Mempelajari aktivitas keratinase dan disulfida reduktase dari Bacillus sp. MTS dalam degradasi keratin

MEMPELAJARI AKTIVITAS KERATINASE DAN
DISULFIDA REDUKTASE DARI Bacillus sp. MTS
DALAM DEGRADASI KERATIN

SRI RAHAYU

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2010

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI
DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini, saya menyatakan bahwa disertasi yang berjudul Mempelajari
Aktivitas Keratinase dan Disulfida Reduktase dari Bacillus sp. MTS dalam
Degradasi Keratin adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing
dan belum pernah diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.
Bogor, Juli 2010


Sri Rahayu
NRP F261040031

ABSTRACT
SRI RAHAYU. Study on Keratinase and Disulphide Reductase Activity from
Bacillus sp. MTS in Keratin Degradation. Under guidance of MAGGY
THENAWIDJAJA SUHARTONO, DAHRUL SYAH and ANTONIUS SUWANTO.
Keratin is insoluble and very stable protein. The disulphide bonds,
hydrogen bonds and hydrophobic interaction within the polypeptide gives
mechanical strength and also resistance to some protease enzyme. The main
objective of this research was to study degradation of native chicken feather by
keratinolytic enzymes from Bacillus sp., that is the role of keratinase and
disulphide reductase, and this was conducted in four steps.
The first step was conducted to select Bacillus sp. which produced
extracellular keratinase and disulphide reductase. The isolates used were B.
licheniformis MB-2 and Bacillus sp. MTS. The first isolate was a thermophillic
bacterium screened from hot springs water of Mount Tompaso-Manado and the
latter was mesophillic bacterium from sulphuric soil of Mount Tangkuban PerahuBandung. The result showed that Bacillus sp.MTS was more effective than
B.licheniformis MB-2 for chicken feather degradation. A minimum medium which

contained mineral salts was the best medium for Bacillus sp.MTS to secrete
disulphide reductase, while the best medium for keratinase production
was
minimum medium with addition of 0.02% tripton and 0.02% yeast extract. Bacillus
sp.MTS was found to secrete intracellular and extracellular keratinase and
disulphide reductase and it was selected for further study.
The second step was conducted to characterize the crude keratinase and
disulphide reductase of Bacillus sp.MTS . The optimum temperature for
keratinase and disulphide reductase were 55oC and 28oC respectively. Optimum
pHs for keratinase were 8.0, 10.0 and 11.0, and optimum pH for disulphide
reductase was 9.0. SDS-PAGE analysis of the culture-free cell showed 17 – 60
kD protein bands. Zymography analysis of ammonium sulphate fraction (50%
w/v) showed that Bacillus sp.MTS secreted multy fraction keratinases of 17, 25,
32, 53, 96 and > 97 kD. The 25 kD keratinase was the most stable enzyme at pH
8.0-11.0 and temperature 55-900C while the 32 and 53 kD fractions were found
as unstable.
The third step was to purify keratinase and disulphide reductase.
Purification with ammonium sulphate 50% (w/v), dialysis, Butyl sepharose FF
chromatography dan Sephacryl S-200HR chromatography could increase
keratinase and disulphide purities, and gave six active keratinase with specific

activity of 10 to 37 U/mg and three active disulphide reductase with specific
activity of 30 to 64 U/mg. SDS-PAGE analysis of the highest activities of
keratinase fractions showed molecular weights of 53, 32 and 17 kD. The highest
activities of disulphide reductase fractions showed of 29 and 17 kD molecular
weight. The purified keratinase and disulphide reductase had optimum activity at
alkaline pHs (8.0-12.0).
In the fourth step the role of disulphide reductase, reducing agent (DTT
and BMT) and urea in hydrolysis of native chicken feather and sheep wool and
NaOH prehydrolized chicken feather were studied. The activity of purified
keratinase was increased by the presence of purified disulphide reductase.

Keywords: bacillus, purification, keratinase, disulphide reductase.

RINGKASAN
SRI RAHAYU. Mempelajari Aktivitas Keratinase dan Disulfida Reduktase dari
Bacillus sp. MTS dalam Degradasi Keratin. Di bawah bimbingan MAGGY
THENAWIDJAJA SUHARTONO, DAHRUL SYAH, dan ANTONIUS SUWANTO.
Keratin adalah suatu protein tidak larut dan sangat stabil karena tingginya
ikatan disulfida. Ikatan hidrogen dan interaksi hidrofobik di dalam molekul yang
memberikan kekuatan mekanik dan resistensi terhadap berbagai protease.

Tujuan utama penelitian ini adalah mempelajari degradasi keratin bulu ayam oleh
enzim enzim keratinolitik yang dihasilkan oleh Bacillus sp. khususnya keterlibatan
disulfida reduktase ekstraseluler. Untuk mencapai tujuan tersebut maka
penelitian ini dilaksanakan dalam empat tahap.
Tahap pertama penelitian bertujuan memilih isolat Bacillus sp. yang
menghasilkan keratinase dan disulfida reduktase ekstraseluler yaitu Bacillus
licheniformis MB-2 dan Bacillus sp. MTS. B. licheniformis MB-2 adalah bakteri
termofilik yang diisolasi dari sumber air panas Gn. Tompaso-Manado. Bakteri
mesofilik Bacillus sp. MTS diisolasi dari tanah belerang Gn. Tangkuban PerahuBandung. Hasil penelitian menunjukkan Bacillus sp. MTS lebih efektif dan efisien
dalam menghancurkan bulu ayam utuh dibandingkan B. licheniformis MB-2.
Medium terbaik bagi Bacillus sp. MTS dalam menghasilkan disulfida reduktase
adalah medium minimal, yaitu medium berisi berbagai garam mineral dan tepung
bulu ayam, sedangkan medium terbaik bagi produksi keratinase adalah medium
minimal + 0.02% tripton + 0.02% ekstrak kamir. Bacillus sp. MTS ditemukan
menghasilkan keratinase dan disulfida reduktase baik di dalam cairan intraseluler
maupun ekstraselulernya. Bacillus sp. MTS dipilih untuk digunakan pada
penelitian tahap selanjutnya.
Tahap kedua penelitian bertujuan melakukan karakterisasi keratinase dan
disulfida reduktase ekstraseluler Bacillus sp. MTS. Temperatur dan pH optimum
aktivitas keratinase adalah 55oC dengan pH 8.0, 10.0, dan pH 11.0, sedangkan

disulfida reduktase pada 28oC dan pH 9.0. Analisis SDS-PAGE kultur bebas sel
menunjukkan beberapa pita protein berukuran 17–60 kDa. Analisis zymografi
fraksi amonium sulfat (50% b/v) yang telah didialisis menunjukkan bahwa
Bacillus sp. MTS menghasilkan multi fraksi keratinase yang mampu
menghidrolisis gelatin, yaitu protein berberat molekul 17, 25, 32, 53, 96, dan > 97
kDa. Molekul keratinase berukuran 25 kDa merupakan molekul yang paling stabil
pada pH 8.0-11.0 dan temperatur 55-900C, sedangkan molekul berukuran 35 dan
53 kDa adalah molekul yang paling tidak stabil.
Tahap ketiga penelitian bertujuan melakukan pemurnian keratinase dan
disulfida reduktase ekstraseluler Bacillus sp. MTS. Tahapan pemurnian 50% (b/v)
amonium sulfat, dialisis, kromatografi Butyl Sepharose FF, dan kromatografi
Sephacryl S-200HR dapat meningkatkan kemurnian keratinase dan disulfida
reduktase. Diperoleh enam fraksi aktif keratinase dengan aktivitas spesifik
bervariasi dari 10-37 U/mg dan tiga fraksi aktif disulfida reduktase dengan
aktivitas 30-64 U/mg. Analisis SDS-PAGE fraksi dengan aktivitas keratinase
tertinggi menampakkan tiga pita protein berukuran 53, 32, dan 17 kDa,
sedangkan fraksi dengan aktivitas disulfida reduktase tertinggi dua pita
berukuran 29 dan 17 kDa. Fraksi keratinase dan disulfida reduktase murni
memiliki aktivitas optimum pada pH alkali (8.0-12.0).
Tahap keempat penelitian bertujuan mengetahui keterlibatan disulfida

