Pemberdayaan Pemilik Usaha Pondok Wisata Pesisir di Lima Kawasan Strategis Pariwisata Nasional

PEMBERDAYAAN PEMILIK USAHA PONDOK WISATA
PESISIR DI LIMA KAWASAN STRATEGIS
PARIWISATA NASIONAL

AYAT TAUFIK AREVIN

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi berjudul “Pemberdayaan
Pemilik Usaha Pondok Wisata Pesisir di Lima Kawasan Strategis Pariwisata
Nasional” adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari disertasi saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, Juli 2014
Ayat Taufik Arevin
NIM I361090071

*Pelimpahan hak cipta atas karya tulis dari penelitian kerjasama dengan pihak luar
IPB harus didasarkan pada perjanjian kerjasama terkait.

RINGKASAN
AYAT TAUFIK AREVIN. Pemberdayaan Pemilik Usaha Pondok Wisata
Pesisir di Lima Kawasan Strategis Pariwisata Nasional. Dibimbing oleh
MA’MUN SARMA, PANG S. ASNGARI, dan PUDJI MULJONO.
Indonesia merupakan negara kepulauan dengan jumlah pulau mencapai
lebih dari 17.500 dan wilayah pesisir sepanjang sekitar 81.000 kilometer. Wilayah
pesisir adalah daerah pertemuan antara darat dan laut. Kondisi demikian memberi
keuntungan, karena kawasan pesisir menjadi andalan sumber pendapatan bagi
sebagian masyarakat Indonesia. Kawasan pesisir sangat produktif, hasil tangkapan
ikan, sumber alamnya, juga keindahan panorama pantai sangat menjual sebagai
kawasan pariwisata. Selama ini kawasan pesisir belum mendapat perhatian yang
cukup serius baik dari pemerintah, masyarakat maupun pihak ketiga dalam

pengelolaannya. Pembangunan wilayah pesisir dan lautan menunjukkan hasil
yang kurang optimal dan cenderung tidak berkelanjutan. Prioritas kebijakan
pemerintah kita terfokus pada sektor pertanian atau daratan. Nelayan sebagai
komunitas dominan di wilayah pesisir seolah terabaikan dari pembangunan.
Mereka menggantungkan hidupnya dari hasil laut, menggunakan teknologi
tradisional dan sederhana.
Kesederhanaan hidup dan cara tradisional masyarakat pesisir, bila dikemas
dengan baik dapat menjadi obyek wisata, sehingga memiliki nilai investasi budaya
yang tak ternilai dalam kepariwisataan. Wisatawan dengan minat dan ketertarikan
khusus, mencoba menikmati panorama alam pesisir dan keseharian hidup
masyarakat nelayan. Untuk mewujudkannya, mereka memilih mondok di rumah
penduduk, dengan cara sewa, untuk jangka waktu tidak hanya satu atau dua hari.
Usaha pondok wisata (UPW) merupakan usaha mikro kecil (UMK) sejalan
dengan konsep Community Based Tourism (CBT), memiliki peran penting dalam
pembangunan pedesaan. Beberapa penduduk mencoba membangun UPW, ada
juga sudah turun temurun berusaha di bidang bisnis akomodasi harian ini. Namun
UPW belum mampu berkembang dan bersaing dengan industri akomodasi lainnya
seperti hotel, villa, bungalow, cottage, maupun losmen berskala besar. Tingkat
keberhasilan UPW masih rendah disebabkan rendahnya tingkat keberdayaan,
keterbatasan kompetensi kerja, dan perilaku kewirausahaan masyarakat pesisir

belum mampu memenuhi kebutuhan dan keinginan para wisatawan.
Beberapa alasan penting yang menjadi masalah dalam penelitian yaitu
kompetensi kerja dan perilaku kewirausahaan yang buruk tidak hanya
berpengaruh pada keberlangsungan UPW, namun juga merusak citra
kepariwisataan setempat, dan akan meluas pada kepariwisataan nasional.
Penelitian ini bertujuan untuk: (1) mendeskripsikan kondisi umum dan keragaan
profil pemilik UPW; (2) menganalisis faktor-faktor yang berhubungan dan
berpengaruh pada keberhasilan pemilik UPW; (3) pembuatan model
pemberdayaan dalam meningkatkan keberhasilan pemilik UPW; dan (4)
merumuskan strategi pemberdayaan meningkatkan keberhasilan pemilik UPW.
Penelitian dirancang sebagai penelitian hubungan kausalitas, perubahan
dari suatu variabel akan menghasilkan perubahan variabel lain, dengan
menggunakan pendekatan survei. Penelitian dilaksanakan dari Mei 2013 hingga
Februari 2014 di lima wilayah pesisir dalam KSPN, yaitu: (1) Pangandaran di

Kabupaten Pangandaran-Jawa Barat; (2) Parangtritis di Kabupaten BantulYogyakarta; (3) Karangasem di Kabupaten Karangasem Bali; (4) Pulau Untung
Jawa di Kabupaten Kepulauan Seribu-DKI Jakarta; dan (5) Tanjung Lesung-Taman
Nasional Ujung Kulon di Kabupaten Pandeglang-Banten.
Populasi penelitian berjumlah 241 orang yaitu pemilik UPW yang memiliki
kamar berjumlah kurang dari 10 kamar. Penentuan jumlah sampel sebanyak 160

orang pemilik UPW, menggunakan rumus Slovin (Sevilla et al. 1993) dengan
standar kesalahan maksimal 6%. Pengambilan sampel dilakukan secara cluster
simple random sampling: di Pangandaran 40 orang, Parangtritis 30 orang,
Karangasem 37 orang, Pulau Untung Jawa 32 orang, dan Tanjung Lesung-TNUK
21 orang. Pengumpulan data primer dengan pengisian kuesioner, wawancara dan
pengamatan langsung. Data sekunder diperoleh dari instansi, organisasi, dan
kelompok terkait. Analisis data dilakukan menggunakan analisis statistik
deskriptif, uji beda Anova satu arah, uji korelasi Pearson product moment, dan
analisis SEM (Structural Equation Modeling) dengan bantuan software SmartPLS
2.0 M3.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemilik UPW memiliki kategori
sedang: (1) karakteristik individu direfleksikan oleh usia produktif dan tingkat
kekosmopolitan; (2)
karakteristik lingkungan direfleksikan peran tokoh
masyarakat dan sistim nilai budaya; (3) proses penyuluhan direfleksikan negatif
oleh peran lembaga dan metode penyuluhan; (4) kompetensi kerja direfleksikan
oleh kemampuan kerjasama dengan kolega dan pelanggan, penanganan reservasi,
pelayanan resepsionis, dan pelayanan housekeeping; (5) perilaku kewirausahaan
direfleksikan oleh disiplin, ketelitian, ketekunan, dan fokus pelanggan; (6)
keberdayaan direfleksikan oleh kemampuan akses teknologi, akses informasi

pasar, dan akses jaringan bisnis; dan (7) keberhasilan usaha direfleksikan oleh:
loyalitas pelanggan dan kemampuan bersaing. Berdasarkan uji beda semua
menunjukkan P-value < alpha 5%, artinya terdapat perbedaan nilai setiap peubah
antar wilayah. Hasil analisis korelasi Pearson dan SEM saling memperkuat di
dalam pembuatan model, menunjukkan bahwa keberhasilan pemilik UPW
dipengaruhi langsung secara nyata oleh perilaku kewirausahaan dan keberdayaan.
Kompetensi kerja berpengaruh nyata dan langsung terhadap perilaku
kewirausahaan dan keberdayaan. Kedua peubah tersebut menjadi mediasi dalam
meningkatkan pengaruh keberhasilan usaha. Proses penyuluhan belum nyata
berpengaruh terhadap kompetensi kerja dan perilaku kewirausahaan. Maka
strategi untuk meningkatkan keberhasilan usaha melalui peningkatan peran
lembaga penyuluhan yang akan berpengaruh pada kompetensi kerja, yang
selanjutnya memperkuat tingkat keberdayaan dan perilaku kewirausahaan.
Kata kunci: penyuluhan pariwisata, usaha pondok wisata, kompetensi kerja,
perilaku kewirausahaan.

