Uji Aktivitas Ekstrak Kulit Buah Manggis (Garcinia mangostana L.) sebagai Inhibitor RNA Helikase Virus Hepatitis C

(1)

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

Uji Aktivitas Ekstrak Kulit Buah Manggis

(

Garcinia mangostana

L.) sebagai Inhibitor RNA Helikase

Virus Hepatitis C

SKRIPSI

PUTRI SYAJARWATI

10810200032

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI FARMASI


(2)

ii

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

Uji Aktivitas Ekstrak Kulit Buah Manggis

(

Garcinia mangostana

L.) sebagai Inhibitor RNA Helikase

Virus Hepatitis C

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi

PUTRI SYAJARWATI

10810200032

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI FARMASI

JAKARTA

JANUARI 2013


(3)

(4)

(5)

HALAMAN PENGESAHAN

Skripsi ini diajukan oleh :

Nama : Putri Syajarwati NIM : 108102000032 Program Studi : Farmasi

Judul Skripsi : Uji Aktivitas Ekstrak Kulit Buah Manggis (Garcinia mangostana L.) sebagai Inhibitor RNA Helikase Virus Hepatitis C

Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta

DEWAN PENGUJI

Pembimbing I : Lina Elfita, M.Si, Apt ( ) Pembimbing II: A. Zaenal Mustopa, M.Si ( ) Penguji I : Ismiarni Komala, M.Sc., Ph.D., Apt ( ) Penguji II : Puteri Amelia, M.Farm., Apt ( ) Penguji III : Prof. Dr. Atiek Soemiati, M.Si., Apt ( )

Ditetapkan di : Jakarta

Tanggal : 22 Januari 2013

Mengetahui,

Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta


(6)

vi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

ABSTRAK

Nama : Putri Syajarwati Program Studi : Farmasi

Judul : Uji Aktivitas Ekstrak Kulit Buah Manggis (Garcinia mangostana L.) sebagai Inhibitor RNA Helikase Virus Hepatitis C

Virus hepatitis C (HCV) merupakan penyebab penyakit hepatitis C yang mempunyai tingkat virulensi yang tinggi. Hingga saat ini belum ada vaksin dan obat untuk mencegah dan mengobati infeksi HCV. Terapi pengobatan saat ini adalah menggunakan pegylated interferon-α (IFN-α) dikombinasi dengan ribavirin, namun memiliki efektivitas yang rendah sekitar 40% – 50%. Upaya penemuan obat terhadap infeksi HCV diantaranya adalah dengan pencarian inhibitor terhadap enzim yang essensial untuk replikasi HCV, salah satunya adalah RNA helikase. Manggis (Garcinia mangostana L.) merupakan tanaman tropis yang banyak dibudidayakan di Indonesia dan dimanfaatkan sebagai obat tradisional. Penelitian ini bertujuan untuk menguji aktivitas ekstrak n-heksan, etil asetat, dan metanol kulit buah manggis sebagai inhibitor RNA helikase HCV. Aktivitas inhibisi dihitung berdasarkan pelepasan fosfat anorganik dengan metode kolorimetri ATPase. Kulit buah manggis diekstraksi menggunakan pelarut n-heksan, etil asetat, dan metanol. Ekstrak kasar kulit buah manggis dibuat seri pengenceran menggunakan metanol absolut dengan konsentrasi 100.000 ppm, 50.000 ppm, 25.000 ppm, 12.500 ppm, 6.250 ppm, 3.125 ppm, 1.562 ppm, 761 ppm, dan 391 ppm. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada konsentrasi 3.125 ppm ekstrak yang memiliki aktivitas penghambatan tertinggi terdapat pada ekstrak metanol yaitu sebesar 71,57%. Sedangkan, ekstrak n-heksan memiliki aktivitas 41,79%, dan ekstrak etil asetat memiliki aktivitas terendah yaitu sebesar 39,07%. Hasil ini menunjukkan bahwa ekstrak kulit buah manggis berpotensi sebagai inhibitor virus hepatitis C.

Kata kunci : Kulit buah manggis (Garcinia mangostana L.), Virus hepatitis C, Uji kolorimetri ATPase.


(7)

ABSTRACT

Name : Putri Syajarwati Program Study : Pharmacy

Title : Activity Test of Mangosteen (Garcinia mangostana L.) Pericarp Extract as Inhibitor of Hepatitis C Virus RNA Helicase

Hepatitis C virus (HCV) is the cause of chronic hepatitis C disease that has a high level of virulence. To date, there is no prophylactic vaccine and medicine avalaible to prevent and treat HCV infection. The current treatment therapy is involves the administration of pegylated interferon-α (IFN-α) in combination with ribavirin, but it has a low effectiveness rate of about 40% - 50%. Infectious disease drug discovery efforts include the search HCV inhibitor to an enzyme essential for viral replication of HCV, in example RNA helicase. Mangosteen (Garcinia mangostana L.) is a tropical plant widely cultivated in Indonesia and has been used as traditional medicine. This study aims to examine the activity n-hexane, ethyl acetate, and methanol extracts of mangosteen pericarp as an inhibitor of HCV RNA helicase. Inhibitory activity was calculated based on the release of inorganic phosphate by the ATPase colorimetric assay. Pericarp of mangosteen was extracted using the n-hexane, ethyl acetate, and methanol. Crude extract dilution pericarp of mangosteen is made using absolute methanol with a concentration of 100.000 ppm, 50.000 ppm, 25.000 ppm, 12.500 ppm, 6.250 ppm, 3.125 ppm, 1.562 ppm, 761 ppm, and 391 ppm. The results indicated that the highest inhibitory activity at a concentration of 3.125 ppm was observed in methanol extracts, 71.57%. While n-hexane has activity 41.79%, and the lowest activity of the ethyl acetate extract is equal to 39.07%. These results indicate that pericarp of mangosteen extract has potential as inhibitor of the HCV.

Keywords: Mangosteen (Garcinia mangostana L.) pericarp, Hepatitis C Virus, ATPase Colorimetric Assay.


(8)

viii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil’alamin, puji syukur saya panjatkan kepada Allah SWT, Zat Yang Maha Kasih dan Maha Penyayang yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulisan skripsi ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Saya menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, dari masa kuliah sampai pada penyusunan skripsi ini, sangatlah sulit bagi saya untuk menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, saya mengucapkan terima kasih kepada : (1) Ibu Lina Elfita, M.Si., Apt. selaku pembimbing I dan Bapak Apon Zaenal

Mustopa, M.Si. selaku pembimbing II, yang memiliki andil besar dalam proses penelitian dan penyelesaian tugas akhir saya ini, semoga segala bantuan dan bimbingan ibu dan bapak mendapat imbalan yang lebih baik di sisi-Nya.

(2) Bapak Prof. Dr. dr.(hc). M. K. Tadjudin, Sp.And selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta

(3) Bapak Drs. Umar Mansur, M,Sc., Apt selaku ketua Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta

(4) Bapak dan Ibu staf pengajar dan karyawan yang telah memberikan bimbingan dan bantuan selama saya menempuh pendidikan di Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

(5) Teman seperjuangan dalam penelitian Yuni, dan keluarga besar Laboratorium Bakteriologi dan Virologi Molekuler LIPI, Ibu Rifqiyah, Pak Ridwan, Ibu Linda, Aksar, Kak Bobby, Kak Meita, Bia, Krishna, dan Hary, yang telah banyak membantu penulis dalam penelitian.


(9)

(6) Teman-teman Farmasi angkatan 2008 dan sahabat-sahabat tercinta Berty, Sekar, Sukma, dan Via yang berbagi suka, duka, keceriaan, dan semangat semasa kuliah hingga penyelesaian tugas akhir ini.

(7) Adik-adik tersayang, Zaky, Hanna, Farih, yang tak henti memberikan dukungan dan semangat.

(8) Kedua orang tua tercinta, Ayahanda H.Najmudin dan Ibunda Hj.Siti Maemunah yang tak pernah letih mencurahkan kasih sayangnya dalam setiap doa dan dukungan yang diberikan kepada penulis, untuk menyelesaikan tugas akhir ini semoga segala amalan dan jerih payah keduanya mendapat balasan yang jauh lebih baik disisi-Nya.

Akhir kata, semoga Allah SWT berkenan membalas segala kebaikan semua pihak yang telah membantu. Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari kata sempurna, untuk itu saran dan kritik tetap penulis harapkan untuk menjadikan tulisan ini lebih baik. Penulis berharap semoga skripsi ini membawa manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan maupun sebagai tambahan informasi untuk memperkaya ilmu di kemudian hari.

Jakarta, Januari 2013 Penulis


(10)

x UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai sivitas akademik Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : Putri Syajarwati NIM : 108102000032 Program Studi : Farmasi

Fakultas : Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Jenis karya : Skripsi

demi perkembangan ilmu pengetahuan, saya menyetujui skripsi/karya ilmiah saya, dengan judul :

UJI AKTIVITAS EKSTRAK KULIT BUAH MANGGIS (Garcinia mangostana

L.) SEBAGAI INHIBITOR RNA HELIKASE VIRUS HEPATITIS C

untuk dipublikasikan atau ditampilkan di internet atau media lain yaitu Digital Library Perpustakaan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta untuk kepentingan akademik sesuai dengan Undang-Undang Hak Cipta.

Demikian pernyataan persetujuan publikasi karya ilmiah ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di : Jakarta

Pada Tanggal : 22 Januari 2013

Yang menyatakan,


(11)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ... ii

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ... iii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iv

HALAMAN PENGESAHAN ... v

ABSTRAK ... vi

ABSRTACT ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... x

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

DAFTAR ISTILAH ... xvi

BAB 1. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 2

1.3 Hipotesis ... 2

1.4 Tujuan Penelitian ... 3

1.5 Manfaat Penelitian ... 3

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 4

2.1 Manggis... 4

2.1.1 Klasifikasi ... 4

2.1.2 Nama Daerah ... 4

2.1.3 Penyebaran Geografi ... 4

2.1.4 Deskripsi ... 5

2.1.5 Kandungan ... 6

2.1.6 Kegunaan ... 6

2.2 Ekstraksi ... 7

2.2.1 Metoda Ekstraksi ... 7

2.2.2 Parameter Ekstrak ... 9

2.3 Virus Hepatitis C... 9

2.4 RNA Helikase Virus Hepatitis C ... 12

2.5 Kolorimetri ATPase ... 15

2.6 SDS-PAGE ... 15

BAB 3. METODOLOGI ... 17

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ... 17


(12)

xii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

3.2.1 Alat ... 17

3.2.2 Bahan ... 17

3.3 Prosedur Penelitian ... 18

3.3.1 Pengambilan Sampel ... 18

3.3.2 Determinasi Sampel ... 18

3.3.3 Pembuatan Simplisia ... 18

3.3.4 Pembuatan Ekstrak Kulit Buah Manggis ... 18

3.3.5 Penapisan Fitokimia ... 19

3.3.6 Penetapan Parameter Spesifik dan Non Spesifik ... 20

3.3.7 Produksi RNA Helikase HCV ... 21

3.3.8 Konfirmasi Kemurnian Enzim RNA Helikase HCV dengan SDS-PAGE ... 23

3.3.9 Uji Aktivitas Enzim RNA Helikase HCV ... 24

3.3.10 Uji Aktivitas Inhibisi terhadap RNA Helikase HCV ... 24

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 26

4.1 Determinasi Sampel ... 26

4.2 Rendemen Ekstrak ... 26

4.3 Penapisan Fitokimia ... 28

4.4 Parameter Standar Ekstrak ... 31

4.5 Produksi RNA Helikase Virus Hepatitis C ... 31

4.6 Aktivitas Inhibisi Ekstrak Garcinia mangostana L. terhadap RNA Helikase Virus Hepatitis C ... 35

BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN ... 40

5.1 Kesimpulan. ... 40

5.2 Saran ... 40

DAFTAR PUSTAKA ... 41


(13)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Inhibitor RNA Helikase HCV ... 14