reduktase, senyawa pereduksi dithiotreitol (DTT) dan β-merkaptoetanol (BMT),
serta urea dalam degradasi keratin bulu ayam dan domba alami serta bulu ayam

prehidrolisis NaOH. Aktivitas keratinase murni Bacillus sp. MTS dalam degradasi
keratin ditingkatkan oleh keterlibatan disulfida reduktase murni. Aktivitas
keratinase meningkat setelah substrat keratin direaksikan dengan disulfida
reduktase; pada tepung bulu ayam prehidrolisis NaOH meningkat dari 5 U/mg
menjadi 10.9 U/mg, tepung bulu ayam alami meningkat dari 4.5 U/mg menjadi
27.5 U/mg dan tepung bulu domba alami meningkat dari 8.7 U/mg menjadi 24.3
U/mg. Aktivitas bersama kedua enzim dari Bacillus sp. MTS lebih tinggi 10-20
kali dibandingkan dengan aktivitas bersama proteinase K dan disulfida
reduktase, maupun proteinase K dengan senyawa pereduksi dan urea. Senyawa
pereduksi 0.1 mM DTT meningkatkan kemampuan hidrolisis keratinase pada
ketiga substrat keratin. Analisis Scanning Electron Microscopy (SEM)
menampakkan lebih banyak kerusakan ditemukan pada permukaan selongsong
bulu ayam yang diinkubasi dengan keratinase dan disulfida reduktase murni.
Kata kunci: Bacillus, pemurnian, keratinase, disulfida reduktase.

© Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2010
Hak cipta dilindungi Undang-undang


1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa
mencantumkan atau menyebutkan sumber.
a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian,
penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik
atau tinjauan suatu masalah.
b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar.
2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau
seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.

MEMPELAJARI AKTIVITAS KERATINASE DAN DISULFIDA
REDUKTASE DARI Bacillus sp. MTS DALAM DEGRADASI
KERATIN

SRI RAHAYU

Disertasi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Doktor pada
Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan


SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2010

Judul Disertasi
Nama
NRP

: Mempelajari Aktivitas Keratinase dan Disulfida Reduktase
dari Bacillus sp. MTS dalam Degradasi Keratin
: SRI RAHAYU
: F 261040031

Disetujui,
Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Maggy T. Suhartono.
Ketua


Dr. Ir. Dahrul Syah
Anggota

Prof. Dr. Ir. Antonius Suwanto, M.Sc.
Anggota

Mengetahui,
Ketua Program Studi
Ilmu Pangan

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Ratih Dewanti-Hariyadi, M.Sc

Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, M.S.

Tanggal Ujian: 16 Juni 2010

Tanggal Lulus:


Penguji Luar Komisi Sidang Tertutup
1.

Dr. Tresnawati Purwadaria
Balai Penelitian Ternak
Bogor

2.

Dr. Ir. Siswa Setyahadi
Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi
Jakarta

Penguji Luar Komisi Sidang Terbuka
1.

Emannuel Ramli, Ph.D, CPIM
Fakultas Teknobiologi
Universitas Katolik Atma Jaya-Jakarta


2.

Raymond R. Tjandrawinata, Ph.D.
Direktur Laboratorium Biomolekuler Dexa Medica-Jakarta

PRAKATA

Penelitian yang berjudul Mempelajari Aktivitas Keratinase dan Disulfida
Reduktase dari Bacillus sp. MTS Dalam Degradasi Keratin dilaksanakan dari
bulan September 2006 sampai dengan Oktober 2009. Penelitian ini dilaksanakan
di Laboratorium Mikrobiologi dan Biokimia PPSHB-IPB dan Laboratorium
Bioteknologi Pangan SEAFAST, dengan dukungan dana dari Proyek Hibah
Bersaing 2007-2009 serta Proyek Hibah Doktor 2009.
Penulis menyampaikan terimakasih dan penghargaan yang tinggi kepada
Prof. Dr. Ir. Maggy T Suhartono sebagai ketua komisi pembimbing yang telah
mencurahkan waktu dan perhatian selama proses pembuatan proposal,
bimbingan dalam penelitian, penulisan disertasi dan artikel ilmiah. Suatu
kehormatan bagi penulis karena telah diajak bekerjasama dalam mengungkap
enzim-enzim keratinolitik serta memahami karakteristik biokimia dan molekuler
enzim tersebut. Terima kasih atas segala fasilitas yang diberikan kepada penulis
untuk melakukan penelitian di Laboratorium Mikrobiologi dan Biokimia Pusat
Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi (PPSHB)-IPB.
Ucapan terima kasih dan penghargaan yang tinggi disampaikan kepada
Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc atas bimbingan dalam penelitian dan penulisan
disertasi. Bapak telah mengarahkan penulis untuk memahami perilaku enzim dari
struktur primernya. Terima kasih atas segala fasilitas yang diberikan kepada
penulis unruk melakukan penelitian di Laboratorium Bioteknologi Pangan
SEAFAST.
Ucapan terima kasih dan penghargaan yang tinggi disampaikan kepada
Prof. Dr. Ir. Antonius Suwanto, M.Sc atas bimbingan dalam penelitian dan
penulisan disertasi. Terima kasih karena di awal penelitian Bapak telah
mengarahkan dan mengingatkan penulis untuk memilih keratinase dan keratin
sebagai materi kajian.
Terima kasih kepada DIKTI Depdiknas yang telah memberikan beasiswa
BPPS dan dana penelitian. Kepada Dr. Ekowati Chasanah, kepala Laboratorium
Bioteknologi beserta staf di Departemen Kelautan dan Perikanan yang telah
membantu dan mengijinkan penulis menggunakan alat Akta Purifier dan fasilitas
lainnya. Kepada para sahabat Dr. Nisa Rachmania Mubarik, Dr. Noryawati
Mulyono, Dr. Nesti, Dr. Sri Wahyuni, Dra. Hasnah Natsir, M. Si., dan Suryono, ST
atas semua bantuan dan kesempatan diskusinya.

Terima kasih kepada Bapak/Ibu penguji Luar Komisi sidang tertutup dan
sidang terbuka yang telah memberikan saran-saran untuk penyempurnaan
disertasi ini.
Rekan-rekan dan sahabat seperjuangan di PPSHB-IPB, Prodi Ilmu
Pangan maupun di prodi lain di lingkungan IPB, terima kasih atas persahabatan,
dorongan semangat dan bantuan selama penelitian. Kepada Ibu Ika Malikha,
S.TP., Ibu Eni Sumartini, mbak Mar, mbak Dewi , mbak Ari, Bi Sari dan pak
Karsun yang selalu siap mengulurkan tangan.
Terima kasih atas kehadiran rekan-rekan dari Universitas Soedirman
pada sidang terbuka: Wakil Dekan 3 Fapet UNSOED Dr. Drh. Moch. Samsi, MS.,
Kepala Lab. Nutrisi dan Makanan Ternak beserta staf Dr. Ir. Ning Iriyanti, MP.,
Dr. Ir. Sri Suhermiyati, MS., Dr. Ir. Moch. Bata, MS., Ir. Nur Hidayat, MS., serta
kakanda Dr. Ir. Wardhana Suryapratama, MS. dan Prof. Dr. Ir. FM. Suhartati, MS.
Rasa terima kasih yang tak terhingga disampaikan kepada yang tercinta
Ibunda Kartinah Rahadi, Bapak dan Ibu Prof. Dr. H. Nursid Sumaatmadja, kakakkakak dan adik-adik yang senantiasa memberikan dukungan, doa dan dorongan
semangat. Terima kasih kepada tiga aset berharga dalam hidup saya : suami
dan

anak-anak

yang

senantiasa

menyejukan,

menguatkan,

dan

sabar

mendampingi penulis menjalani studi. Serta kenangan yang dalam kepada
Almarhum Ayahanda Rahadi Adhikusumo atas doa dan kasih sayangnya yang
tulus.
Semoga Allah yang Maha Pemurah membalas segala kebaikan yang
telah diberikan dengan balasan yang lebih sempurna. Semoga pencapaian saya
kali ini dapat menjadi pencerahan bagi kedua anak saya, 21 keponakan dan
satu cucu keponakan.

