ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAAN SUMBERDAYA LAHAN PADA CAGAR ALAM PEGUNUNGAN CYCLOOP (Analysis Of Land Management Policy Resources At Preserve Cycloop Mountain)

  

Jurnal Manajemen Hutan Tropika Vol. XII No. 3 : 58-71 (2006) Artikel (Article)

ANALISIS KEBIJAKAN PENGELOLAAN SUMBERDAYA LAHAN

PADA CAGAR ALAM PEGUNUNGAN CYCLOOP

  

(Analysis Of Land Management Policy Resources At Preserve Cycloop

Mountain)

  1) 2) 3)

ACONIAS AINTINDOM NDRY NDRAWAN ARIADI ARTODIHARDJO

  Y M , A

  I Dan H K

ABSTRACT

  For that this Research aim to (a) analyses the optimal exploiting alternative to area

preserve cycloop mountain (b) know the clean water source and economic value and (c) compile

the strategy of development CAPC. Result of research indicate that, (a) CAPC more optimal done by

activity of conservation and tourism B/C = 1, settlement and infrastructure 0, 965 or<1 and

plantation and mining 0,901 or<1, (d) clean water source of CAPC which still be functioned to

amount to 12 river and economics value which water paid by society Rp. 6.570/org/thn with the use

mean irrigate 60/ltr/org/hari. strategy of Management CAPC that is: community development of

society institution, space settlement; improvement resource of human being officer of local

government and custom society / private sector and also the straightening of law.

  Keyword :Land, preserve of cycloop, functions and authority

PENDAHULUAN

  Pegunungan Cycloop di Kabupaten/Kota Jayapura memiliki potensi biodiversity yang sangat tinggi. Sumberdaya lahan menjadi kebutuhan utama masyarakat yang bermukim disekitar kawasan ini, secara turun temurun masyarakat adat dari lima suku yaitu: Tepra, Moy, Ormu, Sentani dan Humbolt telah melakukan kegiatan pertanian secara luas didalam kawasan ini. Melihat potensi keragaman hayati yang tinggi maka pemerintah melindungi kawasan ini dengan status cagar alam dengan SK Menteri Kehutanan No: 365/Kpts-II/1987, dengan memperhatikan fungsi air, hutan, lahan, flora dan fauna Papua yang banyak terwakili di Cycloop.

  Status cagar alam menjadi polimik antara masyarakat adat dan pemerintah baik semenjak RUTRW ini diberlakukan ternyata terjadi tumpang tindih bahkan inkonsiten terhadap prodak peraturan dan perundang-undangan tersebut.

  Untuk menjawab permasalahan di atas, model analisis kebijakan melalui pendekatan “Proses Hierarki Analitik” (AHP) dengan kerangka manfaat dan biaya, dapat mengevaluasi pola kebijakan pengelolaan sumberdaya lahan Cycloop dalam menentukan skenario optimal. Disamping itu perlu diidentifikasi tugas dan fungsi serta kewenangan dari instansi terkait dan peraturan perundang-undangan yang mendukung tugas dan fungsi tersebut.

  Berangkat dari permasalahan diatas penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk:

  1. Menganalisis alternatif pemanfaatan yang optimal terhadap Kawasan Konservasi CAPC.

  2. Mengetahui sumber mata air dan nilai ekonomi.

  3. Menyusun strategi pengembangan CAPC

  

METODOLOGI

  Penelitian bersifat deskriptif yang mengambarkan secara sistematis fakta-fakta yang ada dilapangan, dan dirancang untuk mengumpulkan informasi tentang keadaan nyata/riil di lapangan. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan metode survei yang bertujuan mengumpulkan data dari sejumlah variabel pada kelompok masyarakat melalui wawancara secara bebas terstruktur. lokasi penelitian di kawasan Cycloop Kabupaten/Kota Jayapura. Penelitian ini berlangsung salama 5 bulan (Januari sampai Mei 2005).

  Responden terdiri dari para pelaku (stakeholders) baik disektor pemerintah, sektor swasta, perguruan tinggi dan masyarakat. Data primer diperoleh dengan melakukan wawancara yang ditunjukan untuk mengetahui persepsi mereka, dan mendapatkan skenario pemanfaatan yang optimal dari pengelolaan sumberdaya lahan di kawasan CAPC, serta mengetahui permasalahan mendasar dan kebijakan yang perlu diambil untuk mengetahui permasalahan. Disamping itu juga dilakukan pengumpulan data sekunder berupa peraturan perundang-undangan dan data lain yang terkait dengan pengelolaan sumberdaya lahan di kawasan CAPC. mengetahui sumber air dan nilai ekonomi serta menyusun strategi pengelolaan CAPC.

