Fenologi, Fenomenavivipary, Pengaruh stadia kemasakan benih dan waktu konservasi terhadap viabllitas serta vigor labu siam (Sechium edule, Jacq Swam)

FENOLOGI, FENOMENA VIVIPARY, PENGARUH STADIA
KEMASAKAN BENlH DAN WAKTU KONSERVASI
TERHADAP VlABlLlTAS SERTA VIGOR LABU SlAM
(Sechiumedule, Jacq Swartz)

OLEH :
LULUK PRlHASTUTl EKOWAHYUNI

PROGRAM PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2002

ABSTRAK
FENOLOGI, FENOMENA VIVIPARY, PENGARUH STADIA
KEMASAKAN BENlH DAN WAKTU KONSERVASI TERHADAP
VlABlLlTAS DAN VIGOR LABU SlAM (Sechium edule, Jacq Swartz)
Labu Siam adalah salah satu tanaman sayuran dataran tinggi yang diduga
mennpunyai benih yang bersifat rekalsitran. Tanaman ini sangat cocok tumbuh di
dataran tinggi di Indonesia dan berproduksi terus sepanjang tahun. Labu Siam
menipunyai beberapa kegunaan yaitu sebagai sayur, obat, mencegah erosi,
makanan ternak, dan seratnya bisa untuk diet kalori, membuat topi dan

kera~njang
.
Penelitian ini adalah untuk memastikan sifat rekalsitransi benih labu Siam.
Penlelitian ini terdiri-dari tiga percobaan, yaitu 1) Fenologi untuk menentukan
stadia masak fisiologis, 2) Fenomena vivipary dengan menganalisis kandungan
ABA, dan IAA, dan 3) Pengaruh stadia kemasakan benih dan waktu konservasi

terhedap viabilitas dan vigor labu Siam.
Metodologi untuk

percobaan pertama

adalah

dengan

mengamati

perkembangan bunga dan buah labu Siam pada 15 tanaman terpilih yang diberi
tanda dan diulang sebanyak 3 kali untuk menentukan stadia masak fisiologis

benih labu Siam. Tempat penelitian di desa Barukupa bawah Cipanas Jawa
Barat (daerah sentra produksi labu Siam). Percobaan kedua adalah dengan
menganalisis kandungan hormon ABA dan IAA pada empat stadia kemasakan
benih, yaitu stadia 9 (14 HSA),stadia 10 (21 HSA), stadia 11 (28 HSA), dan
stadia 13 (42 HSA) diulang sebanyak tiga kali.

Percobaan ketiga adalah

meniastikan apakah benih labu Siam termasuk benih rekalsitran pada tiga stadia
kemasakan benih (Stadia 10, stadia 11 dan stadia 13) dan empat waktu
konservasi (0 jam, 12 jam, 24 jam, 36 jam dan 42 jam) yang diulang sebanyak 3
kali sehingga terdapat 45 satuan percobaan.

Hipotesis penelitian adalah 1)

staclia rnasak fisiologis benih labu Siam diduga pada urnur 28 HSA dengan ciri
viabilitas, vigor dan berat kering maksirnum, 2) fenornena vivipary labu Siarn
terjzidi karena sernakin rneningkat stadia kemasakan benih maka kandungan
ABCl sernakin rnenurun dan kandungan IAA sernakin rneningkat, 3) benih labu
Siarn terrnasuk benih rekalsitran tinggi dengan ciri kadar air kritikalnya tinggi.

Hasil penelitian adalah sebagai berikut untuk percobaan I,perkernbangan
benih labu Siarn terdiri-dari tiga tahap : I ) tahap perturnbuhan, terjadi pada stadia
4 hingga 6, 2) tahap rnenghirnpunlakurnulasi cadangan rnakanan terjadi pada

stadia 6 hingga 8, dan 3) tahap pernasakan terjadi pada stadia 8 hingga 11.
Staclia rnasak fisiologis diduga dicapai pada stadia 11 pada 28 HSA, yaitu
dengan ciri buah eksokarp berwarna hijau keputihan, integumen sudah lepas dari
endiokarp buah, ujung buah sudah mernbelah, bobot basah buah 362.8 gram,
bobot basah benih 4.28 gram, berat kering benih 0.42 gram, panjang buah 12
crn, lebar buah 19.5 crn, daya berkecambah buah 90 %, kadar air 90.3 %. Ciri
fisiollogi adalah viabilitas, vigor dan berat kering tertinggi.
Percobaan 2, fenornena vivipary yang terjadi pada benih labu Siarn adalah
kanclungan ABA sernakin rneningkat dan kandungan IAA rnenurun dengan
sernakin rneningkatnya stadia kemasakan benih. Fenomena vivipaly labu Siam
diduga karena kerjasarna ABA dengan fitohorrnon lainnya seperti IAA, giberelin,
sitokinin dan etilen, artinya bukan didorninasi oleh ABA.

Kandungan IAA

walaupun rnenurun jurnlahnya lebih banyak dari ABA baik di poros ernbrio

rnaupun di kotiledon.
Percobaan 3, Pengaruh perlakuan stadia kemasakan benih dan waktu
konservasi menunjukkan bahwa labu siam terrnasuk rekalsitran tinggi dengan
kadar air kritikalnya tinggi dan dalarn waktu yang singkat dapat rnenurun
viab~litasdan vigornya. Kadar air kritikal benih labu Siam ada dua yaitu sebesar
69.7 % dan 73.32 % dan dua kadar air ernbrio labu Siarn adalah kadar air 87.2 %

dan 85.3 % pada interaksi perlakuan stadia 13 dengan tanpa dikonservasi dan
interakasi perlakuan stadia 13 waktu konservasi 12 jam.

Benih pada stadia 11

umur 28 HSA pada saat masak fisiologis, mempunyai ketahanan yang tinggi
terhadap waktu konservasi dan mempunyai nilai viabilitas, vigor, dan berat kering
maksimum.

SURAT PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul : Fenologi,
Flenomena Vivipaty, Pengaruh Stadia Kemasakan Benih Dan Waktu Konservasi
Terhadap Viabilitas Serta Vigor Labu Siam, adalah benar hasil karya sendiri.

Semua sumber data dan informasi yang digunakan telah dapat dinyatakan
stxara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.

