Kelembagaan Hutan Rakyat, Kasus DI Forest Management Unit (Fmu) Karsa Lestari Kabupaten Pamekasan, Jawa Timur

i

KELEMBAGAAN HUTAN RAKYAT
Kasus di Forest Management Unit (FMU) Karsa Lestari
Kabupaten Pamekasan, Jawa Timur

SOFYAN ARIEF

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

ii

iii

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Kelembagaan Hutan

Rakyat, Kasus di Forest Management Unit (FMU) Karsa Lestari Kabupaten
Pamekasan, Jawa Timur adalah benar karya saya dengan arahan dari pembimbing
dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun.
Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun
tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan
dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Januari 2016
Sofyan Arief
NIM E14110060

iv

ABSTRAK
SOFYAN ARIEF. Kelembagaan Hutan Rakyat, Kasus di Forest Management Unit
(FMU) Karsa Lestari Kabupaten Pamekasan, Jawa Timur Dibimbing oleh DIDIK
SUHARJITO.
Kelembagaan diperlukan untuk menjamin kelestarian hasil hutan rakyat
sebagai bahan baku kayu untuk industri yang terus meningkat. Forest Manajemen

Unit (FMU) Karsa Lestari Kabupaten Pamekasan merupakan unit pengelolaan
hutan rakyat. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan kelembagaan dan
sistem pengelolaan hutan rakyat di FMU Karsa Lestari. Data dikumpulkan dengan
cara wawancara semi terstruktur dan studi dokumen, dan dianalisis dengan metode
deskriptif. Hasil penelitian menunjukan bahwa kelembagaan berperan dalam
mendukung keberlanjutan pengelolaan hutan rakyat di FMU Karsa Lestari. Hutan
rakyat yang dikelola oleh FMU Karsa Lestari telah lulus sertifikasi ekolabel. Secara
struktural, kelembagaan memiliki kelengkapan susunan pengurus, pembagian tugas
dan wewenang yang jelas. Aturan-aturan pengelolaan hutan secara efektif dipahami
dan dipatuhi oleh anggota FMU Karsa Lestari. Salah satu kendala yang dihadapi
oleh FMU Karsa Lestari adalah belum terbentuk jaringan pasar yang memberikan
insentif harga yang lebih tinggi bagi masyarakat, oleh sebab itu perlu adanya
fasilitasi temu usaha oleh pemerintah agar terjalin jaringan pasar yang memberikan
insentif harga yang lebih tinggi untuk mensejahterakan masyarakat.
Kata kunci: hutan rakyat, kelembagaan, sistem pengelolaan

ABSTRACT
SOFYAN ARIEF. Institution of private forest, Case in Forest Management Unit
(FMU) Karsa Lestari Pamekasan District, East Java. Supervised by DIDIK
SUHARJITO.

Institution of private forest is needed to ensure sustainable yield of forest as
raw material for industry that will be always increasing. Forest Management Unit
(FMU) Karsa Lestari in Pamekasan District is one of the private forest management
unit. The objective of this study is to describe institution and system of the private
forest management of the FMU Karsa Lestari. Data in this research were collected
through semi-structured interviews and literature study, and was analyzed using
descriptive methods. The results showed that the institutional role was giving
support to sustainability of the private forest management in the FMU Karsa
Lestari. Private forests managed by FMU Karsa Lestari has passed ecolabel
certification. Structurally, the institution has already a complete management
structure, roles, and well-defined authority. The rules of the forest management
were effectively well-understood and obeyed by the members of FMU Karsa
Lestari. One of the constraint faced by the FMU Karsa Lestari is market network
that can provides incentives to the higher prices for the community has not been
formed, Thus it is necessary for the government to facilitate business meeting
concerning better market network which gives higher price incentive and increase
community’s prosperity.
Keywords : private forests , institution, management system

v


KELEMBAGAAN HUTAN RAKYAT
Kasus di Forest Management Unit (FMU) Karsa Lestari
Kabupaten Pamekasan, Jawa Timur

SOFYAN ARIEF

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan
pada
Departemen Manajemen Hutan

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

vi


viii

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala
karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih
dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juli 2015 sampai Agustus 2015 ini
adalah Kelembagaan Hutan Rakyat, Kasus di Forest Management Unit (FMU)
Karsa Lestari Kabupaten Pamekasan, Jawa Timur.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof Dr Ir Didik Suharjito MS
selaku pembimbing. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak
Dedy Bagus Pramudi Wardana, S.Hut, M.Agr dan Mohammad Mulyadi, S.Hut,
M.Agr yang telah bersedia membantu dalam pengumpulan data. Ungkapan terima
kasih juga disampaikan kepada Ayah, Ibu, serta seluruh keluarga, atas segala doa,
dukungan dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Januari 2016

Sofyan Arief


ix

DAFTAR ISI
DAFTAR ISI

ix

DAFTAR TABEL

x

DAFTAR GAMBAR

x

DAFTAR LAMPIRAN

x


PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Rumusan Masalah

1

Tujuan Penelitian

2

Manfaat Penelitian

2


METODOLOGI PENELITIAN

2

Kerangka Pemikiran

2

Definisi Operasional

3

Lokasi dan Waktu Penelitian

3

Alat dan Bahan

3


Pengumpulan Data

3

Metode Pengambilan Contoh

3

Analisis Data

4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4

Konsisi Umum Lokasi Penelitian

4


Sejarah Hutan Rakyat di Lokasi FMU Karsa Lestari

5

Luas Usaha Hutan Rakyat

7

Lahirnya Kelembagaan

8

Tujuan Kelembagaan

9

Aspek Struktur Organisasi

9


Aspek Kelembagaan Sebagai Aturan Main

14

Efektivitas Kelembagaan

17

Kegiatan Pengelolaan Hutan Rakyat

21

Hubungan Kelembagaan dengan Sistem Pengelolaan Hutan Rakyat

27

SIMPULAN DAN SARAN

28

DAFTAR PUSTAKA

29

LAMPIRAN

31

RIWAYAT HIDUP

38

x

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13

Luas dan jenis penggunaan lahan desa di lokasi FMU Karsa Lestari
Jumlah penduduk menurut jenis kelamin dan kepadatan penduduk di
lokasi FMU Karsa Lestari
Pola perekrutan anggota
Frekuensi pertemuan
Landasan penetapan pemimpin
Persepsi masyarakat terhadap peran pemimpin dalam kelembagaan
Tingkat kepercayaan responden
Tingkat pemahaman, dan kepatuhan responden terhadap aturan
Tingkat pelanggaran terhadap aturan
Kegitan persiapan lahan sebelum penanaman
Cara memperoleh bibit
Kegiatan pemeliharaan di Desa Rek Kerrek dan Desa Angsanah
Pengolahan Hasil Desa Rek Kerrek dan Desa Rang Perang Dhaja

5
5
12
12
13
14
17
19
20
22
23
24
26

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8

Hubungan kelembagaan terhadap pengelolaan hutan rakyat
2
Kondisi Pengelolaan Hutan Rakyat FMU Karsa Lestari
7
Struktur Organisasi FMU Karsa Lestari
10
Struktur Organisasi Gabungan Kelompok Tani
10
Struktur Organisasi Kelompok Tani
11
Kegiatan Penanaman (a) penanaman pola monokultur di areal berbatu
(b) penanaman pola agroforestry
22
Kegiatan (a) Pengelolaan Bibit dan (b) Distribusi Bibit
23
Kegiatan pengolahan hasil (a) kayu gelondongan dan (b) kayu gergajian
26