Bogor, Juli 2010

Sri Rahayu

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Purwokerto pada tanggal 27 Oktober 1963 sebagai
anak keenam dari sembilan bersaudara dari Bapak R. Rahadi Adhikusumo (alm)
dan Ibu R. Ngt. Kartinah. Tahun 1988 penulis menikah dengan Drs. Mochamad
Sabar dan dikaruniai dua orang anak, Ayesa Prameswari (1990) dan Fajarizky
Mahendra (1994).
Pada tahun 1987 penulis menyelesaikan pendidikan strata satunya di
Fakultas Peternakan UNSOED dengan skripsi yang bertema daun pegagan
sebagai pakan ayam pedaging. Tahun 1997 penulis melanjutkan studi S2 pada
Program Studi Bioteknologi IPB dan menulis thesis dengan topik enzim kitinase
termostabil dari Bacillus sp. K29-14 di bawah bimbingan Prof. Dr. Ir. Maggy T
Suhartono dan Dr. Ir. Dahrul Syah. Tahun 2004 penulis diterima sebagai
mahasiswa S3 di Program Studi Ilmu Pangan dalam bidang peminatan
Mikrobiologi dan Bioteknologi pada Sekolah Pascasarjana IPB.

Selama

mengikuti program S3, penulis pernah menyajikan karya ilmiah berjudul
Preliminary Study on Keratinolytic Enzymes from Two Indonesian Isolates pada
acara The 4th Indonesian Biotechnology Conference : “Biotechnology for better
food, health and environment” di IPB International Convention Center Bogor,
tanggal 5-7 Agustus 2008. Sebagian hasil penelitian ini telah diterbitkan di
Journal of Animal Production Vol. 12 No. 2 Tahun 2010 dengan judul Preliminary
Study on Keratinase from Two Indonesian Isolates
Sejak tahun 1988 penulis bekerja sebagai staf pengajar Fakultas
Peternakan Universitas Jenderal Soedirman (UNSOED) Purwokerto dan
ditempatkan di Laboratorium Nutrisi dan Makanan Ternak.

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL

i

DAFTAR GAMBAR

ii

DAFTAR LAMPIRAN

iv

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Hipotesis
Tujuan dan Manfaat Penelitian
Waktu dan Tempat Penelitian

1
3
4
4
4

TINJAUAN PUSTAKA
Keratin
Keratinase
Disulfida Reduktase
Pemurnian Enzim
Degradasi Keratin
Aplikasi Keratinase

5
7
11
13
20
22

BAHAN DAN METODE
Subyek Penelitian
Strategi Penelitian
Bagan Alir Penelitian
Metode Penelitian

26
26
28
29

HASIL DAN PEMBAHASAN
Seleksi Isolat
Karakterisasi Enzim
Pemurnian Enzim
Desain Aplikasi

40
51
61
73

KESIMPULAN

79

DAFTAR PUSTAKA

80

LAMPIRAN

86

DAFTAR TABEL
Halaman
1. Komposisi asam amino keratin bulu ayam

6

2. Kandungan sistin rambut dan bulu beberapa spesies hewan

7

3. Total asam amino dan sistein keratinase yang dihasilkan
oleh beberapa bakteri

9

4. Karakteristik keratinase dari berbagai mikroorganisme

10

5. Karakteristik disulfida reduktase dari beberapa mikroorganisme

13

6. Metode pemurnian keratinase dan disulfida reduktase beberapa bakteri

17

7. Pendugaan berat molekul disulfida reduktase dari beberapa bakteri
menggunakan teknik SDS-PAGE

18

8. Pendugaan berat molekul keratinase dari beberapa bakteri
menggunakan teknik SDS-PAGE dan Zimografi

19

9. Prosedur analisis aktivitas keratinase

31

10. Komposisi gel penahan dan gel pemisah SDS-PAGE

34

11. Tabulasi data pengujian degradasi keratin

38

12. Penyusutan berat berbagai keratin alami setelah didegradasi oleh
B. licheniformis MB-2 and Bacillus sp. MTS

41

13. Kandungan asam amino R, H, N, dan Q keratinase dan subtilisin
dari beberapa spesies basilus.

57

14. Stabilitas panas dan suhu keratinase Bacillus sp. MTS

58

15. Pemurnian keratinase Bacillus sp. MTS

65

16. Pemurnian disulfida reduktase Bacillus sp. MTS

68

17. Perkiraan berat molekul pita-pita protein Bacillus sp. MTS
dari sumber enzim yang berbeda

69

18. Suhu dan pH optimal keratinase dan disulfida reduktase (DR) murni

71

19. Perbandingan aktivitas keratinolitik Proteinase-K dengan keratinase
Bacillus sp.MTS pada 1% tepung bulu ayam prehidrolisis dengan
dan tanpa penambahan disulfida reduktase (DR) atau senyawa
pereduksi dan urea

73

20. Perbandingan aktivitas keratinolitik Proteinase-K dengan keratinase
Bacillus sp.MTS pada 1% tepung bulu ayam alami dengan dan
tanpa penambahan disulfida reduktase (DR), senyawa pereduksi dan

urea

74

21. Perbandingan aktivitas keratinolitik Proteinase-K dengan keratinase
Bacillus sp.MTS pada 1% tepung bulu domba alami dengan dan
tanpa penambahan disulfida reduktase (DR), senyawa pereduksi, dan
urea

75

22. Aktivitas enzim kasar Bacillus sp. MTS dengan dan tanpa
penambahan senyawa pereduksi dan urea

76

23. Aktivitas enzim murni Bacillus sp. MTS dengan dan tanpa
penambahan disulfida reduktase (DR), senyawa pereduksi, dan
urea

76

DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Sekuen asam amino keratin bulu unggas

6

2. Sekuen asam amino keratinase Bacillus licheniformis PWD-1

8

3. Mekanisme aktivitas Thioredoxin Reduktase

12

4. Diagram alir penelitian

28

5. Degradasi lengkap bulu ayam utuh oleh B. licheniformis MB-2 pada
hari ke-0 (a) dan ke-12 inkubasi (b) dan Bacillus sp. MTS (c-d) pada
hari ke-0 (c) dan ke-4 inkubasi (d).

