Isolasi dan pemurnian protein inhibitor RNA helikase virus hepatitis C dari kapang endofit CgKTm 5 F

ERVIAN HADI RAMDANI. Isolasi dan Pemurnian Protein Inhibitor RNA
Helikase Virus Hepatitis C dari Kapang Endofit
. Dibimbing oleh
EMAN KUSTAMAN dan A. ZAENAL MUSTOPA.
Hepatitis C merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus hepatitis C
(HCV), dan menjadi masalah kesehatan yang belum teratasi karena pengobatan
yang dilakukan memiliki efiseinsi yang rendah dan mahal. Pengobatan penyakit
hepatitis C berdasarkan molekul target banyak dikembangkan akhir-akhir ini,
diantaranya mengarah pada target RNA helikase virus hepatitis C. RNA helikase
berfungsi dalam replikasi HCV, sehingga penghambatannya dapat memutus siklus
hidup virus ini. Penghambatan terhadap RNA helikase dapat dilakukan oleh
protein dari kapang endofit
. Penelitian ini bertujuan melakukan
isolasi dan pemurnian protein inhibitor dari kapang endofit
yang
mempunyai aktivitas inhibisi terhadap RNA helikase HCV. Isolasi dilakukan
dengan pengendapan amonium sulfat 90% dan pemurnian dilakukan dengan
kromatografi gel filtrasi Sephadex G-50 dengan pelarut metanol 40%. Uji ATPase
digunakan untuk menghitung aktivitas inhibisi RNA helikase HCV. Fraksi ke- 8
hasil kromatografi gel filtrasi memiliki aktivitas tertinggi dalam menghambat
RNA helikase HCV. Analisis SDS-PAGE terhadap fraksi tersebut menunjukkan

bahwa terdapat empat pita protein dan semuanya memiliki bobot molekul > 17
kDa. Aktivitas spesifik protein inhibitor pada fraksi ke- 8 sebesar 5.92x10-4 U/mg
dengan kemurnian 5.38.

1

Hepatitis C merupakan penyakit yang
disebabkan oleh virus hepatitis C ( (
)
atau HCV). Virus hepatitis C
memiliki
satu
untai
positif
RNA,
berpelindung, dan berbentuk bola dengan
diameter 50-60 nm (Borowski
2008).
Virus ini memiliki tingkat virulensi yang
tinggi. Sebanyak 180 juta jiwa penderita di

seluruh dunia mengidap penyakit ini dan
bertambah setiap tahunnya. Penularan
penyakit ini umumnya terjadi melalui
transfusi darah atau jarum suntik yang
tercemar darah yang mengandung HCV
(Kandil
2009).
Saat ini pengobatan yang diberikan kepada
penderita penyakit hepatitis C yaitu terapi
interferon-alfa, ribavirin, dan kombinasi
keduanya. Namun, pengobatan ini memiliki
beberapa kelemahan, yaitu mahal dan
memiliki efek samping. Efek samping yang
dapat terjadi akibat penggunaan ribavirin
yaitu dapat menyebabkan anemia yang dapat
terjadi secara tiba-tiba dan kecacatan pada
janin. Terapi kombinasi interferon alfa dengan
ribavirin belum dapat mengobati dengan efek
yang luas, karena hanya dapat menghilangkan
virus sampai 50% dari HCV genotipe 1 dan

80% dari genotipe 2 dan 3 (Yayasan Spiritia
2005 dalam Megawati 2008).
Terapi untuk hepatitis C diharapkan
memiliki efektifitas yang tinggi, dapat
digunakan secara oral, memiliki efek samping
yang sedikit, murah, dan cocok untuk
kebanyakan pasien (McHutchison & Patel
2002). Salah satu pendekatan pengobatan
yang sedang berkembang adalah terapi target
molekuler yang bertujuan menghambat siklus
hidup HCV. Salah satunya yaitu dengan cara
menghambat kerja RNA helikase .
Enzim RNA heilkase HCV memiliki
peranan penting dalam tahapan replikasi virus
ini yaitu membuka ikatan dupleks RNA virus
agar dapat ditranslasikan (Borowski
2008). RNA helikase memiliki tiga macam
aktivitas, yaitu aktivitas pengikatan RNA,
pengikatan
(" (" e (ATP),

dan pembukaan rantai RNA ( *
).
Apabila proses pembukaan ikatan dupleks
RNA virus sebagai pustaka genetik tidak
dapat dilakukan, maka proses translasi
informasi genetik tidak dapat berjalan
sehingga siklus hidup HCV terhenti. Oleh
karena itu, enzim ini dapat dijadikan target
obat yang potensial untuk pengembangan dan
penemuan obat anti HCV yang baru (Utama
2000).

Kinerja dari RNA helikase dapat dihambat
oleh suatu inhibitor. Inhibitor enzim dapat
diperoleh dari hasil metabolit sekunder,
misalnya metabolit dari kapang endofit.
Kapang endofit adalah kapang yang hidup
berkoloni di dalam jaringan tanaman dan tidak
menyebabkan efek yang negatif bagi tanaman
inang (Maksum 2005). Endofit ini merupakan

sumber dari metabolit sekunder yang belum
diketahui potensinya di bidang medis,
pertanian, dan pemanfaatan industri. Oleh
karena itu, pemanfaatan kapang endofit perlu
untuk dilakukan.
Pemanfaatan kapang endofit sebagai
sumber obat baru saat ini sedang banyak
dilakukan.
Hal
ini
dikarenakan
mikroorganisme ini mampu menghasilkan
senyawa bioaktif yang sama dengan tanaman
inangnya. Satu tanaman dapat memiliki satu
atau lebih mikroorganisme endofit yang hidup
di dalamnya, sementara di dunia terdapat
30000
jenis
tanaman,
maka

dapat
dibayangkan
kekayaan
biodiversitas
mikroorganisme ini sangatlah besar (Strobel
& Daisy 2003). Biodiversitas yang besar
inilah yang dapat digunakan pemanfaatannya
dalam mencari inhibitor RNA helikase HCV.
Megawati (2008) menyebutkan bahwa
protein metabolit sekunder dari isolat endofit
yang diisolasi dari tanaman temu
putih gombyok memiliki kemampuan
menghambat RNA helikase HCV, sehingga
dapat dimanfaatkan sebagai obat bagi pasien
yang terkena penyakit hepatitis C. Namun,
perlu dilakukan isolasi dan pemurnian
terhadap protein inhibitor ini sehingga
memiliki efektifitas yang maksimal dalam
menghambat kinerja RNA helikase.
Penelitian ini bertujuan melakukan isolasi

dan memurnikan protein inhibitor RNA
helikase virus hepatitis C dari isolat
. Belum ditemukannya obat atau vaksin yang
dapat mengobati infeksi virus hepatitis C
secara efektif sampai saat ini memberikan
inspirasi untuk mencoba mencari senyawa
antivirus yang berasal dari bahan yang berasal
dari alam bukan sintetik.
Hipotesis penelitian ini adalah protein
metabolit sekunder yang dihasilkan oleh
kapang endofit
dapat
menghambat aktivitas RNA helikase virus
hepatitiis, sehingga dapat digunakan sebagai
kandidat obat hepatitis C. Penelitian ini
diharapkan
dapat memberikan informasi
mengenai protein metabolit sekunder yang
dihasilkan oleh kapang endofit
sebagai inhibitor RNA helikase virus hepatisis

C.