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3

Matrik keterkaitan tujuan penelitian, indikator atau variable yang
diteliti, cara pengumpulan data dan analisis data.
Aturan formal dan informal kelembagaan
Peta administrasi wilayah kerja FMU Karsa Lestari

31
34
37

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Hutan rakyat memiliki peran penting terhadap kelestarian ekosistem
lingkungan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Kegiatan pengusahaan
hutan rakyat pada dasarnya bertujuan meningkatkan manfaat hutan milik rakyat
untuk memenuhi kebutuhan bahan baku industri dan tercapainya kesejahteraan
secara berkesinambungan. Kayu hutan rakyat di Pulau Jawa memasok bahan baku
kayu industri 83% sedangkan kayu dari hutan alam hanya 17% saja dari total
kebutuhan bahan baku kayu sebesar 11.9 juta m3 (Ditjen RLPS 2010), sehingga
kelestarian hasil hutan rakyat menjadi kebutuhan yang sangat penting, karena laju
kebutuhan pasokan bahan baku kayu untuk industri terus meningkat.
Pengelolaan hutan rakyat umumnya belum mengacu pada aspek-aspek
manajemen hutan secara lestari. Menurut Awang et al. (2007) pengelolaan hutan
rayat masih berbasis pada tingkat keluarga karena setiap keluarga melakukan
pengembangan dan pengaturan secara terpisah. Pada umumnya dalam pengelolaan
hutan rakyat belum terbentuk organisasi yang professional dan belum ada
perencanaan yang baik. Segala sesuatu yang berkaitan dengan pengelolaan hutan
rakyat (penanaman, pemeliharaan, penebangan dan pemasaran) ditentukan oleh
kebijakan masing-masing keluarga, sehingga tidak ada jaminan dari petani hutan
rakyat terhadap kontinuitas pasokan kayu bagi industri.
Penguatan kelembagaan pengelolaan diperlukan untuk menjamin kelestarian
hasil hutan rakyat sehingga terbentuk aturan internal yang mengatur sistem
pengelolaan hutan yang disepakati oleh setiap anggotanya (Hindra 2006). Melalui
kelembagaan itulah setiap pihak terkait dapat bersama-sama mengkaji dan mencari
jalan keluar dari setiap masalah yang dihadapi. Pengaturan hasil hutan rakyat yang
dilakukan melalui mekanisme kelompok dan musyawarah dapat membangun
kesepahaman pemilik hutan rakyat dan kelompok, sehingga terwujud suatu
kesepakatan dalam pengelolaan hutan menuju kepada kelestarian hutan rakyat dan
kesejahteraan masyarakat.
Forest Management Unit (FMU) Karsa Lestari Kabupaten Pamekasan
merupakan salah satu bentuk pengelolaan hutan rakyat yang sudah berbasis
kelembagaan. FMU Karsa Lestari terdiri atas gabungan kelompok tani dari 4 desa
dan telah memiliki aturan internal serta mekanisme pengelolaan yang disepakati.
Sistem tersebut diharapkan dapat mewujudkan kelestarian hutan rakyat sekaligus
meningkatkan kesejahteraan petani. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian
untuk mendeskripsikan kelembagaan dan sistem pengelolaan rakyat di FMU Karsa
Lestari sehingga dapat memberikan gambaran sistem pengelolaan dan kelembagaan
hutan rakyat berbasis masyarakat lestari.
Rumusan Masalah
Penelitian ini difokuskan untuk menjawab pertanyaan sebagai berikut:
1. Bagaimanakah sistem kelembagaan pengelolaan hutan rakyat pada FMU
Karsa Lestari Kabupaten Pamekasan?
2. Bagaimanakah sistem pengelolaan hutan rakyat berbasis masyarakat lestari
pada FMU Karsa Lestari Kabupaten Pamekasan?

2

Tujuan Penelitian
1. Mendeskripsikan kelembagaan dari aspek struktural dan aspek kultural atau
aturan dan penegakan aturan pada FMU Karsa Lestari.
2. Mendeskripsikan sistem pengelolaan hutan rakyat pada FMU Karsa Lestari.

Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai sistem
pengelolaan dan kelembagaan hutan berbasis masyarakat lestari pada Unit
Manajemen Hutan Rakyat, dan diharapkan dapat memberikan solusi atau kontribusi
dalam pemecahan masalah yang terkait dengan masalah-masalah sistem
kelembagaan hutan rakyat.

METODOLOGI PENELITIAN
Kerangka Pemikiran
Konsep kelembagaan yang digunakan dalam penelitian ini mengacu pada
Uphoff (1986) dalam Ohorella et al. (2011), kelembagaan yang dimaksud adalah
suatu himpunan atau tatanan norma-norma dan tingkah laku yang biasa berlaku dan
menjadi nilai bersama untuk melayani tujuan kolektif. Pada pengelolaan hutan
rakyat, kelembagaan yang dimaksud mencakup aspek struktural atau
keorganisasian dan aturan main.
Pengelolaan hutan rakyat oleh masyarakat di Desa Rek Kerrek, Desa
Angsanah, Desa Rang Perang Daja dan Desa Samatan tidak terlepas dari adanya
kelembagaan yang tercermin adanya tata cara mengelola hutan rakyat dan adanya
organisasi yang menangani kegiatan pengelolaannya. FMU Karsa Lestari
merupakan organisasi yang dibentuk untuk memfasilitasi dan membangun jejaring
(network) antar pengelola hutan rakyat dari empat desa melalui pemantapan dan
pengelolaan setiap kelompok tani pengelola hutan rakyat dalam satu unit
manajemen agar tercapainya kemampuan melestarikan hutan rakyat. Aturan main
(rule of the game) merupakan infrastruktur kelembagaan yang membingkai
hubungan antar aktor dalam kelembagaan dan aktor-aktor diluar kelembagaan
tersebut. Aturan dalam pengelolaan hutan rakyat tertuang dalam Standart
Operasional Prosedur (SOP) yang dijadikan sebagai acuan dan peningkatan
ketrampilan masyarakat dalam mengelola hutan rakyatnya.
Menurut Attar (1998) sistem pengelolaan hutan rakyat pada dasarnya bertitik
tolak pada tiga sub sistem yang saling berkaitan yaitu sub sistem produksi
(penanaman, pemeliharaan, pemanenan), sub sistem pengolahan hasil (produk akhir
yang dijual atau dipakai sendiri) dan sub sistem pemasaran. Penelitian kelembagaan
hutan rakyat ini dilakukan untuk mengetahui efektivitas kelembagaan dan peran
kelembagaan tersebut dalam mencapai keberhasilan pengelolaan hutan rakyat di
FMU Karsa Lestari.
Kelembagaan :
1. Organisasi
2. Aturan main

Sistem Pengelolaan Hutan Rakyat:
1. Sub Sistem Produksi
2. Sub Sistem Pengolahan Hasil
3. Sub Sistem Pemasaran

Gambar 1 Hubungan kelembagaan terhadap pengelolaan hutan rakyat

3

Definisi Operasional
1.

2.

3.

4.

