Komunitas Fauna Tanah Pada Empat Tipe Ekosistem yang Berbeda.

KOMUNITAS FAUNA TANAH PADA EMPAT TIPE
EKOSISTEM YANG BERBEDA

ZELVIN NAOVAL HIDAYAT

DEPARTEMEN SILVIKULTUR
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Komunitas Fauna
Tanah Pada Empat Tipe Ekosistem yang Berbeda, adalah benar karya saya dengan
arahan dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.


Bogor, Agustus 2015

Zelvin Naoval Hidayat
NIM E44100104

ABSTRAK
ZELVIN NAOVAL HIDAYAT. Komunitas Fauna Tanah Pada Empat Tipe
Ekosistem yang Berbeda. Dibimbing oleh CAHYO WIBOWO dan NOOR
FARIKHAH HANEDA.
Deforestasi atau perubahan fungsi dari hutan menjadi non-hutan berperan
dalam perubahan ekosistem dan spesies di dalamnya. Fauna tanah merupakan
salah satu komponen di dalamnya yang menarik untuk dikaji. Penelitian
dilaksanakan di Desa Bungku, Kecamatan Bajubang, Kabupaten Batanghari,
Provinsi Jambi. Teknik pengambilan sampel fauna tanah menggunakan metode
hand sorting di empat ekosistem. Empat ekosistem tersebut yaitu hutan sekunder
(BF), hutan karet (BJ), perkebunan kelapa sawit (BO), dan kebun karet (BR).
Hasil penelitian secara keseluruhan menemukan 271 individu makro fauna tanah
yang termasuk dalam 43 Famili, 19 Ordo dari 7 Kelas yaitu Insecta, Chilopoda,
Collembola, Clitellata, Malacostraca, Arachnida, dan Diplopoda, serta 2 Filum

yaitu Arthropoda dan Annelida. Ekosistem paling stabil yaitu hutan sekunder (BF)
dengan nilai indeks keragaman H’ = 2.50, indeks kekayaan DMg = 5.05, dan
indeks kemerataan E = 0.81. Pola sebaran secara umum pada ke empat ekosistem
adalah seragam (uniform) dengan nilai Id < 1. Tingginya keanekaragaman jenis
makro fauna tanah pada ekosistem terkait dengan tingkat kesuburan tanah.
Kata kunci: Hutan karet, hutan sekunder, kebun karet, komunitas fauna tanah,
perkebunan kelapa sawit.

ABSTRACT
ZELVIN NAOVAL HIDAYAT. Comunity of Soil Fauna in Four Different Type
Ecosystems. Supervised by CAHYO WIBOWO dan NOOR FARIKHAH
HANEDA.
Deforestation or changes in the function from forest to non-forest
ecosystems has been playing a role in the change of ecosystem and species in it.
Soil fauna is one of is an interesting aspect to be studied. This experiment was
conducted in Bungku, District Bajubang, Batanghari Regency, Jambi. Sampling
technique using hand sorting method in fourth ecosystem. The fourth ecosystem
mentioned is secondary forest (BF), jungle rubber (BJ), oil palm plantations (BO),
and rubber plantations (BR). The results found there were 271 individuals are
included in 43 familys, 19 orders from 7 class i.e. Insecta, Chilopoda, Collembola,

Clitellata, Malacostraca, Arachnida, and Diplopoda, with 2 phylum i.e.
Arthropoda and Annelida. Secondary forest is an ecosystem that relatively stable
with the value of diversity index H '= 2.50, index of richness DMg = 5.05, and
index of evenness E = 0.81. General distribution pattern on the four ecosystems is
uniform, with Id value 1 maka penyebarannya
mengelompok, dan jika Id < 1 maka penyebarannya teratur atau seragam.

6

Indeks Similaritas (IS)
Indeks Similaritas merupakan nilai yang digunakan untuk mengetahui
kesamaan relatif dari komposisi jenis dan struktur antara dua komunitas yang
dibandingkan (Soerianegara & Indrawan 2002). Perhitungan IS menggunakan
rumus Jaccard Measure (qualitative data), yaitu:
(

)

Keterangan :
Cj

= Indeks similaritas
j
= Jumlah jenis yang sama pada ke dua ekosistem yang dibandingkan
A
= Jumlah jenis pada ekosistem A
B
= Jumlah jenis pada ekosistem B

HASIL DAN PEMBAHASAN
Komposisi Famili Fauna Tanah
Jumlah Fauna Tanah Pada Seluruh Ekosistem di Desa Bungku
Hasil identifikasi fauna tanah secara keseluruhan didalam plot pegamatan
menunjukan kelimpahan sebanyak 271 individu yang termasuk kedalam 43 Famili,
19 Ordo dari 7 Kelas yaitu Insecta, Chilopoda, Collembola, Clitellata,
Malacostraca, Arachnida, dan Diplopoda, serta 2 Filum yaitu Arthropoda dan
Annelida. Daftar Famili fauna tanah yang ditemukan untuk setiap ekosistem dapat
dilihat pada Lampiran 2. Ordo Araneae memiliki jumlah Famili terbanyak yang
ditemukan yaitu 10 Famili, diikuti Coleoptera (8 Famili), Hemiptera (4 Famili),
Hymenoptera dan Isopoda (3 Famili), Orthoptera (2 Famili), dan masih-masing 1
Famili

untuk
Ordo
Isoptera,
Scolopendomorpha,
Dermaptera,
Entomobryomorpha, Haplotaxida, Opiliones, Ixodida, Arhynchobdellida,
Mycrocoryphia, Scorpiones, Diptera, Blattaria, dan Chordeumatida. Dominasi
Araneae (laba-laba) dalam penelitian ini sesuai dengan pernyataan Jocque dan
Dippenaar-Schoeman (2005) yang menyatakan bahwa laba-laba merupakan salah
satu kelompok hewan invertebrata terbesar, mencakup hampir 40 000 speies
(Gambar 4). Laba-laba tersebar di seluruh dunia, terdapat di semua habitat, dan
terdapat di semua benua kecuali Antartika.