2

! "#$%&
Endofit adalah mikroorganisme yang
hidup di dalam tanaman tingkat tinggi. Bacon
dan White (2000) menyebutkan bahwa endofit
merupakan mikroorganisme yang hidup
berkoloni di dalam jaringan tumbuhan tanpa
menyebabkan efek negatif terhadap tumbuhan
tersebut. Mikroorganisme yang hidup pada
jaringan tumbuhan ini memilki hubungan
simbiosis. Mikroorganisme yang banyak
ditemukan hidup sebagai endofit adalah
bakteri dan kapang.
Endofit
diperkirakan
menghasilkan
metabolit yang karakteristiknya mirip dengan

tumbuhan inangnya. Schuzt
(2002)
menjelaskan bahwa metabolit yang dihasilkan
dipengaruhi oleh lingkungan dan tingkatan
organisme tertentu. Pemilihan tumbuhan yang
akan
diisolasi
endofitnya
harus
mempertimbangkan beberapa hal. Pertama,
tumbuhan tersebut berasal dari lingkungan
yang unik dan mempunyai kemampuan untuk
bertahan hidup. Kedua, tumbuhan tersebut
memiliki sejarah etnobiologi yang digunakan
sebagai obat dari penyakit tertentu. Ketiga,
ketersediaan tumbuhan bersifat endemik
karena dikaitkan dengan lingkungan tempat
tumbuhnya sehingga diduga menghasilkan
metabolit aktif untuk mempertahankan
kelangsungan hidup. Keempat, tumbuhan

yang hidup di dalam lingkungan dengan
keragaman tinggi sehingga kemungkinan
memiliki endofit dengan keragaman yang
tinggi pula (Strobel & Daisy 2003).
Mikroorganisme yang hidup sebagai
endofit salah satunya adalah kapang. Isolat
merupakan kapang endofit yang
diisolasi dari tanaman temu putih. Endofit ini
termasuk ke dalam kelompok kapang dengan
morfologi bulat (Gambar 1). Temu putih
(
+
) dapat dijadikan sebagai
obat antivirus (Chungsamarnyart
2007).

Kapang
endofit

Gambar 1 Kapang endofit


Suhu optimal yang dibutuhkan untuk
pertumbuhan kapang berkiksar 25-30oC. Pada
umumnya kapang dapat tumbuh pada kisaran
pH 2-8.5, akan tetapi pertumbuhannya akan
lebih baik pada kondisi pH rendah. Nilai pH
optimum untuk pertumbuhan kapang berkisar
antara 6-7 (Fardiaz 1992).
%'() * &%&%)
Virus hepatitis C (HCV) ditemukan
pertama kali pada tahun 1989 dengan nama
virus hepatitis non-A dan non-B. Virus ini
termasuk kedalam genus
(
dan
famili
. Genom HCV terdiri atas
utas tunggal RNA
positif yang
berukuran sekitar 9.6 kilobasa (kb). Virus ini
berbentuk
bulat,
berpelindung,
dan
berdiameter sekitar 50-60 nm (Gambar 2)
(Tellinghuisen 2007).
Genom HCV terdiri dari (
(ORF) tunggal yang mengkodekan
poliprotein tunggal.
Poliprotein tersebut
merupakan prekusor bagi 3000 jenis asam
amino. Poliprotein ini akan diubah menjadi
sekitar 10 jenis protein yang berbeda dan
terbagi dalam dua kelompok besar protein
virus, yaitu protein struktural (protein inti, E1,
E2, dan p7) dan protein nonstruktural (NS)
(NS2, NS3, NS4A, NS4B, NS5A, dan NS5B)
(Lauer &Walker 2001).
Protein struktural dari HCV terletak pada
daerah N terminal. Protein inti diperlukan
untuk perakitan partikel virus baru (virion)
dalam bentuk nukleokapsid. Protein inti
berperan sebagai modulator metabolisme lipid
dan hepatokarsinogenesis. Protein pelindung
( 1 (E1) mempunyai bobot molekul
sekitar 30-35 kDa, sedangkan protein
pelindung
( 2 (E2) sekitar 70-75 kDa.
Pelindung tersebut banyak mengandung
glikoprotein. Kedua pelindung ini mempunyai
tingkat mutasi yang sangat tinggi dan bersifat
sangat spesifik terhadap antibodi. Pada E2
terdapat region yang berfungsi unuk mengikat
pada
81 (CD81),
yaitu reseptor untuk HCV. Protein p7
berperan dalam pengaturan kanal ion
(Tellinghuisen 2007).
Protein nonstruktural (NS) terdiri dari
NS2, NS3, NS4A, NS4B, NS5A, dan NS5B.
Protein nonstruktural berperan dalam replikasi
virus. Protein NS2 mempunyai aktivitas
protease. Protein NS3 mempunyai dua
aktivitas utama, yaitu serin protease dan
NTPase atau helikase. Protein NS4A berperan
sebagai kofaktor serin protease NS3,
sedangkan NS4B belum diketahui fungsinya
secara jelas. NS5A merupakan fosfoprotein

3

yang fungsinya belum diketahui secara jelas.
Protein ini bersifat hidrofilik dan sangat
sensitif
terhadap
interferon.
NS5B
mempunyai peranan dalam aktivitas RNA(
RNA
polimerase
(RdRp)
(Tellinghuisen 2007).
Virus hepatitis C menyerang sel hati atau
limfosit B. Virus ini menyebabkan penyakit
hepatitis C yang dalam jangka panjang
mengakibatkan peradangan hati, sirosis, dan
kanker hati. Penyakit ini sulit dideteksi karena
gejala yang ditimbulkan mirip dengan
penyakit yang lain, seperti mual, nafsu makan
berkurang, mudah lelah, timbul kekuningan
(mata, kulit), dan urin berwarna gelap.
Umumnya penyakit ini terdeteksi apabila
sudah mencapai tingkat akut, sekitar 30-80%
infeksi (Sy & Jamal 2006).
Pelindung glikoprotein
Inti

membuka ikatan hidrogen pada dupleks RNA.
Enzim akan bergerak sepanjang arah 3’-5’
dalam memisahkan kedua untai RNA dan
berperan dalam proses translasi, pembentukan
poliprotein, dan memutus interaksi RNA
dengan protein (Gambar 3) (Utama
2000).
RNA helikase berperan penting dalam
replikasi virus dapat dijadikan target dalam
pencarian obat HCV. Target pencarian obat
dapat dilakukan dengan menghambat salah
satu aktivitas dari RNA helikase tersebut.
Penghambatan dilakukan dengan mencari
inhibitor RNA helikase sehingga proses
replikasi virus menjadi terhambat (Megawati
2008). Aktivitas ATPase dari RNA helikase
lebih mudah digunakan sebagai target
pencarian obat antivirus. Hal tersebut
dikarenakan substrat yang digunakan, yaitu
ATP, bersifat lebih stabil (Tellinghuisen
2007).
5’

3’
5’

3’

RNA

Pengikatan RNA
RNA helikase
5’
RNA virus

Pelindung virus

3’
5’

3’

Hidrolisis ATP

± 60 nm

RNA helikase
Pi

Gambar

2

Struktur virus hepatitis
(Moradpour
2007).

C

* %+ )*
Helikase adalah enzim yang berperan
dalam membuka untai ganda nukleotida
(DNA atau RNA) menjadi untai tunggal.
RNA helikase merupakan enzim yang
membuka ikatan dupleks RNA
positif
dengan
negatifnya menjadi untai
tunggal. Enzim ini pertama kali ditemukan
pada
"
"
Enzim ini bekerja
secara katalitik dengan memutus ikatan
hidrogen yang terjadi antara kedua untai
tersebut (Kadare & Haenni 1997).
RNA helikase yang terdapat pada virus
hepatitis C (HCV) dikodekan oleh protein
NS3 RNA helikase (Ceng
2007). Enzim
ini juga memiliki aktivitas ATPase dan
pengikatan terhadap untai RNA. Mekanisme
kerja dari RNA helikase pertama-tama adalah
mengikat untai RNA pada ujung 3’. ATP
akan terikat pada sisi aktif enzim tersebut dan
dihidrolisis oleh RNA helikase menjadi ADP
dan fosfat anorganik. Energi yang dilepaskan
digunakan oleh RNA helikase untuk

5’
3’

ADP

Pembukaan ikatan

ATP

3’

5’

RNA helikase
dupleks RNA
Gambar 3 Mekanisme RNA helikase (Utama
2000).