  Analisis data

  Analisis data menggunakan pendekatan Proses Hierarki Analitic (AHP) dalam kerangka manfaat biaya (kerugian) (Saaty, 1993)

  Tahap analisis data

  Data yang terkumpul dianalisis secara kualitatif sesuai dengan tujuan penelitian yaitu: a. Menganalisis alternatif pemanfaatan yang optimal terhadap Kawasan Konservasi

  CAPC, dengan menggunakan metode Analisis Hirarki Proses (AHP) (Saaty, 1993)

  b. Mengetahui sumber mata air dan nilai ekonomi, dengan cara observasi langsung dan studi literatur. Nilai ekonomi digunakan metode kontigensi yaitu kesediaan membayar dan dibayar dari pemakaian air. Kepada pemakai air ditanyakan langsung kesediaan mereka membayar untuk tetap menggunakan air, dan berapa yang tersedia mereka terima sebagai pengganti apabila tidak boleh menggunakan air dalam waktu tertentu. waktu dalam penelitian ini dibatasi hanya 6 bulan. (Darusman, 2002). Untuk penelitian ini telah diketahui nilai air yang akan dibayar setelah melakukan

  3

  wawancara. Masyarakat bersedia membayar Rp. 300/m , dari tarif umum yang ditetapkan dengan SK Bupati No. 43 tahun 2003. akan tetapi jika nilai/ harga air belum diketahui maka dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan Willingness to Pay :

  mak ƒ

  • – X max E(WTP) = X P(X)dX.

  c. Menyusun strategi pengembangan CAPC, dengan analisis faktor internal dan eksternal (analisis SWOT) (Marimin, 2004).

HASIL DAN PEMBAHASAN

  Evaluasi pengelolaan CAPC saat ini

  Bertambahnya jumlah penduduk berakibatkan pada tuntutan lahan untuk pembangunan pemukiman dan infrastruktur serta perkebunan atau perladangan. Dengan bahasa yang lebih operasional, implementasi kebijakan pembangunan konservasi Kabupaten dan Kota Jayapura memperlihatkan dua hal. Pertama, lemahnya kemampuan daerah dalam mengenali permasalahan pokok pengelolaan kawasan konservasi sehingga tidak ada prioritas kebijakan untuk penyelesaiannya. Kedua, adanya perbedaan kekuasaan antara pengambil kebijakan dalam proses pengambilan keputusan. Hal ini diindikasikan dengan besarnya peran lembaga perencanaan daerah dalam proses alokasi sumberdaya keuangan untuk kepentingan pembangunan, dibandingkan dengan lembaga sektoral (seperti lembaga BKSDA dan lembaga lain yang berkepentingan dengan CAPC). Sejalan dengan hal ini, Mayers dan Bass (1999) dalam Latief (2003), menyatakan bahwa realitas (implementasi) kebijakan umumnya berbeda dengan dokumen formal kebijakan (formulasi kebijakan), dan ini merupakan hasil resultante suatu himpunan rumitnya proses formal dan praktek pengambilan keputusan, yang sangat ditentukan oleh variasi kekuasaan diantara pengelolaan sumberdaya lahan yang memenuhi prinsip-prinsip kelestarian. Terlihat bahwa kondisi luas hutan dikawasan CAPC mengalami penurunan yang sangat drastis. Indikator ini dapat dilihat dari sumber-sumber air bersih yang tadinya berjumlah 34 sungai yang berhulu di Cycloop telah mengalami kekeringan hingga 14 sungai. 12 dari 14 sungai ini bermuara di Danau Sentani yang sebagai sumber air bersih bagi penduduk yang berada disekitar Danau Sentani. Penyebab lain kekeringan sumber air / sungai-sungai diwilayah hulu Cycloop adalah perladangan berpindah pada kelerengan > 30% yang berdampak pada bencana longsor yang mengakibatkan pencemaran pada sungai dan penumpukan sedimen akibat longsor dan kegiatan pertambangan galian C dan pendulangan emas diwilayah jembatan II, mengakibatkan Danau Sentani mengalami pendangkalan. 18 KONDISI FISIK CAPC P P a re re nt s % e ( ( e e ) s s 10 16 12 % 14 8 n 4 6 KONDISI FISIK CAPC ) e ta s 0.6 0.2 1.2 0.4 0.8 1

  2 1985 1990 1995 2000 2005 HP HS HB PL LK Tahun 1985 1990 1995 2000 2005 RW AA PIS Tahun

