Model Pengembangan Ekonomi Lokal Masyarakat Dalam Rangka Pelestarian Kawasan Cagar Alam Pegunungan Cycloop Jayapura Papua

MODEL PENGEMBANGAN EKONOMI LOKAL
MASYARAKAT DALAM RANGKA PELESTARIAN
KAWASAN CAGAR ALAM PEGUNUNGAN CYCLOOP
JAYAPURA PAPUA

RISKY NOVAN NGUTRA

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2017

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI
DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa Disertasi Model Pengembangan Ekonomi
Lokal Masyarakat Dalam Rangka Pelestarian Kawasan Cagar Alam Pegunungan
Cycloop Jayapura Papua adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar

pustaka di bagian akhir disertasi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Januari 2017

Risky Novan Ngutra
NIM P062130011

*

Pelimpahan hak cipta atas karya tulis dari penelitian kerja sama dengan pihak luar IPB harus didasarkan
pada perjanjian kerja sama yang terkait.

RINGKASAN
RISKY NOVAN NGUTRA, Model Pengembangan Ekonomi Lokal Masyarakat dalam
Rangka Pelestarian Kawasan Cagar Alam Pegunungan Cycloop Jayapura Papua.
Dibimbing oleh EKA INTAN KUMALA PUTRI, DUDUNG DARUSMAN dan ARYA
HADI DHARMAWAN.
Kawasan Cagar Alam Pegunungan Cycloop yang berada di wilayah Jayapura

Provinsi Papua, merupakan kawasan hutan tropis dengan keanekaragaman hayati yang
tinggi dengan fungsi ekologis yang penting bagi kehidupan manusia. Pegunungan
Cycloop merupakan pegunungan yang membujur di sebelah Utara Jayapura pada
koordinat 2025‘ - 2034‘ LS dan 140024‘ - 140043‘ BT. Kawasan sebagai cagar alam
ditetapkan sejak tahun 1987, sesuai dengan SK Menteri Kehutanan No.782/MenhutII/2012 tanggal 27 Desember 2012 dengan luas kawasan sekitar 31.480 hektar.
Kawasan ini berfungsi sebagai daerah tangkapan air hujan bagi wilayah Kabupaten
Jayapura dan Kota Jayapura dan sebagai sumber pengairan bagi Danau Sentani. Namun
seiring dengan pertumbuhan penduduk dan meningkatnya permintaan terhadap sumber
daya alam, baik untuk kepentingan kehidupan sehari-hari maupun peningkatan
pendapatan daerah, mengalami tekanan dan ancaman yang serius. Masalah yang terjadi
di kawasan Cagar Alam Pegunungan Cycloop, telah dirasakan memasuki paruh waktu
tahun 2000an, dengan hutan yang berada dibeberapa lokasi sekitar kawasan cagar alam
telah dieksploitasi dan diperuntukan untuk lahan pertanian dan perkebunan masyarakat,
perumahan dan peralihan fungsi hutan ke bentuk yang menuju pada kerusakan alam dan
lingkungan. Hal ini yang mengakibatkan perubahan dan kerusakan hutan di sekitar
kawasan Pegunungan Cycloop yang semakin hari semakin mengkhawatirkan.
Tujuan penelitian ini adalah (1) mengidentifikasi aktivitas ekonomi lokal dan
sosial masyarakat di kawasan Cagar Alam Pegunungan Cycloop; (2) mengukur nilai
keberlanjutan dari kawasan Cagar Alam Pegunungan Cycloop; (3) membangun model
pengembangan ekonomi lokal masyarakat yang berwawasan lingkungan; (4)

menganalisis arah pengembangan dan kebijakan bagi ekonomi lokal masyarakat dalam
upaya pelestarian kawasan Cagar Alam Pegunungan Cycloop. Kebaruan (novelty) dari
penelitian ini terletak pada analisis komprehensif terhadap sebuah kawasan cagar alam
yang telah ditetapkan menjadi kawasan lindung tetapi pada masa mendatang kawasan
Cagar Alam Pegunungan Cycloop tetap mengakomodir kehadiran masyarakat adat serta
masyarakat pendatang untuk tetap melakukan kegiatan disekitar kawasan maupun di
dalam kawasan yang memanfaatkan sumber daya alam yang telah ditentukan secara
bersama-sama sebagai bagian untuk memenuhi kebutuhan hidup masyarakat secara
menyeluruh.
Hasil analisis menunjukan pemanfaatan sumber daya hutan pada kawasan Cagar
Alam Pegunungan Cycloop oleh masyarakat sekitar hutan merupakan hubungan
interaksi sosial ekonomi masyarakat untuk memenuhi kebutuhan. Bentuk interaksi
pemanfaatan sumber daya hutan melalui kegiatan pemungutan hasil hutan berupa bahan
pangan, kayu bakar, bahan rumah dan bangunan, pakan ternak, obat-obatan dan jenis
jasa hutan lainnya. Kegiatan ekonomi berupa strategi nafkah merupakan upaya alternatif
untuk menjaga kestabilan ekonomi rumah tangga agar dapat bertahan hidup (survive).
Sumber-sumber daya nafkah rumah tangga yang dimanfaatkan oleh masyarakat
meliputi (1) Modal Sumber daya Alam; (2) Modal Fisik; (3) Modal Manusia; (4) Modal

Finansial; (5) Modal Sosial. Variabel yang signifikan dengan tingkat signifikasi pada

taraf 0,05 adalah Jarak ke CAPC (Jr) (,035); Luas lahan yang diolah (Llh) (,010);
Pengeluaran Responden (Pnglrn) (,026); Lama tinggal responden (Lt) (,030); Variabel
yang tidak signifikan adalah Umur responden (Ur) (,309); Tingkat pendidikan
responden (Pddkn) (,427); Jumlah anggota keluarga (Jak) (,458); Pekerjaan responden
(Kerja) (,619); Penghasilan responden (Phsln) (,721); Asal responden (DAr) (0,713);
Program pemerintah dalam menegakkan daerah terlarang (DPP) (,492); Aturan
masyarakat Adat (DAa) (,820); Jenis Kelamin (DJk) (,191); Variabel-variabel tersebut
secara individu baik dengan tingkat kepercayaan antara 5% dan 10% tidak signifikan
menjelaskan variabel aktivitas responden di Kawasan CAPC. Status masyarakat yang
tahan pangan sebanyak 29% dari jumlah responden. 15% responden menunjukan tidak
tahan pangan. 56% responden menunjukan kurang tahan pangan. Masyarakat dengan
status rawan pangan sebesar 4 % dari total responden. Bagi responden yang kurang
rawan pangan sebanyak 17%, dan responden dengan status tidak rawan pangan
sebanyak 79%. Jumlah responden tersampling terdapat masyarakat dengan status
kurang sejahtera sebanyak 116 orang (89%), masyarakat dengan status miskin sebanyak
14 responden (10,77%).
Nilai indeks keberlanjutannya sebesar 60,81 yang berarti Kawasan Cagar Alam
Pegunungan Cycloop saat ini berada pada status Cukup berkelanjutan. Dimensi
ekonomi, Dimensi ekologi dan dimensi kelembagaan mempunyai kinerja cukup
berkelanjutan sedangkan dua dimensi lainnya dimensi teknologi dan dimensi sosial

menunjukkan kurang berkelanjutan. Simulasi skenario model yang ditawarkan bagi
keberlanjutan kawasan Cagar Alam Pegunungan Cycloop adalah model dengan
skenario melalui intervensi optimis terhadap parameter model, merupakan skenario
pilihan yang tepat untuk dilakukan dalam rangka mewujudkan pengelolaan kawasan
yang berkelanjutan. Arahan pengelolaan dan kebijakan yang dapat diimplementasikan
dalam proses pengelolaan kawasan penghidupan yang berkelanjutan adalah dengan
adanya intervensi pemerintah dan kerja sama yang dibangun antar masyarakat adat
(pemilik hak ulayat) akan memberikan pengaruh/dampak yang paling besar terhadap
perbaikan kinerja pengelolaan kawasan Cagar Alam Pegunungan Cycloop yang
berkelanjutan dan berkesinambungan.
Kata kunci: Ekonomi, sosial, ekologi, cagar alam, konservasi, berkelanjutan

