Gaya Kepemimpinan Kepala Desa Dalam Musyawarah Perencanaan Pembangunan Desa (Musrenbangdes)
GAYA KEPEMIMPINAN KEPALA DESA DALAM
MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA
(MUSRENBANGDES)
(Desa Sukamanah, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor)
RACHMAWATI
DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2016
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Gaya
Kepemimpinan Kepala Desa dalam Musyawarah Perencanaan Pembangunan
Desa (Musrenbangdes)” adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi
manapun. Sumber informasi berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Juni 2016
Rachmawati
I34120105
ii
iii
ABSTRAK
RACHMAWATI. Gaya Kepemimpinan Kepala Desa dalam Musyawarah
Perencanaan Pembangunan Desa (musrenbangdes). Di bawah bimbingan
SOFYAN SJAF.
Perencanaan pembangunan merupakan hal yang sangat penting menentukan
keberhasilan pembangunan desa. Perencanaan pembangunan dilakukan melalui
Musrenbangdes (Musyawarah Perencanaan Pembangunan Desa). Konsep
musyawarah pada Musrenbangdes menunjukkan pelaksanaan yang partisipatif dan
dialogis, namun dalam pelaksanaannya belum dapat berjalan sesuai yang
diharapkan. Sehubungan dengan hal tersebut, pemimpin memiliki peran dalam
menentukan bagaimana Musrenbangdes dilaksanakan. Penelitian ini bertujuan
untuk melihat sejauh mana hubungan gaya kepemimpinan dengan musrenbangdes.
Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode kuantitatif yang didukung oleh
data kualitatif, di Desa Sukamanah, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor
dengan menggunakan analisis korelasi rank spearman. Hasil penelitian
menunjukkan terdapat hubungan antara gaya kepemimpinan yang diterapkan oleh
kepala desa dengan musrenbandes. Gaya kepemimpinan demokratis memiliki
hubungan yang sedang dengan pra-musrenbangdes serta hubungan yang tinggi
dengan pelaksanaan dan pasca musrenbangdes. Diharapkan konsep musyawarah di
Desa Sukamanah dapat terus dilaksanakan dalam setiap pengambilan keputusan.
Kata kunci: Gaya Kepemimpinan, Musrenbangdes
RACHMAWATI. Leadership style of village leader in deliberation of rural
development planning. Supervised by SOFYAN SJAF.
Development planning is a very important thing that will determine the result of
rural
development.
Development
plans
done
through.
Musrenbangdes (Musyawarah Perencanaan Pembangunan Desa). The concept of
deliberation in Musrenbangdes showed implementation participative and
dialogic, but in the reality, this concept has not been able to work as expected.
Related to that, a leader holds a role in determining how Musrenbangdes
implemented.This research conducted as far as which relation between leadership
styles with the implementation of the musrenbangdes. This research used
quantitative metode and supported by qualitative datas in Desa Sukamanah,
Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor, and analized by rank spearman
correlation test. The result of this research showed a correlation between
leadership styles adopted by village leader and musrenbangdes. Democratic
leadership has a relationship being with pre-musrenbangdes and a high
relationship with the implementation and post-musrenbangdes. Expected concept
deliberation in Desa Sukamanah can be conducted in every decision.
Key words: Leadership style, Musrenbangdes
iv
v
GAYA KEPEMIMPINAN KEPALA DESA DALAM
MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA
(MUSRENBANGDES)
(Desa Sukamanah, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor)
RACHMAWATI
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat
pada
Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat
DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2016
vi
viii
ix
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah
melimpahkan anugerah dan pertolongan-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi berjudul “Gaya Kepemimpinan Kepala Desa dalam
Musyawarah Perencanaan Pembangunan Desa (Musrenbangdes)” ini dengan
baik. Penulisan skripsi ini ditujukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh
gelar Sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat pada Departemen Sains
Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi masyarakat, Institut
Pertanian Bogor.
Ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada Bapak Dr. Sofyan Sjaf selaku
pembimbing yang telah memberikan saran dan masukan selama proses penulisan
hingga penyelesaian skripsi ini.
Rasa terima kasih juga saya sampaikan kepada Kepala Desa Sukamanah,
Bapak Ismail; Sekretaris Desa Sukamanah, Bapak Atang; dan seluruh perangkat
Desa Sukamanah, yang selalu bersedia membantu saya selama masa-masa
pengambilan data kuantitatif dan kualitatif di Desa Sukamanah.
Penulis juga menyampaikan hormat dan terimakasih kepada orang tua
tercinta, Bapak Endang Setiawan dan Ibu Cicih Sutarsih yang selalu berdoa tak
terbatas untuk penulis dan senantiasa melimpahkan kasih sayangnya untuk penulis.
Tidak lupa terimakasih juga penulis sampaikan kepada segenap teman-teman satu
perjuangan di Departemen SKPM 49, teman satu bimbingan Nastuti Ekaningtyas
dan Rohmah Hidayati dan sahabatku Widya Hasian yang telah membantu dan
memberi semangat kepada penulis dalam proses penulisan skripsi ini.
Bogor, Juni 2016
Rachmawati
NIM. I34120105
x
xi
DAFTAR ISI
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Masalah Penelitian
Tujuan Penelitian
Kegunaan Penelitian
PENDEKATAN TEORITIS
Tinjauan Pustaka
Kepemimpinan
Kepemimpinan Kepala Desa
Gaya Kepemimpinan
Pembangunan Desa
Perencanaan Pembangunan
Musrenbangdes
Studi Gaya Kepemimpinan dan Musrenbangdes
Studi Gaya Kepemimpinan Kepala Desa
Studi Musrenbangdes
KERANGKA PEMIKIRAN
Hipotesis Penelitian
PENDEKATAN LAPANGAN
Metode Penelitian
Lokasi dan Waktu Penelitian
Teknik Pengumpulan Data
Teknik Penentuan Responden dan Informan
Teknik Pengolahan dan Analisis
Definisi Operasional
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
Perkembangan Desa Sukamanah
Kondisi Geografis
Keadaan Demografi, Pendidikan, Sosial dan Mata Pencaharian
Keadaan Sarana dan Prasarana Wilayah
Kondisi Pemerintahan Desa
Karakteristik Responden
Kelembagaan di Desa Sukamanah
GAYA KEPEMIMPINAN
Kepala Desa Sukamanah
Gaya Kepemimpinan Kepala Desa
Gaya Kepemimpinan Demokratis
Gaya Kepemimpinan Otokratis
Gaya Kepemimpinan Laissez Faire
IKHTISAR
MUSRENBANGDES
Musrenbangdes di Desa Sukamanah
Pelaksanaan Musrenbangdes di Desa Sukamanah
Pra-musrenbangdes
Pelaksanaan musrenbangdes
Pasca-musrenbangdes
1
1
2
3
3
5
5
5
5
6
7
8
9
10
10
12
17
19
21
21
21
21
22
23
24
27
27
29
30
34
37
38
40
43
43
44
45
48
50
52
53
53
55
55
57
58
xii
IKHTISAR
HUBUNGAN GAYA KEPEMIMPINAN DENGAN MUSRENBANGDES
Hubungan Gaya Kepemimpinan Demokratis dengan Pra-musrenbangdes
Hubungan Gaya Kepemimpinan Demokratis dengan Pelaksanaan
Musrenbangdes
Hubungan Gaya Kepemimpinan Demokratis dengan Pasca-musrenbangdes
SIMPULAN DAN SARAN
SIMPULAN
SARAN
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
1. Peta Desa Sukamanah Kecamatan Megamendung Kabupaten Bogor
2. Dokumentasi
RIWAYAT HIDUP
59
61
62
64
67
71
71
72
73
75
75
76
78
xiii
DAFTAR TABEL
1 Kebutuhan data dan instrumen pengumpulan data dalam penelitian
2 Nilai Alfa Cronbach kuesioner penelitian di Desa Sukamanah 2016
3 Daftar kepala desa beserta tahun jabatan di Desa Sukamanah
4 Batas wilayah Desa Sukamanah
5 Orbitasi Desa Sukamanah
6 Pemanfaatan lahan atau penggunaan tanah di Desa Sukamanah 2015
7 Jumlah dan persentase penduduk Desa Sukamanah
8 Jumlah penduduk menurut umur di Desa Sukamanah 2015
9 Jumlah dan persentase sebaran penduduk Desa Sukamanah menurut agama
10 Tingkat pendidikan masyarakat Desa Sukamanah
11 Sarana dan prasarana pendidikan Desa Sukamanah
12 Mata pencaharian masyarakat Desa Sukamanah
13 Hasil pertanian unggulan Desa Sukamanah
14 Fasilitas perekonomian Desa Sukamanah
15 Jumlah sarana dan prasarana pemerintahan Desa Sukamanah
16 Sarana dan prasarana perhubungan Desa Sukamanah
17 Sarana dan prasarana kesehatan Desa Sukamanah
18 Tenaga medis Desa Sukamanah
19 Tingkat pendidikan responden
20 Perbandingan gaya kepemimpinan demokrtais, otokratis dan laissez faire
Kepala Desa Sukamanah
21 Jumlah dan persentase responden berdasarkan gaya kepemimpinan
demokratis di Desa Sukamanah 2016
22 Jumlah dan persentase responden berdasarkan gaya kepemimpinan
otokratis di Desa Sukamanah 2016
23 Jumlah dan persentase responden berdasarkan pengawasan yang dilakukan
oleh kepala desa
24 Jumlah dan persentase responden berdasarkan pengambilan keputusan
sepihak kepala desa
25 Jumlah dan persentase responden berdasarkan gaya kepemimpinan
laissez faire di Desa Sukamanah 2016
26 Jumlah dan persentase responden berdasarkan kebebasan pengambilan
keputusan dan pemberian tanggung jawab oleh kepala desa
27 Jumlah dan persentase responden berdasarkan pengoptimalan kemampuan
yang diberikan oleh kepala desa
28 Persentase responden berdasarkan pangakuan aktif menurut tahapan
musrenbangdes Desa Sukamanah
29 Jumlah dan persentase responden pada pra-musrenbangdes Desa
Sukamanah 2016
30 Jumlah dan persentase responden pada pelaksanaan musrenbangdes Desa
Sukamanah 2016
31 Jumlah dan persentase responden pada pasca-musrenbangdes Desa
Sukamanah 2016
22
24
27
29
29
30
30
31
31
31
32
33
33
34
35
35
36
36
39
44
45
48
49
49
50
50
51
55
56
57
58
xiv
32 Koefisien korelasi gaya kepemimpinan demokratis dengan musrenbangdes
33 Jumlah dan persentase responden menurut pra-musrenbangdes dan gaya
kepemimpinan demokratis di Desa Sukamanah 2016
34 Jumlah dan persentase responden menurut pengambilan keputusan
partisipatif dan pembentukan TPM di Desa Sukamanah 2015
35 Jumlah dan persentase responden menurut pengambilan keputusan
partisipatif dan penyusunan RKP di Desa Sukamanah 2015
36 Jumlah dan persentase responden menurut pelaksanaan musrenbangdes
dan gaya kepemimpinan demokratis di Desa Sukamanah 2016
37 Jumlah dan persentase responden menurut pengambilan keputusan
partisipatif dan kesepakatan kegiatan prioritas di Desa Sukamanah 2015
38 Jumlah dan persentase responden menurut pasca-musrenbangdes dan gaya
kepemimpinan demokratis di Desa Sukamanah 2016
39 Jumlah dan persentase responden menurut pengambilan keputusan
partisipatif dan penyusunan APBDes di Desa Sukamanah 2015
61
62
63
64
65
66
67
68
DAFTAR GAMBAR
1 Kerangka Pemikiran
2 Objek dan unit analisis penelitian
3 Struktur pemerintahan Desa Sukamanah
4 Sebaran jenis kelamin responden penelitian di Desa Sukamanah
2016
5 Sebaran posisi dalam musrenbangdes responden penelitian di Desa
Sukamanah 2016
6 Sebaran posisi di masyarakat responden penelitian di Desa Sukamanah
2016
7 Diagram kelembagaan di Desa Sukamanah
8 Lokasi Penelitian
9 Contoh jurnal pada papan informasi Desa Sukamanah
17
23
37
39
39
40
41
75
76
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) No 114 tahun 2014
membahas mengenai pembangunan desa. Pembangunan desa adalah upaya
peningkatan kualitas hidup dan kehidupan untuk sebesar-besarnya kesejahteraan
masyarakat desa. Pembangunan merupakan salah satu wujud dari kemauan dan
kemampuan suatu negara untuk dapat lebih berkembang ke arah yang lebih baik.
Paradigma pembangunan yang harus dilakukan adalah pembangunan yang berpusat
pada rakyat, memusatkan masyarakat atau rakyat sebagai pusat perhatian dan
sasaran sekaligus pelaku utama dalam pembangunan.
Pembangunan pada dasarnya memiliki tujuan untuk meningkatkan
kesejahteraan rakyat. Perencanaan pembangunan diperlukan dalam melaksanakan
pembangunan agar tujuan yang direncanakan dapat tercapai. Perencanaan
pembangunan desa adalah proses tahapan kegiatan yang diselenggarakan oleh
pemerintah desa dengan melibatkan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dan
unsur masyarakat secara partisipatif guna pemanfaatan dan pengalokasian sumber
daya desa dalam rangka mencapai tujuan pembangunan desa. Dalam melaksanakan
perencanaan pembangunan diperlukan partisipasi masyarakat, hal ini dikarenakan
yang mengetahui kebutuhan dan kondisi desa adalah masyarakat.
Musyawarah perencanaan pembangunan desa (musrenbangdes) telah
menjadi istilah popular dalam penyelenggaraan perencanaan pembangunan desa.
Musrenbangdes dinyatakan dalam Permendagri No 66 Tahun 2007 Pasal 11 ayat
11 yang menyebutkan bahwa musrenbangdes adalah forum musyawarah tahunan
yang dilaksanakan secara partisipatif oleh para pemangku kepentingan desa untuk
menyepakati rencana kegiatan di desa. Konsep “musyawarah” menunjukan bahwa
forum musrenbangdes bersifat pastisipatif dan dialogis. Musyawarah merupakan
istilah yang sebenarnya forum untuk merembugkan sesuatu dan berakhir pada
pengambilan kesepakatan atau pengambilan keputusan bersama, bukan seminar
atau sosialisasi informasi. Namun dalam pelaksanaannya, musrenbangdes
seringkali belum mencerminkan semangat musyawarah yang bersifat pastisipatif
dan dialogis. Pembangunan partisipatif melalui musrenbangdes belum sepenuhnya
tercapai, hal ini mengakibatkan masyarakat belum bisa menyampaikan aspirasi
mereka dalam pelaksanaan musrenbangdes.