Bogor Mei 2002

Ir LULUK PRlHASTUTl EKOWAHYUNI
NRP. 99055

FENOLOGI, FENOMENA VlVlPARY, PENGARUH STADIA
KEMASAKAN BENlH DAN WAKTU KONSERVASI
TERHADAP VlABlLlTAS SERTA VIGOR LABU SlAM
(Sechium edule, Jacq Swartz)

OLEH :
LULUK PRlHASTUTl EKOWAHYUNI
AGR 99055

Tesis sebagai salah satu syarat
Untuk memperoleh gelar Magister Sains
Pada

Program PascaSarjana lnstitut Pertanian Bogor

PROGRAM PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2002

: FENOLOGI, FENOMENAVIVIPARY,
PENGARUH STADIA KEMASAKAN BENlH
DANWAKTUKONSERVASITERHADAP
VlABlLtTAS SERTA VIGOR LABU SlAM
(Sechium edule, Jacq Swam)

Judlul Tesis

Nama mahasiswa : LULUK PRlHASTUTl EKOWAHYUNI
Nomor Pokok

: 99055

Program Studi


: Agronomi

Menyetujui
1. Komisi Pembimbing

/f

Dr I ati Budiarti, MS

w

L-,

Dr Ir Hj. Satriyas Ilyas, MS
2. Ketua Program Studi Agronom

Dlr Ir Hajrial Aswidinoor, MSc

Tanggal lulus : 25 April 2002


Dr Zainal Alim Mas'ud

Penulis dilahirkan di Lampung pada tanggal 26 Juni 1964 dari Ibu Sri
Ami~nartidan Ayah Drs. Ahmad Sudaryono sebagai puteri pertama dari lima
bersaudara.
Penulis lulus dari Sekolah Menengah Atas Negeri II, Gotong Royong Tanjung
Kariang pada tahun 1982, kemudian melanjutkan ke Fakultas Pertanian
Universitas Lampung dan lulus Sarjana pada tahun 1987.
Pada waktu menjadi mahasiswa di Fakultas Pertanian Universitas Lampung
penulis telah dipercaya menjadi asisten dosen untuk mata kuliah Botani Umum
tahun 1983, selanjutnya pada tahun berikutnya menjadi asisten dosen mata
kuliah Fisika dan Fisiologi Tumbuhan.

Penulis juga aktif dalam organisasi

mahasiswa intrakurikuler maupun organisasi ekstrakurikuler, sehingga atas
pengalaman-pengalaman tersebut penulis dapat diterima sebagai Staf Pengajar
Fakrlltas Pertanian Universitas Nasional sejak Tahun 1988 hingga sekarang.
Pads bulan Agustus 1996 penulis mendapatkan penghargaaan sebagai Dosen

Teladan Harapan II se Kopertis Wilayah 111 Jakarta.
Pads tahun

1999 penulis melanjutkan pendidikan pada Program

PascaSarjana lnstitut Pertanian Bogor pada Program Studi Agronomi Sub
Program Studi llmu Benih dengan bantuan Biaya dari Pengelola Beasiswa
Program PascaSarjana (BPPS) Depdikbud DIKTI.

Alhamdulillahirrobil'alamin penulis panjatkan ke hadirat Allah Subhanahu
Walta'ala karena hanya atas berkah dan rahmatNya penulis dapat menyelesaikan
Tesis ini.
IDadakesempatan ini penulis mengucapkan Jadzakkumullahi khairron kasyiiro
atair terimakasih yang sebesar-besamya kepada Dr Ir Tati Budiarti,MS sebagai
Ketl~aKomisi Pembimbing Dr Ir Hj. Satriyas Ilyas, MS dan Dr Zainal Alim Mas'ud
masing-masing sebagai Anggota Komisi Pembimbing atas bimbingan dan
pengarahan mulai dari penyusunan rencana penelitian sampai dengan
penyusunan tesis ini. Penulis mengucapkan terimakasih kepada Pengelola
Beasiswa Program Pasca Sarjana (BPPS) Depdikbud DIKTI,


Kepala

Labloratorium llmu dan Teknologi Benih IPB, Kepala Laboratorium Unit Penelitian
Tanaman Balitbio Cimanggu Bogor. Terimakasih yang sebesar-besamya
disampaikan kepada Bapak Haji Doyenpetani sayur di desa Barukupa Bawah
Cipanas Jawa Barat.

Rasa terima kasih yang setulus-tulusnya penulis

sarn~paikankepada : 1) Rektor Universitas Nasional (UNAS) Jakarta, Dekan
Faklultas Pertanian Universitas Nasional seria Direktur Program PascaSarjana
IPB yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melanjutkan
pencdidikan di lnstitut Pertanian Bogor. 2) Ibu Hetty, Bapak Barnbang, Ibu Yetti,
Ibu Elly, Bapak Jajang, Mas Santo, Bapak Sarju, Heru, Yosaphat, dan kawankawan serta semua pihak baik karyawan maupun mahasiswa yang telah banyak
mernbantu selama

pelaksanaan penelitian,

3) Adik


lchwan Novianto

Ponconugroho dan adik Ir. Dudi Agung Rahardjo dan istri serta adik Unggul S.E
dan istri

adik Ir. Andi Wijanarko Tribaskoro serta istri yang telah banyak

mennbantu dan dukungan moril kepada penulis. 4. lbunda tercinta Sri Aminarti
dan Ayahanda Drs. Ahmad Sudaryono atas dopa, kesabaran, dorongan

serr~angat,dan pengorbanannya selama penulis mengikuti pendidikan di program
PascaSarjana IPB sampai dengan penyelesaian tesis ini. 5. Suami tercinta Yanzi
Sofyan, anak-anak tersayang Lailatul Maghfirah Tsaqilah, Muhammad Fajri
AI'Haq, dan Muhammad Yaumul Rizki yang telah sabar dan tetap memberikan
dorongan moril maupun spirituil yang tidak terhingga besarnya dari mulai
menjalani program pendidikan hingga selesai penulisan tesis ini. Semua pihak
yang tidak dapat disebutkan satu persatu, sehingga penulis dapat menyelesaikan
tesi:; ini. Semoga Allah Subhana Waia'ala memberikan Rahmat dan HidayahNya
kepiida semua pihak yang telah banyak membantu sampai penulis dapat
men~yelesaikanpendidikan ini.
Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari kesempurnaan tetapi
pen~llistetap mengharapkan semoga hasil yang dituangkan dalam tesis ini bisa
bernianfaat bagi pihak yang memerlukannya.

Bogor, Mei 2002

Ir LULUK PRlHASTUTl EKOWAHYUNI

No. Singkatan

Kepanjangan

1.
2.

Beasiswa Program PascaSarjana
Agronomi
lnstitut Pertanian Bogor
Universitas Nasional
Asam absisat
Asam indol-3 asetat
Berat kering tajuk
Berat kering akar
Hari setelah tanam
lnternasional unit
di atas permukaan laut
Aminocyclopropane carboxylic acid
Tingkat kemasakan
Waktu konservasi
Duncan median range test
Bobot basah embrio
Bobot basah benih
Nilai peluang
Daya berkecambah benih
Potensi tumbuh maksimum
Kadar air buah
Berat kering benih
Lebar buah
Bobot buah
Panjang buah
Kadar air benih

3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.

BPPS
AGR
IPB
UNAS
ABA
IAA
BKT
BKA
HST
IU
dpl
ACC
M
T
DMRT
BBE
BBB
P
DB
PTM

20.
21. KABu
22. BK
23. Lbu
24. BBu
25. Pbu
26. KAB

DAFTAR IS1
Halaman
DAF'TAR TABEL ..........................................................................................
DAF'TAR GAMBAR

......................................................................................

iii
v

PENIDAHULUAN .........................................................................................
Latar Belakang.......................................................................................
Tujuan Penelitian ...................................................................................
Hipotesis Penelitian ..............................................................................

1
1
3
4

TINJAUAN PUSTAKA ...............................................................................
Labu Siam (Sechium edule Jacq Swartz) ........................................
Fenologi................................................................................................
Fenomena vivipary ................................................................................
Hormon ABA ..........................................................................................
Hormon IAA ...........................................................................................
Waktu Konservasi ..................................................................................