40

6. Perbandingan aktivitas keratinolitik enzim dalam cairan
intraseluler dan ekstraseluler B. licheniformis MB-2
dengan Bacillus sp. MTS

43

7. Kurva produksi keratinase ekstraseluler B. licheniformis MB-2 (a)
dan Bacillus sp. MTS (b) dalam media basal

44

8. Aktivitas keratinase ekstraseluler oleh B. licheniformis MB-2 (a)
dan Bacillus sp. MTS (b) dalam berbagai media

45

9. Aktivitas disulfida reduktase ekstraseluler oleh Bacillus sp. MTS
dalam berbagai media

47

10. Aktivitas keratinase ekstraseluler (a) dan disulfida reduktase (b)
serta perubahan pH media produksi enzim

49

11. Aktivitas keratinase (a) and disulfida reductase (b) Badcillus sp.
MTS dari sumber enzim yang berbeda pd 24 dan 48 jam inkubasi

50

12. Kurva kepadatan sel Bacillus sp. MTS dan waktu produksi
keratinase dalam media basal

50

13. SDS-PAGE filtrat bebas sel Bacillus sp. MTS hari pertama
dan kedua inkubasi.

52

14. Analisis zymogram aktivitas keratinase Bacillus sp. MTS

52

15. Pengaruh suhu dan ketahanan panas keratinase kasar

54

16. Zymogram ketahanan panas keratinase

55

17. Pengaruh pH dan ketahanan pH keratinase kasar

56

18. Zymogram ketahanan pH keratinase

56

19. Pengaruh suhu dan pH terhadap aktivitas disulfida reduktase kasar

59

20. Pengaruh DTT, BMT dan urea terhadap aktivitas keratinase

60

21. Pengaruh pengendapan amonium sulfat terhadap aktivitas
keratinase dan disuldida reduktase

61

22. Profil elusi Butyl Sepharose FF dari keratinase

63

23. Profil elusi Butyl Sepharose FF dari disulfida reduktase

63

24. Profil elusi Sephacryl S-200HR dari keratinase

64

25. SDS-PAGE keratinase murni

65

26. Profil elusi Sephacryl S-200HR dari disulfida reduktase

67

27. SDS-PAGE disulfida reduktase murni

67

28. Native-PAGE fraksi dialisis enzim ekstraseluler

70

29. Pengaruh suhu dan pH terhadap aktivitas keratinase murni

71

30. Pengaruh suhu dan pH terhadap aktivitas disulfida reduktase murni

72

31 Scanning electron micrographs bulu ayam utuh setelah diinkubasi
dengan enzim kasar dan murni dari Bacillus sp. MTS

77

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman

1. Pewarnaan Silver Metode Vorum

86

2. Kurva standar

87

3. Profil elusi DEAE Sephadex dan Butyl sepharose FF dari keratinase
Menggunakan Akta Purifier UNICORN 5.1

89

4. Sekuen DNA Bacillus sp. MTS hasil penggandaan primer reverse
dan forward

91

5. Sekuen allignment DNA Bacillus sp. MTS terhadap sekuen DNA
bakteri-bakteri lain

92

6. Keseluruhan pengamatan SEM bulu ayam utuh setelah diinkubasi
dengan enzim murni dan kasar dari Bacillus sp. MTS

93

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Populasi ayam pedaging di Indonesia pada tahun 2008 adalah 1.076 juta
ekor (BPS 2008). Jika diasumsikan rerata berat ayam pedaging yang dipotong
1.5 kg dan sebesar enam persen dari bobot badan adalah bobot bulu, maka
diperkirakan pada tahun tersebut dihasilkan 96.830 ton limbah bulu ayam. Bulu
mengandung protein sebesar 70–80% terutama disusun oleh keratin, yaitu suatu
protein tidak larut dan sangat stabil karena tingginya ikatan disulfida. Ikatan
hidrogen dan interaksi hidrofobik antar-polipeptida memberikan kekuatan
mekanik dan resistensi terhadap beberapa protease. Meskipun material keratin
tidak larut dan sulit didegradasi, keratin dapat didegradasi oleh enzim keratinase
dari mikroorganisme yang hidup di alam, misalnya bakteri dari genus Bacillus,
Streptomyces, Actinomycetes, saprofit, dan fungi dermatofilik. Degradasi keratin
secara mekanik, kimia, dan enzimatik menggunakan protease keratinolitik
menghasilkan berbagai produk yang dapat dimanfaatkan lebih lanjut, yaitu
sebagai sumber protein dalam pakan ternak, pupuk, plastik, lem, biodegradable
films atau untuk produksi asam amino serin, sistin, dan prolin.
Pada umumnya keratinase bersifat alkali dan memiliki spesifisitas
substrat luas, karena selain mampu menghidrolisis keratin juga kasein, albumin,
elastin, kolagen, gelatin, dan fibrin.

Sifat tersebut menyebabkan aplikasi

protease keratinolitik cukup luas di antaranya di bidang pakan ternak, industri
kulit, industri sabun, bioteknologi, lingkungan, dan medis/kesehatan. Di bidang
pakan ternak, ekstrak kasar keratinase terbukti mampu meningkatkan kualitas
nutrisi tepung bulu ayam. Suplementasi preparat enzim protease dan keratinase
ke dalam ransum dapat meningkatkan kinerja produksi ayam. Keratinase dapat
membantu menghilangkan bulu dalam industri penyamakan kulit, sehingga dapat
menggantikan peran natrium sulfida yang beracun dan berpolusi bagi lingkungan.
Di bidang rekayasa genetika, gen keratinase (kerA) Bacillus licheniformis PWD-1
telah berhasil diklon ke dalam Bacillus subtilis untuk tujuan overekspresi serta
difusikan dengan gen streptavidin untuk tujuan bioimobilisasi. Keratinase B.
licheniformis PWD-1 yang diisolasi dari lokasi penguraian limbah ayam di
Amerika (William & Shih 1989, William et al. 1990) dilaporkan secara in vitro
dapat mendegradasi seluruh protein prion (PrP) dalam jaringan otak hewan yang
terkena bovine spongiform encephalopathy atau penyakit sapi gila (Langeveld et

al. 2003). Hal tersebut memunculkan peluang bagi keratinase menjadi agens
dekontaminasi peralatan medis dan produk-produk daging ternak. Di bidang
industri pangan protease alkali digunakan untuk berbagai tujuan antara lain pada
pembuatan keju

sebagai koagulan protein dan hidrolisis ikatan peptida spesifik

untuk menghasilkan para-α-kasein dan makropeptida; meningkatkan kelarutan
protein gluten dan volume roti; meningkatkan kelarutan dan yield serta
menurunkan rasa pahit produk kedelai; menurunkan rasa pahit pada hidrolisat
protein; dan digunakan dalam sintesis aspartam (Rao et al. 1998).
Degradasi keratin menjadi molekul yang lebih sederhana merupakan
proses yang kompleks dan memerlukan kerja sinergis enzim-enzim keratinolitik.
Beberapa peneliti melaporkan bahwa hanya protease keratinolitik (keratinase)
saja yang berperan dalam degradasi keratin, namun dewasa ini peneliti lain
melaporkan

adanya

peran

meningkatkan efisiensi dan

enzim

lain

yaitu

disulfida

reduktase

yang

menyempurnakan proses degradasi tersebut.