,
Elekroforesis adalah teknik pemisahan
yang
memisahkan
analit
berdasarkan
kemampuannya bergerak dalam medium
konduksi yang biasanya berupa larutan bufer
dan akan memberikan respons setelah
ditambahkan medan listrik. Suatu zat yang
bermuatan jika diberi potensial, maka zat
tersebut akan berpindah sepanjang medium
yang kontinu ke arah katode atau anode sesuai
dengan muatan yang dibawanya (Harvey
2000).
Elektroforesis SDS-PAGE termasuk ke
dalam kelompok elektroforesis zona/wilayah,
yaitu kelompok elektroforesis yang dibedakan
berdasarkan
medium
penyangganya.
Elektroforesis SDS-PAGE menggunakan gel

4

buatan sebagai medium penyangga. Gel yang
digunakan terbentuk dari polimerisasi
akrilamida dengan ,- , .metilena bis
akrilamida sehingga terbentuk ikatan silang
karena polimerisasi akrilamida sendiri hanya
menghasilkan ikatan linear yang tidak
membentuk gel kaku (Girindra 1993).
Polimerisasi dapat terjadi dengan cepat pada
suhu kamar dengan adanya katalis dan
inisiator. Katalis dan inisiator yang umum
digunakan
ialah
,,,,tetrametilenadiamina (TEMED) dan amonium
persulfat (APS) sebagai sumber radikal bebas
yang akan menginisiasi pembentukan polimer
(Caprette 2005). Pada metode ini, digunakan
natrium dodesil sulfat (SDS) dan βmerkaptoetanol. SDS merupakan detergen
anionik
yang
bersama
dengan
βmerkaptoetanol dan pemanasan menyebabkan
rusaknya struktur tiga dimensi protein
menjadi konfigurasi acak. Hal ini disebabkan
oleh pecahnya ikatan disulfida yang
selanjutnya tereduksi menjadi gugus-gugus
sulfidril.
Umumnya
analisis
dengan
elektroforesis protein menggunakan gel
poliakrilamida dengan konsentrasi yang sesuai
dengan bobot proteinnya (Tabel 1).
Pergerakan partikel di dalam medium
bergantung pada ukuran partikel dan ukuran
medium penunjang. Ukuran pori dari gel akan
ditentukan
oleh
konsentrasi
gel
poliakrilamida.
Protein
yang
besar
mempunyai mobilitas yang lebih lambat
dibandingkan dengan kompleks protein yang
lebih kecil. Bobot molekul protein dapat
ditentukan dengan kalibrasi menggunakan
standar protein yang sudah diketahui bobot
molekulnya (Rybicki
1996). Teknik
elektroforesis gel banyak digunakan baik di
bidang kimia maupun biokimia, karena teknik
ini memiliki banyak keuntungan, diantaranya
memiliki daya resolusi tinggi, sederhana, dan
mudah dibawa (Girindra 1993).
Tabel 1 Variasi konsentrasi gel berdasarkan
bobot protein
% gel
Bobot protein (kDa)
7
50 – 500
10
20 – 300
12
10 – 200
15
3 – 100
Sumber: Laemmli (1970)
'# &#!' $% * % &' )%
Kromatografi adalah metode pemisahan
yang dapat digunakan untuk memisahkan
suatu komponen dari komponen lainnya atau
memisahkan komponen dari sekumpulan

komponen lainnya. Metode ini merupakan
teknik yang efektif dan dapat digunakan untuk
memisahkan komponen yang sulit dipisahkan
dengan metode lain (Wilson & Walker 1994).
Kromatografi gel filtrasi merupakan teknik
pemisahan yang berdasarkan pada ukuran dan
atau bentuk dari partikel analit. Pemisahan
tersebut dilakukan menggunakan matriks yang
berpori. Masing-masing molekul memiliki
tingkatan yang berbeda untuk melewati pori
tersebut (molekul yang lebih kecil memilki
kemampuan lebih tinggi untuk melewati pori
tesebut dibandingkan dengan molekul yang
lebih besar), sehingga
menyebabkan
pemisahan analit. Batasan pemisahan dari
sebuah ukuran yang dipisahkan merupakan
indikasi bobot molekul, umumnya untuk tipe
polimer, dari analit tersebut (Hagel 1998).
Ukuran protein yang dapat dipisahkan oleh
beberapa matriks gel dapat dilihat pada Tabel
2.
Pemisahan molekul yang terjadi yaitu
molekul yang memiliki ukuran besar akan
terelusi oleh fase gerak dari kolom
kromatografi dan akan keluar paling awal
melalui ruang antar matriks dengan laju alir
yang tinggi. Molekul yang berukuran kecil
akan terelusi ke dalam fase diam oleh fase
gerak dengan laju alir yang rendah, sehingga
akan keluar dari kolom paling akhir (Wilson
& Walker 1994). Ilustrasi pemisahan protein
yang terjadi pada kromatografi kolom
ditunjukkan pada Gambar 4.
Tabel 2 Ukuran protein minimum yang dapat
dipisahkan oleh matrik gel
Tipe gel
Sephadex G-10
Bio-Gel P-2
Sephadex G-25
Bio-Gel P6DG
Sephadex G-50
Bio-Gel P-30
Sumber : Hagel (1998)

Batas ekslusi
M
Radius
r
(Å)
7
700
10
1800
14
5000
6000
15
30000
25
40000
28

Larutan
protein
Matriks
gel

Tinggi
kolom

kolom

Gambar 4 Kromatografi gel filtrasi
(Anonim 2010).

5

. "
&
Bahan-bahan yang digunakan untuk isolasi
enzim RNA Helikase meliputi bakteri
pET BL21 (DE3) pLysS yang membawa gen
NS3 RNA helikase virus hepatitis C dalam
plasmid pET 21b (koleksi Andi Utama),
media Luria Bertani
" (LB), akuades,
ampisilin, bufer B (10 mM Tris HCl pH 8.5,
0.3 M isopropil β-D-thiogalaktopiranosida
(IPTG), resin Talon, dan bufer elusi (400 mM
imidazola dalam bufer B).
Bahan-bahan yang digunakan untuk
isolasi dan pemurnian kapang endofit
adalah isolat kapang endofit
(koleksi Titik K Prana, Laboratorium
Biopolimer Puslit Bioteknologi LIPI), media
(
/
" (PDB), (
/
" (PDA), 0.1 mM ATP (Adenosin
trifosfat), 1 mM MgCl2, larutan hijau malakit,
0.1 mM MOPS (4("
( (
("
), 2.3% polivinil alkohol,
amonium molibdat, natrium sitrat, gel
Sephadex
G-50,
metanol,
akuabides,
amonium sulfat, amonium persulfat, ,- , , - , -tetrametilenadiamina (TEMED), Tris
HCl pH 7.4, Tris pH 6.8 mengandung 0.4%
SDS, Tris pH 8.8, sukrosa, akuades, dan
pewarnaan perak.
Alat-alat yang digunakan untuk isolasi
RNA helikase adalah sonikator (Labsonic),
ultrasentrifugasi Sorvall RC-26 plus, tabung
sentrifus, Erlenmeyer 2000 mL, inkubator
berpenggoyang, (
* - dan rotator (NBiotec). Peralatan untuk pemurnian protein
inhibitor kapang endofit
meliputi
01.*
(
(Nalge Nunc), pipet
mikro, neraca analitik, peralatan gelas,
(
(Multiscan EX Thermo),
"
SDS PAGE, laminar, oven, kolom
gel filtrasi, tabung falcon, dan vial.
*&#"*
)# )% "
* (' %
* %+ )*
, &
)# )%
.* %+ )*
. Sebanyak 10
mL kultur
pET BL21(DE3) pLysS yang
membawa gen NS3 RNA helikase HCV
diinokulasikan ke dalam 400 mL medium LB
cair yang mengandung ampisilin. Selanjutnya,
kultur tersebut diinkubasi di dalam inkubator
berpenggoyang pada suhu 37oC dengan
kecepatan 200 rpm selama 30 menit. Setelah
30 menit kultur tersebut dihitung OD600.
Apabila telah mencapai ± 0.3, maka

