Dasar Teori

2.2.11 Model Gravity

Model Gravity menggunakan konsep gravity yang berasumsi bahwa ciri bangkitan dan tarikan pergerakan berkaitan dengan beberapa parameter zona asal, misalnya populasi dan nilai sel MAT yang berkaitan dengan aksesibilitas (kemudahan) sebagai fungsi jarak, waktu, atau biaya. Model Gravity untuk keperluan

transportasi menyatakan bahwa pergerakan antar zona asal i dan zona tujuan d

berbanding lurus dengan Oi dan Dd dan berbanding terbalik kuadratis terhadap

commit to user

jarak antara kedua zona tersebut. Dalam bentuk matematis model gravity dapat dinyatakan sebagai:

T = Oi . Dd . f(C id )

(2.13) Persamaan 2.13 dapat digunakan dengan batasan sebagai berikut:

∑ dan

∑ (2.14)

Sehingga pengembangan Persamaan 2.13 dengan menggunakan batasan Persamaan 2.14 adalah sebagai berikut:

= Oi . Dd . Ai . Bd . f(C id )

(2.15) T

= Jumlah pergerakan dari zona asal i ke zona tujuan d Ai , Bd = Faktor penyeimbang untuk setiap zona asal i dan tujuan j

Oi = Total pergerakan dari zona asal i Dd = Total pergerakan ke zona tujuan d

f (C id ) = Fungsi umum biaya perjalanan

Persamaan 2.15 dipenuhi jika digunakan konstanta Ai dan Bd (disebut sebagai konstanta penyeimbang) yang terkait dengan setiap zona bangkitan dan tarikan.

Untuk mendapatkan kedua nillai tersebut perlu dilakukan proses iterasi sampai masing-masing nilai Ai dan Bd menghasilkan nilai tertentu (konvergen).

Dalam buku Tamin (2000), yang dinyatakan oleh Hyman (1969), menyarankan 3 jenis fungsi hambatan yang dapat dipergunakan dalam Model Gravity, yaitu:

a. Fungsi pangkat

: f(C id )=C

(2.17)

b. Fungsi eksponensial : f(C id )= (2.18)

c. Fungsi Tanner

: f(C id )=C

. (2.19)

Dalam penelitian ini akan digunakan fungsi hambatan eksponensial karena fungsi hambatan ini sesuai untuk pergerakan jarak pendek (pergerakan dalam kota).

commit to user

2.2.11.1 Model Gravity Batasasn Bangkitan Pergerakan (Production Constraint Gravity)

Dalam model gravity batasan bangkitan pergerakan, total pergerakan global hasil bangkitan pergerakan harus sama dengan total pergerakan yang dihasilkan oleh pemodelan, begitu juga dengan bangkitan pergerakan yang dihasilkan model harus sama dengan hasil bangkitan pergerakan yang diinginkan. Namun, tarikan pergerakan tidak perlu memiliki nilai yang sama dengan hasil pemodelan. Model yang digunakan adalah model dari Persamaan (2.15), tetapi dengan syarat batas yang berbeda. Syarat batas yang digunakan dalam model ini adalah sebagai berikut.

Ai =

∑(

) ) untuk seluruh i dan Bd = 1 untuk seluruh d.

Alasan pemilihan Model Gravity adalah sebagai berikut:

a. Model Gravity dapat digunakan untuk meramalkan arus lalu lintas antar zona di dalam daerah perkotaan.

b. Model Gravity sangat sederhana sehingga mudah dimengerti dan digunakan.

c. Model Gravity mempunyai kinerja yang baik karena prosesnya yang cepat.

