Pola Sebaran Collembola Permukaan Tanah Pada Empat Tipe Ekosistem Yang Berbeda

POLA SEBARAN COLLEMBOLA PERMUKAAN TANAH
PADA EMPAT TIPE EKOSISTEM YANG BERBEDA

MUHAMAD HAMDANI

DEPARTEMEN SILVIKULTUR
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pola Sebaran
Collembola Permukaan Tanah pada Empat Tipe Ekosistem yang Berbeda, adalah
benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam
bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal
atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain
telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, Maret 2016
Muhamad Hamdani
NIM E44110044

ABSTRAK

MUHAMAD HAMDANI. Pola Sebaran Collembola Permukaan Tanah pada
Empat Tipe Ekosistem yang Berbeda. Dibimbing oleh NOOR FARIKHAH
HANEDA dan PRIYANTO.
Hutan merupakan salah satu bentuk ekosistem dengan karakteristik habitat
yang berbeda untuk spesies tertentu. Terjadinya deforestasi atau perubahan fungsi
dari hutan menjadi non-hutan akan mempengaruhi ekosistem dan spesies di
dalamnya. Penelitian ini bertujuan menghitung kelimpahan jenis Collembola
permukaan tanah di setiap ekosistem, mengidentifikasi jenis Collembola
permukaan tanah yang ditemukan, mengidentifikasi pola sebaran Collembola
permukaan tanah, menjelaskan pengaruh faktor lingkungan terhadap keberadaan
Collembola permukaan tanah dan mengidentifikasi tipe serta bentuk asosiasi antara
Collembola permukaan tanah dan Acari. Kegiatan di lapangan meliputi pembuatan
Littertrap, pemanenan serasah, ekstraksi Collembola permukaan tanah dan Acari

dengan teknik Berlese-Tullgren, pengukuran faktor lingkungan kemudian
dilanjutkan dengan identifikasi Collembola permukaan tanah dan Acari.
Kelimpahan jenis Collembola permukaan tanah rata-rata tertinggi terdapat pada
ekosistem oil palm plantation. Total individu yang ditemukan di semua tipe
ekosistem sebanyak 1 618 individu terdiri dari 13 genus dan 6 famili yaitu
Cyphoderidae, Entomobryidae, Isotomidae, Oncopoduridae, Paronellidae,
Dicyrtomidae serta 2 ordo yaitu Entomobyromorpha dan Symphypleona dengan
pola sebaran mengelompok pada semua tipe ekosistem. Keberadaan Collembola
permukaan tanah sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor lingkungan baik biotik
maupun abiotik, dari semua tipe ekosistem hanya ekosistem secondary forest yang
tidak memiliki hubungan asosiasi antara Collembola permukaan tanah dan Acari.
Kata kunci: Asosiasi, Collembola permukaan tanah, ekosistem, pola sebaran

ABSTRACT

MUHAMAD HAMDANI. Distribution pattern of soil surface Collembola on four
different ecosystems. Surpervised by NOOR FARIKHAH HANEDA and
PRIYANTO.
Forest is one of ecosystem with different habitat characteristic for certain
species. Deforestatition or the change of forest function from forest to non-forest

will impact the ecosystem and and species inside. This research aimed to measure
the abundant of soil surface Collembola in every ecosystem, to identify the type of
soil surface Collembola found, to identify the distribution pattern of soil surface
Collembola, to explain the influence of environmental factor to the existence of soil
surface Collembola and to identify the type and form of association between soil
surface Collembola and Acari. The field activities consist of littertrap making, litter
harvesting, soil surface Collembola dan Acari extraction using Berlese-Tullgren,
environmental factors measurement continued by soil surface Collembola and
Acari identification. The highest average abundance of soil surface Collembola was
on oil palm plantation ecosystem. The total individu found in all ecosystems were
1 618 consist of 13 genus and 6 family which are Cyphoderidae, Entomobryidae,
Isotomidae, Oncopoduridae, Paronellidae, Dicyrtomidae and 2 orders which
Entomobyromorpha and Symphypleona with distribution pattern grouping in all
ecosystems. The existence of soil surface Collembola is very dependent on
environmental factors biotic and abiotic, from all ecosystem type only secondary
forest which do not has the association between soil surface Collembola and Acari.
Keyword: Association, distribution pattern, ecosystem, soil surface Collembola

POLA SEBARAN COLLEMBOLA PERMUKAAN TANAH
PADA EMPAT TIPE EKOSISTEM YANG BERBEDA


Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan
pada
Departemen Silvikultur

DEPARTEMEN SILVIKULTUR
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari 2014 sampai Juli
2015 ialah Pola Sebaran, dengan judul Pola Sebaran Collembola Permukaan Tanah
pada Empat Tipe Ekosistem yang Berbeda.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr Ir Noor Farikhah Haneda, MS

dan Bapak Priyanto, S Hut MS selaku pembimbing yang telah memberikan ilmu,
arahan, dukungan dan motivasi dalam proses penyelesaian skripsi ini. Terima kasih
yang disertai rasa haru penulis sampaikan kepada Abdulah dan Hanif Fataroh
selaku rekan kerja yang sangat baik dalam menyelesaikan tugas akhir ini terutama
dalam mengidentifikasi semua jenis fauna tanah yang telah memakan waktu cukup
lama yaitu 1 tahun. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu,
kakak, adik atas doa dan dukungannya selama masa kuliah hingga penyusunan
skripsi ini. Selain itu penulis ucapkan terima kasih kepada teman-teman Silvikultur
angkatan 48, keluarga besar Departemen Silvikultur serta keluarga besar SMAN 1
Rumpin yang tidak bisa penulis sebutkan satu-persatu atas segala doa dan kasih
sayangnya.
Penulis mengharapkan kritik dan saran yang dapat membangun untuk
penyempurnaan skripsi ini. Semoga hasil penelitian ini bermanfaat bagi
pengembangan ilmu dan masyarakat.
Bogor, Maret 2016
Muhamad Hamdani

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL


vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Tujuan Penelitian


2

Manfaat Penelitian

2

METODE

2

Lokasi dan Waktu Penelitian

2

Alat dan Bahan Penelitian

3

Prosedur


3

Analisis Data

5

HASIL

7

Kelimpahan jenis Collembola Permukaan Tanah

7

Jenis Collembola Permukaan Tanah yang Ditemukan

8

Pola Sebaran Collembola Permukaan Tanah


8

Pengaruh Faktor Lingkungan

9

Analisis Asosiasi Antara Collembola Permukaan Tanah dan Acari
PEMBAHASAN

10
11

Kelimpahan jenis Collembola Permukaan Tanah

11

Jenis Collembola Permukaan Tanah yang Ditemukan

12


Pola Sebaran Collembola Permukaan Tanah

13

Pengaruh Faktor Lingkungan

14

Analisis Asosiasi Antara Collembola Permukaan Tanah dan Acari

15

SIMPULAN DAN SARAN

17

Simpulan

17


Saran

17

DAFTAR PUSTAKA

17

LAMPIRAN

20

RIWAYAT HIDUP

24

DAFTAR TABEL
1 Klasifikasi strata vegetasi dalam ekosistem penelitian
2 Matriks kontingensi untuk merekapitulasi kehadiran Collembola
permukaan tanah dan Acari
3 Kelimpahan jenis Collembola permukaan tanah pada setiap ekosistem
4 Pola sebaran Collembola permukaan tanah pada setiap ekosistem
5 Pengukuran faktor lingkungan biotik dan abiotik di setiap ekosistem
6 Interaksi antara Collembola permukaan tanah dan Acari pada setiap
ekosistem