SUMMARY
RISKY NOVAN NGUTRA, Local Economic Development Model in the Framework
Conservation Society Nature Reserve Mountains Region Cycloop Jayapura Papua.
Supervised by EKA INTAN KUMALA PUTRI, DUDUNG DARUSMAN and ARYA
HADI DHARMAWAN.
Cycloop Mountains Nature Reserve area in the area of Jayapura Papua
province, an area of tropical forests with high biodiversity with ecological functions
essential for human life. Cycloop mountains are mountains stretching to the north

Jayapura at coordinates 2025 ' - 2034 ' LS and 140 024 ' - 140 043 ' BT.Regions
designated as a nature reserve since 1987, according to the Ministry of Forestry Decree
782 / Menhut - II / 2012 dated December 27 2012, with a total area of about 31 480
hectares. This area serves as a water catchment rainfall in the district of Jayapura and
Jayapura City and as the water source of Lake Sentani. However, with the growing
population and increased demand for natural resources, both for the sake of everyday
life as well as increased local revenues, under pressure and serious threat. Problems that
occur in nature reserve area Mountains Cycloop, has been felt in the half time of the
2000s, where the forests are located in several locations around the nature reserve has
been exploited and is intended for the estate community, residential and forest
conversion into a form that leads to the destruction of nature and the environment, This
resulting change and the destruction of forests around Cycloop Mountains region that is
increasingly worrying.
The purpose of this study is (1) to identify local economic activity and social
communities in Cycloop Mountains Nature Reserve; (2) measuring the sustainability of
a nature reserve area Cycloop Mountains; (3) build a model of local
economic development, environmentally sustainable society; (4) analyze the direction
and policies for economic development of local communities in conservation efforts
Cycloop Mountains Nature Reserve area. Novelty (novelty) of this study lies in the
comprehensive analysis on a nature reserve area that has been designated as a protected

area, but on the future nature reserve area Mountains Cycloop still accommodate the
presence of local communities and immigrant communities to keep doing activities
around the area as well as in the region utilize the natural resources that have been
specified together as a part to meet the needs of society as a whole.
The results of the analysis showed the utilization of forest resources in the nature
reserve area Mountains Cycloop by forest communities are socioeconomic interaction to
meet the needs. Forms of interaction utilization of forest resources through harvest
forest products such as food, firewood, building materials and home,fodder, medicines
and services and the results of other forest types. Economic activity in the form of a
living strategy, is an alternative effort to maintain economic stability in the household in
order to survive. resources of households living utilized by the cover (1) Capital Natural
Resources; (2) Physical capital; (3) Human Capital;(4) Capital Finance; (5) Social
Capital. The resources of household income that is utilized by the community include:
(1) Capital of Natural Resources; (2) Physical capital; (3) Human Capital; (4) Capital
Finance; (5) Social Capital. The significant variables with significance level at 0.05
level is a significant variable with a significance level / degree of trust at the level of
0.05 is the distance to the CAPC (Jr) (, 035); The land area cultivated (Llh) (, 010);

Respondents expenditure (Pnglrn) (, 026); The length of stay of respondents (Lt)
(, 030); Variables that are not significant is the Age of respondents (Ur) (, 309); The

education level of respondents (Pddkn) (, 427); Number of family members (Jak) (,
458); Works of respondents (Work) (, 619); Income respondents (Phsln) (, 721);
Originally respondents (DAR) (0.713); Government programs to enforce the restricted
areas (DPP) (, 492); Indigenous community rules (DAA) (, 820); Gender (DJK) (, 191);
Status resilient community food as much as 29 % of respondents. 15 % of respondents
indicate they do not hold food or experience limitations in the fulfillment of family life
each month.While 56 % of respondents showed less food secure in meeting the needs of
family life.
Communities with food insecurity status equal to 4 % of the total respondents. For
those respondents who are less prone to food as much as 17 %, and respondents with no
status of food insecurity as much as 79 %. The number of respondents trampling there
are people with less wealthy status 115 respondents (88 %), people with poor status of
as many as 14 respondents (11 % and prosperous society with status as a 1
respondent (1%).
Sustainability index value of 60.81, which means Cycloop Region Mountains
Nature Reserve is currently in the status of Self Sustainability. The economic,
ecological dimension and institutional dimensions have sustained strong performance
while the other two-dimensional technological dimension and a social
dimension showless sustainable. Scenario simulation models offered for sustainability
Cycloop Mountains Nature Reserve area is a model with optimistic scenarios through

the intervention of the model parameters, a scenario right choice to do in order to
achieve sustainable management of the region. The direction of the management and
policies that can be implemented in the area management of sustainable livelihoods is
the presence of government intervention and cooperation built among indigenous
people (owners of customary rights) will affect / the greatest impact on the
improvement of the performance of the management of nature reserve area Mountains
Cycloop sustainable and sustainable.
Keywords: economic, social, ecological, nature reserve, conservation, sustainable

@ Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2017
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencatumkan atau
menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian,
penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu
masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apapun tanpa izin IPB

MODEL PENGEMBANGAN EKONOMI LOKAL

MASYARAKAT DALAM RANGKA PELESTARIAN
KAWASAN CAGAR ALAM PEGUNUNGAN CYCLOOP
JAYAPURA PAPUA

RISKY NOVAN NGUTRA

Disertasi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Doktor
pada
Program Studi Pengelolaan Sumber daya Alam dan Lingkungan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2017

Penguji Luar Komisi
Ujian Tertutup (22 November 2016)
1. Prof. Herman Hidayat. Ph.D

(Tenaga Peneliti Utama Pada Pusat Penelitian Kemasyarakatan dan Kebudayaan –
LIPI Jakarta)
2. Prof. Dr. Ir. Bramasto Nugroho. MS.
(Guru Besar pada Bidang Kelembagaan dan Kebijakan Kehutanan Fakultas
Kehutanan Institut Pertanian Bogor)

Ujian Promosi Doktor (22 Desember 2016)
1. Prof. Herman Hidayat. Ph.D
(Tenaga Peneliti Utama Pada Pusat Penelitian Kemasyarakatan dan Kebudayaan –
LIPI Jakarta)
2. Prof. Dr. Ir. Bramasto Nugroho. MS.
(Guru Besar pada Bidang Kelembagaan dan Kebijakan Kehutanan Fakultas
Kehutanan Institut Pertanian Bogor)

Judul Disertasi

: Model Pengembangan Ekonomi Lokal Masyarakat Dalam
Rangka Pelestarian Kawasan Cagar Alam Pegunungan Cycloop
Jayapura Papua