Keterlibatan masyarakat dalam musrenbangdes dipengaruhi oleh
kepemimpinan kepala desa dalam menggerakkan masyarakat. Gaya kepemimpinan
menurut (Lippit dan White dalam Octavina et al. 2013) membagi gaya
kepemimpinan menjadi 3 yaitu otokratis, demokratik, dan laissez faire.
Keberhasilan suatu organisasi baik yang berorientasi bisnis maupun publik ataupun
keberhasilan suatu pembangunan, biasanya dipersepsikan sebagai keberhasilan atau
kegagalan pemimpin dalam menerapkan gaya kepemimpinan. Seperti contoh kasus
pelaksanaan musyawarah perencanaan pembangunan desa (musrenbangdes) di
Desa Angkaras1 belum terlaksana dengan baik dan memuaskan. Menurut Djohani
1
Adewanto. 2013. Koordinasi Penyusunan Rencana Pembangunan Di Desa Angkaras Kecamatan
Menyuke Kabupaten Landak. Jurnal S-1 Ilmu Administrasi Negara, 2 (2). Diunduh dari
http://jurmafis.untan.ac.id/index.php/publika/article/view/138/133
2
(2008) musrenbangdes dilaksanakan melalui tiga tahapan, yaitu: pramusrenbangdes, pelaksanaan musrenbangdes, dan pasca-musrenbangdes. Idealnya
masyarakat ikut dilibatkan dalam semua proses musrenbangdes. Contoh kasus pada
Desa Angkaras, kepala desa yang dianggap sebagai koordinator pemerintahaan,
pembangunan dan kemasyarakatan di wilayah tingkat desa belum sepenuhnya
melibatkan para aparatur perangkat desa dan perwakilan kelompok masyarakat
yang ada di Desa Angkaras untuk berpartisipasi dalam pelaksanaan rapat
musrenbangdes. Seharusnya dalam pelaksanaan musrenbangdes Kepala Desa harus
melibatkan seluruh aparatur perangkat desa dan perwakilan-perwakilan kelompok
masyarakat yang ada di desa tersebut untuk berpartisipasi mengikuti pelaksanaan
musrenbangdes. Selain itu dalam pelaksanaan Musrenbangdes di Desa Angkaras,
tingkat kehadiran para aparatur perangkat desa serta perwakilan-perwakilan
organisasi kemasyarakatan masih sangat rendah .
Kepemimpinan seseorang dalam organisasi sangat ditentukan dengan
bagaimana pimpinan dalam menerapkan gaya kepemimpinan untuk mencapai
tujuan (Manolang 2013). Gaya kepemimpinan adalah suatu cara yang digunakan
oleh seorang pemimpin dalam mempengaruhi perilaku orang lain. Gaya
kepemimpinan yang dijalankan oleh kepala desa menentukan bagaimana
musrenbangdes dilaksanakan. Dalam pelaksanaan musrenbangdes, seorang
pemimpin harus dapat mendorong dan memotivasi masyarakat untuk ikut berperan
aktif dalam menentukan perencanaan pembangunan di desa mereka. Kemampuan
pemimpin dalam mendorong dan memotivasi masyarakat untuk ikut serta dalam
musrenbangdes akan mempengaruhi keberhasilan pembangunan yang
dilaksanakan. Perencanaan pembangunan melalui musrenbangdes memiliki peran
penting dalam keberhasilan pembangunan. Dalam penelitian ini ingin melihat
bagaimana Kepala Desa Sukamanah dalam melaksanakan musrenbangdes.
Desa Sukamanah merupakan salah satu desa yang berada Kecamatan
Megamendung Kabupaten Bogor dengan luas 181, 479 ha yang terdiri dari 3 dusun,
7 Rukun Warga (RW), 23 Rukun tetangga (RT) dan 6 kampung (kampung munjul,
kampung Sela awi, Kampung Pondok Gede, Kampung Karakal, kampung Cijeruk
dan kampung Pasir muncang). Desa Sukamanah pernah memenangkan desa terbaik
dan menjadi perwakilan Jawa Barat untuk tingkat Nasional. Partisipasi masyarakat
Desa Sukamanah tergolong cukup tinggi yang dibuktikan dengan adanya
peningkatan partisipasi masyarakat setiap tahunnya. Dengan cukup tingginya
partisipasi masyarakat dalam musrenbangdes, adakah hubungan dengan gaya
kepemimpinan yang diterapkan oleh kepala desa. Oleh karena itu tulisan ini
memiliki pertanyaan sejauh mana hubungan antara gaya kepemimpinan
dengan musrenbangdes?
Masalah Penelitian
Mengetahui gaya kepemimpinan yang dilaksanakan oleh kepala desa serta
mengetahui sejauh mana keterlibatan masyarakat dalam musrenbangdes, maka
munculah pertanyaan umum yaitu, sejauh mana hubungan antara gaya
kepemimpinan yang digunakan dengan musrenbangdes?
3
Kepemimpinan adalah hubungan dimana satu orang yakni pimpinan
mempengaruhi pihak lain untuk bekerja sama secara suka rela dalam usaha
mengerjakan tugas-tugas yang berhubungan untuk mencapai hal yang diinginkan.
Setiap pemimpin memiliki gaya kepemimpinan yang berbeda satu sama lain. Gaya
kepemimpinan adalah suatu cara yang digunakan oleh seorang pemimpin dalam
mempengaruhi perilaku orang lain. Setiap pemimpin akan menjalankan gaya
kemampuan sesuai dengan kemampuan, kepribadian dan lingkungannya. Gaya
kepemimpinan menurut Lippit dan White terbagi menjadi gaya kepemimpinan
otokratik, demokratik dan laissez faire. Keadaan ini melahirkan pertanyaan khusus,
yaitu, apakah gaya kepemimpinan yang digunakan oleh kepala desa di Desa
Sukamanah?
Pembangunan desa adalah seluruh proses kegiatan pembangunan yang
berlangsung di desa yang merupakan bagian tak terpisahkan dari pembangunan
nasional yang mencakup seluruh aspek kehidupan dan penghidupan masyarakat.
Dalam pembangunan desa, dibutuhkan sebuah perencanaan pembangunan yang
merupakan salah satu aspek penting guna mencapai keberhasilan pembangunan.
Perencanaan pembangunan salah satunya dilakukan melalui musrenbangdes.
Musrenbang dilaksanakan pada tingkat desa, kecamatan, kabupaten, provinsi dan
nasional. Dalam penelitian ini akan difokuskan pada pelaksanaan musrenbang
tingkat desa. Konsep musyawarah pada musrenbangdes menunjukan pelaksanaan
yang partisipatif dan dialogis. Namun dalam pelaksanaannya, musrenbangdes
seringkali belum sesuai dengan yang diharapkan. Hal ini dapat terlihat dengan
kepemimpinan kepala desa. Kepala desa sebagai pejabat tertinggi di desa
menentukan bagaimana musrenbangdes dilaksanakan yang akan mempengaruhi
keterlibatan masyarakat dalam musrenbangdes. Keadaan ini melahirkan pertanyaan
khusus kedua, yaitu, sejauh mana keterlibatan masyarakat dalam
musrenbangdes?
Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah yang telah dipaparkan, dapat dirumuskan
tujuan penelitian umum pada penelitian ini yaitu menganalisis hubungan gaya
kepemimpinan dengan musrenbangdes. Adapun tujuan yang lebih spesifik lainnya
adalah sebagai berikut:
1. Mengidentifikasi gaya kepemimpinan yang diterapkan.
2. Menganalisis sejauh mana keterlibatan masyarakat dalam musrenbangdes.
Kegunaan Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kegunaan bagi berbagai pihak,
yaitu:
1. Bagi kalangan akademisi, penelitian ini diharapkan dapat memperluas
pengetahuan mengenai hubungan gaya kepemimpinan dengan
musrenbangdes. Penting untuk dipahami bahwa gaya kepemimpinan yang
diterapkan oleh kepala desa dapat memberikan pengaruh terhadap
keterlibatan masyarakat dalam musrenbangdes. Selain itu, penelitian ini
diharapkan mampu menjadi acuan pustaka dan referensi untuk penelitian
selanjutnya mengenai musrenbangdes di masa mendatang sehingga mampu
4
2.
3.
memberikan kontribusi gambaran realitas di masyarakat sebagai
pertimbangan implementasi kebijakan;
Bagi pembuat kebijakan (pemerintah), penelitian ini diharapkan dapat
memberikan informasi mengenai pentingnya keterlibatan masyarakat dalam
proses musrenbangdes. Keterlibatan masyarakat dalam musrenbangdes dapat
menentukan keberhasilan pembangunan. Hal ini dikarenakan pembangunan
yang dilaksanakan disesuaikan dengan kebutuhan yang dirasakan oleh
masyarakat desa sehingga tidak terjadi pembangunan yang salah sasaran;
Bagi masyarakat, penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan
mengenai hubungan gaya kepemimpinan dengan musrenbangdes.
5
PENDEKATAN TEORITIS
Tinjauan Pustaka
Kepemimpinan
Kepemimpinan menurut Gibson (1997) adalah suatu usaha menggunakan
suatu gaya mempengaruhi dan tidak memaksa untuk memotivasi individu dalam
mencapai tujuan. Kepemimpinan adalah proses dalam mengarahkan dan
mempengaruhi para anggota dalam hal berbagai aktivitas yang harus dilakukan.
Definisi kepemimpinan
menurut Tampubolon (2007) meliputi proses
mempengaruhi dalam menentukan tujuan organisasi, memotivasi perilaku pengikut
untuk mencapai tujuan, mempengaruhi untuk memperbaiki kelompok dan
budayanya. Selain itu juga mempengaruhi interpretasi mengenai peristiwaperistiwa para pengikutnya, pengorganisasian dan aktivitas-aktivitas untuk
mencapai sasaran, memelihara hubungan kerja sama dan kerja kelompok, perolehan
dukungan dan kerja sama dengan orang-orang di luar kelompok dan organisasi.
Kepemimpinan merupakan proses atau serangkaian kegiatan yang saling
berhubungan satu dengan yang lain berisi menggerakkan, membimbing dan mengarahkan serta mengawasi orang lain dalam berbuat sama. Seluruh kegiatan itu dapat
disebut sebagai usaha mempengaruhi perasaan, pikiran dan tingkah laku orang lain
ke arah pencapaian tujuan (Octaviani et al 2013)
Kepemimpinan Kepala Desa
Kepala desa adalah orang yang telah diberikan amanah oleh masyarakat untuk
memimpin organisasi desa dalam rangka untuk mencapai kesejahteraan masyarakat
desa. Kepala desa sebagai pembina dan pengendali kelancaran serta keberhasilan
pelaksanaan PNPM mandiri di desa. Bersama BPD, kepala desa yang relevan dan
mendukung terjadinya proses pelembagaan prinsip dan prosedur PNPM. Selain itu,
kepala desa juga berperan mewakili desa dalam pembentukan badan kerjasama
antar desa (Holilah 2014).
Lebih jelasnya, disebutkan dalam Peraturan Pemerintah No. 72 tahun 2005,
tentang desa, pasal 1 ayat (7) Kepala desa merupakan pimpinan dari pemerintah
desa. Pemimpin adalah orang yang mempunyai kemampuan untuk mempengaruhi
orang lain dalam rangka pencapaian tujuan tertentu. Dengan demikian, kepala desa
dalam pasal 14 (1) sebagai pemimpin desa maka bertugas menyelenggarakan
urusan pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan di desa.
Pemerintah desa menurut UU Nomor 6 tahun 2014 adalah kepala desa atau
yang disebut dengan nama lain dibantu perangkat desa sebagai unsur
penyelenggaraan Pemerintahan Desa. Kepala desa bertugas menyelenggarakan
Pemerintahan desa, melakukan pembangunan desa, pembinaan kemasyarakatan
desa dan pemberdayaan masyarakat desa. Kepala desa memiliki wewenang dalam
UU Nomor 6 Tahun 2014 adalah sebagai berikut: pertama, memimpin
penyelenggaraan pemerintahan desa; kedua, mengangkat dan memberhentikan
perangkat desa; ketiga, memegang kekuasaan pengelolaan keuangan dan aset desa,
keempat, menetapkan peraturan desa; kelima, menetapkan anggaran pendapatan
dan belanja desa; keenam, membina kehidupan masyarakat desa; ketujuh, membina
ketentraman dan ketertiban masyarakat desa; kedelapan, membina dan
meningkatkan perekonomian Desa serta mengintegrasikannya agar mencapai
6
perekonomian skala produktif untuk sebesar-besarnya kemakmuran masyarakat
Desa; kesembilan, mengembangkan sumber pendapatan desa; kesepuluh,
mengusulkan dan menerima pelimpahan sebagian kekayaan negara guna
meningkatkan kesejahteraan masyarakat Desa; kesebelas, mengembangkan
kehidupan sosial budaya masyarakat; kedua belas, memanfaatkan teknologi tepat
guna; ketiga belas, mengoordinasikan pembangunan desa secara partisipatif,
keempat belas mewakili Desa di dalam dan di luar pengadilan atau menunjuk kuasa
hukum untuk mewakilinya sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan; dan kelima belas, melaksanakan wewenang lain yang sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Kepala Desa menurut Adewanto (2013) adalah orang yang dianggap sebagai
koordinator ditingkat desa, maka tugas Kepala Desa adalah mengkoordinir setiap
kegiatan pembangunan di wilayah kerjanya . Oleh karena itu Kepala Desa harus
mampu menciptakan dan melakukan koordinasi yang baik agar terwujud kerjasama
yang harmonis, serasi antar perangkat desa dengan organisasi kemasyarakatan,
serta dengan tokoh masyarakat yang ada di desa. Melalui koordinasi yang baik
diharapkan setiap kegiatan tercipta keterpaduan dan kesa tuan gerak guna mencapai
tujuan bersama sesuai yang diharapkan. Salah satu kegiatan yang membutuhkan
koordinasi yang baik agar tercipta keterpaduan dan kesatuan gerak adalah
Musyawarah rencana pembangunan desa (Musrenbangdes). Hal ini disebabkan
Musrenbangdes merupakan program pokok tahunan yang harus dilaksanakan
karena berfungsi sebagai bahan acuan dalam waktu satu tahun kedepan untuk
melaksanakan pogram pembangunan sesuai dengan aspirasi dan kebutuhan
masyarakat di desa.
Gaya Kepemimpinan
Gaya kepemimpinan adalah cara seorang pemimpan bersikap,
berkomunikasi, dan berinteraksi dengan orang lain dalam mempengaruhi orang
untuk melakukan sesuatu (Holilah 2014). Gaya kepemimpinan adalah suatu cara
yang digunakan oleh seorang pemimpin dalam mempengaruhi perilaku orang lain.
