Komunitas Fauna Tanah Pada Empat Tipe Ekosistem Yang Berbeda

MAKRO FAUNA TANAH
Alma Luthfiani* dan Rizki Aprizal
Program Studi Biologi, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta
*Corresponding author.almaluthfiani@gmail.com
Abstract
Land is an open system, where it will receive an additional ground material from outside or
loss of materials already held by the soil. The combination of the abiotic and biotic environment
mengasilkan an area that can be used as a residence of some creatures called soil macrofauna. The
purpose of this practicum is to determine the types of soil macrofauna found in some soil ecosystem.
Practice was held for three days, starting on Wednesday, March 22, 2017 until Friday, March 24, 2017.
The lab time using tools such as plastic cups, pieces of wood, collection bottles, glass fiber, soil tester,
thermometer, and lux meter. Materials used are kerosene, detergent, and water. The result is, at the
location of non-vegetation has a high diversity index compared with the index of vegetation diversity in
the region. The conclusion that the number of species on non vegetation area lower than the area of
vegetation
Keywords: soil macrofauna, soil, ecosystems, physical factors.

Pendahuluan
Tanah merupakan suatu sistem
terbuka, dimana tanah itu akan

menerima tambahan bahan dari luar
atau kehilangan bahan-bahan yang telah
dimiliki oleh tanah. Sebagai sistem
terbuka, tanah merupakan bagian dari
ekosistem
dimana
komponenkomponen ekosistem tanah, vegetasi
dan hewan saling memberi dan
menerima
bahan-bahan
yang
diperlukan. (Hardjowigeno, 2007).
Lingkungan tanah merupakan
lingkungan yang terdiri dari gabungan
antara
lingkungan
abiotik
dan
lingkungan biotik. Gabungan dari kedua
lingkungan tersebut menghasilkan suatu

wilayah yang dapat dijadikan sebagai
tempat tinggal dari beberapa jenis
makhluk hidup, contohnya adalah
makrofauna
tanah
(Hardjowigeno,2007).
Makrofauna tanah merupakan
kelompok
hewan-hewan
yang
merupakan biodiversitas tanah yang
berperan penting dalam memperbaiki
sifat fisik, kimia serta biologi tanah.
Dalam dekomposisi bahan organik,

makrofauna tanah lebih banyak
memberikan fasilitas lingkungan yang
baik bagi proses dekomposisi lebih
lanjut yang dilakukan oleh kelompok
mikrofauna tanah serta berbagai jenis

bakteri dan fungi. Peran makrofauna
tanah lainnya adalah proses perombakan
materi tumbuhan dan hewan mati,
pengangkutan materi organik dari
permukaan tanah, perbaikan struktur
tanah dan proses pembentukan tanah.
Tanah sebagai komponen abiotik
dalam suatu ekosistem merupakan
sumberdaya
alam
yang
sangat
mempengaruhi kehidupan. Bahkan
secara khusus tanah merupakan habitat
bagi biota tanah yang aktifitas hidupnya
dilakukan di dalam tanah. Keberadaan
fauna tanah sangat penting bagi
keseimbangan dari suatu ekosistem
tanah (Haneda, 2012).
Hakim.dkk (1986) menjelaskan

bahwa faktor lingkungan yang dapat
mempengaruhi aktifitas organisme
tanah yaitu: iklim meliputi curah hujan
serta suhu, tanah meliputi suhu tanah,
hara,
kelembaban
tanah
dan
kemasaman, serta vegetasi yang
meliputi hutan, padang rumput, dan
1

cahaya matahari
cahaya.