Tabel 4.1 Rendemen Ekstrak Kulit Buah Mangis ... 27

Tabel 4.2 Hasil Penapisan Fitokimia Ekstrak Kulit Buah Manggis... 28

Tabel 4.3 Parameter Standar Ekstrak ... 31

Tabel 4.4 Aktivitas Inhibisi Ekstrak Kulit Buah Manggis terhadap RNA Helikase HCV ... 36


(14)

xiv UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Struktur Virus Hepatitis C ... 10

Gambar 2.2 Peta Genomik RNA Helikase HCV ... 13

Gambar 2.3 Mekanisme Kerja RNA Helikase HCV ... 13

Gambar 4.1 SDS-PAGE RNA Helikase HCV ... 34

Gambar 4.2 Aktivitas Inhibisi Ekstrak Kulit Buah Manggis terhadap RNA Helikase HCV ... 37


(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Hasil Determinasi Garcinia mangostana L ... 45

Lampiran 2. Alur Penelitian ... 46

Lampiran 3. Skema Kerja Penyiapan Ekstrak Kulit Buah Manggis ... 47

Lampiran 4. Skema Kerja Produksi Enzim RNA Helikase HCV ... 48

Lampiran 5. Skema Kerja Analisis Kemurnian Enzim RNA Helikase HCV dengan SDS-PAGE ... 49

Lampiran 6. Skema Kerja Uji Aktivitas Enzin RNA Helikase HCV ... 50

Lampiran 7. Skema Kerja Uji Aktivitas Inhibisi Ekstrak Kulit Buah Manggis terhadap RNA helikase HCV ... 51

Lampiran 8. Komposisi larutan-larutan yang digunakan dalam SDS-PAGE ... 52

Lampiran 9. Komposisi Reagen, Dapar, dan Medium yang digunakan ... 53

Lampiran 10. Perhitungan Rendemen Ekstrak Kulit Buah Manggis ... 54

Lampiran 11. Perhitungan Parameter Ekstrak Kulit Buah Manggis. ... 55

Lampiran 12. Perhitungan Pengenceran Ekstrak Kulit Buah Manggis ... 57

Lampiran 13. Hasil Uji Aktivitas Inhibisi Ekstrak Kulit Buah Manggis terhadap Enzim RNA Helikase HCV ... 59

Lampiran 14. Perhitungan Persentase Inhibisi Ekstrak Kulit Buah Manggis terhadap Enzim RNA Helikase HCV ... 60

Lampiran 15. Kurva Standar Fosfat (Uji ATPase) ... 61

Lampiran 16. Contoh Perhitungan Aktivitas RNA Helikase HCV ... 62

Lampiran 17. Grafik Aktivitas Enzim RNA Helikase HCV ... 63


(16)

xvi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

DAFTAR ISTILAH

APS : Ammonium Per Sulfat ATP : Adenosin Trifosfat

IPTG : Isopropyl-β-D-Thiogalaktopiranosidase

IV : Inner volum

HCV : Hepatitis C Virus LB : Media Luria - Bertani

MOPS : 4-asam morfolinopropana sulfonat

OD : Optical Density

SDS-PAGE : Sodium Dodecyl Sulfate Polyacrylamide Gel Electrophoresis

TEMED : N,N,N’,N’-tetrametiletilendiamin


(17)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Virus hepatitis C (HCV) menginfeksi lebih dari 170 juta orang di seluruh dunia. HCV mengakibatkan peradangan hati, sirosis hati, dan kanker hati (hepatocellular carcinoma) (Lee et al, 2010). Pasien yang menderita hepatitis C akut dapat berkembang menjadi infeksi kronis. Hal ini yang menyebabkan kematian ratusan ribu penderita setiap tahun (Kawo et al, 2012). Menurut data Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, pada tahun 2010 jumlah penderita hepatitis C di Indonesia cukup tinggi sekitar 30 juta jiwa (Kemenkes RI, 2010).

Hingga saat ini belum ada vaksin dan obat untuk mencegah dan mengobati infeksi HCV. Terapi pengobatan saat ini untuk hepatitis C kronis adalah pegylated interferon-α (IFN-α) dikombinasi dengan nukleosida analog ribavirin. Akan tetapi terapi ini memiliki tingkat efektivitas sekitar 40% – 50% terhadap infeksi HCV. Kombinasi ini memiliki efek samping seperti flu, anemia, dan depresi, yang sering menyebabkan penghentian terapi. Dengan demikian, diperlukan penelitian untuk menemukan agen baru dengan indeks terapi tinggi dan efek samping minimal untuk mengobati infeksi HCV kronis (Lee et al, 2010, Ravikumar et al, 2011).

Upaya penemuan obat penyakit infeksi HCV diantaranya adalah dengan pencarian inhibitor terhadap enzim yang essensial untuk replikasi virus HCV salah satunya adalah RNA helikase. RNA helikase berperan dalam pembukaan untai ganda RNA. RNA helikase memiliki tiga aktivitas yaitu, aktivitas ikatan RNA (RNA binding), pengikatan ATPase (RNA-stimulated ATPase), dan pembukaan rantai RNA. Proses pembukaan untai ganda RNA virus sebagai materi genetik apabila tidak dilakukan, maka proses translasi informasi genetik tidak dapat berjalan, sehingga siklus hidup HCV terhenti. Hal ini menujukkan bahwa dengan penghambatan enzim RNA helikase HCV, maka dapat


(18)

2

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi saat ini menjadikan obat herbal cukup menjadi perhatian untuk dikembangkan menjadi bagian dari pengobatan formal di Indonesia (Wasito, 2011). Manggis (Garcinia mangostana

L.) merupakan tanaman tropis yang memiliki aktivitas biologis yang menarik dengan aplikasi terapi yang potensial. Manggis banyak dibudidayakan di hutan hujan tropis seperti Indonesia, yang secara tradisional digunakan untuk pengobatan sakit perut, diare, astringent, disentri, infeksi luka, nanah, maag kronis, keputihan dan gonore (kencing nanah) (Moongkarndi et al, 2003).

Spesies Garcinia dikenal kaya metabolit sekunder, seperti santon. Santon ditemukan dalam kulit buah, buah utuh, kulit kayu, dan daun manggis (Chaverri

et al, 2008). Pada kulit buah manggis terdapat senyawa tanin, santon, isoflavon, flavon, dan senyawa bioaktif lainnya (Yu et al, 2006). Senyawa bioaktif yang terkandung dalam ekstrak kulit buah manggis telah diteliti memiliki aktivitas sebagai anti oksidan, anti tumor, anti inflamasi, anti alergi, anti bakteri, anti fungi, anti virus, dan anti malaria (Chaverri et al, 2008). Sedangkan penelitian terdahulu mengenai anti virus yaitu ekstrak etanol sampel Garcinia mangostana L. memiliki potensi sebagai inhibitor HIV-1 protease (Chen et al, 1996) dan inhibitor HIV-1 reverse transkriptase (Chin et al, 2008). Berdasarkan hal tersebut, maka penelitian ini dilakukan untuk menguji aktivitas ekstrak kulit buah manggis (Garcinia mangostana L.) sebagai inhibitor RNA helikase virus hepatitis C.

1.2Rumusan Masalah

Belum diketahui apakah ekstrak kulit buah manggis (Garcinia mangostana L.) memiliki aktivitas sebagai inhibitor RNA helikase virus hepatitis C.

1.3Hipotesis

Ekstrak kulit buah manggis (Garcinia mangostana L.) mampu berperan sebagai inhibitor enzim RNA helikase virus hepatitis C.


(19)

1.4Tujuan Penelitian

Mengetahui aktivitas ekstrak kulit buah manggis (Garcinia mangostana

L.) sebagai inhibitor RNA helikase virus hepatitis C.

1.5Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai pemanfaatan bahan alam, khususnya kulit buah manggis (Garcinia mangostana L.) sebagai inbitor RNA helikase virus hepatitis C.


(20)

4 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2. 1. Manggis (Garcinia mangostana L.) 2.1.1 Klasifikasi Tanaman

Menurut United States Departement of Agricultural, klasifikasi dari Manggis (Garcinia mangostana L. ) adalah sebagai berikut :

Kingdom : Plantae

Sub Kingdom : Tracheobionta Super Divisi : Spermatophyta Divisi : Magnoliophyta Kelas : Magnoliopsida Sub Kelas : Dilleniidae Ordo : Theales Famili : Clusiaceae Genus : Garcinia

Spesies : Garcinia mangostana L.

2.1.2 Nama Daerah

Manggis dalam bahasa Belanda disebut manggistan, Perancis

mangoustan, sedangkan dalam bahasa Inggris adalah mangosteen. Di Indonesia sendiri di Aceh dikenal dengan nama manggoita, Batak dikenal dengan nama manggisto, manggus, atau manggusta, di Jawa manggis, di Sunda disebut manggu, dan secara keseluruhan di Indonesia dikenal dengan nama manggis (Heyne, 1987).

2.1.3 Penyebaran Geografi

Manggis tersebar di Asia Tenggara, yaitu dari Indonesia ke Timur sampai Nugini dan Kepulauan Mindanao (Filipina), dan ke Utara melalui Semenajung Malaysia ke bagian selatan Thailand, Myanmar, Vietnam, dan


(21)

Kamboja. Hanya dalam 2 abad terakhir tanaman ini tersebar ke negara-negara tropis lainnya, termasuk Sri Lanka, India Selatan, Amerika Tengah, Brazil, dan Australia (Verheij, 1997). Di Indonesia, ditanam diseluruh Nusantara, di Jawa dapat ditemukan hampir semua desa di bawah ketinggian 1500 m diatas permukaan laut (Heyne, 1987).

2.1.4 Deskripsi

Manggis merupakan pohon yang bersifat dioesis, tingginya 6 - 25 m, berbatang lurus, bercabang-cabang simetris, membentuk tajuk piramid beraturan, sesuai dengan model arsitektur Attims. Semua bagian tanaman mengeluarkan getah kuning jika dilukai. Daunnya berhadapan, dengan tangkainya yang memeluk pucuk, sehingga pasangan teratas menutupi kuncup terminalnya, lembaran daun berbentuk lonjong atau jorong, berukuran (15-25) cm x (17-13) cm, menjangat dan tebal, pinggirannya rata, bagian ujungnya loncos (cuspidate), lembaran sebelah bawah berwarna hijau-kuning, dengan urat tengah yang hijau muda, menonjol pada kedua belah daun, dan memiliki banyak samping yang menonjol dan berjarak sama. Bunga-bunganya menyendiri atau tidak berpasang-pasangan, berada di ujung ranting, bergagang pendek dan tebal, berdiameter kira-kira 5,5 cm; daun kelopak 4 helai, tersusun dalam 2 pasang; daun mahkota 4 helai juga, tebal dan berdaging, berwarna hijau-kuning, dengan pinggiran kemerah-merahan; benang sari semu biasanya banyak, berseri 1 – 2, panjangnya kira-kira 0,5 cm; bakal buah tak bertangkai, berbentuk agak bulat, beruang 4 – 8. Buahnya bertipe buah buni yang bulat dan berkulit licin, berdiameter 4 – 7 cm, sewaktu matang berubah menjadi lembayung tua, dengan daun kelopak yang tetap menempel dan tetap dihiasi oleh cuping kepala putik; daging buah tebalnya kira-kira 0,9 cm, berwarna lembayung; 0 – 3 ruang berisi biji yang berkembang sempurna, terbungkus oleh aril yang berwarna putih (Verheij, 1997).