5
5
7
9
10
11
12

......................................................................................
ME'I'ODOLOGI
Percobaan 1. Fenologi untuk menentukan stadia masak
fisiologis labu Siam..........................................................
Percobaan 2. Fenomena vivipary dengan menganalisis
kandungan hormon ABA dan IAA....................................
Percobaan 3. Pengaruh stadia kemasakan benih dan waktu
konservasi terhadap viabilitas dan vigor labu
Siam................................................................................

16

HASlL DANPEMBAHASAN ......................................................................
Percobaaan 1. Fenologi untuk menentukan stadia masak
fisiologis labu Siam.........................................................
Percobaan 2. Fenomena vivipary dengan menganalisis
kandungan hormon ABA dan IAA ...................................
Percobaan 3. Perlakuan stadia kemasakan benih dan
waktu konservasi terhadap viabilitas dan
vigor labu Siam ...............................................................
Pembahasan Umum ..............................................................................

24

KESIMPULAN DAN SARAN .........................................................................
Kesimpulan............................................................................................
Saran .....................................................................................................

58
58
58

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................
LAMPIRAN ...................................................................................................

60
64

16
18
19

24

32
37
55

DAFTAR GAMBAR
No

Teks

halaman

1. Bagan pelaksanaan penelitian labu Siam ..............................................

17

2. Bunga betina dan jantan labu Siam .......................................................

25

3. Posisi bunga dan buah pada tanaman labu Siam ..................................

25

4 . Perkembangan bunga betina dan jantan labu Siam...............................

26

5. Bagian bagian buah labu Siam ..............................................................

26

6. Model fungsi seleksi hormon terhadap perkecambahan dan

dormansi.............................................................................................. 37

7. Pengaruh tingkat kemasakan benih terhadap pertumbuhan
bibit labu Siam pada 15 HST dan 28 HST .........................................

38

8. Pola kemasakan benih labu Siam........................................................... 56
Nc)

Lampiran

halaman

17. Gambar fenomena vivipary labu Siam ..................................................

70

18. Letak calon benih bermutu labu Siam ....................................................

70

.............

71

19. Kecambah normal (a) dan kecambah abnormal labu Siam (b)

20. Kecambah benih pada tingkat kemasakan 3 waktu konservasi
24 jam (a). 36 jam (b). dan 48 jam (c) ...................................................

71

DAFTAR
No

Teks

Halaman

1. Perkembangan bunga betina (a) dan jantan (b) labu Siam .....................

26

2. Perkembangan buah............................................................................

27

3. Bobot kering, kadar air dan daya berkecambah benih pada berbagai
stadia perkembangan benih labu Siam ................................................

30

4. Kandungan hormon ABA dan IAA pada benih tabu Siam........................

32

5. Pengaruh kelompok hormon terhadap beberapa tahap perkembangan
tanaman.................................................................................................

34

6. Rangkuman hasil uji sidik ragam percobaan .........................................

38

7. lnteraksi perlakuan stadia kemasakan benih dan waktu konservasi
terhadap daya berkecambah..................................................................

39

8. lnteraksi perlakuan stadia kemasakan benih dan waktu konservasi
terhadap potensi tumbuh maksimum ......................................................

41

9. lnteraksi perlakuan stadia kemasakan benih dan waktu konservasi
terhadap kecepatan tumbuh .................................................................. 40

10. lnteraksi perlakuan stadia kemasakan benih dan waktu konservasi
,terhadap bobot kering benih....................................................................

41

11. lnteraksi perlakuan stadia kemasakan benih dan waktu konservasi
terhadap bobot basah benih ..................................................................

42

12. lnteraksi perlakuan stadia kemasakan benih dan waktu konservasi
terhadap berat kering tajuk .....................................................................

43

13. lnteraksi perlakuan stadia kemasakan benih dan waktu konservasi
terhadap bobot basah embrio ...............................................................

44

14. lnteraksi perlakuan stadia kemasakan benih dan waktu konservasi
terhadap nisbah bobot basah benih dan bobot basah embrio .................

45

15. lnteraksi perlakuan stadia kemasakan benih dan waktu konservasi
terhadap nisbah BKTIBKA .....................................................................

46

16. lnteraksi perlakuan stadia kemasakan benih dan waktu konservasi
terhadap kadar air benih ........................................................................

46

17. lnteraksi perlakuan stadia kemasakan benih dan waktu konservasi
iierhadap kadar air embrio ......................................................................

47

1t1. Pengaruh interaksi perlakuan pada kadar air kritikal benih
dan embrio terhadap daya berkecambah benih (%)................................

48

10. Pengaruh perlakuan stadia kemasakan benih terhadap berat kering
akar .....................................................................................................

50

No

Lampiran

halaman

1. Sidik ragam perlakuan stadia kemasakan benih dan waktu konservasi
terhadap potensi tumbuh maksimum labu Siam .....................................

64

2. Sidik ragam perlakuan stadia kemasakan benih dan waktu konservasi
terhadap daya berkecarnbah benih tabu Siam ........................................

64

3. Sidik ragam perlakuan stadia kemasakan benih dan waktu konservasi
terhadap kecepatan tumbuh labu Siam..................................................

64

4. Sidik ragam perlakuan stadia kemasakan benih dan waktu
konservasi terhadap bobot kering tajuk tabu Siam .................................

64

5. Sidik ragam perlakuan stadia kemasakan benih dan waktu konservasi
terhadap bobot kering akar labu Siam ....................................................

65

6. Sidik ragam perlakuan stadia kemasakan benih dan waktu konsenrasi
terhadap nisbah bobot kering tajuk dan bobot kering akar tabu Siam ....

65

7. Sidik ragam perlakuan stadia kemasakan benih dan waktu konservasi
terhadap kadar air benih labu Siam ......................................................

65

8. Sidik ragam perlakuan stadia kemasakan benih dan waktu konservasi
terhadap kadar air embrio labu Siam ......................................................

65

9. Sidik ragam perlakuan stadia kemasakan benih dan waktu konservasi
terhadap nisbah bobot basah embrio dan bobot basah benih labu Siam

66

10. Sidik ragam perlakuan stadia kemasakan benih dan waktu konservasi
terhadap bobot kering benih labu Siam..................................................

66

1. Sidik ragam perlakuan stadia kemasakan benih dan waktu konser~asi
terhadap bobot basah benih labu Siam................................................

66

12. Sidik ragam perlakuan stadia kemasakan benih dan waktu konservasi
terhadap bobot basah embrio tabu Siam ................................................

66

13. Sidik ragam perlakuan stadia kemasakan benih dan waktu konservasi
terhadap panjang akar bibii labu Siam ....................................................

67

14. Sidik ragam perlakuan stadia kemasakan benih dan waktu konservasi
terhadap tinggi bibit labu Siam...............................................................