Nama

: Risky Novan Ngutra

NIM

: P062130011

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Eka Intan Kumala Putri. M.Sc
Ketua

Prof. Dr.Ir. Dudung Darusman. MA
Anggota

Dr.Ir. Arya Hadi Dharmawan. M.Sc.Agr
Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Pengelolaan Sumber daya dan Lingkungan

Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof. Dr.Ir. Cecep Kusmana. MS

Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr

Tanggal Ujian Tertutup: 22 November 2016
Tanggal Ujian Promosi: 22 Desember 2016

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Salam Sejahtera untuk kita semua, puji dan syukur penulis panjatkan kepada
Tuhan Yesus atas segala hikmat dan karunia-Nya, sehingga disertasi yang berjudul
Model Pengembangan Ekonomi Lokal Masyarakat Dalam Rangka Pelestarian Kawasan
Cagar Alam Pegunungan Cycloop Jayapura Papua dapat diselesaikan dengan baik.
Disertasi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada
Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Karya ilmiah ini diharapkan dapat
memberikan masukan dan informasi berupa model serta arahan kebijakan strategi bagi
pengelolaan kawasan Cagar Alam Pegunungan Cycloop dengan berdasarkan asas
lingkungan dan kekayaan sumber daya alam serta menjaga keberlanjutan kawasan ini
bagi generasi mendatang.
Pada kesempatan ini dengan kerendahan hati dan rasa hormat, penulis
mengucapkan terima kasih kepada:
1. Dr. Ir. Eka Intan Kumala Putri, M.Sc sebagai ketua komisi pembimbing, Prof. Dr. Ir.
Dudung Darusman, MS dan Dr. Ir. Arya Hadi Dharmawan, M.Sc.Agr, yang masingmasing sebagai anggota komisi pembimbing yang telah membimbing, mengarahkan
dan memotivasi penulis dalam menyelesaikan disertasi;
2. Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc., selaku Dekan Sekolah Pascasarjana IPB.
3. Prof. Dr. Ir. Cecep Kusmana, MS selaku ketua Program Studi Pengelolaan Sumber
daya Alam dan Lingkungan (PSL) yang telah memberikan perhatian, dukungan dan
pelayanan administratif yang diperlukan untuk menyelesaikan pendidikan doktor;
4. Prof. Dr. Ir. Bambang Pramudya. M.Eng., dan Prof. Dr. Ir. Bramasto Nugroho.MS,
sebagai penguji luar komisi pada ujian kualifikasi doktor;
5. Prof. Herman Hidayat. Ph.D., dan Prof. Dr. Ir. Bramasto Nugroho. MS, sebagai
penguji luar Komisi pada Ujian Tertutup Program Doktor dan Ujian Promosi
Program Doktor;
6. Semua tenaga pengajar dan pegawai Program Studi PSL dan ESL SPs IPB.
7. Rektor Universitas Cenderawasih dan Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis yang
telah memberi kesempatan penulis melanjutkan studi program Doktor SPs IPB;
8. Para Kepala Dinas di Pemerintah Kabupaten Jayapura dan Kota Jayapura serta
LSM/stakeholders pemerhati lingkungan yang berpartisipasi selama proses penelitian
disertasi ini;
9. Teman-teman kuliah Program Doktor dan Magister PSL angkatan 2013 atas waktu
untuk berdiskusi dan bertukar pendapat, kebersamaan dan kekeluargaannya selama
ini;
10. Ikatan Mahasiswa Papua di Bogor atas kebersamaan dan kekeluargaannya selama
ini;
11. Charlota Stella Kakisina. ST. M.Si dan Avniel Hizkia Ngutra, istri dan anak
tercinta yang selalu setia, sabar menanti dan menemani juga memberikan semangat
dan Doa yang tak terputus sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan doktor;
12. Bapak Pdt. YM. Ngutra dan Mama Fransina Korwa (Almh) atas cinta dan kasih
sayang serta Doa kepada penulis sehingga penulis bisa berhasil menyelesaikan
pendidikan doktor;
13. Bapak Frans M Kakisina (Alm) dan Mama M Marlissa atas doa, motivasi serta
semangat yang tak terputus sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan
doktor;

14. Bapak Jannes G Korwa. SE.MM dan Ibu Dr. Elsyan R Marlissa. SE. M.Si serta
adik Steny, Christian, Stevi dan Engge atas cinta dan semangat yang tak terputus
sehingga penulis bisa berhasil menyelesaikan pendidikan doktor;
15. Mama Josina Korwa, Mama Agustina Korwa, serta kakak dan adik-adik semua di
Tanah Papua atas doa, cinta dan semangat kepada penulis sehingga penulis bisa
berhasil menyelesaikan pendidikan doktor;
16. Kakak Deddy R Ngutra ST.MT sekeluarga, adik Michell L Ngutra ST sekeluarga,
adik Ester P Korwa atas doa, cinta dan semangat kepada penulis sehingga penulis
bisa berhasil menyelesaikan pendidikan doktor;
17. Kakak Ricky Kakisina sekeluarga dan adik Evi Kakisina sekeluarga atas dukungan
doa dan semangat buat penulis sehingga penulis menyelesaikan pendidikan doktor;
18. Keluarga Besar Ngutra-Korwa; Keluarga Besar Kakisina-Marlissa di Tanah Papua
atas dukungan doa dan semangat untuk penulis sehingga penulis dapat
menyelesaikan pendidikan doktor;
19. Semua pihak yang tidak disebutkan yang telah membantu penulis dalam
menyelesaikan pendidikan doktor;
Tuhan Yesus Memberkati kehidupan Bapak/Ibu/Saudara/Saudari sekalian.
Penulis menyadari bahwa disertasi ini masih banyak kekurangannya, untuk itu
kritik dan saran, penulis harapkan dari semua pihak guna penyempurnaan disertasi ini.

Bogor, Januari 2017

Risky Novan Ngutra

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI

xiii

DAFTAR TABEL

xv

DAFTAR GAMBAR

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

xvii

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Kerangka Pemikiran
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Kebaruan (Novelty)

1
1
4
7
10
10
11

2 TINJAUAN PUSTAKA
Pengelolaan Sumber daya Alam dalam Pembangunan Wilayah
Kawasan Konservasi
Teori Hak Kepemilikan dan Rezim Hak Kepemilikan
Konsep Kelembagaan
Konsep Pengembangan Ekonomi Lokal
Pemberdayaan Masyarakat dalam Pengelolaan Hutan
Masyarakat Lokal
Interaksi Masyarakat Lokal dengan Hutan
Kearifan Lokal
Model
Pariwisata / Objek Wisata Alam
Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat
Ketahanan Pangan
Penelitian Terdahulu

12
12
15
17
19
22
23
25
26
27
28
29
30
31
35

3 METODE PENELITIAN
Tempat dan Waktu Penelitian
Jenis dan Sumber Data
Unit Analisis

45
45
48
48

4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN
Wilayah Kabupaten Jayapura dan Kota Jayapura
Kawasan Cagar Alam Pegunungan Cycloop
Sejarah Pemanfaatan Lahan di Kawasan CAPC
Karakteristik Responden di Lokasi Penelitian

50
50
52
54
57

5 AKTIVITAS EKONOMI LOKAL DAN SOSIAL MASYARAKAT
Pendahuluan
Metode Analisis Data
Hasil
Karakteristik Ekonomi Lokal Responden