(22)

6

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2.1.5 Kandungan

Kulit buah manggis kaya akan pektin, dan juga berisi tanin, katekin, rosin, dan zat warna hitam (Verheij, 1997). Yu et al, 2007 menyebutkan bahwa kulit buah manggis mengandung senyawa tanin, santon, isoflavon, flavon, dan senyawa bioaktif lainnya, sedangkan dalam penelitian Pasaribu et al, 2012 dilaporkan bahwa ekstrak etanol kulit buah manggis mengandung alkaloid, flavonoid, saponin, tanin, dan steroid/triterpenoid. Metabolit sekunder khas yang melipah pada kulit buah manggis adalah santon (Yu et al, 2007). Menurut Chaverri et al, 2008 pada manggis terdapat konstituen utama santon seperti α -mangostin, β-mangostin, γ-mangostin, gartanine, garcinone E, 8-deoxygartanine. Sedangkan pada penelitian lain juga disebutkan bahwa konstituens utama yang diperoleh dari kulit buah manggis adalah

tetrahydroxanthone, garcimangosxanthone (Zhang et al, 2010).

2.1.6 Kegunaan

Kulit Buah Manggis memiliki banyak kegunaan, yaitu sebagai astringen, berupa obat dalam bentuk seduhan ataupun dikeringkan dan digerus menjadi serbuk. Sebagai obat luar antara lain injeksi annal pencuci perut. Obat seduhan digunakan untuk mengobati diare, disentri kronis, peradangan saluran kemih kronis, pendarahan usus, dan sebagai obat cacing. Penggunaan luar untuk wasir, terhadap borok, terhadap tonsil bengkak, tumor rongga mulut dan kerongkongan, pembentukan ludah berlebihan, beser putih (flour albus) dan sebagainya (Heyne, 1987). Sedangkan berdasarkan penelitian, santon yang merupakan kandungan utama kulit buah manggis, dilaporkan memiliki aktivitas sebagai anti oksidan, anti inflamasi, anti kanker ( kanker payudara, kanker hati, kanker darah, dan kanker paru-paru), anti tumor, anti alergi, anti bakteri, anti fungi, anti virus, dan anti malaria (Zhang et al, 2010, Wang et al, 2011, Chaverri et al, 2008).


(23)

2.2 Ekstraksi

2.2.1 Metoda Ekstraksi

Ekstraksi adalah proses penarikan komponen/zat aktif suatu simplisia dengan menggunakan pelarut tertentu. Pemikiran metode ekstraksi senyawa bukan atom dipergunakan oleh beberapa faktor, yaitu sifat jaringan tanaman, sifat kandungan zat aktif serta kelarutan dalam pelarut yang digunakan. Prinsip ekstraksi adalah melarutkan senyawa polar dalam pelarut polar dan senyawa non polar dalam senyawa non polar. Secara umum ekstraksi dilakukan secara berturut-turut mulai dengan pelarut non polar (n-heksan) lalu pelarut yang kepolarannya menengah (diklor metan atau etil asetat) kemudian pelarut yang bersifat polar (metanol atau etanol) (Chaudri, 2001).

Prosedur Ekstraksi : (Tiwari et al, 2011)

1. Plant tissue homogenization (Homogenisasi Jaringan Tumbuhan)

Homogenisasi Jaringan Tumbuhan menggunakan pelarut telah banyak digunakan dalam penelitian. Simplisia kering maupun basah, dihaluskan menjadi serbuk, sejumlah tertentu pelarut dimasukkan dan dikocok selam 5-10 menit atau didiamkan hingga 24 jam kemudian ekstrak disaring dan filtratnya dikeringkan dalam vakum.

2. Exhautive extraction

Merupakan metoda umum yang lain ekstraksi berturut-turut menggunakan peningkatan polaritas pelarut, dari pelarut yang tidak polar (heksan) menjadi pelarut polar (metanol). Untuk memastikan berbagai macam polaritas senyawa dapat diekstraksi. Beberapa penelitian menggunakan ekstraksi soxlet dari simplisia kering menggunakan pelarut organik. Metoda ini tidak dapat digunakan pada senyawa termolabil, karena pemanasan yang berkepanjangan dapat menyebabkan degradasi senyawa.

3. Ekstrasi soxlet

Ekstraksi soxlet hanya digunakan pada senyawa yang memiliki kelarutan tertentu dan adanya pengotor yang larut dalam suatu pelarut.


(24)

8

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Apabila senyawa yang diinginkan memiliki kelarutan kelarutan yang tinggi dalam pelarut maka dapat menggunakan filtrasi sederhana dengan memisahkan senyawa dari pengotor yang tidak larut. Metode ini tidak dapat digunakan pada senyawa termolabil, karena pemanasan yang berkepanjangan dapat menyebabkan degradasi senyawa.

4. Maserasi

Serbuk simplisia diberi pelarut dalam wadah tertutup dan dilakukan pengadukan hingga senyawa terekstrak dalam pelarut. Metode ini sesuai digunakan untuk senyawa termolabil.

5. Dekok

Metode ini digunakan untuk senyawa yang larut dalam air dan stabil dalam pemanasan. Simplisia direbus dalam air selama 15 menit.

6. Infus

Simplisia dimaserasi dengan waktu singkat menggunakan air dingin atau mendidih.

7. Digesti

Digesti merupakan jenis maserasi yang menggunakan suhu hangat selama proses ekstraksi.

8. Perkolasi

Prosedur ini paling sering digunakan mengekstraksi senyawa aktif dalam simplisia. Pelarut ditambahkan untuk membasahi simplisia dan didiamkan selama 4 jam dalam perkolator yang tertutup. Sejumlah tertentu pelarut ditambahkan kembali hingga simplisia terendam dalam perkolator dan didiamkan selama 24 jam , selanjutnya perkolator dibuka dan cairan dibiarkan menetes perlahan.

9. Sonikasi

Prosedur ini menggunakan gelombang ultrasonik dengan frekuensi antara 20-2000 kHz, hal ini menyebabkan peningkatan permeabilitas dinding


(25)

sel. Kelemahan dari prosedur ini adalah terjadinya efek yang merusak senyawa aktif dari simplisia dengan pembentukan radikal bebas.

2.2.2 Parameter Ekstrak 1. Susut pengeringan

Susut pengeringan adalah pengukuran sisa zat setelah pengeringan pada temperatur 105°C selama 30 menit atau sampai berat konstan yang dinyatakan sebagai nilai persen (%). Tujuannya untuk memberikan batasan maksimal (rentang) tentang besarnya senyawa yang hilang pada proses pengeringan. Nilai untuk susut pengeringan jika tidak dinyatakan lain adalah kurang dari 10% (Depkes RI, 2000).

2. Kadar Abu

Untuk penentuan kadar abu, bahan dipanaskan pada temperatur dimana senyawa organik dan turunannya terdestruksi dan menguap sehingga hanya tersisa unsur mineral dan anorganik. Tujuannya adalah untuk memberikan gambaran tentang kandungan mineral internal dan eksternal yang berasal dari proses awal sampai terbentuknya ekstrak. Nilai untuk kadar abu sesuai dengan yang tertera dalam monografi (Depkes RI, 2000).

2.3 Virus Hepatitis C

Hepatitis merupakan penyebab peradangan hati. Hepatitis dapat disebabkan oleh virus hepatotropik (hepatotropic virus), yang terutama mempengaruhi sel-sel hati, mekanisme autoimun, atau gangguan sistemik lainnya. Virus hepatotropik meliputi virus hepatitis A (HAV), virus hepatitis B (HBV), hepatitis B terkait virus delta (HDV), virus hepatitis C (HCV), dan hepatitis E virus (HEV). Meskipun semua virus tersebut menyebabkan hepatitis akut, namun berbeda dalam modus penularan dan masa inkubasi; mekanisme, derajat, dan kronisitas kerusakan hati; dan kemampuan untuk masuk ke keadaan karier (Porth, 2009).


(26)

10

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

HCV adalah penyebab paling umum dari hepatitis kronis, sirosis, dan kanker hepatoseluler di dunia. Sekitar 3,9 juta orang Amerika memiliki antibodi terhadap HCV, dan 70% dari orang-orang ini memiliki bukti infeksi kronis yang ditentukan oleh adanya DNA dalam serum darah. Sebelum tahun 1990, penularan HCV tejadi melalui transfusi darah, hubungan seksual, dapat juga ditularkan melalui jarum suntik, sedangkan penularan dari ibu ke janinnya terjadi sekitar 4,6% - 10% (Porth, 2009).

HCV adalah virus RNA beruntai tunggal yang memiliki sifat mirip dengan Flavivirus, sebuah genus dari keluarga Flaviviridae seperti demam kuning dan virus ensefalitis St Louis. Genom ini berisi reading frame tunggal terbuka yang menyandikan poliprotein dari sekitar 3000 asam amino. Virus ini secara genetik tidak stabil, yang menyebabkan beberapa genotip dan sub tipe. Keanekaragaman genotip berperan pada patogenisitas virus, yang memungkinkan terjadinya kesulitan dalam pengembangkan obat dan penemuan vaksin ( Porth, 2009).

Gambar 2. 1. Struktur virus hepatitis C (HCV) (Solga et al, 2007)


(27)

Masa inkubasi untuk infeksi HCV berkisar 2 - 26 minggu (rata-rata, 6 sampai 12 minggu). Anak-anak dan orang dewasa yang terinfeksi biasanya tidak menunjukkan gejala (60% sampai 70%) atau memiliki gejala yang tidak spesifik ditandai dengan kelelahan, malaise, anoreksia, dan penurunan berat badan. Jaundice (penyakit kuning) jarang terjadi, dan hanya 25% sampai 39% orang dewasa memiliki gejala ini. Gejala ini biasanya berlangsung selama 2 sampai 12 minggu. Gagal hati fulminan jarang terjadi dan hanya beberapa kasus telah dilaporkan. Sebagian kecil dari orang-orang yang baru terinfeksi HCV akan sembuh dari infeksi, tetapi sebagian besar (60% sampai 85%) terus berkembang menjadi hepatitis kronis (Porth, 2009).

Pengobatan pada penderita hepatitis C kronis adalah kombinasi

pegylated interferon (alfa-2b atau alfa-2a) ditambah ribavirin (Porth, 2009). Ribavirin adalah analog guanin yang di fosforilasi dalam sel oleh enzim sel penjamu. Meskipun mekanisme kerjanya belum sepenuhnya jelas, ribavirin tampaknya menggangu sintesis guanin trifosfat, menghambat capping mRNA (RNA perantara) virus, dan menghambat polimerase RNA. Ribavirin trifosfat menghambat replikasi sejumlah besar virus DNA dan RNA, termasuk influenza A dan B, parainfluenza, respiratoty syncytial virus, paramiksovirus, HCV, dan HIV-1 (Katzung, 2010).

Pengobatan dengan pegylated interferon dan ribavirin memerlukan biaya yang besar, dan memiliki efek samping, gejala seperti flu merupakan gejala yang umum terjadi. Efek samping yang lebih serius, yang meliputi gejala kejiwaan (depresi), disfungsi tiroid, dan depresi sumsum tulang. Transplantasi hati adalah pilihan pengobatan untuk penyakit hati stadium akhir akibat virus hepatitis. Meskipun terkadang terjadi infeksi baru, penyakit ini tampaknya berkembang lebih lambat (Porth, 2009).


(28)

12

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2.4 RNA Helikase Virus Hepatitis C

Helikase merupakan protein pertama kali ditemukan pada Escherichia coli

pada tahun 1976. Selanjutnya RNA dan DNA helikase dengan fungsi yang beragam telah ditemukan di semua organisme. Helikase dapat mengikat dan menghidrolisis untai komplemeter dari untai ganda asam nukleat, atau mengkatalisis homolog DNA rekombinan. Fungsi helikase juga diperlukan untuk replikasi, dan rekombinasi genom. Demikian pula, fungsi helikase memfasilitasi proses metabolisme RNA seperti transkripsi, biogenesis ribosom, translasi, penyambungan RNA (RNA splicing), tranportasi RNA (RNA transport), dan degradasi RNA (RNA degradation) (Patel and Donmez, 2006).