SUMMARY
AYAT TAUFIK AREVIN. Empowerment of Business Owners‟ Coastal
Homestay in Five Area of Indonesian National Strategic Tourism. Supervised by
MA’MUN SARMA, PANG S.ASNGARI, and PUDJI MULJONO.

Indonesia is an archipelago with more than 17,500 islands and coastal areas
along approximately 81,000 kilometers. These conditions provide several
advantages, such as coastal areas become the mainstay source of income in
Indonesia communities. Highly productive coastal areas, the catch of fish, its
natural resources, as well as the panoramic beauty of the beach is selling as
tourism. During this coastal region has not received serious attention from
government, public and third-party management. Development of coastal and
marine areas indicate less than optimal results and were likely not sustainable.
Government priorities, focused on the agricultural sector. Fishermen as the
dominant community in the coastal areas as excluded from development. They are
dependent on the results of the sea, using the traditional technology and simple.
Simplicity of life and how traditional coastal communities, when packaged
properly can become a tourist attraction, so has the value of an invaluable cultural
investment in tourism. Most of traveler interested to enjoy the natural scenery and
the daily life of coastal fishing communities. They chose more stays, for a period
of not just one or two days. Homestay business is a small micro-enterprises in line
with the concept of Community Based Tourism (CBT), has an important role in
rural development. Some people tried to build a homestay, there has also been
tried in the field of hereditary property business daily. However the homestay
business has not been able to grow and compete with other industries such as

hotel, villas, bungalows, cottages, and inn. Homestay busines success rate is still
low due to the low level of empowerment, lack of occupational competence, and
entrepreneurial behavior coastal communities have not been able to meet the
needs and desires of the occupational competence.
Some of the important reasons that become a problem in the study of
occupational competence and entrepreneurial behavior are bad not only affect the
sustainability of the UPW, but also damage the image of the local tourism, and
will extend the national tourism. This study aims to: (1) describe the general
conditions and variability profiles UPW owner; (2) analyze the factors that affect
the success of related and homestay owner; (3) modeling of empowerment in
improving the success of UPW owner; and (4) formulate empowerment strategies
improve the success of UPW owner.
The study was designed as a causality study; the change of a variable will
result in changes in another variable, using a survey approach. The experiment
was conducted from May 2013 to February 2014 in five coastal areas in KSPN,
namely: (1) the district of Pangandaran in West Java; (2) Parangtritis in BantulYogyakarta; (3) Karangasem in Bali; (4) Pulau Untung Jawa in Kepulauan SeribuJakarta; and (5) Tanjung Lesung-Ujung Kulon National Park in Banten
Pandeglang.
The study population numbered 241 people that UPW owners who have
rooms comprise less than 10 rooms. Sample was 160 people in five KSPN (the
Strategic Area of Indonesian National Tourism) are Pangandaran-West Java,


Parangtritis-Yogayakarta, Karangasem-Bali, Untung Jawa Island-Jakarta, and
Tanjung Lesung and Ujung Kulon National Park-Banten. The research was
conducted between June 2013 and February 2014. Primary data collected by
questionnaires, interviews and observation. Secondary data were obtained from
agencies, organizations, and groups related. Data analysis was performed using
descriptive statistical analysis, one-way ANOVA test of difference, Pearson
Product moment correlation test, and analysis of SEM (Structural Equation
Modeling) by SmartPLS 2.0 M3 software.
Descriptive research results show that the owner UPW has moderate
categories: (1) individual characteristics reflected by the productive age and level
cosmopolitan; (2) the environmental characteristics of the reflected role of
community leaders and cultural value systems; (3) the negative reflected by the
role of extension institutions and methods; (4) occupational competence is
reflected by the ability to work with colleagues and customers, handling
reservations, receptionist, and housekeeping services; (5) entrepreneurial behavior
reflected by discipline, precision, perseverance, and customer focus; (6)
empowerment reflected by the ability of technology access, access to market
information, and access to business networks; and (7) is reflected by the success
of the business: customer loyalty and the ability to compete. The results of the

different test showed P-value < alpha 5%, meaning that there is a difference
between the value of each variable region. The results of Pearson correlation
analysis and SEM are mutually reinforcing in the model, suggesting that the
success of UPW owner directly and significantly influenced by the behavior of
entrepreneurship and empowerment. Competences are significantly and directly
influenced by entrepreneurial behavior and empowerment. Both of variables are
into the effect of the successful of the business. Extension process has not yet
significantly influenced working competence and entrepreneurial behavior. The
strategy to improve business success by increasing the extension agency which
will affect the working competence, which further strengthen level of
empowerment and entrepreneurial behavior.
Keywords: extension tourism, homestay business, occupational competence,
entrepreneurial behavior.

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan

IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

PEMBERDAYAAN PEMILIK USAHA PONDOK WISATA
PESISIR DI LIMA KAWASAN STRATEGIS
PARIWISATA NASIONAL

AYAT TAUFIK AREVIN

Disertasi
sebagai salah satu syarat untuk ujian terbuka program Doktor
pada
Program Studi Ilmu Penyuluhan Pembangunan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014


Penguji pada Ujian Tertutup: Dr. Ir. I Gusti P Purnaba, DEA.
Dr. Drs. Yohanes Sulistyadi, MPd

Penguji pada Ujian Terbuka: Prof (Ris). Dr. Ign. Djoko Susanto, SKM
Dr. Wisnu Bawa Tarunajaya, SE, MM.