67

15. Daerah penanaman labu Siam di luar Jawa............................................

68

16. Kandungan gizi datam 100 gram buah dan daun tabu Siam Segar .........

69

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Labu Siam (Sechium edule, Jacq Swartz) merupakan tanaman sayuran
dataran tinggi yang telah lama dikenal petani di Indonesia selain bawang putih,
kubis, sawi wortel, lobak dan tomat (Lingga 2001). Labu Siam telah dikenal
sebagai sayuran buah dan sekarang dikenal sebagai sayuran pucuk (Rubatzky
dan Yamaguchi 1999). Kandungan kalori yang terdapat pada 100 g bahan
segar labu Siam buah, pucuk dan urnbi yaitu 26,60 dan 79 kalori. Kandungan
vitamin A pada buah dan pucuk labu Siam pada 100 g bahan segar yaitu 43 dan
45160 1U

Berdasarkan ciri fisiknya diduga benih labu Siam tergolong sebagai benih
rekalsitran dengan karakteristik kadar aimya tinggi sehingga mudah
terkontaminasi mikroba dan lebih cepat mengalami kemunduran (Fanant et a/.
1988). Umumnya benih rekalsitran tidak mempunyai masa dormansi proses
metabolisme perkecambahan berjalan terus (Copeland dan McDonald 1995)
bahkan benih labu Siam dapat berkecambah ketika masih di pohon
(perkecambahan dini) atau bersifat vivipary. sfat tanaman yang mirip dengan
labu Siam diantaranya adalah tanaman species mangrove (Tomlinson 1998).
Labu Siam tidak tahan disimpan sebagai benih lebih dari satu bulan sejak
berkecambah di pohon karena tidak memiliki masa dormansi sehingga diduga
labu Siam termasuk dalam rekalsitran tinggi (highly rekalsitran).

Hal in1

menunjang pendapat Farrant et a/. (1988) mengenai beberapa karakteristik
berlih rekalsitran.
Buah labu Siam setelah mengalami pemanenan biasanya mengalami periode
per~yimpanansementara yang disebut periode (waktu) konsenrasi.

Sadjad

(1989) mengemukakan periode konsenrasi benih sebagai periode (waktu) yang

dilalui benih setelah pemanenan mencakup menunggu saat pengolahan
pengepakan dan transportasi ke tempat pengguna benih yang waktunya relatif
sing~kat. Berbagai penelitian tentang waktu konservasi benih biasanya dilakukan
untiik menguji kekuatan viabilitas dan vigor benih rekalsitran.
Perbanyakan tanaman labu Siam selama ini dilakukan secara generatif
dengan penanaman buah yang matang di batang dan telah berkecambah
(Rubatzky dan Yamaguchi 1999). Buah yang dipakai sebagai benih merupakan
panenan pertama, terletak pada batang utama, mempunyai ciri-ciri fisik yang
baik, dan kotiledon dalam keadaaan sehat.
Perbanyakan tanaman dengan cara vegetatif adalah dengan stek yang telah
berakar sempuma yang diperoleh dari batang yang muda namun cara ini jarang
dilakukan karena produksi dan produktivitas buahnya rendah. Rukmana (1999)
menambahkan bahwa benih yang baik dihasilkan dari pohon induk yang baik.
yakrli tanaman tumbuh subur normal, berbuah lebat stabil, urnur tanaman cukup
dan keadaan tanaman sehat tidak berpenyaki atau terserang hama. Benih yang
akarr dijadikan bibit harus dipilih benih yang baik, bermutu, buah berumur tua,
dan bentuknya normal, terletak di bagian tengah batang atau pada batang pokok,
ukuran benih seragam, benih tidak diserang hama aan penyakit.
Selama ini benih labu Siam dikembang biakkan dalam bentuk buah yang
sudah berkecambah dan sehat pada umur 42 hari setelah anthesis (HSA), buah
telat~berakar dan berkecambah sepanjang 2-4 cm dengan daun sepasang.
Benih labu Siam yang digunakan untuk perbanyakan tanaman beratnya rata-rata
300-400 gram dengan kondisi voluminous dan resiko kerusakan yang tinggi.

Transportasi benih dari daerah pertanaman labu Siam yang menyebar ke seluruh
wilalrah Indonesia merupakan ha1 yang sulit. Menurut Lingga (2001) kebutuhan
benilh per hektar untuk labu Siam adalah sekitar 650 benihlha. Tahun 2001 luas

areal pertanaman baru untuk labu Siam 29.223 ha maka total kebutuhan benih
sekitar 18.994.950 benih.
Penelitian mengenai kandungan gizi kegunaan dan jumlah species labu
Siarn telah banyak dilakukan di Luar Negeri seperti di Negara Amerika Tengah.
Masih banyak permasalahan yang belum diketahui pada benih

labu Siam

khususnya mengenai kemampuan benih labu Siam sebagai calon tanaman
(ber~ih).
Penelitian ini terdiri dari tiga tahap percobaan yaitu percobaan 1,
mer~gangkatfenologi dalam penentuan masak fisiologis benih labu Siam,
perciobaan 2, mengamati fenomena vivipary labu Siam rnelalui analisis
kantlungan hormon ABA (asam absisat) dan hormon IAA (asam indole-3 asetic),
perciobaan 3, memantau pengaruh stadia kemasakan benih dan waktu
konservasi terhadap viabilitas dan vigor labu Siam untuk memastikan sifat
rekalsitran benih labu Siam apakah tennasuk rekalsitam tinggi, sedang atau
renclah.
Diharapkan hasil penelitian ini memberikan informasi tambahan tentang
karakteristik morfologi dan fisiologi selama perkembangan benih labu Siam dan
fenomena vivipaly serta sifat rekalsitransi benih labu Siam.

Tujuan Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan dengan tujuan sebagai berikut :
1) Menentukan saat masak fisiologis labu Siam melalui studi fenologi, 2)
Meniperoleh informasi tentang sifat vivipary labu Siam berdasarkan analisis
kanclungan ABA dan IAA dan 3) Mengetahui pengaruh stadia kemasakan benih
dan waktu konservasi benih terhadap viabilitas dan vigor benih labu Siam untuk
menlastikan sifat rekalsitran benih labu Siam.

Hipotesis Penelitian
11. Stadia masak fisiologis labu Siam diduga pada umur buah 28 hari setelah

anthesis dengan ciri viabilitas, vigor dan berat kering maksimum.
2 . Terdapat penurunan kandungan hormon ABA dan peningkatan

kandungan hormon IAA pada fenomena vivipary benih labu Siam.

3. Benih labu Siam termasuk rekalsitran tinggi.

Labu Siam (Sechium edule, Jacq Swart,)
Labu Siam (chayote) merupakan salah satu tanaman sayuran dataran tinggi
di Indonesia. Buah, pucuk, akar dan umbi labu Siam semua bisa dikonsumsi.
Menlurut Engels (1983) di Papua Nugini pucuk umbi dan buah digunakan sebagai
makianan semua jenis iemak. Tanaman labu Siam mempunyai prospek sebagai
diet61r-yfood, karena mempunyai kandungan kalori yang rendah dan digunakan
sebagai makanan penambah rasa.