berupa

intensitas

Cahaya matahari merupakan

salah
satu
faktor
yang
dapat
mempengaruhi sifat-sifat tumbuhan dan
hewan. Jumar (2000) menyebutkan
berdasarkan responnta terhadap cahaya,
makrofauna tanah yang aktif pada pagi,
siang, sore, serta malam hari.
Tujuan praktikum kali ini adalah
untuk mengetahui jenis-jenis makro
fauna tanah yang terdapat
pada
beberapa ekosistem tanah.
Metode
Praktikum kali ini dilaksanakan
pada hari Rabu tanggal 22 MMaret
2017, di dua lokasi yang berbeda yaitu
di daerah vegetasi dan di daerah non

vegetasi.
Alat yang digunakan pada
praktikum ini, antara lain gelas plastik
sumpit, fiber glass, botol koleksi, tali
rafia, soil tester, thermometer, dan lux
meter. Sedangkan untuk bahan yang
digunakan dalam praktikum ini adalah
aquadest, minyak tanah, detergen, dan
alkohol 70%.
Cara kerja yang digunakan
dalam praktikum ini ialah membuat
sebuah perangkap (Pitfall Trap).
Pertama pilih 3 tempat yang sekiranya
mempunyai kandungan bahan organik
tinggi atau pun membuat plot ditempat
tanah yang gambut agar mudah
menggali ketika membuat jebakan.
Berilah jarak untuk setiap plot sejauh 1
meter. Kemudian lubang digali sedalam
20 cm, lebar lubang di tanah harus sama

dengan diameter gelas plastik yang akan

diletakkan di dalam lubang tersebut.
Masukkan gelas tersebut ke dalam
lubang, untuk tempat 1 diisi dengan air
20 ml yang ditambahkan detergen,
untuk tempat 2 diisi dengan minyak
tanah sedangkan untuk tempat 3 diisi
dengan 20 ml air saja.
Setelah itu, potong fiber glass
dengan ukuran 10 x 10 cm untuk setiap
gelas, siapkan sumpit kayu sebanyak 4
buah. Kemudian gelas plastik yang
sudah
masuk
kedalam
lubang,
dipayungi dengan sumpit. Sumpit
tersebut berfungsi sebagai cagak atau
tiang, hal itu dilakukan supaya terhindar

dari air hujan lalu diamati selama 2 hari.
Dalam 2 hari tersebut setiap pagi dan
sore, harus dicek dengan mencatat
hewan yang terperangkap pada masingmasing
lubang
dan
melakukan
pengukuran fisik tanah, meliputi pH
tanah, suhu tanah, dan intensitas cahaya.
Pindahkan
hewan
yang
terperangkap pada lubang jebakan
kedalam botol koleksi yang telah diisi
dengan seperempat alkohol 70% dengan
menggunakan pinset. Lalu identifikasi
jenis-jenis makrofauna tanah yang
terperangkat pada setiap jebakan.
Hasil dan Pembahasan
Praktikum

kali
ini
telah
dilakukan pengambilan sample dan
pengoleksian terhadap berbagai jenis
makrofauna. Dari hasil identifikasi
terdapat beberapa jenis makrofauna
seperti Insecta dan Chilopoda

2

Tabel 1. Hasil Pengukuran Faktor Fisik

Daerah

Kelompo
k

Non
Vegetasi


1
2
3

Rata-rata

Daerah

Kelompok

Vegetasi

4
5
6

Rata-rata

pH

Pagi
6,05
6
7
6,35

Sore
5,9
6,5
6
6,13

pH
Pagi
6,43
7,2
6,46
6,69

Sore
6,6
6,5
6,3
6,46

Tabel diatas menunjukkan hasil
pengukuran faktor fisik lingkungan
pada daerah vegetasi dan non vegetasi.
Rata-rata pH tanah di daerah vegetasi
cenderung lebih basa dibandingkan
dengan pH di daerah non vegetasi. Hal
ini dikarenakan pH tanah termasuk
dalam faktor pembatas bagi kehidupan
makrofauna tanah. Organisme tersebut
memerlukan pH yang optimum agar
dapat melangsungkan kehidupannya.
Tidak boleh terlalu asam ataupun terlalu
basa.
Kemasaman
suatu
tanah
+
ditentukan oleh dinamika ion H yang
terdapat di dalam tanah dan memiliki
keterkaitan dengan ketersediaan unsur
hara yang mempengaruhi suhu dan pH.
Pada pengukuran intensitas
cahaya di daerah vegetasi lebih kecil
cahayanya
dibandingkan
dengan
intensitas cahaya di daerah non
vegetasi. Hal ini dikarenakan daerah
vegetasi dikelilingi oleh pepohonan

