Isolasi dan purifikasi inhibitor RNA helikase virus hepatitis C dari bakteriosin bakteri asam laktat S34

11

12

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains pada
Departemen Biokimia

13

Judul Skripsi
Nama
NIM

: Isolasi dan Purifikasi Inhibitor RNA Helikase Virus
Hepatitis C dari Bakteriosin Bakteri Asam Laktat S34
: Skotia Fitriastri Putri
: G84062803

Disetujui

Komisi Pembimbing

A. Zaenal Mustopa, M.Si
Anggota

Dr. Suryani, M.Sc
Ketua

Diketahui

Dr. Ir. I Made Artika, M.App.Sc.
Ketua Departemen Biokimia

Tanggal lulus:

14

SKOTIA FITRIASTRI PUTRI. Isolasi dan Purifikasi Inhibitor RNA Helikase
Virus Hepatitis C dari Bakteriosin Bakteri Asam Laktat S34. Dibimbing oleh
SURYANI dan A. ZAENAL MUSTOPA.

Terapi target molekular merupakan salah satu penanggulangan penyakit
virus hepatitis C yang sedang dikembangkan. Penghambatan NS3 helikase atau
RNA helikase virus hepatitis C dengan peptida inhibitor merupakan salah satu
terapi target molekuler. Bakteriosin merupakan salah satu peptida inhibitor yang
memiliki kemampuan untuk menghambat virus hepatitis C melalui mekanisme
penghambatan NS3 helikase. Bakteriosin adalah peptida yang dihasilkan bakteri
asam laktat. Tujuan penelitian ini untuk melakukan isolasi dan purifikasi
bakteriosin dari isolat S34 yang memiliki aktivitas yang tinggi dalam menghambat
kerja RNA helikase virus hepatitis C. Bakteri asam laktat S34 yang diidentifikasi
dengan metode amplifikasi 16S rRNA dan sekuensing DNA merupakan bakteri
Lactobacillus plantarum WCFS1. Pertumbuhan bakteri tersebut mencapai fase
logaritma pada jam ke:7 dan fase stasioner jam ke:10. Bakteriosin diisolasi dan
dipurifikasi melalui presipitasi amonium sulfat dengan kejenuhan 80% dan
kromatografi gel filtrasi serta dilakukan karakterisasinya meliputi analisis bobot
molekul dan pengukuran kadar protein. Bakteriosin dari bakteri asam laktat S34
memiliki persentase inhibisi terhadap RNA helikase virus hepatitis C sebesar
64.20%, diduga bakteriosin kelas 2, bersifat termostabil, memiliki bobot molekul
pada kisaran 1.7:4.6 kDa dengan aktivitas spesifik sebesar 2.84 x 106 U/mg.

15


SKOTIA FITRIASTRI PUTRI. Isolation and Purification RNA Helicase Inhibitor
of Hepatitis C Virus From S34 Lactic Acid Bacteria Bacteriocin. Under the
direction of SURYANI and A. ZAENAL MUSTOPA.
Target molecular therapy is one of method to prevent hepatitis C virus
which was developed recently. NS3 Helicase/RNA helicase hepatitis C virus
inhibition using inhibitory peptide are target in molecular therapy. Bacteriocin are
inhibitory peptides which can inhibit hepatitis C virus through inhibition of NS3
helicase. Bacteriocin is a peptide which is produced by lactic acid bacteria. The
aim of this research were to isolate and to purify bacteriocin from S34 lactic acid
bacteria which has high activity to inhibit RNA helicase of hepatitis C virus. S34
lactic acid bacteria were identified using 16S RNA amplification and DNA
sequencing identification of S34 lactic acid bacteria was Lactobacillus plantarum
WCFS1. The bacterial growth reached logaritmic phase at 7 hours and stationary
phase at 10 hours. Bacteriocin were isolated and purified by ammonium sulphate
precipitation with 80% saturation, gel filtration chromatography, and
characterization of bacteriocin through molecular weight analysis and measured
protein concentration. Bacteriocin from S34 lactic acid bacteria were included in
2nd class bacteriocin, had 64.20 % of inhibition against RNA helicase hepatitis C
virus, had molecular weight about 1.7:4.2 kDa, and specific activity in the amount

of 2.84 x 106 U/mg.

16

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 18 Mei 1988. Penulis adalah
anak pertama dari Ridwan Usman dan Lies Maniar Bustaman. Tahun 2006
penulis lulus dari SMA Negeri 30 Jakarta dan pada tahun yang sama lulus
Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada mayor Biokimia, Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA).
Selama mengikuti perkuliahan penulis pernah mengikuti kegiatan Praktik
Lapangan di Laboratorium Mikrobiologi, Pusat Pengujian Obat dan Makanan:
Jakarta periode Juli:Agustus 2009 dengan judul Isolasi DNA Roti Dengan Metode
Kolom Silika Pengikat DNA. Penulis juga pernah menjadi anggota Dewan
Perwakilan Mahasiswa (DPM) komisi eksternal periode 2008:2009. Penulis juga
pernah menjabat menjadi ketua divisi keilmuan metabolisme pada HIMPRO
CREBs (Community of Research and Education of Biochemistry) periode 2009:
2010. Penulis pernah terlibat sebagai panitia PEMIRA FMIPA 2008, panitia masa
pengenalan departemen dan masa pengenalan fakultas 2007, panitia seminar
kanker pada tahun 2009, panitia workshop K3 (Kesehatan dan Keselamatan
Kerja) pada tahun 2009.


17

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan
karunia:Nya sehingga penulis dapat menyelasaikan skripsi yang berjudul Isolasi
dan Purifikasi Inhibitor RNA Helikase Virus Hepatitis C dari Bakteriosin Bakteri
Asam Laktat S34. Skripsi ini merupakan hasil penelitian yang dilaksanakan dalam
kurun waktu Mei hingga Oktober 2010 di Laboratorium Bakteriologi dan Virologi
Molekular, Pusat Penelitian Bioteknologi:LIPI, Cibinong, Bogor.
Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada Ibu Dr. Suryani, M.Sc
sebagai Pembimbing I dan Bapak A. Zaenal Mustopa, M.Si selaku Pembimbing II
yang telah banyak bimbingan, saran, dan dukungan selama penelitian sampai
selesainya skripsi ini. Ucapan terimakasih juga penulis ucapkan kepada Bapak
Ridwan Usman (Ayah), Ibu Lies Maniar B (Ibu), dan Mariska Nadya R (Adik).
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak M. Ridwan, S.Far yang
telah membantu dan memberikan saran selama penelitian di Pusat Penelitian
Bioteknologi:LIPI, Cibinong, Bogor. Penulis juga mengucapkan terima kasih
kepada teman seperjuangan saya Ibu Dra. Urnemi Syuib, M.Si; Mas Melky, M.Si;
Mas M.Solehudin, S.Pt; Mba Linda Sukmarini, M. Eng; Prabawati Hyunita P;
Ervian Hadi R; Dwi Setia; Ika Sari K; Ike Putri S; Marcel D; Maridha N; Ikrimah;

Renny, Patur, Bowo, Pupil, Dewi, teman:teman Ananda (Mba Ratna, Enno,
Anisa, Vanda, Sari, Nanda, dan mba Yati); dan teman:teman Biokimia angkatan
43.

Bogor, Januari 2011

Skotia Fitriastri Putri

18

DAFTAR GAMBAR ………………………………………………………....... ix
DAFTAR LAMPIRAN …………………………………………………………. x
PENDAHULUAN ………………………………………………………………. 1
TINJAUAN PUSTAKA
Virus Hepatitis C ..............................................................................................
RNA Helikase …………………………………………………………….......
Bakteri Asam Laktat .................…………………………………………........
Bakteriosin ……………………………………………………………… .......
Kromatografi Gel Filtrasi ............……………………………………….........
Elektroforesis SDS Poliakrilamid ………………………………….................