Judul Disertasi: Pemberdayaan Pemilik Usaha Pondok Wisata Pesisir di
Lima Kawasan Strategis Pariwisata Nasional
Nama
: Ayat Taufik Arevin
NIM
: I361090071

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Ma’mun Sarma, MS. MEc
Ketua

Prof. Dr. Pang S Asngari
Anggota

Dr. Ir. Pudji Muljono, MSi
Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi/Mayor
Ilmu Penyuluhan Pembangunan

Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof. Dr. Ir Sumardjo, MS

Dr. Ir. Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian:

Tanggal Lulus:

22 Juli 2014

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta‟ala atas
segala karunia-Nya sehingga disertasi ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih
dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Mei 2013 ini ialah pemberdayaan,
dengan judul Pemberdayaan Pemilik Usaha Pondok Wisata Pesisir di Lima
Kawasan Strategis Pariwisata Nasional.
Struktur isi draft disertasi terdiri dari 4 bagian yaitu: (1) Rancangan umum
penelitian yang dibahas pada Bab I, Bab II, Bab III, dan Bab IV; (2) Hasil temuan
baik sekunder dan primer pada Bab V dan Bab VI; (3) Pola artikel jurnal pada
Bab VII dan Bab VIII; dan (4) Bab IX dan Bab X sebagai penutup.
Pada kesempatan ini ucapan terima kasih penulis haturkan kepada: (1)
Ketua Komisi Pembimbing Dr. Ir. Ma’mun Sarma, MS., MEc, dan Anggota
Komisi Pembimbing Prof. Dr. H. Pang S. Asngari, dan Dr. Pudji Muljono, MSi. yang
sangat telaten dalam bimbingan dan banyak memberi saran dan motivasi kepada
penulis; (2) Para Pejabat Pemerintah Daerah: (a) Drs. Suheryana sebagai Kepala
Dinas Pariwisata, Perindakop Kabupaten Pangandaran, (b) Drs. Bambang
Legowo, MSi. sebagai Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten
Bantul, (c) I Wayan Purna, SSos, MSi sebagai Kepala Dinas Pariwisata
Kabupaten Karangasem, (d) Badri, SPd, MM dari Kelurahan Pulau Untung JawaKecamatan Kepulauan Seribu Selatan, dan (e) Mohamad Hasan, SH sebagai
Kepala Bidang Objek dan Atraksi Wisata-Dinas Kebudayaan dan Pariwisata
Pandeglang; (3) Seluruh responden di lima KSPN yang telah menyediakan waktu
untuk mengisi kuesioner dan memberikan informasi yang penulis butuhkan;
(4) Penguji pada Ujian Tertutup yaitu: Dr. Ir. I Gusti P Purnaba, DEA. dan Dr.
Drs. Yohanes Sulistyadi, MPd; dan penguji pada Ujian Terbuka yaitu: Prof (Ris).
Dr. Ign. Djoko Susanto, SKM, dan Dr. Wisnu Bawa Tarunajaya, SE, MM.
Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Hajjah Nani Patonah (ibu),
Haji Juhanudin (ayah), Hajjah Nani Rosnani (ibu mertua), Dra. Rizka Handiani
(isteri) dan anak-anak tercinta yaitu Aditya Rafid Arevin, Rufina Fitri Anjani, dan
Aulya Rahman Arevin, serta seluruh keluarga besar, atas segala doa dan kasih
sayangnya. Terimakasih juga kepada teman-teman setia seangkatan di program
studi PPN 09 yaitu Uda Faizal, Wan Agus, Uni Vera, dan Bu Nelva, serta Teh
Desi di Kesekretariatan Administrasi PPN yang selalu siap memberikan pelayanan
dengan setia.
Semoga disertasi ini bermanfaat.

Bogor, Juli 2014
Ayat Taufik Arevin

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN

xii
xiii
xiv

I

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Masalah Penelitian
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian

II

TINJAUAN PUSTAKA
Orientasi Pelayanan di Industri Kepariwisataan
Usaha Pondok Wisata
Karakteristik Individu
Karakteristik Lingkungan
Penyuluhan
Kompetensi Kerja
Perilaku Kewirausahaan
Keberdayaan
Keberhasilan Usaha

9
9
12
17
22
26
28
33
39
42

III

KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS
Kerangka Berpikir
Hipotesis Penelitian

44
44
49

IV

METODE PENELITIAN
Rancangan Penelitian
Definisi Operasional, dan Pengukuran Peubah
Populasi dan Sampel
Waktu dan Lokasi Penelitian
Data dan Instrumentasi
Validitas dan Reliabilitas Instrumen
Analisis Data

52
52
52
54
54
55
55
57

V

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
Kabupaten Pangandaran
Kabupaten Bantul
Kabupaten Karangasem
Kabupaten Kepualauan Seribu
Kabupaten Pandeglang

60
60
66
70
79
84

VI

KERAGAAN PROFIL PEMILIK USAHA PONDOK WISATA
PESISIR DI LIMA KSPN
Pendahuluan
Metode Penelitian
Hasil dan Pembahasan
Simpulan

1
1
5
7
7

90
91
93
96
121

VII

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT
KEBERHASILAN PEMILIK USAHA PEMILIK PONDOK WISATA
PESISIR DI LIMA KSPN
Pendahuluan
Kerangka Berpikir
Hipotesis Penelitian
Metode Penelitian
Hasil dan Pembahasan
Simpulan

VIII MODEL PEMBERDAYAAN UNTUK KEBERHASILAN USAHA
PEMILIK PONDOK WISATA
Pendahuluan
Kerangka Berpikir
Hipotesis Penelitian
Metode Penelitian
Hasil dan Pembahasan
Simpulan
IX

X

123
124
126
130
131
135
147
148
149
152
155
156
158
170

PEMBAHASAN UMUM
Temuan Penelitian
Kontribusi Hasil Penelitian Pada Strategi Pemberdayaan Pemilik UPW
Pesisir
Strategi Penyuluhan Kepariwisataan dalam Upaya Memberdaya-kan
Pemilik UPW Pesisir

171
171

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

195
195
196

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

186
191

198
206

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
24.
25.
26.
27.
28.
29.
30.
31.
32.
33.
34.
35.
36.
37.

Skala orientasi pelayanan
Kriteria aset dan omzet UMKM
Beberapa Ciri dan Watak Kewirausahaan
Program pengembangan kepariwisataan di Indonesia
Aspek-aspek karakteristik individu pemilik UPW
Aspek-aspek karakteristik lingkungan pemilik UPW
Aspek-aspek proses penyuluhan pemilik UPW
Aspek-aspek kompetensi kerja pemilik UPW
Aspek-aspek perilaku kewirausahaan pemilik UPW
Aspek-aspek keberdayaan pemilik UPW
Aspek-aspek keberhasilan pemilik UPW
Populasi dan sampel pemilik UPW di lima KSPN
Nilai rataan karakteristik individu pemilik UPW
Hasil uji beda peubah karateristik individu pemilik UPW
Nilai rataan karateristik lingkungan pemilik UPW
Hasil uji beda peubah karateristik lingkungan pemilik UPW
Nilai rataan proses penyuluhan pemilik UPW
Hasil uji beda peubah proses penyuluhan pemilik UPW
Nilai rataan kompetensi kerja pemilik UPW
Hasil uji beda peubah kompetensi kerja pemilik UPW
Nilai rataan perilaku kewirausahaan pemilik UPW
Hasil uji beda peubah kewirausahaan pemilik UPW
Nilai rataan keberdayaan pemilik UPW
Hasil uji beda peubah keberdayaan pemilik UPW
Nilai rataan keberhasilan usaha pemilik UPW
Hasil uji beda peubah keberhasilan usaha pemilik UPW
Nilai korelasi antar peubah pada keberhasilan usaha
Nilai Keterwakilan Antar Peubah Pemilik UPW
Nilai faktor yang mempengaruhi proses penyuluhan
Nilai faktor-faktor yang mempengaruhi kompetensi kerja
Nilai faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku kewirausahaan
Nilai faktor-faktor yang mempengaruhi keberdayaan
Nilai faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan usaha
Nilai koefisien korelasi antar faktor peubah yang berpengaruh pada
keberhasilan usaha
Nilai validitas, reliabilitas, dan reflektif tiap peubah
Nilai koefisien peubah yang berpengaruh pada keberhasilan usaha hasil
bootstrapping
Pemberdayaan melalui pola kemitraan pemilik UPW