Intensitas
Cahaya
(Klx)
Pagi Sore
11,85
15
12,83 15,31
8,2
8,7
10,96 13,03

Intensitas
Cahaya
(Klx)
Pagi Sore
12,6
2,7
2,06
0,7
3,3
4,8
5,98 2,73

Kelembaban
Tanah

Suhu Tanah
(oC)

Pagi
5
4
2,5
3,83

Pagi
29,25
28
26
27,75

Sore
7,75
6,9
2,6
5,75

Sore
28
29
27
28

Kelembaban
Tanah

Suhu Tanah
(oC)

Pagi
6
1,2
1,3
8,5

Pagi
29
24,5
27,3
26,9

Sore
3,75
1,25
2,25
2,41

Sore
25
27,5
26,5
26,3

yang tinggi sehingga menyebabkan
cahaya yang dapat masuk ke daerah
tersebut berkurang. Sedangkan pada
daerah non vegetasi memiliki intensitas
cahaya yang tinggi dikarenakan daerah
tersebut tidak dikelilingi banyak
pepohonan sehingga cahaya bebas
masuk ke daerah tersebut.
Pada pengukuran kelembaban
tanah rata-rata di awal pada daerah
vegetasi lebih tinggi dibandingkan
daerah
non
vegetasi. Hal
ini
dikarenakan pada lokasi vegetasi di
bawah pohon banyak menghasilkan
oksigen dan air dari dalam akar tanaman
besar. Namun kelembaban tanah ratarata diakhir pada daerah vegetasi lebih
rendah
daripada
non
vegetasi
dikarenakan
pengukuran
akhir
dilakukan sehabis hujan turun sehingga
kelembaban tanahnnya lebih tinggi pada
daerah non vegetasi.
3

Pengukuran suhu tanah rata-rata
di daerah vegetasi lebih kecil
dibandingkan dengan suhu tanah ratarata di daerah non vegetasi. Hal ini
dikarenakan pada daerah vegetasi

tanahnya lebih lembab sehingga suhu
tanahnya lebih rendah dibandingkan
pada daerah non vegetasi.

Tabel 2. Makrofauna di wilayah non vegetasi
Spesies
1
2
3
4

5
6
7
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.

Nama Spesies
Semut Merah
(Cardiocondyl
a wroughtoni)
Tomcat
(Paederus Sp.)
Belalang Kecil
(Hedge Sp.)
Kumbang
Kecil
(Hippodamia
Sp.)
Kecoa Kecil
(Blaberidae
sp.)
Laba-laba
Tanah
(Araneae)
Lalat (Diptera)
Semut Hitam
(Dolichoderus
bituberculatus)
Jangkrik Kecil
(Acheta
domesticus)
Cacing Kecil
(Lumbricus
rubellus)
Semut Hitam 2
(Dolichoderus
thoracicus)
Collembola
(Pseudonella
sp.)
Kutu (Cyclops
bicuspidatus)
Jentik nyamuk
(Culex sp)

Nokturnal

Diurnal

Medium
Minyak Deterjen
-

Jumla
h
3



Air
3



1

-

2

3



1

-

1

2



-

-

2

2



-

1

1

2



-

3

-

3

1
4

1
14

14

2
32

-

1

1

2

-

1

-

1

-

1

-

1

-

-

3

3



2

-

-

2



-

-

1

1








Total

59
4

Tabel 3. Makrofauna di wilayah vegetasi
Air

Minyak

Deterjen



3

2

4

10

-



12

14

10

36





17

9

3

29



-

1

1

1

3

-



-

1

-

1

-



-

-

1

1

-



-

1

-

1



-

-

-

1

1



-

-

-

1

1



-

1

-

-

1

-



2

-

-

2



-

1

1

-

2

-



-

1

1

2

Nama Spesies

Nokturnal

Diurnal

1

Semut Merah
(Camponotus
sp.)