5
6
7
8
9
11

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6

Peta lokasi penelitian
Ilustrasi penempatan plot contoh pada setiap ekosistem
Corong Berlese Tullgren
Kondisi strata vegetasi (a) jungle rubber (b) secondary forest
Kondisi tajuk di ekosistem oil palm plantation
Jenis Collembola permukaan tanah yang baru di jumpai di Sumatera
dan Jawa (a) Heteromorus sp. (b) Homidia cingula (Path = ukuran
panjang tubuh)
7 Jenis Collembola permukaan tanah kosmopolitan (a) Folsomides sp.
dan (b) Lepidocyrtus sp. (Path = ukuran panjang tubuh)
8 Jenis sub ordo Acari yang ditemukan (a) Acaridida, (b) Oribatida, (c)
Gamasida dan (d) Uropida (Path = ukuran panjang tubuh)

2
3
4
9
10

12
13
16

DAFTAR LAMPIRAN
1 Daftar jenis Collembola permukaan tanah yang ditemukan di empat
tipe ekosistem Desa Bungku, Provinsi Jambi
2 Jenis Collembola permukaan tanah yang ditemukan di empat tipe
ekosistem
3 Data kelimpahan dan jumlah jenis Collembola permukaan tanah pada
setiap ekosistem
4 Jenis Acari yang ditemukan di empat tipe ekosistem
5 Daftar jenis Acari yang ditemukan di empat tipe ekosistem Desa
Bungku, di Provinsi Jambi
6 Frekuensi kehadiran Acari di semua tipe ekosistem Desa Bungku,
Provinsi Jambi

20
21
21
22
22
23

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Ekosistem merupakan suatu sistem yang terdiri dari makhluk hidup dan
lingkungannya, terjadi interaksi antara keduanya untuk mempertahankan
kehidupan. Hutan sebagai salah satu bentuk ekosistem yang memiliki karakteristik
habitat berbeda untuk spesies tertentu. Indonesia merupakan negara tropis yang
memiliki luas hutan 88.17 juta Ha (FWI 2009), akan tetapi laju penebangan
pohonnya sangat tinggi dibandingkan dengan semua negara tropis lainnya sehingga
luas hutan Indonesia mengalami kerusakan setiap tahunnya (Margono et al. 2014).
Perubahan fungsi dari hutan menjadi non-hutan juga berperan dalam perubahan
ekosistem dan spesies penyusun di dalamnya. Salah satu daerah di Indonesia yang
banyak mengalami perubahan fungsi hutan menjadi non hutan sebagai penggunaan
lahan yang berbeda yaitu Provinsi Jambi. Transformasi hutan di Provinsi Jambi
terjadi secara terus menerus dimulai dari hutan sekunder hingga sistem perkebunan
yang monokultur (Villamor et al. 2014).
Desa Bungku merupakan salah satu desa di Provinsi Jambi yang memiliki
empat ekosistem sebagai penggunaan lahan yang berbeda. Keempat ekosistem
tersebut yaitu areal hutan sekunder (secondary forest), hutan alam karet (jungle
rubber), hutan tanaman karet (rubber plantation) dan perkebunan kelapa sawit (oil
palm plantation). Perubahan penggunaan lahan dari hutan menjadi sistem
perkebunan monokultur memiliki pengaruh negatif terhadap keanekaragaman
spesies penyusun ekosistem salah satunya adalah Collembola permukaan tanah.
Collembolla permukaan tanah merupakan bagian dari sub filum Hexapoda
yang dilengkapi seta pada bagian tubuhnya tetapi tidak bersayap dan dikenal
dengan istilah Springtail (Ekor pegas) karena sifat dari ekornya seperti pegas.
Bentuk tubuhnya bervariasi ada yang gilik, oval atau pipih dorsal-ventral. Selain itu
Collembola permukaan tanah memiliki warna tubuh yang bervariasi juga yaitu,
putih, kuning, jingga, merah merona, abu-abu dan bahkan ada yang bernoda serta
bergaris-garis warna tertentu pada bagian tubuh tertentu (Suhardjono 1992).
Penggunaan lahan yang berbeda akan mempengaruhi jumlah dan jenis
Collembola permukaan tanah, karena keanekaragaman vegetasi secara tidak
langsung berpengaruh pada keanekaragaman Collembola permukan tanah
(Rahmadi et al. 2004). Kajian tentang pola sebaran Collombola permukaan tanah
dalam suatu ekosistem dapat memberikan informasi yang berguna untuk
perencanaan konservasi, karena dengan adanya analisa sebaran Collembola
permukaan tanah maka akan diketahui faktor-faktor yang mempengaruhi
keberadaan spesies tersebut terutama pada setiap penggunaan lahan. Selain itu
keberadaannya bisa menjadi indikator kesehatan suatu ekosistem dan memberikan
gambaran pada kehadiran organisme lain. Penelitian ini diharapkan dapat
menjelaskan tentang pola sebaran Collembola permukaan tanah yang ada di empat
ekosistem tersebut.

2
Tujuan Penelitian
Tujuan dalam penelitian ini adalah menghitung kelimpahan jenis Collembola
permukaan tanah di setiap ekosistem, mengidentifikasi jenis Collembola
permukaan tanah yang ditemukan, mengidentifikasi pola sebaran Collembola
permukaan tanah, menjelaskan pengaruh faktor lingkungan terhadap keberadaan
Collembola permukaan tanah dan mengidentifikasi tipe serta bentuk asosiasi antara
Collembola permukaan tanah dan Acari.

Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai pola
sebaran Collembola permukaan tanah dan bentuk asosiasinya dengan Acari di
empat ekosistem sebagai penggunaan lahan yang berbeda di Desa Bungku

METODE
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari 2014─Juli 2014 untuk tahap
pertama yaitu pengambilan sampel Collembola permukaan tanah dan Acari di
empat tipe ekosistem hutan yang berbeda di Desa Bungku, Kecamatan Bajubang,
Kabupaten Batang Hari, Provinsi Jambi (Gambar 1). Kemudian tahap kedua yaitu
identifikasi sampel kedua spesies tersebut pada bulan Agustus 2014─Juli 2015 di
Laboratorium Entomologi, Departemen Silvikultur, Fakultas Kehutanan IPB.

Gambar 1 Peta lokasi penelitian

3
Alat dan Bahan Penelitian
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah botol koleksi, buku
identifikasi Borror et al. (1996) dan Suhardjono et al. (2012), cangkul, cawan petri,
kamera digital, litterbag dengan ukuran 0.25 mm mesh, mikroskop, kaca pembesar,
bambu ukuran 1 m, forcep, pita pengukur, tali plastik, termometer tanah,
termometer bola kering dan basah, timbangan, trashbag, GPS dan Arcgis 9.3.
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah koleksi Collembola
permukaan tanah dan Acari dari empat ekosistem yang berbeda berasal dari Desa
Bungku, Provinsi Jambi. Bahan tersebut dikoleksi di Laboratorium Entomologi
Hutan, Departemen Silvikultur, Fakultas Kehutanan IPB. Selain itu, digunakan
alkohol 70% yang digunakan untuk mengawetkan spesimen selama proses
identifikasi.
Prosedur
Pembuatan littertrap
Littertrap dibuat dengan menggunakan trashbag yang diletakkan di setiap
ekosistem pada tiga titik atau plot dengan jarak antar plot 150 meter dan ukuran
masing-masing plot 1 m x 1 m (Gambar 2). Dilanjutkan dengan memasukan serasah
ke dalam litterbag yang memiliki ukuran mata jala (lubang) 0.25 mm, setelah itu
litterbag dikubur dalam tanah dengan kedalaman 5 cm di setiap ekosistem sebanyak
tiga kali ulangan, dengan jarak 5 m antar ulangan (Yuniar 2014).