13
14
38
41
44
45
46
47
48
48
49
54
97
98
102
104
106
107
108
109
112
114
116
117
119
120
136
139
142
143
144
145
146
161
163
166
190

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19

Sebaran wilayah pengembangan 222 KPPN, 88 KSPN dan 50 DPN
Kerangka hubungan antar variabel pemberdayaan pemilik usaha pondok
wisata
Peta KSPN Pangandaran
Peta Pariwisata Pangandaran
Peta KSPN Parangtritis
Peta Pariwisata Parangtritis
Peta KSPN Karangasem
Peta Pariwisata Karangasem
Peta KSPN Kepulauan Seribu
Peta Pariwisata Kepulauan Seribu
Peta KSPN Tanjung Lesung-TNUK
Peta Pariwisata Pandeglang
Kerangka Hubungan Antar Peubah yang Mempengaruhi Keberhasilan
Usaha
Hubungan Antar Peubah Independen Keberhasilan
Usaha Pemilik Pondok Wisata
Faktor-faktor yang Berhubungan dan Mempengaruhi Keberhasilan
Pemilik UPW
Indikator-indikator yang Mempengaruhi Keberhasilan Pemilik UPW
Berdasarkan Nilai Faktor Loading
Model Pemberdayaan Pemilik UPW (Output Bootstrapping)
Strategi Pemberdayaan untuk Keberhasilan Usaha Pemilik Pondok Wisata
Peningkatan kemampuan pemilik UPW mengakses informasi dari agen
penyuluhan pembangunan

2
51
60
63
67
68
70
74
80
82
85
87
131
137
155
164
168
188
189

DAFTAR LAMPIRAN

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20

Perbedaan Karakteristik Usaha Pondok Wisata dengan Usaha
Akomodasi Lain
Parameter dan Kriteria Pengukuran Indikator Peubah
Hasil Uji Validitas Instrument Penelitian
Daftar Usaha Pondok Wisata di Pangandaran
Daftar Usaha Pondok Wisata di Parangtritis
Daftar Usaha Pondok Wisata di Karangasem
Daftar Usaha Pondok Wisata di Pulau Untung Jawa
Daftar Usaha Pondok Wisata di Tanjung Lesung-TNUK
Hasil Tabulasi Data Skala Likert Karakteristik Individu (X1)
Hasil Tabulasi Data Skala Likert Karakteristik Lingkungan (X2)
Hasil Tabulasi Data Skala Likert Proses Penyuluhan (X3)
Hasil Tabulasi Data Skala Likert Kompetensi Kerja (Y1)
Hasil Tabulasi Data Skala Likert Perilaku Kewirausahaan (Y2)
Hasil Tabulasi Data Skala Likert Keberdayaan (Y3)
Hasil Tabulasi Data Skala Likert Keberhasilan Usaha (Y4)
Diagram Alir Proses Layanan Reservasi, Kedatangan
dan Kepulangan Tamu
Diagram Alir Proses Layanan Penyiapan Kamar
Diagram Alir Proses Layanan Makan dan Minum Tamu
Diagram Alir Proses Layanan Keluhan Tamu
Riwayat Hidup Penulis

207
209
218
221
223
226
228
229
230
231
231
232
233
234
235
236
237
238
239
237

1

I PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pembangunan kepariwisataan berbasis masyarakat (community based
tourism) mensyaratkan tiga paradigma dalam pembangunan kepariwisataan, yaitu
menjamin kelangsungan ekonomi, dapat diterima secara sosial, dan mampu
menjaga keseimbangan lingkungan; Menjamin kelangsungan ekonomi yaitu harus
mampu meningkatkan pendapatan, memperluas kesempatan kerja dan kesempatan
berusaha, serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat; Diterima secara sosial
yaitu harus mampu mewujudkan keadilan sosial, melestarikan serta memperkokoh
jatidiri, kemandirian bangsa, memperkaya kepribadian, mempertahankan nilainilai agama, serta berfungsi sebagai media menciptakan ketertiban dan kedamaian
dunia. Objek wisata yang potensial, jika dikelola dengan baik akan menarik minat
wisatawan manca negara untuk berkunjung, berkumpul, saling mengenal dan
menjalin persahabatan antar sesame; dan menjaga keseimbangan lingkungan yaitu
memperhatikan kelestarian lingkungan yang berkesinambungan.
Inti dari pembangunan pariwisata merupakan usaha menggerakkan
partisipasi masyarakat untuk peduli terhadap dunia pariwisata. Bentuk partisipasi
masyarakat dalam pembangunan pariwisata adalah sebagai berikut: (1) Partisipasi
masyarakat dalam perencanaan. Masyarakat dilibatkan dalam perencanaan
pengembangan pariwisata bertujuan untuk menggali permasalahan dan potensi
pariwisata yang ada di masyarakat, tantangan serta peluang yang dihadapi; dan (2)
Partisipasi masyarakat dalam pengelolaan. Keterlibatan dalam pengelolaan ini
maksudnya adalah agar masyarakat tidak hanya menjadi objek tapi juga berperan
selaku objek sehingga dapat menikmati keuntungan yang optimal dari pengelolaan
pariwisata, dapat menambah sumber pendapatan masyarakat dari biasanya,
sedangkan sumber pendapatan utama masyarakat tetap seperti semula, misalnya
pertanian, perkebunan atau nelayan. Berkembangnya usaha pariwisata berbasis
masyarakat akan berdampak positif, masyarakat akan memperoleh pendapatan
tambahan sehingga ketergantungan terhadap sumber daya alam akan berkurang.
Dalam rangka mendukung arah pembangunan kepariwisataan, Kementerian
Kebudayaan dan Pariwisata melalui Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Nomor 50 Tahun 2011 tentang Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan
Nasional (RIPPARNAS) Tahun 2010–2025, menetapkan perwilayahan
pembangunan kepariwisataan terdiri dari 50 Destinasi Pariwisata Nasional (DPN)
yang menyebar menjadi 222 Kawasan Pengembangan Pariwisata Nasional
(KPPN), dan 88 di antaranya telah menjadi Kawasan Strategis Pariwisata
Nasional (KSPN). Penyebaran wilayah DPN, KPPN, dan KSPN dari ujung utara
hingga ujung timur Indonesia secara merata (Gambar 1), sehingga diharapkan
mampu menggali seluruh potensi yang ada di wilayah masing-masing.
KSPN adalah kawasan yang memiliki fungsi utama atau berpotensi untuk
pengembangan pariwisata nasional yang mempunyai pengaruh penting dalam satu
atau lebih aspek. Aspek-aspek tersebut seperti pertumbuhan ekonomi, sosial dan
budaya, pemberdayaan sumber daya alam, daya dukung lingkungan hidup, serta
pertahanan dan keamanan. Penetapan pengembangan wilayah KSPN diharapkan
akan mempermudah perencanaan pembangunan kepariwisataan, penegakan
regulasi pembangunan, dan pengendalian implementasi pembangunan.