2

Semut Hitam 1
(Dolichoderus
thoracicus)

3

Semut Hitam 2
(Dolichoderus
bituberculatus)

4
5
6

7
8
9

10

11

12

13

Semut Hitam 3
(Formica
yessensis)
Belalang Batu
(Hedge Sp.)
Laba-laba
(Pardosa
pseudoannulat
a)
Kecoa
(Periplaneta
americana)
Larva Kecoa
(Blaberidae
sp.)
Nyamuk
(Anopheles
barbirostris)
Kumbang
Tanah
(Notiophilus
substriatus)
Ekor Pegas
(Tomocerus
postantennalis
)
Arthropoda
(Tricholepidio
n gertschi)
Lalat Buah
(Drosophila
melanogaster)

Medium

Jumla
h

Spesies

5

Total
Berdasarkan hasil pengamatan
diatas, dapat diperoleh bahwa pada
daerah non vegetasi diurnal spesies
makrofauna
yang
lebih
banyak
didapatkan adalah semut. Terdapat tiga
jenis semut pada daerah non vegetasi
(berumput) yaitu semut hitam besar
dengan jumlah individu 32 ekor, dan
semut merah dengan jumlah individu 3
ekor. Semut pada daerah non vegetasi
dikarenakan sifat semut merupakan
predator
dan pemakan
sisa-sisa
tumbuhan. Wilayah non vegetasi
merupakan tempat strategis bagi semut
agar membuat sarang untuk koloninya
karena pada tempat tersebut tanah
semut untuk bersarang menjadi tertutup
oleh serasah dan dapat melindunginya
dari fauna lain.
Pada daerah non vegetasi
nokturnal spesies makrofauna yang
lebih banyak didapatkan adalah labalaba tanah dan belalang kecil. Pada
daerah non vegetasi nokturnal jumlah
individu tiap spesiesnya lebih rendah
dibandingkan diurnal. Disebabkan
serangga seperti semut lebih banyak
keluar pada malam hari (diurnal)
dibandingkan
pada
siang
hari
(nokturnal) karena pada malam hari
mempunyai suasana yang gelap dan
mampu melindungi serangga seperti
semut dari para pemangsanya.
Sedangkan pada daerah vegetasi
diurnal didapatkan sebanyak 8 spesies
dan jumlah individu total sebanyak 63
ekor. Terdapat banyak individu semut

90
hitam yaitu 36 ekor pada daerah
vegetasi diurnal hal ini dikarenakan
serangga kecil seperti semut lebih aktif
keluar pada malam hari dan individu
yang sedikit ditemukan adalah belalang
batu, laba-laba, dan kecoa yaitu 1 ekor.
Pada daerah vegetasi nokturnal spesies
makrofauna tanah yang didapatkan
sebanyak 7 spesies dan jumlah individu
total 27 ekor. Terdapat banyak individu
semut hitam yaitu 15 ekor dan individu
yang sedikit ditemukan yaitu larva
kecoa, nyamuk, dan kumbang tanah
yaitu 1 ekor. Hal ini terlihat pada
vegetasi
diurnal
dan
noktural
makrofauna yang sering muncul adalah
semut hitam dengan jumlah individu
yang sangat banyak dibandingkan
dengan spesies lainnya.
Pada penelitian ini, makrofauna
yang aktif pada malam hari lebih
banyak terperangkap daripada yang
aktif di pagi atau siang hari. Karena,
keberadaan fauna tanah dipengaruhi
oleh faktor lingkungan yaitu faktor
biotik dan faktor abiotik. Faktor
lingkungan
abiotik
yang
dapat
mempengaruhi aktivitas organisme
tanah yaitu, iklim (curah hujan, suhu),
tanah (kemasaman, kelembaban, suhu
tanah, hara), dan vegetasi (hutan,
padang rumput) serta cahaya matahari.
(Hakim.dkk, 1986) Sedangkan faktor
biotik yang mempengaruhi adalah
tumbuhan dan mikroflora.