2.2.12 Kalibrasi

Kalibrasi adalah proses menaksir nilai parameter β yang merupakan parameter fungsi hambatan (kemudahan atau aksesibilitas) antar zona suatu model dengan berbagai teknik yang sudah ada. Setelah dikalibrasi, diharapkan model tersebut dapat menghasilkan keluaran yang sama dengan data lapangan (realita).

a. Kalibrasi Newton-Raphson

Penelitian ini menggunakan metode kalibrasi Newton-Raphson. Kalibrasi ini dilakukan dengan proses pengulangan sampai nilai parameter mencapai batas konvergensinya. Metode ini didasarkan pada pendekatan nilai f(x) dengan menggunakan deret Taylor.

commit to user

Nilai f(x) didekati dengan menggunakan garis singgung f(x) pada nilai x. Titik potong garis singgung ini dengan sumbu x digunakan sebagai pendekatan selanjutnya. Secara ringkas, metode tersebut dijelaskan sebagai berikut ini. Misalnya diketahui dua buah persamaan f dan g yang masing-masing adalah fungsi dari fungsi dua buah peubah bebas x dan y:

f(x,y) = 0 dan g(x,y) = 0

(2.20) Jika x 0 dan y 0 adalah nilai untuk pendekatan solusi (x 0 +h) dan (y 0 +k), maka:

Pendekatan deret Taylor sampai tingkat pertama untuk kedua persamaan simultan ini menghasilkan:

f(x 0 +h, y 0 +k) = f(x 0 ,y 0 ) +

.h+

.k

(2.23)

g(x 0 +h, y 0 +k) = g(x 0 ,y 0 ) +

.h+

.k

(2.24)

Dengan memasukkan Persamaan 2.21 dan 2.22 kedalam Persamaan 2.23 dan 2.24, didapat:

f(x 0 ,y 0 ) +

.h+

.k=0

(2.25)

g(x 0 ,y 0 ) +

.h+

.k=0

(2.26)

Nilai f(x 0 ,y 0 ) dan g(x 0 ,y 0 ) dapat dihitung. Begitu juga nilai

, dan

Empat nilai yang terakhir masing-masing berarti turunan pertama dari f (atau g)

terhadap x atau y pada nilai x 0 dan y 0 . Yang belum diketahui adalah nilai h dan k.

Dalam bentuk matriks, Persamaan 2.25 dan 2.26 dapat dituliskan sebagai:

commit to user

], -=- [ ( ) ( )] (2.27)

Persamaan 2.25 dan 2.26 atau Persamaan 2.27 adalah dua persamaan linear simultan dengan dua buah bilangan h dan k yang belum diketahui. Keduanya dapat dihitung dengan metode eliminasi Gauss-Jordan. Selanjutnya nilai h dan nilai k ini digunakan untuk mendapatkan nilai pendekatan berikutnya:

Perhitungan dengan Persaman 2.27 dan Persamaan 2.28 diulangi sampai nilai x dan y konvergen. Konvergensi dapat dilihat dari nilai h dan k yang semakin mengecil. Perhitungan dihentikan bila nilai h dan k sudah mencapai harga yang diinginkan. Jadi, batas nilai h dan k yang sekaligus juga menunjukkan tingkat ketelitian perhitungan.

b. Kalibrasi Newton-Raphson Model Gravity Batasan Bangkitan Pergerakan Untuk model gravity tipe batasan bangkitan pergerakan dan fungsi hambatan

eksponensial dapat dilakukan dengan metode kalibrasi Newton-Raphson, dengan langkah-langkah sebagai berikut:

1) Pengulangan pertama dengan menyatakan m = 0 dan menetapkan suatu nilai

β = β 0 . Dengan menggunakan nilai β tersebut hitung nilai h dengan menggunakan Persamaan (2.29) berikut.

h =-

(2.29)

Nilai f dan

dihitung dengan menggunakan Persamaan (2.30) dan (2.31)

karena nilai Bd = 1

(2.32)

commit to user

untuk fungsi hambatan eksponensial dapat dihitung dengan menggunakan Persamaan (2.37) – (2.39) berikut.

2) Membuat nilai m = m+1, dan menetapkan nilai β m dengan menggunakan

Persamaan (2.40) berikut.

β m =β m1 +h

(2.40)

3) Menggunakan β m , mengulangi tahap 1 dan 2 untuk mendapatkan nilai h seperti

yang disyaratkan, sampai nilai β konvergen (nilai h mencapai nilai yang sangat kecil).

2.2.13 Pembebanan User Equilibrium

Pertimbangan utama pembebanan lalu lintas merupakan asumsi bahwa dasar pemilihan rute adalah biaya perjalanan. Ukuran yang digunakan tergantung pada karakteristik jalan, kondisi lalu lintas dan persepsi pengendara tentang kondisi tersebut.