Mekanisme degradasi keratin diduga diawali oleh enzim disulfida reduktase yang
beraksi pada ikatan disulfida yang menjaga kestabilan mekanik keratin. Proses
tersebut memudahkan

keratinase (protease) untuk melanjutkan proses

degradasi bulu. Indikasi keterlibatan disulfida reduktase dalam degradasi keratin
telah dilaporkan oleh beberapa peneliti. Dalam media cair yang berisi bulu ayam
utuh, aktivitas

keratinolitik ekstraseluler Bacillus licheniformis RG1 secara

sinergis meningkat hampir tiga kalinya dengan penambahan disulfida reduktase
intraseluler (Ramnani et al. 2005), sementara Vibrio sp.strain kr6 dilaporkan
menghasilkan keratinase ekstraseluler dan senyawa thiol yang mengindikasikan
adanya aktivitas disulfida reduktase (Riffel et al. 2003a). Yamamura et al.
(2002a) melaporkan, Stenotrophomonas sp. menghasilkan keratinase dan
disulfida reduktase ekstraseluler yang berperan dalam degradasi bulu ayam.
B. licheniformis MB-2 dan Bacillus sp. MTS adalah dua isolat Basilus
yang pada tahap awal penelitian ini menunjukkan kemampuan menghancurkan
bulu ayam utuh. Bakteri termofilik B. licheniformis MB-2 diisolasi dari sumber air
panas Gn. Tompaso-Manado Sulawesi Utara dan dilaporkan menghasilkan
enzim kitinase (Toharisman et al 2005) dan kitosanase ekstraseluler (Chasanah
et al 2006). Bakteri mesofilik Bacillus sp. MTS yang diisolasi dari tanah belerang
Gn. Tangkuban Perahu-Bandung Jawa Barat dilaporkan menghasilkan enzimenzim ekstraseluler yang mampu menghidrolisis

berbagai substrat protein

(Ariesandi 2007). Pengamatan di awal penelitian menginformasikan bahwa

2

Bacillus sp. MTS memiliki kemampuan lebih cepat dalam menghancurkan bulu
ayam utuh. Dalam penelitian ini, pada tahap awal dilakukan konfirmasi terhadap
keunggulan Bacillus sp. MTS, dan penelitian selanjutnya berfokus pada isolat
Bacillus sp. MTS sebagai penghasil enzim keratinase dan disulfida reduktase.
Sampai saat ini sebagian besar peneliti lebih memusatkan perhatian pada
keratinase, padahal pemotongan pada ikatan sistin agaknya berpengaruh nyata
dalam degradasi keratin. Sejauh ini kerja sinergis antara keratinase dan reduksi
ikatan sistin pada bakteri keratinolitik masih terus dikaji dan keberadaan serta
karakter disulfida reduktase ekstraseluler dari Bacillus sp. belum pernah
dilaporkan. Berdasar latar belakang pemikiran tersebut maka sangatlah
diperlukan untuk mengetahui karakteristik dan peranan enzim disulfida reduktase
dari Bacillus sp. MTS dalam degradasi keratin bulu ayam.

Perumusan Masalah
Banyaknya ikatan disulfida (S-S), ikatan hidrogen, dan interaksi hidrofobik
pada struktur keratin menyebabkan protein keratin sangat stabil, kaku, dan tidak
dapat didegradasi oleh enzim proteolitik yang umum seperti tripsin, pepsin, dan
papain. Kandungan sistein pada keratin berkisar antara 11–20% dan tidak dimiliki
oleh jenis protein lainnya. Jembatan sistein adalah struktur penting keratin dan
merupakan penghambat kerja enzim proteolitik dalam memecah keratin.
Berdasarkan strukturnya, maka degradasi lengkap keratin memerlukan
enzim keratinase dan disulfida reduktase atau senyawa pereduksi. Keratinase
akan memotong ikatan peptida keratin sedangkan disulfida reduktase atau
senyawa pereduksi akan mengurai ikatan disulfida pada residu sistin. Bacillus
licheniformis dilaporkan menghasilkan keratinase ekstraseluler dan thioredoxin
reduktase intraseluler, namun hingga saat ini belum ditemukan laporan kerja
sinergis keratinase dan disulfida reduktase ekstraseluler dalam degradasi keratin,
utamanya dari genus basilus. Penelitian ini bertujuan mempelajari aktivitas
keratinase dan disulfida reduktase dari Bacillus sp. MTS dalam degradasi keratin,
khususnya keterlibatan disulfida reduktase.

3

Hipotesis
Hipotesis penelitian ini adalah (1) Bacillus sp. menghasilkan enzim
keratinase ekstraseluler, (2) Bacillus sp. menghasilkan disulfida reduktase
ekstraseluler yang terlibat dalam degradasi keratin, (3) disulfida reduktase
penting untuk efisiensi dan efektivitas degradasi struktur keratin bulu ayam.

Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah (1) memilih isolat Bacillus sp. yang
menghasilkan keratinase dan disulfida reduktase, (2) mengetahui lokasi seluler
kedua enzim, (3) melakukan karakterisasi dan pemurnian kedua enzim, (4)
mempelajari aktivitas kedua enzim khususnya keterlibatan disulfida reduktase
pada degradasi keratin alami, baik dengan ataupun tanpa penambahan senyawa
pereduksi dan urea.

Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan memberi informasi karakteristik enzimenzim yang berperan dalam degradasi keratin bulu ayam yaitu keratinase dan
disulfida reduktase. Informasi tersebut diperlukan untuk aplikasi yang efektif
enzim-enzim keratinolitik Bacillus sp. khususnya di bidang pakan ternak, pangan,
lingkungan, bioteknologi, dan medis/kesehatan.

Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini berlangsung dari bulan Februari 2006 sampai Oktober 2009
di (1) Laboratorium Mikrobiologi dan Biokimia, Pusat Penelitian Sumberdaya
Hayati dan Bioteknologi, IPB-Bogor, (2) Laboratorium Bioteknologi Balai Besar
Riset dan Pengolahan Produk Perikanan (BBRP 3 ) Departemen Kelautan dan
Perikanan, Jakarta, (3) Laboratorium Bioteknologi Pangan SEAFAST (Southeast
Asian Food and Agricultural Science and Technology) Center, IPB-Bogor.

4

TINJAUAN PUSTAKA
Keratin
Keratin adalah produk pengerasan jaringan epidermal tubuh tersusun dari
protein serat yang kaya akan sulfur. Keratin banyak ditemukan pada rambut, kuku,
bulu, dan semua produk epidermal. Rantai keratin dikemas dengan kuat dalam bentuk
α-heliks (α-keratin) atau β-sheet (β-keratin) menjadi rantai polipeptida superkoil (Parry
& North 1998). Banyaknya ikatan disulfida (S-S), ikatan hidrogen dan interaksi
hidrofobik pada struktur keratin menyebabkan protein keratin sangat stabil, kaku, dan
tidak dapat didegradasi oleh enzim proteolitik yang umum seperti tripsin, pepsin, dan
papain (Riffel et al. 2003a). Kandungan sistein pada keratin berkisar 8% dan tidak
dimiliki oleh jenis protein lainnya. Jembatan sistein adalah struktur penting keratin dan
merupakan penghambat kerja enzin proteolitik dalam memecah keratin (Presland et al.
1989).
Bulu ayam mengandung protein keratin dengan struktur α-helik, material lain
yang kaya akan protein α-keratin adalah rambut, wool, sayap, kuku, cakar, duri, sisik,
tanduk, kulit penyu, dan lapisan kulit sebelah luar, sedangkan material yang kaya
dengan protein β-keratin adalah sutera, bulu, dan jaring laba-laba (Lehninger 1982).
Berdasarkan tingkat kemudahan hidrolisis, keratin digolongkan menjadi soft keratin
dan hard keratin. Kuku, sisik, bulu, atau wool lebih mudah dihidrolisis dibanding rambut
manusia, kemudahan tersebut berkaitan dengan kandungan sistinnya (Kunert 2000).
Komposisi kimia bulu ayam adalah

81% protein, 1.2% lemak, 86% bahan

kering, dan 1.3% abu (Zerdani et al. 2004), selain itu bulu ayam mengandung mineral
kalsium 0.19%, fosfor 0.04%, kalium 0.15%, dan sodium 0.15% (Kim & Patterson
2000). Kandungan asam amino utama pada bulu ayam adalah serin, prolin, glisin,
sistein, asam glutamat, leusin, dan valin namun bulu ayam rendah kandungan asam
amino histidin, lisin dan metionin (Tabel 1). Bertsch and Coello (2005) melaporkan
bahwa tepung bulu ayam yang telah difermentasi oleh Kocuria rosea mengalami
peningkatan kadar asam amino lisin, histidin dan metionin bila dibandingkan tepung
bulu ayam komersial. Di dalam deret asam amino keratin bulu ayam, terdapat
sembilan asam amino sistein (C) dari total 98 residu asam amino (Gambar 1) dan

residu sistein ini akan membentuk jembatan disulfida dan memberi kekekuatan
mekanik pada bulu.
Tabel 1 Komposisi asam amino (g asam-asam amino/100 g protein) keratin bulu
ayam
Asam Amino
Serin
Glysin
Prolin
Arginin
Threonin
Alanin
Metionin
Isoleusin
Fenilalanin