1

2

Berdasarkan kondisi geografis, Indonesia merupakan negara kepulauan,
dengan kekayaan wilayah pesisir sepanjang garis pantai mencapai 81.000 km,
terbentang di lebih dari 17.500 pulau. Wilayah pesisir adalah daerah pertemuan
antara darat dan laut, perlu dikelola dan dimanfaatkan secara lebih bijak agar
kelestarian alamnya terjaga. Wilayah pesisir memiliki prospek strategis dalam
sektor industri pariwisata berbasis alam, yang berpotensi sebagai sumber
kesejahteraan masyarakat. Kebijakan dalam pengembangan wisata pesisir akan
membantu penyelamatan wilayah pesisir dari kerusakan alam. Dalam penetapan
222 kawasan pengembangan pariwisata, sebagian besar berada di wilayah pesisir,
dengan demikian wilayah pesisir akan terhindar dari kerusakan akibat ulah
masyarakat atau penduduk yang berada di wilayah tersebut.

Gambar 1. Sebaran Wilayah Pengembangan 222 KPPN,
88 KSPN dan 50 DPN
(Sumber: RIPPARNAS 2010-2025)
Fakta menunjukkan bahwa tidak kurang dari 60% penduduk Indonesia
bermukim di kawasan pesisir (Dahuri, 2002). Dalam melakukan berbagai aktivitas
untuk meningkatkan taraf hidupnya, masyarakat baik secara sengaja maupun tidak,
melakukan perubahan-perubahan terhadap ekosistem dan sumberdaya alam. Hal
ini akan berpengaruh terhadap kondisi lingkungan di wilayah pesisir khususnya
garis pantai. Peningkatan jumlah penduduk yang hidup di wilayah pesisir
memberikan dampak tekanan terhadap sumberdaya alam pesisir seperti degradasi
pesisir, pembuangan limbah ke laut, erosi pantai (abrasi), akresi pantai
(penambahan pantai) dan sebagainya.
Hingga saat ini pembangunan wilayah pesisir dan lautan menunjukkan hasil
yang kurang optimal dan cenderung menuju kearah yang tidak berkelanjutan.
Masyarakat nelayan sebagai komunitas yang menghuni wilayah pesisir, sering
kali tersisih dari pembangunan, akibat prioritas kebijakan pemerintah lebih
terfokus kepada sektor pertanian atau agraris. Masyarakat pesisir adalah
masyarakat nelayan, secara turun temurun masih berlangsung, bahwa profesi
sebagai nelayan kecil hanya mampu memanfaatkan kawasannya sebagai sumber
mata pencaharian dengan mencari ikan untuk kebutuhan konsumsi sehari-hari
maupun untuk sekedar diperdagangkan. Di saat sedang tidak musim melaut,
karena cuaca yang tidak memungkinkan, seakan mereka kehilangan mata
pencaharian dan menjadi sulit untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya.

3

Kehidupan nelayan yang masih menggantungkan nasib kepada hasil laut, masih
dalam taraf sederhana dengan pola mata pencaharian menggunakan teknologi
tradisional. Di samping alat tangkap mereka sudah jauh tertinggal, mereka melaut
juga pada area penangkapan di wilayah pesisir juga terbatas.
Masyarakat nelayan merupakan kelompok masyarakat yang relatif tertinggal
secara ekonomi, sosial (khususnya dalam hal akses pendidikan dan layanan
kesehatan), dan kultural dibandingkan dengan kelompok masyarakat lain. Kondisi
masyarakat pesisir atau masyarakat nelayan diberbagai kawasan pada umumnya
ditandai oleh adanya beberapa ciri, seperti kemiskinan, keterbelakangan sosialbudaya, rendahnya sumber daya manusia (SDM) karena sebagian besar
penduduknya hanya lulus sekolah dasar atau belum tamat sekolah dasar, dan
lemahnya fungsi dari keberadaan Kelompok Usaha (Kusnadi, 2003)
Masyarakat di wilayah pesisir perlu diingatkan bahwa kondisi alam yang
terpelihara kelestariannya, dilengkapi dengan adat istiadat dan budaya
kesehariannya, memiliki potensi sebagai objek dan daerah tujuan wisata.
Kesadaran berbisnis masyarakat di wilayah pesisir perlu dibangun, agar mampu
memanfaatkan potensi alamnya sebagai kawasan industri pariwisata yang berbasis
masyarakat. Motivasi wisatawan untuk berkunjung ke suatu wilayah adalah
karena ada sesuatu yang membuatnya menarik untuk dilihat, bahkan beberapa dari
mereka tinggal cukup lama selain untuk menikmati panorama pemandangan juga
mempelajari seni, budaya dan kehidupan masyarakatnya yang unik. Sifat
kesederhanaan, ketradisionalan, dan masih bertahan dan mempertahankan adat
istiadat dan ciri khas budaya setempat menjadi daya tarik terutama bagi wisatawan
mancanegara. Tidak peduli bahwa itu daerah tertinggal bahkan berbahaya, asalkan
memiliki keindahan alam dan kebudayaan yang unik, membuat mereka ingin
menetap dalam beberapa waktu dan melebur di antara masyarakat lokal.
Infrastruktur penunjang pariwisata yang cocok dibangun untuk kondisi
tersebut, bukanlah akomodasi berkelas seperti hotel berbintang atau penginapan
mewah lainnya, melainkan homestay (seperti yang sudah diterapkan di sejumlah
kawasaan wisata, utamanya Bali dan Lombok). Melalui konsep homestay, sektor
pariwisata di daerah tersebut diharapkan bisa dikembangkan dengan coba
meyakinkan penduduk setempat untuk bisa menerima kehadiran turis yang mau
tinggal dengan dan seperti mereka (di kampung) selama 2-3 hari.
Homestay memiliki karakteristik sama dengan pondok wisata di Indonesia.
Menurut Peraturan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata No: PM.86/HK.501/2010
tentang Tata Cara Pendaftaran Usaha Akomodasi, Pondok Wisata adalah
“penyediaan akomodasi berupa bangunan rumah tinggal yang dihuni oleh
pemiliknya dan dimanfaatkan sebagian untuk disewakan dengan memberi
kesempatan kepada wisatawan untuk berinteraksi dalam kehidupan sehari-hari
pemiliknya.” Pondok wisata merupakan usaha milik perorangan yang
menggunakan bangunan milik pribadi yang sebetulnya tidak dimaksudkan untuk
menampung wisatawan. Penyesuaian kebutuhan wisatawan sekadarnya, sehingga
wisatawan akan merasakan fasilitas dan pelayanan ciri khas kebudayaan setempat.
Usaha Pondok Wisata (UPW) tergolong pada daftar kelompok usaha mikro
di bidang pariwisata. Hal ini ditetapkan melalui Peraturan Presiden Republik
Indonesia Nomor 36 tahun 2010 tentang Daftar Bidang Usaha yang Tertutup dan
Bidang Usaha yang Terbuka dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal,
pada Pasal 1 diputuskan bahwa: “Bidang usaha yang tertutup merupakan bidang