Dalam hal ini efek stokastik tidak diperhitungkan. Ada dua perilaku yang diusulkan sebagai dasar dari kondisi equlibrium, yaitu:

1. Pengendara memilih rute secara bebas yang memenuhi kepentingan terbaiknya menurut kondisi lalu lintas yang dihasilkan dari beberapa pilihan rute lain.

commit to user

2. Pengendara memilih rute yang menghasilkan arus lalu lintas yang meberikan keuntungan maksimum bagi mereka.

Pendekatan pembebanan User Equilibrium mengacu pada Prinsip Wardrop I yang menyatakan bahwa dalam kondisi macet, pengendara akan memilih suatu rute sampai tercapai kondisi yang tidak memungkinkan seorang pun dapat mengurangi biaya perjalanannya dengan menggunakan rute yang lain. Apabila semua pengendara mempunyai persepsi yang sama tentang biaya maka akan dihasilkan kondisi keseimbangan, artinya semua rute yang digunakan antara dua titik tertentu akan mencapai baiaya perjalanan yang sama dan minimum, sedangkan rute yang tidak digunakan akan mencapai biaya perjalanan yang sama atau lebih mahal.

Kemajuan besar dalam teknik pembebanan dengan peminimuman fungsi obyektif adalah dimungkinkannya analisa pengembangan algoritma yang sistematik untuk pemecahannya. Algoritma yang sangat umum digunakan adalah Algoritma Frank Wolf (1956). Langkah-langkah dalam proses pembebanan tersebut adalah sebagai berikut:

1. Memilih satu set inisial biaya ruas, yang bisa digunakan adalah waktu tempuh pada kondisi bebas Ca(0). Inisialisasi semua arus V = 0, kemudian set n = 0.

2. Membentuk suatu pohon biaya minimum, kemudian set n = n+1.

3. Membebankan semua matriks T dengan pembebanan All-or-Nothing untuk mendapatkan suatu set arus Va.

4. Menghitung arus pada saat sekarang dengan persamaan:

= (1- ϕ) V + ϕVa

(2.41)

5. Menghitung satu set baru biaya arus berdasarkan besar arus V . Jika arus (atau biaya ruas) tidak terlalu banyak mengalami perubahan dalam dua kali pengulangan yang berurutan maka proses dihentikan, dan jika tidak banyak perubahan maka diteruskan ke tahap 2.

Dalam penelitian ini proses pembebanan dilakukan dengan bantuan aplikasi software EMME/3 (Equilibrium Multimodal, Multimodal Equilibrium).

commit to user

2.2.14 Matrix Estimation by Maximum Entropy

Persoalan pokok pada perkiraan matriks perjalanan dari data lalu lintas adalah identifikasi pasangan asal-tujuan yang menggunakan ruas tertentu sebagai bagian dari perjalanannya. Variabel ini dinamakan P ija , yaitu proporsi perjalanan dari asal

i ke tujuan j yang menggunakan ruas a. Arus pada ruas a (V a ) adalah penjumlahan

seluruh konstribusi perjalanan antara setiap pasangan zona pada ruas tersebut, secara matematis dapat dinyatakan dengan persamaan berikut:

V a = ∑ (2.42) Batasan: 0 ≤ P ija ≤1

Batas persamaan 2.41 memberikan hasil yang sempurna jika arus pada ruas a dari hasil pemodelan sama dengan arus dari hasil pengamatan.

∑ (2.43) Dengan:

T ij = Matriks perjalanan sebenarnya P ija = Proporsi perjalanan dari i ke j yang menggunakan a

V a = Arus dari ruas a yang didapat dari hasil pemodelan

V ^ a = Arus diruas a dari hasil pengamatan

Dalam prakteknya jumlah data arus lalu lintas dari hasil pengamatan jauh lebih sedikit dibandingkan jumlah T ij yang diketahui. Dengan kondisi tersebut, tidak mungkin menentukan solusi yang unik terhadap masalah estimasi matriks perjalanan, oleh karena itu sebagian besar metode berusaha untuk mendapatkan matriks perjalanan T ij yang paling mirip yang memenuhi batasan persamaan tersebut.