7

Gambar 4 Ordo Araneae
Berdasarkan Famili maka Formicidae merupakan Famili fauna tanah yang
mendominasi dalam penelitian ini. Rhinotermitidae dan Blattidae memiliki
jumlah individu terbanyak kedua yaitu 15 individu (Gambar 5). Formicidae yang
ditemukan memiliki jumlah total 119 individu (Gambar 6). Formicidae (semut)

merupakan jenis serangga yang memiliki populasi yang cukup stabil sepanjang
musim dan tahun. Jumlahnya yang banyak dan stabil membuat semut menjadi
salah satu koloni serangga yang penting di ekosistem. Oleh karena jumlahnya
yang berlimpah, fungsinya yang penting, dan interaksi yang komplek dengan
ekosistem yang ditempatinya, semut seringkali digunakan sebagai bio-indikator
dalam program penilaian lingkungan, seperti kebakaran hutan, gangguan terhadap
vegetasi, penebangan hutan, pertambangan, pembuangan limbah, dan penggunaan
lahan (Wang et al. 2000).

a

b

Gambar 5 Famili Rhinotermitidae (a) Famili Blattidae (b)
Banyaknya jumlah rayap didukung oleh kondisi plot pengambilan sampel
yang banyak mengandung bahan makanan untuk rayap seperti serasah dan
ranting. Rayap juga merupakan hewan yang hidup berkoloni sehingga individu
yang ditemukan cukup banyak. Rayap membangun sarangnya menyerupai bukitbukit kecil dan dilengkapi dengan lorong-lorong. Aktivitas pembuatan sarang
maupun lorong-lorong ini merupakan kunci dalam translokasi hara yang
berpengaruh terhadap kesuburan tanah (Hanafiah 2007).


Famili

8

1
3
2

Delphacidae
Miridae
Eulophidae
Acrididae
Caponiidae
Agelenidae
Oxyopidae
Coccinellidae
Anisolabididae
Hydrometridae
Carabidae

Diptera 1
Theridiosomatidae
Curculionidae
Eucinetidae
Scarabaeidae
Chrysomelidae
Eucnemidae
Clubionidae
Blattidae
Theridiidae
Ixodidae
Tylidae
Machilidae
Diapriidae
Cantharidae
Salticidae
Gryllidae
Sclerobunidae
Lycosidae
Ligiidae

Scolopendridae
Conotylidae
Corinnidae
Paronellidae
Pyrrhocoridae
Lumbricidae
Rhinotermitidae
Hirudinidae
Buthidae
Formicidae
Liocranidae
Armadillidiida

6
1
2
4
2
1
3

1
1
1
1
2
1
1
1
1
15
2
1
1
10
1
1
6
6
1
14

1
3
4
9
6
1
9
15
4
1
119
4
2
0

20

40

60
80
Jumlah Individu

100

120

Gambar 6 Komposisi fauna tanah berdasarkan Famili di empat ekosistem
Komposisi dan Pola Sebaran Fauna Tanah di Ekosistem Secondary Forest
Pada ekosistem secondary forest (BF) telah ditemukan fauna tanah
sebanyak 64 individu dari 22 Famili, 16 Ordo, 7 Kelas, dan 2 Filum. Ke-tujuh
Kelas yang ditemukan yaitu Malacostraca, Arachnida, Insecta, Clitellata,
Collembola, Diplopoda, dan Chilopoda. Ordo yang dominan yaitu Hymenoptera
dengan jumlah 19 individu. Famili dengan jumlah individu terbanyak yang
ditemukan pada ekosistem ini adalah Formicidae dengan 18 individu. Famili
dengan jumlah paling sedikit yang ditemukan yaitu Liocranidae, Buthidae,
Pyrrhocoridae,
Paronellidae,
Conotylidae,
Scolopendridae,
Ligiidae,
Sclerobunidae, Cantharidae, Diapriidae, Machilidae, Tylidae, dan Ixodidae yang
dalam hal ini masing-masing ditemukan hanya 1 individu. Dari data yang
didapatkan, Secondary Forest merupakan ekosistem dengan jumlah Famili
terbanyak dibandingkan dengan tiga ekosistem lainnya (Gambar 7).

Famili

9

1
1
1
1
1

Ixodidae
Tylidae
Machilidae
Diapriidae
Cantharidae
Salticidae
Gryllidae
Sclerobunidae
Lycosidae
Ligiidae
Scolopendridae
Conotylidae
Corinnidae
Paronellidae
Pyrrhocoridae
Lumbricidae
Rhinotermitidae
Hirudinidae
Buthidae
Formicidae
Liocranidae
Armadillidiidae

2
2
1
3
1
1
1
3
1
1
7
11
3
1
18
1
2
0

5

10

15

20

Jumlah Individu

Gambar 7 Komposisi fauna tanah berdasarkan Famili di Secondary Forest
Terdapat 20 jenis Famili yang termasuk kedalam Filum Arthropoda pada
ekosistem BF. Menurut Jumar (2000) ciri-ciri khusus dari Filum Arthropoda
adalah tubuh beruas-ruas, kaki beruas-ruas, eksoskleton (dinding tubuh) berkhitin
dan beruas-ruas, alat mulut beruas, rongga tubuh merupakan rongga darah, alat
pencernaan makanan berbentuk tabung, alat pembuangan melalui pipa panjang
pada rongga tubuh, serta bernapas dengan permukaan tubuh, insang, trakea, atau
paru-paru. Famili Buthidae merupakan salah satu jenis Arthropoda yang
ditemukan. Pada penelitian ini Famili Buthidae hanya ditemukan pada ekosistem
BF (Gambar 8).