Kelembagaan sebagai aturan main adalah sekumpulan aturan main, norma,
etika berperilaku yang dirancang dan disepakati bersama dalam kegiatan
pengelolaan hutan rakyat. Hal ini dapat dilihat dari norma/aturan, landasan
norma, dan penegakan aturan.
Kelembagaan sebagai organisasi dapat dilihat dari aspek struktural yang ada
pada lembaga atau organisasi tersebut. Aspek organisasi dapat dilihat dari
tujuan organisasi, struktur organisasi, keanggotan, dan kepemimpinan.
Sistem pengelolaan hutan rakyat merupakan bentuk dan upaya pengelolaan
hutan yang bertitik tolak pada sistem produksi (penanaman, pemeliharaan,
pemanenan), sub sistem pengolahan hasil (produk akhir yang dijual atau
dipakai sendiri) dan sub sistem pemasaran hasil hutannya.
Efektivitas kelembagaan diukur dari tingkat kepercayaan, tingkat pemahaman,
tingkat kepatuhan dan tingkat pelanggaran yang dilakukan terhadap aturan.
Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni-Agustus 2015 di Kabupaten
Pamekasan, Kepulauan Madura Jawa Timur dengan objek kajian petani hutan
rakyat yang tergabung dalam FMU Karsa Lestari.
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam pengambilan data adalah alat tulis, camera,
interview guide, tape recorder, kuesioner. Bahan yang digunakan dalam penelitian
ini adalah data sekunder terkait kelembagaan hutan rakyat FMU Karsa Lestari.
Pengumpulan Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas data primer dan data
sekunder. Data primer adalah hasil wawancara semi terstruktur dengan petani hutan
rakyat dan pengurus FMU Karsa Lestari mengenai sistem pengelolaan hutan rakyat
dan kelembagaan. Data sekunder diperoleh dari instansi terkait seperti kelompok
tani hutan rakyat, Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Pamekasan, dan
Instansi terkait lainnya yang meliputi data kondisi umum dan sejarah lokasi
penelitian, aturan-aturan tertulis mengenai sistem pengelolaan hutan dan struktur
kelembagaannya. Secara lebih rinci metode pengumpulan data disajikan dalam
Lampiran 1.
Metode Pengambilan Contoh
Pengambilan contoh penelitian diambil secara sengaja disesuaikan dengan
tujuan penelitian. Contoh atau sampel dalam penelitian ini terdiri dari contoh lokasi,
key informan dan contoh responden. FMU Karsa Lestari merupakan gabungan
kelompok tani (Gapoktan) dari empat desa di dua kecamatan di Kabupaten
Pamekasan (Desa Rek Kerrek dan Desa Angsanah Kecamatan Palengaan serta Desa
Rang Perang Dhaja dan Desa Samatan Kecamatan Proppo). Contoh desa yang
dipilih untuk penelitian ini adalah Desa Rek Kerrek dan Desa Rang Perang Dhaja.

4

Desa tersebut dipilih berdasarkan luas wilayah dan banyaknya aktivitas usaha hutan
rakyat. Contoh responden dalam penelitian ini adalah petani hutan rakyat yang
tergabung dalam kelompok tani Jaya Abadi Desa Rek kerrek dan Kelompok Tani
Tunas Muda Desa Rang Perang Dhaja. Jumlah responden yang diambil adalah
sebanyak 30 orang setiap kelompok tani. Singarimbun dan Effendi (1987)
mengemukakan bahwa jumlah responden minimal untuk penelitian sosial adalah 30
orang. Sedangkan yang dimaksud key informan dalam penelitian ini adalah lembaga
yang terlibat dalam pengelolaan hutan rakyat yang terdiri atas pengurus FMU Karsa
Lestari, Gapoktan, dan kelompok tani serta instansi terkait yaitu Dishutbun
Kabupaten Pamekasan, Penyuluh Kehutanan Lapangan (PKL), Penyuluh Pertanian
Lapangan (PPL). Observasi dilakukan untuk mengamati langsung kondisi hutan
rakyat yang tergabung dalam Unit Manajemen Hutan Rakyat Karsa Lestari.
Analisis Data
Data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif. Analisis deskriptif untuk
menjelaskan sistem pengelolaan hutan rakyat yang dilakukan oleh petani, serta
menjelaskan sistem kelembagaan dari aspek struktural/keorganisasian dan aspek
kultural berupa aturan dan penegakan aturan. Efektivitas kelembagaan di ukur
dengan tingkat kepercayaan, tingkat pemahaman, tingkat kepatuhan dan
pelanggaran yang dilakukan terhadap aturan-aturan (Ohorella et al. 2011). Indikator
kepercayaan dibagi menjadi tiga kategori yaitu percaya, ragu-ragu, tidak percaya.
Indikator pemahaman dibagi menjadi tiga kategori yaitu paham, cukup paham,
tidak paham. Indikator kepatuhan dibagi menjadi tiga kategori yaitu patuh, kurang
patuh, tidak patuh. Sedangkan indikator tingkat pelanggaran dibagi menjadi tiga
kategori yaitu tidak pernah melanggar, jarang melanggar, dan sering melanggar.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Konsisi Umum Lokasi Penelitian
Forest Management Unit (FMU) Karsa Lestari merupakan gabungan
kelompok tani pengelola hutan rakyat dari empat desa di dua kecamatan di
Kabupaten Pamekasan yakni Desa Rek Kerrek dan Desa Angsanah (Kecamatan
Palengaan) serta Desa Rang Perang Dhaja dan Desa Samatan (Kecamatan Proppo).
Secara geografis Kabupaten Pamekasan berada pada 113⁰19’-113⁰58’BT dan
6⁰51’-7⁰31’LS. Berdasarkan batas geografisnya, sebelah utara dibatasi laut jawa,
batas selatan terdapat selat Madura, sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten
Sampang dan sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Sumenep.
Dataran tertinggi di Kabupaten Pamekasan mencapai 300 m dari permukaan
laut dan yang terendah yaitu 6 m dari permukaan laut. Kecamatan Proppo dan
Kecamatan Palengaan terletak pada ketinggian 47-77 m dari permukaan laut.
Topografi di dua kecamatan ini termasuk dataran rendah yang datar, dengan tingkat
kemiringan tanah rata-rata 0-15⁰. Jenis tanah di lokasi ini yaitu Regosol, Mediteran
dan Litosol. Curah hujan rata-rata bulanan 179 mm, yang termasuk iklim Tipe E
menurut Schmidt & Ferguson (BPS 2015c).

5

Luas wilayah dan jenis penggunaan lahan desa di lokasi FMU Karsa Lestari
disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1 Luas dan jenis penggunaan lahan desa di lokasi FMU Karsa Lestari
Desa

Kecamatan

Rek Kerrek
Angsanah
Rang Perang Dhaja
Samatan
Jumlah

Palengaan
Palengaan
Proppo
Proppo

Sawah
(Ha)
45
3
0
105
153

Ladang
/tegalan
(Ha)
1 291
415
401
103
2 210

Pemukiman
(Ha)

Jumlah
(Ha)

189
100
48
91
428

1 525
518
449
298
2 790

Sumber: BPS 2015a dan 2015b

Penggunaan lahan terluas di Desa Rek Kerrek, Desa Rang Perang Dhaja dan
Desa Angsanah adalah untuk pertanian lahan kering berupa ladang dan tegalan.
Sedangkan Desa Samatan penggunaan lahan terluas berupa sawah. Lahan hutan
rakyat di lokasi FMU Karsa Lestari termasuk dalam lahan pertanian berupa ladang
dan tegalan.
Tabel 2 Jumlah penduduk menurut jenis kelamin dan kepadatan penduduk di lokasi
FMU Karsa Lestari
Desa

Kecamatan

Rek Kerrek
Palengaan
Angsanah
Palengaan
Rang Perang Proppo
Samatan
Proppo
Jumlah

Laki-Laki
(jiwa)
5 927
2 007
1 709
1 280
10 923

Perempuan
(jiwa)
6 105
2 060
1 940
1 333
11 438

Jumlah Kepadatan
(jiwa) (jiwa/km2)
12 032
788.28
4 067
785.52
3 649
810.49
2 613
878.80
22 361
815.77