ditambahkan 0.3 M IPTG ke dalam kultur
tersebut. Kultur
selanjutnya diinkubasi
di dalam inkubator berpenggoyang dengan
suhu 37oC dengan kecepatan 200 rpm selama
3 jam atau nilai OD600 mencapai ± 1,
kemudian kultur tersebut disentrifugasi pada
suhu 4oC dengan kecepatan 7000 g selama 10
menit. Pelet yang diperoleh kemudian
diresuspensikan kembali menggunakan 5 mL
medium LB cair. Selanjutnya, hasil resuspensi
pelet tersebut disentrifugasi kembali pada
suhu 4⁰C dengan kecepatan 7000 g selama 10
menit. Pelet yang dihasilkan pada proses
sebelumnya diberi perlakuan pengering
bekuan (
+ 2 " * & sebanyak 3 kali.
Hasil
+
" *
tersebut kemudian
disonikasi (amplitudo 40; siklus 0.5; waktu 3
x 15 detik; interval waktu 1 menit). Suspensi
sel disentrifus dengan kecepatan 12000 g,
selama 10 menit, pada suhu 4oC. Pelet
kemudian dibuan sedangkan supernatan
dikoleksi.
* (' %
/%
* %+ )* %'()
* &%&%) 0 Supernatan hasil sentrifugasi
pada tahap isolasi kemudian dicampur dengan
resin TALON yang telah diseimbangkan
dengan buffer B. Resin TALON yang sudah
diseimbangkan kemudian dicampur dengan
supernatan menggunakan pemutar selama 3
jam dalam ruang pendingin (4oC). Setelah itu,
disentrifus selama 10 menit dengan
kecepaatan 5000 g pada suhu 4oC. Supernatan
dibuang kemudian ditambahkan buffer B
sebanyak 15 ml, dan disentrifus kembali pada
kecepatan 5000 g selama 7 menit. Pelet
kemudian ditambahkan bufer elusi dan
diinkubasi semalam pada rotator yang
ditempatkan pada suhu 4oC. Setelah itu,
supernatan diambil dan dipisahkan dari pelet
dengan sentrifugasi dengan kecepatan 5000 g
selama 3 menit pada suhu 4oC. Supernatan
merupakan enzim RNA helikase yang telah
dipurifikasi.
1% +&%2%& )
)*
* %+ )*
, &
Pengujian aktivitas
RNA helikase
dilakukan dengan uji ATPase secara
kolorimetri (Utama
2000). Pengujian ini
dimaksudkan untuk mengukur jumlah fosfat
yang dilepaskan dari hidrolisis senyawa ATP
menjadi ADP. Sebanyak 50 µL campuran
reaksi yang dimasukkan ke dalam satu sumur
mengandung 5 µL 10 mM bufer MOPS (pH
6.5), 1 mM ATP, 0.5 µL 1 mM MgCl, 38.5
µL H2O, dan 5 µL RNA helikase HCV.
Campuran reaksi tersebut diinkubasikan di
dalam 01.*
(
, pada suhu ruang

6

selama 45 menit. Setelah itu reaksi tersebut
divisualisasikan menggunakan pewarnaan
dengan cara penambahan 100 µL larutan
pewarna pada masing-masing sumur. Larutan
pewarna
yang
digunakan
merupakan
campuran 0.081% hijau malakit, H20, 5.7%
amonium molibdat dalam 6 M HCl, dan 2.3%
polivinil alkohol dengan perbandingan
2:2:1:1. Pewarnaan tersebut diinkubasi selama
5 menit. Setelah masa inkubasi dilakukan
penghentian reaksi pewarnaan dengan
menambahkan 25 µL natrium sitrat. Hasil
reaksi diukur pada panjang gelombang 620
nm dengan referensi 405 nm.
)# )% '#&*%
.%3%&#'
* %+ )*
, %' 4
&% )%
) % +(3 )% %)# &
0 Isolat
diinokulasikan sebanyak
satu ose ke dalam Erlenmeyer yang berisi
medium PDB 25 mL sebagai media prekultur.
Selanjutnya, media tersebut diinkubasi pada
suhu ruang selama 3 hari dengan bantuan alat
berpenggoyang. Setelah 3 hari media tersebut
dipindahkan ke dalam media PDB 250 mL
sebanyak 2.5 mL. Media produksi tersebut
diinkubasi pada suhu ruang selama 10 hari
dengan bantuan alat berpenggoyang. Pada
rentang masa inkubasi dilakukan pengambilan
sampel setiap hari untuk dihitung aktivitas
inhibisi terhadap RNA helikase HCV dan
produksi protein inhibitor. Sebanyak 5 mL
biakan diambil dalam setiap pengambilan
sampel.
Sampel
tersebut
selanjutnya
disentrifugasi dengan kecepatan 12.000 g
selama 10 menit. Filtrat yang diperoleh
dipisahkan dari endapan dan digunakan
sebagai ekstrak kasar protein inhibitor.
Selanjutnya diuji aktivitas inhibitornya
terhadap aktivitas ATPase dan kadar
proteinnya.
&% )%
* !* "
'#&*% 0
Supernatan yang merupakan ekstrak kasar
dioptimasi
fraksinasi
proteinnya
menggunakan amonium sulfat berdasarkan
metode Scope (1987) dengan berbagai
tingkatan pengendapan. Supernatan tersebut
diendapkan menggunakan amonium sulfat
60%, 70%, 80%, dan 90% (w/v). Pelarutan
amonium sulfat dibantu dengan pengaduk
dengan kecapatan 20 rpm
pada suhu 4⁰C. Hasil pengendapan tersebut
disimpan selama 12 jam pada suhu 4⁰C.
Selanjutnya dilakukan sentrifugasi terhadap
hasil pengendapan menggunakan amonium
sulfat tersebut dengan kecepatan 12.000 g
selama 30 menit pada 4⁰C. Pelet yang
didapatkan
kemudian
diresuspensikan

kembali menggunakan bufer Tris-HCl pH 7.4.
Selanjutnya diuji aktivitasnya menggunakan
uji ATPase.
'#"(+)% '#&*% % .%3%&#' " '% %)# &
Isolat
diinokulasikan
sebanyak satu ose ke dalam Erlenmeyer yang
berisi media PDB 25 mL sebagai media prekultur. Selanjutnya, media tersebut diinkubasi
pada suhu ruang selama 3 hari dengan
bantuan alat berpenggoyang. Setelah 3 hari,
media tersebut dipindahkan ke dalam media
produksi PDB 250 mL sebanyak 2.5 mL.
Media produksi tersebut diinkubasi pada suhu
ruang sesuai dengan hasil optimasi dengan
bantuan " $ .
Setelah mencapai masa inkubasi optimum,
kultur kapang endofit
disentrifugasi dengan kecepatan 12.000 g
selama 30 menit pada suhu 4⁰C. Supernatan
dikoleksi, sedangkan peletnya dibuang.
Supernatan yang merupakan ekstrak kasar,
kemudian
proteinnya
diendapkan
menggunakan amonium sulfat. Sebelum
dilakukan pengendapan diuji aktivitas
inhibisinya menggunakan uji ATPase.
* !* "
'#&*% % .%3%&#'0 Tahapan
ini dilakukan sesuai dengan hasil optimasi
pengendapan
protein
yang
dilakukan
sebelumnya Selanjutnya diuji aktivitas
inhibisinya menggunakan uji ATPase.
* (' %
'#&*%
.%3%&#'
* %+ )*
, %' 4
Protein
yang
telah
diendapkan
mengunakan amonium sulfat selanjutnya
dimurnikan menggunakan kromatografi gel
filtrasi. Fase diam yang digunakan adalah
Sephadex G-50.
Kolom
kromatografi
yang
sudah
dipadatkan dicuci menggunakan ddH2O
sebanyak 1.5 kali volume kolom dengan laju
alir 0.5 mL/menit. Setelah itu, sebanyak 1 mL
sampel protein inhibitor diinjeksikan ke dalam
kolom. Eluen yang digunakan adalah larutan
H2O:MeOH (6:4) dengan laju alir sebesar 1
mL/menit. Hasil elusi ditampung dalam
tabung vial dengan volume masing-masing 1
mL. Keseluruhan tahapan ini dilakukan di
suhu 4oC. masing-masing fraksi diuji aktivitas
inhibisinya dengan uji ATPase dan
dikarakterisasi proteinnya.
* !(+('
" ' '#&*%
.%3%&#'
* %+ )*
,
5Kadar protein diukur dengan
"
'
3BCA) #
' ! $ . Sebanyak 0.1
mL sampel ditambahkan 2 mL * $
Campuran tersebut kemudian

7

diinkubasi pada suhu 37ºC selama 30 menit.
Absorbansi diukur menggunakan panjang
gelombang 562 nm. Standar protein yang
digunakan adalah albumin serum sapi (
'
(BSA)) pada kisaran 0.05 –
0.5 mg/mL.
%)%)

#3#& # *+( '#&*%
.%3%&#'
* %+ )*
, %' 4
&*' #"%$%+ )%Analisis bobot molekul protein inhibitor
dari berbagai tahap dilakukan dengan metode
( !
("
(SDS-PAGE). Komposisi
(
yang digunakan sebesar 18%
akrilamid. Gel kemudian dielektroforesis pada
30 mA selama 60 menit dalam bufer
elektroforesis (24% gliserol, 8% SDS, 100
mM Tris). Setelah itu, gel tersebut diwarnai
dengan pewarnaan perak.