Gambar 8 Famili Buthidae
Ekosistem BF dapat dikatakan sebagai ekosistem yang subur. Selain
karena keanekaragamannya yang tinggi, indikator lainnya ialah ditemukan Famili
Lumbricidae (cacing tanah) sebanyak 7 individu. Cacing tanah merupakan salah

10

satu indikator kesuburan tanah, sesuai pernyataan Sihombing (1999) yang
menyatakan kotoran atau feses cacing tanah yang bertekstur halus dan subur
dapat dimanfaatkan sebagai pupuk organik. Diatara fauna tanah didaerah beriklim
sedang, cacing tanah merupakan penyumbang bahan organik tanah terbesar, yaitu
kira-kira 100 kg/ha (Foth 1984)
Selain komposisi Famili, dalam penelitian ini dilihat pula pola sebaran
masing-masing Famili. Pola sebaran diketahui dengan menghitung indeks
Morisita (Id). Indeks Morisita adalah parameter kualitatif untuk menentukan pola
penyebaran suatu jenis dalam komunitas. Hasil perhitungan yang diperoleh pada
semua plot di ekosistem secondary forest menunjukkan bahwa pola sebaran fauna
tanah yaitu seragam (uniform) karena memiliki nilai indeks Morisita (Id) < 1
(Pauley dan Hutchens 2004). Nilai hasil perhitungan indeks Morisita dapat dilihat
pada Lampiran 3.

Famili

Komposisi dan Pola Sebaran Fauna Tanah di Ekosistem Jungle Rubber
Pada ekosistem jungle rubber (BJ) telah ditemukan fauna tanah sebanyak
81 individu dari 20 Famili, 10 Ordo, dan 4 Kelas yaitu Insecta, Arachnida,
Collembola, dan Diplopoda, semuanya termasuk kedalam Filum Arthropoda.
Famili yang paling banyak ditemukan pada ekosistem ini adalah Formicidae
dengan 31 individu, diikuti oleh Blattidae dengan 12 individu. Sementara untuk
Famili Theridiidae, Clubionidae, Salticidae, Rhinotermitidae, Eucnemidae,
Chrysomelidae, Scarabaedidae, Eucineidae, Curculionidae, Theridiosomatidae,
dan Diptera1 hanya ditemukan masing-masing 1 individu (Gambar 9).
1
1
1
1

Diptera1
Theridiosomatidae
Curculionidae
Eucinetidae
Corinnidae
Scarabaeidae
Liocranidae
Chrysomelidae
Eucnemidae
Rhinotermitidae
Salticidae
Clubionidae
Gryllidae
Machilidae
Paronellidae
Blattidae
Formicidae
Theridiidae
Conotylidae
Lycosidae

3
1
2
1
1
1
1
1
3
9
5
12
31
1
2
3
0

5

10

15

20

25

30

35

Jumlah Individu

Gambar 9 Komposisi fauna tanah berdasarkan Famili di Jungle Rubber
Berdasarkan data pada Gambar 9, dari total 81 individu yang ditemukan
terdapat 31 individu untuk Famili Formicidae. Formicidae merupakan Famili
dengan jumlah individu terbanyak dan selalu mendominasi pada setiap ekosistem.
Formicidae termasuk ke dalam Ordo Hymenoptera (Gambar 10).

11

Gambar 10 Ordo Hymenoptera
Hasil perhitungan indeks Morisita di ekosistem jungle rubber
menunjukkan bahwa semua plot memiliki pola sebaran seragam (uniform)
dengan nilai Id < 1. Nilai hasil perhitungan indeks Morisita dapat dilihat pada
Lampiran 3.

Famili

Komposisi dan Pola Sebaran Fauna Tanah di Ekosistem Oil Palm Plantation
Pada ekosistem oil palm plantation (BO) telah ditemukan fauna tanah
sebanyak 65 individu dari 16 Famili, 10 Ordo, dan 4 Kelas yaitu Insecta,
Arachnida, Chilopoda, dan Diplopoda yang semuanya termasuk dalam Filum
Arthropoda. Ordo Araneae memiliki jumlah Famili terbanyak yang ditemukan,
yaitu 7 Famili. Jumlah individu terbanyak pada ekosistem ini masih didominasi
oleh Formicidae dengan 38 individu. Jumlah ini adalah jumlah Formicidae
terbanyak yang ditemukan dibanding dengan tiga ekosistem lain (Gambar 11).
1
1

Acrididae
Caponiidae
Agelenidae
Oxyopidae
Coccinellidae
Conotylidae
Anisolabididae
Salticidae
Liocranidae
Blattidae
Scolopendridae
Hydrometridae
Carabidae
Rhinotermitidae
Lycosidae
Formicidae

2
1
1
1
1
1
1
1
2
3
1
3
7
38
0

10

20

30

40

Jumlah Individu

Gambar 11 Komposisi fauna tanah berdasarkan Famili di Oil Palm
Plantation
Dominasi Formicidae terjadi pada seluruh ekosistem, sedangkan untuk
Famili lain seringkali hanya ditemukan satu individu didalam suatu ekoistem. Hal
ini juga terjadi pada ekosistem BO. Terdapat total 10 Famili pada ekosistem BO

12

yang memiliki hanya satu buah individu. Hal ini bisa dikarenakan metode hand
sorting yang digunakan dalam pengambilan fauna. Untuk beberapa jenis fauna
yang memiliki kemampuan melompat dan berjalan cepat cenderung tidak
teramati. Salah satu Famili yang hanya ditemukan 1 individu pada ekosistem BO
adalah Blattidae. Blattidae tidak hanya ditemukan di ekosistem BO, tetapi
ditemukan juga pada ekosistem BJ dan BR. Itu artinya Blattidae merupakan jenis
yang dapat hidup di berbagai ekosistem.
Pola sebaran atau distribusi dari setiap Famili di ekosistem oil palm
plantation yaitu seragam atau uniform. Hasil perhitungan indeks Morisita
menunjukkan nilai id < 1 (Lampiran 3). Pola sebaran seragam menunjukkan
bahwa tidak ada koloni fauna yang mendominasi di salah satu plot pengamatan.
Semua Famili tersebar secara merata didalam ekosistem yang diamati dan tidak
mengelompok pada titik tertentu.