Gambar 2 Ilustrasi penempatan plot contoh pada setiap ekosistem (

= plot)

Pemanenan serasah
Pemanenan serasah dari litterbag dilakukan pada minggu ke 0, 2, 4, 6, 8, 10
dan 12. Setelah itu serasah yang dipanen dimasukkan ke dalam kantong plastik
untuk ditimbang (Yuniar 2014).
Ekstraksi Collembola permukaan tanah dan Acari dengan teknik BarlesTullgren Funnel
Hasil pemanenan serasah pada litterbag diekstraksi menggunakan corong
Berlese Tullgren selama 24 jam (Gambar 3). Setelah pengekstraksian Collembola
permukaan tanah dan Acari yang ditemukan diambil dan dimasukkan ke dalam
botol koleksi yang berisi alkohol 70 % dengan dengan teknik handsorting (Yuniar
2014). Kemudian diidentifikasi menggunakan buku Borror et al. (1996) dan
Suhardjono et al. (2012).

4

Gambar 3 Corong Berlese Tullgren.
Pengukuran Faktor lingkungan
1) Suhu tanah
Pengukuran suhu tanah dilakukan dengan cara memasukkan termometer
tanah kurang lebih 10 cm dari permukaan tanah, kemudian dibaca langsung
angka yang tertera setelah mencapai nilai konstan. Pengamatan dilakukan
tiga kali yaitu pagi (pukul 09.00 WIB), siang (pukul 12.00 WIB) dan sore
(pukul 15.00 WIB) dengan waktu pengamatan 10 menit (Yuniar 2014).
2) Keasaman tanah
Pengukuran keasaman tanah dilakukan dengan cara mencelupkan pH
Indikator ke dalam campuran sampel tanah dan aquades yang telah
diendapkan selama ± 3 menit. Kemudian warna yang terbentuk dicocokkan
dengan warna-warna baku keasaman yang terdapat pada kertas lakmus
tersebut sehingga besaran keasaman dapat ditetapkan (Yuniar 2014).
3) Pengukuran ketebalan serasah
Pengukuran ketebalan serasah dilakukan pada 3 titik pengamatan (Yuniar
2014).
4) Suhu udara
Pengukuran suhu udara dilakukan dengan menggunakan termometer.
Pengamatan dilakukan tiga kali yaitu pagi (pukul 09.00 WIB), siang (pukul
12.00 WIB) dan sore (pukul 15.00 WIB) dengan waktu pengamatan 15
menit (Yuniar 2014).
5) Kelembaban udara
Pengukuran kelembaban udara diperoleh dari pengukuran suhu udara
dengan termometer bola basah dan bola kering. Pengamatan dilakukan tiga
kali yaitu pagi (pukul 09.00 WIB), siang (pukul 12.00 WIB) dan sore (pukul
15.00 WIB) dengan waktu pengamatan 15 menit (Yuniar 2014).
Pengukuran kerapatan tajuk
Pengukuran kerapatan tajuk dilakukan dengan menggunakan densiometer
yang memiliki 25 persegi dan masing-masing kotak memiliki skor antara 0–4
sehingga skala densiometer berkisar antara 0 (0 x 25) hingga 100 (4 x 25).
Kemudian dikelompokkan menjadi lima kelompok yaitu kelompok 0 (skor 0),
kelompok 1 (skor 1-25), kelompok 2 (skor 26-50), kelompok 3 (skor 51-75) dan
kelompok 4 (skor 76-100) (Yuniar 2014). Satu plot pengamatan dilakukan
pengukuran pada empat arah mata angin. Rata-rata pengukuran tersebut adalah nilai
dari tingkat penutupan tajuk (Haneda et al. 2013).

5
Pengukuran strata vegetasi dan struktur pohon
Pengukuran strata vegetasi dilihat dari komposisi penyusun ekosistem yang
terdiri atas pohon, perdu, semak, tumbuhan bawah, epifit dan liana (Yuniar 2014).
Selanjutnya diklasifikasikan berdasarkan klasifikasi pada penelitian Room (1975)
pada Tabel 1.
Tabel 1 Klasifikasi strata vegetasi dalam ekosistem penelitian
Klasifikasi
I

Keterangan
Sangat rendah, hanya terdiri dari 1-2 strata vegetasi
dengan strata paling rendah hanya sedikit.
Rendah, terdiri atas 2 strata vegetasi
Sedang, terdiri atas 3 strata vegetasi
Tinggi, terdiri atas 4 strata vegetasi
Sangat tinggi, strata vegetasi lengkap

II
III
IV
V

Analisis Data
Kelimpahan jenis dan pola sebaran Collembola permukaan tanah dilakukan
dengan menghitung jumlah individu dan indeks Morisita (Jongjitvimol et al. 2005).
Kemudian analisis asosiasi dilakukan dengan menggunakan metode presenceabsence atau tabel kontingensi dan indeks Ochiai (Ludwig & Reynolds 1988).
Kelimpahan jenis menunjukkan banyaknya jumlah individu Collembola
permukaan tanah yang ditemukan pada setiap ekosistem yang diamati. Indeks
morisita merupakan salah satu indeks yang banyak digunakan dalam analisis pola
sebaran. Indeks Morisita dihitung menggunakan persamaan:
∑�� − ∑��
� =
∑�� − ∑��
Keterangan:
� = Indeks Morisita
= Jumlah seluruh petak ukur
�� = Jumlah individu Collembola permukaan tanah pada petak ukur ke-i
Indeks Morisita terstandarisasi dihitung menggunakan persamaan:
� −
�� = .5 + .5
; jika � ≥
>1
�� = .5

�� = .5

� −

� −

�−

>� ≥1

; jika



�� = .5 + .5

Keterangan:

�−

; jika
� − �


; jika

>� >

>

�>�



�� = Indeks Morisita yang telah terstandarisasi

6
Pola sebarannya ditunjukkan melalui perhitungan � dan
� .975 − + ∑��
�=
∑�� −
=



.

sebagai berikut:

− + ∑��
∑�� −
5

Keterangan:

= Indeks Morisita pada pola sebaran seragam
� .975 = Nilai � tabel dengan derajat bebas n-1 dan selang kepercayaan 97.5%
= Indeks Morisita pada pola sebaran mengelompok
� . 5 = Nilai � tabel dengan derajat bebas n-1 dan selang kepercayaan 2.5%
= Jumlah seluruh petak ukur
��
= Jumlah individu Collembola permukaan tanah pada petak ukur ke-i

Pengelompokkan pola sebaran Collembola permukaan tanah menggunakan kriteria
sebagai berikut:
- Seragam
; jika �� < 0
- Acak
; jika �� = 0
- Mengelompok
; jika �� > 0