Konsentrasi (%)
9.31
6.18
8.77
5.36
3.50
3.56
1.30
4.28
4.20

Asam amino

Konsentrasi (%)

Asam aspartat
Asam glutamat
Histidin
Leusin
Tirosin
Valin
Sistein
Lisin

4.73
7.65
0.43
7.04
1.96
6.94
7.63
0.53

Sumber : (Moore et al 2006)

10

20

30

40

50

MSCYDLCRPC GPTPLANSCN EPCVRQCQDS RVVIQPSPVV VTLPGPILSS
60

70

80

90

FPQNTAVGSS TSAAVGSILS EEGVPISCGG FGISGLGSRF SGRRCLPC

Gambar 1 Sekuen asam amino keratin bulu unggas (Presland et al. 1989)

Bagi mikroorganisme keratinolitik, keratin yang mengandung banyak asam
amino sistin dimanfaatkan sebagai sumber sulfur, karbon, dan nitrogen. Kelebihan
sulfur akan dikurangi dengan cara dioksidasi menjadi sulfat inorganik dan disekresikan
ke dalam medium pertumbuhan. Melalui cara tersebut sebanyak lebih dari 90 persen
sulfur organik diubah menjadi sulfat (Kunert 2000). Kadar sistin dalam rambut/bulu
beberapa spesies mahluk hidup di alam sangat bervariasi dan kadar sistin tersebut
menentukan tingkat kesulitan degradasi rambut/bulu oleh mikroba (Tabel 2).

6

Goddard dan Michaelis (2008) menyatakan bahwa beberapa senyawa kimia
seperti asam tioglikolat, KCN, Na 2 S, dan Na 2 SO 3 mampu mereduksi ikatan disulfida
pada sistein, secara sederhana reaksi kimianya digambarkan sebagai berikut :
(1) R-S-S-R + 2HS-CH 2 OOH

2R-SH + [S-CH 2 OOH] 2

(2) R-S-S-R + HCN

R-SH + R-S-CN

(3) R-S-S-R + H 2 S

R-SH + H 2 S 2

(4) R-S-S-R + H 2 S0 3

R-SH + R-S-S-0 3 H

Tabel 2 Kandungan sistin rambut dan bulu beberapa spesies hewan.
Sumber

Kisaran (%)

Rambut manusia dewasa
Bulu Kelinci
Rambut Tikus
Bulu Kucing
Rambut Anjing
Bulu Domba (wool)
Bulu Angsa
Kuku manusia
Membran telur
Tanduk rusa

16.8-18.4
11.9-14.0
---------------------8.0-10.9
-----------------------------

Rata-rata (%)
18.7
13.0
14.1
13.1
19.0
9.5
6.3
5.2
7.6
6.8

Sumber: (Wilson & Lewis 2008)

Keratin dapat diubah menjadi protein larut oleh asam/basa pada pH tertentu
(pH flokulasi) dengan demikian dapat dihidrolisis oleh tripsin atau pepsin (Goddard &
Michaelis 2008).

Keratinase
Enzim adalah protein yang dihasilkan oleh sel hidup dan berfungsi sebagai
katalis biologi yang spesifik dan efisien. Hampir seluruh reaksi fisiologis dikatalisis
enzim dengan meningkatkan kecepatan reaksi 106–1012 kali lebih cepat daripada
reaksi tanpa katalis enzim. Reaksi katalitik oleh enzim pada umumnya bersifat cepat
membentuk reaksi kesetimbangan tanpa disertai reaksi samping, bekerja dalam
larutan encer, berlangsung pada suhu rendah dan kondisi netral. Enzim merupakan

7

protein globular yang terbentuk dari rantai polipeptida yang berlipat secara kompak.
Konformasi tersier protein globular merupakan bentuk yang paling stabil karena
ditunjang oleh berbagai ikatan yang menstabilkan struktur tersier protein. Jenis-jenis
ikatan tersebut adalah: ikatan hidrogen yang terdapat di antara gugus R residu asam
amino rantai samping yang berdekatan, ikatan ion di antara gugus R yang berlawanan,
interaksi hidrofobik dari gugus R asam amino hidrofobik, dan ikatan kovalen berupa
ikatan disulfida dari residu sistin (Copeland 2000; Creighton 1993).
Keratinase atau enzim keratinolitik adalah sebutan bagi enzim protease spesifik
yang dapat memecah substrat protease keratin (EC 3.4.21 atau EC 3.4.24 atau EC
3.4.99). Enzim keratinase dihasilkan oleh mikroba baik secara intraseluler maupun
ekstraseluler. Sebagian besar protease yang dihasilkan oleh mikroba tergolong
protease serin yang memerlukan kofaktor kation Mg dan Ca untuk aktivitasnya dan
sebagian lagi merupakan protease alkalin (Toni et al. 2002, Huang et al. 2003, Lee et
al. 2002). Keratinase Bacillus licheniformis PWD-1 adalah protease serin alkali yang
tersusun dari 379 residu asam amino (Gambar 2). Tidak ditemukan residu sistein (C)
pada

sekuen

keratinase dari Bacillus sp. namun pada sekuen

keratinase

Streptomyces sp.OWU dan Stenotrophomonas maltophilia ditemukan residu sistein
(Tabel 3).
1 MMRKKSFWLG MLTAFMLVFT MAFSDSASAA QPAKNVEKDY IVGFKSGVKT
51 ASVKKDIIKE SGGKVDKQFR IINAAKAKLD KEALKEVKND PDVAYVEEDH
101 VAHALAQTVP YGIPLIKADK VQAQGFKGAN VKVAVLDTGI QASHPDLNVV
151 GGASFVAGEA YNTDGNGHGT HVAGTVAALD NTTGVLGVAP SVSLYAVKVL
201 NSSGSGSYSG IVSGIEWATT NGMDVINMSL GGASGSTAMK QAVDNAYARG
251 VVVVAAAGNS GSSGNTNTIG YPAKYDSVIA VGAVDSNSNR ASFSSVGAEL
301 EVMAPGAGVY STYPTNTYAT LNGTSMVSPH VAGAAALILS KHPNLSASQV
351 RNRLSSTATY LGSSFYYGKG LINVEAAAQ
Gambar 2 Sekuen asam amino keratinase Bacillus licheniformis PWD-1 (Lin et
al. 1995)

Jenis asam amino pada struktur primer enzim menentukan karakteristik enzim
tersebut. Shirai et al. (1997) melaporkan strain alkalifilik Bacillus sp. penghasil

8

protease serin yang disebut M-protease, protease ini memiliki pH optimal 12.3. Mprotease memiliki jumlah asam amino bermuatan negatif (asam aspartat dan glutamat)
dan residu lisin lebih sedikit, serta peningkatan arginin dan asam amino netral hidrofilik
(histidin, asparagin, glutamin) lebih banyak dibanding asam amino pada protease
subtilisin.
Tabel 3 Total asam amino dan sistein keratinase yang dihasilkan oleh
beberapa bakteri
Bakteri