)% )# )%

* %+ )*

Bakteri
BL21 pET 21b (D3E)
pLysS yang telah disisipi oleh gen NS3 RNA
helikase HCV dikulturkan pada media LB.
Kultur tersebut diinkubasi pada suhu 37oC dan
digojok dengan kecepatan 150 rpm. Kultur
yang telah memasuki fase logaritmik yaitu
setelah mencapai nilai (
! (OD600)
sebesar 0.3 diinduksi menggunakan IPTG.
Penambahan IPTG bertujuan menginduksi
pengekspresian gen NS3 yang telah
disisipkan, sehingga akan terjadi ekspresi
berlebih pada gen tersebut. Tujuan dari
penginduksian tersebut yaitu meningkatkan
produksi RNA helikase yang ditranslasikan
karena ekspresi berlebih terjadi pada gen NS3.
Pemanenan kultur dilakukan ketika
memasuki fase stasioner dengan nilai OD600
sebesar 1. RNA helikase terekspresi secara
intraseluler,
sehingga
pengisolasiannya
dilakukan pengkoleksian
terlebih dulu
menggunakan teknik sentrifugasi. Sentrifugasi
akan memisahkan sel (pelet) dengan
medianya (supernatan). Pelet yang telah
dikoleksi selanjutnya akan memasuki tahap
pemecahan sel untuk mengeluarkan enzim
RNA helikase yang terdapat didalam sel.
Pemecahan sel dilakukan sebanyak dua
kali, yang pertama menggunakan teknik
pengeringbekuan (
+ 2 " * ) dan
sonikasi. Teknik pengeringbekuan pada sel
menyebabkan pembekuan yang cepat
pada cairan intraselular dan ekstraselular,

sehingga akan membentuk kristal es pada
intraselular dan ekstraselular yang akan
menyebabkan kerusakan terhadap sel (Scawen
&
Meling
1985).
Setelah
tahap
pengeringbekuan, disonikasi terhadap sel
tersebut dengan tujuan semua sel tersebut
dapat dipecah dan dikoleksi enzimnya.
Pada waktu sonikasi, sel tersebut
ditambahkan bufer B (Tween 20, Tris HCl,
dan
NaCl)
yang
berfungsi
untuk
mempertahankan aktivitas RNA helikase
HCV. Tris HCl digunakan untuk menjaga
keseimbangan pH larutan, agar RNA helikase
HCV tidak mengalami denaturasi dan
menurun aktivitasnya. Penambahan NaCl
pada
larutan
bufer
ini
berfungsi
menghilangkan asam nukleat dan kontaminan
lainnya yang berikatan tidak spesifik dengan
RNA helikase HCV dengan cara interaksi
ionik (Vanz
2008). Tween 20 digunakan
untuk menghancurkan lipid bipolar pada
membran sel, sehingga bagian hidrofobik dari
enzim RNA helikase yang terikat pada
membran sel dapat terdisosiasi. Detergen ini
juga dapat melarutkan enzim tersebut di
dalam kondisi tidak terdenaturasi dan menjaga
kelangsungan aktivitas biologis. Selanjutnya
dilakukan
sentrifugasi
dengan
tujuan
memisahkan semua bagian sel yang terlarut
pada air termasuk RNA helikase dengan
pecahan-pecahan sel (Moradpur
2007).
)% * (' %
* %+ )*
Semua tahapan isolasi dan pemurnian
enzim RNA helikase di analisis menggunakan
SDS-PAGE untuk menentukan kemurnian
dari
enzim
tersebut.
Gambar
5
memperlihatkan enzim RNA helikase yang
telah termurnikan memiliki ukuran sebesar 54
kDA (E) (Lampiran 2). Ukuran RNA helikase
ini sesuai dengan pemurnian yang telah
dilakukan Utama
(2000). Lajur
(IV) terdapat banyak pita protein,
karena merupakan supernatan hasil sonikasi
yang mengandung metabolit intraseluler yang
belum dimurnikan. Lajur * "
1 (W1) dan
* "
2 (W2) merupakan bufer hasil
pencucian enzim. Kedua lajur tidak terdapat
pita protein.
Kromatografi afinitas digunakan dalam
tahapan pemurnian RNA helikase HCV.
Teknik ini dapat mengikat enzim RNA
helikase HCV secara spesifik yang terdapat
pada supernatan hasil sonikasi. Resin yang
digunakan pada tahapan ini yaitu TALON
logam afinitas yang secara spesifik dapat
mengikat RNA helikase yang memiliki
penanda 6xHis-Tag. Pengikatan residu His

7

diinkubasi pada suhu 37ºC selama 30 menit.
Absorbansi diukur menggunakan panjang
gelombang 562 nm. Standar protein yang
digunakan adalah albumin serum sapi (
'
(BSA)) pada kisaran 0.05 –
0.5 mg/mL.
%)%)

#3#& # *+( '#&*%
.%3%&#'
* %+ )*
, %' 4
&*' #"%$%+ )%Analisis bobot molekul protein inhibitor
dari berbagai tahap dilakukan dengan metode
( !
("
(SDS-PAGE). Komposisi
(
yang digunakan sebesar 18%
akrilamid. Gel kemudian dielektroforesis pada
30 mA selama 60 menit dalam bufer
elektroforesis (24% gliserol, 8% SDS, 100
mM Tris). Setelah itu, gel tersebut diwarnai
dengan pewarnaan perak.

)% )# )%

* %+ )*

Bakteri
BL21 pET 21b (D3E)
pLysS yang telah disisipi oleh gen NS3 RNA
helikase HCV dikulturkan pada media LB.
Kultur tersebut diinkubasi pada suhu 37oC dan
digojok dengan kecepatan 150 rpm. Kultur
yang telah memasuki fase logaritmik yaitu
setelah mencapai nilai (
! (OD600)
sebesar 0.3 diinduksi menggunakan IPTG.
Penambahan IPTG bertujuan menginduksi
pengekspresian gen NS3 yang telah
disisipkan, sehingga akan terjadi ekspresi
berlebih pada gen tersebut. Tujuan dari
penginduksian tersebut yaitu meningkatkan
produksi RNA helikase yang ditranslasikan
karena ekspresi berlebih terjadi pada gen NS3.
Pemanenan kultur dilakukan ketika
memasuki fase stasioner dengan nilai OD600
sebesar 1. RNA helikase terekspresi secara
intraseluler,
sehingga
pengisolasiannya
dilakukan pengkoleksian
terlebih dulu
menggunakan teknik sentrifugasi. Sentrifugasi
akan memisahkan sel (pelet) dengan
medianya (supernatan). Pelet yang telah
dikoleksi selanjutnya akan memasuki tahap
pemecahan sel untuk mengeluarkan enzim
RNA helikase yang terdapat didalam sel.
Pemecahan sel dilakukan sebanyak dua
kali, yang pertama menggunakan teknik
pengeringbekuan (
+ 2 " * ) dan
sonikasi. Teknik pengeringbekuan pada sel
menyebabkan pembekuan yang cepat
pada cairan intraselular dan ekstraselular,