4

usaha tertentu yang dilarang diusahakan sebagai kegiatan penanaman modal.”
Pondok wisata (homestay) dicadangkan untuk Usaha Mikro Kecil Menengah dan
Koperasi (UMKMK). Menurut Peraturan Presiden ini adalah orang perorangan
atau badan usaha yang memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud dalam UndangUndang Nomor 20 Tahun 2008 dan Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian.
Hal ini berarti pondok wisata merupakan kelompok industri yang dikelola oleh
rakyat, yang permodalannya harus dibantu oleh koperasi.
Negara maju di Eropa, dan Negara berkembang di Asia, seperti India,
Malaysia, Thailand, Philipina dan Brunai, telah lebih dahulu mendorong
pengembangan pondok wisata sebagai industri pariwisata kerakyatan. UPW
mampu diandalkan karena memainkan peran penting dalam pembangunan
pedesaan. UPW dapat diintegrasikan dengan segala komponen utama desa wisata
seperti: wisata budaya dan wisata sejarah, wisata agro, wisata kesehatan, wisata
olahraga, wisata aneka kerajinan, wisata kuliner, wisata hiburan dan rekreasi,
wisata petualangan, wisata lingkungan berbasis alam dan sejenisnya. Integrasi
semua komponen pariwisata sebagai cara untuk mengembangkan industri
pariwisata adalah konsep yang relatif baru dan relatif ampuh untuk pengembangan
pariwisata pedesaan.
Pengembangan UPW selain ramah lingkungan, juga berbasis pada
kebutuhan masyarakat yaitu merangsang komponen mikro-ekonomi pedesaan di
bagian pedalaman, penyediaan lapangan kerja dan meningkatkan nilai ekonomi
pedesaan; keberlanjutan ekologis seperti menggunakan sumber daya alam dan
manusia daerah pedesaan untuk pengembangan pedesaan; mendedahkan budaya
dan alam pedesaan ke dunia luar; mengurangi degradasi lingkungan,
mendesentralisasikan pendapatan nasional dan memusatkan sumber daya lokal
dalam perekonomian nasional; mempromosikan dan meningkatkan industri
pertanian dan lokal lainnya.
Beberapa penduduk telah mencoba membangun usaha pondok wisata di
kawasan pesisir yang menjadi obyek wisata, seperti pantai Pangandaran di Jawa
Barat, Parangtritis di Yogyakarta, Labuan Amuk di Bali, Pulau Untung Jawa di
Kepulauan Seribu Jakarta, juga Tanjung Lesung dan Ujungkulon di Pandeglang
Banten. Ada yang sudah turun temurun berusaha di bidang bisnis akomodasi ini,
namun kenyataan belum mampu bersaing dengan hotel, villa, bungalow, cottage,
maupun losmen. Tingkat keberhasilan usaha mereka masih rendah disebabkan
kurangnya tingkat keberdayaan, kompetensi kerja yang terbatas, dan perilaku
kewirausahaan masyarakat pesisir belum memenuhi kebutuhan para wisatawan
yang berkunjung dan memanfaatkan jasa penginapan yang disediakan.
Pemilik UPW merupakan orang terpenting, melakukan peran sebagai tuan
rumah juga operator harian. Fungsi tuan rumah yaitu saat penyambutan atau
penerimaan tamu, dan dalam pelayanan informasi umum. Misalkan tentang daerah
tujuan wisata setempat, cara menuju lokasi tersebut, menggunakan wacana
kendaraan umum, pusat kerajinan lokal dan tempat membeli oleh-oleh.. Perannya
sebagai operator UPW yaitu yang memelihara kebersihan, kesehatan, dan
keamanan pondokan berikut kamar-kamar sehingga layak huni. Juga dalam
menyediakan layanan kamar berupa penyajian makan dan minum di dalam kamar,
sebagai fasilitas pelengkap maupun kebutuhan selama tamu menginap di
pondokan.

5

Karakter individu masyarakat dan karakter lingkungan tentu akan
berpengaruh pada kompetensi kerja dan perilaku kewirausahaan para Pemilik
UPW. Rendahnya nilai sosial yang dimiliki masyarakat pesisir yang memengaruhi
kepuasan tamu atas pelayanan pondok wisata yang diterimanya. Seperti kata-kata
umpatan kasar yang meluncur khas dari masyarakat pesisir lokal Pemilik UPW di
Jawa Barat, yang pasrah dengan situasi dan kondisi usahanya yang memiki
banyak keterbatasan, dengan mengatakan sebagai berikut: “arek heug, moal jung”
(bahasa Sunda yang artinya: kalau mau silakan, tidak-pun tak masalah). Perilaku
tidak acuh ini jelas salah, jika optimis dalam berusaha, pasti akan
mempertahankan tamunya agar tidak pergi. Kekecewaan tamu terjadi sebagai
akibat tidak terpenuhinya kebutuhan akan keramahtamahan, yang menjadi ciri
khas adat dan budaya masyarakat Indonesia. Jika tamu kecewa maka tidak akan
tergoda untuk lebih banyak membelanjakan uangnya, dan hal ini akan
berpengaruh pada tingkat pendapatan. Hal tersebut akan memberi dampak negatif,
yang pengaruhnya meluas ke bidang usaha lain. Bukti lain bahwa keterbatasan
pengetahuan budaya lokal, berdampak pada ketidakmampuan mengakomodasi
kebutuhan tamunya akan pengetahuan dan informasi pariwisata lokalitas.
Penelitian ini menjadi perlu untuk mengetahui karakterisik individu dan
lingkungan lainnya yang diduga sebagai faktor-faktor yang memengaruhi
kompetensi kerja dan perilaku kewirausahaan.
Penelitian ini berupaya mengungkap faktor-faktor karakteristik individu
dan karakteristik lingkungan yang mempengaruhi proses penyuluhan, kompetensi
kerja dan perilaku kewirausahaan pemilik UPW. Kemudian juga meneliti
adakah hubungan antara kompetensi dengan perilaku kewirausahaan pemilik
UPW? Kompetensi kerja pemilik UPW yaitu: kompetensi dalam kerjasama
dengan kolega dan pelanggan, penanganan reservasi dan pelayanan resepsionis,
penyediaan jasa kerumahtanggaan (housekeeping), penyediaan layanan kebutuhan
makan dan minum (room service), hingga pengembangan jejaring. Perilaku
kewirausahaan meliputi: integritas, akuntabilitas, transparansi, disiplin, ketelitian,
kecepatan kerja, ketekunan, dan fokus pelanggan.
Faktor-faktor tersebut di atas merupakan potensi dan kapasitas yang perlu
diketahui, dipahami dan dikuasai oleh pemilik UPW agar berpengaruh pada
keberdayaan dan keberhasilan pemilik UPW baik dari sisi aspek sosial maupun
aspek ekonomi. Keberdayaan pemilik UPW melalui pengukuran yang meliputi
tingkat partisipasi, keberanian menghadapi risiko, kemampuan perencanaan usaha,
dan kemampuan berinovasi dalam menjalankan usahanya. Dari sisi aspek
ekonomi, keberhasilan pemilik UPW diukur dari tingkat pendapatan, jumlah
pelanggan, tingkat loyalitas pelanggan, perluasan pangsa pasar, dan kemampuan
bersaing. Keberhasilan pemilik UPW itu akan bermuara pada kesejahteraan
keluarga pemilik UPW dan pencitraan bagi industri kepariwisataan nasional,
sehingga dari hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi rujukan model aksi
pemberdayaan pemilik UPW melalui pola kemitraan.
Masalah Penelitian
Pemerintah sesungguhnya telah berupaya meningkatkan kesadaran
berpariwisata, baik bagi para penyedia usaha jasa wisata maupun pengguna jasa
wisata, yaitu melalui promosi Visit Indonesia Year dan kampanye atau