Ada dua pendekatan untuk menyelesaikan persamaan 2.43, yang pertama, apabila tidak terdapat informasi sebelumnya tentang T ij (no prior trip matrix) dan yang kedua, apabila tedapat informasi sebelumnya tentang T ij (prior trip matrix).

commit to user

Model Matrix Estimation by Maximum Entropy yang dikembangkan oleh Wilimsen memberikan persamaan dasar untuk kedua pendekatan diatas sebagai berikut:

T ij = ∏ (2.44) Atau

T ij =t ij ∏ (2.45) Dengan:

t ij = Perkiraan matriks perjalanan (misal dari survai sebelumnya)

X a = Faktor penyeimbang (balancing factor) yang dipilih sedemikian rupa sehingga batasan Persamaan 2.43 terpenuhi.

2.2.15 Indikator Uji Statistik

a. Root Mean Square Error (RMSE) dan Standard Deviasi (SD)

Penaksiran MAT dari data lalu lintas yang dihasilkan dengan menggunakan penaksiran model kebutuhan akan transportasi akan menghasilkan arus lalu lintas yang semirip mungkin dengan data arus lalu lintas hasil pengamatan. Hal terpenting yang harus diperhatikan yaitu tingkat kemiripan dari MAT hasil penaksiran dengan MAT hasil pengamatan. Tingkat akurasi MAT yang dihasilkan dari data arus lalu lintas dapat ditentukan dengan beberapa indikator uji statistik. Indikator uji statistik yang digunakan dalam penelitian ini adalah Root Mean Square Error (RMSE) dan standard deviasi (SD).

Indikator uji statistik RMSE adalah suatu indikator kesalahan yang didasarkan pada total kuadratis dari simpangan antar pasangan nilai sel MAT yang dapat didefinisikan sebagai Persamaan 2.46 berikut.

commit to user

RMSE = √∑ ∑ [ ( )

( ) untuk i ≠d

(2.46)

Beberapa peneliti menggunakan standar deviasi dari simpangan dapat didefinisikan sebagai Persamaan 2.47 berikut:

SD = √∑ ∑ [ ( )

( ) untuk i ≠d

(2.47)

Dimana: Ť id = Matriks hasil pengamatan dilapangan

T id = Matriks hasil pemodelan N

= Ukuran matriks Indikator RMSE dan SD tidak dapat digunakan untuk membandingkan MAT yang

dihasilkan dari lokasi yang berbeda atau waktu yang berbeda karena nilainya sangat tergantung dari kondisi lokal seperti ukuran matriks N dan T. Dari Persamaan 2.46 dan Persamaan 2.47 terlihat bahwa semakin besar nilai N maka nilai RMSE akan kira-kira sama dengan nilai SD. Indikator %RMSE digunakan untuk membandingkan dua buah MAT yang mempunyai jumlah sel yang berbeda.

Semakin besar nilai RMSE, %RMSE, dan SD maka semakin tidak akurat MAT hasil penaksiran dibandingkan MAT hasil pengamatan.

RMSE adalah bentuk umum dari SD. RMSE akan muncul ketika mencari perbedaan antara sub kelompok atau hubungan antara variabel-variabel.

commit to user

b. Koefisien Determinasi (R 2 ) Indikator statistik R 2 untuk matriks dapat didefinisikan sebagai Persamaan 2.50.

R 2 = ∑∑( )

∑∑(

) untuk i ≠d

(2.50)

Sedangkan indikator uji statitistik R 2 untuk menguji tingkat validasi arus lalu

lintas hasil pemodelan dengan arus lalu lintas yang ada di lapangan digunakan Persamaan 2.51.

R 2 = ∑( )

(2.51)

Dimana: Ť id = Matriks hasil pengamatan dilapangan

T id = Matriks hasil pemodelan N

= Ukuran matriks = Arus hasil pemodelan = Arus hasil pengamatan dilapangan

Indikator statistik R 2 merupakan uji statistik yang paling sering digunakan.

Indikator ini akan memberikan bobot sangat tinggi untuk kesalahan absolut besar.

Oleh karena itu, nilai R 2 yang tinggi tidak dapat diperoleh dari matriks berjumlah

sel besar dengan kesalahan kecil, akan tetapi akan sangat jelek pada nilai sel yang kecil.