  Gambar 1. Kondisi fisik CAPC

  Keterangan : HP : Hutan Primer LK : Lahan Kritis HS : Hutan Sekunder RW : Rawa HB : Hutan Belukar AA : Alang-alang PL : Perladangan PIS : Pembangunan Infrastruktu Potensi sumber air bersih

  Hasil penelitian mengambarkan bahwa kawasan CAPC sebagai sumber air bersih, telah mengalami pencemaran yang diakibatkan oleh berbagai kegiatan penduduk dalam bentuk perladangan, pembangunan rumah penduduk disekitar sumber air dan penambang serta pengambilan material pasir dan batu. Perladangan berpindah oleh masyarakat migran Papua (Jayawijaya, Serui, Biak, Paniai) dan pendatang (NTT, Makassar dan Buton) telah merusak kawasan hutan primer sebagai sumber penyaring dan penyimpan air. Debit air yang berasal dari sungai-sungai yang berhulu di dikawasan ini mempunyai volume yang sangat kecil saat kemarau dan meningkat saat musim penghujan. Hal ini sangat berpengaruh terhadap air larian yang menimbulkan erosi. Laju erosi pada daerah tangkapan air (DTA) Sentani sebesar 94,52 ton/ha/tahun (BPDAS, 2002 dalam Mandosir

  3 Kesediaan Masyarakat membayar air Rp. 300/m , dengan jumlah rata-rata konsumsi air 60

  

3

  liter/orang/hari (21.900 ltr/org/thn atau 21,9 m /org/thn), maka nilai air yang harus dibayar adalah Rp. 6.570./orang/tahun. Penduduk diwilayah Kabupaten Jayapura yang berinteraksi langsung dengan kawasan CAPC berjumlah 1.032 kk yang bersedia membayar penggunaan air bersih sebesar Rp. 6.966.000/tahun, begitu juga dengan penduduk di Kota Jayapura dengan jumlah penduduk 4.332 kk membayar penggunaan air sebesar Rp. 28.461.240/tahun. Dengan mengacu dari nilai ekonomi air diatas, ternyata nilai air yang dibayar sangat rendah, jika dibandingkan dengan harga air bersih yang ditetapkan dengan SK Bupati Jayapura Nomor 43 Tahun 2002 tentang Tarif Air Umum

  3

  dihargai Rp. 680/m , dengan nilai ekonomi air yang sangat rendah seringkali membuat masyarakat disekitar kawasan ini tidak menghargai nilai hutan sebagai sumber penampung/penahan air dan penghematan air yang digunakan, namun sebaliknya penggunaan air dengan tidak memperhitungkan ketersediaan air dan luas hutan untuk masa yang akan datang. Namun sebaliknya bagi masyarakat yang berada disekitar perkotaan Jayapura mengalami kekurangan air ketika musim kering/panas sepanjang dua minggu debit air sungai yang teradapat disekitar perkotaan mengalami penurunan hingga 40 liter/detik dari 150-250 liter/detik secara normal.

  Alternatif pengelolaan sumberdaya lahan yang optimal di kawasan CAPC

  Untuk mengetahui alternatif pemanfaatan yang optimal pada CAPC dilakukan analisis hierarki proses (AHP) dengan pendekatan manfaat biaya. Berdasarkan

  “judgement

stakeholders terkait“, dengan perhitungan AHP untuk analisis manfaat biaya (kerugian)

  masing-masing alternatif dari tiga alternatif yang dikemukakan dalam kaitannya dengan pengelolaan CAPC disajikan pada Tabel 1 Tabel 1. Prioritas Manfaat, Biaya dan Rasio Manfaat

  • – Biaya Hasil Analisis Metode “AHP“ untuk AMB dalam Pengelolaan Sumberdaya Lahan di CACP

  AHP untuk AMB Rasio

  No Alternatif Prioritas Prioritas

  Manfaat/ Manfaat Biaya

  Biaya (kerugian) 1.

  Permukiman dan infrastruktur 5.507 5.704 0.965 2. Konservasi dan Pariwisata 7.000 7.000 1.000 Perkebunan dan Pertambangan 3.

