungi pesisir CAPD dan hutan mangrove yang
tumbuh disana. Selain itu, pemasangan perangkap sedimen secara tidak langsung
akan melindungi ekosistem yang berada di belakang CAPD seperti kawasan
tambak dan pemukiman. Perangkap sedimen yang dibuat mengalami beberapa
kali perubahan karena berbagai alasan terutama disebabkan oleh kejadian alam.
Awalnya, perangkap sedimen dibuat dari jaring ikan namun tidak bertahan lama
karena hanyut terbawa gelombang. Selanjutnya, perangkap sedimen dibuat dari
pagar bambu. Pagar tersebut menyerupai benteng yang bersifat permeabel
sehingga air laut dapat keluar masuk ketika terjadi pasang dan surut sehingga
proses fisiologi pada hutan mangrove tetap terjadi. Teknik tersebut cukup berhasil
sehingga banyak sedimen yang terperangkap dan mulai ditumbuhi oleh vegetasi
Avicennia marina secara alami sekitar tahun 2012. Untuk melindungi vegetasi
mangrove yang tumbuh, perangkap sedimen kemudian dipagari dengan karung
berisi pasir.
Hasil dari pemasangan perangkap sedimen menunjukkan bahwa kondisi
pesisir CAPD mulai terlindungi dan sedimen disana mulai stabil. Ketika musim
angin barat datang maka sedimen atau tanah timbul berupa lumpur yang berada di

3

pesisir tidak ikut tergerus gelombang. Selain itu, hutan mangrove yang berada di
CAPD juga ikut terlindungi. Dampak lain yang dirasakan dari tanah timbul yang
sudah stabil tersebut mulai ditumbuhi vegetasi Avicennia marina secara alami.
Dampak tidak langsung yang dirasakan dari pemasangan perangkap sedimen
berupa jasa lingkungan, yaitu sejumlah karbon yang berasal dari vegetasi
mangrove dan sedimen yang terperangkap mulai tersimpan. Hasil penelitian
Donato et al. (2012) menunjukkan bahwa ekosistem mangrove merupakan salah
satu hutan yang menyimpan karbon paling tinggi di kawasan tropis, yaitu sekitar
1.023 Ton C/ha atau setara dengan 3.751 Ton CO2/ha. Hasil tersebut diperoleh
dari pengukuran biomassa pohon, kayu mati, dan kandungan karbon tanah di 25
hutan mangrove sepanjang kawasan Indo-Pasifik. Sumber karbon ekosistem
mangrove di Indo-Pasifik dua kali lebih tinggi dibandingkan hutan dataran tinggi
di daerah tropis dan sub-tropis. Page et al. (2010) dan Hooijer et al. (2006) dalam
Kauffman dan Donato (2012) menyatakan bahwa proporsi terbesar dari sumber
karbon ini berasal dari karbon di bawah permukaan tanah (belowground). Tanah
yang terdapat pada ekosistem mangrove kaya akan bahan organik dan sangat
rentan melepaskan GRK jika terganggu. Jika mereka terdegradasi maka akan
berpotensi mengemisikan karbon. Deforestasi mangrove diperkirakan
menyebabkan emisi sebesar 0.02-0.12 Pg karbon/tahun yang setara dengan 10%
emisi dari deforestasi global.
Sampai saat ini, penelitian mengenai simpanan karbon organik pada
ekosistem mangrove di area perangkap sedimen belum pernah dilakukan.
Berbagai penelitian simpanan karbon lebih banyak berada pada kawasan inti
mangrove baik pada vegetasinya saja maupun pada sedimennya saja secara
terpisah. Isu penelitian simpanan karbon pada area perangkap sedimen sangat
menarik dikarenakan oleh tujuan utama dari pemasangan adalah untuk
melindungi hutan mangrove dan pesisir di CAPD. Namun, pada akhirnya
pemasangan perangkap sedimen tersebut memberikan manfaat penting lainnya
berupa jasa lingkungan yang dapat membantu dalam mengurangi emisi GRK
secara langsung dan secara tidak langsung membantu pemerintah RI
merealisasikan komitmennya mengurangi emisi GRK global. Informasi yang
dihasilkan dapat menjadi kajian baru bagi ilmu pengetahuan dalam rangka upaya
pengurangan emisi GRK sekaligus mitigasi perubahan iklim di wilayah pesisir.
Selain itu, informasi yang dihasilkan dapat dijadikan pertimbangan dalam
menentukan kegiatan rehabilitasi di daerah pesisir menggunakan teknik yang
sama dengan kondisi lingkungan yang menyerupai Teluk Banten dengan manfaat
yang lebih besar.