Nama Gen

B. licheniformis
kerA
B. pumilus
B. subtilis
Streptomyces sp.OWU
Stenotrophomonas
kerD
maltophilia

∑ asam amino ∑ Sistein
379
383
354
268
634

3
5

No Akses GenBank
AAY82467.1
ACM47735.1
ABY65723.1
AAU94349.1
ACN82379.1

Kedua residu asam aspartat (Asp/D) dan glutamat (Glu/E) bermuatan negatif,
perbedaan keduanya hanya pada gugus metil yang dimiliki. Gugus karboksil pada
rantai samping Asp dan Glu mengion pada pH 3.9-4.3 dan menjadi sangat polar.
Sementara gugus amin pada rantai samping asparagin (Asn/N) dan glutamin (Gln/Q)
tidak mengion dan tidak terlalu reaktif, namun bersifat polar, antara donor dan akseptor
ikatan hidrogen. Gugus amin juga labil pada pH sangat ekstrem dan temperatur tinggi,
dan residu ini dapat diaminasi menjadi residu Asp dan Glu. Residu lisin (lys/K) dan
arginin (Arg/R) bersifat hidrofobik dan bermuatan positif karena adanya gugus amino
pada rantai samping Lys mengion pada pH 11.1 dan Arg pH 12.0. Gugus amino pada
rantai samping Lys berperan pada berbagai reaksi sehingga memungkinkan Lys
berubah menjadi bermuatan positif, negatif, atau netral. Rantai samping imodazole
pada residu histidin (His/H) mempunyai beberapa kelengkapan khusus yang membuat
His sangat efektif sebagai katalis nukleofilik, yaitu gugus amin yang lebih reaktif dari
ion hidroksida (Creighton 1993).
Keratinase dihasilkan oleh berbagai spesies basilus yaitu Bacillus FK 28
(Pissuwan & Suntomsuk 2001), Bacillus licheniformis L-25 dan PWD-1 (Lin et al.
2001), Bacillus sp. strain 16 (Werlang & Brandelli 2005), Bacillus pumilus (Huang et al.

9

2003), Bacillus sp. SCB-3 (Lee et al. 2002), Burtt dan Ichida (1999) melakukan isolasi
bakteri keratinolitik dari 134 ekor burung dalam 32 spesies, hasilnya adalah sembilan
dari sebelas bakteri keratinolitik diidentifikasi sebagai B. licheniformis dan satu isolat
sebagai B. pumilus.
Tabel 4 Karakteristik keratinase dari berbagai mikroorganisme
Mikroorganisme

Karakteristik Biokimiawi

Sumber

Keratinase intraseluler, akt.opt.: 60oC, pH 7.0
Keratinase ekstra seluler, akt.opt.: 85oC, pH 8.0
Protease serin, BM 135 kDa
o
BM > 200 kDa dan 97 kDa.. Aktivitas opt. 100 C pH
9.0. Half life 90 menit pada 100oC.
Protease serin.

Riessen &
Antranikian (2001)

Bakteri Termofilik
L-23

Aktivitas opt pH 7.0 dan 12.0, pH 8.0 dan 12.0. Suhu
o
o
60–65 C dan 75–80 C.
BM: 67, 97, 69, 71, 80, 99, 120.68 kDa.
Inhibitor (0.1%): ditiotreitol (DTT) ß-merkaptoetanol,
tioglikolat

Gumulya (2004)

Lysobacter
NCIMB
9497
Vibrio sp. strain kr2

Protease Serin,. Aktivator Fe2+. Inhibitor EDTA
o
BM 148 kDa Aktivitas opt suhu 50 C.
o
Aktivitas optimal suhu 55 C, pH 8.0

Allpress et al. (2002)

Chryseobacterium
sp.strain kr6

Aktivitas opt pH 7.5 dan suhu 55oC.
Aktivator Ca (2+)
Inhibitor EDTA, Hg(2+), Cu(2+), penantrolin

Microbacterium sp.

Aktivitas opt pH 7.0 dan suhu 55 C.
Inhibitor EDTA, Hg(2+), Cu(2+), Zn (2+),
b-merkaptoetanol, penantrolin

Thermoanaerobacter
keratinophilus
Fervidobacterium
islandicum AW-1

Nam et al. (2002.)

Sangali & Brandelli
(2000)
Riffel et al. (2003a)

o

Thys et al. (2004)

o

Vibrio sp. kr2
Flavobacterium sp kr6
Bacillus sp kr10

Aktivtas optimal Kr2 : pH 8.0, suhu 55 C
o
Kr6: pH 7.5, suhu 40- 55 C
o
kr 10: pH 8.0, suhu 65 C

Riffel et al. (2003b)

Bacillus sp. strain kr16

Aktivitas opt pH 8.0-11.0 dan suhu 45-65o C. Inhibitor
EDTA, Hg 2+ dan Sn2+.

Werlang & Brandelli
(2005.)

Xanthomonas
maltophilia strain POA1

Protease serin. Aktivitas opt pH 9.0 dan suhu
o
60 C. BM 36 kDa
Inhibitor: PMSF, Hg (2+)

Toni et al. (2002.)

Bacillus pumilus UN31-C-42

Protease serin alkali.
Aktivitas opt pH 10.0 dan suhu 55o C. BM 32 kDa
Inhibitor PMSF dan DFP

Huang et al. (2003)

Thermoactinomyces
candidus

Aktivitas opt pH 8.6 dan suhu 70 C. BM 30 kDa
Aktivator: Ca2+

Bacillus sp. strain
SCB-3

Aktivitas opt pH 7.0 dan suhu 40 C. BM 134 kDa
Aktivator Ca2+ dan Mg2+

o

Ignatova et al.
(1999)

o

Lee et al. (2002)

10

Keratinase pada umumnya memiliki aktivitas optimal pada pH netral hingga
alkali (pH 7.0 – 12). Beberapa spesies bakteri menghasilkan keratinase termostabil
dengan aktivitas optimal pada kisaran suhu 60–80oC. Berat molekul keratinase yang
dihasilkan mikroba sangat bervariasi, berkisar dari 30 kDa hingga lebih dari 200 kDa.
Substrat yang banyak digunakan dalam berbagai pengujian keratinase adalah tepung
bulu ayam dan bulu sapi dengan konsentrasi berkisar 0.1–10% (Tabel 4).
Keratinase yang dihasilkan oleh mikroba memiliki spesifisitas luas, keratinase
mampu menghidrolisis berbagai protein larut misalnya kasein, gelatin, serum albumin,
albumin telur, hemoglobin, mioglobin, dan protein yang tak larut seperti keratin, elastin,
kolagen, fibrin, laminin, fibronektin (Letourneau et al. 1998).

Disulfida Reduktase
Thioredoxin reduktase (E.C. 1.6.4.5) dan glutathione reduktase (E.C. 1.6.4.2)
merupakan dua jenis enzim yang aktif mengkatalisis reduksi ikatan disulfida dan
keduanya termasuk golongan oksidoreduktase. Thioredoxin reduktase (TR atau TrxR)
merupakan bagian dari sistem thioredoxin (Trx) yang berperan dalam berbagai fungsi
biosintesis atau pelipatan protein. Sistem thioredoxin terdiri atas dua protein yaitu
thioredoxin reduktase dan thioredoxin. Keduanya adalah protein redox-active dengan
dua residu sistein yang terpisah oleh dua asam amino (glisin dan prolin) pada pusat
katalitiknya (Rand & Grant 2006). Pada mikroorganisme, thioredoxin reduktase
umumnya suatu dimer subunit identik dengan berat molekul 35 kDa, setiap subunit
memiliki satu redox-active disulfida dan satu berikatan kuat dengan flavin adenin
dinukleotida/FAD. Thioredoxin adalah protein ubikuitus dengan berat molekul 12 kDa
dan nilai pI asam. Dua jenis aktivitas oksidoreduktase thioredoxin adalah: (a) sebagai
pembawa elektron untuk proses-proses katalitik enzim-enzim biosintetik seperti
ribonukleotida reduktase,(b) melindungi protein sel dari agregasi

atau inaktivasi

melalui pembentukan oksidatif disulfida (Arner & Holmgren 2000).
Motif pada sisi aktif Tiol-disulfida oxidoreduktase adalah Cys-Xxx-Yyy-Cyst dan
dua residu sistein tersebut berperan dalam siklus disulfida teroksidasi dan diTiol
tereduksi (reaksi redoks). Lokasi Tiol-disulfida oxidoreduktase, misalnya thioredoxin
terlibat dalam sitoplasma dan terlibat dalam pemeliharaan lingkungan sitoplasma untuk