Bijinya berbentuk seperti kacang yang

mengandung sumber protein. Pucuk khususnya kaya akan vitamin A, B dan C.
Di Indonesia

tidak ada statistik secara tersendiri

data labu Siam selalu

diko~nbinasidengan semua tanarnan labu (Biro Pusat Statistik 1998).
tlalam produksi dan perdagangan Intemasional, labu Siam adalah termasuk
5 (linna) jenis sayuran komersial yang penting di Brazil. Ini merupakan lnformasi
penting bagi lndonesia karena di Indonesia labu Siam sangat cocok tumbuh dan
berproduksi terus sepanjang tahun. Menurut Rukmana (1999) tanarnan labu
Siarr~ dalam pertumbuhan dan perkembangannya adalah tanaman hijau
sepanjang tahun. Tanaman ini direkomendasikan untuk diperbaiki paling sedikit
tiga tahun sekali, terutama apabila terserang penyakit dan untuk menghindari
seraligan penyakit.
Syarat tumbuh bagi tanaman labu Siam adalah kelembaban relatif tinggi

- 2000 mm terdapat lrigasi
dan temperatur rata-rata adalah 20 - 2 5 ' ~ (dengan batas 12 - 28 OC).
Pertumbuhan terbaik bagi labu Siam adalah pada ketinggian 300 m - 2000 m di
(80-05%) curah hujan tahunan paling sedikit 1500

atas permukaan laut (dpl) dengan tanah yang berdrainase baik. Labu Siam
apat~iladitanam di dataran rendah maka tidak bisa berproduksi menghasilkan
buah (Engels 1983).

Pembungaan dimulai 1

-

2 bulan sesudah perkecambahan dan

perr~bungaannyamenurut Rukmana (1999) berlimpah sepanjang tahun. Bunga
tanaman labu Siam adalah menyerbuk silang tetapi self compatible dan berumah
satu~yakni bunga jantan dan betina terdapat dalam satu tanaman. Bunga jantan
mirip dengan bunga betina tetapi berukuran kecil dan tiap tandan terdiri banyak
kunlum terletak dalam satu batang.
Buah terbentuk tiga bulan setelah ditanam. Buah yang diproduksi jumlahnya
ratursan per pohon per tahun. Perkecambahan bisa terjadi ketika buah berada di
pohon. Fenomena ini disebut vivipary mirip seperti species mangrove. Labu
Siann varitas lokal Cipanas tidak bisa disimpan sebagai benih lebih dari satu
bulan sejak berkecambah di pohon, karena benih tidak memiliki masa dorrnansi.
Selama ini penyimpanan labu Siam adalah dalam bentuk buah. Engels (1983)
mengemukakan pula bahwa penyimpanan atau pemeliharaan plasma nutfah
labu Siam hams dalam bentuk tanaman hidup atau kultur jaringan di bawah
kondisi kelembaban rendah. Koleksi plasma nutfah labu Siam di seluruh dunia
dihasilkan oleh Chapingo Regional Centre (Mexico) dan beberapa perusahaan
lain.

Eiuah labu Siam berbentuk bulat sampai agak lonjong menyerupai buah

alpukat dan mengandung tangkai buah. Struktur buah terdiri-dari kulit buah yang
tipis dan berduri jarang, daging buah yang amat tebal berbiji tunggal, daging
buah banyak mengandung air dan getah. Getah labu Siam berkhasiat sebagai
obat penurun panas badan.
13ijinya berbentuk panjang atau lonjong pipih berkeping dua. Akan ditelaah
apakah biji tanpa buahnya (benih) dapat digunakan untuk perbanyakan tanaman
secara generatif.

Fenologi
F:enologi adalah studi pengamatan perkembangan organ tanaman yang
sangat berhubungan dengan kondisi lingkungan iklim yang cocok bagi
perti~mbuhantanaman (Gill dan Thompson 1977). Pengamatan perkembangan
organ tanaman meliputi perkembangan jumlah daun, bunga maupun buah.
Observasi mengenai perkembangan bunga dan buah telah dilakukan oleh Duke
et a/. (1984) pada tanaman mangrove di North Queensland Australia, belum
ada penelitian fenologi pada labu Siam.
F'erskembangan (morfogenesis) adalah pertumbuhan serta differensiasi sel
menjadi jaringan organ dan organisme (Salisbury dan Ross 1995). Salah satu
contoh yang paling mengagumkan dari morfogenesis tumbuhan adalah
perul~ahandari fase vegetatif ke fase reproduktif (generatif). Fase vegetatif
terjatli mulai dari benih tumbuh dan mengalami perubahan

tinggi batang,

panjang akar, jumlah daun, jumlah cabang serta perbesaran batang.

Fase

generatif terjadi dari mulai terbentuknya bunga hingga menjadi buah dan buah
mencapai masak.

Perkembangan dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu

cahaya suhu kelembaban perubahan suhu panjang siang dan malam kesuburan
tanah.
IUlenurut Johri (1984) bunga dan buah terbentuk setelah akar, batang dan
daun.

Hal tersebut untuk melestarikan species dan melengkapi daur hidup

suatu tanaman. Sebagian besar species angiospermae menghasilkan bunga
berktzlamin ganda (bunga sempurna). Perbandingan antara bunga jantan dan
betina bisa menentukan hasil tanaman misalnya pada labu Siam dan mentimun.
Anthesis yaitu pembukaan bunga saat bagian-bagiannya siap untuk
penyerbukan,yang biasanya terjadi bersamaan dengan munculnya bau dan
perubahan warna bunga. Johri (1984) menambahkan beberapa species yaitu

lponloea tricolor, morning glove dan termasuk labu Siam setelah anthesis segera
diikuti dengan pelayuan.

Pelayuan seperti ini biasanya diikuti dengan

pengangkutan zat terlarut secara besar-besaran dari bunga ke buah atau bagian
tumtbuhan yang lain seperti ovarium.

Air hilang secara cepat sehingga terjadi

penilrunan kadar air bunga. Proses yang terjadi adalah perombakan protein dan
RNA secara cepat dari mahkota dan kelopak, selama proses pelayuan diikuti

dengan pemudaran warna bunga.
Perkembangan buah biasanya ditentukan oleh proses perkecambahan
serb~uksari pada stigma (penyerbukan) yang diikuti dengan proses pembuahan.
Serbuk sari yang jatuh pada bunga akan memacu penyerbukan dan pembuahan
alami. Pembuahan terjadi karena ovarium tumbuh dan mahkota layu lalu gugur.
Biji )rang sedang tumbuh biasanya juga penting bagi pertumbuhan buah yang
norrr~al(Johri 1984).
(Zigot, kantung embrio dan ovul berkembang menjadi biji sementara ovarium
di sekelilingnya berkembang menjadi buah (perikarp). Proses pertumbuhan,
baha~nkimia yang disebut zat tumbuh atau hormon tumbuh sangat berperan
penting (Salisbury dan Ross 1995).
Ejuah pada saat masak fisiologis akan menghasilkan benih yang bermutu
tinggi (Sadjad 1980). Proses kemasakan benih yang terjadi sejak fedilisasi
ditunjukkan dengan adanya perubahan morfologi, fisiologi maupun biokimia.
Salalr satu faktor yang mempunyai tingkat mutu benih adalah proses
perkembangan dan kemasakan benih.
Proses perkembangan dan kemasakan benih melalui tiga fase masing

-

masing 1) fase pertumbuhan, 2) fase menghimpun makanan, dan 3) fase
pemiasakan. Fase pertumbuhan terjadi beberapa hari sesudah penyerbukan dan
peml3uahan. Laju fase pertumbuhan mengikuti laju pembentukan jaringan yang
berisi laju pembelahan sel dalam embrio dan kulit benih. Kadar air benih pada

fase itu sekitar 75

- 80 %.