Tabel 4. Indeks keanekaragaman di wilayan non vegetasi
Jumlah spesies
pi
Spesies
Nama Spesies
Semut Merah
3
0.05
1
(Cardiocondyla wroughtoni)
Tomcat
3
0.05
2
(Paederus Sp.)
Belalang Kecil
2
0.03
3
(Hedge Sp.)

Ln pi
-2.97

pi ln pi
0.15

-2.97

0.15

-3.38

0.11

6

Kumbang Kecil
(Hippodamia Sp.)
Kecoa Kecil
(Blaberidae sp.)
Laba-laba Tanah
(Araneae)
Lalat
(Diptera)
Semut Hitam
(Dolichoderus bituberculatus)
Jangkrik Kecil
(Acheta domesticus)
Cacing Kecil
(Lumbricus rubellus)
Semut Hitam 2
(Dolichoderus thoracicus)
Collembola
(Pseudonella sp.)
Kutu
(Cyclops bicuspidatus)
Jentik nyamuk
(Culex sp)
TOTAL

4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14

H’

2

0.03

-3.38

0.11

2

0.03

-3.38

0.11

3

0.05

-2.97

0.15

2

0.03

-3.38

0.11

32

0.54

-0,61

0.33

2

0.03

-3.38

0.11

1

0.01

-4.07

0.06

1

0.01

-4.07

0.06

3

0.05

-2.97

0.15

2

0.03

-3.38

0.11

1

0.01

-4.07

0.06

59

1.83

= 1.83 (tinggi)

Tabel 5. Indeks keanekaragaman di wilayan vegetasi
Spesies
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

Nama Spesies
Semut Merah
(Camponotus sp.)
Semut Hitam 1
(Dolichoderus thoracicus)
Semut Hitam 2
(Dolichoderus
bituberculatus)
Semut Hitam 3
(Formica yessensis)
Belalang Batu
(Hedge Sp.)
Laba-laba
(Pardosa pseudoannulata)
Kecoa
(Periplaneta americana)
Larva Kecoa
(Blaberidae sp.)
Nyamuk
(Anopheles barbirostris)
Kumbang Tanah

Jumlah spesies
10

pi
0.11

Ln pi
-2.20

pi ln pi
0.24

36

0.40

-0.92

0.37

29

0.32

-1.13

0.36

3

0.03

-3.40

0.11

1

0.01

-4.50

0.05

1

0.01

-4.50

0.05

1

0.01

-4.50

0.05

1

0.01

-4.50

0.05

1

0.01

-4.50

0.05

1

0.01

-4.50

0.05
7

11
12
13

(Notiophilus substriatus)
Ekor Pegas
(Tomocerus postantennalis)
Arthropoda
(Tricholepidion gertschi)
Lalat Buah
(Drosophila melanogaster)
TOTAL

H’