6

penyuluhan sadar wisata melalui slogan “Sapta Pesona.” Slogan ini bertujuan baik
yaitu mengingatkan dan menyadarkan seluruh masyarakat terkait tentang unsurunsur kebersihan, kesehatan, kerapihan, kenyamanan, keindahan, dan keamanan.
Namun kenyataannya, kampanye sadar wisata ini baru menyentuh pelaku usaha
kalangan atas, pemodal besar, dan tergolong sebagai pelaku industri
kepariwisataan dan belum membumi bagi pelaku usaha mikro, kecil dan
menengah.
Keterbatasan dalam akses informasi dan jaringan bisnis menyebabkan
minimnya kemampuan pemilik UPW dalam berinteraksi dengan tamunya. Dalam
benak wisatawan mancanegara (wisman) telah tertanam tentang perilaku
penduduk asli Indonesia yang ramahtamah dalam bergaul. Wisatawan menjadi
merasa cepat bosan, tidak betah serta tidak berkeinginan memperpanjang masa
tinggalnya. Hal demikian lambat laun berpengaruh pada tingkat pendapatan dan
keberlangsungan usaha pondok wisata. Pada akhirnya tidak mampu menjamin
peningkatan kesejahteraan pekerja dan pemilik usaha. Dampak lebih luas akan
turut dirasakan dan dialami oleh rakyat di sekitar pondok wisata. Mereka yang
berdagang aneka kerajinan tangan, berusaha warung makan, menjual jasa
pertunjukan seni budaya lokal, jasa pramuwisata, dan objek wisata lokal menjadi
kurang diminati karena kurang dikenal. Maka cita-cita untuk meningkatkan nilai
ekonomi dan keberlanjutan ekologis sumber daya pedesaan tidak mampu dicapai.
Rakyat pedesaan tidak mampu mendedahkan kekayaan sosial, budaya dan alam
pedesaan yang dimiliki kepada wisatawan yang berkunjung. Jika hal ini dibiarkan
berlarut-larut maka pada akhirnya mempengaruhi citra kepariwisataan nasional.
Untuk berdaya, pemilik UPW perlu disadarkan atas seluruh permasalahan
tersebut di atas, agar mereka mau berubah melalui upaya sendiri ataupun bantuan
pihak lain. Masalah penelitian yang ingin dijawab dalam rangka mengetahui
keberdayaan dan keberhasilan pemilik UPW dalam penelitian ini beberapa peubah
akan dilihat pengaruhnya, yaitu:
(1) Bagaimana karakteristik individu pemilik UPW? Di antara faktor-faktor
berikut: usia, pendidikan formal, pengalaman pelatihan, pengalaman kerja,
motivasi berusaha, dan tingkat kekosmopolitan; faktor-faktor manakah yang
paling dominan mempengaruhi keberhasilan pemilik UPW?
(2) Bagaimana karakteristik lingkungan pemilik UPW? Di antara faktor-faktor
berikut: dukungan keluarga, peran tokoh masyarakat, sistem nilai budaya, dan
peluang pasar; faktor-faktor manakah yang paling dominan mempengaruhi
keberhasilan pemilik UPW?
(3) Bagaimana proses penyuluhan terhadap pemilik UPW? Di antara faktorfaktor berikut: lembaga penyuluh dan prinsip penyuluhan; faktor-faktor
manakah yang paling dominan mempengaruhi keberhasilan pemilik UPW?
(4) Bagaimana tingkat kompetensi kerja pemilik UPW? Di antara faktor-faktor
berikut: kemampuan kerjasama dengan kolega dan pelanggan, penanganan
reservasi, pelayanan resepsionis, penyediaan layanan housekeeping dan
penyediaan roomservice; faktor-faktor manakah yang paling dominan
mempengaruhi keberhasilan pemilik UPW?
(5) Bagaimana perilaku kewirausahaan pemilik UPW? Di antara faktor-faktor
berikut: integritas, akuntabilitas, transparansi, disiplin, ketelitian, kecepatan
kerja, ketekunan, dan fokus pelanggan; faktor-faktor manakah yang paling
dominan mempengaruhi keberhasilan pemilik UPW?

7

(6) Bagaimana tingkat keberdayaan pemilik UPW? Di antara faktor-faktor
berikut: kemampuan akses teknologi, akses permodalan, akses informasi
pasar, dan aspek jaringan bisnis; faktor-faktor manakah yang paling dominan
mempengaruhi keberhasilan pemilik UPW?
(7) Bagaimana tingkat keberhasilan usaha pemilik UPW? Di antara faktor-faktor
berikut: tingkat pendapatan, jumlah pelanggan, loyalitas pelanggan, dan
kemampuan memperluas pangsa pasar; faktor-faktor manakah yang paling
dominan dimiliki pemilik UPW?
(8) Bagaimana Model pemberdayaan pemilik UPW?
(9) Bagaimana strategi pemberdayaan pemilik UPW?
Diketahuinya faktor-faktor yang paling dominan berpengaruh pada
keberhasilan pemilik UPW, mampu menjadi acuan dalam pembuatan model dan
perumusan strategi dalam proses penyuluhan, peningkatan kompetensi kerja,
perbaikan perilaku kewirausahaan dan meningkatkan keberdayaan pemilik UPW.
Berdasarkan pertimbangkan aspek-aspek metodologis dan kelayakan di
lapangan, ruang lingkup penelitian dibatasi hanya mengkaji pengaruh karakteristik
individu, karakteristik lingkungan, pada proses penyuluhan, kompetensi kerja,
perilaku kewirausahaan pemilik UPW pada tingkat keberdayaan, serta
hubungannya dengan keberhasilan pemilik UPW.
Tujuan Penelitian
Tujuan umum penelitian adalah memperoleh gambaran secara rinci dan
akurat tentang faktor-faktor karakteristik individu, karakteristik lingkungan, dan
proses penyuluhan yang mempengaruhi kompetensi kerja dan perilaku
kewirausahaan, serta hubungan antara proses penyuluhan, kompetensi kerja, dan
perilaku kewirausahaan terhadap keberdayaan dan keberhasilan pemilik UPW di
beberapa KSPN. Berdasarkan tujuan umum tersebut, secara lebih terinci
penelitian ini bertujuan untuk:
(1) Mengidentifikasi karakteristik individu, karakteristik lingkungan, proses
penyuluhan, kompetensi kerja, perilaku kewirausahaan, keberdayaan dan
keberhasilan pemilik UPW.
(2) Menganalisis pengaruh faktor karakteristik individu, karakteristik lingkungan,
dan proses penyuluhan terhadap kompetensi kerja dan perilaku
kewirausahaan pemilik UPW.
(3) Menganalisis hubungan antara kompetensi kerja, dan perilaku kewirausahaan
dengan keberdayaan dan keberhasilan pemilik UPW.
(4) Merumuskan model dan strategi pemberdayaan bagi pemilik usaha pondok
wisata dalam upaya pengembangan potensi, kapasitas dan partisipasi
masyarakat pesisir di KSPN.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna baik aspek teoritis dan
akademis maupun aspek praktis. Aspek akademis, hasil penelitian ini diharapkan
dapat memberikan sumbang saran dalam memperkaya keilmuan di bidang ilmu
penyuluhan pembangunan terutama yang berkaitan dengan sektor pariwisata,
khususnya bidang bisnis akomodasi kelas UMK yaitu pondok wisata, dalam