Analisis asosiasi antara Collembola permukaan tanah dan Acari
Pada umumnya populasi Arthopoda tanah jenis yang selalu mendominasi
adalah Collembola permukaan tanah dan Acari (Borror et al. 1996), maka perlu
dilakukan analisis asosiasi antara Collembola permukaan tanah dan Acari. Analisis
asosiasi ini dihitung dengan metode presence-absence dan indeks Ochiai melalui
tahapan sebagai berikut (Lestari 2011):
a. Rekapitulasi kehadiran masing-masing spesies menggunakan matriks
kontingensi seperti terlihat pada Tabel 2.
Tabel 2 Matriks kontingensi untuk merekapitulasi kehadiran Collembola
permukaan tanah dan Acari
Acari
Presence
a
c
r=a+c

Absence
Collembola
Presence
b
m=a+b
permukaan
Absence
d
n = c+d
tanah
s=b+d
N = a+b+c+d
Keterangan:
a = Frekuensi ditemukan Collembola permukaan tanah dan Acari dalam petak ukur
b = Frekuensi ditemukan hanya Collembola permukaan tanah dalam petak ukur
c = Frekuensi ditemukan hanya Acari dalam petak ukur
d = Frekuensi tidak ditemukan Collembola permukaan tanah dan Acari dalam petak ukur

b. Penyusunan hipotesis, yaitu hipotesis (H0) tidak ada asosiasi antara
Collembola permukaan tanah dan Acari (independen).
c. Perhitungan uji statistik menggunakan koreksi Yates.
� =

[|



|−

]

7
d. Keputusan uji:
Nilai � tabel pada derajat bebas 1 dan taraf nyata 5% adalah 3.84 sehingga:
Jika � > 3.84, maka tolak H0
Jika � ≤ 3.84, maka terima H0
e. Analisis tipe hubungan asosiasi.
Jika > � , maka hubungan asosiasinya adalah positif.
Jika ≤ �
, maka hubungan asosiasinya adalah negatif, dimana �
adalah nilai harapan munculnya kejadian .
+
+

=

f. Perhitungan indeks asosiasi dengan menggunakan indeks Ochiai ( � :
�=

√ + √ +

Indeks Ochiai bernilai 0 hingga 1, semakin mendekati 1 maka asosiasinya
maksimum.

HASIL
Kelimpahan Jenis Collembola Permukaan Tanah
Kelimpahan jenis didapatkan dari jumlah individu yang ditemukan pada
setiap ekosistem. Nilai kelimpahan jenis Collembola permukaan tanah pada setiap
ekosistem dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3 Kelimpahan jenis Collembola permukaan tanah pada setiap ekosistem
Ekosistem
Secondary forest
Jungle rubber
Rubber plantation
Oil palm plantation
Keterangan:

1A

1B

1C

82
63
61
66

36
62
35
112

62
20
39
67

1, 2, 3 = Nomor plot;

Plot Contoh
2A 2B
14
10
21
23
49
63
33
33

2C
8
29
54
160

3A
7
32
35
51

3B
11
28
54
79

3C
23
16
33
47

Ratarata
28.1
32.7
47.0
72.0

A, B, C = Ulangan

Pada ekosistem ekosistem secondary forest kelimpahan individu tertinggi
terdapat pada plot 1A sebanyak 82 individu, sedangkan kelimpahan terendah
terdapat pada plot 3A sebanyak 7 individu. Kemudian pada ekosistem jungle rubber
kelimpahan jenis tertinggi terdapat pada plot 1A sebanyak 63 individu, sedangkan
kelimpahan jenis terendah terdapat pada plot 3C sebanyak 16 individu. Kemudian
pada ekosistem rubber plantation ditemukan pada plot 1A sebanyak 61 individu
dan kelimpahan jenis terendahnya terdapat pada plot 3C sebanyak 33 individu. Pada
ekosistem oil palm plantation kelimpahan jenis tertinggi ditemukan pada plot 2C
sebanyak 160 individu, sedangkan kelimpahan jenis terendah terdapat pada plot 2A

8
dan 2B sebanyak 33 individu. Kelimpahan jenis rata-rata tertinggi terdapat pada
ekosistem oil palm plantation dengan nilai kelimpahamnya sebanyak 72.0 individu,
sedangkan kelimpahan jenis rata-rata terendah terdapat pada ekosistem secondary
forest dengan kelimpahannya sebanyak 28.1 individu.

Jenis Collembola Permukaan Tanah yang Ditemukan
Hasil identifikasi Collembola permukaan tanah yang dilakukan, telah
ditemukan 13 genus dari 6 famili yaitu Cyphoderidae, Entomobryidae, Isotomidae,
Oncopoduridae, Paronellidae, Dicyrtomidae dan 2 ordo yaitu Entomobyromorpha
dan Symphypleona dengan total individu sebanyak 1 618 individu. Persebaran dan
habitatnya di Indonesia dari 13 genus yang ditemukan dapat dilihat pada Lampiran
1 dengan mengacu pada Suhardjono et al. (2012).

Pola Sebaran Collembola Permukaan Tanah
Dalam suatu ekosistem terdapat tiga pola dasar persebaran suatu spesies yang
telah diakui yaitu: acak, mengelompok dan seragam (Ludwig & Reynold 1988).
Untuk mengidentifikasi pola sebaran spasial suatu spesies dapat menggunakan
berbagai macam indeks sebaran antara lain dengan rasio varian dan mean, indeks
clumping, koefisien green, indeks Morisita yang telah distandarisasi. Salah satu
indeks yang sering digunakan adalah indeks Morisita, karena dari suatu hasil
penelitian simulasi membuktikan bahwa indeks ini merupakan metode terbaik
untuk mengukur pola sebaran spasial suatu individu yang tidak bergantung terhadap
kepadatan populasi dan ukuran sampel (Rani 2003). Standarisasi indeks Morisita
merupakan perbaikan dari indeks Morisita dengan meletakkan suatu skala absolut
antara -1 hingga 1. Pola sebaran Collembola permukaan tanah pada setiap
ekosistem dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4 Pola sebaran Collembola permukaan tanah pada setiap ekosistem
Ekosistem
Secondary forest
Jungle rubber
Rubberplantation
Oil palm plantation

∑��
253
294
423
648

∑��
12 923
12 088
20 983
60 218


1.79
1.23
1.04
1.28


0.98
0.98
0.99
0.99

1.04
1.03
1.02
1.02

��
0.55
0.52
0.50
0.52

Pola Sebaran
Mengelompok
Mengelompok
Mengelompok
Mengelompok

Keterangan:
∑�� = Total jumlah individu Collembola permukaan tanah pada petak ukur ke-i
∑�� = Total kuadrat jumlah individu Collembola permukaan tanah pada petak ukur ke-i

= Indeks Morisita

= Indeks Morisita untuk pola sebaran seragam
= Indeks Morisita untuk pola sebaran mengelompok
��
= Indeks Morisita yang telah terstandarisasi

Nilai indeks Morisita tertinggi ditemukan pada ekosistem secondary forest
sebesar 1.79, sedangkan terendah ditemukan pada ekosistem rubber plantation
dengan nilai indeks Morisita sebesar 1.04. Untuk menentukan pola sebaran dari
nilai indeks Morisita maka dilakukan dengan perhitungan sebaran � dan
.