Polymerase Chain Reaction .......................……………………………….......

2
2
3
3
4
4
5

BAHAN DAN METODE
Bahan dan Alat …………………………………………………………......... 5
Metode Penelitian…………………………………………………………...... 6
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Ekspresi dan Purifikasi RNA Helikase Virus Hepatitis C...................... 8
Hasil Identifikasi Bakteri Asam Laktat S34 .................................................... 9
Kurva Pertumbuhan Isolat Bakteri Asam Laktat S34...................................... 10
Hasil Purifikasi dan Pengukuran Aktivitas Inhibisi Bakteriosin Bakteri Asam
Laktat S34 terhadap RNA Helikase................................................................. 10
Karakteristik Bakteriosin Bakteri Asam Laktat S34 ....................................... 13

SIMPULAN DAN SARAN ................................................................................. 14
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………...... 14
LAMPIRAN .…………………………………………………………………… 16

19

1

Virus hepatitis C …………………………………………………………….. 2

2

Bakteri asam laktat ....…………………………………………………….... 3

3

Kromatografi gel filtrasi ...................………………………………………... 4

4


Hasil SDS PAGE RNA helikase virus hepatitis C ………………………. .... 9

5

Koloni bakteri asam laktat S34....................................................................... 10

6

Hasil elektroforesis DNA bakteri asam lakat S34 ………………………….. 10

7

Hasil sekuensing DNA bakteri asam laktat S34 dengan primer forward…. 10

8

Kurva pertumbuhan bakteri asam laktat S34 ................................................. 10

9


Reaksi pembentukan warna pada kolorimetri ATPase assay..............……... 11

10 Inhibisi fraksi amonium sulfat terhadap aktivitas ATPase RNA helikase virus
hepatitis C....................................................................................................... 11
11 Inhibisi fraksi filtrasi gel sephadex G:50 terhadap aktivitas ATPase RNA
helikase virus hepatitis C................................................................................ 12
12 Hasil SDS PAGE: (1) fraksi pengendapan amonium sulfat 80%; (2) fraksi ke:
10 kromatografi gel filtrasi dengan eluen MeOH 20%; (3) marker; (4) fraksi
ke:16 kromatografi gel filtrasi dengan eluen MeOH 30%............................. 13

20

1

Strategi penelitian ........................................................................................ 17

2

Alur ekspresi dan purifikasi RNA helikase …………………………......... 18


3

Alur purifikasi bakteriosin bakteri asam laktat …………………………... 19

4

Hasil analisis sekuens 16S rRNA dengan program BLAST ……………… 20

5

Hasil pengukuran kurva pertumbuhan bakteri asam laktat S34 .................... 21

5

Kurva standar Bovine Serum Albumin (BSA) …………………………….. 22

6

Kurva standard fosfat (Uji ATPase) ……………………………………… 23

7

Persentase inhibisi RNA helikase oleh bakteriosin isolat S34 melalui
presipitasi amonium sulfat ........................................................................... 24

8

Persentase inhibisi RNA helikase bakteriosin isolat S34 melalui kromatogfrafi
gel filtrasi dengan eluen metanol................................................................. 25

1

Virus hepatitis C merupakan penyakit
penyebab kematian ke sepuluh di dunia.
Sekitar 8.000 hingga 10.000 orang meninggal
tiap tahunnya akibat virus hepatitis C menurut
US Centers for Disease Control And
Prevention. Berdasarkan data World Health
Organization, sekitar 170 juta orang yang
menderita penyakit virus hepatitis C (Baginski
et al. 2000). Tahun 2006 sebanyak 7 juta
masyarakat Indonesia terjangkit virus hepatitis
C.
Virus ini dapat menyebar melalui
penggunaan jarum suntik, transfusi darah,
hubungan seksual, dan hemodialisis (Sy &
Jamal 2006). Virus hepatitis C mengalami
perkembangan secara klinis selama 7 hingga 8
minggu setelah paparan virus tersebut. Namun
biasanya penderita tidak menunjukkan tanda:
tanda adanya gejala atau hanya gejala ringan.
Gejala tersebut timbul setelah menjadi kronis
dan dalam waktu interval yang sangat lama.
Infeksi virus hepatitis C sangat sulit untuk
dideteksi. Interval antara infeksi hingga fase
kronis yang menimbulkan fibrosis dan sirosis
dapat meningkat setelah tiga puluh tahun.
Terapi pengobatan hepatitis C telah
dilakukan sejak tahun 1989 dan sampai
sekarang masih terdapat beberapa kendala
dalam terapi tersebut. Terapi terhadap virus
hepatitis C dapat melalui 2
strategi
pendekatan, yaitu terapi obat:obatan dan
terapi target molekular. Terapi virus hepatitis
C berdasarkan obat:obatan dan bahan kimia
merupakan terapi yang pertama kali
digunakan. Terapi ini dimulai pada tahun
1989 (Lauer & Walker 2001). Beberapa obat:
obatan dan senyawa kimia telah diujicobakan
terhadap penderita penyakit hepatitis C. Obat:
obatan tersebut adalah ribavirin, inhibitor
inositol monofosfat dehidrogenase (IMPDH),
histamin, thymosin alpha 1, dan amantadin.
Meskipun terapi pengobatan menggunakan
ribavirin dan interferon alfa menunjukkan
kemajuan yang berarti dalam terapi virus
hepatitis C, terapi menggunakan obat:obatan
masih menimbulkan efek samping yang
berbeda:beda dan diperlukan kombinasi yang
cocok
sehingga
pengobatan
dengan
pendekatan obat:obatan dapat sesuai dengan
genotipe virus hepatitis C yang berbeda:beda
(Mc Hutchison & Patel 2002).
Terapi yang saat ini sedang berkembang
adalah terapi berdasarkan target molekular.
Salah satu yang sedang dikembangkan saat ini
adalah terapi inhibitor NS3 helikase. NS3
helikase merupakan enzim yang berperan

penting dalam siklus hidup virus yang
memiliki material genetik berupa RNA. Gen
NS3 (non structural 3) helikase merupakan
salah satu target dalam terapi berdasarkan
target molekular selain NS2 dan NS3
protease, NS5B RNA dependent polymerase,
ribozim, dan oligonukleotida antisense.
RNA helikase yang dihasilkan dari
ekspresi gen NS3 helikase merupakan
katalisator pemisahan nukleotida dupleks
melalui mekanisme pelepasan untaian yang
sangat penting dalam proses replikasi virus.
Inhibitor yang dapat menghambat kerja dari
RNA helikase dapat menghambat proses
replikasi virus yang merupakan tahapan
penting dalam terapi ini sehingga diperlukan
adanya molekul yang dapat menghambat kerja
dari RNA helikase virus hepatitis C. Peptida
inhibitor merupakan kandidat sebagai agen
antivirus. Beberapa penelitian ditemukan
bahwa isolat peptida yang memiliki sekuen
yang memberikan respon terhadap protein,
memiliki kecenderungan yang kuat untuk
mengikuti konformasi protein sehingga
peptida dapat menjadi inhibitor selektif untuk
menghambat perlekatan virus, masuknya
virus, dan replikasi dari virus (Gozdek et al.
2007). Beberapa peptida dari bakteri memiliki
kemampuan sebagai inhibitor virus. Strain
bakteri
asam
laktat
telah
banyak
dipublikasikan sebagai inhibitor pada berbagai
virus seperti virus herpes simplex, HIV, dan
virus avian influenza.
Bakteri asam laktat dapat memproduksi
substansi berupa peptida yang disebut dengan
bakteriosin. Bakteriosin telah terbukti
memiliki efek antimikrobial dan dapat
menghambat beberapa virus seperti virus
influenza A dan virus herpes simplex
(Serkedjieva et al. 2000, Wachsman et al.
2003, Todorov et al. 2005). Berdasarkan hal
tersebut,
bakteri
asam
laktat
dapat
menghasilkan peptida berupa bakteriosin yang
memiliki kemampuan untuk menghambat
virus hepatitis C melalui mekanisme
penghambatan NS3 helikase. Penelitian ini
bertujuan melakukan isolasi dan purifikasi
bakteriosin dari isolat S34 yang memiliki
aktivitas yang tinggi dalam menghambat kerja
RNA helikase virus hepatitis C. Hipotesis
penelitian ini adalah bakteriosin bakteri asam
laktat S34 hasil isolasi dan purifikasi
mempunyai kemampuan untuk menghambat
RNA helikase virus hepatitis C pada kondisi
optimum. Hasil penelitian ini diharapkan
dapat memberikan informasi mengenai
kemampuan bakteriosin bakteri asam laktat
S34 untuk menghambat RNA helikase virus