Pada fase penghimpunan bahan makanan bobot

keririg benih meningkat hingga tiga kali sebaliknya kadar air menurun sekitar 60
%. Akhir fase ini bobot kering benih mencapai maksimum dan benih mencapai

tingkat masak fisiologis.

Benih yang sehat padat dan masak biasanya lebih

awet disimpan dibandingkan dengan benih yang belum masak. Buah labu Siam
jika dibiarkan terus di pohon maka akan segera berkecambah di pohon karena
bersifat vivipary.

Kondisi cuaca sangat mempengaruhi mutu benih selama

periode itu.

Fenomena vivipary
Vivipary adalah perkecambahan dini yang terjadi karena embrio yang
dihasilkan berasal dari reproduksi sexual normal tidak mempunyai masa
dornransi, pertumbuhan pertama kecambah keluar melalui kulit benih dan
selanjutnya keluar melalui buah ketika tanaman masih berada di batang tanaman
induknya. Proses ini terjadi pada beberapa species tanaman diantaranya labu
Sianl mangrove beberapa kultivar buah seperti citrus dan ophiorhiza. Tanaman
vivipary banyak ditemukan di daerah wetlands (basah).
Hal yang menarik bahwa fenomena vivipary, bisa diamati secara morfologi,
skologi maupun fisiologi. Fisiologi dari vivipary adalah bervariasi karena adanya
kondisi konsentrasi garam di dalam tanah (media), aktivitas respirasi dan
distr~busienzym maupun hormon.
Penelitian ini akan mengamati fenomena vivipary berdasarkan distribusi
hornion di dalam perkembangan tanaman labu Siam.

Penelitian ini berarti

mengamati fenomena vivipary dari aspek fisiologinya. Menurut Salisbury dan
Ros!; (1995) yang dimaksud hormon tumbuhan adalah senyawa organik yang di
sintesis di salah satu bagian tumbuhan dan dipindahkan ke bagian lain dan pada
konsentrasi yang sangat rendah mampu menimbulkan suatu respon fisiologi.

Respon pada organ sasaran tidak selalu bersifat memacu, karena suatu proses
pertirmbuhan dan diferensiasi kadang malah menghambat misalnya ABA
(Inhibitor).

Hormon khas pada tumbuhan karena effektif berkerja pada

konsentrasi yang amat rendah.

Hormon sering effektif pada konsentrasi 1

mikrc~molarsehingga senyawa kimia lain yang aktif pada konsentrasi tinggi
buka~nhormon misalnya vitamin dan sukrosa.
Salisbury dan Ross (1995) menambahkan hormon yang pertama kali
ditenlukan adalah auksin.

Auksin endogen yaitu IAA (Indol Acetic Acid)

ditemukan pada tahun 1930-an bahkan saat itu hormon mula-mula dimumikan
dari air seni.

Karena semakin banyak hormon ditemukan maka efek serta

konsentrasi endogennya dikaji. Hormon pada tanaman jelas mempunyai ciri :
setiap hormon mempengaruhi respon pada bagian tumbuhan, respon itu
bergantung pada species, bagian tumbuhan, fase perkembangan, konsentrasi
horrnon, interaksi antar hormon, yang diketahui dan berbagai faktor lingkungan
yaitu cahaya, suhu, kelembaban, dan lainnya.

Hormon ABA (Asam absisaf)
Semua jaringan tanaman terdapat hormon ABA yang dapat dipisahkan
secara kromatografi Rf 0.9.

Senyawa tersebut merupakan inhibitor B

-

koml>leks. Senyawa ini mempengaruhi proses pertumbuhan, dormansi dan
absisi. Beberapa peneliti akhirnya menemukan senyawa yang sama yaitu asam
absisat (ABA).

Peneliti tersebut yaitu Addicott et a1 dari California USA pada

tahun 1967 pada tanaman kapas dan Rothwell serta Wain pada tahun 1964 pada
tanaman lupin (Wattimena 1992).
Menurut Salisbury dan Ross (1995) zat pengatur tumbuhan yang diproduksi
di dalam tanaman disebut juga hormon tanaman.

Hormon tanaman yang

dianggap sebagai horrnon stress diproduksi dalam jumlah besar ketika tanaman
mengalami berbagai keadaan rawan diantaranya yaitu ABA. Keadaan rawan
tersebut antara lain kurang air, tanah bergaram, dan suhu dingin atau panas.
ABA membantu tanaman mengatasi dari keadaan rawan tersebut.
ABA adalah seskuiterpenoid berkarbon 15, yang disintesis sebagian di
kloroplas dan plastid melalui lintasan asam mevalonat (Salisbury dan Ross
199!5). Reaksi awal sintesis ABA sama dengan reaksi sintesis isoprenoidseperti
gibberelin sterol dan karotenoid. Menurut Crellman (1989) biosintesis ABA pada
sebiagian besar tumbuhan tejadi secara

tak langsung melalui peruraian

karatenoid tertentu (40 karbon) yang ada di plastid. ABA pergerakannya dalam
tuml~uhansama dengan pergerakan gibberelin yaitu dapat diangkut secara
mudah melalui xilem floem dan juga sel-sel parenkim di luar berkas pembuluh.

Hormon IAA (asam indol- 3 asetat)
lstilah auksin pertama kali digunakan oleh Frist Went seorang mahasiswa
PascmSarjana di negeri Belanda pada tahun 1926 yang kini diketahui sebagai
asarn indol-3 asetat atau IAA (Salisbury dan Ross 1995)

Senyawa ini terdapat

cukup banyak di ujung koleoptil tanaman oat ke arah cahaya. Dua mekanisme
sintesis IAA yaitu pelepasan gugus amino dan gugus karboksil akhir dari rantai
triphtofan.

Enzim yang paling aktif diperlukan untuk mengubah tripthofan

menjadi IAA terdapat di jaringan muda seperti meristem tajuk, daun serta buah
yang sedang tumbuh. Semua jaringan ini kandungan IAA paling tinggi karena
disir~tesisdi daerah tersebut.
IAA terdapat di akar pada konsentrasi yang hampir sama dengan di bagian
tuml~uhan lainnya (Salisbury dan Ross

1995).

IAA dapat memacu

pemanjangan akar pada konsentrasi yang sangat rendah. IAA adalah auksin

end~genatau auksin yang terdapat dalam tanaman. IAA berperan dalam aspek
pertlumbuhan dan perkembangan tanaman yaitu pembesaran sel yaitu koleoptil
atau~batang penghambatan mata tunas samping, pada konsentrasi tinggi
menighambat

pertumbuhan mata tunas

untuk

menjadi tunas

absisi

(pengguguran) daun aktivitas dari kambium dirangsang oleh IAA pertumbuhan
aka;) pada konsentrasi tinggi dapat menghambat perbesaran sel-sel akar.
Penelitian IAA oleh Gregorio et a1 (1995) pada embrio, endosperrna, dan
integumen benih Sechium edule (labu Siam) pada umur 23, 27, 33, dan 37 hari
setelah anthesis adalah sebagai berikut: I ) jumlah IAA pada embrio pada umur
tersebut berturut-turut 1.67%, 2.08%, 3.40 % dan 3.29 %, 2) Jumlah IAA pada
endosperma berturut-turut 20.45%, 25.72%, 30,40%, dan 52.22% dari total IAA,
dan 3) Jumlah IAA pada integumen adalah 8.44%, 9.32%, 8.76% dan 8.04%,
dan 4) Jumlah 1AA total ( IAA terikat maupun IAA bebas) cenderung meningkat
sejalan dengan meningkatnya kemasakan benih labu Siam.

