Pernyataan Sinyal Sinus Dalam Fasor

7.1. Pernyataan Sinyal Sinus Dalam Fasor

Sebagaimana dijelaskan di bab sebelumnya, suatu sinyal sinus di kawasan waktu dinyatakan dengan menggunakan fungsi cosinus

v ( t ) = V A cos[ ω 0 t − φ ] dengan V A adalah amplitudo sinyal, ω 0 adalah frekuensi sudut, dan φ

adalah sudut fasa yang menunjukkan posisi puncak pertama fungsi cosinus. Pernyataan sinyal sinus menggunakan fungsi cosinus diambil sebagai pernyataan standar.

Jika seluruh sistem bekerja pada satu frekuensi tertentu, ω , maka sinyal sinus dapat dinyatakan dalam bentuk fasor dengan mengambil besar dan sudut fasa-nya saja. Untuk suatu sinyal sinus yang di kawasan waktu

dinyatakan sebagai v ( t ) = A cos( ω t + θ ) maka di kawasan fasor ia

V dituliskan dalam format kompleks sebagai j = Ae θ dengan A adalah nilai puncak sinyal. Karena kita hanya memperhatikan amplitudo dan

sudut fasa saja, maka pernyataan sinyal dalam fasor biasa dituliskan sebagai

V = A ∠ θ = A cos θ + jA sin θ yang dalam bidang kompleks digambarkan sebagai diagram fasor seperti

pada Gb.7.1.a. Apabila sudut fasa o θ = 0 maka pernyataan sinyal di kawasan waktu menjadi v ( t ) = A cos( ω t ) yang dalam bentuk fasor menjadi V = A 0 ∠ o dengan diagram fasor seperti pada Gb.7.1.b. Suatu

sinyal yang di

kawasan

waktu

dinyatakan sebagai

v ( t ) = A sin( ω t ) = A cos( ω t − π / 2 ) di

kawasan fasor menjadi

V = A ∠ − 90 o dengan diagram fasor seperti Gb.7.1.c.

Gb.7.1. Diagram fasor fungsi:

a) v ( t ) = A cos( ω t + θ ) ; b) v ( t ) = A cos( ω t ) ; c) v ( t ) = A sin( ω t ) . Dalam meninjau sinyal nonsinus, kita tidak dapat menyatakan satu sinyal

nonsinus dengan menggunakan satu bentuk fasor tertentu karena walaupun sistem yang kita tinjau beroperasi pada satu macam frekuensi (50 Hz misalnya) namun arus dan tegangan yang kita hadapi mengandung banyak frekuensi. Oleh karena itu satu sinyal nonsinus terpaksa kita nyatakan dengan banyak fasor; masing-masing komponen sinyal nonsinus memiliki frekuensi sendiri.

Selain dari pada itu, uraian sinyal sinyal nonsinus ke dalam komponen- komponennya dilakukan melalui deret Fourier. Bentuk umum komponen sinus sinyal ini adalah

i n ( t ) = a n cos n ω t + b n sin n ω t yang dapat dituliskan sebagai

i ( t ) = a n 2 n + b n 2 cos( n ω t − θ n )

yang dalam bentuk fasor menjadi

− 1 I n 2 2 b n = a n + b n ∠ − θ n dengan θ = tan

a n Mengacu pada Gb.7.1, diagram fasor komponen sinyal ini adalah seperti

pada Gb.7.2.

144 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Piranti Sistem Tenaga

Im

a n θ Re

Gb.7.2. Fasor komponen arus nonsinus dengan a n > 0 dan b n > 0.

Fasor I n pada Gb.7.2. adalah fasor komponen arus jika a n positif dan b n positif. Fasor ini leading terhadap sinyal sinus sebesar (90 o − θ ). Gb.7.3

berikut ini memperlihatkan kombinasi nilai a n dan b n yang lain.

Im

a n > 0, b n <0

I 0 leading (90 + )

Re

terhadap sinyal sinus

n lagging (90 − θ ) terhadap sinyal sinus

I n lagging (90 + θ )

Re

terhadap sinyal sinus

Gb.7.3. Fasor komponen arus nonsinus untuk berbagai kombinasi nilai

a n dan b n .

Perlu kita perhatikan bahwa pernyataan fasor dan diagram fasor yang dikemukakan di atas menggunakan nilai puncak sinyal sebagai besar fasor . Dalam analisis daya, diambil nilai efektif sebagai besar fasor. Oleh karena itu kita perlu memperhatikan apakah spektrum amplitudo sinyal nonsinus diberikan dalam nilai efektif atau nilai puncak.

CONTOH-7.1: Uraian di kawasan waktu arus penyearahan setengah gelombang dengan nilai maksimum I m

A adalah  0 , 318 + 0 , 5 cos( ω 0 t − 1 , 57 ) + 0 , 212 cos( 2 ω 0 t ) 

i ( t ) = I m ×  + 0 , 042 cos( 4 ω 0 t ) + 0 , 018 cos( 6 ω 0 t ) + 0 . 010 cos( 8 ω 0 t )  A 

  + 0 . 007 cos( 10 ω 0 t )  Nyatakanlah sinyal ini dalam bentuk fasor.