9
Kemudian hasil dari kedua perhitungan tersebut disesuaikan dengan pernyataan
hipotesis dari salah satu rumus standarisasi indeks Morisita yaitu � ≥
> 1,
sehingga kesimpulan dari pola sebaran dari setiap ekosistem adalah mengelompok
karena nilai dari �� > 0.
Pengaruh Faktor Lingkungan
Keberadaan Collembola permukaan tanah sangat dipengaruhi oleh
lingkungan yang menyusun habitat baik biotik maupun abiotik. Faktor lingkungan
abiotik dapat berupa suhu tanah, suhu udara, keasaman tanah dan kelembaban udara.
Kemudian faktor lingkungan biotik berupa strata vegetasi, ketebalan serasah dan
kerapatan tajuk. Oleh karena itu perlu dilakukan pengamatan terhadap faktor
lingkungan abiotik dan biotik (Tabel 5).
Tabel 5 Pengukuran faktor lingkungan biotik dan abiotik di setiap ekosistem
Faktor lingkungan
Strata vegetasi
Pohon penyusun (jenis)
Ketebalan serasah (cm)
Suhu tanah (°C)
Suhu udara (°C)
Kerapatan tajuk (%)
Keasaman tanah
Kelembaban udara (%)

Secondary
forest
III
4
5.20
26.8
29.0
84
4
86.20

Jungle
rubber
III
1
5.85
26.1
28.0
85
5
91.00

Rubber
plantation
II
1
4.15
27.6
29.1
78
4
85.40

Oil palm
plantation
I
1
0.31
27.8
30.0
64
4
75.00

Keterangan: I: sangat rendah; II: rendah; III: sedang; IV: tinggi; V: sangat tinggi (Room1975).

Tingkat strata vegetasi pada setiap ekosistem berbeda-beda tergantung dari
komposisi penyusunnya. Kategori tingkat strata vegetasi sangat rendah (I) terdapat
pada ekosistem oil palm plantation dan kategori tingkat strata vegetasi sedang (III)
terdapat pada ekosistem secondary forest dan jungle forest dengan didominasi
pohon karet, perdu, semak dan tumbuhan bawah yang cukup padat (Gambar 4).
Perbedaan yang menyebabkan kondisi tersebut adalah faktor spesies pohon
penyusun. Pada ekosistem secondary forest, spesies pohon penyusun tidak hanya
pohon karet tetapi terdapat juga jenis bambu, bulian dan rambutan hutan.

Gambar 4 Kondisi strata vegetasi (a) jungle rubber (b) secondary forest.
Selain strata vegetasi, dilakukan juga pengukuran ketebalan serasah dan
kerapatan tajuk di setiap ekosistem. Hasil dari pengukuran ketebalan serasah
menunjukkan bahwa pada ekosistem jungle rubber memiliki ketebalan yang
tertinggi yaitu 5.85 cm dan ketebalan serasah terendah dimiliki oleh ekosistem oil

10
palm plantation yaitu 0.31 cm. Untuk kerapatan tajuk tertinggi terdapat pada
ekosistem jungle rubber sebesar 85% dan terendah terdapat pada ekosistem oil
palm plantation sebesar 64% (Gambar 5). ekosistem jungle rubber sebesar 85%
dan terendah terdapat pada ekosistem oil palm plantation sebesar 64% (Gambar 5).

Gambar 5 Kondisi tajuk di ekosistem oil palm plantation.
Rendah tingginya kerapatan tajuk akan mempengaruhi perbedaan dari
kelembaban udara, suhu udara dan suhu tanah dari setiap ekosistem karena
penyinaran matahari yang berbeda-beda. Berdasarkan data pengamatan semakin
tinggi kerapatan tajuk maka kelembaban udara semakin tinggi pula sedangkan suhu
udara dan suhu tanah semakin rendah. kelembaban udara tertinggi terdapat pada
ekosistem jungle rubber sebesar 91% dan kelembaban udara terendah terdapat pada
ekosistem oil palm plantation sebesar 75%, sedangkan suhu udara dan suhu tanah
tertinggi terdapat pada ekosistem oil palm plantation yaitu 30oC dan 27.8oC, suhu
udara dan suhu tanah terendah terdapat pada ekosistem jungle rubber yaitu 28oC
dan 26.1oC. Kemudian untuk keasaman tanah di semua tipe ekosistem memiliki pH
asam lemah yaitu 4 – 5.
Analisis Asosiasi Antara Collembola Permukaan Tanah dan Acari
Interaksi antara satu spesies dan sepesies lain dalam suatu komunitas dapat
berupa asosiasi (berinteraksi) atau independen (tidak ada hubungan). Untuk
menentukan asosiasi antara dua spesies dapat dilakukan dalam 3 langkah, yaitu
menguji ada tidaknya asosiasi dengan metode presence-absence, menguji tipe
asosiasi (positif atau negatif) dan mengukur derajat asosiasi menggunakan indeks
asosiasi (Ludwig & Reynolds 1988). Terdapat 3 indeks asosiasi yang paling umum
digunakan yaitu indeks Ochiai, indeks Dice dan indeks Jaccard. Indeks Ochiai
merupakan indeks asosiasi dengan derajat asosiasi terbaik karena ukuran sampling
unit dan frekuensi kejadian memiliki pengaruh yang minimum terhadap hasil
perhitungannya (Jackson et al. 1989). Interaksi antara Collembola permukaan tanah
dan Acari pada setiap ekosistem dapat dilihat pada Tabel 6. Kemudian jenis Acari
yang ditemukan dan peranannya pada semua tipe ekosistem dapat dilihat pada
Lampiran 5 dengan mengacu pada Borror et al. (1996).

11
Tabel 6 Interaksi antara Collembola permukaan tanah dengan Acari pada setiap ekosistem
Ekosistem
Secondary forest
Jungle rubber
Rubber plantation
Oil palm plantation

12
18
27
23



20 14 12 2.28 14.34
27 2 19 4.94 13.64
21 4 27 13.08 18.84
19 8 23 4.99 17.84

Asosiasi

0.46
Independen
0.60 Asosiasi positif maksimum
0.70 Asosiasi positif maksimum
0.64 Asosiasi positif maksimum

Keterangan:
= Frekuensi ditemukan Collembola permukaan tanah dan Acari dalam petak ukur
= Frekuensi ditemukan hanya Collembola permukaan tanah dalam petak ukur
= Frekuensi ditemukan hanya Acari dalam petak ukur
= Frekuensi tidak ditemukan Collembola permukaan tanah dan Acari dalam petak ukur

= Uji chi-square

= Nilai harapan munculnya kejadian

= Indeks Ochiai

Dari semua tipe ekosistem yang tidak berasosiasi atau independen antara
Collembola permukaan tanah dan Acari terdapat pada ekosistem secondary forest,
karena nilai uji � yaitu 2.28 lebih kecil dari nilai � tabel pada derajat bebas 1 dan
taraf nyata 5% yaitu 3.84. Kemudian tiga tipe ekosistem lainnya yaitu jungle rubber,
rubber plantation dan oil palm plantation memiliki hubungan asosiasi karena nilai
uji � lebih besar dari nilai � tabel. Untuk tipe asosiasi dari tiga tipe ekosistem
tersebut adalah positif karena jumlah frekuensi ditemukan kedua spesies tersebut
masing-masing yaitu 23, 27 dan 18 lebih besar dari nilai harapan munculnya
kejadian masing-masing yaitu 17.84, 18.84 dan 13.64, sedangkan derajat asosiasi
kedua sepesies tersebut di tiga tipe ekosistem adalah maksimum karena nilai �
masing-masing mendekati 1 yaitu 0.64, 0.70 dan 0.60.