61
61
63
69
69

Aktivitas Strategi Nafkah Masyarakat
Pola Ekonomi Masyarakat di Kawasan CAPC
Faktor-faktor yang Berpengaruh Terhadap Pola Ekonomi Lokal
Kondisi Ketahanan Pangan Masyarakat
Pembahasan
Ikhtisar

78
81
85
92
96
101

6 ANALISIS KEBERLANJUTAN
Pendahuluan
Metode Analisis Data
Hasil
Status Keberlanjutan Dimensi Ekologi
Status Keberlanjutan Dimensi Ekonomi
Status Keberlanjutan Dimensi Sosial
Status Keberlanjutan Dimensi Kelembagaan
Status Keberlanjutan Dimensi Teknologi
Status Keberlanjutan Pengelolaan Kawasan CAPC
Faktor Pengungkit
Uji Validitas dan Uji Ketepatan MDS
Pembahasan
Ikhtisar

103
103
105
109
109
111
113
115
116
118
122
123
124
128

7 MODEL DINAMIK PENGEMBANGAN EKONOMI LOKAL
Pendahuluan
Metode Analisis Data
Hasil
Sub Model Kependudukan
Sub Model Lingkungan Fisik
Sub Model Kegiatan Ekonomi Masyarakat
Pengujian Model
Simulasi Skenario Model
Analisis Model Skenario Ekonomi Lokal CAPC
Pembahasan
Ikhtisar

130
130
131
138
138
139
140
141
142
149
152
155

8 ARAH PENGEMBANGAN DAN KEBIJAKAN EKONOMI MASYARAKAT
Pendahuluan
Metode Analisis Data
Hasil
Variabel Persepsi Masyarakat
Arah pengembangan ekonomi lokal masyarakat
Pembahasan
Ikhtisar

156
156
157
159
159
165
169
172

9 KONSEPTUALISASI GAGASAN

174

10 SIMPULAN DAN REKOMENDASI
Simpulan
Rekomendasi

187
187
188

DAFTAR PUSTAKA

190

DAFTAR TABEL

1. Hak-hak yang berkaitan berdasarkan posisi kelompok masyarakat
2. Tipe rezim hak pemilikan
3. Indeks ketahanan pangan rumah tangga
4. Jenis dan sumber data yang diperlukan dalam penelitian
5. Pembagian Wilayah Administrasi dan Jumlah Penduduk
6. Perubahan tutupan hutan di Kawasan CAPC
7. Jumlah Anggota Keluarga Responden
8. Distribusi Umur Responden
9. Tingkat Pendidikan Responden
10. Distribusi Profesi/Pekerjaan Responden
11. Distribusi daerah asal para responden
12. Lama tinggal responden di kawasan CAPC
13. Selang nilai statistik Durbin-Watson serta keputusannya
14. Pengukuran Derajat Ketahanan Pangan Tingkat Rumah Tangga
15. Luas lahan yang dikelola oleh rumah tangga di kawasan CAPC
16. Luas lahan kebun yang dikelola di kawasan CAPC
17. Manfaat dan Fungsi Hutan Pegunungan Cycloops
18. Sebaran responden berdasarkan jenis dan tempat berinteraksi
19. Nilai ekonomi penukaran pohon Sowang dengan alat tradisional
20. Nilai ekonomi pohon Sowang yang diperjualbelikan
21. Distribusi struktur penghasilan rumah tangga responden
22. Distribusi total pengeluaran keluarga responden
23. Variabel yang berpengaruh terhadap pola ekonomi lokal
24. Variabel yang berpengaruh setelah pengujian pertama
25. Variabel yang berpengaruh setelah pengujian kedua
26. Nilai Durbin-Watson
27. Tabel atribut dimensi pengembangan ekonomi lokal
28. Kategori Penilaian Status Keberlanjutan
29. Nilai Indeks Keberlanjutan Multi-Dimensi CAPC
30. Faktor pengungkit per-dimensi keberlanjutan Kawasan CAPC
31. Perbedaan nilai indeks keberlanjutan
32. Nilai stress dan nilai determinasi (R2) hasil RapCycloop CAPC
33. Hasil Validasi Jumlah Penduduk
34. Skenario parameter terhadap pelestarian CAPC
35. Hasil Skenario Model Ekonomi Lokal Pemanfaatan Kawasan CAPC
36. Rekomendasi kebijakan dan program pengelolaan
37. Kriteria Penilaian persepsi masyarakat tentang kawasan CAPC
38. Kondisi kelembagaan pengelolaan SDA oleh Masyarakat adat
39. Kondisi Bundle of Power Masyarakat Adat di kawasan CAPC
40. Kondisi institusi pengelolaan SDA kawasan CAPC
41. Kondisi property rights masyarakat pendatang di kawasan CAPC

Halaman
18
19
32
48
51
56
58
58
59
59
59
60
67
69
70
71
72
73
75
76
77
78
86
87
87
89
105
106
121
123
124
124
141
143
150
153
158
176
176
178
179

DAFTAR GAMBAR

1. Kerangka pemikiran pengembangan ekonomi lokal CAPC
2. Mekanisme dampak Pembangunan
3. Tipe-tipe model (Hartrisari 2007)
4. Peta aktor pengelolaan CAPC
5. Lokasi Penelitian
6. Struktur Tujuan, metode, variabel analisis dan Output penelitian
7. Peta Wilayah Kabupaten Jayapura dan Kota Jayapura
8. Peta Lokasi Kawasan Cagar Alam Pegunungan Cycloop
9. Kurva distribusi normal penghasilan/pengeluaran rumah tangga
10. Histogram Interaksi Responden ke CAPC
11. Tingkat Status Ketahanan Pangan
12. Tingkat Status Kerawanan Pangan
13. Tingkat Status Kemiskinan Masyarakat
14. Konsep pengetahuan lokal pengelolaan kawasan CAPC
15. Garis dalam Indeks Keberlanjutan
16. Tahap penentuan nilai indeks keberlanjutan
17. Nilai indeks keberlanjutan dimensi ekologi kawasan CAPC
18. Hasil analisis leverage pada dimensi ekologi
19. Nilai indeks keberlanjutan dimensi ekonomi kawasan CAPC
20. hasil analisis leverage pada dimensi ekonomi
21. Nilai indeks keberlanjutan dimensi sosial kawasan CAPC
22. hasil analisis leverage pada dimensi sosial
23. Nilai indeks keberlanjutan dimensi kelembagaan kawasan CAPC
24. hasil analisis leverage pada dimensi kelembagaan
25. Nilai indeks keberlanjutan dimensi teknologi kawasan CAPC
26. hasil analisis leverage pada dimensi teknologi
27. Diagram layang-layang indeks keberlanjutan multi-dimensi
28. Nilai indeks keberlanjutan multi-dimensi kawasan CAPC
29. Tahap Pendekatan Sistem (Eriyatno, 1999)
30. Analisis kebutuhan dalam sistem dinamik CAPC
31. Diagram input output sistem CAPC
32. Causal Loop Diagram CAPC
33. Model dinamik sub model penduduk CAPC
34. Model dinamik sub model lingkungan fisik CAPC
35. Model dinamik sub model kegiatan ekonomi masyarakat
36. Grafik perbandingan penduduk aktual dan penduduk hasil simulasi
37. Grafik Luas Kerusakan Hutan CAPC & Laju Rehabilitasi
38. Grafik hasil simulasi skenario tanpa intervensi
39. Hasil simulasi skenario pesimis
40. Hasil simulasi skenario moderat
41. Hasil simulasi skenario moderat
42. Hasil simulasi skenario Optimis
43. Model pendapatan rumah tangga di kawasan CAPC
44. Skenario Model Pengelolaan Ekonomi Masyarakat