Virus hepatitis C adalah virus RNA beruntai tunggal yang diklasifikasikan ke dalam genus Hepacivirus, famili Flaviviridae. HCV memiliki genom 9,6 kb yang menyandikan poliprotein tunggal. HCV terdiri dari empat protein struktural (C, E1, E2, dan p7) dan enam protein nonstruktural (NS2, NS3, NS4A, NS4B, NS5A dan NS5B) (Lee et al., 2010). Protein non struktural tersebut berfungsi dalam reaksi enzimatis yang berperan dalam replikasi virus. NS1 berinteraksi dengan NS4 dibutuhkan untuk replikase RNA. NS2A bersifat hidrofobik berfungsi dalam perakitan virion (partikel virus baru) dan pelepasan partikel virus. NS2B membentuk kompleks dengan NS3 berperan sebagai kofaktor bagi serin protease dari NS3. Protein NS3 mengkodekan RNA helikase yang berperan dalam replikase virus. NS5A merupakan daerah yang sensitif terhadap interferon, sedangkan NS5B berperan dalam aktivitas RNA-dependent RNA polimerase (RdRp) (Tellinghuisen et al, 2007).


(29)

Gambar 2.2. Peta genomik RNA helikase HCV (Tellinghuisen et al, 2007)

Gambar 2.4. Mekanisme kerja RNA helikase HCV (Utama et al, 2005)

Protein resisten IFN

RNA Polimerase

NS2 N S3 NS4A NS4B NS5A NS5B

Protein transmembran

Metalloprotease Serin protease RNA helikase

Kofaktor C E1 E2

Nukleokapsid

Pelindung Glikoprotein

P7

Protein Nonstruktural Protein Struktural


(30)

14

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Mekanisme kerja RNA helikase HCV secara umum adalah pertama-tama helikase akan berikatan pada ujung 3’ RNA utas ganda. Tahap kedua, ATP akan berikatan pada sisi aktif RNA helikase dan dihidrolisis pada gugus fosfat terluar menghasilkan ADP dan fosfat anorganik (Pi). Pada proses hidrolisis ATP ini mengeluarkan energi yang cukup besar dan digunakan untuk memisahkan RNA utas ganda menjadi utas tunggal. Pemisahan RNA utas ganda dilakukan dengan pemutusan ikatan hidrogen yang mengikat kedua utas tersebut. Pembukaan ikatan utas ganda tersebut sangat berperan dalam replikasi dan kelangsungan hidup HCV, apabila tidak berlangsung maka siklus hidup HCV terhenti (Utama et al, 2005).

RNA helikase HCV saat ini menjadi target obat yang essensial untuk infeksi virus hepatitis C. Oleh karena itu terjadi pengembangan riset dalam mencari agen yang berperan sebagai inhibitor RNA helikase. Berikut tabel riset mengenai agen yang digunakan sebagai inhibitor RNA helikase HCV.

Tabel 2.1. Inhibitor RNA helikase HCV No Inhibitor Persen

Inhibisi

Pustaka

1 Protein kapang endofit CgKTm SF 89,45% Paturohman, 2011 2 Ekstrak metanol buah tanaman

mangrove Avicennia marina (Forsk) Vierb.

76,705 % Kusumawati, 2011

3 Mikroalga BTM 11 81,205 % Putri, 2011a 4 Bakteriosin asam laktat S34 64,20 % Putri, 2011b. 5 Ekstrak rimpang temulawak

(Curcuma zanthorrhiza Roxb.)


(31)

2.5 Kolorimetri ATPase

Uji kolometrik digunakan untuk menganalisis bahan yang umumnya tidak berwarna, misalnya untuk mengukur konsentrasi protein dalam suatu sampel yang tidak menyerap cahaya. Pereaksi yang digunakan adalah pereaksi yang berwarna seperti malachite green dan amonium molibdat. Uji ATPase dilakukan dengan mengukur konsentrasi fosfat yang terurai dari ATP menjadi ADP dan P, yang dihasilkan dari reaksi enzim ATPase. Prinsip uji kolorimetrik adalah perubahan warna yang muncul karena suatu zat warna tidak berwarna ditambah dengan pereaksi sehingga produknya berwarna (Utama et al, 2000).

2.6 SDS - PAGE

SDS-PAGE (Sodium dedocyl sulfate polyacrylamide gel electrophoresis)

adalah suatu teknik yang banyak digunakan dalam biokimia, forensik, genetika, dan biologi molekuler untuk memisahkan protein sesuai dengan mobilitas elektroforesis (fungsi dari panjang rantai polipeptida atau bobot molekul). Sampel elektroforesis gel SDS memiliki muatan identik per satuan massa akibat pengikatan sampel dengan SDS dan di fraksinasi berdasarkan ukuran (Deyl, 1983).

Prinsip elektroforesis gel SDS poliakrilamid adalah protein yang akan dianalisis dicampur dengan SDS yang merupakan sebuah deterjen anionik. Soodium dodesil sulfat mendenaturasi struktur tersier, sekunder dan ikatan non-sulfida. Elektroforesis gel SDS poliakrilamid menerapkan muatan negatif untuk setiap protein dalam proporsi dengan massanya. Pemanasan sampel pada suhu kurang lebih 60°C memecah molekul dan membantu SDS untuk mengikat sampel. Penanda berupa pewarna dapat ditambahkan ke dalam larutan protein untuk memungkinkan eksperimen dalam melihat migrasi protein melalui gel selama elektroforesis dijalankan. Pewarna berukuran lebih kecil dibandingkan ukuran protein (Laemmeli, 1970)


(32)

16

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Medan Listrik listrik diterapkan di seluruh gel, menyebabkan protein bermuatan negatif bermigrasi di gel menuju anoda. Setiap protein akan bergerak secara berbeda melalui matriks gel. Protein pendek akan lebih mudah melalui pori-pori pada gel, sedangkan yang lebih besar akan memiliki sulit melalui pori. Setelah mencapai waktu yang ditentukan, protein akan bermigrasi berdasarkan ukuran. Protein yang lebih kecil akan bermigrasi jauah di bawah gel, sedangkan yang lebih besar akan lebih dekat ke titik asal. Oleh karena itu, protein dapat dipisahkan berdasarkan ukuran atau bobot molekulnya. Glikoprotein tertentu berperilaku sebaliknya pada gel SDS.

Pewarna yang digunakan dalam teknik ini terdiri atas dua macam yaitu

Comassie Brilliant Blue biasanya dapat mendeteksi pita protein dengna konsentrasi 50 mg protein. Pewarnaan perak (Silver Staining) meningkatkan sensitivitas pewarnaan biasanya 50 kali. Banyak variabel yang dapat mempengaruhi intensitas warna. Setiap protein memiliki karakteristik pewarnaan sendiri (Hempelmann, 1984).


(33)

BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pharmacy Drug and Research (PDR), Laboratorium Pharmacy Natural Analyzing (PNA), dan Laboratorium Pharmacy Medicinal Chemitry (PMC) Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Laboratorium Bakteriologi dan Virologi Molekuler, Pusat Penelitian Bioteknologi LIPI Cibinong Bogor, pada bulan Juni sampai dengan September 2012.

3.2 Alat dan Bahan 3.2.1 Alat

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah rotary evaporator

(Eyela), autoklaf tipe vertikal (mode TA – 630), ultrasentrifus (Sorvall RC - 26 plus), microplate reader (Multiscan EX Thermo), microtiter plate (Polycarp), pipet mikro (Gilson), Laminar Air Flow (ESCO), sonikator (LabSonic), shaker incubator (N-Biotek), freezer -20°C (Sansio), SDS-PAGE [ATTO], hot plate magnetic stirrer (Cimarec), timbangan analitik (Acis), tabung 1,5 mL (Eppendorf), tabung 50 mL (Falcon), spatula, erlenmeyer (Pyrex), gelas ukur (Duran), corong (Duran), dan kertas saring.

3.2.2 Bahan

Kulit buah manggis, n-heksan teknis, etil asetat teknis, metanol teknis, bakteri E. coli BL21 (DE3) pLysS - RNA helikase HCV rekombinan (koleksi Andi Utama, Puslit Bioteknologi LIPI), akuades, media Luria-Bertani (LB), ampisilin, IPTG (Isopropyl-β-D-Thiogalaktopiranosidase) 0,3 M, dapar B (Tris


(34)

18

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

dapar elusi (imidazola 400 mM dalam bufer B), Tris-HCl 1,5 M pH 8,8, akrilamid 30%, sodium dedosil sulfat (SDS) 10%, TEMED, amonium persulfat (APS) 10%, comassie blue, loading dye, adenosin trifosfat (ATP) 0,1 mM, 4-asam morfolinopropana sulfonat (MOPS) 0.1 mM, MgCl2 1 mM, larutan malachite green, polivinil alkohol 2,3%, amonium molibdat, natrium sitrat, dan metanol absolut.

3.3 Prosedur Penelitian 3.3.1 Pengambilan Sampel

Buah manggis (Garcinia mangostana L.) diperoleh dari Kecamatan Wanayasa, Kabupaten Purwakarta, Provinsi Jawa Barat. Adapun bagian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kulit buah (pericarp) manggis.

3.3.2 Determinasi Sampel

Determinasi buah manggis (Garcinia mangostana L.) dilakukan di Herbarium Bogoriense Bidang Botani, Pusat Penelitian Biologi, LIPI Cibinong.

3.3.3 Pembuatan Simplisia

Buah manggis (Garcinia mangostana L.) sebanyak 5 kg disortir dan dibersihkan dari kotoran yang melekat dengan air mengalir, lalu ditiriskan agar terbebas dari sisa air cucian. Kemudian bagian kulit buahnya (pericarp), dirajang tipis, dan diangin-anginkan di udara terbuka hingga kering. Simplisia yang sudah kering kemudian digiling dan diayak untuk mendapatkan serbuk halus, lalu simplisia disimpan pada wadah yang kering dan tertutup rapat.

3.3.4 Pembuatan Ekstrak Kulit Buah Manggis (Garcinia mangostana L.)

Sejumlah 490 gram serbuk simplisia kulit buah manggis (Garcinia mangostana L.) dimaserasi dengan 5 x 800 mL n-heksan teknis yang telah didestilasi, selama 3 hari. Hasil maserasi disaring dan filtrat yang diperoleh


(35)

dipekatkan dengan rotary evaporator pada suhu lebih kurang 45°C, sehingga diperoleh ekstrak kental n-heksan. Ampas n-heksan yang diperoleh diuapkan di udara terbuka hingga kering, kemudian dilakukan kembali maserasi berturut-turut dengan pelarut etil asetat dan metanol. Kemudian filtrat diuapkan dengan

rotary evaporator hingga diperoleh ekstrak kental n-heksan, etil asetat, dan metanol yang kemudian ditimbang dan dihitung rendemennya terhadap berat simplisia awal (Materia Medika, 1989).

Rendemen = ( )

( ) x 100%

3.3.5 Penapisan Fitokimia 1. Identifikasi Alkaloid

Ekstrak ditambahkan dengan 5 mL ammonia 30%, digerus dalam mortir, lalu tambahkan 20 mL kloroform dan digerus kembali dengan kuat, campuran tersebut disaring dengan kertas saring, filtrat berupa larutan organik di ambil (sebagai larutan A), sebagian dari larutan A (10 mL) diekstraksi dengan 10 mL larutan HCl 1:10 dengan pengocokan dalam tabung reaksi, ambil larutan bagian atasnya (larutan B). Larutan A diteteskan beberapa tetes pada kertas saring dan disemprot atau ditetesi dengan pereaksi Draggendorff, terbentuk warna merah ataupun jingga pada kertas saring menunjukan adanya senyawa alkaloid. Larutan B dibagi dalam 2 tabung reaksi, ditambahkan masing-masing pereaksi Dragendrorff dan Mayer, terbentuk endapan merah bata dengan pereaksi Dragendrorff dan endapan putih dengan pereaksi Mayer menunjukan adanya senyawa golongan alkaloid (Farnsworth, 1966).