Gaya kepemimpinan merupakan norma perilaku yang dipergunakan oleh seseorang
pada saat orang tersebut mencoba mempengaruhi perilaku orang lain. Masingmasing gaya tersebut memiliki keunggulan dan kelemahan. Gaya kepemimpinan
adalah sekumpulan ciri yang digunakan pimpinan untuk mempengaruhi bawahan
agar sasaran organisasi tercapai atau dapat pula dikatakan bahwa gaya
kepemimpinan adalah pola prilaku dan strategi yang disukai dan sering diterapkan
oleh seorang pemimpin (Rivai 2005)
Gaya kepemimpinan menurut (Lippit dan White dalam Octavina et al. 2013)
membagi gaya kepemimpinan menjadi 3 yaitu otokratis, demokratik, dan laissez
faire. Gaya otokratis, yaitu gaya kepemimpinan otoritarian dapat pula disebut
tukang cerita. Pemimpin otokratis biasanya merasa bahwa mereka mengetahui apa
yang mereka inginkan dan cenderung mengekspresikan kebutuhan-kebutuhan
tersebut dalam bentuk perintah-perintah langsung kepada bawahan. Gaya
demokratis, yaitu gaya kepemimpinan yang dikenal pula sebagai partisipatif. Gaya
ini berasumsi bahwa para anggota organisasi yang ambil bagian secara pribadi
dalam proses pengambilan keputusan akan lebih memungkinkan sebagai suatu
akibat mempunyai komitmen yang jauh lebih besar pada sasaran dan tujuan
organisasi. Pendekatan tidak berarti para pemimpin tidak membuat keputusan,
7
tetapi justru seharusnya memahami terlebih dahulu apakah yang menjadi 3 sasaran
organisasi sehingga mereka dapat mempergunakan pengetahuan para anggotanya,
Gaya laissez faire, yaitu gaya kepemimpinan kendali bebas. Pendekatan ini bukan
berarti tidak adanya sama sekali pimpinan. Gaya ini berasumsi bahwa suatu tugas
disajikan kepada kelompok yang biasanya menentukan teknik-teknik mereka
sendiri guna mencapai tujuan tersebut dalam rangka mencapai sasaran-sasaran dan
kebijakan organisasi.
Gaya kepemimpinan demokratik memiliki ciri-ciri, yaitu : (1) pemimpin dan
bawahan sama-sama terlibat dalam pengambilan keputusan; (2) pemimpin
menerima kritik, saran dan pendapat dari bawahan; (3) pemimpin bersedia bekerja
sama dengan bawahan; (4) Memberikan perintah disertai dengan arahan dan
bimbingan; (5) Hubungan antara pemimpin dan bawahan terjalin dengan baik dan
penuh persahabatan; (6) Pemimpin memberikan motivasi kepada bawahan; (7)
Pemimpin meminta pendapat ketika terjadi permasalahan; (8) Pemimpin
memberikan penghargaan atas prestasi kerja yang telah dicapai. Gaya
kepemimpinan otokratik memiliki ciri-ciri, yaitu: (1)keputusan berada ditangan
seorang pemimpin; (2) pemimpin bekerja secara mandiri dan tidak mau bekerja
sama; (3) pemimpin lebih banyak memberi kritik dari pada pujian; (4) pemimpin
tidak mau menerima kritik dari bawahannya; (5) komunikasi yang berjalan satu
arah; (6) Mendasarkan diri pada kekuasaan dan paksaan mutlak yang harus
dipatuhi; (7) Pengawasan terhadap sikap, tingkah laku, perbuatan atau kegiatan para
bawahannya dilakukan secara ketat; (8) Mengidentifikasi tujuan pribadi sebagai
tujuan organisasi. Gaya kepemimpinan laissez faire memiliki ciri-ciri, yaitu: (1)
Pemimpin bersifat pasif dan memberikan kebebasan kepada bawahannya untuk
mengambil keputusan; (2) Tanggung jawab sepenuhnya diberikan kepada
bawahan; (3) Pemimpin tidak ikut terlibat dalam pelaksanaan kegiatan; (4)
Pemimpin memberikan kesempatan kepada bawahan untuk mengoptimalkan
kemampuan yang dimiliknya; (5) Pemimpin memberikan kebebasan kepada
bawahan untuk bekerja dengan caranya sendiri; (6) Pemimpin tidak memiliki
wibawa dan tidak dapat mengontrol bawahan; (7) Pemimpin tidak memiliki
kemampuan melaksanakan tugas organisasi; (8) hampir tidak ada pengawasan.
Pembangunan Desa
Menurut Tjokrowinoto (1999) secara umum pembangunan dapat diartikan
sebagai proses perubahan dari kondisi nasional yang satu ke kondisi nasional yang
di pandang lebih baik atau kemajuan yang terus menerus menuju perbaikan
kehidupan manusia yang mapan. Pembangunan merupakan proses multi
dimensional yang menyangkut perubahan perubahan yang penting dalam suatu
struktur, sistem sosial ekonomi, sikap masyarakat dan lembaga-lembaga nasional
dan akselerasi pertumbuhan ekonomi, pengangguran kesenjangan dan
pemberantasan kemiskinan absolut menurut Todaro (1977). Ginanjar Kartasasmita
(1997) memberikan pengertian yang lebih sederhana tentang pembangunan yaitu
suatu proses perubahan ke arah yang lebih baik melalui upaya yang dilakukan
secara terencana. Jadi pada dasarnya pembangunan dilaksanakan demi tujuan untuk
pertumbuhan dan perubahan kearah yang lebih baik guna mengatasi masalah yang
dihadapi oleh masyarakat.
Pembangunan desa menurut Dirjen PMD (1996) adalah Seluruh proses
kegiatan pembangunan yang berlangsung di desa/kelurahan yang merupakan
8
bagian tak terpisahkan dari pembangunan nasional yang mencakup seluruh aspek
kehidupan dan penghidupan masyarakat. Pembangunan ini dilaksanakan secara
terpadu dengan mengembangkan swadaya gotong royong dari masyarakat.
Pengertian Pembangunan desa berdasarkan dari pernyataan Adisasmita (2006)
bahwa pembangunan desa adalah seluruh kegiatan pembangunan yang berlangsung
di desa dan meliputi seluruh aspek kehidupan masyarakat, serta dilaksanakan secara
terpadu dengan mengembangkan swadaya gotong royong. Tujuannya adalah untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa berdasarkan kemampuan dan potensi
sumber daya alam (SDA) mereka melalui peningkatan kualitas hidup, ketrampilan
dan prakarsa masyarakat. Pembangunan desa/kelurahan mempunyai makna
membangun masyarakat pedesaan dengan mengutamakan pada aspek kebutuhan
masyarakat.
Menurut Adisasmita (2006) pembangunan pedesaan harus dilihat sebagai
upaya (1) upaya mempercepat pembangunan pedesaan melalui penyediaan
prasarana dan sarana untuk memberdayakan masyarakat, dan; (2) upaya
mempercepat pembangunan ekonomi daerah yang efektif dan kokoh. pembangunan
pedesaan mempunyai lima prinsip yaitu : (1) transparansi (keterbukaan), (2)
partisipatif, (3) dapat dinikmati masyarakat, (4) dapat dipertanggungjawabkan, (5)
berkelanjutan (sustainable).
Pembangunan masyarakat desa menurut Tjokrowinoto (1999) dapat
dilakukan berdasarkan 3 azas, diantaranya: (1) azas pembangunan integral, (2) azas
kekuatan sendiri, (3) azas pemufakatan bersama. Azas pembangunan integral ialah
pembangunan yang seimbang dari semua segi masyarakat desa. Azas kekuatan
sendiri adalah tiap-tiap usaha pertama-tama harus berdasarkan kekuatan sendiri,
azas pemufakatan bersama ialah pembangunan harus dilaksanakan secara benar
untuk menjadi kebutuhan masyarakat desa dan putusan untuk melaksanakan proyek
bukan atas prioritas atasan tetapi merupakan keputusan bersama anggota
masyarakat desa.
Perencanaan Pembangunan
Berlakunya Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan
Keuangan Antara pemerintah Pusat dan Daerah mendorong penyelenggaraan
otonomi daerah yang dilaksanakan dengan memberikan kewenangan yang luas,
nyata, dan bertanggung jawab kepada Daerah. Pemberian kewenangan tersebut
membawa konsekuensi diperlukannya koordinasi dan pengaturan untuk
menyelaraskan pembangunan, baik di tingkat nasional, daerah maupun antar
daerah. Atas dasar kebutuhan ini, pemerintah merasa perlu untuk membentuk
Undang-Undang yang mengatur tentang Sistem Perencanaan Pembangunan
Nasional (SPPN) yaitu Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004. Dua pendekatan
dalam SPPN adalah perencanaan pembangunan partisipatif atas-bawah (top-down)
dan bawah-atas (bottom-up). Pendekatan jenis kedua bermaksud untuk melibatkan
semua pihak yang berkepentingan (stakeholders) terhadap pembangunan, untuk
mendapatkan aspirasi dan menciptakan rasa memiliki. Pendekatan ini dilaksanakan
menurut jenjang pemerintahan melalui musyawarah yang dilaksanakan di tingkat
nasional, provinsi, kabupaten/kota, kecamatan, dan desa. Pada tingkat desa,
musyawarah ini disebut Musyawarah Perencanaan Pembangunan Desa
9
(Musrenbangdes). Dalam penelitian ini lebih melihat perencanaan yang bersifat
bottom up dan akan melihat musrenbang pada tingkat desa.
Pendekatan partisipatif menurut Suwandi (2012) adalah perencanaan
pembangunan yang menjadikan masyarakat tidak hanya dianggap sebagai objek
pembangunan semata, tetapi juga sebagai subyek dalam pembangunan.
Pembangunan yang berorientasi pada masyarakat berarti hasil pembangunan yang
akan dicapai akan bermanfaat dan berguna bagi masyarakat, selain itu juga resiko
akan ditanggung pula oleh masyarakat. perencanaan yang baik haruslah melibatkan
kepentingan masyarakat, dan dalam prosesnya melibatkan rakyat (baik secara
langsung maupun tidak langsung).
Musrenbangdes
Musyawarah perencanaan pembangunan desa (Musrenbangdes) telah
menjadi istilah popular dalam penyelenggaraan perencanaan pembangunan desa.
Musrenbangdes dinyatakan dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 66
Tahun 2007 Pasal 11 ayat 11 yang menyebutkan bahwa musrenbangdes adalah
forum musyawarah tahunan yang dilaksanakan secara partisipatif oleh para
pemangku kepentingan desa untuk menyepakati rencana kegiatan di desa. Konsep
“musyawarah” menunjukan bahwa forum musrenbangdes bersifat pastisipatif dan
dialogis. Musyawarah merupakan istilah yang sebenarnya forum untuk
merembugkan sesuatu dan berakhir pada pengambilan kesepakatan atau
pengambilan keputusan bersama, bukan seminar atau sosialisasi informasi.
Pelaksanaan musrenbangdes terbagi menjadi tiga tahapan yaitu tahapan pramusrenbangdes, pelaksanaan musrenbangdes dan pasca-musrenbangdes.
Tahapan Pra-musrenbangdes
1. Pengorganisasian musrenbangdes, terdiri atas kegiatan-kegiatan:
- Pembentukan Tim Penyelenggaraan Musrenbang (TPM)
- Pembentukan Tim Pemandu Musrenbang desa oleh TPM (2-3 orang)
- Persiapan teknis pelaksanaan musrenbangdes
Penyusunan jadwal dan agenda musrenbangdes
Pengumuman kegiatan musrenbangdes desa dan penyebaran
undangan kepada peserta dan narasumber (minimal 7 hari
sebleum Hari-H)
Mengkordinasikan persiapan logistic (tempat, konsumsi, alat dan
bahan)
2. Pengkajian desa secara partisipatif, terdiri atas kegiatan-kegiatan:
- Kajian kondisi, permasalahan, dan potensi desa bersama warga
masyarakat
- Penyusunan data dan informasi desa dari hasil kajian oleh tim
pemandu.
3. Penyusunan draf rancangan awal RKP Desa, terdiri atas kegiatan-kegiatan:
- Kajian ulang (review) dokumen (RPKM Desa dan hasil-hasil kajian
esa oleh TPM dan Tim Pemandu
- Kajian dokumen/data/informasi kebijakan program dan anggaran
daerah oleh TPM dan Tim Pemandu
- Penyusunan draf Rancangan Awal RKP Desa dengan mengacu pada
kajian tadi oleh TPM dan Tim Pemandu
10
Tahapan Pelaksanaan Musrenbangdes
1. Pembukaan. Acara dipandu oleh pembawa acara dengan kegiatan sebagai
berikut:
2. Pemaparan dan diskusi dengan narasumber (diskusi panel) sebagai
masukan untuk musyawarah
3. Pemaparan draf Rancangan Awal RKP Desa oleh TPM dan tanggapan atau
pengecekan oleh peserta
4. Kesepakatan kegiatan prioritas dan anggarannya per bidang/isu.
5. Musyawarah penentuan Tim Delegasi Desa
6. Penutupan yaitu penandatanganan berita acara musrenbangdes dan
penyampaian kata penutup oleh ketua TPM/pemandu.
Tahapan Pasca-musrenbangdes
1. Rapat kerja tim perumus hasil musrenbangdes
2. Pembekalan Tim Delegasi Desa oleh TPM
3. Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APB Desa)
dengan mengacu pada dokumen Rencana Kerja Pembangunan Desa
(RKP Desa)
Studi Gaya Kepemimpinan dan Musrenbangdes
Studi Gaya Kepemimpinan Kepala Desa
Kepemimpinan adalah proses mengarahkan dan mempengaruhi para anggota
dalam hal berbagai aktivitas yang harus dilakukan. Kepemimpinan dibutuhkan
manusia karena adanya suatu keterbatasan dan kelebihan dalam diri manusia. Oleh
karena itu, seorang pemimpin desa atau yang dikenal sebagai kepala desa dituntut
memiliki gaya kepemimpinan yang mampu memberdayakan masyarakatnya guna
mencapai keberhasilan sebagai seorang kepala desa. Di Desa Masaran, Kecamatan
Banyuates, Kabupaten Sampang2, dalam pemilihan kepala desa tahun 2011,
dimenangkan oleh perempuan yaitu Ibu Rahma. Hal ini menarik jika dikaitkan
dengan budaya masyarakat partiarkhi yang segala kegiatan sosial budaya
didominasi oleh laki-laki.