Famili

Komposisi dan Pola Sebaran Fauna Tanah di Ekosistem Rubber Plantation
Pada ekosistem rubber plantation (BR) telah ditemukan fauna tanah
sebanyak 61 individu dari 16 Famili, 8 Ordo, dan 3 Kelas. 3 kelas tersebut adalah
Insekta dan Arachnida yang termasuk dalam Filum Arthropoda, dan Clitellata
yang termasuk dalam Filum Annelida. Sama seperti ekosistem yang lain,
ekosistem BR juga didominasi oleh Famili Formicidae dengan 32 individu, diikuti
Acrididae dengan 5 individu. Famili dengan jumlah individu paling sedikit pada
ekosistem ini adalah Coccinellidae, Gryllidae, Eucinetidae, Lycosidae,
Hirudinidae, Delphacidae, dan Theridiidae yang dalam hal ini masing-masing
ditemukan sebanyak 1 individu (Gambar 12)
1
1

Theridiidae
Delphacidae
Blattidae
Hirudinidae
Lycosidae
Miridae
Eucinetidae
Gryllidae
Lumbricidae
Coccinellidae
Salticidae
Oxyopidae
Eulophidae
Corinnidae
Formicidae
Acrididae

2
1
1
3
1
1
2
1
2
3
2
3
32
5
0

5

10

15

20

25

30

35

Jumlah Idividu

Gambar 12 Komposisi fauna tanah berdasarkan Famili di Rubber Plantation
Formicidae merupakan Famili yang mendominasi ekosistem ini. Formicidae
merupakan satu dari 9 Famili yang termasuk dalam Kelas Insekta pada ekosistem
BR. Hal ini menunjukan dominasi insekta yang cukup signifikan. Sama seperti
ekosistem BF, pada ekosistem BR juga ditemukan Famili Lumbricidae (cacing
tanah). Lumbricidae pada ekosistem BR ditemukan sebanyak 2 individu. Faktor

13

ekologi sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan cacing tanah baik terhadap
perkembangbiakan maupun pertumbuhan. Faktor lingkungan yang berpengaruh
terhadap pertumbuhan, perkembangbiakan, dan kesehatan cacing tanah adalah
ketersediaan pakan, temperatur, kelembaban, derajat keasaman (pH), dan aerasi
(Martin & Hawthorne 1981). Hal ini menunjukan bahwa baik ekosistem BF
ataupun ekosistem BR memiliki semua aspek yang dibutuhkan untuk kehidupan
cacing tanah (Gambar 13)

Gambar 13 Famili Lumbricidae
Pola sebaran dihitung pada setiap Famili dan menunjukkan bahwa fauna
tanah pada ekosistem rubber plantation memiliki pola sebaran seragam (uniform).
Nilai perhitungan indeks Morisita menunjukan bahwa Id < 1. Angka-angka hasil
perhitungan untuk ekosistem ini dapat dilihat pada Lampiran 3.
Perbandingan Jumlah Individu Fauna Tanah di Setiap Ekosistem
Setiap ekosistem yang diamati memiliki jumlah individu yang berbeda.
Berdasarkan jumlah individu fauna tanah, kelimpahan terbanyak ada pada
ekosistem jungle rubber, diikuti oil palm plantation, secondary forest, dan rubber
plantation. Jungle rubber menjadi ekosistem dengan kelimpahan individu fauna
terbanyak yaitu 81 indvidu, sedangkan untuk jumlah Famili didominasi oleh
secondary forest dengan jumlah 22 Famili. Secondary forest juga merupakan
ekosistem dengan jumlah keragaman Ordo terbanyak dengan 16 Ordo, diikuti
oleh oil palm plantation dan jungle rubber yang masing-masing memiliki jumlah
10 Ordo. Perbedaan penemuan fauna tanah pada setiap ekosistem secara lebih
jelas tersaji dalam Tabel 1.
Tabel 1 Jumlah total individu, Famili, Ordo, dan Kelas fauna yang ditemukan di
empat ekosistem yang berbeda di Desa Bungku
Kategori
BF
BJ
BO
BR
Jumlah total individu
64
81
65
61
Jumlah Famili
22
20
16
16
Ordo
16
10
10
8
Kelas
7
4
4
3
BF: secondary forest, BJ: jungle rubber, BO: oil palm plantation, BR: rubber plantation.

Terdapat perbedaan jumlah individu, Famili, Ordo, dan Kelas pada setiap
ekosistem. Ini disebabkan adanya hal yang mempengaruhi keberadaan fauna tanah.
Pengaruh yang ada pada setiap ekosistem berbeda-beda tergantung dari

14

penggunaan dan pemanfaatan ekosistem itu sendiri. Hal ini sesuai dengan
pernyataan dari Tarumingkeng (1992) yang menyatakan semua jenis flora dan
fauna telah berevolusi untuk menyesuaikan hidup dengan lingkungan. Keadaan
lingkungan hidup mempengaruhi keanekaragaman bentuk-bentuk hayati dan
banyaknya jenis makhluk hidup (biodiversitas), dan sebaliknya keanekaragaman
dan banyaknya makhluk hidup juga menentukan keadaan lingkungan.
Ekosistem jungle rubber (BJ) memiliki jumlah total individu terbanyak
yaitu 81 individu. Penyebabnya diduga karena pengambilan sampel berdekatan
dengan banyak sarang fauna, atau bisa juga karena lokasi pengambilan sampel
merupakan habitat yang sesuai untuk beberapa jenis fauna. Hal ini sesuai dengan
pernyataan Suin (1997) yang menyatakan bahwa frekuensi kehadiran suatu jenis
hewan pada suatu habitat menunjukan keseringhadiran jenis tersebut di habitat itu.
Walaupun BJ mendominasi dalam jumlah individu, tetapi untuk jumlah Famili,
Ordo, dan Kelas didominasi oleh ekosistem secondary forest (BF). Dominasi BF
terjadi karena lokasi yang jarang dijumpai dan terganggu oleh manusia, serta
karena kondisi ekosistem yang beragam. Tegakan campuran memiliki
keanekaragaman yang tinggi karena semakin beragamnya serasah maka semakin
tinggi pula keanekaragaman binatang tanah yang dikandungnya (Solihin 2000).
Dari data yang dihasilkan, pada kenyataannya jumlah individu pada empat
ekosistem cukup merata. Hal ini terlihat pada selisih jumlah individu yang tidak
terlalu besar pada empat ekosistem.
Keragaman, Kekayaan, Kemerataan Fauna Tanah dan Indeks Similaritas
Keragaman, Kekayaan, dan Kemerataan Fauna Tanah
Keanekaragaman yang diamati dalam penelitian ini adalah indeks
keragaman atau index of diversity (H’), indeks kekayaan atau richness (DMg), dan
indeks kemerataan atau evenness (J’). Nilai indeks keanekaragaman untuk setiap
ekosistem disajikan dalam Tabel 2.
Tabel 2 Biodiversitas fauna tanah pada empat tipe ekosistem yang berbeda di
Desa Bungku
Ekosistem