2. Identifikasi Flavonoid

Ekstrak ditambahkan 100 mL air panas, kemudian dididihkan selama 5 menit dan disaring dengan kertas saring. Sebanyak 5 mL filtrat yang didapat ditambahkan serbuk atau lempeng magnesium dan 1 mL HCl pekat serta 5 mL amil alkohol, kemudian dikocok dengan kuat, dibiarkan hingga memisah.


(36)

20

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Terbentuknya warna dalam larutan amil alkohol menunjukkan adanya senyawa flavonoid (Farnsworth, 1966).

3. Identifikasi Saponin

Ekstrak ditambahkan 10 mL akuades dalam tabung reaksi. Kemudian diguncang selama 1 - 2 menit. Adanya saponin diindikasikan oleh terbentuknya buih setinggi 1 cm yang stabil selama 30 menit (El Kamali et al, 2010).

4. Identifikasi Tanin

Ekstrak dilarutkan dalam 20 mL akuades. Filtrat sebanyak 2 mL ditambahkan 3 tetes FeCl3 10%. Terbentuknya warna biru kehitaman atau hijau

kehitaman mengindikasikan adanya tanin. Cara yang lain adalah 2 mL filtrat ditambahkan 1 mL larutan brom, apabila terdapat endapan maka positif mengandung tanin (Adegboye et al, 2008).

5. Identifikasi Steroid

Ekstrak dilarutkan dalam 3 mL CHCl3 kemudian disaring. H2SO4

ditambahkan ke dalam filtrat. Terbentuknya cincin coklat kemerahan menandakan positif adanya steroid (Magadula and Tewtrakul, 2010).

6. Identifikasi Kumarin

Ekstrak dilarutkan dalam air panas. Setelah dingin, larutan dibagi ke dalam dua tabung reaksi yaitu tabung 1 sebagai blanko dan tabung 2 ditambah 0,5 mL NH3 10%. Adanya pijaran yang kuat dibawah sinar UV menunjukkan

adanya kumarin dan turunannya (Indrayani et al, 2006).

3.3.6 Penetapan Parameter Spesifik dan Non Spesifik Ekstrak Kulit Buah

Garcinia mangostana L. 1. Pemeriksaan organoleptik

Pemeriksaan organoleptik dilakukan menggunakan pancaindra untuk mendeskripsikan bentuk, warna, dan bau dari ekstrak kulit buah manggis.


(37)

2. Susut Pengeringan

Ekstrak kulit buah manggis ditimbang dengan seksama sebanyak 1 gram dan dimasukkan ke dalam botol timbang dangkal bertutup yang sebelumnya telah dipanaskan pada suhu 105°C selama 30 menit dan telah ditara. Ekstrak diratakan dalam botol timbang dengan menggoyang-goyangkan botol, hingga merupakan lapisan setebal lebih kurang 5 mm sampai 10 mm, kemudian dimasukkan ke dalam oven, dibuka tutupnya. Pengeringan dilakukan pada suhu penetapan 105°C hingga diperoleh bobot tetap lalu ditimbang. Sebelum setiap pengeringan, botol dibiarkan dalam keadaan tertutup mendingin dalam eksikator hingga suhu kamar (Depkes RI, 2000). 3. Kadar Abu

Ekstrak ditimbang seksama sebanyak 2 gram, dimasukkan ke dalam krus silikat yang telah dipijarkan dan ditara, lalu ekstrak diratakan. Dipijarkan perlahan-lahan hingga arang habis, dinginkan, lalu ditimbang. Jika arang tidak dapat hilang, ditambahkan air panas, disaring dengan menggunakan kertas saring bebas abu. Dipijarkan sisa abu dan kertas saring dalam krus yang sama. Filtrat dimasukkan ke dalam krus, diuapkan, dipijarkan hingga bobot tetap lalu ditimbang. Ditimbang kadar abu terhadap bahan yang telah dikeringkan di udara (Depkes RI, 2000).

3.3.7 Produksi RNA helikase virus hepatitis C (HCV) (Utama et al, 2000)

Media LB (Luria –Bertani) dibuat dengan volume 10 mL dan 400 mL (lampiran 9a). Perkultur dibuat dalam media LB sebanyak 10 mL. Media LB diberi ampisilin (100 µg/mL) sebanyak 10 µL dan dihomogenkan. Lalu diinokulasikan bakteri E. coli BL21 (DE3) pLysS-RNA helikase rekombinan, kemudian diinkubasi dalam shaker incubator pada temperatur 37 °C dengan kecepatan 200 rpm selama semalam.

Hasil prekultur diinokulasikan ke dalam 400 mL medium LB yang telah diberi ampisilin (100 µg/mL) sebanyak 410 µl, kemudian diinkubasi dalam


(38)

22

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

shaker incubator pada temperatur 37 °C dengan kecepatan 150 rpm, selama 30 menit atau hingga OD600 (optical density) mencapai ± 0,3. Selanjutnya

ditambahkan 0,3 M IPTG (Isopropyl-β-D-Thiogalaktopiranosidase), kemudian diinkubasi dalam shaker incubator pada temperatur 37°C dengan kecepatan 150 rpm selama 3 jam atau hingga OD600 mencapai ± 1.

Hasil kultur disentrifugasi pada temperatur 4°C dengan kecepatan 4.000 rpm selama 10 menit. Pelet diresuspensi dengan sisa medium LB cair, kemudian disentrifugasi kembali. Pelet yang terbentuk disimpan dalam temperatur -20°C.

Pelet hasil sentrifugasi selanjutnya dikeringbekukan (freeze-thawing) sebanyak tiga kali. Pelet diresuspensi dengan dapar B kemudian disonikasi sebanyak 3 kali pengulangan dengan amplitudo 40; siklus 0,5; selama 15 detik, dengan interval waktu 1 menit. Suspensi sel disentrifugasi pada temperatur 4°C dengan kecepatan 10.000 rpm selama 20 menit.

Supernatan yang diperoleh kemudian dipurifikasi dengan kromatografi afinitas. Supernatan ditambahkan dengan 300 µL resin TALON (resin ekuilibrasi), kemudian diinkubasi pada rotator cold room (4°C) selama 3 jam, kemudian disentrifugasi pada suhu 4°C dengan kecepatan 3500 rpm selama 7 menit. Supernatan yang terbentuk diambil sebagai inner volume (IV) disimpan pada temperatur 4°C untuk SDS-PAGE. Pelet diresuspensi dengan 10 mL larutan dapar B dan disentrifugasi pada temperatur 4°C dengan kecepatan 3500 rpm selama 5 menit. Supernatan diambil sebagai washing 1. Pelet yang terbentuk kemudian diresuspensi kembali dengan 10 mL larutan dapar B dan disentrifugasi pada temperatur 4°C dengan kecepatan 3500 rpm selama 5 menit. Supernatan diambil sebagai washing 2. Hasil washing 1 (W1) dan washing 2

(W2) kemudian disimpan pada temperatur 4°C dan digunakan pada SDS-PAGE.

Pelet kemudian dielusi untuk melepaskan enzim yang terikat pada resin dengan menambahkan 150 µL larutan dapar elusi dan diinkubasi pada rotator


(39)

cold room (4°C) selama satu malam. Kemudian disentrifugasi pada temperatur 4 °C dengan kecepatan 3.000 rpm selama 1 menit. Supernatan yang diperoleh diambil sebagai elusi 1 (E1) sedangkan pelet ditambahkan 75 µL larutan dapar elusi kembali, kemudian diinkubasi pada rotator cold room (4°C) selama 1 jam. Kemudian disentrifugasi kembali pada temperatur 4 °C dengan kecepatan 3.000 rpm selama 1 menit. Supernatan yang diperoleh diambil sebagai elusi 2 (E2).

3.3.8 Konfirmasi kemurnian enzim RNA helikase HCV dengan SDS – PAGE Plat kaca yang digunakan terdiri dari short plate & spacer plate

dibersihkan dengan alkohol 70%. Short plate ditempatkan di depan kaca spacer plate dan diberi casting frame pada bagian tengah dengan dikunci dengan menggunakan casting stand. Selanjutnya dibuat larutan gel separating

(lampiran 8a). Larutan tersebut dimasukan di antara celah short plate & spacer plate sampai dua pertiga bagian, kemudian sepertiganya diisi dengan akuades. Kemudian ditunggu hingga terbentuk gel selama ± 20 menit. Selanjutnya larutan gel stacking dibuat sesuai prosedur (lampiran 8b). Akuades pada gel

separating dibuang dan diisikan dengan larutan stacking, kemudian dipasang

comb, ditunggu hingga terbentuk gel selama ± 20 menit.

Gel dipindahkan dari casting frame dengan cara menekan cams pada

casting frame. Gel cassette sandwich ditempatkan pada electrode assembly

dengan posisi short plate menghadap dalam, lalu ditempatkan ke dalam

clamping frame, kemudian ditutup kedua camp levers pada clamping frame.

Lower inner chamber dimasukan ke dalam tank elektroforesis lalu diisi dengan

working solution (Dapar Elektroforesis SDS 1X pH 8.3).

Masing-masing sampel yang diperoleh pada produksi RNA helikase HCV (inner volum, whasing, dan elusi enzim) diambil 4 µl lalu dicampur dengan 2 µl loading dye (lampiran 8c). Campuran didenaturasi di water bath

pada suhu 95˚ C selama 15 menit. Marker protein (BIORAD®) sebanyak 4 µl/gel dimasukan ke dalam well. Masing-masing sampel yang sudah dicampur


(40)

24

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

dengan loading dye, dimasukan ke dalam well sebanyak 5 µl/well. Gel dielektroforesis pada 40 mA selama 90 menit. Gel diangkat lalu direndam dalam Commasie Blue G-250 Staining Solution (lampiran 8d) selama 1 jam sambil digoyang-goyang di atas rocker. Gel dibilas dengan Commasie Blue G-250 Destaining Solution (lampiran 8e) ± 20 menit, dilakukan dua kali. Gel dibilas dengan H2O sampai bau asamnya hilang dan disimpan pada suhu 4°C.

3.3.9 Uji Aktivitas Enzim RNA Helikase Virus Hepatitis C (Utama et al, 2000) Uji aktivitas enzim RNA helikase dilakukan dengan metoda ATPase kolorimetri. Sebanyak 50 µL campuran reaksi yang mengandung 5 µL dapar MOPS 10 mM (pH 6,6), 1 µL ATP 0,1 M, 0,5 µL MgCl 1 mM, 38,5 µL H2O,

dan 5 µL RNA helikase HCV, dimasukkan ke dalam microtiter plate 96-well.

Campuran reaksi tersebut diinkubasi pada suhu ruang selama 45 menit. Sekitar 10 menit sebelum masa inkubasi selesai dibuat larutan pewarna yang terdiri dari 0,081% malachite green, H2O, 5,7% amonium molibdat dalam 6 M HCl, dan

2,3% polivinil alkohol dengan perbandingan 2:2:1:1 (lampiran 9d). Setelah masa inkubasi selesai larutan pewarna dimasukkan ke dalam microtiter plate

96-well sebanyak 100 µL setiap sumur, kemudian di inkubasi selama 5 menit. Setelah masa inkubasi selesai, pewarnaan dihentikan dengan menambahkan 25 µL Na sitrat. Hasil reaksi diukur pada panjang gelombang 620 nm dengan referensi 405 nm.

3.3.10 Uji Aktivitas Inhibisi Ekstrak Kulit Buah Manggis terhadap RNA helikase HCV (Utama et al, 2000)

Uji aktivitas inhibisi ekstrak kulit buah manggis terhadap RNA helikase dilakukan dengan menggunakan ATPase kolorimetri. Sebelum dilakukan pengukuran absorbansi, terlebih dahulu ekstrak kulit buah manggis pada fase n-heksan, etil asetat, dan metanol masing-masing dilarutkan menggunakan metanol absolut dengan beberapa konsentrasi yaitu 100.000


(41)

ppm, 50.000 ppm, 12.500 ppm, 6.250 ppm, 3.125 ppm, 1.562 ppm, 781 ppm, 391 ppm.