sehingga akan membentuk kristal es pada
intraselular dan ekstraselular yang akan
menyebabkan kerusakan terhadap sel (Scawen
&
Meling
1985).
Setelah
tahap
pengeringbekuan, disonikasi terhadap sel
tersebut dengan tujuan semua sel tersebut
dapat dipecah dan dikoleksi enzimnya.
Pada waktu sonikasi, sel tersebut
ditambahkan bufer B (Tween 20, Tris HCl,
dan
NaCl)
yang
berfungsi
untuk
mempertahankan aktivitas RNA helikase
HCV. Tris HCl digunakan untuk menjaga
keseimbangan pH larutan, agar RNA helikase
HCV tidak mengalami denaturasi dan
menurun aktivitasnya. Penambahan NaCl
pada
larutan
bufer
ini
berfungsi
menghilangkan asam nukleat dan kontaminan
lainnya yang berikatan tidak spesifik dengan
RNA helikase HCV dengan cara interaksi
ionik (Vanz
2008). Tween 20 digunakan
untuk menghancurkan lipid bipolar pada
membran sel, sehingga bagian hidrofobik dari
enzim RNA helikase yang terikat pada
membran sel dapat terdisosiasi. Detergen ini
juga dapat melarutkan enzim tersebut di
dalam kondisi tidak terdenaturasi dan menjaga
kelangsungan aktivitas biologis. Selanjutnya
dilakukan
sentrifugasi
dengan
tujuan
memisahkan semua bagian sel yang terlarut
pada air termasuk RNA helikase dengan
pecahan-pecahan sel (Moradpur
2007).
)% * (' %
* %+ )*
Semua tahapan isolasi dan pemurnian
enzim RNA helikase di analisis menggunakan
SDS-PAGE untuk menentukan kemurnian
dari
enzim
tersebut.
Gambar
5
memperlihatkan enzim RNA helikase yang
telah termurnikan memiliki ukuran sebesar 54
kDA (E) (Lampiran 2). Ukuran RNA helikase
ini sesuai dengan pemurnian yang telah
dilakukan Utama
(2000). Lajur
(IV) terdapat banyak pita protein,
karena merupakan supernatan hasil sonikasi
yang mengandung metabolit intraseluler yang
belum dimurnikan. Lajur * "
1 (W1) dan
* "
2 (W2) merupakan bufer hasil
pencucian enzim. Kedua lajur tidak terdapat
pita protein.
Kromatografi afinitas digunakan dalam
tahapan pemurnian RNA helikase HCV.
Teknik ini dapat mengikat enzim RNA
helikase HCV secara spesifik yang terdapat
pada supernatan hasil sonikasi. Resin yang
digunakan pada tahapan ini yaitu TALON
logam afinitas yang secara spesifik dapat
mengikat RNA helikase yang memiliki
penanda 6xHis-Tag. Pengikatan residu His

8

dilakukan oleh logam Co2+ yang terdapat
dalam resin TALON. Penandaan
yang
terdapat pada enzim RNA helikase yaitu
ujung His dilakukan pada saat konstruksi gen
NS3 yang disisipkan pada
. Setelah
enzim tersebut terikat pada resin TALON,
kemudian dipisahkan dengan protein lainnya
dengan cara sentrifugasi. RNA helikase yang
terikat pada resin akan terdapat pada bagian
pelet, sedangkan protein lainnya terpisahkan
pada bagian supernatan. Tahapan selanjutnya
yaitu memutus ikatan antara resin TALON
dan ujung His.
Pemutusan ini dilakukan dengan cara
menambahkan bufer elusi pada resin yang
telah
mengikat
enzim.
Bufer
elusi
mengandung imidazol dan bufer B. Imidazol
berfungsi sebagai analog pengganti residu His
enzim yang diikat oleh logam Co2+, sehingga
resin tersebut akan memutus ikatannya
dengan enzim RNA helikse dan mengikat
imidazol sebagai penggantinya. Teknik
sentrifugasi digunakan untuk memisahkan
resin yang mengikat imidazol dan enzim yang
telah murni. Sentrifugasi pada kecepatan
rendah bertujuan mengurangi kerusakan yang
terjadi pada enzim.
250
kDa
150
kDa
100
kDa
75
kDa

yang terjadi pada media tersebut yang tadinya
berwarna kuning jernih menjadi kuning keruh.
Media PDB merupakan media yang telah
memenuhi syarat minimum pertumbuhan
kapang, karena memiliki sumber karbon yang
berasal dari dekstrosa dan pati kentang serta
sumber nitrogen yang berasal dari asam amino
yang terdapat pada kentang (Hadioetomo
1993).
Pertumbuhan dari kapang
juga
dipengaruhi oleh masa inkubasi dan agitasi.
Masa inkubasi yang dibutuhkan oleh isolat ini
untuk menghasilkan protein inhibitor RNA
helikase HCV optimum pada 7 hari. Hal ini
ditentukan berdasarkan perhitungan inhibisi
protein tersebut terhadap RNA helikase HCV
setiap hari selama masa inkubasi. Masa
inkubasi 7 hari merupakan masa inkubasi
yang paling optimum yang dibutuhkan oleh
kapang isolat ini untuk memproduksi protein
tersebut dengan nilai inhibisi sebesar 85.86%
(Gambar 6). Agitasi bertujuan meningkatkan
aerasi dan distribusi nutrisi sehingga sel
kapang dapat mencapai kondisi yang optimum
(Rahman 2009).
Pemanenan protein inhibitor RNA
helikase HCV yang dihasilkan oleh kapang
dengan teknik sentrifugasi untuk
memisahkan protein tersebut dengan sel
kapangnya. Supernatan selanjutnya digunakan
untuk proses isolasi protein yang mempunyai
aktivitas inhibisi terhadap RNA helikase
HCV.

54
kDa

50
kDa

M

IV

W1

W2

E

Gambar 5 Elektroforegram SDS-PAGE isolasi
dan pemurnian RNA helikase
HCV; (M)
$ ; (IV)
; (W1) Hasil * "
1;
(W2) Hasil * "
4; (E) Enzim
+&( *

*
'#&*%
.%3%&#' " '%
! "#$%&
solat kapang
merupakan
kapang endofit yang berasal dari gembyok
(temu putih atau
+
). Isolat ini
ditumbuhkan pada media #
/
" (PDB). Pertumbuhan kapang ini pada
media PDB dapat terlihat pada kekeruhan

Gambar 6 Aktivitas inhibisi RNA helikase
HCV pada berbagai waktu
inkubasi kapang endofit
.
)# & '#&*%

.%3%&#'

* %+ )*

Tahap isolasi protein dari fraksi
supernatan
diendapkan
menggunakan
amonium sulfat. Pengendapan protein

9

menggunakan amonium sulfat merupakan
teknik yang dapat memenuhi dua tujuan
sekaligus yaitu pemurnian dan pengendapan
protein yang spesifik. Penggunaan amonium
sulfat umum digunakan dalam proses
pengendapan ini karena memiliki beberapa
kelebihan yaitu memiliki kelarutan yang
tinggi, tingkat toksisitas yang rendah untuk
sebagian besar protein, murah, dan pada
beberapa kondisi memiliki efek penstabil pada
protein. Protein akan terendapkan karena
molekul air yang berikatan dengan ion-ion
garam semakin banyak. Hal ini menyebabkan
terjadinya penarikan selubung air yang
mengelilingi permukaan protein sehingga
mengakibatkan protein saling berinteraksi dan
beragregasi (Scawen & Melling 1985).
Pengendapan protein target yang terdapat
pada fraksi supernatan dilakukan pada
konsentrasi amonium sulfat 90% (w/v). Hasil
pengendapan pada konsentrasi ini memilki
aktivitas inhibisi terhadap RNA helikase HCV
paling tinggi dibandingkan dengan hasil
pengendapan
amonium
sulfat
dengan
konsentrasi yang lainnya yaitu sebesar
89.24% (Gambar 7). Perbedaan aktivitas
inhibisi yang diperlihatkan oleh beberapa
hasil pengendapan protein dimungkinkan
karena protein yang terendapkan pada
berbagai konsentrasi pengendapan tersebut
berbeda. Karena protein yang terendapkan
akan mengalami fase pengendapan yang
berbeda-beda sesuai dengan titik isolistriknya.
Titik isolistrik ini tercapai karena kekuatan
ionik yang terdapat pada garam dan garam
dengan nilai valensi yang tinggi memiliki
kemampuan yang lebih besar dalam
mengendapkan dibandingkan dengan garam
yang memiliki nilai valensi yang rendah
(Scawen & Meling 1985).

Gambar 7 Aktivitas inhibisi RNA helikase
HCV pada beberapa tingkatan
pengendapan amonium sulfat.