PEMBAHASAN
Kelimpahan Jenis Collembola Permukaan Tanah
Tingginya jumlah individu sangat dipengaruhi oleh frekuensi kehadiran suatu
jenis spesies pada suatu habitat. Pada habitat dengan kondisi yang relatif tetap
memiliki jumlah jenis yang tinggi dengan jumlah individu masing-masing jenis
sedikit. Sebaliknya pada habitat yang mengalami perubahan secara ekstrim, hanya
memiliki sedikit jenis namun jumlah individu yang besar dalam masing-masing
jenis (Odum 1971). Hal ini sesuai dengan kondisi di ekosistem oil palm plantation
yang memiliki jumlah individu Collembola permukaan tanah tertinggi
dibandingkan dengan tiga ekosistem lainnya, akan tetapi jumlah jenisnya lebih
rendah dibandingkan dengan ekosistem secondary forest dan rubber plantation
(Lampiran 3). Hal ini menunjukkan bahwa perubahan fungsi dari hutan menjadi
non hutan juga berperan dalam perubahan ekosistem dan spesies yang ada
didalamnya, sehingga dari segi ekologis perubahan tersebut tidak menguntungkan
karena akan terjadi penurunan keanekaragaman jenis spesies yang ada didalamya
salah satunya adalah Collembola permukaan tanah.

12
Tingginya jumlah individu Collembola permukaan tanah yang ditemukan
pada ekosistem oil palm plantation diduga berkaitan dengan laju dekomposisi yang
terjadi karena Collembola permukaan tanah berperan sebagai dekomposer.
Kemampuan Collembola permukaan tanah dalam mendekomposisi bahan organik
telah dibuktikan oleh penelitian Lawrence dan Wise (2000), yang menyatakan
bahwa berkurangnya predator dapat meningkatkan populasi Collembola dan
sekaligus meningkatkan laju dekomposisi serasah di lantai hutan. Menurut
Jalaludin (1994) bahwa daun kelapa sawit memiliki kandungan lignin yang cukup
tinggi dari semua komposisi kimia daun yaitu 27.6%. Tingginya kandungan lignin
dari daun kelapa sawit membuat proses laju dekomposisi serasah menjadi lambat
sehingga untuk proses dekomposisi di oil palm plantation memerlukan individu
dekomposer yang lebih banyak.

Jenis Collembola Permukaan Tanah yang Ditemukan
Hasil identifikasi Collembola permukaan tanah yang diperoleh menunjukkan
bahwa jumlah genus yang ditemukan hanya sekitar 10.48% dari jumlah genus yang
diketahui di Indonesia yaitu 124 genus (Greenslide et al. 2000). Kemudian dari 2
ordo yang ditemukan, ordo Entomobryomorpha merupakan ordo yang memiliki 12
genus dan 5 famili dengan jumlah individu sebanyak 1 474. Banyaknya individu
dan keragaman genus dari ordo Entomobryomorpha karena dapat bergerak aktif
dengan didukung tubuh yang ramping dan furkula yang panjang (Hopkin 1997).
Collembola permukaan tanah merupakan binatang tidak bersayap dan bertungkai
lemah pada umumnya tidak aktif berjalan sehingga jangkauan sebarannya tidak
terlalu luas, untuk berpindah tempat pada jarak yang relatif jauh dilakukan dengan
furkula. Semua keterbatasan tersebut membuat beberapa anggota dari Collembola
permukaan tanah bersifat endemik untuk suatu pulau atau kawasan tertentu, seperti
genus Heteromorus persebaran di Indonesia baru dijumpai di Sumatera (Suhardjono
et al. 2012). Kemudian satu spesies dari genus Homidia yaitu Homidia cingula
tercatat di Indonesia persebarannya ada di Wai Lima dan Bogor (Suhardjono et al.
2012) (Gambar 6).

Gambar 6 Jenis Collembola permukaan tanah yang baru dijumpai di Sumatera dan
Jawa (a) Heteromorus sp. (b) Homidia cingula (Path = ukuran panjang
tubuh).
Persebaran Collembola permukaan tanah dapat dipengaruhi oleh beberapa
faktor diantaranya adalah angin, air, manusia, feromon dan kondisi lingkungan
(Suhardjono et al. 2012). Anggota Collembola permukaan tanah yang memiliki

13
daya adaptasi tinggi dengan lingkungan barunya pada saat proeses persebaran maka
sebarannya kosmopolitan. Salah satu Collembola permukaan tanah yang ditemukan
dalam penelitian bersifat kosmopolitan adalah genus Folsomides dan Lepidocyrtus
(Gambar 7). Berdasarkan habitatnya Collembola dikelompokkan menjadi eudafik
(hidup permanen di dalam tanah), hemieudafik (hidup di tanah dan serasah) dan
atmobiotik (hidup diatas dipermukaan tanah dan vegetasi) (Suhardjono et al 2012).
Hasil dari identifikasi 13 genus Collembola permukaan tanah yang ditemukan,
semuanya hidup pada serasah atau tanah (hemieudafik).

Gambar 7 Jenis Collembola permukaan tanah yang bersifat kosmopolitan (a)
Folsomides sp. dan (b) Lepidocyrtus sp. (Path = ukuran panjang
tubuh).
Pola Sebaran Collembola Permukaan Tanah
Pola sebaran suatu organisme adalah salah satu karakteristik yang penting
dalam suatu komunitas ekologi. Hal ini merupakan suatu hal yang mendasar dari
setiap kelompok organisme dan tahap awal dalam meneliti suatu komunitas.
Terbentuknya suatu pola sebaran organisme dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor
diantaranya adalah faktor vektorial yang disebabkan dari gabungan beberapa faktor
lingkungan, faktor reproduksi yang berkaitan dengan model reproduksi dari suatu
organisme, faktor sosial yang berkaitan prilaku organisme, faktor koaktif yang
dihasilkan dari interaksi intraspesifik dan terakhir adalah faktor stokastik yang
dihasilkan dari kombinasi beberapa faktor diatas (Rani 2003).
Hasil dari perhitungan indeks Morisita yang telah distandarisasi pada
populasi Collembola permukaan tanah menunjukkan bahwa pola sebarannya
mengelompok di setiap tipe ekosistem. Pola sebaran mengelompok menunjukkan
bahwa setiap individu hidup berkumpul pada suatu habitat yang sesuai dengan
kebutuhan atau menguntungkannya (Rani 2003). Dapat dipastikan bahwa semua
tipe ekosistem yaitu secondary forest, junggel rubber, rubber plantation dan oil
palm plantation merupakan habitat yang masih sesuai dengan kebutuhan
Collembola permukaan tanah atau ada beberapa faktor lingkungan di semua
ekosistem tersebut yang mendukung kehadiran Collembola permukaan tanah.
Selain itu faktor reproduksi Collembola permukaan tanah yang cepat juga
mendukung terhadap pola sebarannya. Menurut Suhardjono et al. (2012)
Collembola permukaan tanah secara umum bertelur setelah masa pembuahan
selama 2-3 menit, Telur dilettakkan satu persatu atau berkelompok dalam gumpalan
kecil pada permukaan serasah atau tanah dan tidak menutup kemungkinan
peletakkan telur ditempat yang sudah ada telur-telur dari betina lain pada spesies
yang sama. Collembola permukaan tanah bertelur 400-800 butir sepanjang
hidupnya, telur akan menetas pada umumnya setelah 10-15 hari pada suhu normal

14
dengan produksi telur yang cukup banyak dan menetas dalam waktu yang tidak
terlalu lama kemudian peletakan telur pada umumnya berkelompok antar individu
pada spesies yang sama, sehingga membuat Collembola permukaan tanah sudah
memiliki pola sebaran mengelompok pada saat menetas.
Kemudian prilaku sosial dari Collembola permukaan tanah yaitu prilaku
agregasi dapat mengakibatkan persebarannya mengelompok. Ada dua hal utama
yang membuat Collembola permukaan tanah beragregasi yaitu kondisi lingkungan
yang menarik dan adanya feromon agregasi (Hopkin 1997). Agregasi Collembola
permukaan tanah terjadi akibat rangsangan dari kondisi salah satu faktor tersebut
yang menimbulkan daya tarik yang besar bagi mereka sehingga secara bersamaan
mereka menuju dan hidup pada habitat yang sama.