Sumber: BPS 2015a dan 2015b

Jumlah penduduk di empat desa sebanyak 22 361 jiwa yang terdiri dari lakilaki 10 923 jiwa dan perempuan 11 438 jiwa dengan kepadatan penduduk 815.77
jiwa/km2. Mayoritas Penduduk dari empat desa tersebut bermata pencaharian
sebagai petani, buruh tani, supir, tukang, dan wiraswasta.
Sejarah Hutan Rakyat di Lokasi FMU Karsa Lestari
Pengelolaan hutan rakyat di Desa Rek Kerrek, Desa Angsana, Desa Rang
Perang Dhaja, dan Desa Samatan telah melewati sejarah yang cukup panjang,
berawal sejak tahun 1984 kondisi lahan yang tandus dan banyak lahan terlantar
(kritis) serta belum ada kegiatan budi daya tanaman kehutanan. Pada priode ini
masyarakat bersama-sama mencari solusi untuk mengatasi kondisi lahan yang
semakin kritis. Masyarakat beranggapan bahwa dengan menanami tanaman
berkayu pada lahan kritis dapat memberikan manfaat dan menghijaukan kembali
lahan kritis. Sejak itu masyarakat mulai menanami lahan-lahan terlantar dengan
tanaman berkayu dengan jenis jati, akasia, dan mahoni. Masyarakat memperoleh
bibit secara alami yaitu anakan alam dari lahan-lahan yang sudah berhutan.

6

Tahun 1987 mulai ada program pembangunan hutan rakyat melalui program
bantuan Kebun Bibit Desa (KBD) terkait rehabilitasi hutan dan lahan (RHL).
Awalnya masyarakat menolak adanya program penghijauan atau rehabilitasi hutan
dan lahan dari pemerintah. Masyarakat beranggapan program tersebut akan
mengalihkan status kepemilikan lahan milik masyarakat menjadi lahan Negara.
Namun, melaui proses penyuluhan akhirnya masyarakat mulai sadar dan
berkontribusi dalam pembangunan hutan rakyat. Tahun 1990 sampai 1995 terdapat
bantuan khusus hutan rakyat berupa perbanyakan tanaman dan penambahan hutan
rakyat secara swadaya yang memegang peran penting berhasilnya penghijauan.
Tahun 2005 hutan rakyat di Desa Rek Kerrek masuk kriteria lomba hutan rakyat
tingkat provinsi atas keberhasilannya dan memperoleh penghargaan (juara I) dan
tahun 2006 memperoleh penghargaan (juara II) sebagai wilayah pendukung pada
lomba Bupati Peduli Kehutanan Tingkat Nasional. Tahun 2015 salah satu kelompok
tani “Jaya Abadi” yang mengelola kebun bibit rakyat (KBR) meraih juara 1 tingkat
Nasional dalam rangka lomba PDASHL (pengelolaan daerah aliran sungai dan
hutan lindung) yang diselenggarakan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan
Kehutanan.
Pengelolaan hutan rakyat setiap desa di lokasi FMU Karsa Lestari hampir
seluruhnya tidak ada perbedaan. Kegiatan pengelolaan diawali dengan pembibitan.
Pembibitan pada awalnya dilakukan oleh pihak pemerintah dan kelompok tani
tinggal menerima bibit sesuai dengan target keproyekan dan jenis yang
diprogramkan. Seiring dengan perkembangan dan kemandirian kelompok melalui
bimbingan dari Penyuluh Kehutanan akhirnya pembuatan bibit dilakukan masingmasing desa. Pembuatan KBD dan KBR sepenuhnya dikelola oleh kelompok tani
dan bantuan teknis dari Penyuluh Kehutanan.
Penanaman dilakukan pada awal musim penghujan disaat hujan sudah
mantap terutama kegiatan swadaya. Pelaksanaan penanaman dilakukan pada lahan
milik, kecuali untuk penanaman bibit program RHL dilakukan berkelompok dan
dipimpin oleh ketua kelompok tani. Jarak tanam yang lazim digunakan oleh
masyarakat adalah 2m × 2m atau 2.5m × 2.5m yang dimaksudkan untuk mendapat
tegakan yang lurus dan bebas cabang yang tinggi. Sedangkan untuk program RHL
biasanya menggunakan jarak tanam 5m x 5m. Adapun lokasi penanaman menyebar
pada lahan milik kecuali program RHL yang dibuat mengelompok pada hamparan
tertentu (dengan luasan sekitar 25 Ha).
Pemeliharaan yang dilakukan yaitu pemupukan, penyiangan, pemangkasan,
dan penjarangan. Pemupukan menggunakan pupuk organik dan kimia untuk
memenuhi kebutuhan unsur hara tanaman. Penyiangan biasanya dilakukan pada
saat awal dan akhir musim penghujan yang bertujuan mengurangi persaingan
makanan dengan gulma. Pemangkasan dilakukan untuk memperoleh bebas cabang
yang tinggi, hasil pemangkasan dimanfaatkan masyarakat untuk pakan ternak dan
kayu bakar. Penjarangan enggan dilakukan dengan alasan jumlah pohon berkurang.
Masyarakat juga melakukan perlindugan hutan dari gangguan pengembalaan ternak
dan kebakaran hutan.
Penebangan dilakukan dengan sistem tebang butuh dan tebang pilih, artinya
petani akan menebang jika memiliki kebutuhan yang mendesak dengan cara
memilih pohon yang lebih besar yang ditebang. Penebangan biasanya banyak
dilakukan pada saat paceklik yaitu pada bulan November–Januari.

7

Pemasaran hasil hutannya dilakukan dengan beberpa cara yaitu 1) Pemasaran
kayu berdiri/pohon, pembeli datang ke lokasi dan melakukan proses tawarmenawar pohon dilakukan di lapangan. Pembeli biasanya menggunakan kayu
berdiri sebagai bahan baku mebel. 2) Pemasaran kayu bakar untuk rumah tangga,
kayu dijual ke pasar dalam bentuk kayu ikat dan diangkut dengan kendaraan pick
up/truk. 3) Pemasaran kayu bakar untuk industri bata merah dan genteng.
Luas Usaha Hutan Rakyat
Usaha hutan rakyat di Desa Rek Kerrek dan Desa Rang Perang Dhaja
dilakukan secara swadaya masyarakat dan bantuan pemerintah. Bantuan
pemerintah yang dilakukan kepada FMU Karsa Lestari berdasarkan data tiga tahun
terahir melalui dana alokasi khusus (DAK) kehutanan dan kegiatan pembuatan
kebun bibit rakyat (KBR). Dana alokasi khusus kehutanan digunakan untuk
kegiatan pembangunan hutan rakyat seluas 25 ha, pengkayaan hutan rakyat, dan
pengkayaan vegetatif melalui bantuan bibit. Selain itu, pemerintah juga berperan
dalam kegiatan penyuluhan teknis kehutanan dengan memberi pemahaman bagi
petani yang belum sepenuhnya mampu mengelola hutan miliknya sendiri.
Luas hutan rakyat di Desa Rek-Kerrek seluas 400 Ha terdiri atas 9 kelompok
tani dari 536 KK yang tersebar pada 9 dusun, Desa Rang Perang Daja seluas 75 Ha
terdiri atas 7 kelompok tani dari 137 KK yang tersebar pada 7 dusun, Desa
Angsanah seluas 100 Ha terdiri atas 7 kelompok tani dari 189 KK yang tersebar
pada 7 dusun, dan Desa Samatan seluas 25 Ha terdiri atas 3 kelompok tani dari 153
KK yang tersebar pada 3 dusun (FMU Karsa Lestari 2013).
Hutan rakyat di FMU Karsa Lestari didominasi oleh jenis Jati (Tectona
grandis), Mahoni (Swietenia sp.), dan jenis Akasia (Acacia auriculiformis) seperti
yang terlihat pada (Gambar 2). Potensi hutan rakyat yang cukup luas ini didukung
dengan adanya industri mebel kayu sebagai sentra pengolahan hasil hutannya. Desa
Rek Kerrek memiliki 9 industri mebel kayu, Desa Angsanah memiliki 3 industri
mebel kayu, Desa Samatan memiliki 1 industri mebel kayu, dan Desa rang Perang
Dhaja memilki 5 industri mebel kayu (BPS 2015a dan 2015b).