2

hepatitis C yang berperan penting dalam
siklus hidup virus hepatitis C. Penelitian ini
juga diharapkan dapat memberikan solusi
terhadap penanganan penyakit virus hepatitis
C sehingga mengurangi penyebaran penyakit
hepatitis C lebih lanjut.

virus memiliki potensi juga terhadap target
terapetik.

Pelindung glikoprotein

Inti

!
"#$%

&' ("("%

Virus hepatitis C adalah virus RNA yang
berutas nonsitopatik positif menyebabkan
hepatitis akut dan kronis serta karsinoma
hepatoseluler (Zhong et al. 2005). Virus
Hepatitis C termasuk anggota dalam genus
hepacivirus dan famili flaviviridae yang
merupakan penyebab penyakit hepatitis pada
manusia di seluruh dunia (Baginski et al.
2000). Virus hepatitis C ini memiliki ukuran
kecil yaitu 50 nm dan beramplop. Partikel
virus hepatitis C terdiri atas inti berupa RNA
yang merupakan material genetik, kulit yang
mengelilingi material genetik yang terbentuk
dari protein berbentuk ikosahedral, dan
terbungkus dalam amplop asam lemak
(Gambar 1). Dua glikoprotein amplop virus,
E1 dan E2 tertanam di dalam amplop lipid
(Op de Beeck & Dubuisson 2003). Target
alami dari virus hepatitis C adalah hepatosit
dan limfosit B (Lauer & Walker 2001). Virus
hepatitis C memiliki 3 reseptor yang telah
diidentifikasi yaitu CD81 (Cormier et al.
2004), human scavenger class B1 (SR:BI)
(Mailard et al. 2006), dan claudin:1 (Evans et
al. 2001).
Replikasi virus bersifat kuat dan dapat
diperkirakan lebih dari sepuluh milyar partikel
virion diproduksi perhari bahkan pada fase
kronis dari infeksi. Virus hepatitis C
mengkode poliprotein tunggal yang terdiri
atas 3011 asam amino dan memproses
menjadi 10 protein struktural dan regulator.
Komponen struktural terdiri atas inti dan dua
protein amplop. Selain inti dari virus terdapat
juga dua daerah dari protein amplop E2
didesain sebagai dareah hipervariabel 1 dan 2
yang memiliki laju yang tinggi terhadap
mutasi dan dipercaya sebagai hasil dari
tekanan selektif oleh antibodi spesifik
terhadap virus (Lauer & Walker 2001).
Virus hepatitis C juga mengkode gen
helikase spesifik virus, protease, dan
polimerase. Protein:protein ini memiliki
fungsi penting dalam siklus hidup virus.
Protein:protein ini dijadikan target yang
menarik untuk terapi antivirus. Daerah yang
tidak ditranslasikan pada kedua ujung RNA

Pelindung
virus

± 60 nm

Viral
RNA

Gambar 1 Virus hepatitis C (Moradpour et al.
2007).
& ") %&
Enzim helikase adalah enzim yang terlibat
dalam hampir semua aspek metabolisme DNA
dan RNA. meskipun terdapat kemajuan
terhadap pengetahuan mekanisme aksi dari
enzim:enzim ini, resolusi yang terbatas
menyebabkan mekanisme rinci seperti
penataan ulang struktur asam nukleat hingga
pengikatan dan hidrolisis ATP yang dilakukan
pasangan enzim helikase ini tidak dapat
diketahui (Dumont et al. 2006). Fungsi dasar
enzim helikase untuk membuka utas ganda
DNA atau RNA melalui coupling hidrolisis
NTP dengan translokasi sepanjang satu utas
DNA atau RNA (Fan et al. 2008).
Helikase mengandung tiga domain yang
ukurannya sama dan dipisahkan oleh celah
yang agak dalam serta dihubungkan oleh asam
amino fleksibel yang meregang disebut hinge
region (Borowsksi 2008). Domain 1 dan
domain 2 helikase virus hepatitis C memiliki
topologi yang serupa. Domain 1 dari helikase
virus hepatitis C mengandung untai β yang
membentuk antiparalel seluruhnya. Domain 3
memiliki struktur α helik yang lebih dominan
dan berasosiasi dengan domain 2 melalui
untai β (Kim et al. 1998).
Seluruh helikase virus memiliki aktivitas
NTP/ATPase. Aktivitas ini tergantung pada
adanya NTP dan kation divalen berupa Mg2+.
Produk dari hidrolisis NTP pada setiap
pengkajian helikase adalah NDP/ADP dan Pi.
Aktivitas NTP/ATP dari helikase secara
umum distimulasikan oleh keberadaan asam
nukleat untai tunggal. Hal ini memungkinkan
enzim berikatan dengan untai RNA dengan
energi yang didapat dari hidrolisis ATP untuk

3

memisahkan ikatan hidrogen pasangan basa
dari struktur dupleks (Kim et al. 1998).
Ikatan asam nukleat dapat menginduksi
konformasi protein yang terkarakterisasi
dengan pengembangan situs aktif dari domain
NTP/ATPase. Aktivitas NTP/ATPase tidak
dapat distimulasi pada kadar garam tinggi. Hal
ini disebabkan kondisi kekuatan ionik kuat
asam nukleat tidak dapat terikat dengan enzim
dan enzim membentuk konformasi yang tidak
cocok untuk pelepasan untaian (Kim et al.
1998).
Helikase adalah enzim yang mengikat dan
menggunakan NTP/ATP. Interaksi antara
nukleotida dimediasikan oleh pengikatan yang
terkarakterisasi dan terdeteksi dengan
keberadaaan motif A dan motif B Walker
yang terkonservasi tinggi. Kedua motif
tersebut adalah sekuen asam amino yang
berpartisipasi dalam pengikatan dan hidrolisis
grup fosfat β dan γ dari NTP (Borowsksi
2008).
Beberapa penelitian tentang mutasi dan
penghambatan terhadap NS3 diperlukan untuk
propagasi virus sehingga pengembangan
inhibitor efektif dari enzim helikase virus
hepatitis C adalah bagian penting dalam
strategi antiviral.
)(&#" %