Pada pengukuran absorbansi enzim RNA helikase ini dilakukan dengan menambahkan 5 µL ekstrak kulit buah manggis dengan berbagai konsentrasi pada setiap sumur dalam campuran reaksi. Volum akhir reaksi adalah 50 µL yang terdiri dari 45 µL campuran reaksi (5 µL dapar MOPS 10 mM (pH 6,6), 1 µL ATP 0,1 M, 0,5 µL MgCl 1 mM, 38,5 µL H2O, dan 5 µL

RNA helikase HCV). Reaksi kemudian dimasukkan ke dalam microtiter plate

96-well. Kemudian diinkubasi pada suhu ruang selama 45 menit. Sekitar 10 menit sebelum masa inkubasi selesai dibuat larutan pewarna yang terdiri dari 0,081% malachite green, H2O, 5,7% amonium molibdat dalam 6 M HCl, dan

2,3% polivinil alkohol dengan perbandingan 2:2:1:1. Setelah masa inkubasi selesai larutan pewarna dimasukkan ke dalam microtiter plate 96-well

sebanyak 100 µL setiap sumur, kemudian di inkubasi selama 5 menit. Setelah masa inkubasi selesai, pewarnaan dihentikan dengan menambahkan 25 µL Na sitrat. Hasil reaksi diukur pada panjang gelombang 620 nm dan 405 nm.

Nilai absorbansi yang diperoleh digunakan untuk menghitung presentasi inhibisi ekstrak kulit buah manggis terhadap RNA helikase HCV. Perhitungan persen penghambatan sampel ekstrak kulit buah manggis terhadap RNA helikase dilakukan berdasarkan perhitungan :

% inhibisi = – x 100 % Dimana :

A = serapan enzim RNA helikase tanpa adanya senyawa inhibitor I = serapan enzim RNA helikase dengan adanya senyawa inhibitor.


(42)

26 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Determinasi Sampel

Determinasi buah manggis dilakukan di Herbarium Bogoriense Bidang Botani, Pusat Penelitian Biologi, LIPI Cibinong. Hasil determinasi menyatakan bahwa sampel buah manggis yang diperoleh dari Kecamatan Wanayasa, Kabupaten Purwakarta, Provinsi Jawa Barat, merupakan spesies Garcinia mangostana, famili Clusiaceae, keterangan hasil determinasi dapat dilihat pada lampiran 1.

4.2 Rendemen Ekstrak

Ekstraksi yang digunakan adalah dengan cara maserasi. Ekstraksi dengan cara maserasi digunakan untuk senyawa-senyawa yang tidak tahan pemanasan. Keuntungan dari teknik ini adalah peralatan yang digunakan sederhana, sedangkan kerugiannya adalah pengerjaanya lama, pelarut yang digunakan banyak, serta proses penyarian yang kurang sempurna.

Maserasi terhadap kulit buah manggis dilakukan dengan cara bertingkat dari pelarut non polar hingga polar, yaitu n-heksan, etil asetat, dan metanol. Hal ini bertujuan untuk menarik senyawa-senyawa yang bersifat non polar hingga polar yang terdapat pada kulit buah manggis.

Sejumlah 490 gram serbuk simplisia kulit buat manggis diekstraksi menggunakan pelarut n-heksan teknis sebanyak 5 x 800 mL, masing -masing selama 3 hari. Hasil maserasi disaring dan filtrat yang diperoleh dipekatkan dengan rotary evaporator pada suhu lebih kurang 45°C, sehingga diperoleh ekstrak kental n-heksan. Terhadap ampas n-heksan kemudian dilakukan kembali maserasi berturut-turut dengan pelarut etil asetat dan metanol. Kemudian filtrat diuapkan dengan rotary evaporator hingga diperoleh ekstrak kental n-heksan, etil asetat, dan metanol (Materia Medika, 1989).


(43)

Tabel 4.1 Hasil rendemen ekstrak kulit buah manggis Ekstrak Bobot ekstrak kering Rendemen

n-heksan 5,20 gram 1,06 % Etil asetat 47,40 gram 9,67 % Metanol 42,18 gram 8,61 %

Rendemen yang diperoleh dari proses ekstraksi terlihat pada tabel 4.1. Hasil perhitungan rendemen menunjukkan bahwa pelarut etil asetat memiliki nilai persentase rendemen tertinggi dibanding pelarut n-heksan dan metanol, dimana pelarut n-heksan memiliki nilai rendemen yang paling rendah. Berat ekstrak kering yang diperoleh menunjukkan bahwa pelarut yang digunakan mampu melarutkan bahan alami terseleksi dari padatannya.

Dari hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa pelarut etil asetat lebih banyak melarutkan senyawa atau zat yang mempunyai potensi bioaktif. Prinsip pelarutan yang dipakai pada metode ini adalah like dissolve like, dimana prinsipnya adalah pelarut polar akan melarutkan senyawa polar dan pelarut non polar akan melarutkan senyawa non polar sesuai dengan pernyataan Melki (2003). Sehingga dapat dikatakan bahwa kulit buah manggis memiliki senyawa semi polar dan senyawa polar yang lebih banyak dibandingkan senyawa non polar.

Pelarut yang digunakan bersifat volatil, sehingga pada saat filtrasi (penyaringan) diduga terdapat bagian pelarut yang menguap yang menyebabkan perbedaan jumlah rendemen yang dihasilkan. Faktor-faktor lain yang berpengaruh terhadap proses ekstraksi adalah lama ekstraksi, suhu, dan jenis pelarut yang digunakan (Ismet, 2007).


(44)

28

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

4.3 Penapisan Fitokimia

Penapisan fitokimia yang dilakukan terhadap ekstrak kulit buah Garcinia mangostana bertujuan untuk mengetahui kandungan metabolit sekunder yang terdapat dalam ekstrak pada masing-masing pelarut. Menurut Pasaribu et al,

2012, dilaporkan bahwa ekstrak etanol kulit buah manggis mengandung alkaloid, flavonoid, saponin, tanin, dan steroid/triterpenoid.

Hasil identifikasi yang telah dilakukan memperlihatkan perbedaaan pada setiap pelarut yang digunakan. Hal ini diduga dikarenakan pelarut yang digunakan berbeda tingkat kepolarannya, sehingga berbeda pula senyawa yang terekstrak. Sesuai pernyataan Ismet (2007) yang menyatakan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi ekstraksi adalah jenis pelarut yang digunakan. Hasil penapisan fitokimia pada masing-masing ekstrak dapat dilihat pada tabel 4.2.

Tabel 4.2 Hasil Penapisan Fitokimia Ekstrak Kulit Buah Manggis Ekstrak n-heksan Etil asetat Metanol

Alkaloid + + +

Flavonoid + + +

Steroid + + -

Tanin - - +

Saponin - - +

Kumarin - + +

Identifikasi senyawa alkaloid memberikan hasil positif pada ketiga ekstrak. Hasil ini ditunjukkan dengan adanya endapan merah bata pada masing-masing ekstrak dengan penambahan pereaksi Dragendorff, dan juga menghasilkan endapan putih ketika bereaksi dengan Mayer. Alkaloid merupakan golongan zat tumbuhan sekunder terbesar. Alkaloid mencakup senyawa yang bersifat basa yang mengandung satu atau lebih atom nitrogen. Alkaloid sering beracun bagi manusia dan banyak memiliki aktivitas fisiologi sehingga secara


(45)

luas digunakan dalam bidang pengobatan sebagai anti mikroba, anti diare, dan

antelmintik (obat cacing) (Harborne, 1987, Tiwari, 2011).

Pada identifikasi senyawa flavonoid diperoleh hasil yang positif pada ketiga ekstrak. Uji flavonoid positif ditandai dengan terbentuknya warna pada lapisan amil alkohol. Pada ekstrak n-heksan dan etil asetat terbentuk warna kekuningan, sedangkan pada ekstrak metanol terbentuk warna jingga pada lapisan amil alkohol. Flavonoid merupakan golongan terbesar dari senyawa fenol (Harborne, 1987). Flavonoid memiliki aktivitas anti mikroba dan anti diare, golongan senyawa ini dapat larut dalam etanol, metanol, dan aseton (Tiwari, 2011).

Steroid merupakan tripterpen yang kerangka dasarnya sistem cincin siklopentana perhidropenantrena (Harborne, 1987). Secara farmakologi steroid memiliki aktivitas sebagai anti diare (Tiwari, 2011). Hasil identifikasi steroid terdapat pada ekstrak n-heksan dan etil asetat, ditandai dengan terbentuknya cincin coklat kemerahan pada sampel dalam kloroform yang ditambahkan asam sulfat. Sedangkan pada ekstrak metanol menunjukkan hasil yang negatif karena tidak terbentuk cincin merah. Menurut Tiwari, 2011, senyawa golongan steroid/triterpenoid dapat larut dalam air, etanol, metanol, kloroform, dan eter. Namun hasil identifikasi menunjukkan ekstrak metanol tidak terdapat steroid, hal ini dapat dikarenakan steroid/triterpenoid terkandung dalam jumlah yang sedikit, sehingga hanya terekstrak oleh n-heksan dan etil asetat.

Tanin terdapat luas dalam tumbuhan berpembuluh, dalam angiospermae terdapat khusus dalam jaringan kayu. Menurut batasannya, tanin dapat bereaksi dengan proteina membentuk kopolimer yang tak larut dalam air (Harborne, 1987). Hasil identifikasi tanin menunjukkan hasil positif pada ekstrak metanol, dengan terbentuknya warna biru kehitaman pada ekstrak yang diberi FeCl3.

Sedangkan pada n-heksan dan etil asetat menunjukkan hasil yang negatif. Hal ini sesuai dengan pernyataan Tiwari, 2011 yang menyebutkan bahwa tanin


(46)

30

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

merupakan golongan senyawa yang dapat larut dalam air dan metanol, sehingga pada penelitian ini tanin hanya terdapat pada ekstrak metanol.

Saponin merupakan senyawa yang bersifat seperti sabun, serta dapat dideteksi berdasarkan kemampuannya membentuk busa dan menghemolisis sel darah (Harborne, 1987). Identifikasi senyawa saponin positif pada ekstrak metanol. Ekstrak metanol yang ditambahkan akuades kemudian dikocok selama 1 menit, memperlihatkan hasil yang positif yang ditandai dengan terbentuknya busa yang stabil. Tiwari, 2011 yang menyebutkan bahwa saponin merupakan golongan senyawa yang dapat larut dalam air dan metanol, sehingga pada penelitian ini tanin hanya terdapat pada ekstrak metanol. Saponin memiliki efek farmakologi sebagai anti diare, anti kanker, dan antelmintik (obat cacing).

Kumarin merupakan senyawa fenol, yang memiliki aktivitas farmakologi sebagai antivirus dengan berinteraksi dengan DNA eukariot (Tiwari, 2011). Identifikasi kumarin menujukkan hasil positif pada ekstrak kulit buah manggis pada fase etil asetat dan metanol. Sampel yang berpendar berwarna kebiruan yang diamati pada sinar UV menunjukkan ekstrak etil asetat dan metanol mengandung kumarin.


(47)

4.4 Parameter Standar Ekstrak

Parameter standar yang diidentifikasi dari kulit buah manggis dapat dilihat dari tabel 4.3.