Pengaruh Faktor Lingkungan
Keberadaan populasi Collembola permukaan tanah pada suatu ekosistem
dapat dimanfaatkan sebagai bioindikator tingkat kesuburan dan keadaan tanah,
karena Collembola permukaan tanah memiliki banyak peran di dalam ekosistem
diantaranya adalah perombak bahan organik, pengikat ion-ion logam berat dan
pengurai bahan beracun (Suhardjono et al. 2012). Selain itu keberadaan mereka
dalam suatu ekosistem juga mengindikasikan bahwa ekosistem tersebut merupakan
habitat yang sesuai dengan kebutuhannya. Pengukuran faktor lingkungan baik
biotik maupun abiotik di setiap ekosistem dilakukan untuk mengetahui
pengaruhnya terhadap keberadaan Collembola permukaan tanah.
Faktor lingkungan biotik yang diukur adalah strata vegetasi, spesies pohon
penyusun, ketebalan serasah dan kerapatan tajuk. Selain kerapatan tajuk ketiga
komponen penyusun dari faktor lingkungan boitik saling berkaitan. Menurut
Suhardjono et al. (2012) bahwa komposisi tumbuhan atau pohon mempengaruhi
keadaan lingkungan sekitarnya seperti strata vegetasi, kualitas dan ketebalan
serasah sehingga secara tidak langsung akan berpengaruh terhadap kehidupan
Collembola permukaan tanah.
Hasil dari pengukuran ketebalan serasah diketahui bahwa ketebalan serasah
terendah terdapat pada ekosistem oil palm plantation yaitu 0.31 cm. Rendahnya
ketebalan serasah tersebut disebabkan oleh siklus hidup daun kelapa sawit yang
panjang dan akan menggugurkan daun setelah berumur 4 tahun sejak pertumbuhan
pucuk daun. Selain itu pembentukan serasah terjadi ketika proses pemanenan
berlangsung yaitu pada saat panen petani memotong bagian buah dan pelepah,
namun yang kembali ke sistem hanya bagian pelepah dan daunnya saja. Akan tetapi
pada ekosistem ini memiliki kelimpahan jenis Collembola permukaan tanah
tertinggi dengan rata-rata 72.0 individu. Menurut Berg dan McLaugherty (2008)
kualitas serasah terutama N, C, dan lignin akan menentukan laju dekomposisi, jika
pada serasah kandungan nitrogennya tinggi maka akan mempercepat laju
dekomposisi, sebaliknya jika rasio C/N dan lignin yang tinggi justru akan
memperlambat laju dekomposisi. Jalaludin (1994) melaporkan bahwa daun kelapa
sawit memiliki kandungan lignin yang cukup tinggi dari semua komposisi kimia
daun yaitu 27.6%. Tingginya kandungan lignin dari daun kelapa sawit membuat
proses laju dekomposisi serasah menjadi lambat sehingga dibutuhkan banyak
individu Collembola permukaan tanah untuk mendekomposisikan serasah.

15
Kemudian faktor penting lainnya yang mempengaruhi kehadiran Collembola
permukaan tanah adalah kelembaban udara, karena kelembaban merupakan
penyebab utama rendahnya tingkat populasi Collembola permukaan tanah pada
bulan-bulan kering (Rohyani 2012). Berdasarkan data pengamatan bahwa
kelembaban di setiap ekosistem dipengaruhi oleh kerapatan tajuk, semakin tinggi
kerapatan tajuk maka kelembaban udara semakin tinggi pula. Kelembaban
minimum baik udara maupun tanah yang dibutuhkan untuk kelangsungan hidup
Collembola permukaan tanah adalah 50%, sedangkan kelembaban maksimumnya
adalah 100% (Haryoko 2010). Hasil dari pengukuran kelembaban udara pada empat
tipe ekosistem diketahui bahwa kelembabannya berada diantara kelembaban
minimum dan maksimum yang dikatakan oleh Haryoko (2010) yaitu 75% sampai
91%, sehingga kelembaban udara yang ada di setiap ekosistem sesuai dengan
kebutuhan dari Collembola permukaan tanah.
Selain kelembaban faktor abiotik lainnya yang dipengaruhi oleh kerapatan
tajuk adalah suhu udara dan suhu tanah, semakin tinggi kerapatan tajuk maka
semakin rendah suhu udara dan suhu tanah. Faktor suhu udara dalam ekosistem
turut mempengaruhi variasi keberadaan Collembola permukaan tanah, dari data
yang didapat bahwa suhu udara berkisar antara 28.0oC – 30.0oC. Menurut Riyanto
(2007) kisaran suhu 25oC – 2oC merupakan suhu optimal dan toleran bagi aktivitas
fauna tanah di daerah tropis. Kemudian suhu tanah merupakan salah satu faktor
yang sangat menentukan kehadiran dan kepadatan Collembola permukaan tanah.
Suhu tanah akan menentukan tingkat dekomposisi material organik tanah. Secara
tidak langsung terdapat hubungan antara kepadatan Collembola permukaan tanah
dan suhu tanah, bila dekomposisi material organik tanah lebih cepat maka vegetasi
akan lebih subur. Hasil dari pengukuran suhu tanah pada empat tipe ekosistem
adalah berkisar antara 26.1oC – 27.8oC. Menurut Suin (1997) suhu tanah minimum
yang mendukung kehidupan Collembola adalah -50oC, sedangkan suhu
maksimumnya adalah 34oC sehingga suhu tanah yang ada di setiap ekosistem
mendukung keberadaan dari Collembola permukaan tanah.
Faktor lingkungan abiotik yang terakhir diukur adalah keasaman tanah, dari
hasil pengukuran keasaman tanah menunjukkan bahwa derajat keasaman tanah di
setiap ekosistem adalah asam lemah dengan kisaran pH 4 – 5. Walaupun sifat tanah
dari setiap ekosistem asam lemah akan tetapi banyak Collembola permukaan tanah
yang ditemukan, hal ini disebabkan oleh sistem pencernaan atau saluran makanan
(usus) yang khas dari Collembola permukaan tanah. Usus Collembola permukaan
tanah terbagi menjadi tiga bagian utama dengan cairan di dalam usus yang memiliki
derajat keasaman berbeda-beda yaitu usus depan dengan pH 5.4 – 6.9, usus tengah
dengan pH ≥ 8.2 dan usus belakang dengan pH ± 5, sehingga Collembola
permukaan tanah mampu hidup di habitat dengan tanah yang asam atau basa
(Suhardjono et al. 2012), maka dapat dipastikan tingkat keasaman tanah pada empat
ekosistem masih sesuai dengan kebutuhan Collembola permukaan tanah.