Hasil dari penelitian ini adalah fungsi kepemimpinan kepala desa tidak berjalan
sebagaimana mestinya, karena hanya berfungsi administrasi saja. Hal ini
dikarenakan dalam mengerjakan seluruh pekerjaan kepala desa yang melakukan
adalah suami dari Ibu Rahma sedangkan Ibu Rahma hanya untuk menghadiri
kegiatan dan jika ada yang meminta tanda tangan. Meski begini, masyarakat desa
tidak mempermasalahkan jika yang mengerjakan adalah suami dari Ibu Rahma
sebagaimana yang diungkapkan oleh tokoh blater desa yang mengatakan yang
penting suaminya ikut membantu, jadi tidak maslah dia memiliki kemampuan atau
tidak. Gaya kepemimpinan yang diterapkan oleh Kepala desa perempuan Desa
Masaran adalag gaya kepemimpinan laissez faire. Hal ini terlihat dari pemimpin
yang berfungsi hanya sebagai administrative saja seperti tanda tangan. Menurut
suami ibu Rahma kalau di desa terutama di masura meskipun yang menjadi
2
Holilah. 2014. Fungsi dan Gaya Kepemimpinan Kepala Desa Perempuan di Desa Masaran,
Banyuates Masaran. Jurnal Review Publik, 4 (1), 119-132. Diunduh dari
http://jurnalpolitik.uinsby.ac.id/index.php/jurnalpolitik/article/view/40/39
11
pemimpin adalah perempuan, tapi yang bekerja dan melaksanakan semua
kegiatannya adalah suaminya.
Kesimpulan dari penelitian ini adalah fungsi kepemimpinan Kepala Desa
Rahma di Desa Masaran, Kecamatan Banyuates, Kabupaten Sampang tidak
berjalan sebagaimana mestinya. Karena sebagai pemimpin, dia hanya berfungsi
administrasi saja, sedangkan fungsi top manajemen dilakukan oleh suaminya yaitu
Budi. Hal tersebut disebabkan karena a) pengaruh gender, b) pengaruh budaya
patriarkhi dan c) tidak memiliki kemampuan. Gaya kepemimpinan Kepala Desa
Rahma Di Desa Masaran, Kecamatan Banyuates, Kabupaten Sampang
dikategorikan sebagai gaya kepemimpinan laissez faire.Kepemimpinan laissez
faire yaitu pemimpin yang memberi kebebasan kepada bawahannya untuk
bertindak tanpa diperintahkan.
Kepala desa sebagai seorang pemimpin di lingkup desa memiliki aspek-aspek
kepribadian khas/gaya kepemimpinan yang dapat menunjang usahanya dalam
mewujudkan hubungan yang baik dengan anggota masyarakatnya.Gaya
kepemimpinan kepala desa erat hubungannya dengan tujuan yang hendak dicapai
oleh suatu pemerintahan desa. Oleh karena itu, gaya kepemimpinan kepala desa
selalu dihubungkan dengan kegiatan kepala desa dalam mengarahkan, memotivasi,
berkomunikasi, pengambilan keputusan, dan pengawasan anggotanya untuk
mewujudkan tujuan pemerintahan desa.
Gaya kepemimpinan yang diterapkan oleh Kepala Desa Denok 3 adalah gaya
kepemimpinan Demokratis. Hal ini terlihat dari pemberian arahan yang diberikan
oleh kepala desa kepada masyarakatnya untuk berpartisipasi dalam membangun
desanya. Karena kepala desa Denok adalah orang yang dalam mengarahkan
masyarakatnya apabila terdapat hal-hal yang tidak sependapat selalu
dimusyawarahkan dulu dengan masyarakat desa dan bukan dari kemauan diri
sendiri dan juga beliau senang menerima kritikan, saran, pendapat dan masukan
dari bawahan maupun dari warga masyarakat. Selain itu kegiatan komunikasi dan
koordinasi yang dilakukan Kepala Desa Denok dilakukan untuk meningkatkan
partisipasi masyarakat dalam pembangunan. Hal ini dilakukan dengan melakukan
komunikasi dan koordinasi dengan mengundang para perwakilan masyarakat ketua
RT/RW dan tokoh masyarakat dalam musyawarah. Pengambilan keputusan yang
dilakukan selalu dilakukan dengan musyawarah. Hal itu dibuktikan kepala desa
dengan selalu mengajak masyarakat untuk rapat atau musyawarah bersama dalam
pengambilan keputusannya dengan meminta masyarakat untuk memberikan saran
atau kritik yang sesuai. Belum ratanya pembangunan dan terdapat kesenjangan
sosial antar dusun di Desa Denok, hal ini dikarenakan kepala desa belum maksimal
dalam mengimplementasikan program dari pemerintah.Hal ini bisa terlihat dari
perbedaan yang sangat mencolok antar dusun. Dari dusun Denok krajan terus
masuk ke dusun selanjutnya maka akan semakin sepi dan kelihatan perbedaan
pembangunannya.
3
Fathoni M, Suryadi, Rengu SP. 2015. Gaya Kepemimpinan Kepala Desa dalam Pembangunan
Fisik
Desa.
Jurnal
Administrasi
publik,
3
(1),
139-146.
Diunduh
dari
http://download.portalgaruda.org/article.php?article=285553&val=6469&&title=Gaya%20Kepe
mimpinan%20Kepala%20Desa%20dalam%20Pembangunan%20Fisik%20Desa%20(Studi%20di
%20Desa%20Denok%20Kecamatan%20Lumajang%20Kabupaten%20Lumajang)
12
Kinerja aparat desa pada 15 desa di Kecamatan X Kabupaten Bogor4 kurang
maksimal. Hal ini terlihat dari ketidaktepatan waktu kehadiran pegawai
menunjukkan bahwa kurangnya motivasi untuk bekerja yang dimiliki oleh pegawai.
Karena, jika motivasinya tinggi maka pegawai akan bersemangat untuk bekerja,
sehingga pegawai akan selalu tepat waktu dan bekerja sesuai dengan jam kerjanya.
Selain itu masih adanya pegawai yang bekerja jika diawasi oleh pimpinan dan tidak
bekerja jika pimpinan tidak mengawasi. Lalu adanya keluhan masyarakat mengenai
kurang tanggapnya kompetensi yang dimiliki oleh pegawai desa. tujuan penelitian
ini adalah untuk mengetahui adakah hubungan antara motivasi kerja, kompetensi
dan kepemimpina demokratis dengan kinerja seluruh pegawai pemerintahan di
seluruh Desa di Kecamatan X Kabupaten Bogor.
Hasil dari penelitian ini adalah terdapat hubungan positif dan signifikan
antara motivasi dengan kinerja, artinya ketika motivasi naik maka kinerja juga akan
naik, begitupun sebaliknya ketika motivasi turun maka kinerja akan turun juga.
terdapat hubungan positif dan signifikan antara kompetensi dengan kinerja, artinya
ketika kompetensi naik maka kinerja juga akan naik, begitupun sebaliknya ketika
kompetensi turun maka kinerja akan turun juga. terdapat hubungan positif dan
signifikan antara kepemimpinan demokratis dengan kinerja, artinya ketika
kepemimpinan demokratis naik maka kinerja juga akan naik, begitupun sebaliknya
ketika kepemimpinan demokratis turun maka kinerja akan turun juga.
Berdasarkan 3 hasil penelitian di atas mengenai gaya kepemimpinan kepala
desa, 2 diantaranya menerapkan gaya kepemimpinan demokratis dan 1 menerapkan
gaya kepemimpinan laissez faire. Gaya kepemimpinan laissez faire diterapkan
karena di Desa Masaran masih menganup sistem partiakhi sehingga kepemimpinan
perempuan tidak berpengaruh. Untuk kedua penelitian dengan gaya kepemimpinan
demokratis, terlihat bahwa gaya kepemimpinan demokratis berpengaruh dengan
partisipasi masyakat dalam pembangunan dan memiliki hubungan dengan kinerja
pegawai desa. Ketika kepemimpinan demokratis naik maka kinerja juga akan naik.
Studi Musrenbangdes
Pembangunan pada prinsipnya memiliki tujuan yang tidak lain adalah untuk
mewujudkan masyarakat yang adil, makmur dan sejahtera. Salah satu aspek yang
harus diperhatikan adalah keterlibatan masyarakat dalam pembangunan
(partisipasi). Adapun tahap pembangunan yang dipilih adalah perencanaan. Tahap
perencanaan merupakan tahap paling vital dalam proses pembangunan, karena
perencanaan merupakan suatu hal yang sangat menentukan keberhasilan
pembangunan. Berdasarkan asumsi para pakar pembangunan bahwa semakin tinggi
kepedulian atau partisipasi masyarakat pada proses perencanaan akan memberikan
output yang lebih optimal.
Mekanisme perencanaan pembangunan yang dilakukan di Desa Surakarta 5
didasarkan pada buku panduan perencanaan pembangunan yang dikeluarkan oleh
4
5
Pramanitia H. 2014. Hubungan Antara Motivasi, Kompetensi, dan Kepemimpinan Demokratis
dengan Kinerja Pegawai Pemerintahan Desa. E-journal Graduate Unpar, 1 (1). Diunduh dari
http://journal.unpar.ac.id/index.php/unpargraduate/article/view/549/533
Suwandi, Rostyaningsih D. 2012. Perencanaan Pembangunan Partisipatif di Desa Surakarta
Kecamatan Suranenggala Kabupaten Cirebon. Jurnal, 8 (2), 97-107. Diunduh dari http://ejournals1.undip.ac.id/index.php/jppmr/article/view/1318/1339
13
BAPPEDA Cirebon terbagi menjadi tahap persiapan, pelaksanaan, dan keluaran.
Namun dalam pelaksanaan musrenbangdes di Desa Surakarta diterjemahkan
sederhana bahwa keluaran yang sesuai dengan kesepakatan bersama masyarakat
desa. Aspek perencanaan pembangunan di Surakarta belum memperlihatkan
aspirasi masyarakat yang memenuhi sikap saling percaya dan terbuka. Artinya
dukungan masyarakat terhadap pembangunan yang didanai modal swadaya
mengindikasikan bahwa masyarakat tidak begitu antusias dengan pembangunan di
wilayahnya, ada kesan apatis dan menyerahkan segala sesuatunya kepada
pemerintahan desa.
Musrenbangdes Surakarta selalu dilakukan setiap tahunnya. Namun pada
kenyataannya musrenbangdes Desa Surakarta penyelenggaraannya belum
dilakukan secara optimal. Hal ini dapat dilihat dari keterlibatan masyarakat dalam
musrenbangdes belum mewakili seluruh masyarakat Desa Surakarta.
Kecenderungan yang ada adalah forum musrenbang tidak menjadi forum untuk
menggali usulan masyarakat dari bawah berdasarkan kebutuhan riil di lapangan.
Keterlibatan masyarakat dalam proses perencanan pembangunan belum
memberikan peluang yang sama kepada masyarkat dalam memberikan sumbangan
pemikiran.
Pemberian kewenangan terhadap daerah membawa konsekuensi
diperlukannya koordinasi dan pengaturan untuk menyelaraskan pembangunan baik
ditingkat nasional, daerah maupun antar daerah. Atas kebutuhan ini, pemerintah
merasa perlu membentuk undang-undang yang mengatur tentang sistem
perencanaan pembangunan nasional (SPPN) yaitu undang-undang Nomor 25
Tahun 2004. Dalam SPPN terdapat dua pendekatan yaitu perencanaan
pembangunan partisipatih atas-bawah dan bawah atas. Pendekatan dilakukan
melalui musyawarah yang dilaksanakan di tingkat nasional, provinsi,
kabupaten/kota, kecamatan dan desa. Musyawarah pada tingkat desa disebut
musyawarah Perencanaan Pembangunan Desa (Musrenbangdes). Musrenbangdes
memberi kesempatan luas bagi masyarakat desa untuk berpartisipasi dalam
perencaan pembangunan dan membahas permasalahan yang dihadapi dan
alternative pemecahannya di tingkat desa.
Musrenbangdes yang diselenggarakan di Desa Banjaran6 tidak hanya sekedar
pertemuan seremonial belaka, tetapi benar-benar telah dijadikan forum bagi
masyarakat untuk menyampaikan aspirasi dan kebutuhan yang paling mendesak
bagi desa tersebut. Musrembangdes juga dijadikan sebagai wadah bagi pemerintah
untuk mengkomunikasikan semua kegiatan pembangunan baik yang sudah
dilaksanakan maupun yang akan direncanakan.
Terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi masyarakat dalam
musrenbangdes yang dibedakan menjadi faktor internal dan faktor eksternal. Faktor
internal terdiri dari usia, tingkat pendidikan, jenis pekerjaan, tingkat penghasilan
penduduk dan lamanya tinggal. Sedangkan faktor eksternal terdiri dari komunikasi
dan kepemimpinan. Berdasarkan hasil uji Chi-Square yang memiliki hubungan
dengan keaktifan masyarakat berpartisipasi dalam perencanaan pembangunan desa
6
Suroso H, Hakim A, Noor I. 2014. Faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi masyarakat
dengan perencanaan pembangunan di Desa Banjaran Kecamatan Driyorejo Kabupaten Gresik.
Jurnal, 17 (1). Diunduh dari http://www.wacana.ub.ac.id/index.php/wacana/article/view/290/249
14
melalui musrembangdes ternyata hanya usia, tingkat pendidikan, jenis pekerjaan,
tingkat komunikasi dan kepemimpinan.
Kesimpulan dari penelitian ini adalah telah ada peran serta masyarakat dalam
pelaksanaan Musrenbangdes di Desa Banjaran. Hal ini menunjukkan adanya dalam
administrasi publik dan ini sangat penting dalam pemerintahan yang bercirikan
demokratis. Derajat partisipasi masyarakat dalam Musrenbangdes di Desa Banjaran
baru mencapai pada anak tangga yang kelima yaitu tangga Penentraman, atau masih
sampai pada derajat Pertanda Partisipasi (Degrees of Tokenism). Partisipasi
masyarakat dalam Musrenbangdes di Desa Banjaran masih relatif sedang karena
keaktifan partisipasi relative masih rendah. Hal ini dilihat dari rendahnya
kemampuan masyarakat dalam memberikan data, minimnya usulan yang datang
dari warga, serta masih adanya respon pasif peserta musyawarah atas usulan yang
muncul dari peserta lain. Tingkat pendidikan, tingkat komunikasi,usia, jenis
pekerjaan dan tingkat kepemimpinan masing-masing memiliki hubungan dengan
keaktifan masyarakat berpartisipasi dalam Musrenbangdes di Desa
Banjaran.Sementara,tingkat penghasilan dan lamanya tinggal didesa tidak
mempunyai hubungan yang berarti dengan partisipasi masyarakat.