  2.524 2.830 0.901 Gol C

  Sumber : Hasil analisis, 2005 dibandingkan antara manfaat dan kerugian, maka alternatif pengelolaan sebagai kawasan konservasi dan pariwisata memberikan nilai terbesar yaitu 1.000 yang menghasilkan skenario yang optimal karena memberikan nilai rasio manfaat/biaya = 1, artinya bahwa pada kawasan ini dapat dilakukan kegiatan konservasi dan pariwisata tergantung program- program yang akan direncanakan bersama oleh para pihak untuk dilaksanakan. Disamping itu, yang perlu diperhatikan pemukiman dan infrastruktur, sebab alternatif ini merupakan pendukung semua kebijakan yang diberlakukan di Kota/kabupaten Jayapura, walaupun dalam analisis manfaat-biaya ternyata nilai manfaat 5.507, kerugian 5.704 dan memberikan hasil rasio manfaat-kerugian 0.965 atau nilai rasionya < 1. Sedangkan perbandingan manfaat dan kerugian untuk kawasan perkebunan dan pertambangan 0.901 atau nilai B/C Rasio < 1. hal ini disebabkan karena dalam analisis ini turut memperhitungkan baik manfaat ekonomi, lingkungan dan sosial serta kerugian ekonomi, lingkungan dan sosial. Sehingga alternatif pengelolaan sebagai perkebunan dan pertambangan yang biasanya menguntungkan jika hanya ditinjau dari aspek manfaat ekonomi, namun dalam analisis ini terlihat tidak menguntungkan jika melibatkan ketiga aspek sekaligus. Kedua alternatif diatas yang mempunyai nilai B/C rasio < 1 tidak berarti alternatif ini tidak optimal untuk dikembangkan pada kawasan CAPC, namun sebaliknya dalam implementasi pemanfaatan ruang di kawasan ini justru banyak memberikan nilai positif dari aspek ekonomi, namun tidak berarti negatif untuk konservasi, sehingga perlu dikoordinasikan berbagai kebijakan dalam bentuk program yang akan dikembangkan di kawasan CAPC.

  Faktor Internal dan Eksternal (Analisis SWOT) Arahan Pengembangan Pengelolaan

  Untuk memperoleh formulasi strategi yang tepat, perlu menggunakan analisis SWOT, yang diawali dengan mengidentifikasi faktor internal dan eksternal. Berdasarkan hasil identifikasi faktor internal dan eksternal kemudian dilakukan pembobotan, rangking dan skor dari masing-masing unsur, yang secara lengkap dan dilanjutkan dengan penetapan strategi pengembangan dengan menggunakan Matrik SWOT disajikan pada Tabe 2. Tabel 2. Matriks Analisis SWOT

  Internal Kekuatan (S) Kelemahan (W)

  1. Adanya institusi/kelembagaan

  1. Kurangnya SDM dibidang adat yang berkaitan dengan Konservasi pengelolaan CAPC

  2. Lemahnya kekuatan pemimpin

  2. Memiliki KEHATI yang tinggi (ondoafi/ondofolo) termasuk (Air, Flora, Fauna, Tanah) yang nilai-nilai adat Eksternal spesifik

  3. Lemahnya manajemen

  3. Hak ulayat masyarakat adat kelembagaan adat dalam

  4. Sumber penghidupan pengelolaan CAPC

masyarakat Kab/Kota Jayapura

  4. Konflik atas batas-batas kepemilikan hak ulayat yang tidak jelas

  Peluang (O) SO WO

  

1. Pemberdayan institusi adat

  1. Peningkatan SDM dibidang Adanya dukungan kebijakan

  1.

  untuk mendukung kebijakan konservasi guna mendukung pemerintah (UU No. 22/1999 pemerintah (S & O ) kebijakan pemerintah (W & ttg Pemerintahan Daerah, UU 1 1-2 1

  2. Pengembangan ekowisata O ) No. 25/1999 ttg Perimbangan 1-2

berbasis masyarakat (S & O )

  2. Peningkatan kapasitas dan Keuangan Pusat dan Daerah, 2 3

  3. Pemberdayaan stakeholder (S Kapabilitas pemerintah dan UU No. 5/1990 ttg KEHAT, 3-

UU No. 24/1994 ttg Tata & O ) masyarakat adat (W & O )

4 4 3-4 3-4

  3. Pemetaan hak ulayat Ruang, UU No. 23/1997 ttg lingkungan hidup, UU No.41/1999 ttg Kehutanan, UU No. 21/2001 Otsus Papua, Kepres No. 32/1990 ttg Kawasan Lindung.

  2. Dukungan program Kab/Kota

  Jayapura

  3. Potensi Ekowisata untuk

  peningkatan PAD Pola kemitraan Pemda, LSM,

  4.

  swasta dan Masyarakat adat Ancaman (T) ST WT

  

1. Pengelolan terpadu antar instnsi

  1. Koordinasi lintas sektor/instansi

  1. Konflik kewenangan

  pemerintah, adat, swasta, LSM adat dan pemerintah dalam (pemerintah pusat dan daerah,

Pemkot dan Pemkab, dan PT (S & T ) manjemen pengelolaan SDA

1

1

  2. Revitalisasi tata ruang dan (W & T ) mayarakat dan masyarakat. 1, 4 2-5 zonasi CAPC (S & T ) 2 2-3

  2. Peningkatan manajemen

  2. Pembukaan lahan untuk

  3. Penegakan hukum (S & T ) kepemimpinan adat dalam 4 6 perkebunan (migran) pembangunan dan penegakan Penebangan liar dan

  3.

  hukum positif dan adat eksploitasi SDA secara ilegal (W &T ) 2-3 5-6 Penambangan galian c

  4.