2

0.02

-3.91

0.08

2

0.02

-3.91

0.08

2

0.02

-3.91

0.08

90

1.63

= 1.6

Berdasarkan hasil pengamatan
diatas, dapat diperoleh bahwa pada
daerah non vegetasi dan daerah vegetasi
dapat diklarifikasikan menjadi tingkat
keanekaragaman sedang dengan nilai
indeks keanekaragaman 1< H’ ≤ 3
menurut klasifikasi Shannon-Wiener.
Keanekaragaman di wilayah non
vegetasi lebih sedikit dibandingkan
dengan keanekaragaman di wilayah
vegetasi.
Sedangkan
indeks
keanekaragaman di wilayah non
vegetasi lebih tinggi daripada nilai
indeks keanekaragaman di wilayah
vegetasi. Hal ini dikarenakan jebakan di
daerah non vegetasi terletak pada
daerah sarang semut hitam, sehingga
jebakan tersebut masuk pada jalur jalan
semut hitam tersebut, menyebabkan
semut hitam banyak terperangkap pada
daerah non vegetasi.
Kesimpulan
Dari praktikum yang telah dilakukan
dapat disimpulkan bahwa jumlah
spesies pada daerah non vegetasi lebih

rendah daripada daerah vegetasi. Hal ini
dikarenakan faktor makanan serta faktor
fisik yang dapat mempengaruhi
keberlangsungan spesies tersebut.

Daftar Pustaka
Hakim, N., M. Y. Nyakpa, A. M. Lubis,
S. G. Nugroho, M. A. Dika, Go
Ban Hong. H. Bailley. 1986.
Dasar-dasar Ilmu Tanah.
Lampung: Universitas Lampung
Haneda,
Noor.,
dkk.
2012.
Keanekaragaman Fauna Tanah
dan Peranannya terhadap Laju
Dekomposisi Serasah Kelapa
Sawit (Elaeis guineensis Jacq).
Jurnal Silvikultur Tropika. Vol.
03 hal 161 – 167.
Hardjowigeno, Sarwono. 2007.
Ilmu Tanah. Jakarta: Akademika
Pressindo
Jumar. 2000. Entomologi Pertanian.
Jakarta: Rineka Cipta

8

Dokumen yang terkait

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

DEKONSTRUKSI HOST DALAM TALK SHOW DI TELEVISI (Analisis Semiotik Talk Show Empat Mata di Trans 7)

21 290 1

PENILAIAN MASYARAKAT TENTANG FILM LASKAR PELANGI Studi Pada Penonton Film Laskar Pelangi Di Studio 21 Malang Town Squere

17 165 2

APRESIASI IBU RUMAH TANGGA TERHADAP TAYANGAN CERIWIS DI TRANS TV (Studi Pada Ibu Rumah Tangga RW 6 Kelurahan Lemah Putro Sidoarjo)

8 209 2

FREKWENSI PESAN PEMELIHARAAN KESEHATAN DALAM IKLAN LAYANAN MASYARAKAT Analisis Isi pada Empat Versi ILM Televisi Tanggap Flu Burung Milik Komnas FBPI

10 189 3

MOTIF MAHASISWA BANYUMASAN MENYAKSIKAN TAYANGAN POJOK KAMPUNG DI JAWA POS TELEVISI (JTV)Studi Pada Anggota Paguyuban Mahasiswa Banyumasan di Malang

20 244 2

FENOMENA INDUSTRI JASA (JASA SEKS) TERHADAP PERUBAHAN PERILAKU SOSIAL ( Study Pada Masyarakat Gang Dolly Surabaya)

63 375 2

PEMAKNAAN MAHASISWA TENTANG DAKWAH USTADZ FELIX SIAUW MELALUI TWITTER ( Studi Resepsi Pada Mahasiswa Jurusan Tarbiyah Universitas Muhammadiyah Malang Angkatan 2011)

59 326 21

PENGARUH PENGGUNAAN BLACKBERRY MESSENGER TERHADAP PERUBAHAN PERILAKU MAHASISWA DALAM INTERAKSI SOSIAL (Studi Pada Mahasiswa Jurusan Ilmu Komunikasi Angkatan 2008 Universitas Muhammadiyah Malang)

127 505 26

PEMAKNAAN BERITA PERKEMBANGAN KOMODITI BERJANGKA PADA PROGRAM ACARA KABAR PASAR DI TV ONE (Analisis Resepsi Pada Karyawan PT Victory International Futures Malang)

18 209 45