11

menjaga protein/asam amino dalam kondisi tereduksi. Mekanisme kerja thioredoxin
tampak pada Gambar 3. Tiol-disulfida oxidoreduktase bakteri yang berada di luar
membran sitoplasma terlibat dalam reaksi oksidasi, misalnya E. Coli DsbA, yang
mengkatalisis pembentukan ikatan disulfida pada protein yang akan ditranspor melalui
membran, reaksi isomerisasi ikatan disulfida misalnya E. Coli DsbC yang berfungsi
dalam redistribusi ikatan disulfida di antara residu sistein protein target. ResA
merupakan Tiol-disulfida oxidoreduktase yang terlibat dalam perakitan sitokrom c
terletak pada sisi luar membran sitoplasma B. subtilis. ResA adalah protein terikat
membran dengan domain C-terminal bermotif seperti thioredoxin yang terekspos pada
sisi luar membran (Erlendsson et al. 2003).

Gambar 3 Mekanisme aktivitas thioredoxin reduktase (Leichert et al. 2003)
Terdapat dua jenis disulfida reduktase yaitu disulfida reduktase yang bersifat
dependent dan independent NADPH. Secara umum, berat molekul disulfida reduktase
berukuran di bawah seratus kilodalton dan substrat untuk pengujian aktivitas disulfida
reduktase antara lain glutation teroksidasi (GSSG), sistin, DTNB dan insulin. Namun
informasi terkait suhu optimum reaksi katalitik disulfida reduktase masih sangat
terbatas. Disulfida reduktase yang dipelajari sebagian besar diperoleh dari cairan
intraseluler, kecuali disulfida reduktase yang berasal dari bakteri gram negatif
Stenothropomonas sp D-1 (Tabel 5).

12

Tabel 5 Karakteristik disulfida reduktase dari beberapa mikroorganisme
Mikroorganisme

Jenis Enzim

Streptomyces
clavuligerus

NADPHdependent
disulfide
reductase
NADPHdependent
disulfide
reductase

70 dan 12
kDa
104 kDa

Bacillus
acidocaldarius

Thioredoxin
reductase

Clostridium
sticklandii, C.sporo
genes, Tissierella
creatinophila,
C.cylindrosporum

Thioredoxin
reductase

Stenotrophomonas
sp.D-1

Keratinase
dan
disulfida
reduktase

Anabaena
Strain 7119

Escherichia coli

sp.

Glutathion
reduktase

BM

Suhu-pH-pI

Substrat

Sumber

GSSG,DTNB,
sistin, insulin,
thioredoxin

Aharonowits et
al. (1993)

pH 9.0
pI 4.02

GSSG
(oxidized
gluthathione)

Serrano et al.
(1984)

11,577 kDa

pI 4.2

Bovine insulin

Bartolucci et al.
(1997)

Thioredoxin
13.0; 13.5;
13.6; 13.0
Thiored red
36, 31,
33,33
40 kDa

ND
5.0
4.75
ND

Insulin

Harms et al.
(1998)

Kasein,
GSSG,
DTNB, sistin,
elastin,
kolagen,
rambut,
tanduk
GSSG

Yamamura et al.
(2002b)

15 kDa

49 kDa
(dimer)

pI 7.5; pH 8-9;
stabil pH 9o
10, 40 C
o
pH 7.0; 30 C

pH 7.0

Scrutton et al.
(1987)

Pemurnian Enzim
Pemurnian bertujuan untuk memisahkan enzim yang diinginkan dari senyawa
lain yang tidak dikehendaki. Tahap-tahap pemurnian bergantung pada tujuan akhir
yaitu tujuan komersial atau riset. Enzim kasar atau yang dimurnikan sebagian masih
dapat digunakan untuk komersial, sedangkan enzim murni atau hampir murni
dikehendaki dalam riset atau dipakai dalam produk analitik. Harris (1989)
menyebutkan, minimal ada tiga strategi dalam pemurnian enzim yang harus
diperhatikan yaitu (1) kualitas; perlu tindakan untuk mempertahankan aktivitas protein
dengan cara mengurangi proteolisis dan denaturasi, (2) kuantitas; pemakaian akhir
dari protein murni akan menentukan kuantitas enzim yang diperlukan, (3) ekonomis;
merupakan hal penting bila akan digunakan dalam industri, atau diterapkan dalam
skala laboratorium.

13

Pemekatan Enzim
Pemekatan protein enzim merupakan tahap awal prosedur pemurnian enzim
sebelum tahap berikutnya atau dapat pula digunakan untuk keperluan analisis enzim
(Harris 1989). Ada dua metode pemekatan enzim yaitu analitik dan preparatif
(penyiapan). Metode analitik menggunakan pengendapan asam (misalnya asam
trikloroasetat),

pengendapan

organik

(misalnya

aseton

atau

etanol),

dan

imunopresipitasi dapat menyebabkan denaturasi protein. Berbeda dengan metode
analitik, maka metode preparatif tetap mempertahankan aktivitas protein. Pemekatan
protein dengan metode preparatif misalnya dengan menggunakan garam, pelarut
organik, polimer organik, ultrafiltrasi, dan liofilisasi (Bollag & Edelstein 1991).
Prinsip pengendapan dengan garam berdasarkan pada kelarutan protein yang
berinteraksi polar dengan molekul air, interaksi ionik protein dengan garam, dan daya
tolak menolak protein yang bermuatan sama. Kelarutan protein pada pH dan suhu
tertentu akan meningkat saat konsentrasi garam meningkat (salting in). Kenaikan
kelarutan protein akan meningkatkan kekuatan ion larutan. Pada saat penambahan
garam dengan konsentrasi tertentu kelarutan protein akan mengalami

penurunan

(salting out). Molekul air yang berikatan dengan ion-ion garam akan semakin banyak
sehingga menyebabkan penarikan selubung air yang mengelilingi permukaan protein.
Peristiwa ini mengakibatkan protein saling berinteraksi, beragregasi, dan kemudian
mengendap (Harris 1989, Scopes 1987). Amonium sulfat merupakan garam yang
paling sering digunakan untuk mengendapkan protein karena memiliki sifat kelarutan
tinggi di dalam air, relatif tidak mahal, dan kestabilan protein di dalam larutan amonium
sulfat (2M – 3M) tahan bertahun-tahun (Scopes 1987).
Pengendapan protein menggunakan pelarut organik berdasarkan pada prinsip
pengurangan kelarutan protein dan konstanta dielektrika pelarut. Semakin banyak
pelarut organik yang ditambahkan, semakin berkurang daya solvasi air dan muatan
pada permukaan molekul protein yang hidrofilik. Hal ini akan menjadikan molekulmolekul protein cenderung berinteraksi dengan sesamanya, hingga akhirnya protein
mengendap. Prosedur pengendapan pelarut organik dilakukan pada suhu di bawah
10oC. Pada suhu di atas 10oC, konformasi protein akan segera berubah yang
memungkinkan molekul pelarut organik mendapatkan jalan masuk ke bagian dalam

14

struktur protein, kemudian akan merusak interaksi hidrofobik dan akhirnya akan terjad