Halaman
9
25
28
44
45
48
50
53
64
88
93
94
95
97
106
107
110
111
111
112
113
114
115
116
117
118
120
122
132
134
136
137
139
140
141
142
143
145
145
146
147
148
148
151

45. Persepsi masyarakat terhadap kondisi kawasan CAPC
46. Persepsi masyarakat terhadap manfaat kawasan CAPC
47. Persepsi masyarakat terhadap penurunan kualitas CAPC
48. Persepsi masyarakat terhadap penegakan hukum di CAPC
49. Sikap masyarakat di sekitar kawasan CAPC
50. Motif pemanfaatan sumber kayu di kawasan CAPC
51. Motif masyarakat dalam pemanfaatan sumber air
52. Peran Masyarakat Adat Dalam Pengelolaan CAPC
53. Kawasan Ekonomi Preserfasi ―Bird Wacrhing - Cendewasih
54. Konsep ―Lacing Model‖
55. Model Pengembangan Ekonomi Masyarakat ―MADU-CYCLOOP‖

160
161
162
163
163
164
165
170
181
183
186

DAFTAR LAMPIRAN
1. Kondisi Kawasan Penyangga Cagar Alam Pegunungan Cycloop
2. Kondisi Eksisting Kawasan CAPC
3. Kondisi Eksisting Kawasan CAPC
4. Hasil Uji Multikolinearitas
5. Hasil Uji Heteroskedastisitas.
6. Model dan Tabel ANOVA
7. Foto di Lokasi Penelitian

203
204
205
204
204
205
205

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang
Tujuan pembangunan ekonomi dari suatu daerah pada hakekatnya adalah
mewujudkan keadaan yang lebih baik serta dilakukan secara bersama dan
berkesinambungan, dengan rangkaian kegiatan yang dilaksanakan secara sadar dan
menjunjung nilai kesejahteraan. Proses pembangunan ekonomi bertujuan memacu dan
meningkatkan pemerataan pembangunan di setiap sektor serta outputnya akan
meningkatkan kesejahteraan rakyat secara adil dan merata. Proses dari kegiatan ini
merupakan aktivitas ekonomi yang dilakukan baik pemerintah dan masyarakat
disebuah daerah.
Upaya mendorong peningkatan pembangunan ekonomi di berbagai daerah,
pemerintah melakukan kegiatan berupa partisipasi, prakarsa dan kreativitas dalam
pembangunan ekonomi masyarakatnya. Selain itu, pemerataan hasil pembangunan
ditingkatkan di seluruh daerah yang memanfaatkan potensi dan keanekaragaman daerah.
Pemerintah pusat telah mengeluarkan suatu kebijakan untuk proses pembangunan
ekonomi yang hendak dicapai pada daerah di Indonesia berupa otonomi kepada daerah
melalui Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah dan
Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan antara
Pemerintah Pusat dan Daerah. Selain Undang-undang yang mengatur daerah otonom
untuk berkembang melalui otonominya, pemerintah pusat melalui UU 23 Tahun 2014
Tentang Pemerintah Daerah sudah sangat jelas bahwa pemerintah pusat memberikan
wewenang kepada daerah untuk mengatur dan menata perekonomian dan melakukan
pembangunan daerahnya masing-masing.
Isi mengenai aturan tentang otonomi daerah sebenarnya telah jelas, bahwa hak
dan wewenang bagi daerah dapat mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri.
Urusan rumah tangga sendiri ialah urusan yang lahir atas dasar prakarsa daerah,
dilaksanakan oleh aparatur daerah dan dibiayai dengan pendapatan daerah bersangkutan
(Kaho 1998 dalam Safi‘i 2007).
Salah satu kebijakan pembangunan yang dipandang tepat dan strategis dalam
rangka pembangunan daerah, sekaligus mengantisipasi dimulainya era perdagangan
bebas adalah kebijakan kemandirian ekonomi secara lokal. Kebijakan kemandirian
ekonomi lokal pada hakekatnya merupakan kebijakan pembangunan di daerah yang
didasarkan pada pengembangan sektor yang menjadi prioritas unggulan yang
diusahakan dalam aktivitas ekonomi masyarakat lokal secara mandiri (Wiranto, 2004).
Menurut teori pembangunan, program-program pembangunan yang hendak dilakukan di
suatu wilayah tertentu harus didasarkan pada kondisi objektif wilayah atau kawasan yang
bersangkutan.
Dari teori pembangunan jika di kaitkan dengan Peraturan daerah Khusus
(PERDASUS) Provinsi Papua No.21/Tahun 2002, Bab II Asas, Tujuan dan Ruang
Lingkup, pasal 3 pengelolaan hutan berkelanjutan di tanah Papua bertujuan: (a)
Mewujudkan sebesar-besarnya kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat hukum adat
Papua pada khususnya dan rakyat Papua pada umumnya; (b) Mewujudkan peningkatan
kapasitas ekonomi dan sosial budaya masyarakat hukum adat Papua; (c) Menciptakan
lapangan kerja, memperluas kesempatan berusaha, dan meningkatkan pendapatan daerah;