Gambar 2 Kondisi Pengelolaan Hutan Rakyat FMU Karsa Lestari

8

Lahirnya Kelembagaan
Lahirnya kelembagaan diawali dari kesamaan karakteristik dan tujuan
masing-masing orang dan adanya upaya kerja sama untuk mencapai tujuan dan
memenuhi kebutuhan bersama. Kelembagaan yang terbentuk pada awalnya adalah
kelompok tani. Kelompok tani membawahi empat bidang pertanian secara umum
yaitu Pertanian, Perikanan, Peternakan, dan Kehutanan. Terbentuknya kelompok
tani berawal sejak tahun 2000 sampai 2001 yaitu mulai adanya kesadaran
masyarakat akan pentingnya kelompok dan mulai berpikir lebih maju. Periode 2002
sampai 2004 terdapat pembinaan kelompok dan mulai mendapat hasil yaitu
terbentuknya kelompok tani. Periode 2006 hingga 2007 masyarakat mulai
merasakan manfaat dari adanya kelompok tani dan mulai aktif berkelompok dalam
mengelola bibit. Tahun 2007 sampai 2010 terbentuk gabungan kelompok tani
(Gapoktan) yang didasari partisipasi aktif dari masing-masing kelompok tani.
Adanya kesadaran masyarakat dalam mewujudkan pengelolaan hutan
berbasis masyarakat lestari berdasarkan potensi hutan rakyat yang dimiliki serta
adanya dukungan dari pemerintah daerah yaitu Dishutbun Kabupaten Pamekasan,
maka pada 29 April 2010 dibentuklah “FMU Karsa Lestari” yang merupakan
organisasi bersifat independen dan berorientasi pada kegiatan sosial, ekonomi
disektor kehutanan yang berbudaya agribisnis dan berwawasan lingkungan.
Pembentukan FMU Karsa Lestari pada dasarnya dilatarbelakangi adanya kebijakan
pemerintah terkait sertifikasi hutan yang mengharuskan hutan rakyat tersertifikasi
sebagai pengakuan publik atas pengelolaan hutan lestari oleh masyarakat yang
diharapkan terwujudnya insentif-insentif pasar dan dukungan pemerintah terhadap
hutan rakyat.
Perjalanan kelompok sejak dimulainya pengembangan hutan rakyat hingga
mendapatkan sertifikasi legalitas kayu tidak terlepas dari peranan pihak yang
terlibat langsung maupun tidak langsung. Kegiatan pengelolaan hutan rakyatnya
tidak terlepas dari peranan para pihak informal dan formal. Pihak informal yang
terlibat yaitu petani/pemilik, pedagang lokal/pengepul dan tokoh masyarakat.
Sedangkan peran pihak formal yaitu Kelompok Tani, Gabungan Kelompok Tani,
FMU Karsa Lestari, PKL, PPL, Dinas Pertanian, Dinas Kehutanan dan Perkebunan,
Kepala Desa dan peran Departemen Kehutanan. Masing-masing peranan dan
tanggung jawab para pihak yang mendukung kegiatan pengelolaan hutan rakyat di
lokasi FMU Karsa Lestari sebagai berikut:
1. Pemerintah tingkat pusat (Departemen Kehutanan)
Memberikan dukungan melalui bantuan program pembibitan (KBR) dan
Dana Alokasi Khusus Kehutanan melalui unit-unit organisasi dan pelaksana
teknis dibawahnya
2. Dishutbun Kabupaten Pamekasan
Memberikan bimbingan teknis pengelolaan hutan dan konservasi tanah
melalui penyuluhan yang dilaksanakan oleh penyuluh kehutanan lapangan
(PKL).
3. LSM PERSEPSI
Mendampingi dan memfasilitasi kelompok tani dalam setiap tahapan proses
sertifikasi, sejak persiapan awal, penataan organisasi FMU sampai
mendapatkan sertifikasi.

9

4. Kelompok Tani
Menyusun rencana, aturan dalam mengelola hutan rakyat dan menjadi
forum komunikasi petani di setiap dusun.
5. Gabungan Kelompok Tani
Memfasilitasi pertemuan antar kelompok tani dalam satu desa serta
mengelola dana PUAP
6. FMU Karsa Lestari
Memfasilitasi dan membangun jejaring (Net Working) pengelola hutan
rakyat melalui pemantapan dan pengelolaan setiap kelompok tani dalam
satu unit manajemen serta mengatur mekanisme pemasaran kayu sertifikasi.
Tujuan Kelembagaan
Pada hakekatnya setiap kelembagaan memiliki tujuan, karena suatu lembaga
lahir dan dibangun karena adanya tujuan. Lembaga akan tetap eksis sepanjang
masih mampu mewujudkan tujuan yang ingin dicapainya (Widiyanti 2009).
Kelompok tani memiliki tujuan lebih berorientasi kedalam kelompok yaitu
meningkatkan kesejahteraan anggota dan masyarakat sekitar dengan meningkatkan
penghasilan petani dan kualitas produksi serta memberi perhatian khusus dalam hal
kegiatan pengelolaan hutan rakyat. Sedangkan tujuan FMU Karsa Lestari tertuang
dalam anggaran dasar pasal 4 yaitu: 1) Tercapainya kemampuan melestarikan hutan
rakyat melalui pemantapan dan pengelolaan setiap kelompok tani pengelola hutan
rakyat dalam satu unit manajemen. 2) Menumbuhkembangkan profesionalisme
dibidang kewirausahaan dalam kehutanan secara umum sehingga dapat
meningkatkan posisi tawar petani pengelola hutan rakyat. dan 3) Terciptanya
jaringan organisasi yang dinamis diantara kelompok tani pengelola hutan rakyat
yang ada di empat desa sebagai suatu kesatuan unit manajemen.
Aspek Struktur Organisasi
Struktur Organisasi Forest Manajemen Unit (FMU) Karsa Lestari
Kelembagaan yang beranggotakan sejumlah orang dengan visi dan misi yang
sama tentunya tidak terlepas dari struktur kelembagaan yang memiliki fungsi
internal maupun eksternal untuk mencapai tujuan bersama. Struktur kelembagaan
sangat penting yang menyediakan kejelasan bagian-bagian pekerjaan dalam
aktifitas kelembagaan, keterkaitan antar fungsi dalam susunan kelembagaan, serta
hubungannya dengan lingkungan sekitar. Fungsi internal kelembagaan menjadi
pedoman bagi anggotanya dalam bertindak, sedangkan fungsi eksternal
menjelaskan tentang bagaimana dan siapa yang akan berhubungan dengan pihak
luar.
Anggota dan pengurus merupakan aktor dalam sebuah kelembagaan.
Pengurus FMU Karsa Lestari merupakan perwakilan dari gabungan kelompok tani
pengelola hutan rakyat dari empat desa. Perwakilan dari masing-masing kelompok
kemudian mengadakan musyawarah untuk menentukan posisi pengurus beserta
fungsi, peran, dan tanggung jawabnya serta hak dan kewajiban anggota. Masingmasing perangkat menjalankan tugas sebagai amanah dan kewajiban berdasarkan
keiklasan, kesadaran pribadi dan tidak mendapatkan imbalan apapun. Berikut
merupakan struktur organisasi FMU Karsa Lestari (Gambar 3).