)( (

Bakteri asam laktat merupakan bakteri
Gram positif, tidak membentuk spora,
memiliki bentuk kokus atau batang dengan
komposisi DNA kurang dari 56% G+C.
Bakteri asam laktat adalah kelompok bakteri
yang mampu mengubah karbohidrat (glukosa)
menjadi asam laktat. Efek bakterisidal dari
asam laktat berkaitan dengan penurunan pH
lingkungan menjadi 3 sampai 4,5 sehingga
pertumbuhan bakteri lain termasuk bakteri
pembusuk akan terhambat. Pada umunya
mikroorganisme dapat tumbuh pada kisaran
pH 6:8 (Buckle et al. 1987).
Bakteri asam laktat merupakan organisme
yang tumbuh secara anaerob tetapi tidak
seperti organisme anaerob lainnya. Hal ini
disebabkan bakteri asam laktat dapat tumbuh
dengan keberadaan oksigen atau disebut juga
dengan organisme aerotoleran anaerob
(Widodo 2003). Bakteri asam laktat terbagi
atas beberapa genus yaitu Lactobacillus,
Leuconostoc,
Pediococcus, Lactococcus,
Streptococcus, Enterococcus, Oenococcus,
Tetragenococcus,
Vagococcus,
Carnobacterium, dan Weisella.
Jalur metabolisme bakteri asam laktat
terbagi menjadi dua macam yaitu pengubahan

satu molekul glukosa menjadi dua molekul
asam laktat untuk bakteri asam laktat
homofermentatif dan pengubahan glukosa
menjadi asam laktat, etanol, dan karbon
dioksida (Caplice & Fitzgerald 1999, Jay
2000, Kuipers et al. 2000).

Gambar 2 Bakteri asam laktat (Claesson et al.
2006)
)(&#"*%"
Bakteriosin merupakan polipeptida yang
termodifikasi atau tidak termodifikasi sintetik
oleh
ribosom.
Bakteriosin
memiliki
kemampuan untuk menghambat spektrum
antimikrobial yang sempit.
Bakteriosin
diproduksi untuk melawan bakteri Gram
positif yang memiliki kekerabatan terhadap
bakteri asam laktat yang merupakan penghasil
bakteriosin. Selain memiliki kemampuan
dalam menghambat bakteri, bakteriosin juga
telah terbukti memiliki kemampuan dalam
menghambat virus (Serkedjieva et al. 2000,
Wachsman et al. 2003, Todorov et al. 2005).
Bakteriosin diklasifikasikan menjadi tiga
grup yaitu bakteriosin kelas 1, bakteriosin
kelas 2, serta bakteriosin kelas 3. Masing:
masing kelas memiliki ciri:ciri yang berbeda.
Bakteriosin kelas satu merupakan bakteriosin
yang terdiri atas satu atau dua peptida kecil
dan merupakan peptida yang termodifikasi
pada post:translasi. Ukuran peptida ini sekitar
3 kDa. Bakteriosin ini juga disebut lantibiotik
karena memiliki modifikasi struktur yang
mengandung lanthionin, β:metillanthionin,
dan asam amino terdehidrasi. Lantibiotik juga
terbagi menjadi 2 subkelas yaitu tipe A dan
tipe B. Lantibiotik tipe A yang telah banyak
adalah nisin. Lantibiotik tipe A merupakan
molekul yang fleksibel terelongasi dengan
muatan postif serta memiliki aktivitas
depolarisasi membran. Lantibiotik tipe B yang
banyak
dikenal
adalah
mersacidin.
Merscasidin memiliki bentuk globular dan
mengganggu sintesis dinding sel (Yoneyama
et al. 2004).

4

Bakteriosin kelas 2 memiliki ukuran yang
kecil yaitu kurang dari 5 kDa dan terbagi
menjadi 2 subkelas yaitu kelas IIa dan kelas
IIb. Bakteriosin kelas IIa merupakan
bakteriosin yang banyak ditemukan pada
bermacam:macam bakteri asam laktat
(Lactobacillus, Enterococcus, Pediococcus,
Carnobacterium,
dan
Leuconostoc).
Bakteriosin tersebut memiliki kesamaan 40%:
60% sekuen asam amino dengan karakteristik
sekuen terkonservasi, serta residu sistein
membentuk ikatan disulfida pada daerah N:
terminal. Bakteriosin tipe ini dikenal sebagai
pengawet makanan karena dapat menghambat
aktivitas bakteri patogen yang menular lewat
makanan. Bakteriosin kelas IIb mengandung
2 peptida yang terpisah. Bakteriosin kelas I
dan II memiliki target membran sitoplasma
bakteri Gram positif. Bakteriosin kelas I dan
II bersifat stabil terhadap suhu panas
(Yoneyama et al. 2004).
Bakteriosin tipe III yang telah dikenal
adalah helveticin J. Bakteriosin ini merupakan
bakteriosin yang terakhir dikarakterisasi.
Bakteriosin tipe III bersifat tidak stabil
terhadap suhu panas. Bakteriosin ini juga
memiliki ukuran yang lebih besar dari 30 kDa
(Yoneyama et al. 2004).

tingkat yang berbeda. Hal ini menyebabkan
pemisahan partikel berdasarkan ukuran. Setiap
kolom eksklusi ukuran memiliki jangkauan
berat molekul yang dapat dipisahkan. Batas
pengecualian digunakan untuk menentukan
molekul berbobot besar yang dapat terjebak
dalam fase diam. Jika bobot molekul melewati
batas ini maka molekul akan terjebak dalam
fase diam. Batas permeasi digunakan untuk
menentukan molekul berbobot kecil yang
dapat menembus pori:pori dalam fase diam
(Skoog 2006).

Gambar 3 Kromatografi gel filtrasi
#*

(*+# ,"

&

" (# %"

Kromatografi filtrasi gel merupakan teknik
pemisahan protein berdasarkan pada ukuran
molekul. Matrik filtrasi gel merupakan gel
yang berpori yang dikemas dalam kolom.
Pori:pori matrik dapat menampung molekul
yang berukuran kecil dan memisahkannya dari
molekul yang mempunyai berat molekul
tinggi, sehingga teknik ini dapat pula
digunakan untuk estimasi berat molekul
(Scopes 1987).
Keuntungan dari metode ini adalah dapat
memisahkan dengan baik molekul besar dari
molekul kecil serta dapat menggunakan
berbagai pelarut tanpa harus mengganggu
proses pemisahan. Penggunaan kromatografi
gel filtrasi ini akan didapatkan pemisahan
yang baik, sensitifitas yang baik, dan waktu
yang diperlukan untuk pemisahan cepat.
Selain itu tidak ada sampel yang tertinggal
karena pelarut tidak berinteraksi dengan fase
diam (Skoog 2006). Kehilangan molekul
protein dapat terjadi selama proses pemurnian
dengan menggunakan teknik kromatografi gel
filtrasi karena autolisis (Scopes 1987).
Prinsip dasar kromatografi gel filtrasi
adalah partikel dengan ukuran yang berbeda
akan dielusi melalui fase stasioner pada

&)(#*,*#&%"%

&

* " )#"

"-

Elektroforesis gel SDS poliakrilamid
adalah suatu teknik yang banyak digunakan
dalam biokimia, forensik, genetika dan biologi
molekuler untuk memisahkan protein sesuai
dengan mobilitas elektroforesis mereka
(fungsi dari panjang rantai polipeptida atau
bobot molekul). Sampel elektroforesis gel
SDS memiliki muatan identik per satuan
massa akibat pengikatan sampel dengan SDS
dan difraksinasi berdasarkan ukuran (Deyl
1983).
Prinsip
elektroforesis
gel
SDS
poliakrilamid adalah protein yang akan
dianalisis dicampur dengan SDS yang
merupakan sebuah deterjen anionik. Sodium
dodesil sulfat mendenaturasi struktur tersier,
sekunder
dan
ikatan
non:disulfida.
Elektroforesis
gel
SDS
poliakrilamid
menerapkan muatan negatif untuk setiap
protein dalam proporsi dengan massanya.
Pemanasan sampel pada suhu kurang lebih 60
ºC mengguncang molekul dan membantu SDS
untuk mengikat sampel. Penanda berupa
pewarna dapat ditambahkan ke dalam larutan
protein untuk memungkinkan eksperimen