Protein yang terendapkan menggunakan
amonium
sulfat
dilarutkan
kembali
menggunakan larutan bufer Tris HCl pH 7.4
(Hairany 2010). Penggunaan bufer fosfat
tidak dapat dilakukan karena dapat
mempengaruhi hasil perhitungan aktivitas
inhibisi RNA helikase HCV, karena
menggunakan uji ATPase yang menghitung
fosfat anorganik yang bebas.
)%

* (' %

'#&*%
.%3%&#' " '%
!
Pemurnian protein inhibitor RNA helikase
HCV dari kapang endofit
dilakukan dengan kromatografi gel filtrasi.
Kromatografi gel filtrasi merupakan teknik
pemisahan campuran senyawa berdasarkan
bobot molekulnya. Ukuran yang dapat
dipisahkan fase diam tergantung pada poros
matriksnya. Fase diam yang digunakan yaitu
Sephadex
G-50
dengan
kemampuan
memisahkan molekul protein sampai 30 kDa.
Fase gerak yang digunakan yaitu metanol
40%. Hasil dari pemisahan protein
menggunakan kolom kromatografi gel filtrasi
didapatkan fraksi sebanyak 28 fraksi. Semua
fraksi yang didapatkan selanjutnya diuji
aktivitas inhibisinya dengan uji ATPase.
Uji ATPase merupakan metode yang
digunakan untuk menghitung pelepasan fosfat
anorganik yang berasal dari ATP dengan
bantuan enzim ATPase. Penggunaan uji
ATPase pada penentuan aktivitas dari enzim
RNA helikase HCV karena enzim ini
memiliki aktivitas yang distimulasi oleh ATP.
Larutan campuran dan larutan pewarna
digunakan dalam uji ATPase. Larutan
campuran
terdiri
atas
asam
4morfolinopropanafosfat sulfonat (MOPS),
ATP, dan MgCl2. MOPS berfungsi sebagai
bufer dalam larutan campuran. ATP berfungsi
sebagai substrat yang akan dihidrolisis oleh
enzim RNA helikase HCV menjadi ADP dan
fosfat anorganik bebas (Pi). Selanjutnya yang
terakhir yaitu Mg2+ berfungsi sebagai kofaktor
dari RNA helikase HCV. Kuo
(1997)
menyebutkan bahwa RNA helikase dari
golongan flavivirus memerlukan Mg2+ atau
Mn2+ untuk mengoptimalkan aktivitasnya dan
diinbihisi oleh keberadaan K+.
Larutan pewarna terdiri atas hijau malakit,
amonium molibdat, polivinil alkohol, dan
akuades. Pereaksi hijau malakit dan amonium
molibdat berfungsi sebagai pembentuk warna
hijau kebiruan. Warna yang terbentuk
merupakan hasil reaksi antara kedua pereaksi
tersebut dengan Pi menjadi kompleks
fosfomolibdat. Polivinil alkohol berfungsi

10

sebagai pencegah terbentuknya endapan
akibat reaksi protein dengan kompleks
fosfomolibdat (Chan
1986).
Penghentian
reaksi
warna
dengan
penambahan Na-sitrat terhadap campuran. Hal
ini dilakukan karena sitrat dapat berikatan
dengan molibdat yang bebas, sehingga
mencegah proses pembentukan warna yang
berlebihan. Molibdat bebas tersebut dapat
berikatan dengan ATP labil yang dapat
terhidrolisis selama proses uji berlangsung.
Penambahan
sitrat
tersebut
dapat
mempertahankan warna secara stabil sampai
enam jam (Gawronski dan Benson 2004).
Berdasarkan hasil uji ATPase didapatkan
bahwa fraksi ke-8 mempunyai aktivitas
inhibisi RNA helikase HCV tertinggi sebesar
64.11% (Gambar 8). Kenaikan aktivitas
inhibisi terhadap RNA helikase HCV terjadi
pada fraksi-fraksi awal. Hal ini menunjukkan
bahwa protein yang memiliki bobot molekul
tinggi yang memiliki aktivitas inhibisi
terhadap RNA helikase HCV. Protein
inhibitor tersebut diperkirakan menghambat
RNA helikase secara alosterik. Inhibitor
menempel pada enzim selain di situs
katalitiknya sehingga merubah konfromasi
enzim. Perubahan tersebut menyebabkan
interaksi enzim-substrat berkurang sehingga
tidak ada produk yang dihasilkan (Boroswki
2008).

dugaan protein yang akan dipisahkan
memiliki kisaran yang lebih rendah dari 3
kDa.
Fraksi terbaik hasil kolom kromatografi ini
yaitu fraksi ke- 8 setelah dianalisis
menggunakan teknik SDS-PAGE memilki
empat pita protein (Gambar 9). Semua pita
tersebut menunjukkan bahwa molekul protein
yang terdapat pada fraksi ke-8 memiliki bobot
diatas 17 kDa. Hal ini dimungkinkan karena
pada fraksi-fraksi awal yang terpisahkan
merupakan molekul yang memiliki bobot
molekul besar. Bobot molekul relatif
(Lampiran 3) dari keempat pita protein
berturut turut yaitu 47.2 kDa, 31.9 kDa, 25.4
kDa, dan 20.2 kDa untuk pita protein 1, 2, 3,
dan 4.
Hasil analisis pada fraksi ke- 8 memiliki
kesamaan
pita
pada
analisis
hasil
pengendapan amonium sulfat. Jumlah pita
protein yang lebih sedikit dibandingkan
dengan hasil pengendapan amonium sulfat.
Hal ini menunjukkan bahwa kromatografi gel
filtrasi memperkecil jumlah molekul protein
dari hasil pengendapan amonium sulfat.
Pewarna perak memiliki sensitivitas yang
lebih baik dibandingkan dengan pewarna
(Rozaida
2003).
Konsentrasi protein yang kemungkinan
rendah
setelah
proses
pemurnian
menggunakan kromatogarafi kolom, dengan
metode pewarnaan ini masih bisa dilihat
secara jelas.
1
42 kDa
26 kDa

2
3

17 kDa
Gambar 8 Aktivitas inhibisi RNA helikase
HCV fraksi hasil kromatografi
gel filtrasi.
#3#&

# *+( '#&*%
.%3%&#'
* %+ )*
Penentuan
bobot
molekul
protein
penghambat RNA helikase HCV yang berasal
dari kapang endofit
dilakukan
dengan metode SDS-PAGE. Konsentrasi
media penyangga yang digunakan bergantung
pada bobot molekul campuran protein yang
akan dipisahkan. Penggunaan konsentrasi gel
sebesar 20% pada penelitian ini dikarenakan

4

10 kDa

4.6 kDa

Gambar 9 Elektroforegram protein
; (M)
$ ; (Cr) pengendapan
amonium sulfat; (F8) Fraksi ke-8
hasil pemurnian; (1, 2, 3, dan 4)
pita-pita protein pada fraksi ke-8
kolom kromatografi.

11

Tabel 3 Kadar dan aktivitas spesifik protein inhibitor RNA helikase HCV dari kapang endofit