  5. Pemukiman dan infrastruktur

  yang tidak sesuai dengan tata ruang Lemahnya penegakan hukum Tabel 3. Pemberdayaan Lembaga Masyarakat Tujuan Peningkatan kapasitas dan kapabilitas pemerintah, swasta, masyarakat adat Argumen Rendahnya kapasitas dan kapabilitas lembaga pemerintah, swasta, masyarakat adat/lokal sangat dipengaruhi oleh ketersediaan SDM dalam pengelolaan sumberdaya lahan di kawasan konservasi, mengakibatkan setiap lembaga merencanakan program tanpa memahami fungsi-fungsi dan status kawasan yang akan dikelola. Kegiatan Pemerintah Kabupaten dan Kota dapat melakukan komunikasi intensif pada pihak- pihak yang berkepentingan dengan kawasan CAPC untuk menentukan :

   Bagaimana fungsi masing-masing lembaga memberdayakan sistem dan personil yang mengerakan lembaga tersebut.  Bagaimana Pemda mengikut-sertakan lembaga-lembaga masyarakat, swasta dalam pendidikan informal seperti kursus, pelatihan, dll.

  Potensi Hambatan yang dihadapi mencakup : hambatan  Banyak lembaga adat dan swasta yang tumbuh berdasarkan kepentingan tertentu, bahkan lembaga pemerintah yang khusus konsentrasi mengelola kawasan konservasi juga tidak mempunyai kapasitas untuk menentukan kebijakan pengelolaan

   Pemerintah, swasta dan masyarakat tidak serius menagani isu lingkungan sebagai kebutuhan masa depan, namun melihat sebagai suatu larangan untuk melakukan berbagai kegiatan. Dampak Apabila dapat dijalankan dengan baik, kebijakan ini diharapkan dapat :

   Memberikan pemahaman bagi lembaga dan personil yang menjalankan sistem sebuah lembaga.  Meningkatkan komunikasi antar lembaga untuk pengelolaan CAPC yang berkelanjutan

  Potensi Dengan adanya berbagai kepentingan lembaga yang dibangun oleh pemerintah, resiko swasta dan masyarakat tidak menunjukan perubahan yang signifikan terhadap kerusakan sumberdaya lahan yang terjadi di CAPC, sehingga hal-hal yang harus diperhatikan :  Perlu disensus kembali lembaga-lembaga yang berkepentingan dengan CAPC terutama visi dan misi lembaga.  Perlu disensus kembali kegiatan lembaga-lembaga yang telah dilakukan dan perlu diukur tingkat keberhasilan dan kegagalan yang terjadi. Program Pemerintah Kabupaten dan Kota Jayapura mendata kembali semua lembaga yang jangka melakukan kegiatan di CAPC pendek Tabel 4. Penataan Ruang Tujuan Sesuai dengan peruntukan Urgensi Kelemahan yang terjadi selama ini adalah ketidak konsistenan pihak pemerintah dan swasta dalam pemanfaatan ruang atau lahan yang mengakibatkan berbagai bencana, peningkatan luas lahan kritis, dan kerusakan terhadap sumberdaya hutan.

  Kegiatan Melakukan peninjauan terhadap rencana umum tata ruang (RUTRW) dari masing-masing pemda dengan cara :  Melakukan koordinasi dengan sektor-sektor yang melakukan kegiatan dikawasan ini untuk tetap mematuhui RUTRW yang telah disepakati bersama sebagai dokumen publik dan representatif masyarakat.

   Memadukan batas-batas pemerintahan dengan batas adat Potensi  Batas-batas tanah adat masih kental dalam masyarakat adat. Hambatan  Manajemen dalam pengelolaan hak milik adat yang dilakukan oleh adat sendiri masih bernuasa lama, seperti menyewa atau menjual tanah hanya untuk kepentingan keluarga tertentu, sehingga kadangkala terjadi konflik internal antar keluarga-keluarga lain dengan si penjual lahan/tanah Dampak Apabila tidak disadari oleh pemerintah dan swasta, maka hal-hal yang akan terjadi:

   Konflik horisontal antara masyarakat dan masyarakat  Konflik antara masyarakat dan pemerintah  Kawasan konservasi dan potensi serta fungsinya akan sangat terganggu akibat berbagi kepentingan

  Potensi resiko  Merelokasi masyarakat dan semua kegiatan pembangunan yang bukan kegiatan konservasi.