5

dapat melacak migrasi protein melalui gel
selama elektroforesis dijalankan. Pewarna
berukuran lebih kecil dibandingkan ukuran
protein (Laemmli 1970).
Medan listrik diterapkan di seluruh gel,
menyebabkan protein bermuatan negatif
bermigrasi di gel menuju anoda. Setiap
protein akan bergerak berbeda melalui matriks
gel. Protein pendek akan lebih mudah sesuai
melalui pori:pori pada gel, sedangkan yang
lebih besar akan memiliki lebih banyak
kesulitan. Setelah waktu yang telah ditentukan
protein akan bermigrasi berdasarkan ukuran;
protein yang lebih kecil akan bermigrasi jauh
di bawah gel, sedangkan yang lebih besar
akan tetap lebih dekat ke titik asal. Oleh
karena itu, protein dapat dipisahkan
berdasarkan ukuran atau bobot molekul.
glikoprotein tertentu berperilaku sebaliknya
pada gel SDS.
Pewarna yang digunakan dalam teknik ini
terdiri atas dua macam yaitu Coomassie
Brilliant Blue atau pewarna perak. Pewarna
Coomassie Brilliant Blue biasanya dapat
mendeteksi pita protein dengan konsentrasi 50
ng protein, Pewarnaan perak meningkatkan
sensitivitas pewarnaan biasanya 50 kali.
Banyak variabel yang dapat mempengaruhi
intensitas warna. Setiap protein memiliki
karakteristik pewarnaan sendiri (Hempelmann
1984).

Polymerase
chain
reaction
(PCR)
merupakan teknik yang sering digunakan
dalam biologi molekular. Prinsip kerja teknik
ini adalah amplifikasi beberapa cetakan DNA
menjadi jutaan cetakan DNA. teknik ini
menggunakan siklus termal yang terdiri atas
beberapa tahapan siklus yaitu tahap
denaturasi, tahapan annealing, dan tahapan
elongasi (Sambrook dan Russel 2001).
Tahapan denaturasi merupakan tahapan
awal dari teknik PCR. Tahapan ini
membutuhkan suhu yang tinggi untuk
melepaskan ikatan untaian ganda DNA.
Tahapan annealing merupakan tahapan yang
penting dalam PCR. Primer yang digunakan
akan mengenali cetakan DNA dan menempel
pada cetakan DNA secara spesifik.
Penggunaan suhu yang tidak tepat pada
tahapan ini akan menyebabkan penempelan
primer yang tidak spesifik dengan cetakan
DNA. Tahapan ketiga merupakan tahapan
pemanjangan rantai. Tahapan ini dibantu
dengan enzim polimerase dari Taq aquaticus
yang berperan sebagai katalis dalam tahapan

ini. Tahapan pemanjangan terbagi atas dua
bagian, yaitu pemanjangan primer dan
pemanjangan rantai DNA (Sambrook dan
Russel 2001).
Komponen:komponen
penting
yang
dibutuhkan dalam teknik PCR adalah dNTP
(deoksiribonukleosida
trifosfat)
yang
digunakan sebagai sumber basa nukleotida
yang diperlukan untuk sintesis DNA, primer
berupa oligonukleotida yang umumnya
berukuran 18:30 basa yang berfungsi
mengawali proses pembentukan utas DNA,
DNA polimerase yang berfungsi mensintesis
DNA baru melalui pemanjangan primer yang
menempel pada cetakan DNA, kation divalen
sebagai kofaktor enzim polimerase, buffer
untuk menjaga pH saat terjadi amplifikasi, dan
cetakan DNA sebagai sekuen target yang akan
diamplifikasi (Sambrook dan Russel 2001).

.

-

(

Bahan:bahan yang digunakan adalah isolat
bakteri asam laktat S34 yang diisolasi dari
bekasam daging sapi, media MRS (de Man,
Rogosa, Sharpe) (15 g pepton, 5 g ekstrak
yeast, 10 g dekstrosa, 5 g jus tomat, 2 g
monopotasium fosfat, dan 1 g polisorbat 80
per 1 liter larutan), media Luria Bertani (10 g
tripton, 5 g ekstrak ragi, dan 10 g NaCl per 1
liter larutan), akuades steril, natrium azidaHCl
6 N, ampicilin, amonium sulfat, Tris:HCl 50
mM pH 7.4, NaCl 1 M, Tris:HCl 100 mM pH
8.5, buffer TE (10 mM Tris–HCl, 1 Mm
EDTA, pH 7.6), gliserol, Sephadex G:50,
metanol 100%, akuades dingin, MOPS (asam
4:morfolinopropanafosfat
sulfonat),
isopropanol, etanol 70%, MgCl2, ATP,
malachite green, polyvinil alkohol, amonium
molibdat, natrium sitrat, aquabidest, metanol,
sukrosa, TEMED, akrilamid, amonium
persulfat,
isopropyl+β+D+
thiogalactopyranoside (IPTG), buffer B,
buffer elusi, buffer dialisis, loading dye,
lisozim (60 mg/mL), SDS 10%, NaCl 5M,
CTAB 10%, kloroform, isopropanol, RNAse,
buffer PCR, dNTP, primer forward
(AGAGTTTGATCCTGGCTNNN),
primer
reverse (AAGGAGGTGATCCANNN), dan
Taq, bromophenol blue, coomassie brilliant
blue,
bovine serum albumin (BSA),
bisichoninic acid (BCA) kit, marker (penanda)
protein 250 kDa untuk analisis bobot molekul
RNA helikase, kit pewarnaan perak, dan
marker protein 1700 : 42000 Da untuk analisis
bobot molekul bakteriosin.

6

Alat:alat yang digunakan adalah tabung
reaksi, labu Erlenmeyer, hot plate stirrer,
sentrifus high speed, sonikator, rotator,
penangas air, kromatografi afinitas TALON
resin, mikropipet, mikrosentrifus,
oven,
kolom kromatografi, microplate reader,
microtiter plate, inkubator, pH meter, oven,
PCR kit, elektroforesis kit, dan peralatan
laboratorium lainnya.
&(*-& & & "("
Metode penelitian ini dilakukan dengan
beberapa tahapan. Tahapan
awal dari
penelitian ini adalah ekspresi dan pemurnian
enzim helikase virus hepatitis C. Tahapan
berikutnya adalah identifikasi bakteri asam
laktat dengan identifikasi 16S rRNA
menggunakan PCR, optimasi pertumbuhan
bakteri asam laktat isolat S34, kultivasi
bakteri asam laktat S34 dengan menggunakan
media MRS broth dengan pH 6.5 dan suhu 37
ºC. Tahapan ketiga adalah isolasi dan
purifikasi bakteriosin bakteri asam laktat S34
dengan menggunakan metode Serkedjieva et
al. (2000) termodifikasi yang terdiri atas
beberapa tahapan yaitu pengendapan protein
dengan menggunakan amonium sulfat,
purifikasi protein bakteri asam laktat S34
dengan menggunakan kromatografi gel
filtrasi, dan uji aktivitas RNA helikase virus
hepatitis C. Tahapan terakhir dari penelitian
ini adalah karakterisasi bakteriosin bakteri
asam laktat S34 sebagai inhibitor virus
hepatitis C yang terdiri atas beberapa bagian
yaitu analisis protein inhibitor dengan
elektroforesis gel SDS poliakrilamid dan
pengukuran kadar protein (Lampiran 1).
)%'#&%" "#$% &' ("("%