Musrenbangdes adalah forum musyawarah tahunan para pemangku
kepentingan (stakeholder) desa dalam menyepakati rencana kegiatan pada tahun
anggaran berikutnya. Musren
MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA
(MUSRENBANGDES)
(Desa Sukamanah, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor)
RACHMAWATI
DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2016
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Gaya
Kepemimpinan Kepala Desa dalam Musyawarah Perencanaan Pembangunan
Desa (Musrenbangdes)” adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi
manapun. Sumber informasi berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Juni 2016
Rachmawati
I34120105
ii
iii
ABSTRAK
RACHMAWATI. Gaya Kepemimpinan Kepala Desa dalam Musyawarah
Perencanaan Pembangunan Desa (musrenbangdes). Di bawah bimbingan
SOFYAN SJAF.
Perencanaan pembangunan merupakan hal yang sangat penting menentukan
keberhasilan pembangunan desa. Perencanaan pembangunan dilakukan melalui
Musrenbangdes (Musyawarah Perencanaan Pembangunan Desa). Konsep
musyawarah pada Musrenbangdes menunjukkan pelaksanaan yang partisipatif dan
dialogis, namun dalam pelaksanaannya belum dapat berjalan sesuai yang
diharapkan. Sehubungan dengan hal tersebut, pemimpin memiliki peran dalam
menentukan bagaimana Musrenbangdes dilaksanakan. Penelitian ini bertujuan
untuk melihat sejauh mana hubungan gaya kepemimpinan dengan musrenbangdes.
Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode kuantitatif yang didukung oleh
data kualitatif, di Desa Sukamanah, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor
dengan menggunakan analisis korelasi rank spearman. Hasil penelitian
menunjukkan terdapat hubungan antara gaya kepemimpinan yang diterapkan oleh
kepala desa dengan musrenbandes. Gaya kepemimpinan demokratis memiliki
hubungan yang sedang dengan pra-musrenbangdes serta hubungan yang tinggi
dengan pelaksanaan dan pasca musrenbangdes. Diharapkan konsep musyawarah di
Desa Sukamanah dapat terus dilaksanakan dalam setiap pengambilan keputusan.
Kata kunci: Gaya Kepemimpinan, Musrenbangdes
RACHMAWATI. Leadership style of village leader in deliberation of rural
development planning. Supervised by SOFYAN SJAF.
Development planning is a very important thing that will determine the result of
rural
development.
Development
plans
done
through.
Musrenbangdes (Musyawarah Perencanaan Pembangunan Desa). The concept of
deliberation in Musrenbangdes showed implementation participative and
dialogic, but in the reality, this concept has not been able to work as expected.
Related to that, a leader holds a role in determining how Musrenbangdes
implemented.This research conducted as far as which relation between leadership
styles with the implementation of the musrenbangdes. This research used
quantitative metode and supported by qualitative datas in Desa Sukamanah,
Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor, and analized by rank spearman
correlation test. The result of this research showed a correlation between
leadership styles adopted by village leader and musrenbangdes. Democratic
leadership has a relationship being with pre-musrenbangdes and a high
relationship with the implementation and post-musrenbangdes. Expected concept
deliberation in Desa Sukamanah can be conducted in every decision.
Key words: Leadership style, Musrenbangdes
iv
v
GAYA KEPEMIMPINAN KEPALA DESA DALAM
MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA
(MUSRENBANGDES)
(Desa Sukamanah, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor)
RACHMAWATI
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat
pada
Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat
DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2016
vi
viii
ix
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah
melimpahkan anugerah dan pertolongan-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi berjudul “Gaya Kepemimpinan Kepala Desa dalam
Musyawarah Perencanaan Pembangunan Desa (Musrenbangdes)” ini dengan
baik. Penulisan skripsi ini ditujukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh
gelar Sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat pada Departemen Sains
Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi masyarakat, Institut
Pertanian Bogor.
Ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada Bapak Dr. Sofyan Sjaf selaku
pembimbing yang telah memberikan saran dan masukan selama proses penulisan
hingga penyelesaian skripsi ini.
Rasa terima kasih juga saya sampaikan kepada Kepala Desa Sukamanah,
Bapak Ismail; Sekretaris Desa Sukamanah, Bapak Atang; dan seluruh perangkat
Desa Sukamanah, yang selalu bersedia membantu saya selama masa-masa
pengambilan data kuantitatif dan kualitatif di Desa Sukamanah.
Penulis juga menyampaikan hormat dan terimakasih kepada orang tua
tercinta, Bapak Endang Setiawan dan Ibu Cicih Sutarsih yang selalu berdoa tak
terbatas untuk penulis dan senantiasa melimpahkan kasih sayangnya untuk penulis.
Tidak lupa terimakasih juga penulis sampaikan kepada segenap teman-teman satu
perjuangan di Departemen SKPM 49, teman satu bimbingan Nastuti Ekaningtyas
dan Rohmah Hidayati dan sahabatku Widya Hasian yang telah membantu dan
memberi semangat kepada penulis dalam proses penulisan skripsi ini.
Bogor, Juni 2016
Rachmawati
NIM. I34120105
x
xi
DAFTAR ISI
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Masalah Penelitian
Tujuan Penelitian
Kegunaan Penelitian
PENDEKATAN TEORITIS
Tinjauan Pustaka
Kepemimpinan
Kepemimpinan Kepala Desa
Gaya Kepemimpinan
Pembangunan Desa
Perencanaan Pembangunan
Musrenbangdes
Studi Gaya Kepemimpinan dan Musrenbangdes
Studi Gaya Kepemimpinan Kepala Desa
Studi Musrenbangdes
KERANGKA PEMIKIRAN
Hipotesis Penelitian
PENDEKATAN LAPANGAN
Metode Penelitian
Lokasi dan Waktu Penelitian
Teknik Pengumpulan Data
Teknik Penentuan Responden dan Informan
Teknik Pengolahan dan Analisis
Definisi Operasional
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
Perkembangan Desa Sukamanah
Kondisi Geografis
Keadaan Demografi, Pendidikan, Sosial dan Mata Pencaharian
Keadaan Sarana dan Prasarana Wilayah
Kondisi Pemerintahan Desa
Karakteristik Responden
Kelembagaan di Desa Sukamanah
GAYA KEPEMIMPINAN
Kepala Desa Sukamanah
Gaya Kepemimpinan Kepala Desa
Gaya Kepemimpinan Demokratis
Gaya Kepemimpinan Otokratis
Gaya Kepemimpinan Laissez Faire
IKHTISAR
MUSRENBANGDES
Musrenbangdes di Desa Sukamanah
Pelaksanaan Musrenbangdes di Desa Sukamanah
Pra-musrenbangdes
Pelaksanaan musrenbangdes
Pasca-musrenbangdes
1
1
2
3
3
5
5
5
5
6
7
8
9
10
10
12
17
19
21
21
21
21
22
23
24
27
27
29
30
34
37
38
40
43
43
44
45
48
50
52
53
53
55
55
57
58
xii
IKHTISAR
HUBUNGAN GAYA KEPEMIMPINAN DENGAN MUSRENBANGDES
Hubungan Gaya Kepemimpinan Demokratis dengan Pra-musrenbangdes
Hubungan Gaya Kepemimpinan Demokratis dengan Pelaksanaan
Musrenbangdes
Hubungan Gaya Kepemimpinan Demokratis dengan Pasca-musrenbangdes
SIMPULAN DAN SARAN
SIMPULAN
SARAN
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
1. Peta Desa Sukamanah Kecamatan Megamendung Kabupaten Bogor
2. Dokumentasi
RIWAYAT HIDUP
59
61
62
64
67
71
71
72
73
75
75
76
78
xiii
DAFTAR TABEL
1 Kebutuhan data dan instrumen pengumpulan data dalam penelitian
2 Nilai Alfa Cronbach kuesioner penelitian di Desa Sukamanah 2016
3 Daftar kepala desa beserta tahun jabatan di Desa Sukamanah
4 Batas wilayah Desa Sukamanah
5 Orbitasi Desa Sukamanah
6 Pemanfaatan lahan atau penggunaan tanah di Desa Sukamanah 2015
7 Jumlah dan persentase penduduk Desa Sukamanah
8 Jumlah penduduk menurut umur di Desa Sukamanah 2015
9 Jumlah dan persentase sebaran penduduk Desa Sukamanah menurut agama
10 Tingkat pendidikan masyarakat Desa Sukamanah
11 Sarana dan prasarana pendidikan Desa Sukamanah
12 Mata pencaharian masyarakat Desa Sukamanah
13 Hasil pertanian unggulan Desa Sukamanah
14 Fasilitas perekonomian Desa Sukamanah
15 Jumlah sarana dan prasarana pemerintahan Desa Sukamanah
16 Sarana dan prasarana perhubungan Desa Sukamanah
17 Sarana dan prasarana kesehatan Desa Sukamanah
18 Tenaga medis Desa Sukamanah
19 Tingkat pendidikan responden
20 Perbandingan gaya kepemimpinan demokrtais, otokratis dan laissez faire
Kepala Desa Sukamanah
21 Jumlah dan persentase responden berdasarkan gaya kepemimpinan
demokratis di Desa Sukamanah 2016
22 Jumlah dan persentase responden berdasarkan gaya kepemimpinan
otokratis di Desa Sukamanah 2016
23 Jumlah dan persentase responden berdasarkan pengawasan yang dilakukan
oleh kepala desa
24 Jumlah dan persentase responden berdasarkan pengambilan keputusan
sepihak kepala desa
25 Jumlah dan persentase responden berdasarkan gaya kepemimpinan
laissez faire di Desa Sukamanah 2016
26 Jumlah dan persentase responden berdasarkan kebebasan pengambilan
keputusan dan pemberian tanggung jawab oleh kepala desa
27 Jumlah dan persentase responden berdasarkan pengoptimalan kemampuan
yang diberikan oleh kepala desa
28 Persentase responden berdasarkan pangakuan aktif menurut tahapan
musrenbangdes Desa Sukamanah
29 Jumlah dan persentase responden pada pra-musrenbangdes Desa
Sukamanah 2016
30 Jumlah dan persentase responden pada pelaksanaan musrenbangdes Desa
Sukamanah 2016
31 Jumlah dan persentase responden pada pasca-musrenbangdes Desa
Sukamanah 2016
22
24
27
29
29
30
30
31
31
31
32
33
33
34
35
35
36
36
39
44
45
48
49
49
50
50
51
55
56
57
58
xiv
32 Koefisien korelasi gaya kepemimpinan demokratis dengan musrenbangdes
33 Jumlah dan persentase responden menurut pra-musrenbangdes dan gaya
kepemimpinan demokratis di Desa Sukamanah 2016
34 Jumlah dan persentase responden menurut pengambilan keputusan
partisipatif dan pembentukan TPM di Desa Sukamanah 2015
35 Jumlah dan persentase responden menurut pengambilan keputusan
partisipatif dan penyusunan RKP di Desa Sukamanah 2015
36 Jumlah dan persentase responden menurut pelaksanaan musrenbangdes
dan gaya kepemimpinan demokratis di Desa Sukamanah 2016
37 Jumlah dan persentase responden menurut pengambilan keputusan
partisipatif dan kesepakatan kegiatan prioritas di Desa Sukamanah 2015
38 Jumlah dan persentase responden menurut pasca-musrenbangdes dan gaya
kepemimpinan demokratis di Desa Sukamanah 2016
39 Jumlah dan persentase responden menurut pengambilan keputusan
partisipatif dan penyusunan APBDes di Desa Sukamanah 2015
61
62
63
64
65
66
67
68
DAFTAR GAMBAR
1 Kerangka Pemikiran
2 Objek dan unit analisis penelitian
3 Struktur pemerintahan Desa Sukamanah
4 Sebaran jenis kelamin responden penelitian di Desa Sukamanah
2016
5 Sebaran posisi dalam musrenbangdes responden penelitian di Desa
Sukamanah 2016
6 Sebaran posisi di masyarakat responden penelitian di Desa Sukamanah
2016
7 Diagram kelembagaan di Desa Sukamanah
8 Lokasi Penelitian
9 Contoh jurnal pada papan informasi Desa Sukamanah
17
23
37
39
39
40
41
75
76
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) No 114 tahun 2014
membahas mengenai pembangunan desa. Pembangunan desa adalah upaya
peningkatan kualitas hidup dan kehidupan untuk sebesar-besarnya kesejahteraan
masyarakat desa. Pembangunan merupakan salah satu wujud dari kemauan dan
kemampuan suatu negara untuk dapat lebih berkembang ke arah yang lebih baik.
Paradigma pembangunan yang harus dilakukan adalah pembangunan yang berpusat
pada rakyat, memusatkan masyarakat atau rakyat sebagai pusat perhatian dan
sasaran sekaligus pelaku utama dalam pembangunan.
Pembangunan pada dasarnya memiliki tujuan untuk meningkatkan
kesejahteraan rakyat. Perencanaan pembangunan diperlukan dalam melaksanakan
pembangunan agar tujuan yang direncanakan dapat tercapai. Perencanaan
pembangunan desa adalah proses tahapan kegiatan yang diselenggarakan oleh
pemerintah desa dengan melibatkan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dan
unsur masyarakat secara partisipatif guna pemanfaatan dan pengalokasian sumber
daya desa dalam rangka mencapai tujuan pembangunan desa. Dalam melaksanakan
perencanaan pembangunan diperlukan partisipasi masyarakat, hal ini dikarenakan
yang mengetahui kebutuhan dan kondisi desa adalah masyarakat.
Musyawarah perencanaan pembangunan desa (musrenbangdes) telah
menjadi istilah popular dalam penyelenggaraan perencanaan pembangunan desa.
Musrenbangdes dinyatakan dalam Permendagri No 66 Tahun 2007 Pasal 11 ayat
11 yang menyebutkan bahwa musrenbangdes adalah forum musyawarah tahunan
yang dilaksanakan secara partisipatif oleh para pemangku kepentingan desa untuk
menyepakati rencana kegiatan di desa. Konsep “musyawarah” menunjukan bahwa
forum musrenbangdes bersifat pastisipatif dan dialogis. Musyawarah merupakan
istilah yang sebenarnya forum untuk merembugkan sesuatu dan berakhir pada
pengambilan kesepakatan atau pengambilan keputusan bersama, bukan seminar
atau sosialisasi informasi. Namun dalam pelaksanaannya, musrenbangdes
seringkali belum mencerminkan semangat musyawarah yang bersifat pastisipatif
dan dialogis. Pembangunan partisipatif melalui musrenbangdes belum sepenuhnya
tercapai, hal ini mengakibatkan masyarakat belum bisa menyampaikan aspirasi
mereka dalam pelaksanaan musrenbangdes.