Analisis Asosiasi Antara Collembola Permukaan Tanah dan Acari
Acari merupakan salah satu fauna tanah yang banyak dijumpai di permukaan
tanah, Acari masuk ke dalam kelas Arachnida dan filum Arthropoda dengan ciri
bentuk tubuh bulat atau membulat dilengkapi dengan alat gerak berupa empat

16
pasang tungkai yang bersegmen, akan tetapi tubuhnya tidak bersegmen. Setelah
diidentifikasi dengan menggunakan Borror et al. (1996), total Acari yang
ditemukan pada semua tipe ekosistem sebanyak 2 393 individu yang terdiri dari 4
sub ordo yaitu Acaridida, Orabatida, Gamasina dan Uropida (Gambar 8).

Gambar 8 Jenis sub ordo Acari yang ditemukan (a) Acaridida, (b) Oribatida,
(c) Gamasida dan (d) Uropida (Path = ukuran panjang tubuh)
Hasil dari perhitungan dengan menggunakan metode presence-absence
bahwa dari semua tipe ekosistem hanya ekosistem secondary forest yang tidak
berasosiasi antara Collembola permukaan tanah dan Acari. Hal ini disebabkan
karena pada minggu keempat pemanenan atau pengambilan sampel tidak
ditemukan Acari dalam litterbag (Lampiran 6), sehingga mempengaruhi nilai
frekuensi kehadiran Acari pada matriks kontingensi dan menyebabkan nilai uji �
lebih kecil dari nilai � tabel pada derajat bebas 1 dan taraf nyata 5%. Untuk ketiga
tipe ekosistem lainnya yaitu jungle rubber, rubber plantation dan oil palm
plantation memiliki hubungan asosiasi karena nilai uji � lebih besar dari nilai �
tabel. Hubungan asosiasi antara spesies dan spesies lainnya dapat menjadi suatu
penciri untuk menentukan keberadaan spesies yang bersangkutan (Lestari 2011),
sehingga jika di tiga tipe ekosistem tersebut ditemukan Collembola permukaan
tanah karena kondisi lingkungan yang sesuai maka kemungkinan besar akan
ditemukan pula Acari disekitarnya. Tipe hubungan asosiasi antara Collembola
permukaan tanah dan acari di tiga tipe ekosistem tersebut adalah positif, Menurut
Lestari (2011) jika suatu interaksi antara sepesies satu dan spesies lainnya memiliki
tipe asosiasi positif maka keduanya memerlukan suatu kondisi yang sama. Hal ini
menunjukkan bahwa Collembola permukaan tanah dan Acari memerlukan suatu
kondisi yang sama.
Menurut Husaeni et al. (2006) hubungan antara Collembola permukaan tanah
dan Acari adalah kompetisi interspesifik. Hubungan kompetisi interspesifik
merupakan persaingan antara spesies yang berbeda dengan kebutuhan yang sama.
Akan tetapi pendapat lain menyatakan bahwa hubungan antara Collembola
permukaan tanah dan Acari adalah predasi (pemangsaan). Menurut Suhardjono et

17
al. (2012) Acari merupakan kelompok pemangsa utama dari Collembola
permukaan tanah dan menjadi faktor utama dalam menentukan ukuran populasi
Collembola permukaan tanah, karena seekor Acari mampu memangsa 2-14 ekor
Collembola permukaan tanah. Terdapatnya dua bentuk asosiasi pada kedua spesies
tersebut disebabkan oleh peran dari Acari yang berbeda-beda dari setiap sub ordo
yang ditemukan. Dalam Borror et al. (1996) dikatakan bahwa kelompok
Mesostigmata (Gamasida dan Uropida) merupakan kelompok acari yang hampir
seluruh anggotanya merupakan predator bagi fauna tanah lain termasuk Collembola
permukaan tanah dan banyak ditemukan di serasah dan tanah, sedangkan kelompok
Astigmata (Acaridida) bukanlah pemangsa melainkan sebagian besar anggota
merupakan parasit dan pembersih bahan yang membusuk. Kemudian sub ordo
Oribatida berperan sebagai dekomposer, selain itu Oribatida merupakan salah satu
acari yang menyukai mikroorganisme terutama jamur dan bakteri serta sisa
tanaman (Farhana 2015). Oribatida mudah ditemukan di serasah, di bawah kulit
kayu dan bebatuan serta di dalam tanah, dari total Acari yang ditemukan di semua
tipe ekosistem hampir setengahnya adalah Oribatida yaitu sebanyak 1 007 individu.

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Kelimpahan jenis Collembola permukaan tanah rata-rata tertinggi terdapat
pada ekosistem oil palm plantation sebanyak 72.0 individu. Jumlah individu
Collembola permukaan tanah yang ditemukan di semua tipe ekosistem sebanyak 1
618 individu terdiri dari 13 genus dan 6 famili yaitu Cyphoderidae, Entomobryidae,
Isotomidae, Oncopoduridae, Paronellidae, Dicyrtomidae serta 2 ordo yaitu
Entomobyromorpha dan Symphypleona. Pola sebaran Collembola permukaan
tanah di empat tipe ekosistem yaitu secondary forest, junggel rubber, rubber
plantation dan oil palm plantation adalah mengelompok karena nilai dari �� > 0.
Keberadaan Collembola permukaan tanah di setiap ekosistem tersebut sangat
dipengaruhi oleh beberapa faktor lingkungan diantaranya adalah strata vegetasi,
spesies pohon penyusun, ketebalan serasah, kerapatan tajuk, kelembaban udara,
suhu udara, suhu tanah dan keasaman tanah. Interaksi antara Collembola
permukaan tanah dan Acari terjadi pada tiga ekosistem karena nilai uji � lebih
besar dari nilai � tabel, tipe dan derajat asosiasi kedua spesies tersebut adalah
positif maksimum sedangkan bentuk asosiasinya adalah kompetisi interspesifik dan
predasi.
Saran
Perlu adanya penelitian lebih lanjut mengenai polsa sebaran Collembola
permukaan tanah dari mulai tingkat famili, genus sampai ketingkat spesies, karena
informasi mengenai Collembola di Indonesia secara menyeluruh dirasa masih
kurang. Begitu juga dengan analisis asosiasi antara Collembola permukaan tanah
dan Acari dibutuhkan penelitian lebih lanjut hingga sampai ketingkat spesies.

18

DAFTAR PUSTAKA
Berg B, McClaugherty C. 2008. Plant Litter: Decomposition Humus Formation,
Carbon Sequestration. Ed ke-2. Germany (DE): Springer. 338 hlm.
Borror DJ, Charles AT, Norman FJ. 1996. Pengenalan Pelajaran Serangga.
Partosoedjono S, penerjemah. Yogyakarta (ID): Gadjah Mada University
Press. Terjemahan dari: An Introduction to Study of Insect.
Farhana J. 2015. Keragaman dan jumlah kelompok Acari tanah pada kebun kelapa
sawit di PTPN VIII Cikasungka Kabupaten Bogor [skripsi]. Bogor (ID):
Institut Pertanian Bogor.
Greenslade PJ, Deharveng L, Bedos A, Suhardjono YR. 2000. Handbook of
Collembola of Indonesia. (draf final). Tidak dipublikasi.
Haneda NF, Supriyanto, Kasno, Putra EI. 2013. Pemantauan Kesehatan Hutan.
Bogor (ID): Laboratorium Entomologi Fakultas Kehutanan Institut
Pertanian Bogor.
Haryoko RW. 2010. Keanekaragaman dan distribusi Collembola permukaan lantai
Gua Tegogo di Kaligesing, Purw