Perumusan Masalah
Cagar Alam Pulau Dua (CAPD) merupakan kawasan lindung yang tengah
dipertahan keberadaannya. Beberapa tahun terakhir sejak terjadinya perubahan
iklim ancaman kenaikan muka air laut mulai terjadi di kawasan pesisir CAPD.
Ancaman tersebut dapat mengganggu keberadaan dan kelangsungan mata rantai
kehidupan pada ekosistem mangrove disana. Masyarakat dan beberapa LSM
disana melakukan upaya perlindungan pesisir dengan memasang perangkap
sedimen dari jaring ikan pada tahun 2011 sebagai upaya melakukan perlindungan

4

di sana. Upaya tersebut tidak bertahan lama karena perangkap sedimen dari bahan
jaring ikan tidak sanggup menahan gelombang air laut yang tinggi kemudian
hilang. Perangkap sedimen selanjutnya dibuat dari bahan bambu yang dipasang
menyerupai pagar. Perangkap sedimen dari bambu bersifat permeabel sehingga air
laut saat pasang surut dapat keluar masuk areal yang dipasang perangkap sedimen
serta hutan mangrove yang berada di CAPD. Upaya tersebut cukup berhasil
karena areal pesisir CAPD mulai terlindungi dari ancaman kenaikan muka air laut
dan abrasi. Untuk lebih melindungi kondisi tersebut, selanjutnya perangkap
sedimen dilindungi oleh karung berisi pasir yang ditumpuk menyerupai benteng.
Keuntungan langsung yang dirasakan selama kurun waktu kurang lebih 3
tahun adalah kondisi pesisir CAPD mulai stabil dan sedimen yang terperangkap
mulai ditumbuhi vegetasi Avicennia marina secara alami. Kondisi tersebut
berpotensi menyimpan sejumlah karbon organik, baik yang berasal dari vegetasi
maupun dari sedimen. Keuntungan secara tidak langsung tersebut dapat
berkontribusi pada penurunan emisi GRK dimana berdasarkan hasil penelitian
Donato et al. (2012), hutan mangrove mampu menyimpan karbon 8-10 kali lebih
tinggi dibandingkan tipe hutan lainnya. Sampai saat ini, penelitian yang berfokus
pada perhitungan simpanan karbon organik pada ekosistem mangrove di areal
yang dipasang perangkap sedimen belum pernah dilakukan. Penelitian yang telah
adalah perhitungan simpanan karbon pada vegetasi mangrove jenis tertentu
(aboveground carbon) dan karbon tanah secara terpisah (belowground carbon).
Oleh karena itu, isu ini menarik jika diteliti karena diharapkan dapat menjadi
informasi baru bagi ilmu pengetahuan. Selain itu, hasil yang diperoleh diharapkan
dapat menjadi bahan pertimbangan dalam merumuskan strategi mitigasi
perubahan iklim terutama yang berhubungan dengan perlindungan pesisir dan
ekosistem mangrove (Gambar 1), Melalui penelitian ini diharapkan dapat
menjawab beberapa pertanyaan penelitian dianataranya adalah
1. Berapa jumlah total simpanan karbon (karbon vegetasi Avicennia marina
dan sedimen) di area perangkap sedimen?
2. Bagaimana persamaan alometrik untuk menduga biomassa dan massa
karbon Avicennia marina yang tumbuh di area perangkap sedimen?
3. Bagaimana strategi pengelolaan perangkap sedimen agar sedimen yang
terperangkap dan vegetasi mangrove yang tumbuh di lokasi penelitian
tetap terjaga?

Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan permasalahan yang telah diuraikan sebelumnya
maka tujuan dari penelitian adalah:
1. Menghitung jumlah total simpanan karbon organik (karbon vegetasi
Avicennia marina dan sedimen) di area perangkap sedimen.
2. Menentukan persamaan alometrik untuk menduga biomassa dan massa
karbon Avicennia marina yang tumbuh di area perangkap sedimen.
3. Menentukan strategi pengelolaan perangkap sedimen agar sedimen yang
terperangkap dan vegetasi mangrove yang tumbuh di lokasi penelitian
tetap terjaga.

5

Gambar 1 Kerangka pikir penelitian

Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan sumbangan pemikiran
bagi:
1. Ilmu pengetahuan dengan memberikan referensi pendugaan dan
kuantifikasi cadangan karbon melalui pengembangan persamaan alometrik
dan melengkapi varian persamaan alometrik yang belum terakomodasi
pada persamaan alometrik yang tersedia saat ini.
2. Masyarakat dengan memberikan pemahaman akan pentingnya ekosistem
mangrove terhadap ketahanan pesisir.
3. Pemerintah dan pihak terkait dengan memberikan referensi data dan
informasi simpanan karbon pada ekosistem mangrove khususnya di area
perangkap sedimen, memberikan pembelajaran pengetahuan lokal yang
aplikatif, dan memberikan dampak penting pagi pengembangan kebijakan.

Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian mencakup perhitungan simpanan karbon organik
pada ekosistem mangrove di area perangkap sedimen pesisir CAPD Banten.

6

Simpanan karbon organik yang dihitung berasal dari vegetasi Avicennia marina
yang tumbuh alami dan sedimen/lumpur yang terjerap disana. Informasi
mengenai simpanan karbon vegetasi ditunjang oleh informasi hasil pencarian
persamaan alometrik untuk menduga nilai biomassa dan massa karbon dari
Avicennia marina. Hasil penelitian yang diperoleh selanjutnya digunakan untuk
mencari strategi paling baik untuk menjaga perangkap sedimen tersebut agar tetap
dapat melindungi pesisir secara umum dan menjaga sedimen serta vegetasi
Avicennia marina agar tetap baik secara khusus.

2 TINJAUAN PUSTAKA
Mangrove
Kata mangrove berasal dari mangue (bahasa Portugis) yang berarti
tumbuhan dan grove (bahasa Inggris) yang berarti belukar atau hutan kecil. Hutan
mangrove merupakan masyarakat hutan halofil yang menempati zona intertidal
dan subtropika, berupa rawa atau hamparan lumpur yang dibatasi oleh pasang
surut (Moore 1977 dalam Kordi 2012). Menurut Kartawinata (1979) dalam
Setyawan et al. (2003) hutan mangrove dalam bahasa Indonesia sering disebut
sebagai hutan bakau. Padahal, bakau adalah nama generik anggota genus
Rhizophora (Widodo 1987 dalam Setyawan et al. 2003). Hutan mangrove
merupakan sebuah sistem yang sangat produktif terdiri dari tumbuh-tumbuhan
dan hewan yang beradaptasi dengan kehidupan di sepanjang pantai. Mereka
mengekspor sejumlah detritus yang membantu kelangsungan hidup ekosistem
lepas pantai (Snedaker dan Brown 1981). Komunitas mangrove terdiri atas
tumbuhan, hewan, dan mikroba namun tumbuhan memiliki peran penting bagi
kelangsungan hidup komunitas ini.
Mangrove tumbuh di sepanjang pantai atau muara sungai yang
dipengaruhi oleh pasang surut air laut (Kordi 2012). Mangrove banyak dijumpai
di daerah pesisir yang terlindungi dari gempuran ombak dan di daerah yang
landai. Mereka tidak akan tumbuh di pantai yang terjal dan berombak besar
dengan arus pasang surut yang kuat. Hal tersebut disebabkan oleh pada lokasilokasi tersebut sulit terjadi pengendapan lumpur dan pasir yang akan menjadi
substrat tempat pertumbuhan mangrove. Mangrove akan tumbuh subur di daerah
muara sungai atau estuari yang merupakan daerah tujuan akhir berbagai partikel
organik maupun endapan lumpur yang terbawa dari hulu akibat adanya erosi
(Gunarto 2000 dalam Kastolani dan Setiawan 2013).
Tumbuhan mangrove diperkirakan berasal dari Indo-Malaysia yang
merupakan kawasan pusat keanekaragama mangrove dunia. Mangrove kemudian
tersebar ke barat hingga ke India dan Afrika Timur dan ke timur hingga ke
Amerika dan Afrika Barat. Penyebaran mangrove ke arah timur disertai
penyebarannya ke bagian utara hingga ke Jepang dan bagian selatan hingga ke
Selandia Baru. Walsh (1974) dalam Setyawan et al. (2003) membagi mangrove
menjadu dua bagian besar, yaitu mangrove di kawasan Indo-Pasifik Barat yang
meliputi wilayah Asia, India, Afrika Timur dan mangrove di kawasan AmerikaAfrika Barat. Mangrove yang berada di kawasan Indo-Pasifik Barat lebih beragam