Keterlibatan masyarakat dalam musrenbangdes dipengaruhi oleh
kepemimpinan kepala desa dalam menggerakkan masyarakat. Gaya kepemimpinan
menurut (Lippit dan White dalam Octavina et al. 2013) membagi gaya
kepemimpinan menjadi 3 yaitu otokratis, demokratik, dan laissez faire.
Keberhasilan suatu organisasi baik yang berorientasi bisnis maupun publik ataupun
keberhasilan suatu pembangunan, biasanya dipersepsikan sebagai keberhasilan atau
kegagalan pemimpin dalam menerapkan gaya kepemimpinan. Seperti contoh kasus
pelaksanaan musyawarah perencanaan pembangunan desa (musrenbangdes) di
Desa Angkaras1 belum terlaksana dengan baik dan memuaskan. Menurut Djohani
1
Adewanto. 2013. Koordinasi Penyusunan Rencana Pembangunan Di Desa Angkaras Kecamatan
Menyuke Kabupaten Landak. Jurnal S-1 Ilmu Administrasi Negara, 2 (2). Diunduh dari
http://jurmafis.untan.ac.id/index.php/publika/article/view/138/133
2
(2008) musrenbangdes dilaksanakan melalui tiga tahapan, yaitu: pramusrenbangdes, pelaksanaan musrenbangdes, dan pasca-musrenbangdes. Idealnya
masyarakat ikut dilibatkan dalam semua proses musrenbangdes. Contoh kasus pada
Desa Angkaras, kepala desa yang dianggap sebagai koordinator pemerintahaan,
pembangunan dan kemasyarakatan di wilayah tingkat desa belum sepenuhnya
melibatkan para aparatur perangkat desa dan perwakilan kelompok masyarakat
yang ada di Desa Angkaras untuk berpartisipasi dalam pelaksanaan rapat
musrenbangdes. Seharusnya dalam pelaksanaan musrenbangdes Kepala Desa harus
melibatkan seluruh aparatur perangkat desa dan perwakilan-perwakilan kelompok
masyarakat yang ada di desa tersebut untuk berpartisipasi mengikuti pelaksanaan
musrenbangdes. Selain itu dalam pelaksanaan Musrenbangdes di Desa Angkaras,
tingkat kehadiran para aparatur perangkat desa serta perwakilan-perwakilan
organisasi kemasyarakatan masih sangat rendah .
Kepemimpinan seseorang dalam organisasi sangat ditentukan dengan
bagaimana pimpinan dalam menerapkan gaya kepemimpinan untuk mencapai
tujuan (Manolang 2013). Gaya kepemimpinan adalah suatu cara yang digunakan
oleh seorang pemimpin dalam mempengaruhi perilaku orang lain. Gaya
kepemimpinan yang dijalankan oleh kepala desa menentukan bagaimana
musrenbangdes dilaksanakan. Dalam pelaksanaan musrenbangdes, seorang
pemimpin harus dapat mendorong dan memotivasi masyarakat untuk ikut berperan
aktif dalam menentukan perencanaan pembangunan di desa mereka. Kemampuan
pemimpin dalam mendorong dan memotivasi masyarakat untuk ikut serta dalam
musrenbangdes akan mempengaruhi keberhasilan pembangunan yang
dilaksanakan. Perencanaan pembangunan melalui musrenbangdes memiliki peran
penting dalam keberhasilan pembangunan. Dalam penelitian ini ingin melihat
bagaimana Kepala Desa Sukamanah dalam melaksanakan musrenbangdes.
Desa Sukamanah merupakan salah satu desa yang berada Kecamatan
Megamendung Kabupaten Bogor dengan luas 181, 479 ha yang terdiri dari 3 dusun,
7 Rukun Warga (RW), 23 Rukun tetangga (RT) dan 6 kampung (kampung munjul,
kampung Sela awi, Kampung Pondok Gede, Kampung Karakal, kampung Cijeruk
dan kampung Pasir muncang). Desa Sukamanah pernah memenangkan desa terbaik
dan menjadi perwakilan Jawa Barat untuk tingkat Nasional. Partisipasi masyarakat
Desa Sukamanah tergolong cukup tinggi yang dibuktikan dengan adanya
peningkatan partisipasi masyarakat setiap tahunnya. Dengan cukup tingginya
partisipasi masyarakat dalam musrenbangdes, adakah hubungan dengan gaya
kepemimpinan yang diterapkan oleh kepala desa. Oleh karena itu tulisan ini
memiliki pertanyaan sejauh mana hubungan antara gaya kepemimpinan
dengan musrenbangdes?
Masalah Penelitian
Mengetahui gaya kepemimpinan yang dilaksanakan oleh kepala desa serta
mengetahui sejauh mana keterlibatan masyarakat dalam musrenbangdes, maka
munculah pertanyaan umum yaitu, sejauh mana hubungan antara gaya
kepemimpinan yang digunakan dengan musrenbangdes?
3
Kepemimpinan adalah hubungan dimana satu orang yakni pimpinan
mempengaruhi pihak lain untuk bekerja sama secara suka rela dalam usaha
mengerjakan tugas-tugas yang berhubungan untuk mencapai hal yang diinginkan.
Setiap pemimpin memiliki gaya kepemimpinan yang berbeda satu sama lain. Gaya
kepemimpinan adalah suatu cara yang digunakan oleh seorang pemimpin dalam
mempengaruhi perilaku orang lain. Setiap pemimpin akan menjalankan gaya
kemampuan sesuai dengan kemampuan, kepribadian dan lingkungannya. Gaya
kepemimpinan menurut Lippit dan White terbagi menjadi gaya kepemimpinan
otokratik, demokratik dan laissez faire. Keadaan ini melahirkan pertanyaan khusus,
yaitu, apakah gaya kepemimpinan yang digunakan oleh kepala desa di Desa
Sukamanah?
Pembangunan desa adalah seluruh proses kegiatan pembangunan yang
berlangsung di desa yang merupakan bagian tak terpisahkan dari pembangunan
nasional yang mencakup seluruh aspek kehidupan dan penghidupan masyarakat.
Dalam pembangunan desa, dibutuhkan sebuah perencanaan pembangunan yang
merupakan salah satu aspek penting guna mencapai keberhasilan pembangunan.
Perencanaan pembangunan salah satunya dilakukan melalui musrenbangdes.
Musrenbang dilaksanakan pada tingkat desa, kecamatan, kabupaten, provinsi dan
nasional. Dalam penelitian ini akan difokuskan pada pelaksanaan musrenbang
tingkat desa. Konsep musyawarah pada musrenbangdes menunjukan pelaksanaan
yang partisipatif dan dialogis. Namun dalam pelaksanaannya, musrenbangdes
seringkali belum sesuai dengan yang diharapkan. Hal ini dapat terlihat dengan
kepemimpinan kepala desa. Kepala desa sebagai pejabat tertinggi di desa
menentukan bagaimana musrenbangdes dilaksanakan yang akan mempengaruhi
keterlibatan masyarakat dalam musrenbangdes. Keadaan ini melahirkan pertanyaan
khusus kedua, yaitu, sejauh mana keterlibatan masyarakat dalam
musrenbangdes?
Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah yang telah dipaparkan, dapat dirumuskan
tujuan penelitian umum pada penelitian ini yaitu menganalisis hubungan gaya
kepemimpinan dengan musrenbangdes. Adapun tujuan yang lebih spesifik lainnya
adalah sebagai berikut:
1. Mengidentifikasi gaya kepemimpinan yang diterapkan.
2. Menganalisis sejauh mana keterlibatan masyarakat dalam musrenbangdes.
Kegunaan Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kegunaan bagi berbagai pihak,
yaitu:
1. Bagi kalangan akademisi, penelitian ini diharapkan dapat memperluas
pengetahuan mengenai hubungan gaya kepemimpinan dengan
musrenbangdes. Penting untuk dipahami bahwa gaya kepemimpinan yang
diterapkan oleh kepala desa dapat memberikan pengaruh terhadap
keterlibatan masyarakat dalam musrenbangdes. Selain itu, penelitian ini
diharapkan mampu menjadi acuan pustaka dan referensi untuk penelitian
selanjutnya mengenai musrenbangdes di masa mendatang sehingga mampu
4
2.
3.
memberikan kontribusi gambaran realitas di masyarakat sebagai
pertimbangan implementasi kebijakan;
Bagi pembuat kebijakan (pemerintah), penelitian ini diharapkan dapat
memberikan informasi mengenai pentingnya keterlibatan masyarakat dalam
proses musrenbangdes. Keterlibatan masyarakat dalam musrenbangdes dapat
menentukan keberhasilan pembangunan. Hal ini dikarenakan pembangunan
yang dilaksanakan disesuaikan dengan kebutuhan yang dirasakan oleh
masyarakat desa sehingga tidak terjadi pembangunan yang salah sasaran;
Bagi masyarakat, penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan
mengenai hubungan gaya kepemimpinan dengan musrenbangdes.
5
PENDEKATAN TEORITIS
Tinjauan Pustaka
Kepemimpinan
Kepemimpinan menurut Gibson (1997) adalah suatu usaha menggunakan
suatu gaya mempengaruhi dan tidak memaksa untuk memotivasi individu dalam
mencapai tujuan. Kepemimpinan adalah proses dalam mengarahkan dan
mempengaruhi para anggota dalam hal berbagai aktivitas yang harus dilakukan.
Definisi kepemimpinan
menurut Tampubolon (2007) meliputi proses
mempengaruhi dalam menentukan tujuan organisasi, memotivasi perilaku pengikut
untuk mencapai tujuan, mempengaruhi untuk memperbaiki kelompok dan
budayanya. Selain itu juga mempengaruhi interpretasi mengenai peristiwaperistiwa para pengikutnya, pengorganisasian dan aktivitas-aktivitas untuk
mencapai sasaran, memelihara hubungan kerja sama dan kerja kelompok, perolehan
dukungan dan kerja sama dengan orang-orang di luar kelompok dan organisasi.
Kepemimpinan merupakan proses atau serangkaian kegiatan yang saling
berhubungan satu dengan yang lain berisi menggerakkan, membimbing dan mengarahkan serta mengawasi orang lain dalam berbuat sama. Seluruh kegiatan itu dapat
disebut sebagai usaha mempengaruhi perasaan, pikiran dan tingkah laku orang lain
ke arah pencapaian tujuan (Octaviani et al 2013)
Kepemimpinan Kepala Desa
Kepala desa adalah orang yang telah diberikan amanah oleh masyarakat untuk
memimpin organisasi desa dalam rangka untuk mencapai kesejahteraan masyarakat
desa. Kepala desa sebagai pembina dan pengendali kelancaran serta keberhasilan
pelaksanaan PNPM mandiri di desa. Bersama BPD, kepala desa yang relevan dan
mendukung terjadinya proses pelembagaan prinsip dan prosedur PNPM. Selain itu,
kepala desa juga berperan mewakili desa dalam pembentukan badan kerjasama
antar desa (Holilah 2014).
Lebih jelasnya, disebutkan dalam Peraturan Pemerintah No. 72 tahun 2005,
tentang desa, pasal 1 ayat (7) Kepala desa merupakan pimpinan dari pemerintah
desa. Pemimpin adalah orang yang mempunyai kemampuan untuk mempengaruhi
orang lain dalam rangka pencapaian tujuan tertentu. Dengan demikian, kepala desa
dalam pasal 14 (1) sebagai pemimpin desa maka bertugas menyelenggarakan
urusan pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan di desa.
Pemerintah desa menurut UU Nomor 6 tahun 2014 adalah kepala desa atau
yang disebut dengan nama lain dibantu perangkat desa sebagai unsur
penyelenggaraan Pemerintahan Desa. Kepala desa bertugas menyelenggarakan
Pemerintahan desa, melakukan pembangunan desa, pembinaan kemasyarakatan
desa dan pemberdayaan masyarakat desa. Kepala desa memiliki wewenang dalam
UU Nomor 6 Tahun 2014 adalah sebagai berikut: pertama, memimpin
penyelenggaraan pemerintahan desa; kedua, mengangkat dan memberhentikan
perangkat desa; ketiga, memegang kekuasaan pengelolaan keuangan dan aset desa,
keempat, menetapkan peraturan desa; kelima, menetapkan anggaran pendapatan
dan belanja desa; keenam, membina kehidupan masyarakat desa; ketujuh, membina
ketentraman dan ketertiban masyarakat desa; kedelapan, membina dan
meningkatkan perekonomian Desa serta mengintegrasikannya agar mencapai
6
perekonomian skala produktif untuk sebesar-besarnya kemakmuran masyarakat
Desa; kesembilan, mengembangkan sumber pendapatan desa; kesepuluh,
mengusulkan dan menerima pelimpahan sebagian kekayaan negara guna
meningkatkan kesejahteraan masyarakat Desa; kesebelas, mengembangkan
kehidupan sosial budaya masyarakat; kedua belas, memanfaatkan teknologi tepat
guna; ketiga belas, mengoordinasikan pembangunan desa secara partisipatif,
keempat belas mewakili Desa di dalam dan di luar pengadilan atau menunjuk kuasa
hukum untuk mewakilinya sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan; dan kelima belas, melaksanakan wewenang lain yang sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Kepala Desa menurut Adewanto (2013) adalah orang yang dianggap sebagai
koordinator ditingkat desa, maka tugas Kepala Desa adalah mengkoordinir setiap
kegiatan pembangunan di wilayah kerjanya . Oleh karena itu Kepala Desa harus
mampu menciptakan dan melakukan koordinasi yang baik agar terwujud kerjasama
yang harmonis, serasi antar perangkat desa dengan organisasi kemasyarakatan,
serta dengan tokoh masyarakat yang ada di desa. Melalui koordinasi yang baik
diharapkan setiap kegiatan tercipta keterpaduan dan kesa tuan gerak guna mencapai
tujuan bersama sesuai yang diharapkan. Salah satu kegiatan yang membutuhkan
koordinasi yang baik agar tercipta keterpaduan dan kesatuan gerak adalah
Musyawarah rencana pembangunan desa (Musrenbangdes). Hal ini disebabkan
Musrenbangdes merupakan program pokok tahunan yang harus dilaksanakan
karena berfungsi sebagai bahan acuan dalam waktu satu tahun kedepan untuk
melaksanakan pogram pembangunan sesuai dengan aspirasi dan kebutuhan
masyarakat di desa.
Gaya Kepemimpinan
Gaya kepemimpinan adalah cara seorang pemimpan bersikap,
berkomunikasi, dan berinteraksi dengan orang lain dalam mempengaruhi orang
untuk melakukan sesuatu (Holilah 2014). Gaya kepemimpinan adalah suatu cara
yang digunakan oleh seorang pemimpin dalam mempengaruhi perilaku orang lain.