   Penurunan sumber keuangan bagi masyarakat yang langsung memanfaatkan lahan di CAPC.  Membatasi laju pembangunan pemukiman dan infrastruktur yang genjar dilakukan di CAPC Kegiatan  Melakukan sosialisasi RUTRW dari kedua Pemda. jangka pendek  Bersama-sama dengan masyarakat, pemerintah dan LSM melakukan tata batas ulang.

   Menghitung kembali luas lahan kritis dan penyebabnya serta luas hutan dan air serta potensi SDA yang ada di CAPC Tabel 5. Peningkatan Sumberdaya Manusia dilingkungan Pemerintah dan Masyarakat Adat

  Tujuan Kapasitas aktor pengelola kawasan konservasi Urgensi Kelemahan kerusakan yang terjadi pada daerah-daerah konservasi baik itu kerusakan hutan, lahan, keanekaragaman hayati seringkali di pengaruhi oleh ketersediaan sumberdaya manusia baik dipihak aparat pemerintah maupun masyarakat adat, sehingga untuk hal ini harus dmenjadi perhatian serius oleh pemerintah maupun masyarakat

  Kegiatan Untuk menjawab ketersediaan SDM baik di pihak aparat pemerintah maupun masyarakat adat, maka harus dilakukan :  Mengikutiberbagai pendidikan formal maupun informal yang sehubungan dengan bidang konservasi, kehutanan dan sumberdaya lahan.  Mengikuti diskusi, seminar, lokakarya dan kegiatan informal lainnya yang dapat memacu pengetahuan akan pentingnya lingkungan hidup.

  Seringkali hambatan yang terjadi, adalah: Potensi

   Tidak tersedia biaya hambatan  Minimnya informasi  Tidak tersedia analisis kebutuhan oleh pihak pemerintah Apabila kegiatan ini tidak dilakukan, maka hal yang terjadi :

  Dampak  Kurannya pengawasan terhadap kerusakan yang sengaja dilakukan  Banyak sabotasi hak antara pemerintah dan masyarakat  Terjadi konflik internal dan eksternal  Kerusakan yang terjadi selama ini dapat diminimisasi dengan telah tersedianya Potensi SDM yang handal. resiko

   Terjadi persaingan antara personil dalam semua lembaga pemerintah maupun masyarakat adat  Akan menjadi super body bagi para pelanggar aturan  Mengikuti pendidikan farmal dan informal yang dibutuhkan sesuai dengan Kegiatan analisis kebutuhan yang dilakukan oleh tiap lembaga. jangka

   Bekerja sama dengan lembaga pendidikan tinggi / perguruan tinggi didaerah pendek setempat untuk pengembangan SDM. Tabel 6. Koordinasi Terintegrasi antar Sektor Tujuan Keserasian kebijakan Argumen Selama ini kebijakan yang ditetapkan sering tumpang tindih, hal ini diakibatkan oleh lemahnya koordinasi antar sektor, dan berbagai kerusakan yang terjadi dikawasan CAPC adalah lemahnya koordinasi, bahkan koordinasi antara pihak pemerintah pusat dan pemerintah daerah tidak harmonis walaupun telah berlangsung otonomi daerah, khusus untuk provinsi Papua telah berlangsung Otsus, namun tetap saja kebijakan masih mengikuti kebijakan pusat.

  Kegiatan  Setiap akan disusun perencanaan pembangunan, maka setiap isntansi yang terkait harus diundang untuk mengikuti dan terutama keterlibatan masyarakat sangat penting.  Keterlibatan masyarakat adalah sebagai objek dan subjek dalam pembangunan dan penentuan kebijakan. Potensi  Egosektoral masih mendominasi koordinasi hambatan  Budaya KKN memberikan andil

   Kepentingan ekonomi dan politik masih mendominasi konservasi Dampak Apabila program ini berjalan dengan baik, maka diharapkan :  Tidak terjadi tumpang tindih kebijakan dan setiap sektor akan bekerja sesuai dengan misi dan visi yang telah disepakati secara bersama  Menungragi indikasi KKN yang sangat susah untuk dibasmi.