Jumlah
Indeks
Indeks
Indeks
Famili
Keragaman
Kekayaan
Kemerataan
(S)
(H’)
(DMg)
(J’)
BF
22
2.50
5.05
0.81
BJ
20
2.21
4.32
0.74
BO
16
1.69
3.59
0.61
BR
16
1.91
3.65
0.69
BF: secondary forest, BJ: jungle rubber, BO: oil palm plantation, BR: rubber plantation.

Pengamatan parameter tersebut sesuai dengan pernyataan Dharmawan
(2005) yang menyatakan bahwa keanekaragam spesies merupakan karakter
komunitas yang penting dibicarakan secara mendalam baik secara konsep maupun
aplikasinya di lapangan. Keanekaragaman merupakan kombinasi dari jumlah
spesies yang ditemukan pada suatu ekosistem dan jumlah cacah individu pada
masing-masing spesies atau kemerataan. Pernyataan ini diperkuat oleh hasil
penelitian Karmana (2010) yang menyatakan bahwa indeks keanekaragaman
spesies tergantung dari kekayaan dan kemerataan spesies.

15

Berdasarkan data pengamatan terlihat bahwa jumlah Famili (S) di
ekosistem secondary forest merupakan yang terbanyak (22 Famili) dibandingkan
dengan ketiga ekosistem lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa semakin banyak
jumlah Famili maka semakin besar pula keanekaragamannya. Parameter jumlah
Famili saja tidak menjamin kemungkinan tersebut, tetapi bila diamati dari indeks
keanekaragamannya dapat dilihat bahwa ekosistem secondary forest relatif lebih
stabil dibandingkan tiga ekosistem lainnya (H’ = 2.50, DMg = 5.05, J’ = 0.81).
Hasil tersebut sesuai dengan pernyataan Odum (1998) yang menyatakan bahwa
keanekaragaman identik dengan kestabilan ekosistem, yaitu jika keanekaragaman
suatu ekosistem tinggi, maka kondisi ekosistem tersebut cenderung stabil. Hasil
analisis data untuk indeks kemerataan menunjukkan bahwa keempat ekosistem
memiliki nilai J’ berkisar antara 0.61 – 0.81, artinya setiap jenis pada ekosistem
tersebut memiliki tingkat penyebaran jenis yang hampir merata.
Indeks Similaritas
Indeks Similaritas (IS) menggambarkan tingkat kesamaan relatif dari
komposisi jenis antara dua komunitas yang dibandingkan. Hasil perhitungan nilai
IS untuk fauna tanah pada empat tipe ekosistem yang diamati disajikan pada
Tabel 3.
Tabel 3 Nilai Indeks Similaritas (IS) fauna tanah pada empat tipe ekosistem
yang berbeda di Desa Bungku
Ekosistem
BF
BJ
BO
BR
BF
0.27
0.19
0.23
BJ
0.24
0.29
BO
0.28
BR
BF: secondary forest, BJ: jungle rubber, BO: oil palm plantation, BR: rubber plantation

Nilai IS tertinggi yang diperoleh terdapat pada perbandingan ekosistem BJ
dan BR yaitu 0.29. Ini artinya kedua ekosistem ini memiliki kesamaan jenis fauna
tanah terbanyak dibandingkan ekosistem-ekosistem lain yang dibandingkan. Hal
ini diduga karena ekosistem BJ dan BR memiliki tegakan vegetasi utama yang
sama yaitu karet. Serasah dari pohon karet tentunya menjadi salah satu sumber
bahan organik bagi kedua ekosistem tersebut. Menurut Yulipriyanto (2010) bahan
organik tanah menyediakan sumber makanan sekaligus sumber energi bagi
berbagai organisme tanah. Sementara itu untuk nilai IS terkecil terdapat pada
perbandingan ekosistem BF dan BO yaitu 0.19. Ini terjadi diduga karena pada
dasarnya ekosistem BF dan BO merupakan ekosistem dengan vegetasi yang
sangat berbeda. Ekosistem BF memiliki jenis vegetasi yang beragam, sedangkan
ekosistem BO hanya diperuntukan untuk tanaman sawit.
Analisis Tanah
Analisis Horizon A Tanah
Pada penelitian ini horizon yang diamati hanyalah horizon A. Ini
disebabkan karena horizon A merupakan horizon yang paling penting untuk
membantu pertumbuhan tanaman. Sesuai dengan pernyataan Hanafiah (2007)
yang menyatakan bahwa meskipun tanah terdiri dari beberapa horizon, namun
bagi tanaman yang paling penting adalah horizon O-A (lapisan atas) yang

16

mengacu pada ketersediaan hara. Rata-rata tebal horizon A dari 3 kali ulangan
pada setiap ekosistem memiliki perbedaan. Ekosistem dengan rata-rata tebal
paling tinggi adalah ekosistem secondary forest, yaitu 6.2 cm, sementara untuk
ekosistem dengan rata-rata tebal horizon A paling rendah adalah oil palm
plantation dengan 4.7 cm. Secara lebih jelas data tebal horizon A pada ke empat
ekosistem tersaji dalam Tabel 4.
Tabel 4 Perbandingan tebal horizon A tanah pada empat ekosistem di Desa
Bungku, Provinsi Jambi
Ulangan ke- (cm)
Ekosistem
Rata-rata
1
2
3
BF
6
7
5.5
6.2
BJ
6
5
4
5
BO
4.8
5.1
4
4.7
BR
5.3
4
5
4.8
BF: secondary forest, BJ: jungle rubber, BO: oil palm plantation, BR: rubber plantation.