Persamaan 2.50 juga memperlihatkan bahwa nilai R 2 dapat bernilai negatif jika

terdapat simpangan besar antara MAT hasil penaksiran dan MAT hasil observasi.

Nilai R 2 = 1 merupakan nilai tertinggi yang dapat dihasilkan jika dilakukan perbandingan antar MAT. Oleh karena itu, nilai R 2 yang mendekati 1

menunjukkan tingkat kemiripan yang tinggi antar MAT yang diperbandingkan.

commit to user

38

Dokumen yang terkait

PEMBERDAYAAN KADER POSYANDU DALAM PENGELOLAAN POSYANDU LANSIA AKTIF DI DESA JETIS SUKOHARJO Maryatun dan Indarwati Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan ’Aisyiyah Surakarta Email: Tun_Maryayahoo.com ABSTRAK - PEMBERDAYAAN KADER POSYANDU DALAM PENGELOLAAN POSYANDU

0 2 6

KOMUNIKASI ANTAR PRIBADI SEBAGAI SOLUSI KONFLIK PADA HUBUNGAN REMAJA DAN ORANG TUA DI SMK BATIK 2 SURAKARTA Rina Sari Kusuma Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Komunikasi dan Informatika Universitas Muhammadiyah Surakarta ABSTRAK - KOMUNIKASI ANTAR PR

0 0 6

MODEL MULTI SITUS DI CABANG MUHAMMADIYAH KARTASURA UNTUK EFISIENSI PENGELOLAAN WEB BERBAGAI AMAL USAHA Husni Thamrin dan Albert Septiawan Program Studi Informatika Fakultas Komunikasi dan Informatika Universitas Muhammadiyah Surakarta Email: husni.thamrin

0 0 9

Kata kunci : Model Pelatihan, Manajemen Mutu, Kerjasama Sekolah PENDAHULUAN - MANAJEMEN MUTU KERJASAMA KEPALA SEKOLAH SEBAGAI PENINGKATAN KUALITAS DAN AKREDITASI SEKOLAH DASAR DI KABUPATEN-KOTA MAGELANG

0 0 8

PAKOM PELATIHAN DAN PENDAMPINGAN PENYUSUNAN PERANGKAT PEMBELAJARAN MATEMATIKA BERBASIS LESSON STUDY Rita Pramujiyanti Khotimah, Masduki, N. Setyaningsih Pendidikan Matematika Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Unversitas Muhammadiyah Surakarta Email: r

0 1 8

PENGEMBANGAN KEMAMPUAN PENELITIAN DAN PENULISAN KARYA ILMIAH BAGI GURU MATEMATIKA SMASMK MUHAMMADIYAH DI KLATEN DAN SUKOHARJO Masduki dan Muhammad Noor Kholid Pendidikan Matematika Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Surakarta E

0 0 8

PEMITRA BAGI PENGEMBANGAN KEMAMPUAN MATEMATIKA GURU DAN SISWA SEKOLAH DASAR MUHAMMADIYAH PROGRAM KHUSUS DI BOYOLALI Sutama, Sabar Narimo, dan Suyatmini Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Surakarta Email : sutamaums.ac.id Abstra

0 0 7

PAKOM DAUR ULANG SAMPAH ANORGANIK DI DESA NGADIREJO, KARTASURA, SUKOHARJO Ambarwati dan Sri Darnoto Prodi Kesehatan Masyarakat FIK UMS Jl. A. Yani Tromol Pos I, Pabelan, Surakarta E mail: ambarwatiums.ac.id ABSTRAK - PAKOM PELATIHAN PENDAURULANGAN SAMPAH

1 2 11

PERANCANGAN ANIMASI TIGA DIMENSI MENGGUNAKAN PERANGKAT LUNAK BLENDER DI CABANG MUHAMMADIYAH KARTASURA Sukirman Pendidikan Teknik Informatika Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Surakarta Email: sukirmanums.ac.id ABSTRAK - PERANC

0 0 7

Jurnalisme Investigasi dalam Film (Analisis Wacana Jurnalisme Investigasi dalam Film “State of Play”)

0 2 178