7

karena terdiri dari lebih dari 40 spesies sedangkan yang berada di kawasan
Atlantik hanya berjumlah 12 spesies. Ekosistem mangrove di wilayah Indonesia
terpencar di beberapa daerah dan lebih banyak terpusat di Papua.
Di Indonesia, mangrove tumbuh pada berbagai substrat, seperti lumpur,
pasir, terumbu karang, dan kadang kala tumbuh pada batuan. Namun, substrat
mangrove yang paling baik adalah pantai berlumpur yang terlindung dari
gelombang dan selalu mendapat pasokan air tawar (Setyawan et al. 2003).
Substrat akan mempengaruhi pertumbuhan mangrove dan juga zonasi. Zonasi
pada mangrove dipengaruhi oleh lima faktor, yaitu gelombang yang menentukan
frekuensi genangan, salinitas yang berkaitan dengan osmosis mangrove, substrat,
pengaruh darat, dan keterbukaan terhadap gelombang yang menentukan jumlah
substrat yang dapat dimanfaatkan (Sukardjo 1993 dalam Kordi 2012). Menurut
Watson (1928) dalam Anwar et al. (1984) dalam Kordi (2012) menyebutkan
bahwa zonasi mangrove dibagi menjadi lima kategori berdasarkan frekuensi air
pasang, yaitu (1) Zona yang paling dekat dengan laut banyak ditumbuhi oleh
Avicennia dan Sonneratia, (2) Zona selanjutnya berada pada substrat yang sedikit
lebih tinggi banyak ditumbuhi Bruguiera cylindrica, (3) Zona ketiga yang lebih
mengarah ke daratan banyak dihuni oleh Rhizophora, Bruguiera parviflora, dan
Xylocarpus granatum, (4) Zona terakhir yang berada semakin dekat dengan
daratan banyak dihuni oleh jenis Bruguiera gymnorrhiza, (5) Zona peralihan ke
arah daratan biasanya banyak djumpai jenis Lumnitzera racemosa, Xylocarpus
moluccencis, Intsia bijuga, Ficus retusa, rotan, pandan dan nibung pantai, serta
Oncosperma tigillaria,
Mangrove memiliki manfaat dan peran dalam kaitannya dengan ekologi
dan sosial ekonomi. Fungsi mangrove secara ekologi diantaranya menjaga kondisi
pantai agar tetap stabil, melindungi tebing pantai dan tebing sungai, mencegah
terjadinya abrasi dan intrusi air laut, serta sebagai perangkap zat pencemar. Fungsi
mangrove yang tidak kalah penting adalah untuk sekuestrasi karbon, membentuk
daratan baru, menjaga kealamian habitat, sebagai habitat benih ikan, udang, dan
kepiting untuk tempat mencari makan, sumber keanekaragaman biota akuatik dan
non akuatik, serta sumber plasma nutfah. Secara sosial ekonomi, mangrove
memiliki manfaat sebagai bahan bakar (kayu, arang), bahan bangunan (balok,
papan), serta bahan tekstil, makanan, dan obat-obatan (Gunarto 2004). Ekosistem
mangrove juga memiliki memiliki manfaat berupa hasil hutan kayu, hasil hutan
non kayu, bahan pangan, sumber obat-obatan, kawasan wisata, pengambangan
ilmu dan teknologi, serta akuakultur.