Ekosistem BF memiliki rata-rata tertinggi diduga karena kondisi ekosistem
yang dipadati vegetasi, sehingga memiliki jumlah bahan organik tanah (BOT)
yang tinggi (Gambar 14). Sesuai dengan pernyataan Hanafiah (2007) yang
menyatakan bahwa horizon A merupakan horizon berBOT tinggi sehingga
berwarna gelap. Fenomena ini diperkuat oleh Hardjowigeno (2007) yang
menyatakan bahwa semakin gelap warna tanah maka semakin besar pula
kandungan bahan organiknya. Jumlah BOT yang tinggi tentu saja berbanding
lurus dengan jumlah fauna tanah yang terdapat didalamnya. Hal ini sesuai dengan
proses pengambilan fauna yang sebagian besar terdapat pada horizon A. Pada
dasarnya bahan organik merupakan bahan makanan dan tempat hidup bagi
sebagian besar fauna tanah. Berbanding lurus dengan hasil yang diperoleh, fauna
tanah pada ekosistem secondary forest memiliki keanekaragaman yang tertinggi.

a

b

Gambar 14 Vegetasi Secondary Forest (a) Pengukuran Horizon A
Ekosistem Secondary Forest (b)
Analisis Tekstur Tanah
Menurut Hanafiah (2007) tekstur tanah menunjukan komposisi partikel
penyusun tanah yang dinyatakan sebagai perbandingan proporsi (%) relatif antara
fraksi pasir (sand) (berdiameter 2.00 – 0.20 mm), debu (silt) (berdiameter 0.20 –
0.002 mm), dan liat (clay) (berdiameter < 0.002 mm). Dalam penelitian ini
didapatkan hasil tekstur tanah untuk 3 ekosistem yaitu jungle rubber, oil palm

17

plantation, dan rubber plantation adalah clay (liat). Berbeda dengan 3 ekosistem
lainnya, ekosistem secondary forest memiliki tekstur silty clay loam (lempung liat
berdebu). Secara lebih jelas variasi tekstur tanah dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5 Tekstur tanah pada setiap ekosistem
Ekosistem
Horizon
Tekstur
BF
A
Silty clay loam
B
Silty clay loam
BJ
A
Clay
B
Clay
BO
A
Clay
B
Clay
BR
A
Clay
B
Clay
BF: secondary forest, BJ: jungle rubber, BO: oil palm plantation, BR: rubber plantation.

Perbedaan yang terjadi pada ekosistem BF disebabkan kondisi vegetasi
dan fauna yang sangat beragam. Kondisi ekosistem yang subur menyebabkan
terbentuknya suatu lingkungan hidup yang ideal untuk fauna tanah. Fauna yang
hidup didalam tanah menyebabkan terbentuknya banyak pori-pori tanah sehingga
air dan perakaran tanaman mudah meresap. Sesuai dengan pernyataan Hanafiah
(2007) yaitu tanah yang didominasi pasir akan banyak mempunyai pori-pori
makro (besar) (disebut poreus), tanah yang didominasi debu akan banyak
mempunyai pori-pori meso (sedang) (agak poreus), sedangkan tanah yang
didominasi liat akan banyak mempunyai pori-pori mikro (kecil) (tidak poreus).
Pernyataan ini sesuai dengan hasil pada ekosistem BF, dimana tanahnya memiliki
pori-pori beragam sehingga memiliki tebal horizon A dan keanekaragaman fauna
tanah tertinggi. Berbeda dengan tiga ekosistem lainnya yang memiliki tekstur liat
(clay) yang berarti pori-porinya kecil sehingga cukup sulit ditembus oleh
perakaran dan fauna tanah.
Kandungan Bahan Organik Tanah (BOT)
Tanah tersusun oleh bahan padatan, air dan udara. Bahan padatan ini
meliputi bahan mineral berukuran pasir, liat, dan debu, serta bahan organik.
Menurut Hanafiah (2007) BOT adalah kumpulan beragam senyawa-senyawa
organik kompleks yang sedang atau telah mengalami proses dekomposisi, baik
berupa humus hasil humifikasi maupun senyawa-senyawa anorganik hasil
mineralisasi (disebut biontik), termasuk mikrobia heterotrofik dan ototrofik.
Terkait dengan sifat biologi tanah, bahan organik sangat nyata mempengaruhi
kegiatan fauna tanah melalui perannya sebagai penyedia sumber C dan energi
(Ma’shum et al. 2003).
Dari hasil analisis bahan organik tanah yang dilakukan di Laboratorium
Kimia dan Kesuburan Tanah, Departemen Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian IPB,
ekosistem dengan jumlah BOT tertinggi terdapat pada ekosistem jungle rubber
(BJ) yaitu sebesar 2.55%, sedangkan kandungan BOT paling rendah terdapat pada
ekosistem oil palm plantation (BO) yaitu sebesar 1.35%. Secara lebih jelas variasi
kandungan bahan organik tanah dapat dilihat pada Tabel 6.