2

dan (d) Mengembangkan keanekaragaman hasil hutan yang menjamin kelestarian fungsi
hutan.
Peraturan Daerah Khusus (PERDASUS) Provinsi Papua tahun 2008 mengatakan
bahwa Provinsi Papua memiliki potensi sumber daya alam yang melimpah dan bila
dikelola dengan baik dan benar, dapat menciptakan kemakmuran dan kesejahteraan bagi
rakyat Papua. Proses pengelolaan sumber daya alam di tanah Papua mempunyai tujuan
utama adalah mewujudkan kemandirian ekonomi bagi rakyat Papua, khususnya orang
asli Papua, yang berorientasi pada pasar sebagai bagian dari perekonomian nasional,
regional dan global yang mengoptimalkan pelaksanaan pembangunan perekonomian
rakyat di Provinsi Papua. Proses pengelolaan sumber daya alam yang mandiri,
memberikan peluang agar masyarakat Papua mampu beradaptasi dan bersaing dalam
ekonomi pasar, serta membangun jiwa kewirausahaan bagi orang asli Papua.
Pemberdayaan ekonomi bagi rakyat Papua secara langsung dapat meningkatkan
kesejahteraan masyarakat khususnya orang asli Papua yang berbasis pada ekonomi
kerakyatan. Lebih lanjut dalam Peraturan Daerah Khusus Provinsi Papua nomor 25
tahun 2013 mengatakan bahwa dalam rangka penyelengaraan pemerintah dan
pelaksanaan pembangunan di Provinsi Papua yang mampu mendorong peningkatan
kesejahteraan rakyat khususnya orang asli Papua, secara berkeadilan dan tercapainya
kemajuan, pemenuhan serta perlindungan hak asasi manusia maka perlu dikembangkan
dan di jalankan berdasarkan prinsip pengelolaan pemerintahan daerah yang baik.
Dalam rangka meningkatkan pendapatan masyarakat dan pendapatan daerah,
diperlukan upaya dan kerja nyata untuk menggali potensi pengembangan ekonomi
berbasis sumber daya lokal. Potensi luar biasa yang dimiliki oleh tanah Papua, dapat
meliputi sumber daya mineral, sumber daya kehutanan, perkebunan, tanaman pangan
dan holtikultura, peternakan, perikanan dan kelautan. Selain itu potensi yang dimiliki
oleh tanah Papua dapat diusahakan untuk mengembangkan perekonomian masyarakat
antara lain budaya adat istiadat serta objek-objek wisata yang baik di tanah Papua. Bagi
wilayah otonom yang kaya akan sumber daya ekonomi potensial akan menjadi lebih
mudah dalam menciptakan produk ekonomi unggulan, namun bagi wilayah marginal,
baik dari sisi keterbatasan kondisi fisik maupun sumber daya manusia diperlukan upaya
kerja keras, kreatif, inovatif, serta mendapat dukungan baik dari masyarakat dan
pemerintah untuk menggali potensi ekonomi unggulan.
Kawasan Cagar Alam Pegunungan Cycloop (CAPC) yang berada di wilayah
Jayapura Provinsi Papua, merupakan kawasan hutan tropis dengan keanekaragaman
hayati yang tinggi dengan fungsi ekologis yang penting bagi kehidupan manusia.
Pegunungan Cycloop merupakan pegunungan yang membujur di sebelah Utara
Jayapura pada koordinat 2025‘ - 2034‘ LS dan 140024‘ - 140043‘ BT. Kawasan sebagai
cagar alam ditetapkan sejak tahun 1987 dan sesuai dengan SK Menteri Kehutanan
No.782/Menhut-II/2012 tanggal 27 Desember 2012 luas kawasan ± 31.480 hektar
(BKSDA Papua, 2013). Tujuan pokok pengelolaan kawasan CAPC adalah untuk
terjaminnya kelestarian kondisi lingkungan, serta potensi kawasan tersebut dengan
pemanfaatan yang optimal. Kawasan CAPC memiliki kekayaan alam yang cukup tinggi,
berupa sumberdaya alam hayati dan ekosistem, serta gejala alam yang secara umum
berfungsi untuk kepentingan wisata alam, perlindungan sistem penyangga kehidupan
dan pengawetan keragaman jenis tumbuhan, satwa dan keunikan alam.
Kawasan CAPC berfungsi sebagai daerah tangkapan air hujan bagi wilayah
Kabupaten Jayapura dan Kota Jayapura dan sebagai sumber pengairan bagi Danau
Sentani. Namun seiring dengan pertumbuhan penduduk dan meningkatnya permintaan

3

terhadap sumber daya alam, baik untuk kepentingan kehidupan sehari-hari maupun
peningkatan pendapatan daerah, mengalami tekanan dan ancaman yang serius. Kondisi
tersebut sebenarnya telah dilakukan penanganan untuk mengurangi tekanan dan
ancaman melalui Pemerintah Daerah Kabupaten Jayapura dan Pemerintah Kota
Jayapura. Tindakan nyata yang telah dilakukan adalah membuat regulasi dalam
peraturan daerah dan kebijakan guna melindungi dan menahan laju kerusakan pada
Cagar Alam Pegunungan Cycloop serta membangun kerja sama dengan masyarakat adat
yang tinggal dan mendiami disekitar kawasan cagar alam tersebut.
Kabupaten Jayapura dan Kota Jayapura memiliki potensi sumber daya alam yang
cukup besar terutama kawasan hutan yang masih cukup luas. Secara formal kawasan
cagar alam tidak dapat digunakan untuk kegiatan baik pertanian, perkebunan maupun
kegiatan budi daya lainnya. Data Dinas Kehutanan dan Lingkungan Hidup Kabupaten
Jayapura (2013) menunjukkan ± dari 5.000 warga atau sekitar 2.500 kepala keluarga
yang bermukim di sekitar kawasan Cagar Alam Pegunungan Cycloop. Pada kawasan
Cagar Alam Pegunungan Cycloop terdapat masyarakat adat yang telah lama mendiami
kawasan ini, mereka adalah masyarakat adat Sentani, masyarakat adat Mooi,
masyarakat adat Tepera, masyarakat adat Ormu dan masyarakat adat Numbay/Humbolt.
Masyarakat adat telah memanfaatkan dan mengelola sumber daya alam berdasarkan
aturan dan pengetahuan adat istiadat secara turun temurun.
Menurut Hidayat (2014) mengenai Peraturan Pemerintah no 44 Tahun 2004 tentang
Fungsi Kawasan Hutan dan Peraturan Daerah Khusus no. 21 Tahun 2002 tentang
Pengelolaan Hutan Lestari, mengkategorikan bahwa Pegunungan Cycloop dan Danau
Sentani yang termasuk dalam kawasan hutan konservasi, yang merupakan aset sumber
daya hutan berharga bagi wilayah Kotamadya Jayapura dan Kabupaten Jayapura.
Menurut Hidayat (2014) ada dua alasan rasional dalam konteks ini. Pertama, Pegunungan
Cycloop berfungsi sebagai daerah tangkapan air dan penyangga sehingga kelestariannya
harus dijaga. Hal ini terkait dengan fungsi strategis kawasan konservasi Pegunungan
Cycloop sebagai pensuplai utama sumber daya air bagi keberadaan Danau Sentani yang
berada di hilir. Kedua, eksistensi Danau Sentani sebagai ecoturisme (wisata alam) dapat
menarik banyak wisatawan baik domestik maupun mancanegara, sehingga berpotensi
sebagai sumber pendapatan daerah dan menciptakan lapangan kerja bagi masyarakat
lokal. Dengan alasan itu, dapat disimpulkan bahwa terdapat keterkaitan erat antara
kawasan Pegunungan Cycloop yang berfungsi strategis seperti penyuplai air dari hulu ke
hilir, yakni ke Danau Sentani sebagai kawasan objek wisata (eco-turisme) dan tempat
budidaya berbagai jenis ikan yang dapat menambah penghasilan masyarakat adat.
Pengelolaan kawasan diperlukan keterlibatan yang nyata dari Lembaga
Masyarakat Adat (LMA) yang ada di sekitar kawasan CAPC dan diperlukan dukungan
penuh dari pemerintah Kabupaten Jayapura dan Kota Jayapura, karena LMA sendiri
merupakan lembaga organisasi lokal yang diberi mandat oleh masyarakat untuk
mengurus dan mengatur kepentingan adat, serta selanjutnya hasil mandat pada setiap
suku akan disampaikan kepada pemerintah. Keterlibatan LMA dalam pengelolaan
kawasan sejalan dengan keputusan Gubernur Provinsi Papua Nomor 152 tahun 1999
tentang Pembentukan Lembaga Masyarakat Adat (LMA) serta keterlibatanya dimaksud
sebagai wadah partisipasi dan pemusyawaratan masyarakat adat.
Dari setiap uraian diatas, kenyataannya bahwa setiap pelaksanaan kegiatan
program pengelolaan kawasan terdapat beberapa kekurangan dan kendala, seperti
halnya pemerintah masih belum mengakomodir semua keinginan dan tanggapan yang
diberikan oleh masyarakat adat mengenai pengelolaan kawasan CAPC yang berbasis