8

pengembangan kompetensi dan perbaikan perilaku kewirausahaan untuk lebih
berdaya dan berhasil. Berdasarkan penelusuran, di Indonesia belum banyak
literatur ilmiah yang membahas secara spesifik tentang sektor jasa akomodasi
kepariwisataan khususnya pengelolaan UPW. Kenyataan memang deskripsi sektor
pondok wisata belum populer dan belum diakui di negeri ini, meski
keberadaannya di masyarakat telah berdiri dan berkembang sebelum bisnis
akomodasi lain seperti hotel berbintang, hotel melati, losmen, dan usaha
penyewaan villa.
Penelitian ini menjadi demikian penting untuk dilaksanakan, secara lebih
praktis penelitian ini diharapkan bermanfaat:
(1) Untuk mendorong pemerintah pusat (Kementerian Pariwisata dan Ekonomi
Kreatif Indonesia-Kemenparekraf) dan pemerintah daerah (Dinas Pariwisata
Daerah-Diparda) mengambil kebijakan untuk lebih mendinamiskan kegiatan
penyuluhan, melalui peningkatan kompetensi agen penyuluh dan kualitas
materi penyuluhan, seperti halnya penyuluhan di sektor pertanian, kehutanan,
keluarga berencana, dan lainnya.
(2) Bagi organisasi profesi, lembaga swadaya masyarakat (LSM) dan komunitas
masyarakat yang berkonsentrasi di pariwisata, khususnya bidang jasa
akomodasi non bintang seperti pondok wisata (homestay), losmen, villa,
cottage, guest house, dan hotel melati; penelitian ini diharapkan dapat
menjadi sumbang saran tentang dinamika usaha melalui proses penyuluhan
guna peningkatan kompetensi kerja, perbaikan perilaku kewirausahaan
sehingga lebih berdaya dan berhasil usaha dalam pengelolaan operasional
harian hingga pengembangan pasar dan jaringan bisnis.
(3) Khususnya kegiatan penyuluhan, hasil penelitian ini diharapkan menjadi
masukan tentang perlunya peningkatan kompetensi para agen penyuluh; lebih
mengerti, memahami dan menguasai persoalan dan pengelolaan UPW;
penyusunan materi penyuluhan lebih mengarah pada kebutuhan informasi dan
pelatihan kelayannya.
(4) Bagi masyarakat pemilik dan pengelola UPW, sebagai bahan masukan untuk
meningkatkan kualitas dan kuantitas pelayanan guna memenuhi harapan
pelanggan (wisatawan) melalui pelayanan prima; sehingga bisnis yang
dijalani dapat berkelanjutan.
Penelitian ini sejalan dengan bidang keilmuan penyuluhan pembangunan.
Penyuluhan kepada para pemilik UPW merupakan bagian dari usaha
memberdayakan mereka melalui peningkatan kompetensi (pengetahuan, sikap,
dan keterampilan) kerja dan menumbuhkan perilaku kewirausahaan. Setelah
melewati proses keberdayaan, para pemilik UPW akan berhasil mengelola
usaha/bisnisnya, sehingga akan mensejahterakan keluarga dan masyarakat di
seputar daerah tujuan wisata. Kesejahteraan masyarakat akan membawa dampak
positif terhadap citra kepariwisataan domestik di mata internasional. Penelitian ini
akan menghasilkan strategi pemberdayaan pemilik UPW yang dapat diaplikasikan
pada kelompok usaha jasa akomodasi non bintang yang sejenis dan tergolong
pada UMKM, di wilayah yang berbeda yakni pesisir pantai dan perdesaan. Pada
kenyataannya di lapangan diakui bahwa kegiatan penyuluhan kepariwisataan
memiliki kualitas yang jauh berbeda dengan pembangunan di bidang lain, seperti
pertanian, perikanan, peternakan, kehutanan, keluarga berencana, dan lain-lain.

9

Kegiatan penyuluhan kepariwisataan masih menganut paradigma lama, yaitu
sebatas memberikan informasi kebijakan dari pusat dan daerah tentang regulasi
dibidang kepariwisataan. Juga penyuluhan yang ada baru dikaitkan oleh
pemerintah setempat untuk mengendalikan retribusi dalam penerimaan daerah
yang berasal dari pajak. Penyuluhan yang ada belum membumi, manfaatnya baru
bisa dirasakan para pelaku industri kepariwisataan menengah ke atas. Penyuluhan
kepariwisataan sudah menjadi agenda kegiatan dinas pariwisata, namun belum
mampu memberdayakan pelaku UMKM. Dapat disimpulkan bahwa kebaruan
dari penelitian ini meliputi dua hal penting yaitu: 1) Output penelitian berupa
Strategi Pemberdayaan pemilik UPW secara partisipatif dan berkelanjutan; 2)
Output penelitian memiliki kontribusi terhadap keilmuan penyuluhan
pembangunan, khususnya di bidang kepariwisataan

10

II TINJAUAN PUSTAKA
Orientasi Pelayanan di Industri Kepariwisataan
Industri pariwisata tergolong sebagai hospitality industry, yaitu industri jasa
yang mengutamakan keramahtamahan dalam pelayanan untuk mewujudkan
kepuasan pelanggan. Pelanggan adalah “raja”, mereka harus didahulukan dan
dilayani sebaik-baiknya, dan dijaga loyalitasnya, karena mati hidupnya
perusahaan bergantung kepada kepercayaan pelanggan. Pentingnya menjaga
hubungan pelanggan bagi perusahaan, SDM harus memiliki kompetensi dengan
orientasi pelanggan. Kompetensi orientasi pelayanan kepada pelanggan mencakup
kemampuan individu untuk membantu dan melayani kebutuhan pelanggan,
kemampuan memahami keinginan pelanggan, kemampuan berempati, dan
kemampuan mencari informasi secara proaktif untuk membangun kepuasan
pelanggan. Menjadi keharusan bagi perusahaan untuk selalu berusaha menjaga
agar pelanggan merasa puas dengan pelayanan dan produk yang diberikan.
Sumber daya manusia yang berkompetensi orientasi pelayanan kepada pelanggan
merupakan kualifikasi yang wajib bagi perusahaan yang memiliki perhatian besar
terhadap kebutuhan pelanggan.
Pada prinsipnya bagi setiap organisasi orientasi pelayanan kepada pelanggan,
warga, atau pengguna layanan merupakan faktor kunci untuk menuju keberhasilan.
Ketidakmampuan perusahaan memahami kebutuhan dan keinginan pelanggan
akan berakibat fatal terhadap keberlangsungan perusahaan. Orientasi pelayanan
kepada pelanggan me