18

Tabel 6 Analisis bahan organik tanah (BOT) pada setiap ekosistem
Ekosistem
Horizon
C-org (%)
Rata-rata (%)
A
2.71
BF
1.95
B
1.20
A
3.51
BJ
2.55
B
1.60
A
1.43
BO
1.35
B
1.27
A
2.63
BR
1.95
B
1.27
C-org: kandungan bahan organik, BF: secondary forest, BJ: jungle rubber, BO: oil palm
plantation, BR: rubber plantation.

Meskipun BF memiliki tebal horizon A tertinggi, tetapi ekosistem dengan
jumlah BOT tertinggi ialah BJ. Hal ini kurang sesuai dengan literatur yang
menyatakan semakin tebal horizon A maka kandungan bahan organik tanah akan
semakin tinggi. Pada dasarnya ke empat ekosistem merupakan ekosistem yang
subur. Hal tersebut terlihat dari komposisi fauna tanah yang beragam dan hampir
merata pada setiap ekosistem. Oleh karena itu, walaupun BJ memiliki kandungan
BOT tertinggi, tetapi secara keseluruhan setiap ekosistem memiliki jumlah BOT
yang hampir merata.
Hal menarik yang juga dapat dilihat dari hasil analisis BOT ialah
kandungan BOT pada horizon A selalu lebih besar dibandingkan horizon B pada
seuruh ekosistem. Ini disebabkan karena pada horizon A terdapat lebih banyak
pelapukan-pelapukan jaringan organik tanaman. Seperti yang disampaikan oleh
Hanafiah (2007) yaitu sumber primer bahan organik tanah adalah jaringan organik
tanaman, baik berupa daun, batang/cabang, ranting, buah maupun akar, sedangkan
sumber sekunder berupa jaringan organik fauna termasuk kotorannya serta
mikroflora.
Hubungan Antara Karakteristik Ekosistem dan Keberadaan Fauna Tanah
Fauna tanah memiliki tingkat toleransi yang sempit dan respon yang cepat
terhadap perubahan lingkungan. Fauna tanah memiliki ukuran yang kecil dan
relatif bergantung pada kondisi temperatur, hal ini membuat mereka sangat
sensitif terhadap perubahan iklim dan iklim mikro dalam suatu habitat (Kaspari
dan Mejer 2000). Oleh karena itu, perlu dilakukan pengamatan terhadap beberapa
faktor fisik atau lingkungan yang kemungkinan berpengaruh terhadap keberadaan
fauna tanah (Tabel 7).
Menurut Yulipriyanto (2010) fauna yang hidup di dalam tanah biasanya
sangat terkait dengan kondisi habitat dan beberapa faktor pembatas utama yang
mempengaruhi kehidupannya seperti temperatur, kandungan air, sumber makanan,
tekstur tanah, dan habitat yang mendukung untuk pembuatan sarang. Berdasarkan
pertimbangan tersebut maka pengambilan data meliputi strata vegetasi, spesies
pohon, ketebalan serasah, suhu tanah, kerapatan tajuk, pH tanah, kelembaban
udara.

19

Tabel 7 Faktor-faktor lingkungan yang diduga mempengaruhi diversitas fauna
tanah pada empat tipe ekosistem di Desa Bungku*
Faktor
BF
BJ
BO
BR
Strata vegetasi
III
III
I
II
Spesies pohon
4
1
1
1
Ketebalan serasah
5.20
5.85
0.31
4.15
(cm)
Suhu tanah (°C)
26.8
26.1
27.8
27.6
Suhu udara (°C)
29.0
28.0
30.0
29.1
Kerapatan tajuk (%)
84
85
64
78
pH tanah
4
5
4
4
Kelembaban udara
86.20
91.00
75.00
85.40
*Sumber: (Yuniar 2014), BF: secondary forest, BJ: jungle rubber , BO: oil palm
plantation, BR: rubber plantation, I: sangat rendah; II: rendah; III: sedang; IV: tinggi; V:
sangat tinggi (Room PM 1975).

.
Kondisi strata vegatasi antara BJ dan BF sama-sama berada dalam tingkat
sedang (III) dan didominasi pohon karet, perdu dan semak, serta tumbuhan bawah
yang cukup padat. Perbedaan yang menyebabkan kondisi tersebut adalah faktor
spesies pohon penyusun ekosistem. Pada ekosistem secondary forest, spesies
pohon penyusun ekosistem tidak hanya pohon karet (Hevea brasiliensis) tetapi
terdapat juga jenis bambu, bulian dan rambutan hutan (Nephelium mutabile).
Faktor suhu dan kelembaban udara mikro dalam ekosistem turut
mempengaruhi variasi kehidupan fauna tanah. Data menunjukkan bahwa suhu
tanah pada empat ekosistem berkisar antara 26.1°C – 27.8°C, sedangkan suhu
udara berkisar antara 28.0°C – 30.0°C. Menurut (Riyanto 2007) kisaran suhu
25°C – 32°C merupakan suhu optimal dan toleran bagi aktifitas semut di daerah
tropis. Suhu tanah akan menentukan tingkat dekomposisi material organik tanah.
Secara tidak langsung terdapat hubungan antara kepadatan organisme tanah
dengan suhu. Dekomposisi material tanah yang terjadi lebih cepat dapat
meningkatkan kesuburan vegetasi, serta mengundang kehadiran fauna tanah.
Seperti yang diketahui bahwa jumlah individu fauna tanah pada seluruh ekosistem
didominasi oleh semut, dan suhu udara pada lokasi pengamatan nyatanya
memiliki temperatur yang optimal untuk aktifitas semut.
Perbedaan suhu dan kelembaban udara pada setiap ekosistem terjadi
karena penyinaran matahari yang berbeda. Penyinaran matahari dipengaruhi oleh
kerapatan tajuk. Berdasarkan data pengamatan, nilai kerapatan tajuk pada
ekosistem jungle rubber dan secondary forest hampir sama yaitu 85% dan 84%,
yang selanjutnya diikuti oleh plantation rubber dan oil palm plantation masingmasing 78% dan 64%.
Faktor berikutnya yaitu pH tanah. Ekosistem secondary forest, rubber
plantation, dan oil palm plantation memiliki nilai pH tanah yang sama yaitu 4. Ini
artinya ketiga ekosistem tersebut memiliki tanah yang sedikit asam. Berbeda
dengan tiga ekosistem lainnya, ekosistem jungle rubber memiliki nilai pH tanah 5.
Kondisi pH tanah ini masih ditoleransi oleh fauna tanah, artinya fauna tanah
masih dapat hidup dengan baik pada pH ini yang sedikit asam. Fauna tanah ada
yang senang hidup pada pH asam dan ada pula yang senang pada pH basa
tergantung pada jenisnya (Rahmawati 2004).