Penyelesaian:

Formulasi arus i(t) yang diberikan ini diturunkan dari uraian deret Fourier

yang

komponen

fundamentalnya adalah

i 1 ( t ) = 0 + 0 , 5 sin ω 0 t ; jadi sesungguhnya komponen ini adalah fungsi sinus di kawasan waktu.

Jika kita mengambil nilai efektif sebagai besar fasor, maka pernyataan arus dalam bentuk fasor adalah

2 2 2 Diagram fasor arus-arus pada Contoh-7.1 di atas, dapat kita gambarkan

(hanya mengambil tiga komponen) seperti terlihat pada Gb. 7.4.

Gb.7.4. Diagram fasor arus fundamental, harmonisa ke-2, dan harmonisa ke-4

146 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Piranti Sistem Tenaga

Persamaan arus pada Contoh-7.1 yang dinyatakan dalam fungsi cosinus dapat pula dinyatakan dalam fungsi sinus menjadi

  0 , 318 + 0 , 5 sin( ω 0 t ) + 0 , 212 sin( 2 ω 0 t + 1,57)

i ( t ) = I m  + 0 , 021 sin( 4 ω 0 t + 1 , 57 ) + 0 , 018 sin( 6 ω 0 t + 1 , 57 )  A 

 + 0 . 010 cos( 8 ω 0 t ) + 0 . 007 cos( 10 ω  0 t )  Jika komponen sinus fundamental digunakan sebagai referensi

dengan pernyataan fasornya I 1 o = I 1 rms ∠ 0 , maka masing-masing komponen arus ini dapat kita nyatakan dalam fasor sebagai:

Diagram fasor-fasor arus ini dapat kita gambarkan seperti terlihat pada

Gb.7.5.

Gb.7.5. Diagram fasor arus fundamental, harmonisa ke-2, dan harmonisa ke-4

Diagram fasor arus pada Gb.7.5 tidak lain adalah diagram fasor pada Gb.7.4 yang diputar 90 o ke arah positif karena fungsi sinus dijadikan referensi dengan sudut fasa nol. Nilai fasor dan selisih sudut fasa antar fasor tidak berubah. Pada Gb.7.5. ini, kita lihat bahwa komponen harmonisa ke-2 ‘leading’ 90 o dari komponen fundamental; demikian juga

dengan komponen harmonisa ke-4. Namun fasor harmonisa ke-2 berputar kearah positif dengan frekuensi dua kali lipat dibanding dengan komponen fundamental, dan fasor harmonisa ke-4 berputar kearah positif dengan frekuensi empat kali lipat dibanding komponen fundamental. Oleh karena itulah mereka tidak dapat secara langsung dijumlahkan.

Dalam pembahasan selanjutnya kita akan menggunakan cara penggambaran fasor seperti pada Gb.7.4 dimana fasor referensi adalah fasor dari sinyal sinus yang dinyatakan dalam fungsi cosinus dan memiliki sudut fasa nol. Hal ini perlu ditegaskan karena uraian arus nonsinus ke dalam deret Fourier dinyatakan sebagai fungsi cosinus

Contoh-7.2: Gambarkan diagram fasor sumber tegangan dan arus-arus berkut ini

v o s = V srms sin ω t = 100 sin ω t V , I 1 rms = 30 A 30 lagging dari tegangan sumber dan o I

2 rms = 50 A 90 leading dari tegangan sumber.

Karena setiap komponen harmonisa memiliki frekuensi berbeda maka pada satu cabang rangkaian yang mengandung elemen dinamis akan terjadi impedansi yang berbeda untuk setiap komponen. Setiap komponen harmonisa dari arus nonsinus yang mengalir pada satu cabang rangkaian dengan elemen dinamis akan mengakibatkan tegangan berbeda.

CONTOH-7.3 : Arus

i = 200 sin ω 0 t + 70 sin 3 ω 0 t + 30 sin 5 ω 0 t A mengalir melalui resistor 5 Ω yang terhubung seri dengan kapasitor

F. Jika frekuensi fundamental adalah 50 Hz, hitung tegangan puncak fundamental dan tegangan puncak setiap komponen harmonisa.

(a) Reaktansi dan impedansi untuk frekuensi fundamental adalah

X C 1 = 1 /( 2 π × 50 × 20 × 10 − 6 ) = 159 , 15 → Z

1 = 5 + 159 , 15 = 159 , 23 Ω 148 Sudaryatno Sudirham, Analisis Rangkaian Piranti Sistem Tenaga

Tegangan puncak fundamental adalah

V 1 m = Z 1 × I 1 m = 159 , 23 × 200 ≈ 31 , 85 kV (b) Impedansi untuk harmonisa ke-3 adalah

X C 3 = X C 1 / 3 = 53 , 05 → Z = 5 2 + 53 , 05 3 2 = 53 , 29 Ω Tegangan puncak harmonisa ke-3 adalah

V 3 m = Z 3 × I 3 m = 53 , 29 × 70 = 3 , 73 kV (c) Impedansi untuk harmonisa ke-5 adalah

5 = 2 3 = + 31 , 83 2 = 32 , 22 Ω Tegangan puncak harmonisa ke-5 adalah

X C 5 = X C 1 / 5 31 , 83 → Z

V 5 m = Z 5 × I 5 m = 32 , 22 × 30 = 0 , 97 kV