$#",") %"
/ (

.& ") %&
0

Sebanyak 10 mL prekultur enzim
ditumbuhkan ke dalam 400 mL media LB.
Sebanyak 400 PL ampicilin dengan
konsentrasi 100 mg/mL ditambahkan ke
dalam campuran prekultur dan media.
Campuran tersebut dikocok dengan kecepatan
200 rpm, suhu 37°C selama 30 menit hingga 1
jam serta OD 600 mencapai ± 0.3 . Kemudian
campuran tersebut ditambahkan 0.3 mM IPTG
dan dikocok dengan kecepatan 20 g, suhu
37°C serta selama 3 jam hingga OD 600
mencapai ±1.
Kultur enzim yang telah didapatkan
dimasukkan ke dalam tabung sentrifus. Kultur
tersebut disentrifugasi dengan kecepatan 7000
g pada suhu 4 ºC selama 10 menit. Pelet yang

didapatkan dicuci dengan media LB (Luria
Bertani). Kemudian campuran pelet dan
media tersebut disentrifugasi pada kecepatan
9000 g, suhu 4 ºC selama 10 menit. Pelet yang
dihasilkan dari proses sentrifugasi disimpan
pada suhu :20ºC.
Pelet yang dihasilkan pada proses koleksi
pelet dikeringbekukan (freeze dry) selama 30
menit. Hasil proses pengeringbekuan tersebut
diresuspensi menggunakan buffer B (10 mM
Tris:HCl buffer (pH 8.5), 100 mM NaCl,
0.25% Tween 20). Kemudian campuran
tersebut dipecah menggunakan
proses
sonikasi selama 15 detik dengan tiga kali
ulangan dan interval 1 menit dalam es.
Kemudian
hasil
sonikasi
tersebut
disentrifugasi dengan kecepatan 10000 rpm
selama 20 menit. Supernatan yang diperoleh
digunakan untuk tahap selanjutnya yaitu
purifikasi menggunakan kromatografi afinitas
resin TALON metal affinity (Novagen).
Resin
didapatkan
melalui
proses
ekuilibrasi yang dilakukan sebanyak 3 kali.
Proses tersebut diawali dengan pencampuran
150 RL resin BD:Talon dengan 1 mL buffer B
dalam
tabung
Eppendorf.
Kemudian
campuran
tersebut
disentrifugasi
menggunakan mikrosentrifugasi. Larutan
jenih berupa buffer B dari campuran tersebut
dibuang. Resin yang telah mengalami
ekuilibrasi dicampurkan dengan sampel
menggunakan rotator dalam lemari pendingin
(4 ºC) selama 3 jam.
Campuran yang telah dihomogenisasi
disentrifugasi dengan kecepatan 5000 g
selama 7 menit. Supernatan yang dihasilkan
disimpan pada suhu 4 ºC untuk dianalisis
dengan menggunakan elektroforesis gel SDS:
poliakrilamid (SDS PAGE). Pelet yang
didapat (Resin binding) diresuspensi dengan
15 mL larutan buffer B dan disentrifugasi
dengan kecepatan 5000 g pada suhu 4 ºC.
supernatan kemudian dikoleksi sebanyak 100
RL untuk dianalisis SDS PAGE. Kemudian
sisa supernatan yang lain disentrifugasi
dengan kecepatan 5000 g pada suhu 4ºC
selama 5 menit. Tahapan ini dilakukan dua
kali sehingga didapatkan 2 larutan supernatan
(pencucian 1 dan pencucian 2). Keduanya
disimpan dalam suhu 4 ºC dan digunakan
untuk analisis SDS PAGE.
Resin yang merupakan hasil pencucian
kedua dielusi dengan menambahkan buffer
elusi (400 mM imidazola dalam buffer B) dan
diinkubasi dengan rotator di lemari pendingin
selama 1 malam. Sampel kemudian
disentrifugasi dengan kecepatan 5000 g
selama 1 menit pada suhu 4 ºC. Supernatan

7

yang dihasilkan mengandung enzim dan
dipindahkan ke dalam tabung Eppendorf yang
baru dan steril dan disimpan pada lemari
pendingin dengan suhu 4 ºC (Lampiran 2).
-& (",") %"

)(&#" %

)( (

Bakteri asam laktat S34 diinokulasikan ke
dalam media MRS sebanyak 3 mL. Bakteri
tersebut ditumbuhkan dalam media pada suhu
37 ºC selama 24 jam. Sebanyak 1 mL bakteri
asam laktat S34 yang telah tumbuh diambil
ddan dipindahkan ke dalam tabung
Eppendorf. Bakteri tersebut disentrifugasi
dengan kecepatan 23000 g dengan
menggunakan mikrosentrifus selama 5 menit.
Pelet yang diperoleh diresuspensi dengan 500
RL buffer TE (10 mM Tris–HCl, 1 Mm
EDTA, pH 7.6). Sebanyak 40 Pl lisozim (60
mg/mL) ditambahkan ke dalam pelet.
Campuran tersebut diikubasi dengan suhu
37°C selama 1 jam. Selanjutnya campuran
tersebut ditambahkan 200 Pl SDS 10%, 100
Pl NaCl 5 M dan 80 Pl CTAB 10%.
Campuran tersebut diinkubasi pada suhu 68
ºC selama 30 menit. Setiap 10 menit
campuran
tersebut
dikocok
perlahan.
Kemudian campuran tersebut ditambahkan
kloroform (1 kali volume).
Campuran tersebut disentrifugasi dengan
kecepatan 23000 g selama 10 menit.
Supernatan yang didapat dipindahkan ke
tabung Eppendorf yang baru. Supernatan
tersebut ditambahkan isopropanol sebanyak
0.6x dari volume supernatan. Campuran
tersebut kemudian disentrifugasi dengan
kecepatan 23000 g selama 5 menit. Kemudian
campuran tersebut dicuci dengan 100 RL
etanol 70%. Selanjutnya hasil pencucian
tersebut dikeringkan dan dilarutkan dengan 30
Pl ddH2O yang mengandung 0.1 mg/mL
RNase. Selanjutnya campuran tersebut
diidentifikasi lebih lanjut dengan metode PCR
(polymerase chain reaction).
DNA yang telah diisolasi kemudian
dijadikan sebagai cetakan DNA pada teknik
PCR untuk mengidentifikasi bakteri asam
laktat. Pembuatan PCR mix terdiri atas 3 Pl
cetakan DNA, 5 Pl buffer 10x, 4 Pl 2.5 mM
dNTP, 0.5 Pl primer forward, 0.5 Pl primer
reverse, 36.5 Pl ddH2O, 0.5 Pl Taq. Pre:
denaturasi cetakan DNA berlangsung pada
suhu 96 ºC selama 5 menit. Denaturasi
cetakan DNA berlangsung pada suhu yang
sama selama 1 menit. Proses penempelan
primer berlangsung pada suhu 55 ºC selama 1
menit.
Proses
pemanjangan
primer
berlangsung pada suhu 72 ºC selama 3 menit.

Proses pemanjangan rantai DNA berlangsung
pada suhu 72 ºC selama 7 menit. Siklus
amplifikasi yang dibutuhkan sebanyak 35
siklus. Hasil amplifikasi PCR kemudian
dianalisis
bobot
molekulnya
dengan
menggunakan elektroforesis gel agarosa serta
disekuening dengan ABI PRISM Sequencer.
'(" %"
)( (

&#($ 1$.