20

Selanjutnya diukur juga tebal serasah di setiap ekosistem. Tebal serasah
berpengaruh terhadap jumlah serasah yang dapat terdekomposisi, semakin tebal
serasah maka akan semakin banyak bahan organik yang dihasilkan (Syaufina et.
al. 2007). Tebal serasah tertinggi terdapat pada ekosistem jungle rubber dan
secondary forest dengan ketebalan masing-masing 5.85 cm dan 5.20 cm. Hal ini
berbanding lurus dengan keberadaan fauna tanah pada dua ekosistem tersebut
dimana ekosistem jungle rubber dan secondary forest memiliki jumlah individu
dan keanekaragaman fauna tanah yang tinggi.

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
1. Pada empat tipe ekosistem teridentifikasi 271 individu dalam 43 Famili,
19 Ordo, 7 Kelas dan 2 Filum. Seluruh ekosistem didominasi oleh Famili
Formicidae yang memiliki total keseluruhan sebanyak 199 individu.
2. Ekosistem paling stabil yaitu secondary forest (BF) dengan nilai H’ = 2.50,
DMg = 5.05, E = 0.81. Pola sebaran secara umum adalah seragam
(uniform) dengan nilai Id < 1.
3. Kesuburan tanah yang paling tinggi terdapat pada ekosistem secondary
forest (BF), yang dalam hal ini berbanding lurus dengan tigginya jumlah
keanekaragaman jenis fauna tanah pada ekosistem BF.
Saran
1. Perlu adanya penelitian lebih lanjut mengenai fauna tanah yang berguna
untuk kesuburan tanah, sehingga dapat dikembangkan untuk berbagai
kepentingan seperti restorasi hutan, reklamasi lahan bekas tambang, dan
usaha-usaha perbaikan dan penyuburan lahan lainnya.
2. Pengamatan secara kontinu atau secara periodik perlu dilakukan apabila
melakukan penelitian sehingga adanya perubahan kualitas biotik maupun
abiotik lebih terlihat pengaruhnya terhadap keberadaan fauna tanah dalam
rangka pengelolaan ekosistem.

DAFTAR PUSTAKA
Brata B. 2009. Cacing Tanah “Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan dan
Perkembangbiakan”. Bogor (ID): IPB Press.
Borror DJ, Triplehorn CA, Johnson NF. 1996. Pengenalan Pelajaran Serangga
Edisi ke-6. Partosoedjono S, penerjemah. Yogyakarta (ID): Gajahmada Univ
Pr. Terjemahan dari: An Introduction to the Study of Insect.
Daroz R. 1999. Insect and Forest: The Role and Diversity of Insects in The Forest
Environment. Paris: Intercept Ltd.
Dharmawan. 2005. Ekologi Hewan. Malang (ID): UM Press.

21

Foth DH. 1984. Fundamental of Soil Science. Singapore: John Wiley & Sons Inc.
Hanafiah KA. 2007. Dasar-dasar Ilmu Tanah. Jakarta (ID): PT Raja Grafindo
Persada.
Hardjowigeno. 2007. Ilmu Tanah. Jakarta (ID): CV. Akademika Pressindo.
Jocque R, Dippenaar-Schoeman AS. 2006. Spider Families of the World. Afrika
Tengah (CF): Royal Museum for Central Africa.
Jumar. 2000. Entomologi Pertanian. Jakarta (ID): PT RINEKA CIPTA.
Karmana IW. 2010. Analisis keanekaragaman epifauna dengan metode koleksi
pitfall trap di kawasan hutan Cangar Malang. GaneÇ Swara 4(1): 1-5.
Kaspari M, Majer JD. 2000. Using ants to monitor environmental change. Di
dalam: Agosti D, Majer JD, Alonso LE, Schultz TR, editor. Ants: Standard
Methods for Measuring and Monitoring Biodiversity. Volume 7. Amerika
Serikat (US): Smithsonian Inst. hlm 89-98.
Ludwig JA, Reynolds JF. 1988. Statistical Ecology. Amerika Serikat (US):
Wiley-Interscience.
Magurran AE. 2004. Measuring Biological Diversity. Oxford (UK): Blackwell.
Martin J, Hawthorne. 1981. Earth Worm Biology and Production. Languana: Inset
Lecture Hall. UPLB Collage.
Ma’shum M, Soedarsono J, Susilowati LE. 2003. Biologi Tanah. Jakarta ID:
CPIU Pasca IAEUP, Bagpro PKSDM.
Odum EP. 1998. Dasar-Dasar Ekologi Edisi ke-3. Samingan T, penerjemah.
Yogyakarta (ID): Gajahmada Univ Pr. Terjemahan dari: Fundamentals of
Ecology.
Plowes NJR, Patrock R. 2000. A Field Key to The Ants (Hymenoptera,
Formicidae) found at Brackenridge Field Laboratories, Austin, Travis
County, Texas. Austin (US): Brackenridge Field Laboratories University of
Texas.
Rahmawati. 2004. Studi keanekaragaman mesofauna tanah di kawasan hutan
wisata alam Sibolangit. e-USU Repository [Internet]. [diunduh 2014 Jun
21];
1-17.
Tersedia
pada:
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/910/1/hutanrahmawaty12.pdf.
Riyanto. 2007. Kepadatan,