Waktu konsewasi
Benih labu Siam tergolong benih rekalsitran. Farrant et a1 (1988)
mernperkenalkan istilah orthodoks dan rekalsitran untuk menggambarkan kondisi
sebe4um simpan. Benih orthodoks rontok dari tanaman induknya pada kondisi
kadar air rendah karena mengalami pengeringan ketika proses pemasakan dan
secara umum dapat dikeringkan hingga kadar 5 % tanpa kerusakan. Benih
rekalsitran peka terhadap chilling injury atau kerusakan karena suhu rendah.
Chin dan Robert (1980) mengemukakan bahwa benih rekalsitran
merr~punyaiciri yaitu benih berukuran besar embrionya kecil. Benih rekalsitran
dihasilkan oleh pohon hutan yang ekologinya basah. Benih rekalsitran berukuran
berat 1000 butir lebih dari 500g. Kadar air benih rekalsitran saat rontok dari

.-

tanaman induknya tinggi berkisar 30

- 70 % dan variasi antara

individu lot

berkisar 17 - 30 %. Karakteristik benih rekalsitran lainnya yaitu diselimuti oleh
lapisan berdaging atau berair, dan mempunyai testa yang impermeable.
Struktur internal ini mempertahankan benih dalam lingkungan yang berkadar air
tinggi. Secara morfologi Chin et a/. (1989j menjelaskan bahwa benih rekalsitran
berbeda dari orthodoks tidak hanya dalam ukuran tetapi juga dalam
kompleksitasnya dan viabilitasnya.
Farrant et a/. (1988) menggolongkan benih rekalsitran dalam tiga golongan
yaitu rekalsitran tinggi (highly), rekalsitran sedang (moderate) dan rekalsitran
rendah (minimally). Adapun ciri-ciri golongan benih yang termasuk rekalsitran
tinggi adalah habitatnya di hutan-hutan tropis dan daerah basah (wetlands),
hanya mentolerir sedikit kehilangan air, dapat berkecambah cepat tanpa adanya
penzrmbahan air, dan sensitif terhadap temperatur. Ciri benih rekalsitran sedang
yaitu habitatnya menyebar di daerah tropik, bisa mentolerir kehilangan air dalam
jumlah sedang, laju perkecambahan tanpa adanya penambahan air sedang,
sensitif terhadap temperatur dan juga sensitif terhadap suhu rendah. Benih
rekalsitran rendah ciri-cirinya adalah umumnya benih terdapat di daerah
temperate, menyebar di daerah subtropikal, bisa mentolerir kehilangan air yang
cukup banyak hampir mendekati benih orthodoks, perkecambahan lambat tanpa
adarlya penambahan air, dan bisa mentolerir suhu yang agak rendah.
Menurut Sadjad (1984), viabilitas benih didefinisikan sebagai daya hidup
yang ditunjukkan oleh gejala metabolisme dan pertumbuhannya. Viabilitas benih
terdiiri dari dua komponen yaitu pertama vigor benih yang mencakup kekuatan
tumt~uhbenih dan daya simpan benih, serta kedua daya berkecambah. Viabilitas
benil7 dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu faktor innate induced dan enforced.
Faktlor innate (genetik) adalah faktor bawaan yang berhubungan dengan sifat
keturunan benih yaitu sifat tanaman induknya.

Faktor induced adalah faktor

selalma pertanaman panen pengolahan dan pengepakan sebelum simpan yang
berpengaruh terhadap benih sedangkan faktor enforced adalah lingkungan
simpan seperti suhu dan RH.
Benih mencapai vigor tertinggi dan berat kering maksimum pada saat
maslak fisiologis (Sadjad 1980). Masak fisiologis dilewati maka benih mengalami
kemlunduran benih sebagai perubahan dari kualitas benih yang tidak dapat balik
aka11 terjadi, vigor akan hilang terlebih dahulu

setelah vigor baru daya

berkrecambah. Penurunan vigor dan daya berkecambah dipengaruhi oleh umur
benih, dan kondisi simpan benih yang lotnya heterogen penurunan viabilitasnya
beragam.
Benih rekalsitran mengalami penurunan viabilitas optimum yang cepat
bahkan dalam penyimpanan jang ka pendek (Farrant et al. 1988). Masalah
terbesar adalah kesulitan dalam mempertahankan kadar air yang tetap tinggi.
Berbagai penelitian dalam usaha mempertahankan viabilitas benih dan vigor
umumnya dihubungkan dengan upaya peningkatan daya konservasi benih.
Penurunan kadar air dan waktu konservasi akan mempengaruhi mutu fisik,
fisiologi maupun biokimiawi benih yaitu daya berkecambah yang menurun,
meningkatnya kebocoran membran (Bonner 1996), menurunnya laju respirasi
(Espindola et al.

1994), meningkatnya asam lemak bebas (Toruan 1986),

meningkatnya kerusakan niembran dan kerusakan beberapa organel sel (Berjak
et ar! 1994), meningkatnya kerusakan pada nukleus dan badan lemak pada sel

parenkim.

Hasil penelitian Espindola et al. (1994) pada poros embrio dan

kotiledon dari embrio benih Araucaria angustifolia menunjukkan urut-urutan
metabolik selama penurunan kadar air (desikasi) selama waktu konservasi yaitu
terjadi penurunan sintesis protein penurunan kemampuan mengubah ACC (7
amiriocyclopropane 7

-

- carboxylic acid) merupakan prekursor protein menjadi

etilen serta terjadi kebocoran 25% dari total elektrolit dan penurunan aktivitas
respirasi yang pada akhirnya menurunkan perkecambahan .
Benih rekalsitran tidak peka terhadap desikasi (Espindola et a/. 1994)
maka benih perlu disimpan dalam media yang lembab dan direndam air.
Kerr~unduranbenih rekalsitran diartikan sebagai penurunan viabilitas benih
(deteriosasi) yang tidak dapat balik, ditandai dengan gejala biokimiawi dan
fisiologi maupun anatomis. Benih rnundur daya berkecambahnya menurun dan
kemampuan untuk tumbuh pada kondisi sub optimum juga menurun. Gejala
kemunduran benih dapat ditelaah dari segi biokimiawi misalnya dari kemampuan
peralmbakan dan sintesis bahan makanan aktivitas enzimatiknya serta tingkat
respirasi maupun kebocoran metabolit atau daya hantar listriknya (Sadjad 1984).