10

Struktur Organisasi FMU Karsa Lestari
KETUA
WAKIL
KETUA
BENDAHARA I
BENDAHARA II

SEKRETARIS I
SEKRETARIS II

Seksi
Pengembangan
Organisasi

Seksi
pengembangan
Usaha &
Jaringan

Seksi
Budidaya &
Konservasi

Seksi Humas

GAPOKTAN
TOYYIBA

GAPOKTAN
ABADI

GAPOKTAN
RAHAYU

GAPOKTAN
TUNAS MUDA

Kelompok tani

Kelompok tani

Kelompok tani

Kelompok tani

Sumber: FMU Karsa Lestari 2015

Gambar 3 Struktur Organisasi FMU Karsa Lestari
Struktur Organisasi Gapoktan
Ketua I
Ketua II
Sekretaris I
Sekretaris II

Bidang
Budidaya &
Agronomi

Bendahara I
Bendahara II

Bidang
Pengadaan
Sarpra

Bidang
Litbang

Bidang
Agroindustri
&
Pemasaran

Anggota
Sumber: Gapoktan 2015

Gambar 4 Struktur Organisasi Gabungan Kelompok Tani

11

Struktur Organisasi Kelompok Tani
Pelindung
Pembimbing
Ketua
Bendahara

Sekretaris
Sie partanian

Sie perikanan

Sie kehutanan

Sie peternakan

Sie
permodalan
dan kredit

Sie PHT

Sie Pemasaran

Sie PHP

Anggota
Sumber: Kelompok Tani 2015

Gambar 5 Struktur Organisasi Kelompok Tani
Struktur organisasi FMU Karsa Lestari, Gapoktan dan Kelompok Tani
terbentuk diluar struktur inti. Hal ini menunjukan bahwa organisasi tergolong sudah
maju dibandingkan dengan organisasi dengan struktur inti yaitu ketua, sekretaris,
dan bendahara saja. Struktur organisasi dalam kelembagaan ini pada dasarnya
dibentuk menyesuaikan dengan kebutuhan yang dirasakan oleh masing-masing
kelompok. Struktur yang telah dibuat dan disepakati bersama berkaitan dengan
efektifitas pelaksanaan aktivitas yang akan dilakukan.
Pergantian pemimpin dan kepengurusan secara teratur memiliki peran
penting dalam penyempurnaan kelembagaan serta dapat mereduksi sistem yang
kurang baik. Pengurus FMU Karsa Lestari memiliki masa bakti empat tahun,
khusus ketua setelah dua kali berturut-turut tidak dapat dipilih kembali.
Penyempurnaan pengurus kelompok tani tergantung pada kesepakatan anggota.
Proses pengambilan keputusan FMU Karsa Lestari yang membawahi
Gapoktan dari empat desa sangat menjunjung tinggi musyawarah antar sesama
anggotanya. Kedaulatan organisasi berada ditangan anggota dan dilaksanakan
sepenuhnya melalui musyawarah. Hal tersebut ditunjukan dengan adanya rapat
anggota tahunan (RAT) sebagai pengambil keputusan yang paling dominan.
Sejalan dengan penelitian Widiyanti (2009) yang menyatakan bahwa rapat anggota
dan musyawarah melalui pertemuan rutin dapat menyelesaikan permasalahan yang
ada, baik yang dihadapi individu maupun kelompok.

12

Keanggotaan
Anggota merupakan syarat wajib yang harus dimiliki suatu kelembagaan
sebagai pengakuan atau legalitas eksistensi kelembagaan tersebut. Kondisi anggota
dalam suatu kelembagaan sangat menentukan kinerja kelembagaan tersebut.
Keanggotaan yang melibatkan banyak aktor melalui pola perekrutan tertentu. Pola
perekrutan keanggotaan yang ada di FMU Karsa Lestari disajikan dalam Tabel 3.
Tabel 3 Pola perekrutan anggota
Kelembagaan/Organisasi
FMU Karsa Lestari
Gapoktan
Kelompok Tani

Pola Perekrutan Anggota
Tidak Bebas
Tidak Bebas
Bebas / sukarela (aktif & pasif)

Berdasarkan hasil wawancara dengan ketua kelompok tani yang tergabung
dalam FMU Karsa Lestari menyatakan bahwa pola perekrutan bersifat bebas/
sukarela. Masyarakat dalam satu dusun dapat menjadi anggota, namun terdapat
anggota aktif atau tetap yang sudah terdaftar dalam kelompok dan anggota pasif.
Anggota aktif merupakan petani, pekebun, peternak, pelaku usaha di wilayah dusun
tersebut, dan mempunyai kesinambungan usaha dengan kelompok tani, serta
bersedia membayar simpanan pokok yang telah disetujui dalam rapat anggota.
Anggota kelompok tani harus menyetujui AD/ART dan ketentuan lain yang
berlaku.
Anggota Gapoktan merupakan perwakilan kelompok tani dari setiap dusun di
masing-masing desa. Sedangkan anggota FMU Karsa Lestari merupakan petani
pengelola hutan rakyat dari empat desa yang lahannya terdaftar dalam satu unit
manajemen hutan rakyat tersebut. Daftar kepemilikan lahan merupakan salah satu
kriteria/indikator keabsahan hak milik pemilik hutan hak untuk menunjukan
keabsahan kepemilikan kayu berdasarkan pada Perdirjen BUK No.P.8/VIVPPHH/2012 tentang standar verifikasi legalitas kayu pada hutan hak saat
pengajuan sertifikasi legalitas kayu (SVLK).
Guna membangun kerja sama yang efektif perlu adanya partisipasi anggota
yang tinggi. Tingginya partisipasi anggota saat adanya pertemuan dan kegiatan
bersama merupakan cerminan kesetian anggota yang cukup tinggi. Kesetiaan
anggota dalam suatu kelompok ditunjukkan oleh tingkat kehadiran anggota yang
cukup tinggi dibuktikan dengan daftar hadir anggota yang hampir seluruhnya hadir
saat diadakan pertemuan. Jika suatu keharmonisan dalam kelompok sudah tercipta,
maka koordinasi antar anggota pun akan semakin terbangun. Hal ini dapat
mendorong pelaksanaan aktivitas kelompok dan pemecahan masalah dalam
kelompok.
Frekuensi pertemuan kelompok yang rutin dijadikan sarana untuk mengikat
komitmen para anggotannya. Frekuensi pertemuan yang dilakuakan oleh FMU
Karsa Lestari, Gapoktan dan Kelompok Tani disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4 Frekuensi pertemuan
Kelembagaan/Organisasi
FMU Karsa Lestari
Gapoktan
Kelompok Tani