  Potensi  Kurangnya potensi sikap perkoncoan yang sering merugikan kebijakan Resiko  Terjadi pembatasan bagi pihak-pihak yang seringkali menyalakan aturan

   Pembatasan bagi masyarakat yang biasanya menggunakan sumberdaya lahan sebagai sumber kehidupan. Kegiatan

   Membangun kerjasama antara pihak-pihak yang berkepentingan dalam satu jangka wadah yang dapat dikoordinir untuk sebuah tujuan. pendek Tabel 7. Penegakan Hukum Tujuan Menjalankan peraturan perundang-undangan untuk menghukum pelanggaran terhadapnya Urgensi  Kelemahan penegakan hukum selama ini menjadi faktor kunci tidak terselenggaranya untuk mencapai pengelolaan kawasan konservasi dan berbagai sumberdaya alam yang dikandungnya, hal ini memberikan signal buruk bagi sektor ekonomi, karena praktek-praktek ileggal loging, penguasahan luas tanah dan ijin bangunan yang tidak didasari dengan ijin prinsip seperti IMB, dokumen AMDAL dan syarat lingkungan lainnya. Signal ini memberikan seuatu tindakan riil. Kegiatan Mengembangkan sistem yustisi yang kredibel bagi sektor kehutanan, perkebunan, pertanian, pertanahan, agar arah pembangunan menjadi jelas, kegiatan dapat berupa

  :  Melakukan koordinasi dengan kehutanan, pertanahan, pengadilan, Polda/Polres, TNI, PPNS.

   Menyatakan dengan jelas kepada masyarakat bahwa Pemerintah dalam upaya penegakan hukum  Menjalankan proses hukum bagi kasus-kasus yang dianggap penting/prioritas. Potensi  Terdapat ketidaksesuaian implementasi UU oleh pemerintah (pusat) dan hambatan pemerintah daerah

   Belum jelas UU mana yang harus dirujuk Banyak perbedaan pengistilaaan yang digunakan dalam UU yang memberikan larangan namun juga memberikan kelonggaran untuk melakukan kegiatan pada daerah-daerah tertentu. Dampak Apabila program ini dapat berjalan dengan baik, maka

   Hukum dihargai kerusakan sumberdaya lahan, hutan dapat diminimkan  Pelestarian kawasan konservasi dan kawasan hutan dan lahan dapat dilestariakan dengan baik  Penebangan, perladangan, permukiman dan pembangunan infrastruktur dapat direm.

  Potensi Pembatasan bagi masyarakat yang berinteraksi langsung dengan kawasan CAPC resiko Penurunan sumber keuangan bagi daerah yang selama ini menggunakan ruang- ruang dikawasan konservasi untuk pembangunan dan ditarik retribusi. Potensi Konflik bagi masyarakat adat dan pemerintah, serta masyarakat lokal yang menggunakan kawasan ini sebagai sumber ekonomi Ancaman fisik bagi individu yang melakukan pelanggaran hukum

  Kegiatan Menetapkan kasus yang dianggap signifikan didaerah dan nasional dan dibentuk jangka task force untuk menanganinya. pendek Melakukan kegiatan penyuluhan tentang keluarga sadar hukum (kadarkum) oleh pihak pengadilan atau lembaga hukum lainya.

  Menghukum pelanggar hukum sesuai dengan hukum yang berlaku.

KESIMPULAN DAN SARAN

  Kesimpulan

  Berdasarkan hasil penelitian tentang analisis pengelolaan sumberdaya lahan pada cagar alam pegunungan cycloop di Kabupaten dan Kota Jayapura, disimpulkan bahwa:

  1. Sesuai dengan hasil analisis AHP dalam kerangka manfaat, skenario pengelolaan optimal CAPC adalah Konservasi dan Pariwisata (7.000), Ekonomi (0,387) Lingkungan (0,750) dan sosial (0,250), atau B/C Ratio = 1, artinya tergantung dari

  

stakeholder berkepentingan untuk membuat kebijakan guna pengelolaan CAPC. B/C

  Ratio alternatif permukiman dan infrastruktur (0,965) atau < 1, alternatif Perkebunan dan Pertambangan gol. C (0,901) atau < 1, untuk kedua alternatif ini tidak layak dikembangkan.

  2. Sumber air bersih yang digunakan oleh penduduk Jayapura berjumalah 12 sungai/kali dengan total ketersediaan 606 liter/detik. Nilai ekonomi air yang harus dibayar berjumlah Rp. 6.570/org/tahun. Sedangkan untuk penduduk Kabupaten Jayapura yang berinteraksi langsung dengan kawasan CAPC berjumlah Rp. 6.966.000/tahun dan penduduk Kota Jayapura berjumlah Rp. 28.461.240/tahun

  3. Hasil Analisis SWOT tentang pengembangan CAPC masih terhambat karena tumpang tindih tugas dan fungsi serta kewenangan, lemahnya koordinasi serta perbedaan pemahaman tentang konservasi pada tataran stakeholders (Pemerintah, Masyarakat Adat, Swasta/Dunia Usaha, Perguruan Tinggi dan LSM).