4

adat. Hal ini berimplikasi pada kerja sama yang masih lemah antara pemerintah daerah
dengan masyarakat adat setempat. Kerja sama yang masih lemah tersebut menjadi
dampak terhadap kehidupan sosial masyarakat dalam proses pengambilan keputusan
yang menyangkut dengan kebutuhan prioritas mereka. Dengan bertambahnya jumlah
penduduk yang masuk ke sekitar kawasan CAPC dan menempati kawasan ini
berimplikasi terhadap pembukaan lahan-lahan ilegal untuk kegiatan pertanian dan
perkebunan. Kondisi ini pula ditandai dengan dilanggarnya hak-hak adat penduduk
adat/lokal yang berada sekitar kawasan CAPC, pelanggaran yang dimaksud meliputi:
1) Adanya pelanggaran hak-hak penduduk asli dalam kaitannya dengan eksploitasi
sumber daya alam, seperti hutan adat dan tempat-tempat keramat yang dimiliki
oleh masyarakat adat yang dilakukan oleh masyarakat pendatang tanpa dibatasi
oleh pemerintah setempat.
2) Diabaikan atau kurang perhatian dari pemerintah daerah mengenai keputusankeputusan yang diambil oleh peradilan oleh masyarakat adat. Hal ini terkait erat
dengan keputusan peradilan masyarakat adat atas kepemilikan hak atas tanah
dan penyelesaian antar suku di sekitar kawasan CAPC.
Berkaitan dengan latar belakang tersebut, penelitian ini akan merancang model
serta memberikan alternatif mengenai pengembangan ekonomi berwawasan
pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan yang berbasis pada masyarakat adat.
Obyek yang akan diteliti meliputi keadaan sosial – ekonomi masyarakat dan aspek
lingkungan serta perangkat pengambil kebijakan di Kabupaten dan Kota Jayapura,
melalui proses identifikasi permasalahan, verifikasi dan validasi pada berbagai
stakeholders/aktor di sekitar kawasan Cagar Alam Pegunungan Cycloop, sehingga
arahan pengembangan ekonomi lokal masyarakat dalam rangka pelestarian kawasan
Cagar Alam dapat berkelanjutan dan berkesinambungan.

Perumusan Masalah
Bertambahnya jumlah penduduk yang dibarengi dengan peningkatan akan
kebutuhan sandang, pangan dan perumahan berimplikasi pada bertambahnya
permintaan akan ruang dan lapangan pekerjaan. Dengan minimnya kawasan yang dapat
dimanfaatkan untuk kawasan budi daya dengan total penggunaan lahan di kawasan
CAPC sebesar 10,70%, tekanan penduduk terhadap kawasan lindung menjadi
bertambah besar (Lampiran 1). Dengan luasan sebesar ± 500 ha dari luasan kawasan
penyangga yang dapat dikelola oleh rumah tangga memang belum mengindikasikan
tekanan yang cukup berarti bagi keberlanjutan sumber daya alam, namun seiring dengan
berjalannya waktu, tekanan terhadap kawasan CAPC kemungkinan menjadi bertambah
besar.
Di sisi lain, kekayaan alam yang terkandung di dalam kawasan CAPC menjadi
daya tarik tersendiri bagi masyarakat untuk masuk dan melakukan aktivitas yang dapat
mengganggu fungsi kawasan. Akibatnya, konflik pemanfaatan ruang serta tumpang
tindih peruntukan penggunaan lahan merupakan sesuatu yang pasti akan terjadi. Ruang
yang seharusnya dijadikan kawasan lindung dimanfaatkan untuk aktivitas pertanian,
pemukiman, dan/atau untuk peruntukan lainnya.
Tekanan dari jumlah penduduk yang terus meningkat serta tingkat kemiskinan
yang terus meningkat pula dapat memberi efek perubahan lingkungan di suatu wilayah

5

atau daerah. Kerusakan lingkungan membuat perubahan pola sosial masyarakat berubah
dan berpengaruh terhadap kehidupan ekonomi masyarakat yang berada disekitar hutan.
Dharmawan, (2007) menyatakan bahwa dampak perubahan akan terjadi pada
masyarakat yakni dengan adanya konflik sosial, memudar/menguatnya kelembagaan
serta melemahnya atau menguatnya jaringan pada lembaga berdasarkan perubahan
sumberdaya alam dan lingkungan. Pola kehidupan masyarakat yang melakukan kegiatan
perambahan hutan, disebabkan oleh adanya tuntutan kebutuhan hidup serta pemenuhan
terhadap ekonomi yang semakin hari semakin meningkat. Kehidupan ini akhirnya
mengubah kehidupan sosial rumah tangga yang harus mencari makan di luar kebiasaan
dan untuk mendapatkannya perlu untuk bekerja di luar kebiasaan yang ada, pola ini
akan berubah menjadi bentuk keterpurukan dan kemiskinan. Bentuk lain hubungan ini
yaitu kerusakan secara langsung mempengaruhi kesejahteraan masyarakat. Hal ini
misalnya terjadi pada tempat yang mengalami bencana seperti longsor dan banjir karena
kerusakan lingkungan. Akibatnya, masyarakat mengalami kerugian material dan
berdampak pada kehidupan. Petani, misalnya tentu akan mengalami kerugian luar biasa
apabila terjadi banjir dan akhirnya mengalami kesulitan ekonomi.
Pengelolaan kawasan CAPC melalui konservasi merupakan bagian integral
pembangunan wilayah. Pengembangan manfaat ekonomi harus dibarengi dengan
pemantapan keutuhan kawasan konservasi. Namun demikian, pada saat ini, kedua hal
tersebut sulit di jalankan mengingat apa yang terjadi di lapangan justru sebaliknya.
Terdapat fenomena yang menarik dengan persepsi yang positif yang tidak dibarengi
dengan perilaku yang positif, dengan masih terdapatnya sebagian masyarakat yang
melakukan berbagai kegiatan ilegal. Aktivitas ekonomi di dalam kawasan CAPC
dilakukan oleh masyarakat dan telah berlangsung lama. ―Perambahan kawasan hutan
disebabkan oleh faktor kebutuhan atau sosial ekonomi masyarakat, bukan faktor fisik
lahan‖ (Sulistyo et al. 2001).
Tekanan yang paling nyata di kawasan Cagar Alam Pegunungan Cycloop adalah
perubahan penggunaan lahan, kondisi tersebut dapat di lihat lewat pemanfaatan atau
pembukaan hutan menjadi lahan pertanian yang berada di daerah penyangga dari
kawasan CAPC. Dari total luasan lahan yang dimiliki oleh kawasan cagar alam terdapat
jalur hijau seluas ±2304.21 Ha. Total luasan kawasan jalur hijau, Distrik Jayapura Utara
memiliki luasan jalur hijau terbesar seluas 89.89 % dari total luasan tersebut. Pola
perubahan penggunaan lahan menjadi fungsi budi daya di daerah penyangga menjadi
tidak terkontrol, hal ini yang mengakibatkan sebagian daerah di kawasan penyangga
telah berubah bentuknya (lampiran 1). Tekanan tersebut terwujud sebagai lahan kritis
yang tersebar di sebagian besar kawasan penyangga dan sebagian di dalam kawasan
Cagar Alam Pegunungan Cycloop. Lahan kritis pada awalnya terbentuk oleh proses
alamiah, tetapi dengan adanya peningkatan populasi penduduk di sekitar kawasan Cagar
Alam Pegunungan Cycloop, lahan kritis berkembang dan berubah akibat aktivitas atau
ulah manusia. Lampiran 2 menunjukan kondisi eksisting pada kawasan CAPC, kondisi
lahan sangat kritis yang berada di kawasan CAPC cukup luas dari total luasan kawasan
hijau di CAPC.
Peristiwa banjir besar pada bulan Maret 2007 di Kota Sentani, ibu kota Kabupaten
Jayapura telah merusak banyak infrastruktur jalan dan drainase. Bencana banjir terus
dirasakan hingga di tahun 2015 baik di Kota Sentani maupun di Kota Jayapura sebagai
Ibu kota Provinsi Papua. kondisi bencana banjir di tahun 2007 telah mengakibatkan tanah
longsor (soil erosion) dan rusaknya tiga jembatan di sepanjang Jalan Kemiri yang
mengakibatkan terputusnya jalur transportasi. Dari hasil kajian oleh Hidayat (2014) yang