Gaya kepemimpinan merupakan norma perilaku yang dipergunakan oleh seseorang
pada saat orang tersebut mencoba mempengaruhi perilaku orang lain. Masingmasing gaya tersebut memiliki keunggulan dan kelemahan. Gaya kepemimpinan
adalah sekumpulan ciri yang digunakan pimpinan untuk mempengaruhi bawahan
agar sasaran organisasi tercapai atau dapat pula dikatakan bahwa gaya
kepemimpinan adalah pola prilaku dan strategi yang disukai dan sering diterapkan
oleh seorang pemimpin (Rivai 2005)
Gaya kepemimpinan menurut (Lippit dan White dalam Octavina et al. 2013)
membagi gaya kepemimpinan menjadi 3 yaitu otokratis, demokratik, dan laissez
faire. Gaya otokratis, yaitu gaya kepemimpinan otoritarian dapat pula disebut
tukang cerita. Pemimpin otokratis biasanya merasa bahwa mereka mengetahui apa
yang mereka inginkan dan cenderung mengekspresikan kebutuhan-kebutuhan
tersebut dalam bentuk perintah-perintah langsung kepada bawahan. Gaya
demokratis, yaitu gaya kepemimpinan yang dikenal pula sebagai partisipatif. Gaya
ini berasumsi bahwa para anggota organisasi yang ambil bagian secara pribadi
dalam proses pengambilan keputusan akan lebih memungkinkan sebagai suatu
akibat mempunyai komitmen yang jauh lebih besar pada sasaran dan tujuan
organisasi. Pendekatan tidak berarti para pemimpin tidak membuat keputusan,
7
tetapi justru seharusnya memahami terlebih dahulu apakah yang menjadi 3 sasaran
organisasi sehingga mereka dapat mempergunakan pengetahuan para anggotanya,
Gaya laissez faire, yaitu gaya kepemimpinan kendali bebas. Pendekatan ini bukan
berarti tidak adanya sama sekali pimpinan. Gaya ini berasumsi bahwa suatu tugas
disajikan kepada kelompok yang biasanya menentukan teknik-teknik mereka
sendiri guna mencapai tujuan tersebut dalam rangka mencapai sasaran-sasaran dan
kebijakan organisasi.
Gaya kepemimpinan demokratik memiliki ciri-ciri, yaitu : (1) pemimpin dan
bawahan sama-sama terlibat dalam pengambilan keputusan; (2) pemimpin
menerima kritik, saran dan pendapat dari bawahan; (3) pemimpin bersedia bekerja
sama dengan bawahan; (4) Memberikan perintah disertai dengan arahan dan
bimbingan; (5) Hubungan antara pemimpin dan bawahan terjalin dengan baik dan
penuh persahabatan; (6) Pemimpin memberikan motivasi kepada bawahan; (7)
Pemimpin meminta pendapat ketika terjadi permasalahan; (8) Pemimpin
memberikan penghargaan atas prestasi kerja yang telah dicapai. Gaya
kepemimpinan otokratik memiliki ciri-ciri, yaitu: (1)keputusan berada ditangan
seorang pemimpin; (2) pemimpin bekerja secara mandiri dan tidak mau bekerja
sama; (3) pemimpin lebih banyak memberi kritik dari pada pujian; (4) pemimpin
tidak mau menerima kritik dari bawahannya; (5) komunikasi yang berjalan satu
arah; (6) Mendasarkan diri pada kekuasaan dan paksaan mutlak yang harus
dipatuhi; (7) Pengawasan terhadap sikap, tingkah laku, perbuatan atau kegiatan para
bawahannya dilakukan secara ketat; (8) Mengidentifikasi tujuan pribadi sebagai
tujuan organisasi. Gaya kepemimpinan laissez faire memiliki ciri-ciri, yaitu: (1)
Pemimpin bersifat pasif dan memberikan kebebasan kepada bawahannya untuk
mengambil keputusan; (2) Tanggung jawab sepenuhnya diberikan kepada
bawahan; (3) Pemimpin tidak ikut terlibat dalam pelaksanaan kegiatan; (4)
Pemimpin memberikan kesempatan kepada bawahan untuk mengoptimalkan
kemampuan yang dimiliknya; (5) Pemimpin memberikan kebebasan kepada
bawahan untuk bekerja dengan caranya sendiri; (6) Pemimpin tidak memiliki
wibawa dan tidak dapat mengontrol bawahan; (7) Pemimpin tidak memiliki
kemampuan melaksanakan tugas organisasi; (8) hampir tidak ada pengawasan.
Pembangunan Desa
Menurut Tjokrowinoto (1999) secara umum pembangunan dapat diartikan
sebagai proses perubahan dari kondisi nasional yang satu ke kondisi nasional yang
di pandang lebih baik atau kemajuan yang terus menerus menuju perbaikan
kehidupan manusia yang mapan. Pembangunan merupakan proses multi
dimensional yang menyangkut perubahan perubahan yang penting dalam suatu
struktur, sistem sosial ekonomi, sikap masyarakat dan lembaga-lembaga nasional
dan akselerasi pertumbuhan ekonomi, pengangguran kesenjangan dan
pemberantasan kemiskinan absolut menurut Todaro (1977). Ginanjar Kartasasmita
(1997) memberikan pengertian yang lebih sederhana tentang pembangunan yaitu
suatu proses perubahan ke arah yang lebih baik melalui upaya yang dilakukan
secara terencana. Jadi pada dasarnya pembangunan dilaksanakan demi tujuan untuk
pertumbuhan dan perubahan kearah yang lebih baik guna mengatasi masalah yang
dihadapi oleh masyarakat.
Pembangunan desa menurut Dirjen PMD (1996) adalah Seluruh proses
kegiatan pembangunan yang berlangsung di desa/kelurahan yang merupakan
8
bagian tak terpisahkan dari pembangunan nasional yang mencakup seluruh aspek
kehidupan dan penghidupan masyarakat. Pembangunan ini dilaksanakan secara
terpadu dengan mengembangkan swadaya gotong royong dari masyarakat.
Pengertian Pembangunan desa berdasarkan dari pernyataan Adisasmita (2006)
bahwa pembangunan desa adalah seluruh kegiatan pembangunan yang berlangsung
di desa dan meliputi seluruh aspek kehidupan masyarakat, serta dilaksanakan secara
terpadu dengan mengembangkan swadaya gotong royong. Tujuannya adalah untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa berdasarkan kemampuan dan potensi
sumber daya alam (SDA) mereka melalui peningkatan kualitas hidup, ketrampilan
dan prakarsa masyarakat. Pembangunan desa/kelurahan mempunyai makna
membangun masyarakat pedesaan dengan mengutamakan pada aspek kebutuhan
masyarakat.
Menurut Adisasmita (2006) pembangunan pedesaan harus dilihat sebagai
upaya (1) upaya mempercepat pembangunan pedesaan melalui penyediaan
prasarana dan sarana untuk memberdayakan masyarakat, dan; (2) upaya
mempercepat pembangunan ekonomi daerah yang efektif dan kokoh. pembangunan
pedesaan mempunyai lima prinsip yaitu : (1) transparansi (keterbukaan), (2)
partisipatif, (3) dapat dinikmati masyarakat, (4) dapat dipertanggungjawabkan, (5)
berkelanjutan (sustainable).
Pembangunan masyarakat desa menurut Tjokrowinoto (1999) dapat
dilakukan berdasarkan 3 azas, diantaranya: (1) azas pembangunan integral, (2) azas
kekuatan sendiri, (3) azas pemufakatan bersama. Azas pembangunan integral ialah
pembangunan yang seimbang dari semua segi masyarakat desa. Azas kekuatan
sendiri adalah tiap-tiap usaha pertama-tama harus berdasarkan kekuatan sendiri,
azas pemufakatan bersama ialah pembangunan harus dilaksanakan secara benar
untuk menjadi kebutuhan masyarakat desa dan putusan untuk melaksanakan proyek
bukan atas prioritas atasan tetapi merupakan keputusan bersama anggota
masyarakat desa.
Perencanaan Pembangunan
Berlakunya Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan
Keuangan Antara pemerintah Pusat dan Daerah mendorong penyelenggaraan
otonomi daerah yang dilaksanakan dengan memberikan kewenangan yang luas,
nyata, dan bertanggung jawab kepada Daerah. Pemberian kewenangan tersebut
membawa konsekuensi diperlukannya koordinasi dan pengaturan untuk
menyelaraskan pembangunan, baik di tingkat nasional, daerah maupun antar
daerah. Atas dasar kebutuhan ini, pemerintah merasa perlu untuk membentuk
Undang-Undang yang mengatur tentang Sistem Perencanaan Pembangunan
Nasional (SPPN) yaitu Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004. Dua pendekatan
dalam SPPN adalah perencanaan pembangunan partisipatif atas-bawah (top-down)
dan bawah-atas (bottom-up). Pendekatan jenis kedua bermaksud untuk melibatkan
semua pihak yang berkepentingan (stakeholders) terhadap pembangunan, untuk
mendapatkan aspirasi dan menciptakan rasa memiliki. Pendekatan ini dilaksanakan
menurut jenjang pemerintahan melalui musyawarah yang dilaksanakan di tingkat
nasional, provinsi, kabupaten/kota, kecamatan, dan desa. Pada tingkat desa,
musyawarah ini disebut Musyawarah Perencanaan Pembangunan Desa
9
(Musrenbangdes). Dalam penelitian ini lebih melihat perencanaan yang bersifat
bottom up dan akan melihat musrenbang pada tingkat desa.
Pendekatan partisipatif menurut Suwandi (2012) adalah perencanaan
pembangunan yang menjadikan masyarakat tidak hanya dianggap sebagai objek
pembangunan semata, tetapi juga sebagai subyek dalam pembangunan.
Pembangunan yang berorientasi pada masyarakat berarti hasil pembangunan yang
akan dicapai akan bermanfaat dan berguna bagi masyarakat, selain itu juga resiko
akan ditanggung pula oleh masyarakat. perencanaan yang baik haruslah melibatkan
kepentingan masyarakat, dan dalam prosesnya melibatkan rakyat (baik secara
langsung maupun tidak langsung).
Musrenbangdes
Musyawarah perencanaan pembangunan desa (Musrenbangdes) telah
menjadi istilah popular dalam penyelenggaraan perencanaan pembangunan desa.
Musrenbangdes dinyatakan dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 66
Tahun 2007 Pasal 11 ayat 11 yang menyebutkan bahwa musrenbangdes adalah
forum musyawarah tahunan yang dilaksanakan secara partisipatif oleh para
pemangku kepentingan desa untuk menyepakati rencana kegiatan di desa. Konsep
“musyawarah” menunjukan bahwa forum musrenbangdes bersifat pastisipatif dan
dialogis. Musyawarah merupakan istilah yang sebenarnya forum untuk
merembugkan sesuatu dan berakhir pada pengambilan kesepakatan atau
pengambilan keputusan bersama, bukan seminar atau sosialisasi informasi.
Pelaksanaan musrenbangdes terbagi menjadi tiga tahapan yaitu tahapan pramusrenbangdes, pelaksanaan musrenbangdes dan pasca-musrenbangdes.
Tahapan Pra-musrenbangdes
1. Pengorganisasian musrenbangdes, terdiri atas kegiatan-kegiatan:
- Pembentukan Tim Penyelenggaraan Musrenbang (TPM)
- Pembentukan Tim Pemandu Musrenbang desa oleh TPM (2-3 orang)
- Persiapan teknis pelaksanaan musrenbangdes
Penyusunan jadwal dan agenda musrenbangdes
Pengumuman kegiatan musrenbangdes desa dan penyebaran
undangan kepada peserta dan narasumber (minimal 7 hari
sebleum Hari-H)
Mengkordinasikan persiapan logistic (tempat, konsumsi, alat dan
bahan)
2. Pengkajian desa secara partisipatif, terdiri atas kegiatan-kegiatan:
- Kajian kondisi, permasalahan, dan potensi desa bersama warga
masyarakat
- Penyusunan data dan informasi desa dari hasil kajian oleh tim
pemandu.
3. Penyusunan draf rancangan awal RKP Desa, terdiri atas kegiatan-kegiatan:
- Kajian ulang (review) dokumen (RPKM Desa dan hasil-hasil kajian
esa oleh TPM dan Tim Pemandu
- Kajian dokumen/data/informasi kebijakan program dan anggaran
daerah oleh TPM dan Tim Pemandu
- Penyusunan draf Rancangan Awal RKP Desa dengan mengacu pada
kajian tadi oleh TPM dan Tim Pemandu
10
Tahapan Pelaksanaan Musrenbangdes
1. Pembukaan. Acara dipandu oleh pembawa acara dengan kegiatan sebagai
berikut:
2. Pemaparan dan diskusi dengan narasumber (diskusi panel) sebagai
masukan untuk musyawarah
3. Pemaparan draf Rancangan Awal RKP Desa oleh TPM dan tanggapan atau
pengecekan oleh peserta
4. Kesepakatan kegiatan prioritas dan anggarannya per bidang/isu.
5. Musyawarah penentuan Tim Delegasi Desa
6. Penutupan yaitu penandatanganan berita acara musrenbangdes dan
penyampaian kata penutup oleh ketua TPM/pemandu.
Tahapan Pasca-musrenbangdes
1. Rapat kerja tim perumus hasil musrenbangdes
2. Pembekalan Tim Delegasi Desa oleh TPM
3. Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APB Desa)
dengan mengacu pada dokumen Rencana Kerja Pembangunan Desa
(RKP Desa)
Studi Gaya Kepemimpinan dan Musrenbangdes
Studi Gaya Kepemimpinan Kepala Desa
Kepemimpinan adalah proses mengarahkan dan mempengaruhi para anggota
dalam hal berbagai aktivitas yang harus dilakukan. Kepemimpinan dibutuhkan
manusia karena adanya suatu keterbatasan dan kelebihan dalam diri manusia. Oleh
karena itu, seorang pemimpin desa atau yang dikenal sebagai kepala desa dituntut
memiliki gaya kepemimpinan yang mampu memberdayakan masyarakatnya guna
mencapai keberhasilan sebagai seorang kepala desa. Di Desa Masaran, Kecamatan
Banyuates, Kabupaten Sampang2, dalam pemilihan kepala desa tahun 2011,
dimenangkan oleh perempuan yaitu Ibu Rahma. Hal ini menarik jika dikaitkan
dengan budaya masyarakat partiarkhi yang segala kegiatan sosial budaya
didominasi oleh laki-laki.