  S a r a n

  1. Kebijakan dalam bentuk program-program Pemerintah Kabupaten dan Kota Jayapura yang selama ini tidak terkoordinasi dan terintegrasi, disarankan perlu ditinjau kembali.

  2. Beberapa tempat di Kawasan CAPC yang sudah rusak saat ini disebabkan oleh aktivitas pembangunan, disarankan dapat dikonversi (terutama wilayah Kota Jayapura) dan diikuti dengan penataan sehingga tidak semakin luas kerusakan di waktu mendatang.

  3. Perlu dilakukan penataan institusi yang menyangkut peraturan perundang-undangan serta kejelasan tugas dan fungsi serta kewenangan setiap lembaga/institusi yang terkait dengan pengelolaan CAPC, terutama kepada Pemerintah Kabupaten/Kota Jayapura.

DAFTAR PUSTAKA

  Mandosir, R. J.P. Kamawa. Jawardi. R. Tanjung. E. Giay. L. Pangkali. D. Rumaropen.

  B. Nainggolan. K. Kailola. T. Wakum.. T. Tuharea. T. I. Yakobus. 2004. Potret kawasan dan rencana umum pengelolaan kawasan cagar alam cycloop. Pokja Multipihak Cycloop. Jayapura. Marimin. 2004. Pengambilan keputusan kriteria majemuk. Grasindo. Jakarta. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 Tentang Otonomi Khusus Provinsi Papua.

  Jayapura Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 Tentang Keanekaraganan hayati dan ekosistemnnya. Jakarta.

  Undang-Undang Nomor 24 tahun 1992 tentang Tata Ruang. Jakarta Saaty, T.L. 1993. Pengambilan keputusan bagi para pemimpin. Pustaka Binaman Pressindo. Jakarta.

  Diterima tanggal: 15 Pebruari 2006

Dokumen yang terkait

ANALISIS KOMPARATIF PENDAPATAN DAN EFISIENSI ANTARA BERAS POLES MEDIUM DENGAN BERAS POLES SUPER DI UD. PUTRA TEMU REJEKI (Studi Kasus di Desa Belung Kecamatan Poncokusumo Kabupaten Malang)

23 307 16

FREKUENSI KEMUNCULAN TOKOH KARAKTER ANTAGONIS DAN PROTAGONIS PADA SINETRON (Analisis Isi Pada Sinetron Munajah Cinta di RCTI dan Sinetron Cinta Fitri di SCTV)

27 310 2

MANAJEMEN PEMROGRAMAN PADA STASIUN RADIO SWASTA (Studi Deskriptif Program Acara Garus di Radio VIS FM Banyuwangi)

29 282 2

ANALISIS ISI LIRIK LAGU-LAGU BIP DALAM ALBUM TURUN DARI LANGIT

22 212 2

KEBIJAKAN BADAN PENGENDALIAN DAMPAK LINGKUNGAN DAERAH (BAPEDALDA) KOTA JAMBI DALAM UPAYA PENERTIBAN PEMBUANGAN LIMBAH PABRIK KARET

110 657 2

ANALISIS PROSPEKTIF SEBAGAI ALAT PERENCANAAN LABA PADA PT MUSTIKA RATU Tbk

273 1263 22

PENERIMAAN ATLET SILAT TENTANG ADEGAN PENCAK SILAT INDONESIA PADA FILM THE RAID REDEMPTION (STUDI RESEPSI PADA IKATAN PENCAK SILAT INDONESIA MALANG)

43 322 21

KONSTRUKSI MEDIA TENTANG KETERLIBATAN POLITISI PARTAI DEMOKRAT ANAS URBANINGRUM PADA KASUS KORUPSI PROYEK PEMBANGUNAN KOMPLEK OLAHRAGA DI BUKIT HAMBALANG (Analisis Wacana Koran Harian Pagi Surya edisi 9-12, 16, 18 dan 23 Februari 2013 )

64 565 20

PEMAKNAAN BERITA PERKEMBANGAN KOMODITI BERJANGKA PADA PROGRAM ACARA KABAR PASAR DI TV ONE (Analisis Resepsi Pada Karyawan PT Victory International Futures Malang)

18 209 45

STRATEGI KOMUNIKASI POLITIK PARTAI POLITIK PADA PEMILIHAN KEPALA DAERAH TAHUN 2012 DI KOTA BATU (Studi Kasus Tim Pemenangan Pemilu Eddy Rumpoko-Punjul Santoso)

119 459 25