Mangrove Jenis Avicennia marina
Menurut Duke et al. (2008), Avicennia marina termasuk Kingdom
Plantae, Filum Thacheophyta, Kelas Magnoliopsida, Ordo Lamiales, Keluarga
Avicenniaceae, Genus Avicennia, dan Jenis Avicennia marina (Forsk) Vierh.
Menurut Yusuf (2010), Avicennia marina dikenal dengan sebutan pohon Api-api
(Jawa), pohon Prapat (Bali), dan Kayu Api Betina (Sumatera Selatan). Avicennia
marina banyak ditemukan dalam ekosistem mangrove yang berada paling luar
atau paling dekat dengan lautan. Jenis ini hidup dalam substrat berpasir, tanah
berlumpur agak lembek atau dangkal, sedikit mengandung bahan organik, dan

8

berkadar garam tinggi (Afzal et al. 2011). Jenis ini merupakan kosmopolitan
yang terdistribusi luas di daerah pesisir tropis dan subtropis. Afrika, Asia,
Amerika Selatan, Australia, Polynesia, dan Selandia baru merupakan wilayahwilayah yang banyak ditemui jenis Avicennia marina.
Avicennia marina merupakan pohon yang tumbuh tegak ataupun
menyebar dan dapat mencapai ketinggian 30 meter. Jenis ini memiliki perakaran
horizontal yang rumit dan berbentuk menyerupai pensil. Bandaranayake (1999)
menyebutkan bahwa daun Avicennia marina tumbuh berhadap-hadapan,
bertangkai, berbentuk bulat telur terbalik, dan ujungnya tumpul serta memiliki
pangkal yang rata. Bagian atas permukaannya ditutupi bintik-bintik kelenjar yang
berbentuk cekung. Bagian bawah daunnya berwarna putih yang bercampur
dengan warna abu-abu muda. Selain itu, daunnya berbentuk elips, bulat
memanjang, dan bulat telur terbalik dengan ujung meruncing sampai menyerupai
bentuk bulat (Noor et al. 2006). Batangnya mengeluarkan getah dan memiliki rasa
yang pahit. Kulit kayunya memiliki warna hijau keabu-abuan dan terkelupas
sedangkan ranting muda serta tangkainya memiliki warna kuning muda dan tidak
berbulu. Bunganya berwarna kuning dengan kelopak bunga pendek dan pucat
(Bandaranayake 1999). Noor et al. (2006) menjelaskan bahwa bunganya
menyerupai trisula dan bergerombol. Bunga ini muncul di bagian tandan, berbau
menyengat, dan memiliki nektar yang banyak. Buahnya berbentuk kotak,
berkatup, berbiji dan berkecambah sebelum rontok (Bandaranayake 1999).
Avicennia marina memiliki beberapa manfaat, diantaranya sebagai
obat untuk kulit terbakar. Resin yang keluar dari kulit kayunya digunakan sebagai
alat kontrasepsi. Buahnya dapat dimakan dan kayunya dapat digunakan sebagai
bahan kertas yang memiliki kualitas tinggi. Selain itu, daunnya dapat
dimanfaatkan sebagai pakan ternak