Tahapan
Ekstrak kasar
Amonium
Sulfat 90%
Sephadex G-50

Volume
(mL)
180
3
1

Kadar
Protein
(mg/mL)
1.098
1.094
1.016

Total
protein
(mg)
197.64

Total
Aktivitas
(U)
2.09

Aktivitas
Spesifik
(U/mg)
1.1x10-2

3.3283

4.17x10

-2

1.25x10

-2

113.6

6.02x10

-4

5.92x10

-4

5.38

1.016

# )* &' )% '#&*%
.%3%&#'
* %+ )*
0
Konsentrasi protein tiap tahapan pada
penelitian ini ditentukan dengan uji
"
'
(BCA) (
$
!.
Prinsip uji ini yaitu pereduksian Cu2+menjadi
Cu+ oleh protein pada media alkalin (reaksi
biuret). Kation cupro yang terbentuk akan
bereaksi
dengan
asam
bicinchoninat
membentuk warna ungu yang dapat dideteksi
pada panjang gelombang 562 nm. Uji ini
dapat mendeteksi konsentrasi protein antara
20-2000 µg/mL (PIERCE 2003).
Tabel 3 memperlihatkan aktivitas spesifik
dari protein inhibitor pada beberapa tahapan
isolasi dan pemurnian yang dilakukan. Unit
pada aktivitas protein inhobitor didefinisikan
sebagai jumlah aktivitas protein yang
dibutuhkan untuk menghambat 1 mol substrat
menjadi produk. Protein yang telah
diendapkan dengan amonium sulfat 90%
memiliki aktivitas yang tidak berbeda jauh
dalam menghambat aktivitas RNA helikase
HCV dibandingkan dengan ekstrak kasarnya
yaitu sebesar 1.25x10-2 U/mg dengan tingkat
kemurnian sebesar 113.6. Hal ini dikarenakan
amonium sulfat tidak hanya mengendapkan
protein yang memiliki aktivitas penghambatan
RNA helikase HCV melainkan juga beberapa
protein lainnya yang terdapat pada ekstrak
kasar.
Aktivitas spesifik dari protein inhibitor
hasil pemurnian menggunakan kromatografi
gel filtrasi Sephadex G-50 lebih kecil
dibandingkan dengan aktivitas ekstrak
kasarnya sebesar 5.92x10-4 U/mg dan memilki
kemurnian sebesar 5.38. Nilai aktivitas dan
kemurnian yang kecil dari hasil kromatografi
kolom dimungkinkan protein yang didapatkan
dalam konsentrasi yang kecil, sebab sebelum
dimasukkan pada kolom kromatografi
proteinnya tidak dipekatkan terlebih dahulu
(Udin
1996). Selain itu, diperkirakan
terjadi autolisis pada protein saat proses
pemurnian terjadi (Scopes 1987). Proses
autolisis yang terjadi disebabkan oleh suhu
saat pemurnian dilakukan tidak stabil.

Kemurnian
100

% (
RNA helikase HCV yang telah dimurnikan
memilki ukuran 54 kDa. Protein inhibitor
yang
telah
dimurnikan
menggunakna
kromatografi gel filtrasi dari kapang
dapat menginhibisi RNA helikase dengan
aktivitas inhibisi sebesar 64.11%. Protein
tersebut dipanen setelah masa inkubasi 7 dan
diisolasi dengan ammonium sulfat 90% w/v.
Protein inhibitor tersebut
mempunyai
memiliki empat pita, dengan bobot 47.2 kDa,
31.9 kDa, 25.4 kDa, dan 20.2 kDa. Aktivitas
protein sebagai inhibitor dari setiap tahapan
yaitu ekstrak kasar, hasil pengendapan
amonium sulfat, dan hasil pemurnian berturutturut sebesar 1.1x10-2 U/mg, 1.25x10-2 U/mg,
dan 5.92x10-4 U/mg. Kemurnian setiap
tahapan berturut-turut sebesar 100, 113.6, dan
5.38.
'
Pemurnian lanjutan terhadap protein inhibitor
RNA helikase yang dihasilkan oleh kapang
endofit
perlu dilakukan.
Pemurnian lanjutan tersebut bisa dengan
teknik KCKT preparatif dan kromatografi
pertukaran ion. Karakterisasi dan optimasi
terhadap protein inhibitor perlu juga
dilakukan. Karakterisasi meliputi pengaruh
pH, suhu, dan suhu penyimpanan protein
terhadap aktivitas inhibisinya. Optimasi juga
perlu dilakukan untuk meningkatkan aktivitas
inhibisi dari protein inhibitor tersebut.

Anonim. 2010. Column Chromatography.
[terhubung
berkala].
Http://www.
Newarkbioweb. Rutgers. Edu/bio301s/
Lab4-molwt-column chromatography.htm.
[26 Desember 2010].
Bacon CW, White JW. 2000.
" ("! . New York: Marcel Dekker
Inc.

11

Tabel 3 Kadar dan aktivitas spesifik protein inhibitor RNA helikase HCV dari kapang endofit

Tahapan
Ekstrak kasar
Amonium
Sulfat 90%
Sephadex G-50

Volume
(mL)
180
3
1

Kadar
Protein
(mg/mL)
1.098
1.094
1.016

Total
protein
(mg)
197.64

Total
Aktivitas
(U)
2.09

Aktivitas
Spesifik
(U/mg)
1.1x10-2

3.3283

4.17x10

-2

1.25x10

-2

113.6

6.02x10

-4

5.92x10

-4

5.38

1.016

# )* &' )% '#&*%
.%3%&#'
* %+ )*
0
Konsentrasi protein tiap tahapan pada
penelitian ini ditentukan dengan uji
"
'
(BCA) (
$
!.
Prinsip uji ini yaitu pereduksian Cu2+menjadi
Cu+ oleh protein pada media alkalin (reaksi
biuret). Kation cupro yang terbentuk akan
bereaksi
dengan
asam
bicinchoninat
membentuk warna ungu yang dapat dideteksi
pada panjang gelombang 562 nm. Uji ini
dapat mendeteksi konsentrasi protein antara
20-2000 µg/mL (PIERCE 2003).
Tabel 3 memperlihatkan aktivitas spesifik
dari protein inhibitor pada beberapa tahapan
isolasi dan pemurnian yang dilakukan. Unit
pada aktivitas protein inhobitor didefinisikan
sebagai jumlah aktivitas protein yang
dibutuhkan untuk menghambat 1 mol substrat
menjadi produk. Protein yang telah
diendapkan dengan amonium sulfat 90%
memiliki aktivitas yang tidak berbeda jauh
dalam menghambat aktivitas RNA helikase
HCV dibandingkan dengan ekstrak kasarnya
yaitu sebesar 1.25x10-2 U/mg dengan tingkat
kemurnian sebesar 113.6. Hal ini dikarenakan
amonium sulfat tidak hanya mengendapkan
protein yang memiliki aktivitas penghambatan
RNA helikase HCV melainkan juga beberapa
protein lainnya yang terdapat pada ekstrak
kasar.
Aktivitas spesifik dari protein inhibitor
hasil pemurnian menggunakan kromatografi
gel filtrasi Sephadex G-50 lebih kecil
dibandingkan dengan aktivitas ekstrak
kasarnya sebesar 5.92x10-4 U/mg dan memilki
kemurnian sebesar 5.38. Nilai aktivitas dan
kemurnian yang kecil dari hasil kromatografi
kolom dimungkinkan protein yang didapatkan
dalam konsentrasi yang kecil, sebab sebelum
dimasukkan pada kolom kromatografi
proteinnya tidak dipekatkan terlebih dahulu
(Udin
1996). Selain itu, diperkirakan
terjadi autolisis pada protein saat proses
pemurnian terjadi (Scopes 1987). Proses
autolisis yang terjadi disebabkan oleh suhu
saat pemurnian dilakukan tidak stabil.

Kemurnian
100

% (
RNA helikase HCV yang telah dimurnikan
memilki ukuran 54 kDa. Protein inhibitor
yang
telah
dimurnikan
menggunakna
kromatografi gel filtrasi dari kapang
dapat menginhibisi RNA helikase dengan
aktivitas inhibisi sebesar 64.11%. Protein
tersebut dipanen setelah masa inkubasi 7 dan
diisolasi dengan ammonium sulfat 90% w/v.
Protein inhibitor tersebut
mempunyai
memiliki empat pita, dengan bobot 47.2 kDa,
31.9 kDa, 25.4 kDa, dan 20.2 kDa. Aktivitas
protein sebagai inhibitor dari setiap tahapan
yaitu ekstrak kasar, hasil pengendapan
amonium sulfat, dan hasil pemurnian berturutturut sebesar 1.1x10-2 U/mg, 1.25x10-2 U/mg,
dan 5.92x10-4 U/mg. Kemurnian setiap
tahapan berturut-turut sebesar 100, 113.6, dan
5.38.
'
Pemurnian lanjutan terhadap protein inhibitor
RNA helikase yang dihasilkan oleh kapang
endofit
perlu dilakukan.
Pemurnian lanjutan tersebut bisa dengan
teknik KCKT preparatif dan kromatografi
pertukaran ion. Karakterisasi dan optimasi
terhadap protein inhibitor perlu juga
dilakukan. Karakterisasi meliputi pengaruh
pH, suhu, dan suhu penyimpanan protein
terhadap aktivitas inhibisinya. Optimasi juga
perlu dilakukan untuk meningkatkan aktivitas
inh