)(&#"

%

Bakteri asam laktat S34 ditumbuhkan
dalam media MRS broth sebanyak 200 mL.
Bakteri tersebut ditumbuhkan dengan suhu 37
ºC selama 24 jam. Sebanyak 1 mL bakteri
yang telah dikulturkan dipindahkan ke tabung
Eppendorf baru setiap satu jam. Kultur bakteri
tersebut dibaca absorbannya pada serapan
panjang gelombang 600 nm.
$ ("2 %"

)(&#" %

)( (

Bakteri asam laktat S34 dikultur dalam
media MRS broth. Isolat bakteri asam laktat
S34 tersebut ditumbuhkan dalam media pada
suhu 37ºC selama 24 jam dengan pH 6.8.
$#",") %"
/ &#)&-3"&2

)(&#"

%
)( (
(&# *-",") %"04

Purifikasi bakteriosin dari bakteri asam
laktat S34 dilakukan berdasarkan modifikasi
metode bakteri asam laktat S34 yang telah
tumbuh disentrifugasi dengan kecepatan
14000 g selama 30 menit dengan suhu 4 ºC.
Supernatan yang dihasilkan dipanaskan
dengan suhu 90°C selama 15 menit dan
diendapkan dengan menggunakan amonium
sulfat hingga kejenuhan 80% selama 2 jam
dengan suhu 4 ºC. Hasil pengendapan
disentrifugasi dengan kecepatan 14000 g
selama 30 menit dengan suhu 4 ºC. Pelet yang
diresuspensi menggunakan Tris HCl 10 mM
pH 7,4. Kemudian ekstrak kasar tersebut diuji
aktivitas inhibisinya menggunakan uji
kolorimetri ATPase.
Permunian lebih lanjut dilakukan dengan
menggunakan kromatografi kolom dalam
suhu 4 °C. Sephadex G:50 digunakan sebagai
fase diam. Sephadex G:50 dicuci dengan
menggunakan akuades steril. Sebanyak 1 mL
sampel (hasil pemurnian peptida) dimasukkan
ke dalam kolom kromatografi. Kemudian
kolom kromatografi dielusi dengan larutan
eluen yang terdiri dari metanol dan air dengan
perbandingan 30% dan 70% dengan laju alir 1
mL/menit. Fraksi sampel hasil kromatografi
kolom ditampung dalam tabung Eppendorf
masing:masing sebanyak 1 mL. Hasil

8

kromatografi kemudian diuji aktivitas
inhibisinya dengan metode kolorimetri
ATPase assay. Beberapa fraksi yang memiliki
aktivitas inhibisi yang tinggi digunakan untuk
tahapan selanjutnya (Lampiran 3).
& +$3"
&' ("("%

."1"%"
/ (

& ") %&
0

"#$%

Pengujian ini dapat mengukur jumlah
fosfat yang dilepaskan dari hidrolisis senyawa
ATP menjadi ADP. Metode ini diawali
dengan pembuatan campuran utama yang
terdiri dari 38.5 RL akuades steril, 5.0 PL 0.1
mM MOPS, 0.5 RL 0.1 M MgCl2, dan 1 RL
0.1 M ATP. Pengujian kolorimetri ATPase
assay dibagi atas tiga bagian, yaitu a.
campuran reaksi sebanyak 50 PL sebanyak 3
kali ulangan; b. campuran reaksi dan enzim
sebanyak 50 PL dengan 3 kali ulangan; dan c.
campuran reaksi, enzim, dan sampel sebanyak
50 PL dengan 3 kali ulangan. Kemudian
proses inkubasi dilakukan selama 45 menit
pada suhu ruang. Saat 15 menit sebelum
waktu inkubasi habis, pewarna dibuat.
Pewarna terdiri dari akuades, 0.081%
malachite green, 2.3% polyvinil alkohol, dan
5.7% amonium molibdat dalam HCl 6 N
dengan perbandingan 2:2:1:1. Sebanyak 100
PL pewarna dimasukkan ke dalam sumur
(well). Larutan tersebut diinkubasi lagi selama
5 menit. Setelah waktu inkubasi habis,
sebanyak 25 RL natrium sitrat ditambahkan ke
dalam microtitter plate untuk menghentikan
reaksi warna. Larutan tersebut diukur
absorbansinya pada panjang gelombang 620
nm dan panjang gelombang 405 nm sebagai
referensi. Satu unit aktivitas RNA helikase
virus hepatitis C adalah jumlah mol fosfat
bebas (Pi) yang terhidrolisis dari ATP per
menit per mg protein.
# )(&#"% %"
)( (

)(&#"*%"

)(&#"

%

Tahapan karakterisasi Bakteriosin bakteri
asam laktat S34 diawali dengan analisis bobot
molekul
bakteriosin
menggunakan
elektroforesis gel SDS poliakrilamid (SDS
PAGE). Fraksi yang memiliki aktivitas
inhibisi RNA helikase virus hepatitis C yang
besar
dianalisis
bobot
molekulnya
menggunakan
elektroforesis
gel
SDS
poliakrilamid 20%. Gel poliakrilamid 20%
dibuat dengan mencampurkan
sukrosa,
poliakrilamid, akuades, TEMED, dan
amonium persulfat. Gel dibiarkan memadat.
Sampel yang berupa fraksi hasil kromatografi

kolom dicampurkan dengan loading dye dan
didenaturasi pada suhu 95ºC selama 10 menit.
Perangkat gel elektroforesis dipasang dengan
gel poliakrilamid yang telah memadat. Buffer
running SDS PAGE dimasukkan kedalam
perangkat SDS PAGE. Sampel dimasukkan
sebanyak 20 RL ke dalam sumur agar
elektroforesis
dan
marker
sebagai
pembanding. Setelah selesai elektroforesis
SDS poliakrilamid, gel diwarnai dengan
pewarnaan perak (silver stainning) hingga
muncul pita:pita.
Setelah bakteriosin dianalisis dengan
menggunakan SDS PAGE, Kadar protein
diukur dengan BCA Protein Assay kit.
Sebanyak 0.1 mL sampel ditambahkan 2 mL
working reagent. Kemudian campuran
tersebut diinkubasi pada suhu 37 ºC selama 30
menit. Absorbansi diukur pada panjang
gelombang 562 nm.

%"

)%'#&%" $#",") %"
& ") %& "#$% &' ("("% 4

Ekspresi RNA helikase virus hepatitis C
dilakukan dengan bertujuan mendapatkan
RNA helikase virus hepatitis C yang
dihasilkan oleh bakteri Escherichia coli
BL21(DE3)pLysS sebagai inang dari hasil
kloning gen NS3 HCV (Utama 2000).
Penambahan
Isopropyl+β+D+
thiogalactopyranoside
(IPTG)
bertujuan
menginduksi ekspresi enzim pada fase
logaritmik hingga fase stasioner ( Utama et al.
2000). Setelah penginduksian ekspresi enzim
dilakukan pengumpulan pelet. Pengumpulan
pelet tersebut berguna untuk mempertahankan
stabilitas bakteri Escherichia coli yang telah
diinduksi
selama
penyimpanan
dan
mengekspresikan RNA helikase untuk
pengujian selanjutnya.
Pemurnian RNA helikase virus hepatitis C
bertujuan mendapatkan RNA helikase virus
hepatitis C yang murni dari hasil ekspresi gen
NS3 helikase hepatitis C yang telah diklonkan
dalam
bakteri
Escherichia
coli
BL21(DE3)pLysS sehingga dapat digunakan
dalam penentuan aktivitas inhibisi dari
bakteriosin. Proses purifikasi RNA helikase
hepatitis C diawali dengan proses pemecahan
sel yang terdiri atas dua metode yaitu
pengering bekuan dan sonikasi. Proses
pengeringbekuan dalam pemurnian RNA
helikase hepatitis C dilakukan dengan
bertujuan untuk memecahkan sel bakteri
Escherichia coli BL21(DE3)pLysS karena