Sedimen
Sedimen pada ekosistem mangrove merupakan padatan tersuspensi
yang masuk ke area pesisir melalui muara sungai, pengerukan material, dan
resuspensi sedimen bagian bawah oleh gelombang dan kapal-kapal (Holeman
1968, Laronne dan Mosley 1982, Wolanski 1994 dalam Fukurawa dan
Wolanski 1996). Mekanisme sedimentasi pada area mangrove didominasi oleh
proses hidrodinamik yang merupakan bagian dari proses biologi berlawanan di
daerah lepas pantai (Ayukai dan Wolanski 1996 dalam Fukurawa dan
Wolanski 1996). Proses hidrodinamik terdapat arus sungai yang berlawanan
dan sirkulasi baroklinik serta kerusakan yang disebabkan oleh flok (Gibbs
1985, Woodroffe 1985, Dyer 1986, Wolanski et al. 1988, Wolanski 1995,
Wolanski et al. 1995, Wolanski dan Gibbs 1995, Mazda et al. 1995 dalam
Fukurawa dan Wolanski 1996).
Sedimen pada ekosistem mangrove menjadi tempat akar-akar
mangrove tumbuh. Karakteristik sedimen yang baik akan menentukan jumlah
tegakan mangrove yang dapat tumbuh dan berkembang disana. Faktor arus
ketika kondisi pasang dan surut sangat mempengaruhi terbentuknya sedimen.
Arus menentukan ukuran partikel yang terendapkan. Hal tersebut dikarenakan
ketika kondisi pasang surut yang tinggi maka pengendapan partikel debu dapat

9

terhambat. Ketika pasang, ombak akan membawa partikel debu ke daerah
belakang mangrove dan ketika surut maka berbagai partikel tersebut akan
tertarik kembali bersama dengan air laut yang tertarik ke laut. Partikel pasir
akan terlebih dahulu mengendap karena ukurannya jauh lebih besar. Arus yang
kuat akan mempertahan partikel dalam suspensi lebih lama dibandingkan arus
yang lemah. Selain faktor arus, faktor letak dan lokasi kawasan mangrove juga
menjadi salah satu faktor yang menyebabkan terbentuknya substrat (Arif 2003
dalam Indah et al. 2009).
Pada umumnya, sedimen terdiri dari unsur pasir, liat, dan debu.
Perpaduan liat dan debu akan menghasilkan tekstur sedimen yang baik
sedangkan debu yang bercampur dengan liat dan pasir akan menghasilkan
lumpur. Menurut Keersebilck (1983) dalam Indah et al. (2009), tanah-tanah
pada hutan mangrove merupakan tanah yang belum matang. Tanah mangrove
dicirikan dengan aluvial hidromorf atau tanah liat laut yang merupakan hasil
endapan. Endapan terbentuk di air yang tenang dan memiliki struktur tanah
yang sama sekali belum berkembang dan masih memiliki konsistensi lumpur
yang sangat lembek. Endapan tersebut mengandung banyak sekali partikel zat
padat yang terbawa dari aliran sungai menuju laut dan berlangsung secara
lambat. Agregasi butir tanah yang mudah terurai atau terdispersi oleh air
menyebabkan tanahnya menjadi berlumpur.