METODOLOGI
Penelitian dilakukan di empat lokasi yaitu : 1) kebun sayur Pacet desa
Barukupa Bawah kabupaten Cianjur Jawa Barat, 2) laboratorium llmu dan
Tek~nologiBenih Baranang Siang, 3) laboratorium llmu dan Teknologi Benih
Leuwikopo Darrnaga Bogor, 4) laboratorium Balai Penelitian Bioteknologi
Cimanggu Bogor.
Penelitian dimulai bulan Juli 2000 sampai dengan bulan Juni 2001.
Penelitian terdiri dari tiga percobaan, yaitu percobaan 1, adalah fenologi labu
Siann untuk menentukan stadia masak fisiologis, percobaan 2, adalah fenomena

vivi~~ary
labu Siam dengan cara manganalisa kandungan hormon ABA dan IAA,
percobaan 3, pengaruh stadia kemasakan benih dan waktu konservasi terhadap
viabilitas dan vigor labu Siam (Bagan percobaan pada Gambar 1).
Bahan dan alat yang digunakan adalah buah labu Siam varietas lokal
Pacc?t. Bahan lainnya adalah arang sekam, akuades, sabun, kertas aluminium
foil, kertas manila, pisau, gunting, petridish, kotak penyimpanan sementara
(konservasi) oven ruang AC karung kotak persemaian, bambu, pensil dan alat
tulis lainnya alat pengukur panjang dan lain lain. Berikut bagan percobaan.

Percobaan 1. Fenologi untuk menentukan stadia masak fisiologis
labu Siam
Pengamatan fenologi dilakukan sejak bunga mekar, hingga terbentuk
buatl dan buah mencapai masak. Pengamatan dilakukan di kebun sayur Pacet
desa Barukupa Bawah. Adapun pelaksanaan percobaan adalah pertama-tama
merrlberi tanda (label) pada setiap bunga yang mekar pada lima cabang setiap
pohonnya dan diulang sebanyak tiga kali setiap petak. Pengamatan dilakukan
pada tiga petak, maka bunga yang diberi label sebanyak 45 cabang bunga,
kemludian mengamati perkembangan dan perubahan bunga sampai menjadi

PERCOBAAN PENDAHULUAN
Menduga tingkat masak fisiologis benih dan menduga waktu konsenrasi benih labu
Siam

PERCOBAAN l
Fenologi labu Siam untuk menetapkan stadia masak fisiologis
Pelngamatan : perkembangan bunga dan buah, bobot buah, bobot basah benih, bobot kering
benih, kadar air,
ukuran buah, daya berkecambah benih.

PERCOBAAN ll
Fenomena vivipary benih labu Siam berdasarkan horrnon ABA dan IAA
Pengamatan :mengamati kandungan ABA dan IAA pada Mo,M1, M2, dan M3

PERCOBAAN 1II
Mengamati pengaruh perlakuan tlngkat kemamkn benih danwaktu konservasi
terhadap viabilitas dan vigor benih labu Siam

Pengamatan : daya berkecambah, kadar air benih, potensi tumbuh maksimum,
keoepatan tumbuh, bobot kering M i h , bobot basah benih, kadar air embrio, bobot kering akar,
bobot kering tajuk, bobot basah embrio, rasio bobot basah embrio dan bobot basah benih, rasio
bobot kering tajuk dan bobot kering akar pada MI, M2, dan Ms
dan To,Tl,Tz,T3 dan T4

Gannbar 1. Bagan Pelaksanaan Penelitian
buah dari 45 cabang yang ditandai, serta mendapatkan beberapa tingkat stadia
kernasakan buah. Stadia yang memenuhi syarat tingkat masak fisiologis yaitu
dengan ciri-ciri viabilitas, vigor, dan berat kering maksimum. Percobaan ketiga,
untuk medukung hasil dari percobaan pertama mengenai saat tingkat masak
fisiologis dengan ciri viabilitas maksimum dan vigor benih maksimum.
Tolok ukur untuk percobaan pertama yaitu :
Bot~otbuah.

Bobot buah diukur dari stadia mulai buah terbentuk sampai lewat masak
fisiologis. Bobot diukur dengan menggunakan timbangan.

Bolbot basah benih
Bobot basah benih diukur setelah benih diekstrak dari buahnya. Pengukuran
dilakukan dari stadia buah mulai terbentuk sampai stadia buah lewat masak
fisiologis dengan menggunakan timbangan .
Bobot kering benih
Bobot kering benih diukur setelah benih diekstrak dari buahnya dari stadia buah
mulai terbentuk sampai buah lewat masak fisiologis. Benih dikeringkan terlebih
datiulu dalam oven dengan suhu 105 O C selama 16

- 18 jam,

selanjutnya

ditirnbang bobot keringnya.
Besar buah
Besar buah diukur berdasarkan panjang dan lebarnya buah dari stadia mulai
terbentuk sampai stadia lewat masak fisiologis .
Dajla berkecambah buah
Buah ditanam lalu diukur daya berkecambahnya dari stadia mulai buah terbentuk
sanipai stadia lewat masak fisiologis. Daya berkecambah dihitung berdasarkan
persentase kecambah normal pada hari ke 14 dan 21 HST. Perhitungannya
adallah :

Days berkecambah =

C kecambah normal hit I + hit II

----------------

X

100 %

C benih yang ditanam

Pe~rcobaan2. Fenomena vivipary dengan menganalisis kandungan
hormon ABA dan IAA
Pengamatan fenomena vivipary benih labu Siam dilakukan dengan
me~nggunakanempat (4) tingkat kemasakan dengan 3 ulangan (3 buah) yaitu :

Mo (14 HSA), MI (21 HSA), M2 (28 HSA) yaitu berturut-turut stadia 9,10,11
(dicluga merupakan saat masak fisiologis benih) dan 13 yaitu Mg (42 HSA).

1. Analisis kandungan ABA
Analisis ABA menggunakan metode Robertson dan Synder et a/. (1987)
dengan alat High Performance Liquid Chromatography.

Tahap

analisis

mencakup penyimpanan ekstrak. Ekstrak dari jaringan benih labu Siam yaitu
bagian embrio dan kotiledonnya disimpan dalam

nitrogen cair. Kemudian di

purilikasi dengan larutan methanol : akuades : asam asetat ( 50 : 49 : 1, vlv).
Penstapan

kandungan ABA, larutan contoh disuntikkan

ke alat High

Performance Liquid Chromatographi. Fase diam yang digunakan adalah kolom
C 1El sedangkan fase cair adalah metanol : asam asetat : akuades. Detektor
dengan h 260 nm sedang kecepatan alir fase gerak adalah 1 mll menit suhu
detektor 25 O C dengan attenuasi 0.02.
2. Analisis kandungan IAA

Analisis kandungan IAA ini menggunakan metode Sandberg et a/. (1987).
Tahiap analisis mencakup penyimpanan ekstrak. Ekstrak dari jaringan benih
labu Siam yaitu bagian embrio dan kotiledonnya disimpan dalam larutan metanol
0.3 !j/ml yang mengandung 0.02 % natrium dietilkarbamat, selama 2 jam. Ekstrak
mekalcnat dipurifikas~dengan kromatografi XAD, kemudian dicuci 5 ml etil asetat
Ihexane ( 3:1, vlv) , dan disuntikkan pada alat

High Performance Liquid

Chromatographi.

Per~cobaan3. Pengaruh stadia kemasakan benih dan waktu
konservasi terhadap viabilitas dan vigor labu Siam
Percobaan ini menggunakan rancangan split plot yang disusun secara
kelompok. Petak utama adalah waktu konservasi dengan lima taraf yaitu 1)
kontrol (To), 2) waktu konservasi 12 jam