9

RNA helikase HCV bersifat intraseluler.
Sonikasi merupakan tahapan selanjutnya dari
proses pemecahan sel. Proses sentrifugasi
yang dilakukan pada tahapan setelah
pemecahan sel bertujuan memisahkan antara
supernatan dan sel debris hasil pemecahan sel.
Supernatan yang mengandung beberapa
komponen intraseluler dikoleksi sebagian
untuk
proses
identifikasi
dengan
menggunakan SDS PAGE sehingga dapat
dilihat hasil proses pemurnian RNA helikase
hepatitis C. Supernatan tersebut dimurnikan
lebih lanjut dengan resin TALON metal
affinity yang secara spesifik dapat menangkap
enzim yang memiliki His+tag. RNA helikase
yang telah terekspresi
dalam bakteri
Escherichia coli BL21(DE3)pLysS ini
memiliki label 6 x His+tag yang sehingga
dapat terikat secara spesifik oleh resin
TALON metal affinity. Proses pengikatan
resin terhadap RNA helikase hepatitis C
menggunakan proses rotasi dan sentrifugasi
sehingga pengikatan resin dengan enzim
tersebut dapat diperoleh secara maksimal.
Penambahan buffer B (10 mM Tris:HCl
buffer (pH 8.5), 100 mM NaCl, 0.25% Tween
20) dilakukan untuk memisahkan enzim RNA
helikase dengan komponen intraseluler
lainnya. Sebagian kecil hasil pemisahan
tersebut disimpan untuk identifikasi dengan
SDS PAGE.
Pemurnian dengan TALON metal affinity
dilakukan sebanyak 3 kali untuk mendapatkan
RNA helikase hepatitis C dengan tingkat
kemurnian yang tinggi. Penambahan buffer
elusi (imidazola dalam buffer B) berfungsi
sebagai eluen dalam proses elusi RNA
helikase hepatitis C yang berikatan dengan
resin. Imidazola yang merupakan komponen
penyusun buffer tersebut dapat memutuskan
ikatan antara RNA helikase hepatitis C
dengan resin TALON metal affinity sehingga
diperoleh enzim yang murni dapat diperoleh.
Hasil pemisahan antara debris sel dan
komponen intraseluler (inner volume), hasil
pemisahan antara elusi dan resin (washing 1
dan washing 2), dan RNA helikase hepatitis C
hasil purifikasi (E1 dan E2) yang telah
dikoleksi sebagian diidentifikasi dengan SDS
PAGE. Hasil SDS PAGE menunjukkan pita
tunggal pada elusi 1 dan elusi 2 yang
membuktikan bahwa pemurnian RNA
helikase virus hepatitis C dilakukan dengan
baik. Bobot molekular dari RNA helikase
virus hepatitis C adalah 54 kDa (Gambar 4).
Hasil penelitian Utama et al. (2000)
melaporkan bahwa bobot molekul RNA

helikase virus hepatitis C memiliki bobot
molekul 54 kDa (Utama et al. 2000).

Gambar 4 Hasil SDS PAGE RNA helikase
virus hepatitis C.
%" -& (",") %"

)(&#" %

)( (

Identifikasi bakteri asam laktat S34
dilakukan dengan metode identifikasi 16S
rRNA. Metode identifikasi filogenetik 16S
rRNA
banyak
digunakan
untuk
mengidentifikasi mikroorganisme yang berada
di tanah, jalur pencernaan, dan sampel klinis
(Klijn et al. 1991). Bakteri asam laktat
merupakan mikroorganisme yang umumnya
diisolasi dari olahan fermentasi (Gambar 5).
Identifikasi 16S rRNA terdiri atas isolasi
DNA, amplifikasi DNA menggunakan teknik
PCR, analisis bobot molekul, dan sekuening.
Isolasi total genome dengan menggunakan
metode Sambrook dan Russel (2001). Hasil
isolasi DNA tersebut dianalisis bobot
molekulnya dengan menggunakan metode
elektroforesis agarosa. Modifikasi dilakukan
dengan menggunakan lisozim yang berfungsi
sebagai pendegradasi dinding sel bakteri
Gram positif yang kaya akan polisakarida.
Hasil analisis bobot molekul DNA bakteri
hasil
isolasi
dan
amplifikasi
PCR
menunjukkan bahwa DNA bakteri asam laktat
S34 memiliki bobot molekul 1.5 kb (Gambar
6).
Hasil sekuening 16S rRNA bakteri asam
laktat menghasilkan sekuen DNA bakteri
asam laktat (Gambar 7). Hasil analisis sekuen
DNA bakteri asam laktat S34 dengan
menggunakan program BLAST menunjukkan
bahwa bakteri asam laktat S34 memiliki
kesamaan 99% dengan sekuen DNA bakteri
Lactobacillus plantarum WCFS1 (Lampiran
4).

10

$#2

Gambar 5 Koloni bakteri asam laktat S34.

10 Kb
5 Kb

2 Kb

&#($ 1$.
%* (
)( (

)(&#" %

Bakteriosin merupakan metabolit sekunder
yang dihasilkan bakteri asam laktat pada masa
pertumbuhan bakteri asam laktat. Peningkatan
jumlah biomassa bakteri asam laktat
menyebabkan peningkatan bakteriosin yang
dihasilkan kemudian menurun pada fase
stasioner (Usmiati dan Marwati 2007).
Peningkatan jumlah bakteri asam laktat pada
waktu tertentu menyebabkan perubahan
jumlah
nutrisi
yang
tersedia
untuk
metabolisme bakteri asam laktat sehingga
metabolisme bakteriosin bakteri asam laktat
terganggu.
Hasil perhitungan kurva OD bakteri asam
laktat yang dilakukan selama 28 jam
menunjukkan isolat bakteri asam laktat S34
fase logaritma terjadi setelah tujuh jam
inkubasi (Gambar 8). Hasil penelitian Usmiati
dan Marwati (2007) melaporkan bahwa fase
logaritma bakteri asam laktat Lactobacillus sp
terjadi pada jam ke 7. Fase stasioner tercapai
pada jam ke:10 sampai jam ke:24 setelah
inkubasi (Lampiran 5).

1.5 Kb

1 Kb

Marker

S34

Gambar 6 Hasil elektroforesis DNA bakteri
asam laktat S34.
Gambar 8 Kurva pertumbuhan bakteri asam
laktat S34.
%" $#",") %" & +$)$#
)("2"( %
."1"%"
)(&#"*%"
)(&#" %
)( (
(&#. - '
& ") %&

Gambar 7 Hasil sekuening DNA bakteri
asam laktat S34 dengan primer.

Bakteriosin
merupakan
peptida
intraseluler.
Teknik
sentrifugasi
yang
dilakukan pada tahapan awal purifikasi
bakteriosin bertujuan memisahkan antara
debris sel dan komponen intraseluler
(supernatan). Supernatan yang dihasilkan
masih mengandung banyak komponen
intraseluler sehingga diperlukan purifikasi
lanjutan.
Bakteriosin dipisahkan dari komponen
intraseluler lainnya dengan menggunakan
teknik presipitasi amonium sulfat. Teknik

11

presipitasi amonium sulfat berdasarkan
prinsip salting out. Penambahan amonium
sulfat sebagai garam dalam tingkat kejenuhan
tertentu dapat mengendapkan protein tertentu.
Beberapa bakteriosin dapat diendapkan
dengan amonium sulfat pada tingkat
kejenuhan yang rendah (Sambrook et al.
1989). Namun ada pula bakteriosin yang dapat
diendapkan dengan amonium sulfat pada
tingkat kejenuhan yang tinggi. Sehingga
diperlukan presipitasi amonium sulfat dengan
beberapa rentang tingkat kejenuhan yaitu
presipitasi amonium sulfat 60%, 70%, 80%,
dan 90% (Lampiran 8). Peptida yang
terendapkan melalui proses salting out
tersebut dipresipitasi dengan menggunakan
teknik sentrif