Frekuensi pertemuan
Semakin jarang
Rutin
Rutin

13

Pertemuan FMU Karsa Lestari dilakukan dua kali dalam setahun yang
dihadiri oleh setiap perwakilan Gapoktan dari masing-masing desa secara
bergantian di setiap desa. Sejak didirikannya FMU Karsa Lestari sering melakukan
pertemuan rutin dalam rangka pengajuan sertifikasi legalitas kayu dan membahas
kegiatan-kegiatan yang akan dilaksanakan oleh FMU Karsa Lestari.
Kegiatan rutin FMU Karsa Lestari yaitu 1) Penghijauan dengan membuat
tanaman hutan rakyat, 2) Mengadakan pembibitan dan penyulaman tanaman yang
mati, 3) Melakukan kegiatan tumpang sari dengan memadukan tanaman ubi-ubian
dibawah tegakan sebagai bentuk penerapan usaha hutan cadangan pangan (HCP),
4) Menjual kayu hasil hutan rakyat 5) Penanaman tanaman holtikultura dan
tembakau. FMU Karsa Lestari juga mengikuti kegiatan pelatihan teknis
pengelolaan hutan rakyat dan ecolabeling hutan rakyat yang diselenggarakan oleh
Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Pamekasan untuk meningkatkan
keterampilan petani terkait pengelolaan hutan rakyat.
Pertemuan Gapoktan dan Kelompok Tani di masing-masing desa bersifat
rutin atau tetap. Pertemuan rutin Gapoktan dan Kelompok Tani dikemas dalam
bentuk pengajian, sholawatan, muslimatan dan arisan menyesuaikan dengan
budaya setempat yang diadakan berbeda-beda tiap kelompok, yaitu seminggu
sekali, dua minggu sekali dan satu bulan sekali. Pertemuan rutin dilakukan agar
transfer informasi yang dibutuhkan oleh petani tidak terhambat. Pertemuan
kelompok tidak hanya membahas mengenai pengelolaan hutan saja, namun
membahas permasalahan mengenai pertanian secara umum, penyuluhan bagi
petani, serta diskusi mengenai program-program yang akan dilaksanakan oleh
kelompok.
Kepemimpinan
Kepemimpinan dalam suatu kelembagaan merupakan salah satu faktor
penentu keberhasilan kelembagaan tersebut dalam mencapai tujuannya.
Kepemimpinan yang baik dapat mereduksi sistem yang kurang baik. Berdasarkan
hasil wawancara, landasan penetapan pemimpin setiap kelembagaan yang terlibat
dalam pengelolaan hutan rakyat disajikan pada Tabel 5.
Tabel 5 Landasan penetapan pemimpin
Kelembagaan /Organisasi
FMU Karsa Lestari
Gapoktan
Kelompok Tani

Landasan Penetapan pemimpin
Keprofesionalan
Keprofesionalan
Keprofesionalan

Ketua dan pengurus FMU Karsa Lestari dan juga kelompok tani menyatakan
bahwa pemimpin kelompok dipilih berdasarkan kemampuan atau keprofesionalan
yang dimiliki. Pemimpin kelompok pada dasarnya sudah memiliki bekal
pengalaman dan kemampuan lebih dibandingkan dengan anggotanya dalam hal
kepemimpinan yang terlihat dari jabatan formal yang dimiliki oleh setiap pemimpin
kelompok yaitu sebagai perangkat desa baik di tingkat desa, RW ataupun RT di
tempat ketua kelompok tersebut tinggal. Gaya kepemimpinan yang diterapkan yaitu
demokratis yang memperhatikan penyampaian pendapat setiap anggotanya. Proses
pengambilan keputusan dilakukan melalui musyawarah, sehingga setiap
anggotanya memiliki hak yang sama untuk menyampaikan pendapat mereka.

14

Kepemimpinan merupakan elemen pendukung kelembagaan dalam kemajuan
masyarakat pertanian dan pedesaan. Komponen kepemimpinan yang melekat pada
diri seseorang antara lain integritas personal yang tinggi, visi kedepan yang jelas
dan implementatif, mampu memberi inspirasi dan mengarahkan masyarakat,
memiliki kemampuan untuk mengabdi pada masyarakat dan sangat interaktif
dengan kebutuhan masyarakat, memiliki kemampuan dalam memecahkan konflik
yang terjadi dimasyarakat (Pranaji 2003). Komponen kepemimpinan dalam
kelompok ditunjukan oleh peran pengurus dalam mencapai tujuan kelompok yang
disajikan pada Tabel 6.
Tabel 6 Persepsi masyarakat terhadap peran pemimpin dalam kelembagaan
Peran pemimpin dalam kelembgaan
Pengurus memberi intruksi pecapaian tujuan
Pengurus meberikan Informasi yang
dibutukan anggota
Pengurus memberikan motivasi pada anggota
Pengurus memberikan solusi jika ada masalah

Distribusi responden (%)
Sering
Jarang
Tidak
Pernah
100
0
0
100

0

0

100
100

0
0

0
0

Hasil wawancara menunjukan seluruh responden 100% menyatakan bahwa
pengurus berperan memberikan intruksi, informasi yang dibutuhkan masyarakat,
dan motivasi dalam mencapai tujuan bersama serta memberikan solusi jika terdapat
permaslahan. Pengurus memberikan intruksi dalam setiap kegiatan yang akan
dilakukan oleh kelompok, dibuktikan pada saat awal musim tanam diadakan
penyuluhan melalui kerja sama dengan PPL maupun PKL untuk memberikan
arahan teknis pelaksanaan kegiatan penanaman yang baik dan benar. Pengurus
kelompok berperan dalam memfailitasi terjadinya interaksi dan komunikasi dalam
kelompok agar terjalin pertukaran informasi. Kelompok juga memberikan akses
informasi yang dibutuhkan masyarakat, salah satunya informasi perolehan bibit dan
pupuk, informasi harga kayu dan akses pasar pada kegiatan pengelolaan hutan.
Selain itu kelompok berfungsi untuk menampung dan menghimpun potensi dan
masalah serta memusyawarahkan berbagai hal yang dihadapi masyarakat untuk
memperoleh solusi bersama. Hal ini dilakukan sebagai upaya untuk meningkatkan
kapasitas dan kemajuan masyarakat dalam mengelola lahannya.
Aspek Kelembagaan Sebagai Aturan Main
Kelembagaan merupakan pola hubungan antara anggota masyarakat atau
organisasi yang saling mengikat yang dapat menentukan bentuk hubungan antar
manusia atau antara organisasi yang diwadahi dalam suatu organisasi atau jaringan
dan ditentukan oleh faktor-faktor pembatas dan pengikat berupa norma, kode etik,
aturan formal dan informal untuk pengendalian perilaku sosial serta insentif untuk
bekerja sama dan mencapai tujuan bersama. Beberapa unsur penting dari
kelembagaan diantaranya adalah institusi, norma tingkah laku yang mengakar
dalam masyarakat dan diterima secara luas untuk melayani tujuan bersama. Unsur
tersebut mengandung nilai tertentu dan menghasilkan interaksi antar manusia yang
terstruktur, aturan dan penegakan aturan dalam masyarakat yang memfasilitasi