6

berhasil mewancarai beberapa para ahli lingkungan, kehutanan, dan perencana sarana
perkotaan, diperoleh informasi bahwa kerusakan ekosistem Pegunungan Cycloop yang
berada di hulu berkorelasi dengan terjadinya banjir dan tanah longsor di beberapa lokasi.
Hal itu mengakibatkan rusaknya berbagai infrastruktur di Kota Sentani.
Cycloop merupakan nama yang diberikan oleh seorang tentara kolonial. Cycloop
atau Robong Holo mempunyai makna yang berarti daerah atau hutan air (bahasa
Sentani). Secara psikis nama ini bertujuan membangkitkan niat menjaga daerah
Pegunungan Robong Holo dari kerusakan hutan yang berdampak terhadap siklus air.
Cagar Alam Pegunungan Cycloop ditetapkan menjadi sebuah kawasan yang dilindungi
dan dibatasi dalam penggunaannya, dengan maksud agar kedepannya alam dan
lingkungan dapat bermanfaat bagi kehidupan masyarakat secara terus menerus. Selain
itu dapat bermanfaat sebagai pusat penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan bagi
kehidupan. Kawasan Pegunungan Cycloop terdapat berbagai jenis tumbuhan, hewan
endemik dan serangga khas Papua. Sayangnya, dari waktu ke waktu, cagar alam ini
semakin berada diambang ―tutup usia‖.
Masalah yang terjadi di kawasan Cagar Alam Pegunungan Cycloop, telah
dirasakan memasuki paruh waktu tahun 2000an. Arus jumlah penduduk yang semakin
meningkat di sekitar kawasan cagar alam, yang diikuti dengan peningkatan jumlah
rumah, pembukaan lahan pertanian dan perkebunan yang mengakibatkan kawasan hutan
yang berada di lokasi sekitar kawasan cagar alam telah dieksploitasi dan peralihan
fungsi hutan ke bentuk yang menuju pada kerusakan alam dan lingkungan. Hal ini yang
mengakibatkan perubahan dan kerusakan hutan di sekitar kawasan Pegunungan
Cycloop yang semakin hari semakin mengkhawatirkan. Selain permasalahan yang telah
diungkapkan di atas, ternyata pemerintah pusat yang di wakili oleh pemerintah daerah
belum menemukan formulasi yang baik untuk menahan laju kerusakan dan perambahan
hutan di Cagar Alam Pegunungan Cycloop. Selain itu identifikasi mengenai
pengelolaan kawasan yang telah dilakukan oleh LMA pada kawasan CAPC seperti
Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat (PHBM), pengelolaan berwawasan ekowisata
yang berlokasi di sekitar kawasan CAPC serta pengelolaan hutan yang memanfaatkan
hasil hutan bukan kayu (HHBK) telah dilakukan tetapi belum menemui hasil yang baik
bagi pengelolaan kawasan Cagar Alam Pegunungan Cycloop.
Dari permasalahan di kawasan CAPC dan daerah sekitar kawasan cagar alam
menunjukan akan semakin menurunnya kualitas alam dan lingkungan. Selain
pengelolaan kawasan yang belum terpadu, kualitas sumber daya manusia yang belum
sadar akan lingkungan dan pengelolaan yang baik serta tingkat ekonomi masyarakat
lokal (adat) maupun masyarakat pendatang yang berada di sekitar kawasan cagar alam
juga tidak menunjukan kondisi yang baik dari sisi ekonomi. Dari beberapa
permasalahan yang terjadi di dalam kawasan cagar alam ini, penulis memfokuskan
penelitian ini pada beberapa permasalahan sebagai berikut.
1. Mengidentifikasi aktivitas ekonomi lokal dan sosial masyarakat yang berbasis
pelestarian kawasan cagar alam?
2. Menganalisis nilai keberlanjutan dari kawasan Pegunungan Cycloop?
3. Bagaimana membangun model pengembangan ekonomi lokal masyarakat dalam
pelestarian lingkungan?
4. Bagaimana menganalisis arah pengembangan dan kebijakan ekonomi lokal
masyarakat berwawasan lingkungan kawasan CAPC?

7

Kerangka Pemikiran
Cagar Alam Pegunungan Cycloop (CAPC) merupakan kawasan cagar alam dan
merupakan potensi bagi pendukung pembangunan pada daerah Kabupaten dan Kota
Jayapura. Kawasan Pegunungan Cycloop ditetapkan sebagai kawasan cagar alam yang
memiliki ketetapan hukum berdasarkan Undang-undang dengan tujuan utama untuk
mempertahankan siklus hidrologi dan iklim mikro pada kedua wilayah pemerintahan
tersebut (mengingat 90% daerah aliran sungai di kedua wilayah berhulu di CAPC).
Selain itu dengan status sebagai kawasan cagar alam akan mempertahankan sumber
plasma nutfah serta habitat berbagai jenis flora dan fauna tropika yang beberapa di
antaranya termasuk golongan endemik (Dinas Kehutanan Kabupaten dan Kotamadya
Jayapura, 2013). Dilihat dari tujuan penetapan tersebut maka dapat disimpulkan bahwa
CAPC mempunyai peranan vital bagi sistem ekologis di wilayah Jayapura. Kerusakan
atau degradasi kawasan CAPC akan berdampak negatif pada sistem ekologi di wilayah
Jayapura dan selanjutnya akan mempengaruhi keadaan sosial ekonomi dan sosial
budaya masyarakat ke arah negatif.
Keberadaan CAPC selain memberikan manfaat fisik (hidrologis, stabilisasi iklim,
habitat vegetasi dan satwa maupun mempertahankan siklus/degradasi hara tanah) juga
memiliki potensi yang penting ditinjau dari sisi ekologi, sosial ekonomi serta budaya
masyarakat adat. Namun demikian dalam pengelolaan saat ini masih dijumpai
permasalahan pokok yang merupakan potensi menuju pada titik kerusakan jika tidak
ditangani secara serius. Isu kerusakan yang akan terjadi pada kawasan CAPC terdiri atas
permasalahan kawasan yakni perambahan hutan, pencurian kayu, perburuan liar,
penggembalaan ternak maupun tumpang tindih kawasan untuk kepentingan lain (jalan
raya) dan permasalahan pengelolaan yang terdiri atas masalah institusional, sumber
daya manusia, sarana/prasarana, data base yang minim, pendanaan maupun masalah
teknis lainnya (Dinas Kehutanan Kabupaten dan Kota Jayapura, 2013).
Berkenaan dengan tujuan penelitian yang ingin dicapai, maka kerangka pemikiran
dalam penyusunan