Hasil dari penelitian ini adalah fungsi kepemimpinan kepala desa tidak berjalan
sebagaimana mestinya, karena hanya berfungsi administrasi saja. Hal ini
dikarenakan dalam mengerjakan seluruh pekerjaan kepala desa yang melakukan
adalah suami dari Ibu Rahma sedangkan Ibu Rahma hanya untuk menghadiri
kegiatan dan jika ada yang meminta tanda tangan. Meski begini, masyarakat desa
tidak mempermasalahkan jika yang mengerjakan adalah suami dari Ibu Rahma
sebagaimana yang diungkapkan oleh tokoh blater desa yang mengatakan yang
penting suaminya ikut membantu, jadi tidak maslah dia memiliki kemampuan atau
tidak. Gaya kepemimpinan yang diterapkan oleh Kepala desa perempuan Desa
Masaran adalag gaya kepemimpinan laissez faire. Hal ini terlihat dari pemimpin
yang berfungsi hanya sebagai administrative saja seperti tanda tangan. Menurut
suami ibu Rahma kalau di desa terutama di masura meskipun yang menjadi
2
Holilah. 2014. Fungsi dan Gaya Kepemimpinan Kepala Desa Perempuan di Desa Masaran,
Banyuates Masaran. Jurnal Review Publik, 4 (1), 119-132. Diunduh dari
http://jurnalpolitik.uinsby.ac.id/index.php/jurnalpolitik/article/view/40/39
11
pemimpin adalah perempuan, tapi yang bekerja dan melaksanakan semua
kegiatannya adalah suaminya.
Kesimpulan dari penelitian ini adalah fungsi kepemimpinan Kepala Desa
Rahma di Desa Masaran, Kecamatan Banyuates, Kabupaten Sampang tidak
berjalan sebagaimana mestinya. Karena sebagai pemimpin, dia hanya berfungsi
administrasi saja, sedangkan fungsi top manajemen dilakukan oleh suaminya yaitu
Budi. Hal tersebut disebabkan karena a) pengaruh gender, b) pengaruh budaya
patriarkhi dan c) tidak memiliki kemampuan. Gaya kepemimpinan Kepala Desa
Rahma Di Desa Masaran, Kecamatan Banyuates, Kabupaten Sampang
dikategorikan sebagai gaya kepemimpinan laissez faire.Kepemimpinan laissez
faire yaitu pemimpin yang memberi kebebasan kepada bawahannya untuk
bertindak tanpa diperintahkan.
Kepala desa sebagai seorang pemimpin di lingkup desa memiliki aspek-aspek
kepribadian khas/gaya kepemimpinan yang dapat menunjang usahanya dalam
mewujudkan hubungan yang baik dengan anggota masyarakatnya.Gaya
kepemimpinan kepala desa erat hubungannya dengan tujuan yang hendak dicapai
oleh suatu pemerintahan desa. Oleh karena itu, gaya kepemimpinan kepala desa
selalu dihubungkan dengan kegiatan kepala desa dalam mengarahkan, memotivasi,
berkomunikasi, pengambilan keputusan, dan pengawasan anggotanya untuk
mewujudkan tujuan pemerintahan desa.
Gaya kepemimpinan yang diterapkan oleh Kepala Desa Denok 3 adalah gaya
kepemimpinan Demokratis. Hal ini terlihat dari pemberian arahan yang diberikan
oleh kepala desa kepada masyarakatnya untuk berpartisipasi dalam membangun
desanya. Karena kepala desa Denok adalah orang yang dalam mengarahkan
masyarakatnya apabila terdapat hal-hal yang tidak sependapat selalu
dimusyawarahkan dulu dengan masyarakat desa dan bukan dari kemauan diri
sendiri dan juga beliau senang menerima kritikan, saran, pendapat dan masukan
dari bawahan maupun dari warga masyarakat. Selain itu kegiatan komunikasi dan
koordinasi yang dilakukan Kepala Desa Denok dilakukan untuk meningkatkan
partisipasi masyarakat dalam pembangunan. Hal ini dilakukan dengan melakukan
komunikasi dan koordinasi dengan mengundang para perwakilan masyarakat ketua
RT/RW dan tokoh masyarakat dalam musyawarah. Pengambilan keputusan yang
dilakukan selalu dilakukan dengan musyawarah. Hal itu dibuktikan kepala desa
dengan selalu mengajak masyarakat untuk rapat atau musyawarah bersama dalam
pengambilan keputusannya dengan meminta masyarakat untuk memberikan saran
atau kritik yang sesuai. Belum ratanya pembangunan dan terdapat kesenjangan
sosial antar dusun di Desa Denok, hal ini dikarenakan kepala desa belum maksimal
dalam mengimplementasikan program dari pemerintah.Hal ini bisa terlihat dari
perbedaan yang sangat mencolok antar dusun. Dari dusun Denok krajan terus
masuk ke dusun selanjutnya maka akan semakin sepi dan kelihatan perbedaan
pembangunannya.
3
Fathoni M, Suryadi, Rengu SP. 2015. Gaya Kepemimpinan Kepala Desa dalam Pembangunan
Fisik
Desa.
Jurnal
Administrasi
publik,
3
(1),
139-146.
Diunduh
dari
http://download.portalgaruda.org/article.php?article=285553&val=6469&&title=Gaya%20Kepe
mimpinan%20Kepala%20Desa%20dalam%20Pembangunan%20Fisik%20Desa%20(Studi%20di
%20Desa%20Denok%20Kecamatan%20Lumajang%20Kabupaten%20Lumajang)
12
Kinerja aparat desa pada 15 desa di Kecamatan X Kabupaten Bogor4 kurang
maksimal. Hal ini terlihat dari ketidaktepatan waktu kehadiran pegawai
menunjukkan bahwa kurangnya motivasi untuk bekerja yang dimiliki oleh pegawai.
Karena, jika motivasinya tinggi maka pegawai akan bersemangat untuk bekerja,
sehingga pegawai akan selalu tepat waktu dan bekerja sesuai dengan jam kerjanya.
Selain itu masih adanya pegawai yang bekerja jika diawasi oleh pimpinan dan tidak
bekerja jika pimpinan tidak mengawasi. Lalu adanya keluhan masyarakat mengenai
kurang tanggapnya kompetensi yang dimiliki oleh pegawai desa. tujuan penelitian
ini adalah untuk mengetahui adakah hubungan antara motivasi kerja, kompetensi
dan kepemimpina demokratis dengan kinerja seluruh pegawai pemerintahan di
seluruh Desa di Kecamatan X Kabupaten Bogor.
Hasil dari penelitian ini adalah terdapat hubungan positif dan signifikan
antara motivasi dengan kinerja, artinya ketika motivasi naik maka kinerja juga akan
naik, begitupun sebaliknya ketika motivasi turun maka kinerja akan turun juga.
terdapat hubungan positif dan signifikan antara kompetensi dengan kinerja, artinya
ketika kompetensi naik maka kinerja juga akan naik, begitupun sebaliknya ketika
kompetensi turun maka kinerja akan turun juga. terdapat hubungan positif dan
signifikan antara kepemimpinan demokratis dengan kinerja, artinya ketika
kepemimpinan demokratis naik maka kinerja juga akan naik, begitupun sebaliknya
ketika kepemimpinan demokratis turun maka kinerja akan turun juga.
Berdasarkan 3 hasil penelitian di atas mengenai gaya kepemimpinan kepala
desa, 2 diantaranya menerapkan gaya kepemimpinan demokratis dan 1 menerapkan
gaya kepemimpinan laissez faire. Gaya kepemimpinan laissez faire diterapkan
karena di Desa Masaran masih menganup sistem partiakhi sehingga kepemimpinan
perempuan tidak berpengaruh. Untuk kedua penelitian dengan gaya kepemimpinan
demokratis, terlihat bahwa gaya kepemimpinan demokratis berpengaruh dengan
partisipasi masyakat dalam pembangunan dan memiliki hubungan dengan kinerja
pegawai desa. Ketika kepemimpinan demokratis naik maka kinerja juga akan naik.
Studi Musrenbangdes
Pembangunan pada prinsipnya memiliki tujuan yang tidak lain adalah untuk
mewujudkan masyarakat yang adil, makmur dan sejahtera. Salah satu aspek yang
harus diperhatikan adalah keterlibatan masyarakat dalam pembangunan
(partisipasi). Adapun tahap pembangunan yang dipilih adalah perencanaan. Tahap
perencanaan merupakan tahap paling vital dalam proses pembangunan, karena
perencanaan merupakan suatu hal yang sangat menentukan keberhasilan
pembangunan. Berdasarkan asumsi para pakar pembangunan bahwa semakin tinggi
kepedulian atau partisipasi masyarakat pada proses perencanaan akan memberikan
output yang lebih optimal.
Mekanisme perencanaan pembangunan yang dilakukan di Desa Surakarta 5
didasarkan pada buku panduan perencanaan pembangunan yang dikeluarkan oleh
4
5
Pramanitia H. 2014. Hubungan Antara Motivasi, Kompetensi, dan Kepemimpinan Demokratis
dengan Kinerja Pegawai Pemerintahan Desa. E-journal Graduate Unpar, 1 (1). Diunduh dari
http://journal.unpar.ac.id/index.php/unpargraduate/article/view/549/533
Suwandi, Rostyaningsih D. 2012. Perencanaan Pembangunan Partisipatif di Desa Surakarta
Kecamatan Suranenggala Kabupaten Cirebon. Jurnal, 8 (2), 97-107. Diunduh dari http://ejournals1.undip.ac.id/index.php/jppmr/article/view/1318/1339
13
BAPPEDA Cirebon terbagi menjadi tahap persiapan, pelaksanaan, dan keluaran.
Namun dalam pelaksanaan musrenbangdes di Desa Surakarta diterjemahkan
sederhana bahwa keluaran yang sesuai dengan kesepakatan bersama masyarakat
desa. Aspek perencanaan pembangunan di Surakarta belum memperlihatkan
aspirasi masyarakat yang memenuhi sikap saling percaya dan terbuka. Artinya
dukungan masyarakat terhadap pembangunan yang didanai modal swadaya
mengindikasikan bahwa masyarakat tidak begitu antusias dengan pembangunan di
wilayahnya, ada kesan apatis dan menyerahkan segala sesuatunya kepada
pemerintahan desa.
Musrenbangdes Surakarta selalu dilakukan setiap tahunnya. Namun pada
kenyataannya musrenbangdes Desa Surakarta penyelenggaraannya belum
dilakukan secara optimal. Hal ini dapat dilihat dari keterlibatan masyarakat dalam
musrenbangdes belum mewakili seluruh masyarakat Desa Surakarta.
Kecenderungan yang ada adalah forum musrenbang tidak menjadi forum untuk
menggali usulan masyarakat dari bawah berdasarkan kebutuhan riil di lapangan.
Keterlibatan masyarakat dalam proses perencanan pembangunan belum
memberikan peluang yang sama kepada masyarkat dalam memberikan sumbangan
pemikiran.
Pemberian kewenangan terhadap daerah membawa konsekuensi
diperlukannya koordinasi dan pengaturan untuk menyelaraskan pembangunan baik
ditingkat nasional, daerah maupun antar daerah. Atas kebutuhan ini, pemerintah
merasa perlu membentuk undang-undang yang mengatur tentang sistem
perencanaan pembangunan nasional (SPPN) yaitu undang-undang Nomor 25
Tahun 2004. Dalam SPPN terdapat dua pendekatan yaitu perencanaan
pembangunan partisipatih atas-bawah dan bawah atas. Pendekatan dilakukan
melalui musyawarah yang dilaksanakan di tingkat nasional, provinsi,
kabupaten/kota, kecamatan dan desa. Musyawarah pada tingkat desa disebut
musyawarah Perencanaan Pembangunan Desa (Musrenbangdes). Musrenbangdes
memberi kesempatan luas bagi masyarakat desa untuk berpartisipasi dalam
perencaan pembangunan dan membahas permasalahan yang dihadapi dan
alternative pemecahannya di tingkat desa.
Musrenbangdes yang diselenggarakan di Desa Banjaran6 tidak hanya sekedar
pertemuan seremonial belaka, tetapi benar-benar telah dijadikan forum bagi
masyarakat untuk menyampaikan aspirasi dan kebutuhan yang paling mendesak
bagi desa tersebut. Musrembangdes juga dijadikan sebagai wadah bagi pemerintah
untuk mengkomunikasikan semua kegiatan pembangunan baik yang sudah
dilaksanakan maupun yang akan direncanakan.
Terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi masyarakat dalam
musrenbangdes yang dibedakan menjadi faktor internal dan faktor eksternal. Faktor
internal terdiri dari usia, tingkat pendidikan, jenis pekerjaan, tingkat penghasilan
penduduk dan lamanya tinggal. Sedangkan faktor eksternal terdiri dari komunikasi
dan kepemimpinan. Berdasarkan hasil uji Chi-Square yang memiliki hubungan
dengan keaktifan masyarakat berpartisipasi dalam perencanaan pembangunan desa
6
Suroso H, Hakim A, Noor I. 2014. Faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi masyarakat
dengan perencanaan pembangunan di Desa Banjaran Kecamatan Driyorejo Kabupaten Gresik.
Jurnal, 17 (1). Diunduh dari http://www.wacana.ub.ac.id/index.php/wacana/article/view/290/249
14
melalui musrembangdes ternyata hanya usia, tingkat pendidikan, jenis pekerjaan,
tingkat komunikasi dan kepemimpinan.
Kesimpulan dari penelitian ini adalah telah ada peran serta masyarakat dalam
pelaksanaan Musrenbangdes di Desa Banjaran. Hal ini menunjukkan adanya dalam
administrasi publik dan ini sangat penting dalam pemerintahan yang bercirikan
demokratis. Derajat partisipasi masyarakat dalam Musrenbangdes di Desa Banjaran
baru mencapai pada anak tangga yang kelima yaitu tangga Penentraman, atau masih
sampai pada derajat Pertanda Partisipasi (Degrees of Tokenism). Partisipasi
masyarakat dalam Musrenbangdes di Desa Banjaran masih relatif sedang karena
keaktifan partisipasi relative masih rendah. Hal ini dilihat dari rendahnya
kemampuan masyarakat dalam memberikan data, minimnya usulan yang datang
dari warga, serta masih adanya respon pasif peserta musyawarah atas usulan yang
muncul dari peserta lain. Tingkat pendidikan, tingkat komunikasi,usia, jenis
pekerjaan dan tingkat kepemimpinan masing-masing memiliki hubungan dengan
keaktifan masyarakat berpartisipasi dalam Musrenbangdes di Desa
Banjaran.Sementara,tingkat penghasilan dan lamanya tinggal didesa tidak
mempunyai hubungan yang berarti dengan partisipasi masyarakat.
Musrenbangdes adalah forum musyawarah tahunan para pemangku
kepentingan (stakeholder) desa dalam menyepakati rencana kegiatan pada tahun
anggaran berikutnya. Musren