Tabel 4.3 Parameter Standar Ekstrak Jenis Karakteristik Ekstrak

n-heksan Ekstrak etil asetat Ekstrak metanol Menurut literatur

Parameter Spesifik : a.Organoleptik - Bentuk -Warna Parameter Non spesifik : a.Susut pengeringan b. Kadar abu

Ekstrak kental Kuning 0,5% 0,4% Ekstrak kental Kuning 2,1% 0,7% Ekstrak kental Coklat 9,3% 2,2% max10% (DepkesRI,2000) -

4.5 Produksi RNA Helikase Virus Hepatitis C

Produksi denganRNA helikase HCV dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan enzim RNA helikase yang murni yang digunakan sebagai komponen dalam penentuan aktivitas inhibisi terhadap aktivitas ATPase.

Ekspresi RNA helikase dilakukan dengan cara mengultur bakteri

Escherichia coli BL21 (DE3) pLysS-RNA helikase HCV. Tahapannya dimulai dengan pre kultur yang dilakukan dalam medium cair Luria-Bertani (LB) yang merupakan media yang sesuai dengan bakteri Escherichia coli, karena mengandung zat kompleks (tripton, yeast extract, dan natrium klorida) untuk pertumbuhan bakteri. Media LB terlebih dahulu diberikan ampisilin yang berfungsi sebagai selection marker terhadap pertumbuhan E. coli BL21 (DE3) pLysS-RNA helikase HCV rekombinan yang juga mengandung gen resisten


(48)

32

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

ampisilin, sehingga hanya bakteri E. coli BL21 (DE3) pLysS-RNA helikase HCV rekombinan yang membawa gen RNA helikase HCV saja yang dapat tumbuh. Prekultur diinkubasi dalam inkubator goyang pada temperatur 37°C dengan kecepatan 200 rpm selama semalam, kondisi ini merupakan kondisi optimum untuk pertumbuhan bakteri (Pelzar & Chan,1986).

Tahap berikutnya merupakan pemindahan kultur pada medium LB yang lebih besar, medium yang telah diberi ampisilin kemudian ditambahkan pre kultur dan diinkubasi kembali pada temperatur 37°C dengan kecepatan 200 rpm hingga nilai OD600 (optical density) mencapai 0,3 atau pada saat bakteri mencapai

fasa logaritmik, fase ini merupakan fasa awal dimana bakteri Escherichia coli

tumbuh. Pada fasa ini, kultur ditambahkan IPTG (Isopropyl-β -D-Thiogalaktopiranosidase) sebagai penginduksi untuk menghasilkan ekspresi berlebih pada kultur, sehingga dihasilkan jumlah enzim RNA helikase yang lebih besar hingga fase awal stasioner dimana nilai OD600 mencapai 1 (Utama et al,

2000).

Bakteri E. coli dipanen dengan cara sentrifugasi pada temperatur 4°C dengan kecepatan 4.000 rpm selama 10 menit untuk memisahkan sel E. coli

dengan media LB. Setelah disentrifugasi sel E. coli akan mengendap sebagai pelet, sedangkan medium LB akan terpisah menjadi supernatan. Pelet yang terbentuk kemudian disimpan dalam freezer dengan temperatur -20°C untuk menjaga stabilitas RNA helikase HCV yang terekspresi secara intraseluler dalam pelet.

RNA helikase yang terkandung dalam pelet harus dipurifikasi terlebih dahulu sebelum menjadi target analisis. Untuk memurnikannya sel pelet dipecahkan dengan cara mekanik, yaitu dengan cara freeze-thaw dan sonikasi.

Freeze-thaw atau pengeringbekuan dilakukan menempatkan sel pada temperatur -20°C dan suhu ruang secara bergantian, masing-masing selama 20 menit sebanyak tiga kali pengulangan. Freeze-thaw menyebabkan terbentuknya kristal es pada sel pelet sehingga akan melunakkan dinding sel bakteri yang


(49)

mempermudah dalam pelisisan sel. Tahap selanjutnya merupakan sonikasi yang dilakukan menggunakan sonikator. Proses sonikasi akan merusak organel sel namun tidak merusak integritas (kemampuan) fungsionalnya. Pada tahap sonikasi, enzim RNA helikase HCV disuspensikan terlebih dahulu dengan dapar B (10 mM Tris HCl pH 8,5, 100 mM NaCl dan 0,25% Tween 20). Tris HCl berfungsi sebagai dapar untuk mempertahankan pH enzim RNA helikase sehingga stabilitasnya terjaga, natrium klorida berperan untuk menghilangkan kontaminan dan asam nukleat yang berikatan tidak spesifik dengan RNA helikase (Vanz et al, 2008). Sedangkan tween 20 merupakan detergen non-ionik yang dapat menghancurkan lipid bipolar pada membran sel. Rusaknya lipid bipolar akan menyebabkan disosiasi membran sel dengan bagian hidrofobik dari RNA helikase yang sebelumnya menempel pada lipid bipolar tersebut (Sigma aldrich, 2008).

Enzim selanjutnya dimurnikan dengan kromatografi afinitas (metal affinity). Metode ini didasarkan pada pengikatan spesifik logam Co2+ yang dimiliki resin TALON dengan label 6xHis-tag yang terdapat pada ujung RNA helikase. RNA helikase yang telah diikat oleh resin TALON dipisahkan dengan metabolit intraseluler lainnya melalui sentrifugasi pada temperatur 4°C kecepatan 3500 rpm selama 7 menit. Sentrifugasi ini menghasilkan pelet yang mengandung RNA helikase dan supernatan yang mengandung metabolit intraselular. Pelet ditambahkan dapar elusi (imidazol dalam dapar B) ditambahkan untuk menghilangkan protein selain enzim RNA helikase. Imidazol yang terdapat dalam dapar elusi ini memutuskan ikatan antara RNA helikase dengan resin TALON. Imidazol berperan sebagai analog residu His yang terdapat pada enzim yang telah diikat oleh logam Co2+. Sentrifugasi pada temperatur 4°C kecepatan 3500 rpm selama 7 menit digunakan untuk memisahkan imidazol dengan enzim yang telah murni. Penggunaan kecepatan tersebut untuk menghindari kerusakan enzim dan mencegah penurunan aktivitasnya (Sambrook & Russel, 2001).


(50)

34

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Kemurnian enzim RNA helikase HCV dapat dikonfirmasi dengan menggunakan SDS-PAGE, berdasarkan protein target yang dituju. Elektroforesis dilakukan menggunakan gel akrilamid dengan konsentrasi 8%. Hasil SDS-PAGE pada gambar 4.1 menunjukkan pita protein tunggal dengan bobot 54 kDa. sehingga dapat dikatakan bahwa RNA helikase telah berhasil dipurifikasi dan sesuai dengan hasil seperti yang dilaporkan Utama et al, 2000 yang menyatakan bahwa bobot molekul RNA helikase adalah sebesar 54 kDa. Pada lajur pertama berupa marker BIORAD® yang digunakan. Inner volum (IV) merupakan supernatan hasil sentrifugasi pada proses pemecahan sel yang belum dimurnikan dengan resin TALON sehingga banyak mengandung metabolit interseluler yang menyebabkan penumpukan pita protein. Washing 1 dan washing 2 merupakan hasil pencucian binding resin TALON tidak terdapat pita protein, karena supernatan hanya terdapat dapar B.

Gambar 4.1. SDS – PAGE RNA helikase HCV

Keterangan : M = Marker, E1 = Elusi 1, E2 = Elusi 2, IV = Inner Volum, W1 = washing 1, W2 = washing 2

54 kDa

M E1 E2 IV W1 W2

50 kDa 75 kDa 100 kDa 150 kDa 250 kDa


(51)

4.6 Aktivitas Inhibisi Ekstrak Kulit Buah Manggis Terhadap RNA Helikase Virus Hepatitis C

Aktivitas ekstrak kulit buah Garcinia mangostana terhadap RNA helikase virus hepatitis C dilakukan dengan metoda Kolorimetri ATPase. Ekstrak pada masing-masing pelarut hasil maserasi yaitu n-heksan, etil asetat, dan metanol, dibuat seri pengenceran menggunakan metanol absolut dengan konsentrasi 100.000 ppm, 50.000 ppm, 25.000 ppm, 12.500 ppm, 6.250 ppm, 3.125 ppm, 1.562 ppm, 761 ppm, 391 ppm, kemudian diuji dengan metoda ATPase.

Uji kolorimetri ATPase digunakan untuk menguji enzim yang aktivitasnya bergantung pada adanya ATP sebagai sumber energi, yang melibatkan pengukuran serapan senyawa organik yang dilepaskan ATP oleh enzim RNA helikase. Prinsip ujinya adalah pengukuran fosfat bebas yang terbentuk dari hasil reaksi antara RNA helikase dengan ATP yang menghasilkan ADP dan Pi (fosfat anorganik).

Pengujian ekstrak kulit buah manggis yang telah diencerkan menggunakan larutan master mix yang terdiri dari air suling, MOPS, MgCl2, dan

ATP. Air suling berfungsi sebagai pelarut, MOPS (asam 4-morfolinopropana sulfonat) berperan sebagai dapar dalam larutan master mix. MgCl2 yang

digunakan berfungsi sebagai kofaktor RNA helikase, dan ATP merupakan substrat atau donor energi yang berperan dalam pengujian ATPase kolorimetri (Utama et al, 2000).

Larutan pewarna diberikan untuk memvisualisasi reaksi pada pengujian. Larutan perwarna malachite green yang terdiri dari ammonium molibdat akan berikatan dengan fosfat anorganik yang terhidrolisis menghasilkan kompleks fosfomolibdat dan malachite green. Warna yang terbentuk sebanding dengan konsentrasi fosfat anorganik yang dihasilkan dari reaksi RNA helikase dan ATP. Semakin banyak fosfat anorganik yang bereaksi dengan larutan pewarna semakin keruh warna yang dihasilkan (Chan et al, 1986).


(52)

36

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Pengukuran absorbansi dilakukan menggunakan microplate reader

Multiscan EX. Absorbansi diukur pada dua panjang gelombang, yaitu panjang gelombang 620 nm dan 405 nm. Panjang gelombang 620 optimum untuk penyerapan warna kebiruan, sedangkan panjang gelombang 405 nm optimum untuk penyerapan warna kekuningan. Warna kebiruan merupakan kompleks yang dihasilkan larutan pewarna dan fosfat organik yang terbentuk dari hidrolisis ATP, sedangkan warna kekuningan terbentuk dari larutan pewarna yang tidak berikatan dengan fosfat anorganik. Kedua panjang gelombang ini digunakan agar perhitungan reaksi antara RNA helikase dengan ATP lebih akurat. Perhitungan konsentrasi fosfat anorganik yang terinhibisi oleh sampel menggunakan perbandingan kedua panjang gelombang tersebut (Chan et al, 1986). Reaksi enzimatis yang terbentuk dihentikan dengan penambahan Na sitrat. Penambahan Na sitrat bertujuan untuk mencegah terbentuknya reaksi enzimatis yang berlebihan.

Tabel 4. 4. Aktivitas inhibisi ekstrak kulit buah manggis terhadap RNA helikase HCV

Konsentrasi (ppm)

% inhibisi Ekstrak

n-heksan

% inhibisi Ekstrak etil

asetat

% inhibisi Ekstrak

metanol 3.125 41.79 39.07 71.57 1.562 33.98 27.26 68.70 781 20.73 20.78 58.75 391 10.45 15.58 22.17


(53)

Gambar 4.2. Aktiv terh Uji aktivitas inhib absolut digunakan bebera konsentrasi 100.000 ppm 3.125 ppm, 1.562 ppm, 761 pada konsentrasi 100.000 absorbansi, dikarenakan t yang digunakan adalah pa

Hasil uji aktivitas tabel 4.4. Pada tabel dapa

mangostana L.) mampu m

vitro menggunakan uji kol inhibisi yang berbeda pada heksan memiliki persenta metanol memiliki persenta Aktivitas enzim R grafik tersebut terlihat ak pada uji aktivitas ekstrak

0 10 20 30 40 50 60 70 80 3.125 ppm

tivitas inhibisi ekstrak kulit buah manggis erhadap RNA helikase HCV

nhibisi ekstrak kulit buah manggis dalam pelarut me erapa konsentrasi. Konsentrasi yang diuji dimulai ppm, 50.000 ppm, 25.000 ppm, 12.500 ppm, 6.250 , 761 ppm, hingga 391 ppm. Hasil yang terlihat b 100.000 ppm hingga 6.250 ppm tidak menghasilkan n terlalu larutan uji terlalu pekat. Sehingga konse

pada 3.125 ppm hingga 391 ppm.

itas inhibisi ekstrak kulit buah manggis dapat dilihat apat dilihat bahwa ekstrak kulit buah manggis (Gar

pu menghambat RNA helikase virus hepatitis C secara kolometri ATPase. Kulit buah manggis memiliki akti ada ketiga ekstrak. Pada konsentrasi 3.125 ppm ekstra ntasi inhibisi sebesar 41,79%, sedangkan etil aseta

ntasi inhibisi sebesar 39,07% dan 71,57%.