15

koordinasi dan kerja sama dengan dukungan tingkah laku, hak, dan kewajiban
anggota, kode etik, kontrak, pasar, hak milik (property rights), organisasi, serta
insentif untuk menghasilkan tingkah laku yang diinginkan (Djogo et al. 2003).
Pengelolaan hutan rakyat oleh masyarakat di Desa Rek Kerrek, Desa
Angsanah, Desa Rang Perang Daja dan Desa Samatan yang tergabung dalam FMU
Karsa Lestari didasari prinsip-prinsip pengaturan bersama dan kerja sama melalui
pemantapan pengelolaan kelompok tani di setiap dusun. Aturan pengelolaan hutan
rakyat dituangkan dalam aturan tertulis berupa standart operasional prosedur
(SOP). SOP dijadikan sebagai acauan atau prosedur untuk mengatur kegiatan
pengelolaan hutan rakyat dan peningkatan keterampilan masyarakat dalam
mengelola hutannya yang mengacu pada aspek manajemen hutan dan teknik
silvikultur yang baik. SOP dibuat berlandaskan pada norma/aturan lokal yang
berkembang dimasyarakat dan menjadi cara, kebiasaan, kelakuan dan adat istiadat
dalam mengelola hutannya, serta Peraturan Bupati Pamekasan no.19 tentang Penata
Usahaan Kayu Rakyat.
Perlindungan hutan merupakan kegiatan penting dalam pengelolaan hutan
rakyat. Perlindungan hutan bertujuan untuk menjaga hutan dan lingkungannnya
dari kerusakan agar fungsinya dapat tercapai secara optimal dan lestari. Kebakaran
hutan dan lahan merupakan salah satu penyebab terjadinya kerusakan hutan dan
lingkungan yang disebabkan oleh kegiatan masyarakat. Terdapat beberapa larangan
bagi masyarakat dalam menjaga kelestarian hutan dan lingkungannya, seperti yang
diungkapkan Bapak Hayyan selaku ketua Kelompok Tani Jaya Abadi:
Masyarakat elarang ber obberen e mosem nemor sopaje alas tak
katonon, manabi epanghi’ih masyarakat ber-obberen ben marosak dha’
tatamenan esakitarrah tor ngaroghiaghi dha’ oreng laen wejib elaporaghi
dha’ aparat dhisah. Masyarakat se ngobber wejib aghente’e sakabbinah
karosaghen se etimbul aghi. (Masyarakat dilarangan melakukan pembakaran
saat musim kemarau agar hutan tidak terbakar. Apabila ditemukan
masyarakat melakukan pembakaran dan menimbulkan kerusakan pada
tanaman dan lahan sekitarnya serta menimbulkan kerugian bagi orang lain
wajib dilaporkan perangkat desa. Sebagai sangsinya pelaku wajib mengganti
seluruh kerusakan yang ditimbulkannya).
Selain menjaga kelestarian hutan rakyatnya, masyarakat juga percaya
terhadap aturan lokal dalam menjaga kelestarian lingkungan khususnya daerah
aliran sungai. Sungai menjadi sumber kebutuhan masyarakat dalam bercocok
tanam, sehingga keberadaannya perlu dipertahankan. Agar tidak terjadi
pendangkalan sungai yang disebabkan oleh longsor dan erosi masyarakat
menanami bambu (bamboo) disekitar bantaran sungai. Akar bambu dipercaya dapat
menjaga kekompokan tanah yang dapat menahan banjir dan longsor. Dalam
pemanfaatannya masyarakat setempat memiliki aturan yang berasal dari
kepercayaan lokal untuk menjaga kelestariannya. Hal ini seperti yang diungkapkan
oleh Bapak Arofi dan Bapak Hayyan selaku tokoh masyarakat dan Ketua Kelompok
Tani:
Masyarakat tak olle mogher bungkana perreng neng e are rebbu ben e
are jum’at. Manabi mogher perreng e arebbu, ka partajeen masyarakat ben

16

reng seppo lambe’ perreng bekal ta’ nyolbu’ pole ben tor kadheng mateh.
Manabi mogher e are jum’at e kapartaje bhekal aperrean dha’ oreng se
mogher (Masyarakat dilarang menebang bambu pada hari rabu dan jum’at.
Kepercayaan masyarakat dan leluhurnya, apabila menebang bambu pada hari
rabu bambu tidak beregenerasi dan menyebabkan pohon bambu mati. Apabila
menebangan dihari jum’at dipercaya dapat membahayakan bagi penebang).
Pada kegiatan pemanfaatan kayu terdapat larangan yang bersumber dari
kepercayaan lokal yaitu larangan melakukan penebangan di kawasan yang
disakralkan atau dikeramatkan (sumber mata air, kuburan/persiarahan). Hal ini
seperti yang diungkapkan oleh Bapak Siddik selaku tokoh masyarakat yang
menyatakan:
Kajuh se tombu e seddhi’en kobhuren otabe somber aeng se ekramat
aghi e guna’aghi masyarakat kaangghuy kepentingan umum akadhi
pembangunan masjid/langgar tor egebhey dinding are. Manabi eguna’aghi
kaangguy kabutoan compok e kapartajhe korang berkat, ejuel jugha argena
lebbi modhe. (kayu yang tumbuh di sekitar kawasan yang di keramatkan
digunakan untuk kepentingan umum seperti pembangunan masjid/langgar
dan kebutuhan pemakaman. Apabila digunakan untuk membangun rumah
dipercayai kurang berkah, dijualpun harganya sangat murah).
Kepercayaan-kepercayaan lokal seperti ini masih dipatuhi oleh masyarakat
setempat. Kepercayaan lokal dipercaya dapat menjaga kelestarian lingkungan dan
keberlanjutan pemanfaatannya.
FMU Karsa Lestari termasuk kelompok tani didalamnya membuat aturan
formal untuk mengendalikkan anggotanya (tanggung jawab anggota, hak dan
kewajiban, sistem pengawasan internal dan kontrol terhadap anggota) yang tertuang
dalam Anggaran Dasar (AD) dan Anggaran Rumah Tangga (ART) yang mengatur
kelembagaan tersebut secara internal. Aturan informal kelompok berupa
kesepakatan dan musyawarah terkait jadwal pertemuan, bentuk pertemuan,
besarnya iuran, perencanaan kegiatan yang akan dilakukan, aturan monitoring dan
sanksi, serta aturan penyelesaian konflik dalam kelembagaan. Aturan formal dan
informal dalam kelembagaan FMU Karsa Lestari secara lebih rinci disajikan pada
Lampiran 2.
Perdirjen BUK No.P.8/VI-VPPHH/2012 lampiran 2.3 tentang standar dan
pedoman penilaian kinerja pengelolaan hutan produksi lestari (PHPL) dan
verifikasi legalitas kayu (VLK) menetapkan kriteria dan indikator sebagai standar
verifikasi legalitas kayu pada hutan hak dengan prinsip (P1.) yaitu kepemilikan
kayu dapat dibuktikan keabsahannya. Kriteria tersebut mencakup keabsahan hak
milik dalam hubungannya dengan areal, kayu dan perdagangannya (K1.1).
Indikator penilaiannya yaitu 1.1.1 Pemilik hutan hak mampu menunjukan
keabsahan haknya, 1.1.2 Unit kelola (individu maupun kelompok) mampu
membuktikan dokumen angkutan kayu yang sah, 1.1.3 Unit kelola menunjukan
bukti pelunasan pungutan pemerintah sektor kehutanan dalam hal pemungutan atas
tegakan yan tumbuh sebelum pengalihan hak atau penguasaan.

17

Hasil penilaian berdasarkan kriteria dan indikator SVLK yaitu indikator 1.1.1
keabsahannya di tunjukan dengan dokumen kepemilikan lahan yang sah berupa
dokumen letter C yang merupakan keterangan asal usul kepemilikan lahan yang
diterbitkan dan ditanda tangani Kepala Desa. Indikator 1.1.2 dokumen angkutan
kayu yang sah tidak diverifikasi karena tidak terdapat dokumen angkutan kayu serta
belum adanya kegiatan penebangan terutama anggota FMU Karsa Lestari yang
terkena sampling dalam pelaksanaan verifikasi. Indikator 1.1.3 mengenai bukti
pembayaran hak negara berupa PSDH/DR dan pengganti nilai tegakan tidak
diverivikasi karena lahan anggota FMU Karsa Lestari merupakan lahan milik.
Berdasarkan pada Perdirjen BUK No.P.8/VI-VPPHH/2012 lampiran 3.3
bagian D.4.d tentang pedoman pelaksanaan