Perangkap Sedimen
Perangkap sedimen merupakan sebuah alat yang digunakan untuk
melindungi garis pantai dan ekosistem pesisir yang bersifat alami maupun buatan.
Masyarakat Indonesia lebih mengenalnya sebagai alat pemecah ombak (APO).
Perangkap sedimen banyak digunakan untuk melindungi pesisir dan ekosistem
mangrove karena pada awalnya alat ini banyak digunakan untuk memecah
gelombang laut agar kekuatannya lebih kecil ketika sampai ke daratan.
Gelombang yang datang dari laut lepas akan mengalami difraksi dan refleksi
setelah mengenai perangkap sedimen ini. Ketika gelombang yang terdifraksi
datang maka kemungkinan sedimen akan terbawa ke daerah yang terlindungi.
Sementara itu, ketika galombang terefleksi maka energi gelombang akan
berkurang karena mengenai perangkap sedimen atau APO ini (Yulistiyanto 2009).
Perangkap sedimen yang bersifat alami diantaranya mangrove. Melalui
perakaran mangrove, sedimen tersuspensi masuk ke area pesisir melalui aliran
sungai lalu terjadi pengerukan material dan terjadi resuspensi sedimen bawah
permukaan melalui ombak (Holeman 1968, Laronne dan Mosley 1982, Wolanski
1994 dalam Fukurawa dan Wolanski 1996). Hutan mangrove juga diyakini
memiliki posisi yang cukup penting sebagai penjerap sedimen tersuspensi.
Mekanisme penjerapan sedimen disebabkan oleh mikro turbulensi yang tinggi
dan ditimbulkan oleh aliran pasang surut di sekitar vegetasi mangrove.
Penjerapan sedimen akan meningkatkan luasan habitat mangrove. Sistem
perakaran dan batang yang berada di atas tanah akan meningkatkan proses
pengendapan sedimen (Fukurawa dan Wolanski 1996 dalam Adame et al. 2010).
Perangkap sedimen buatan biasanya dibuat sengaja oleh manusia sebagai
bagian dari perlindungan garis pantai. Perangkap sedimen buatan terbagi menjadi

10

dua macam berdasarkan strukturnya, yaitu struktur keras (hard structure) dan
struktur lunak (soft structure). Perangkap sedimen berstruktur keras terbuat dari
bahan keras, seperti semen, beton, batu, dan sebagainya. Jenis ini ini dibuat
sebagai benteng perlindungan garis pantai dari abrasi air laut. Namun, jenis ini
memiliki kekurangan yaitu ketika gelombang laut mengenai alat tersebut maka
gelombang akan menjadi lebih besar karena memantul pada struktur keras.
Akibatnya, gelombang akan membawa lebih banyak sedimen ke arah laut. Ketika
air laut mengalami kondisi pasang surut, sedimen yang terbawa ke laut tidak akan
terbawa kembali ke pantai karena terhalang oleh struktur keras tersebut.
Hamparan lumpur akan menjadi curam, membentuk cekungan dan bertebing
(Gambar 2).

Gambar 2 Contoh perangkap sedimen dengan struktur keras (LGF Team 2012)

Gambar 3 Penjerapan sedimen menggunakan perangkap sedimen berstruktur
lunak (Winterwerp et al. 2014)
Perangkap sedimen berstruktur lunak mulai banyak dikembangkan karena
kemampuannya bekeja sama dengan alam. Perangkap jenis ini terbuat dari bahan
alami seperti kayu, bambu, karung yang diisi pasir, dan sebagainya (Gambar 3).
Perangkap sedimen jenis ini memiliki konsep bekerja bersama dengan alam dan
tidak melawan sistem kerja alam. Teknologi yang digunakan biasanya lebih

11

sederhana berdasarkan informasi kearifan lokal setempat dan dibantu oleh
perkembangan ilmu pengetahuan terkini. Struktur ini mengadopsi sistem kerja
perakaran mangrove yang permeabel sehingga dapat dilalui air dan padatan
tersuspensi berupa sedimen. Teknologi ini sudah berhasil diterapkan di rawa-rawa
negara Belanda dan Jerman. Sistem kerja alat ini adalah mengembalikan sedimen
yang terbawa ke laut. Agitasi dasar laut (ditunjukkan dengan tanda panah yang
menunjuk pada lingkaran) untuk meningkatkan konsentrasi sedimen di bagian
depan. Konstruksi biasanya dibuat tipis dan sempit di atas sedimen sehingga
gelombang dapat dipecah dan energinya berkurang (Winterwerp et al. 2014).

Biomassa dan Massa Karbon Mangrove
Biomassa dan massa kabon merupakan dua unsur penting yang tidak
dapat dipisahkan satu sama lain. Biomassa sebagian besar terdiri atas karbon (C),
yaitu sebanyak 45-50% bahan kering tanaman (Brown 1997). White dan Olask