RNA helikase dapat dilihat pada lampiran 17. D aktivitas enzim yang tidak ditambahkan inhibitor a rak n-heksan adalah 565,9 pmol fosfat/mL/menit/

1.562 ppm 781 ppm 391 ppm

n-heksan et il aset at met anol

metanol lai dari 50 ppm, t bahwa an nilai konsentrasi

hat pada

arcinia

ecara in

aktivitas strak

n-etat dan

17. Dalam r adalah nit/pmol


(54)

38

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

protein sedangkan setelah ditambahkan ekstrak n-heksan 3.125 ppm aktivitas enzim menjadi 305,9 pmol fosfat/mL/menit/pmol protein. Sedangkan pada uji aktivitas ekstrak etil asetat dan metanol, aktivitas enzimnya adalah 575,3 pmol fosfat/mL/menit/pmol protein, dan setelah ditambahkan ekstrak etil asetat dan metanol aktivitas enzim berkurang menjadi 325,7 dan 137,2 pmol fosfat/mL/menit/pmol protein. Hal ini menunjukkan bahwa jika pada enzim ditambahkan inhibitor, maka enzim akan mengalami penurunan aktivitas. Nilai aktivitas enzim ini berbanding terbalik dengan nilai persentasi inhibisi, semakin tinggi persen inhibisi oleh ekstrak yang digunakan, maka akan semakin rendah aktivitas enzim, begitu pula sebaliknya, semakin rendah persen inhibisi oleh ektrak yang digunakan, maka semakin tinggi aktivitas enzimnya. Hal ini dikarenakan dengan semakin tinggi persen inhibisi, maka fosfat yang dihambat semakin besar sehingga aktivitas enzim akan pengalami penurunan.

Kulit buah manggis dikenal kaya metabolit sekunder, seperti santon. Santon merupakan senyawa yang memiiliki aktivitas antioksidan ditemukan dalam kulit buah manggis (Chaverri et al, 2008, Yu et al, 2007). Santon merupakan senyawa polar (Zarena et al, 2011), sehingga diduga terkandung dalam ekstrak metanol. Dalam penelitian ini, santon diperkirakan memiliki aktivitas sebagai antivirus yang berperan sebagai inhibitor RNA helikase virus hepatitis C.

Penelitian Chen et al, 1996 meunjukkan bahwa ekstrak etanol dari

Garcinia mangostana L. memiliki potensi dalam menghambat HIV-1 protease. Dalam penelitian ini dinyatakan bahwa hasil purifikasi ekstrak Garcinia mangostana L. diperoleh dua senyawa aktif. Senyawa aktif tersebut dianalisis dan diperoleh mangostin yang memiliki IC50 5,12 +/- 0,41 microM dan

gamma-magostin dengan IC50= 4,81 +/- 0,32 microM. Selain itu, penelitian lain juga

menyatakan ekstrak Garcinia mangostana L. berpotensi sebagai HIV-1 reverse transkriptase, meskipun tidak signifikan (Chin et al, 2008). Selain antivirus,


(55)

payudara, anti tumor , anti inflamasi seperti yang dijabarkan oleh Chaverri et al,

2008. Hasil penelitian sebelumnya memberikan gambaran Garcinia mangostana memiliki potensi besar sebagai anti virus.

Dalam mekanismenya sebagai inhibitor RNA helikase, terdapat dua kemungkinan yang terjadi : (1) inhibitor menempel pada RNA helikase tidak pada sisi aktifnya, namun terjadi perubahan konformasi bentuk enzim yang

mengakibatkan berkurangnya interaksi enzim dengan substrat (Borowski et al. 2008). (2) inhibitor berikatan pada sisi aktif enzim (RNA

binding-site) sehingga ATP tidak dapat berikatan dengan enzim yang menyebabkan enzim tidak memiliki cukup energi untuk membuka untai ganda RNA (Yamashita et al. 2012).


(56)

40 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1Kesimpulan

1. Ekstrak kulit buah manggis (Garcinia mangostana L.) memiliki potensi sebagai inhibitor RNA helikase virus hepatitis C.

2. Aktivitas penghambatan yang tertinggi pada konsentrasi 3.125 ppm terdapat pada ekstrak metanol, yaitu sebesar 71,57%. n-heksan memiliki aktivitas 41,79%, sedangkan aktivitas terendah pada ekstrak etil asetat yaitu sebesar 39,07%.

5.2 Saran

1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai pemurnian ekstrak kulit buah manggis (Garcinia mangostana L.) sehingga dapat diketahui senyawa aktif yang berkhasiat menghambat aktivitas virus hepatitis C.

2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dari ekstrak kulit buah manggis (Garcinia mangostana L.) untuk mengetahui aktivitas penghambatan terhadap virus hepatitis C secara in vivo.


(1)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Lampiran 13. Hasil Uji Aktivitas Inhibisi Ekstrak Kulit Buah Manggis terhadap

Enzim RNA Helikase Virus Hepatitis C

Ekstrak Konsentrasi

(ppm)

Absorbansi tanpa inhibitor (enzim)

Absorbansi dengan inhibitor

(enzim +

inhibitor)

%Inhibisi

n-heksan Kontrol negatif 1.20 1.15 3.78

3.125 0.65 41.79

1.562 0.75 33.98

781 0.91 20.73

391 1.03 10.45

Etil asetat Kontrol negatif 1.22 1.17 3.96

3.125 0.69 39.07

1.562 0.84 27.26

781 0.92 20.78

391 0.98 15.58

Metanol Kontrol negatif 1.22 1.17 3.96

3.125 0.30 71.57

1.562 0.33 68.70

781 0.45 58.75


(2)

Lampiran 14. Perhitungan Persentase Inhibisi Ekstrak Kulit Buah Manggis terhadap Enzim RNA Helikase Virus Hepatitis C

Cara Perhitungan :

% inhibisi = – x 100

A = absorban enzim tanpa adanya senyawa inhibitor I = absorban enzim dengan adanya senyawa inhibitor.

Contoh perhitungan pada ekstrak metanol dengan konsentrasi 3.125 ppm : % inhibisi = . – .

. x 100

= 75,553307%

Absorbansi aktivitas inhibisi dikurangi dengan kontrol negatif = 75,53307% - 3.963888 %


(3)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Lampiran 15. Kurva Standar Fosfat (Uji ATPase)

Data :

Konsentrasi K2HPO4

(mM)

Absorbasi 620 nm dengan referensi 405 nm 0.0

0.1 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0

0.000 0.102 0.239 0.417 0.622 0.834 1.022

Grafik :

0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2

0 0.2 0.4 0.6 0.8 1

A

b

s

620

/405

nm

[K2HPO4] (mM)

y = 1.020x + 0.010 R2 = 0.9989


(4)

Lampiran 16. Contoh Perhitungan Aktivitas RNA Helikase Virus Hepatitis C

Diketahui : y = 1,020x + 0,010 (kurva standar dilihat di lampiran 14) Sampel didilusi 40x

OD pada 620 nm = 1,21933 Masa inkubasi 45 menit

1 well terdapat 5 µL enzim RNA helikase

Konsentrasi enzim RNA helikase = 18,32 µg/ µL 1 pmol = 0,05

Ditanya : Aktivitas enzim RNA helikase Jawab : y = 1,020x + 0,010

1,21933 = (1,020x) + 0,010 x = 1,18562 mM fosfat

Banyaknya fosfat yang dilepaskan dari sampel = 1,18562 mM fosfat x 40 = 47,4248 x 10-6 mol fosfat/mL Fosfat yang dilepaskan dalam 45 menit = ,

x 10 -6

mol fosfat/mL = 1,05388 x 10-6 mol fosfat/mL/menit Banyaknya enzim dalam 1 well = 18,32 µg/µL x 5 µL

= 91,6 µg = 1832 pmol protein Aktivita enzim RNA helikase = , / /


(5)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Lampiran 17. Grafik Aktivitas Enzim RNA Helikase HCV

0.0 100.0 200.0 300.0 400.0 500.0 600.0 700.0

3.125 ppm 1.562 ppm 781 ppm 391 ppm enzim t anpa

senyaw a inhibit or A k ti v it a s E zi m ( p m o l fo sf a t/ m L / m e n it / p m o l p ro te in )

Konsentrasi Ekstrak Kulit Buah M anggis

Aktivitas Enzim RNA Helikase HCV

n-heksan et il aset at met anol


(6)

Lampiran 18. Gambar Alat P

Microplate reader

[Multiscan EX Thermo]

Sonikator [LabSonic]

at Penelitian

mo]

Ultrasentrifus [Sorvall RC-26 plus]

SDS-PAGE [Atto]


Dokumen yang terkait

Pengaruh Penambahan Ekstrak Kulit Manggis (Garcinia X Mangostana L.) Terhadap Nilai Spf Krim Tabir Surya Kombinasi Avobenson Dan Oktil Metoksisinamat

4 100 106

Daya Hambat Ekstrak Etanol Kulit Buah Manggis (Garcinia mangostana L.) Terhadap Bakteri Enterococcus faecalis Sebagai Alternatif Bahan Medikamen Saluran Akar (In Vitro)

3 289 97

Daya Antibakteri Ekstrak Kulit Buah Manggis (Garcinia Mangostana Linn.) pada bakteri Streptococcus mutans sebagai Bahan Alternatif Medikamen Saluran Akar dengan Metode Dilusi In Vitro

6 111 48

Pengaruh Ekstrak Kulit Manggis (Garcinia mangostana L.) terhadap Gambaran Histopatologis Lambung Tikus (Rattus norvegicus L.) Jantan yang Dipapari Kebisingan

2 103 56

Efek Ekstrak Kulit Manggis(Garcinia mangostana L.) Sebagai Anti-Aging Dalam Sediaan Krim

5 65 162

Daya Antibakteri Ekstrak Kulit Buah Manggis (Garcinia mangostana L) terhadap Fusobacterium nucleatum sebagai Bahan Alternatif Medikamen Saluran Akar secara in Vitro

8 89 59

Efek Antibakteri Ekstrak Etanol Kulit Buah Manggis (Garcinia mangostana L) terhadap Enterococcus faecalis sebagai Bahan Medikamen Saluran Akar (Secara In Vitro)

2 96 63

Pengaruh Pemberian Ekstrak Etanol Kulit Buah Manggis (Garcinia Mangostana.L) Terhadap Perubahan Makroskopis, Mikroskopis dan Tampilan Immunohistokimia Antioksidan Copper Zinc Superoxide Dismutase (Cu Zn SOD) Pada Ginjal Mencit Jantan (Mus Musculus.L) Stra

3 48 107

Uji Aktivitas Ekstrak Jintan Hitam (Nigella sativa L.) sebagai Inhibitor RNA Helikase Virus Hepatitis C

6 34 86

Uji Aktivitas Inhibisi Fraksi-Fraksi Hasil Kolom Kromatografi dari Ekstrak Kulit Buah Manggis (Garcinia mangostana L.) Terhadap Enzim RNA Helikase Virus Hepatitis C

0 16 86